Anda di halaman 1dari 6

Mahatma Ramantara

200501110063
Perpajakan (B)

PPn
• Pengertian
PPN adalah pungutan pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa kena
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
• UU Tentang PPn
Adapun undang-undang yang mengatur mengenai PPn antara lain sebagai berikut,
1. UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan
atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Perubahan
ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk
masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan PPnBM. Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak
Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan
hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang
jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, Meski ketentuan baru tentang Pajak
Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih berlaku. Ada
bebrapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang mengubah
atau menambahkana beberapa pasar dari undang-undang pendahulunya.
5. UU HPP No. 7 Tahun 2021, Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN
tertuang dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan.

• Mekanisme PPn di Indonesia


Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut Pajak Pertambahan
Nilai dari pembeli/penerima BKP/JKP, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutannya.
2. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan
Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus
dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN
yang merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka,
sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila
jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut
dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada
akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42
Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke KPP terkait paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

• Fungsi PPn
Adapun fungsi dari PPn adalah sebagai berikut,
1. Fungsi PPN untuk perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak
Fungi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk
mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau justru dapat
diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN. Jika Pajak Masukan lebih besar
dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat mengajukan kelebihan bayar PPN pada perhitungan
masa pajak berikutnya atau mengkreditkan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya.
Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib
menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.
2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak yang
disetorkan ke nagara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya digunakan
untuk membiayai negara.
3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah
Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan
pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan importasi guna
meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.
4. Fungsi PPN sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara
Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga stabilitas
ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.
5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara
Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan nasional,
salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.

• Objek PPn
Adapun objek yang menjadi sasaran PPn,
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.

• Dasar Pengenaan Tarif PPn


Yang menjadi dasar pengenaan PPn antara lain harga jual, penggantian, impor, ekspor dan
lainnya.

• Rumus Penghitungan PPn


Untuk melakukan atau menentukan besarnya PPn yang harus dibayar maka dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
PPn = Tarif PPn × Dasar pengenaan pajak

PPnBM

• Pengertian
PPnBM merupakan singkatan dari pajak penjualan atas barang mewah. Ini adalah pajak yang
dikenakan pada barang tergolong mewah kepada produsen untuk menghasilkan atau
mengimpor barang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

• Perbedaan antara PPn dan PPnBM


PPN dan PPnBm diatur dalam undang-undang yang sama karena PPnBM tidak dapat
dikenakan tersendiri tanpa pengenaan PPN.
Meski begitu, keduanya tetap memiliki perbedaan, yaitu PPN dikenakan pada setiap
mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi barang atau jasa. Sedangkan PPnBM hanya
dikenakan 1 kali pada saat impor barang mewah atau pada saat penyerahan barang yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan barang atau jasa tersebut di dalam
Daerah Pabean, dalam kegiatan usaha atau pekerjaannyan.
Selain itu, PPN dapat dikreditkan melalui mekanisme pajak masukan dan pajak
keluaran. Sementara PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM lainnya.

• Dasar Hukum PPnBM


PPnBM memiliki dasar hukum yang sama dengan PPN, yaitu Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009, yang sudah diganti atau dicabut dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).
Di dalam undang-undang tersebut diatur mengenai objek pengenaan PPnBM,
ketentuan tarif secara umum, hingga cara pemungutan pajak.

• Pihak Pemungut PPnBM


Siapa yang berhak atau wajib memungut pajak penjualan atas barang mewah ini?
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, pihak yang wajib memungut PPnBM adalah
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Lantas, kapan PPnBM dipungut? Berbeda dengan PPN, pajak ini hanya disetorkan 1
kali, yaitu pada saat impor BKP tergolong mewah atau pada saat penyerahan BKP merwah
dari produsennya. Jadi, pajak penjualan barang mewah ini tidak perlu dikenakan lagi pada
saat proses penyerahan tingkat/tahap selanjutnya.

• Objek atau Barang PPnBM


Objek pajak yang dikenakan PPnBM setidaknya memiliki karakteristik berikut:
1. Objek pajak bukan merupakan barang-barang kebutuhan pokok.
2. Objek pajak umumnya hanya dikonsumsi oleh orang-orang yang memiliki
penghasilan tinggi.
3. Objek pajak hanya dikonsumsi oleh orang-orang atau masyarakat tertentu.
4. Objek pajak dikonsumsi demi status atau untuk menunjukkan status sosialnya.
Maka, barang-barang yang memiliki kriteria atau karakteristik seperti daftar di atas,
dapat digolongkan sebagai barang mewah sehingga penjualannya harus dikenakan PPnBM.

• Mekanisme Pemungutan PPnBM


Proses pemungutan pajaknya terbagi menjadi beberapa mekanisme, di antaranya pemungutan
oleh pengusaha kena pajak (PKP) dan pemungutan PPnBM oleh pihak pemungut.
• Proses Pengenaan dan Perhitungan PPnBM
Tiap barang mewah memiliki tarif pajak yang berbeda-beda. Berdasarkan peraturan dan
undang-undang yang berlaku, tarif PPnBM untuk barang mewah digolongkan ke dalam
beberapa kategori ini:
1. Tarif pajak 10% untuk kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat
pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman bebas alkohol.
2. Tarif pajak 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi,
permadani, dan peralatan olahraga impor.
3. Tarif pajak 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar.
4. Tarif pajak 35% untuk minuman bebas alkohol, barang berbahan kulit impor, batu
kristal, bis, dan barang pecah belah.
Untuk menghitung besaran PPnBM, terlebih dahulu menghitung dasar pengenaan pajaknya
(DPP) yang meliputi:
1. Harga jual barang
2. Biaya penggantian, dalam hal ini termasuk biaya pennyerahan, ekspor jasa kena pajak
(JKP) atau ekspor BKP tidak berwujud dan tidak termasuk dalam PPN.
3. Nilai impor, yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang sudah terkena pajak,
dan cukai impor BKP.
4. Nilai ekspor, termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak eksportir.
5. Nilai lainnya sesuai keputusan menteri keuangan.
Kemudian, harus mengetahui tarif PPN yang berlaku, saat ini sebesar 11%.

• Rumus dan Cara Penghitungan PPnBM


Sederhananya, rumus menghitung PPnBM adalah
PPnBM= DPP x Tarif PPnBM
Karena PPnBM tidak bisa terpisahkan oleh PPN, berikut ini rumus penghitungan PPN untuk
barang mewah:
PPN= Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)

Anda mungkin juga menyukai