Kegiatan perkreditan
merupakan kegiatan utama dan terbesar bank umum untuk menyalurkan dana
kepada kepada pihak ketiga. Penghasilan dan biaya muncul dalam kegiatan
perkreditan adalah pendapatan bunga, fee based income, biaya bunga, dan biaya
provisi/komisi. Khusus bank umum yang menjalankan prinsip syariah, terdapat
unsur penghasilan berbasis syariah/bagi hasil, misal murabahah, dll.
Account Khusus
a. Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA)
Beberapa Pengertian
Aktiva adalah aktiva produktif dan aktiva non produktif
Aktiva Produktif Penyediaan dana bank untuk memperoleh penghasilan, dalam
bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi,
tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif,
penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu.
Aktiva non produktif adalah Aset bank selain aktiva produktif yang memiliki potensi
kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti terbengkalai,
rekening antar kantor dan suspense account.
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) adalah Cadangan yang harus dibentuk
sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas aktiva.
1) Tinjauan Peraturan.
a) Tinjauan Teoritis dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 dan PBI No. 8/2/PBI/2006 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
(1) Pertimbangan dibentuk PPA
Kelangsungan usaha bank antara lain tergantung dari kemampuan dan efektifitas
bank dalam mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian. Bank harus
mengelola resiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian yaitu dengan menjaga
kualitas aktiva dan membentu penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.
(2) Besarnya PPA yang harus dibentuk "paling kurang" :
Cadangan Umum*) 1% dari aktiva produktif kualitas lancar
d) BPR Syariah :
0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia;
10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan
(tiap jenis bank umum dan BPR) sebagaimana dimaksud di atas paling tinggi adalah:
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai
3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan
tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank.
4) Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan
pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
5) Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk
menutup penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah
kelebihan cadangan tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya,
apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka kekurangannya
diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).
PERATURAN PERPAJAKAN PERBANKAN
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Klasifikasi Objek Pajak Badan
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak tidak bersifat final (Pasal 4 ayat (1) UU
PPh)
Penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang dipotong PPh final (Pasal 4 ayat (2)
UU PPh)
Penghasilan yang bukan merupakan merupakan Objek Pajak (Pasal 4 ayat (3) UU
PPh)
Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak Berasal dari Indonesia maupun
luar Indonesia Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambahkekayaan Wajib
Pajak Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-undang PPh
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah (PP 25 Tahun 2009)
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud dalam huruf g di atas, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK-651/KMK.04/1994)
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa
bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di
Indonesia, sepanjang perusahaan pasangan usaha tersebut :
Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto yaitu :
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen, dan perusahaan anjak piutang
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Biaya Promosi
Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam PMK-
02/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 Januri 2009). PMK ini disampaikan melalui SE-
9/PJ/2010 tanggal 1 Februari 2010. Dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut
:
Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
akumulasi dari jumlah
1) biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2) biaya pameran produk;
3) biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Tidak termasuk Biaya Promosi adalah :
1) pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan kegiatan promosi.
2) Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya
biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok
sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan
harga pokok penjualan.
Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek
pemotongan PPh wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Mekanisme pemotongan PPh kepada pihak-pihak yang menerima
penghasilan atas pengeluaran biaya promosi mengacu pada ketentuan perpajakan
yang berlaku.
Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif yang paling sedikit harus memuat data
penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan
jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak
Penghasilan yang dipotong dengan format sebagaimana dalam lampiran PMK-
2/PMK.03/2010. Pada saat pengisian Lampiran Peraturan Menteri mengenai Daftar
Nominatif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Dalam hal pemberian sampel, kolom Keterangan harus diisi dengan mencantumkan
Nama Kegiatan dan Lokasinya;
Dalam hal Biaya Promosi dikeluarkan dalam bentuk sponsorship, kolom Keterangan
harus diisi dengan informasi kontrak dan/atau perjanjian sponsorship secara
lengkap, termasuk nomor dan tanggal kontrak;
Dalam hal Biaya Promosi dilakukan dalam bentuk selain sponsorship dan kegiatan
promosi tersebut dilakukan berdasarkan suatu kontrak dan/atau perjanjian, maka
Wajib Pajak harus mencantumkan informasi kontrak dan/atau perjanjian secara
lengkap dalam kolom Keterangan, termasuk nomor dan tanggal kontrak.
Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan PPh Badan.
Dalam hal ketentuan huruf f dan g di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari
transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau
terakhir oleh Wajib Pajak
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih tersebut dalam bentuk hard copy dan/atau soft copy kepada Direktorat
Jenderal Pajak; dan
3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani
piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu.
Persyaratan butir b.3 ini tidak berlaku untuk debitur kecil (≤ Rp 100 juta) atau debitur
kecil lainnya (≤ Rp 5 juta).
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dokumen/bukti untuk
pemenuhan ketentuan dalam butir b di atas diserahkan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dengan cara melampirkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan
PPh tahun pajak dihapuskannya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Penerbitan umum atau khusus sebagaimana dimaksud dalam syarat piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah penerbitan yang meliputi:
Yang dimaksud debitur kecil -> piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah
piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga
pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha
ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga
Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan
kelompok Prokesra-OPPKS;
Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada
koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling)
atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian
kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai
usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan
oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal
usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam
mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Yang dimaksud debitur kecil lainnya -> debitur selain sebagaimana dimaksud dalam
butir e di atas yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Apabila di kemudian hari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dilunasi oleh
debitur seluruhnya atau sebagian, maka jumlah piutang yang dilunasi tersebut
merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
Bank umum konvensional dan bank umum syariah serta BPR konvensional dan
BPR Syariah dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih sebagai berikut :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan
tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank.
Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan
pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk
menutup penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah
kelebihan cadangan tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya,
apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka kekurangannya
diperhitungkan sebagai kerugian (biaya).
Usaha Berbasis Syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan syariah, asuransi
syariah, pegadaian syariah, jasa keuangan syariah dan kegiatan usaha berbasis
syariah lainnya
Perlakuan Pajak Penghasilan dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah meliputi:
penghasilan;
biaya; dan
pemotongan pajak atau pemungutan pajak.
Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah
dilakukan juga terhadap:
Seperti jenis usaha yang lain, ketentuan perpajakan secara umum juga berlaku
untuk usaha perbankan. Namun karena ada karakteristik khusus atas usaha
perbankan maka terdapat aturan pajak yang khusus mengatur hal tersebut. Aturan
pajak tersebut adalah :
PPh Pasal 21 untuk Gaji, upah , honorarium, insentif, imbalan lainnya dalam bentuk
dan nama apapun
PPh Pasal 22 untuk Pengadaan (Pembelian) Barang oleh Bank BUMN/D
Wajib dipungut PPh Pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif efektif 1,5% x
Harga Jual (belum termasuk PPN). PPh Pasal 22 dipungut pada saat pembayaran.
PPh Pasal 23 untuk Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, dan Imbalan Jasa
1) Pemotong PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) adalah :
Badan Pemerintah
Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
Penyelenggara Kegiatan
Bentuk Usaha Tetap
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Orang Pribadi Sebagai Wp Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk Oleh Dirjen Pajak
2) Penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau BUT yang dikenakan pemotongan
PPh Pasal 23 menurut Pasal 23 ayat (1) adalah sebagai berikut :
Yang memiliki NPWP dikenakan tarif 15%, yang tidak memiliki NPWP dikenakan
tarif 30%.
– jasa teknik
– jasa manajemen
– jasa konsultan
– jasa lain yg ditetapkan dirjen pajak selain jasa yg telah dipotong pph psl 21
Yang memiliki NPWP dikenakan tarif 2%, yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif
4%.
3) Jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% menurut
PMK-244/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut :
4) Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 menutut Pasal 23 ayat (4) UU PPh
adalah sebagai berikut :
Atas penghasilan berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran
pinjaman dan atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan
pembiayaan berbasis syariah sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan
atau terutang kepada badan usaha:
perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin
usaha dari Menteri Keuangan
BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan
bagi UMKM termasuk PT Permodalan Nasional Madani, yang berfungsi sebagai
penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal
23.
PPh Pasal 4 ayat (2) untuk PPh yang bersifat final, misal : bunga tabungan/
deposito, hadiah undian, dan lain lain
PPh Final dikenakan atas bunga yang berasal dari deposito/tabungan baik yang
ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun bank di luar negeri
melalui cabangnya di di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, kecuali WP Orang Pribadi yang seluruh penghasilannya dalam 1 tahun
pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP.
PPh yang terutang adalah sebesar 20% dari jumlah bruto (terhadap wajib pajak
dalam negeri atau BUT) dan 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif P3B yang
berlaku (terhadap wajib pajak luar negeri).
Dikecualikan dari pemotongan PPh :
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun
1992 Tentang Dana Pensiun.
Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kapling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang untuk
dihuni sendiri.
Pembebasan pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto
SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri
Keuangan, sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dapat
diberikan berdasarkan SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan
serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterbitkan oleh KPP tempat dana
pensiun terdaftar.
2) PPh Final atas Hadiah Undian
PPh Final atas Penghasilan dari Hadiah atas Undian diatur dalam PP Nomor 132
Tahun 2000, KEP-395/PJ/2001, dan SE-19/PJ.43/2001. Pokok-pokok ketentuannya
adalah sebagai berikut :
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima
atau diperoleh orang orang pribadi/badan dalam negeri dan orang pribadi atau
badan luar negeri dikenakan PPh Final sebesar 25% dari jumlah bruto nilai undian.
Penyetoran PPh tersebut oleh penyelenggara undian dengan SSP secara kolektif
selambat-lambatnya tanggal10 bulan berikutnya.
Pelaporan ke KPP setempat dengan SPT Masa PPh atas hadiah undian selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah dibayarkannya atau diserahkannya
hadiah undian tersebut.
PPh Pasal 25 Wajib Pajak Bank
1) PPN Terkait Usaha Perbankan, pada prinsipnya semua barang dan jasa
dikenakan PPN, hanya saja ada pengecualian. Jasa keuangan termasuk yang jenis
jasa yang tidak dikenakan PPN. Dalam UU PPN yang baru (UU No.42Tahun 2009)
terdapat perubahan terminologi dari “jasa perbankan” menjadi “jasa keuangan”. Jasa
perbankan yang dimaksud dalam UU PPN lama (PP 144/2000) adalah jasa
perbankan sesuai dengan UU perbankan, sedangkan menurut UU PPN baru, tidak
disebut lagi jasa perbankan namun jasa keuangan (jasa menghimpun dana,
menempatkan dana, dan jasa pembiayaan). Jasa keuangan ini tidak dikaitkan lagi
pengertian jasa perbankan sebagaimana dimaksud dalam UU perbankan. Menurut
UU PPN yang baru, jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun tidak dikenakan
PPN
2) Perubahan ini memberikan perluasan arti sehingga mengakhiri perdebatan yang
timbul selama ini mengenai apakah jasa keuangan yang dilakukan oleh perbankan
syariah dan non perbankan termasuk pengertian jasa perbankan yang tidak
dikenakan PPN ?. Salah satu yang menjadi polemik adalah pengenaan PPN
terhadap transaksi murabahah (produk perbankan syariah dengan prinsip jual beli).
Dengan adanya UU PPN yang baru maka atas transaksi tersebut tidak dikenakan
PPN lagi.
3) Persandingan UU PPN yang lama dengan UU PPN yang baru yang mengatur
PPN terkait usaha perbankan.
Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
meliputi:
jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak
lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek, atau sarana lainnya;
jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
kegiatan usaha penyewaan safety box yang dilakukan oleh bank umum terutang
PPN
dalam hal dapat dibuktikan oleh bank yang bersangkutan bahwa penggunaan safety
box oleh pihak lain dikaitkan dengan usaha perbankan lainnya sehingga atas
pemakaian safety box tersebut tidak dipungut biaya maka Dasar Pengenaan
Pajaknya adalah nihil dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang juga nihil.
Jasa penukaran uang kecil yang dilakukan oleh bank dikenakan PPN (Surat Dirjen
Pajak No.S-56/PJ.53/2004). Dasar Pengenaan Pajaknya adalah jumlah kompensasi
jasa/fee (imbalan) yang diterima oleh bank tersebut.
Penyerahan barang dalam rangka pembagian hadiah berupa barang (melalui
penukaran poin yang terkumpul) oleh perusahaan perbankan penerbit kartu kredit
kepada para nasabahnya melalui “Membership Reward Program” yang dikaitkan
dengan penggunaan kartu kredit/kartu tagih, terutang PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak sebesar harga pasar wajar barang tersebut (Surat Dirjen Pajak
No. S-777/PJ.322/2003).
Jasa Penagihan Listrik dan Telepon yang Dilakukan oleh Bank (Surat Dirjen Pajak
Nomor S-947/PJ.53/2005)
Persewaan ruangan (gedung perkantoran atau rumah tinggal), termasuk persewaan
safety box, jasa persewaan barang-barang bergerak lainnya, jasa konsultasi, jasa
riset, jasa makelar/pialang, jasa keagenan, jasa penaksiran (appraisal), jasa
manajemen, dan sejenisnya terutang PPN meskipun jasa-jasa ini dilakukan oleh
bank dan LKBB sebagai bagian dari usaha dengan perizinan yang diperolehnya
(SE-15/PJ.5/1990).
Penyerahan jasa perdagangan, seperti (SE-15/PJ.5/1990):
sumber : http://slidepajak.wordpress.com/2010/07/23/aspek-perpajakan-pada-
bidang-usaha-perbankan/