Anda di halaman 1dari 16

SEMINAR MANAJEMEN PAJAK

Perencanaan Pajak Saat Penutupan Perusahaan

Kelompok VI

Laura Yohana 1210533034

Namikha Nadhia 1210532076

Rizka Mukhlisa 1210533024

Shindy Dean Monica 1210533043

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS

2014/2015

1
I. Pendahuluan

Dalam upaya penghematan beban pajak yang akan ditanggung, perusahaan


melakukan berbagai perencanaan pajak. Selama perencanaan tidak bertentangan
dengan ketentuan pajak yang berlaku, hal tersebut legal untuk dilakukan.
Penghematan pajak dilakukan mulai dari tahap pemilihan bentuk usaha sampai
kepada saat penutupan perusahaan.

Penutupan perusahaan dapat disebabkan perusahaan tidak mampu lagi untuk


melakukan kegiatan operasi, atau adakalanya atas keinginan para pendiri perusahaan.
Seperti halnya pembentukan dan aktivitas operasi perusahaan, penutupan perusahaan
ini memiliki aspek perpajakan yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, perusahaan
hendaknya dapat melakukan perencanaan pajak yang baik saat penutupan perusahaan
agar dapat meminimalkan beban pajak.

II. Perencanaan Pajak Saat Penutupan Perusahaan

Teknik dalam siklus bisnis, saatnya dilakukan manajemen pajak adalah saat
perusahaan akan ditutup atau berakhir dan dilikuidasi. Apabila di saat
pembentukannya (business formation) dan saat pelaksanaan aktivitas usaha (running
business operation) kita diminta untuk mengoptimalkan pilihan (opsi) perpajakan
yang tersedia menurut regulasi-sebagimana telah diuraikan panjang lebar di sub-sub
bab terdahulu, maka hal yang sama perlu dilakukan saat penutupan perusahaan
(business closing).

Konsekuensi perpajakan dari penutupan perusahaan adalah penghapusan


nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak
(NPPKP) perusahaan. Untuk kepentingan itu, otoritas pajak biasanya akan melakukan
pemeriksaan pajak, untuk memastikan sebelum NPWP/NPPKP perusahaan dihapus
dari administrasi kantor pelayanan pajak (KPP) kewajiban perpajakannya ditunaikan
(apabila ada).

2
Proses penutupan perusahaan dapat dilakukan secara langsung dengan
likuidasi perusahaan maupun bertahap dengan membuat status perusahaan menjadi
tidak aktif terdahulu (dormant status) sebelum membubarkan dan mengajukan
permintaan penghapusan NPWP/NPPKP.

2.1 Proses Likuidasi Perusahaan

Secara umum, likuidasi merupakan pembubaran perusahaan sebagai


badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan
pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham (persero)86. Oleh
karenanya, likuidasi adalah tindakan pemberesan terhadap harta kekayaan
atau asset (aktiva) dan kewajiban-kewajiban (pasiva) suatu perusahaan
sebagai tindak lanjut dari bubarnya perusahaan. Tujuan utama dari likuidasi
itu sendiri adalah untuk melakukan pencairan, pengurusan dan pemberesan
harta perusahaan yang dibubarkan tersebut. Tahap likuidasi wajib dilakukan
ketika sebuah perseroan dibubarkan, dimana pembubaran perseroan tersebut
bukanlah akibat dari penggabungan dan peleburan. Perseroan yang dinyatakan
telah bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk
membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi.

Pembubaran perseroan umumnya akan diikuti dengan likuidasi yang


dilakukan oleh likuidator atau kurator87. Berikut adalah tahap-tahap likuidasi
sebuah perseroan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 147 sampai dengan
pasal 152 UU PT:

(1)TahapPengumumandanPemberitahuanPembubaran Perseroan88

Terhitung sejak tanggal pembubaran perseroan, dalam jangka


waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari, pihak likuidator wajib
memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran
perseroan dalam surat kabar dan berita Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya, Likuidator juga wajib memberitahukan pembubaran

3
perseroan kepada menteri untuk dicatat dalam daftra perseroan bahwa
perseroan dalam likuidasi. Kemudian,
pihaklikuidatormelakukanpemberitahuankepadakreditordalamSuratKa
bardanBerita Negara Republik
Indonesia.Pemberitahuantersebutharusmemuatpembubaranperseroanda
ndasarhukumnya; namadanalamatlikuidator;
tatacarapengajuantagihandanjangkawaktupengajuantagihan.
Jangkawaktupengajuantagihantersebutadalah 60 (enampuluh)
hariterhitungsejaktanggalpengumumanpembubaranperseroan.Dalamha
lpemberitahuankepadamenteritentangpembubaranperseroan,
likuidatorwajibmelengkapidenganbuktidasarhukumpembubaranperser
oandanpemberitahuankepaakreditordalamsuratkabar.

(2) TahapPencatatandanPembagianHarta Kekayaan89

Selanjutnya, kewajiban pihak likuidator dalam melakukan


pemberesan harta kekayaan perseroan dalam proses likuidasi yang
meliputi pelaksanaan: (i) pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan
utang Perseroan; (ii) pengumuman dalam surat kabar dan berita
Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan
hasil likuidasi; (iii) pembayaran kepada kreditur; (iv) pembayaran sisa
kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan (v) tindakan
lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang perseroan


lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan
permohonan pailit perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan
menentukan lain dan semua kreditur yang diketahui identitas dan
alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan diluar kepailitan.

4
(3) Tahap Pengajuan Keberatan Kreditur90

Kreditur dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian


kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran
perseroan. Dalam hal pengajuan keberatan tersebut ditolak oleh
likuidator, kreditur dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri
dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal penolakan. Kreditur yang mengajukan tagihan sesuai
dengan jangka waktu tersebut, dan kemudian ditolak oleh likuidator,
dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung tanggal penolakan,
sebaliknya kreditur yang belum mengajukan tagihannya dapat
mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun terhitung sejak pembubaran perseroan diumumkan. Tagihan
yang diajukan kreditur tersebut dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa
kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
Dengan demikian pemegang saham wajib mengembalikan sisa
kekayaan hasil tersebut secara proporsional dengan jumlah yang
diterima terhadap jumlah tagihan.

(4) Tahap Pertanggung-jawaban Likuidator

Sesuai ketentuan Pasal 152 UU PT, pihak likuidator


bertanggung jawab kepada rapat umum pemegang saham (RUPS) atau
pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi perseroan yang
dilakukan dan curator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas
likuidasi perseroan yang dilakukan.

5
(5) Tahap Pengumuman Hasil Likuidasi91

Likuidator, kemudian wajib memberitahukan kepada menteri


dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat kabar
setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada
likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung-jawaban
likuidator yang ditunjuknya. Ketentuantersebutberlakujugabagi curator
yang pertanggung-jawbannyatelahditerimaoleh hakim
pengawas.Selanjutnya, menteri mencatat berakhirnya status badan
hukum perseroan dan menghapus nama perseroan dari daftar
perseroan. Ketentuan ini berlaku juga bagi berakhirnya status badan
hukum perseroan karena penggabungan, peleburan atau pemisahan.
Pemberitahuan dan pengumuman hasil likuidasi dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pertanggung-jawaban likuidator atau curator diterima oleh RUPS,
pengadilan atau hakim pengawas.

Tahapan-tahapan likuidasi telah dinilai selesai pada saat


menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum perseroan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Dari perspektif perpajakan, suatu perusahaan akan berakhir


kewajiban pajak subyektifnya apabila ia telah dilikuidasi, sehingga
perlu dilakukan penghapusan NPWP/NPPKP terhadapnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU KUP yang berlaku, Direktur
Jenderal Pajak (DJP) setelah melakukan pemeriksaan untuk wajib
pajak badan, harus memberikan keputusan atas permohonan
penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap.

6
2.2 Penyelesaian Kewajiban Perpajakan

Negara mempunyai hak mendahului (hak preferensi) pembayaran


utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang.
Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar atau dilikuidasi, maka kurator,
likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan,
dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran, atau
likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak wajib pajak
tersebut.

Saat penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, dan
legalisasi dari pihak yang berwenang seperti notaris dan pihak-pihak
berwenang lainnya telah didapatkan , maka penutupan usaha idealnya
ditindaklanjuti dengan pengajuan permohonan penghapusan NPWP dan
penghapusan NPPKP. Hal ini disebabkan karena penghapusan NPWP atau
pencabutan NPPKP tidak dapat terjadi secara otomatis karena alasan
perusahaan tidak beroperasi lagi.

Seringkali, Wajib pajak membiarkan kondisi tersebut menggantung


walaupun mereka khawatir juga bila perusahaan sewaktu-waktu didatangi
orang pajak untuk pemeriksaan. Sebaiknya penyelesaian masalah ini tidak
ditunda-tunda, karena penundaan tersebut hanya solusi semu, karena saat
gilirannya tiba wajib pajak akan semakin terpuruk dengan timbulnya
akumulasi sanksi perpajakan.NPWP tidak dapat dihapus bila wajib pajak
masih memiliki utang pajak. Lalu apa yang harus dilakukan oleh wajib pajak
yang cash flow-nya tidak memungkinkan untuk membayar utang pajak
sekaligus? Solusinya adalah mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

7
2.3 Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak

Wajib pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk


mengangsur atau menunda pembayaran pajak dalam Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan
jumlah pajak terutang bertambah, serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada
Direktur Jenderal Pajak.

Tata caraPengangsurandanPenundaanPembayaranPajak

1. Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja


sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak terakhir, dengan
disertai alasan dan jumlah pembayaran yang dimohonkan untuk
diangsur atau ditunda.
2. Apabila batas waktu 9 (sembilan) hari kerja tidak dapat dipenuhi
oleh wajib pajak karena keadaan diluar kekuasaannya,
permohonan wajib pajak masih dapat dipertimbangkan oleh
Direktur Jenderal Pajak, sepanjang wajib pajak dapat
membuktikan kebenaran keadaan diluar kekuasaannya tersebut.
Selanjutnya :
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas
permohonan berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian,
atau
b. Menolak, paling lama 7 (tujuh)
harisetelahtanggalditerimanyapermohonan.

3.
ApabilajangkawaktutersebuttelahlewatdanDirjenPajaktidakmembe
risuatukeputusan, makapermohonan wajibpajakdianggapditerima.

8
4. SuratKeputusan yang menerimaseluruhnyaatausebagian,
denganjangkawaktumasaangsuranataupenundaantidakmelebihi 12
(duabelas)
bulandenganmempertimbangkankesulitanlikuiditasataukeadaan di
luarkekuasaanwajibpajak.

5. Terhadaputangpajak yang telahditerbitkansuratkeputusannya,


sebagaimanadimaksudpadabutir 1 dan 2 di
atastidakdapatlagidiajukanpermohonannyauntukmengangsurataum
enundapembayaran.

Kepastianhukumtentangpenghapusan NPWP danpencabutanNPPKP


diaturdalamUndang-
UndangPerpajakankarenapenutupanperusahaanmerupakansuatuhal yang
diperkenankanolehketentuanperpajakan.

2.4PenghapusanNomorPokokWajibPajak (NPWP)

1. Diajukanpermohonanpenghapusan NPWP antara lain oleh :

a. Wajib pajak dan atau ahli warisnya karena wajib pajak sudah
tidak memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan.
b. Wajibpajakbadandalamrangkalikuiupembubarankarenapenghe
ntianataupenggabunganusaha
c. Wajibpajakbentukusahatetap yang
menghentikankegiatanusahanya di Indonesia.

2. DianggapperluolehDirekturJenderalPajakuntukmenghapuskan
NPWP dariwajibpajak yang
sudahtidakmemenuhipersyaratansubjektifdanatauobjektifsesuaideng
anketentuanperaturanperundang-undanganperpajakan.

9
2.4.1 KeputusanDirjenPajakAtasPermohonanPenghapusan
NPWP

1. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan harus


memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk wajib pajak orang
pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk wajib pajak badan,
sejak tanggal permohonan wajib pajak diterima secara lengkap.
2. ApabilajangkawaktutersebuttelahlewatdanDirekturJenderalPaja
ktidak member suatukeputusan, permohonanpenghapusan
NPWP dianggapdikabulkan.
3. Dalamhalpermohonanwajibpajakdianggapdikabulkan,
DirekturPajakharusmenerbitkansuaratkeputusanpenghapusan
NPWP dalamjangkawaktu paling lama 1 (satu) bulansetelahitu.

2.4.2 Tata Cara Penghapusan NPWP

1. Wajib pajak mengajukan Permohonan Penghapusan NPWP


secara tertulis dengan menggunakan formulir yang telah
ditentukan. Permohonanditujukanke KPP (Kantor
PelayananPajak) dimanawajibpajaktelahterdaftar.
2. Permohonantersebutharusdilampiridengandokumenpendukung
penghapusan NPWP, diantaranya :
a. RUPS pembubaran perusahaan khusus untuk wajib pajak
badan atau paling tidak surat keputusan pembubaran dari
pemilik usaha.
b. SPT (SuratPemberitahuan) PPhTahunPajakterakhir yang
belumdisampaikan.
c. Jenis-jenisdokumen yang
harusdilampirkanpadapermohonanpenghapusan NPWP

10
initergantungkebijakandarimasing-masing Kantor
PelayananPajak.
3. Permohonanpenghapusan NPWP yang
telahdilengkapidengandokumenpendukung yang
telahditentukan( antara lain neracaLikuidasiperusahaan)
akanditindaklanjutidengansuatupemeriksaanpajak.
4. Dalamjangkawaktu 6 (enam)
bulansejakpermohonandariwajibpajak orang
pribadiditerimadenganlengkap,
DirjenPajakharusmemberikankeputusan.
Sedangkanuntukwajibpajakbadan,
jangkawaktupemberiankeputusannyalebih lama 6 (enam)
bulanataudengan kata lainmencapai 12 bulan.
5. DalamhalDirjenPajaktidakmemberikankeputusandalamjangka
waktu yang telahditentukan, makapermohonanpenghapusan
NPWP dianggapdikabulkan. Kemudiandalamwaktu 1 (Satu)
bulansetelahjangkawaktupemberiankeputusanberakhir,
DirjenPajakharusmenerbitkansuratkeputusanpenghapusan
NPWP.

2.4.3 Penghapusan NPWP dalamkeadaankhusus

Penghapusan NPWP dalam kondisi utang pajak belum dilunasi


hanya dapat terjadi jika berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa :

a. Utang pajak tidak dapat ditagih lagi kepada wajib pajak karena
sudah tidak adanya harta kekayaan.
b. Wajibpajakmeninggalduniadengantidakmeninggalkanwarisand
antidakmempunyaiahliwaristidakdapatditentukan.
c. Hak Negara untukmelakukanpenagihansudahkadaluwarsa.

11
2.4.4
KeputusanDirjenPajakAtasPermohonanPencabutanPengu
kuhanPengusahaKenaPajak

1. Direktur Jenderal Pajak, karena jabatan atau atas permohonan


wajib pajak dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak.
2. AtaspermohonanwajibpajakuntukmelakukanPencabutanPengu
kuhanPengusahaKenaPajak,
DirektutJenderalPajaksetelahmelakukanpemeriksaanharusmem
berikankeputusandalamjangkawaktu 6 (enam)
bulansejaktanggalpermohonanditerimasecaralengkap.
3. ApabilajangkawaktutelahlewatdanDirekturJenderalPajaktidak
member keputusan,
makapermohonanPencabutanPengukuhanPengusahaKenaPajak
dianggapdikabulkandansuratkeputusanmengenaiPencabutanPe
ngukuhanPengusahaKenaPajakharusditerbitkandalamjangkawa
ktu paling lama 1 (satu) bulansetelahitu.

2.5 Penghentiankegiatanoperasionaldan status dormant

Cara lain pembubaran perusahaan adalah dengan tidak langsung


melikuidasinya, melainkan dengan tahapan penghentian kegiatan operasional
usaha dan menkondisikan perusahaan menjadi perusahaan yang tidur dan
tidak aktif (dormant). Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan masih berharap
akan mendapatkan proyek baru. Setelah itu jika perusahaan memang nantinya
benar-benar akan menutup usahanya, maka berangsur-angsur persyaratan
legal pembubaran perusahaan dilakukan.

Dalam rangka efisiensi usaha, pada masa dormant perusahaan dapat


meamngkas biaya-biaya operasional, seperti menurunkan biaya gaji pegawai

12
dengan mem-PHK-kan sebagian karyawannya (dengan mempertahankan
beberapa person incharge yang menangani kewajiban perpajakan),
menurunkan biaya sewa gedung dengan cara memindahkan sementara lokasi
usaha ke tempat yang lebih murah, dsb.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa selama masa dormant


perusahaan tetap harus melaksanakan kewajiban perpajakan, baik masa
maupun tahunan (meskipun nihil), karena kewajiban pajak subjektifnya belum
berakhir.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari dormant adalah perusahaan


tidak perlu melakukan proses likuidasi (Seperti pada PT) dalam rangka
penutupan usaha serta menghadapi pemeriksaan pajak dalam rangka
penutupan NPWP perusahaan. Disamping itu apabila perusahaan
mendapatkan proyek baru lagi maka perusahaan tidak perlu mengajukan
permohonan NPWP baru atas perusahaan baru.

Dengan cara dormant, pemeriksaanpajak terkait dengan permohonan


penghapusan NPWP/NPPKP perusahaan cenderung dapat dikelola dengan
baik, mengingat dalam kondisi dormant, tidak banyak kewajiban yang
dilakukan oleh perusahaan sehingga tax exposure dapat ditekan seminimal
mungkin. Dalam kasus-kasus tertentu, masa dormant dapat diterapkan selama
masa daluwarsa penetapan pajak (berdasarkan UU KUP yang sekarang
berlaku adalah 5 tahun) untuk mengatasi tax exposure temuan pemeriksaan
pajak yang massif apabila pihak otoritas perpajakan memeriksa keseluruhan
tahun yang masih terbuka (all open years) untuk pemeriksaan. Jikapun ada
temuan, dipastikan jumlahnya tidak material karena secara subtantif
perusahaan tidak lagi memiliki kegiatan operasional usaha dan mungkin telah
tidak lagi memiliki pegawai sehingga kemungkinan risiko pajak yang
ditemukan hanya berupa keterlambatan lapor SPT saja. Berdasarkan Pasal 7
ayat (1) UU KUP yang berlaku, SPT yang tidak disampaikan tepat waktu

13
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar : (i) Rp 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN ; (ii) Rp 100.000,00 (seratus
ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya (seperti PPh Pasal 4(2), 15 21/26,dan
23/26) ; dan (iii) sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Meskipun dalam Pasal 7 ayat
(2) huruf e UU KUP menyebutkan bahwa pengenaan sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana disebutkan di atas tidak dilakukan terhadap
Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku namun di kebanyakan
kasus pemeriksaan pajak untuk penghapusan NPWP, Surat Tagihan Pajak
(STP) untuk menagih denda tersebut acap kali diterbitkan. Barangkali karena
jumlahnya yang kurang signifikan, banyak perusahaan yang tidak
berkeberatan untuk melunasinya agar penghapusan NPWP/NPPKP
perusahaan dapat berjalan lancar.

2.6 Aspek akuntansi dan perpajakan lain atas pembubaran perusahaan

Perlu diperhatikan pula bahwa dalam kedua kondisi pembubaran


perusahaan, beberapa aspek akuntansi dan perpajakan yang tidak dapat
dihindari dan harus dikelola dengan baik, diantaranya adalah : (i) pemutusan
hubungan kerja (PHK) manajemen dan karyawan yang berakibat
pembayarannpesangon tetap merupakan obyek pemotongan PPh Pasal 21; (ii)
pembubaran perusahaan mungkin berakibat terhapusnya piutang perusahaan
kepada pihak debitur ( baik sebagian atau keseluruhan) dan sebaliknya
mungkin sebagian atau seluruh utang perusahaan kepada pihak kreditur juga
terhapus ; (iii) mungkin terjadi pengalihan kontrak (novasi) yang berpotensi
menyebabkan pengalihan utang-piutang; atau (iv) dimungkinkan
pengembalian sejumlah dana kepada pemegang saham baik yang besarannya
lebih kecil, sama dengan, atau lebih besar dari nilai penyertaannya dulu
kepada perusahaan; dan (v) kerumitan pelaksanaan kewajiban perpajakan
khususnya atas pemotongan PPh dan PPN atas pembayaran jasa profesional

14
terkait dengan asistensi pembubaran perusahaan , seperti imbalan jasa untuk
notaris, legal counsel, likuidator, konsultan hukum dan pajak, sementara
perusahaan telah dibubarkan.

III. Kesimpulan/ Penutup

Proses penutupan perusahaan dapat terjadi secara langsung maupun bertahap.


Dengan cara langsung (likuidasi), perusahaan harus melewati serangkaian tahap,
sedangkan pada cara bertahap, perusahaan menghentikan operasinya secara
sementara dan menunggu jika akan diperoleh proyek baru. Konsekuensi perpajakan
atas penutupan perusahaan adalah dihapuskannya NPWP serta NPPKP milik
perusahaan. Sebelum dihapuskan, fiskus akan melakukan pemeriksaan atas kewajiban
perusahaan yang masih tersisa (jika ada).

15
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, NingdanImanSantoso.Corporate Tax Management. 2013.

Jakarta :Ortax.

16

Anda mungkin juga menyukai