Anda di halaman 1dari 11

Artikel

“ Ekonomi dalam perspektif Fiqih“

DOSEN PEMBIMBING :

Bpk. Ahmad Mu’is, S.Ag, MA

DISUSUN OLEH :

Mahatma Ramantara_200501110063

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang sudah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya pada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan artikel
tentang Ekonomi dalam Pespektif Fiqih.

Saya sadar bahwa artikel ini masih jauh dari sempurna, hal ini lantaran
kemampuan dan pengalaman saya yang kurang. Untuk itu saya berharap mendapat saran
dan kritik yang membangun, guna perbaikan artikel saya kedepannya..

Semoga artikel ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan terutama bagi


pembaca dan penulis. Akhir kata saya ucapkann, terima kasih semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala urusan kita. Aamiin Ya Rabbal Alamin

Malang, 13 oktober 2021

Tim Penyusun
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam

Volume 7 No. 2 Juli - Desember 2016

P-ISSN: 2085-3696; E-ISSN: 2541-4127

Page 243-260
Abstrak

Ekonomi Islam dalam studi Fiqh modern. Penelitian awal tentang jaminan fidusia. Kajian
pendahuluan jaminan fidusia dalam kajian Fiqih modern dalam ekonomi Islam. Tujuan utama
hukum dalam Islam adalah kesejahteraan manusia. Diukur dengan ushulfiqh yang dikenal dengan
Al Kulliyatul Kahms atau Maqashid Syariah. Tujuan hukum Islam adalah untuk memastikan
bahwa Hiddz Al-Mal mempertahankan kepemilikan properti. Praktek penerapan hukum untuk
mengatur semua kegiatan ekonomi. Kita juga harus memastikan bahwa bermanfaat bagi umat
Islam. Oleh karena itu, Islam memberikan aturan Muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, dan
penetapan gadai. Dewasa ini, jenis transaksi ekonomi termasuk jaminan fidusia semakin beragam.
Jaminan Fidusia merupakan salah satu bentuk penjaminan yang dilaksanakan di Belanda dan
dianut oleh sistem hukum Indonesia sejak zaman penjajahan hingga saat ini. Jaminan ini semakin
banyak digunakan sebagai perjanjian transaksi keuangan karena jaminan berada di bawah kendali
penjamin dan mudah digunakan oleh penjamin. Model ini telah dibahas oleh sebagian orang, tetapi
tidak secara umum dalam Muamalah fiqh. Ketika praktik jaminan fidusia mulai menjadi wacana
dalam perspektif hukum ekonomi Islam dalam menanggapi perkembangan transaksi ekonomi ini.
Dengan mempertimbangkan kemanfaatan manusia untuk menghindari transaksi yang bersifat
maisir, gharar, haram, riba dan bathil. Oleh karena itu, Dewan Syari'ah Nasional (DSN)
mengeluarkan Fatwa No tentang Rahn Tasjily. 68 / DSNMUI / III / 2008 telah diterbitkan. Bentuk
akad ini persis sama dengan jaminan fidusia, namun tetap mengikuti kaidah-kaidah Fiqh
Muamalah.
Pendahuluan

Perkembangan ekonomi Islam terus mengalami perubahan, baik secara wacana maupun praktik.
Ada juga beragam praktik untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih kompleks. Pada
tahap ini, praktik ekonomi perlu dijaga agar sejalan dengan hukum Islam. Regulasi baru diperlukan
dan diperbarui secara berkala dan berkesinambungan untuk mengatasi masalah ekonomi yang terus
berkembang. Apabila permasalahan yang timbul dalam masyarakat tidak dapat diatasi, maka
hukum akan kehilangan eksistensi dan fungsinya. Hukum Islam, serta hukum adat, kehilangan
eksistensinya dan tergerus oleh perubahan dan perkembangan zaman ketika hanya transaksi
ekonomi yang dibahas dalam Fikih Muamalah klasik yang terlibat. Hukum Bisnis Islam menuntut
upaya ijtihad untuk memperhitungkan kegiatan ekonomi terkini agar dapat mengikuti tren terkini
dalam transaksi ekonomi, namun mengkritisi kegiatan ekonomi agar tetap berada dalam Hukum
Islam. Melanjutkan analisis untuk memberikan solusi ( fiqh muamalah). Salah satu bentuk
transaksi ekonomi yang memerlukan upaya Ijtihad Muamara Fik adalah fasilitas penjaminan.
Masalah sebenarnya dengan penjaminan tersebut adalah lembaga tersebut memiliki pengalaman
dan pengetahuan dalam teori dan praktik ekonomi Islam, bahkan landasan hukumnya sangat kokoh
dan masuk dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun, fasilitas jaminan fidusia yang digunakan saat
ini oleh lembaga keuangan bersejarah tidak berasal dari syariat Islam
. Pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan keamanan. Bahkan pemerintah menggunakan agen
garansi untuk meningkatkan dan membangun bisnis mereka. Ketersediaan dana harus diperhatikan
melalui ketentuan hukum yang berlaku dan peraturan yang jelas mengenai lembaga penjaminan.
Jaminan perwalian merupakan suatu bentuk sistem penjaminan yang pada awalnya kurang
memiliki kepastian hukum karena hanya didasarkan pada kasus hukum. Dengan berlakunya
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, jaminan ini lebih memberikan kepastian hukum dan banyak
digunakan oleh lembaga keuangan, bank, dan perusahaan keuangan. Karena agunan ada di tangan
penjamin, maka wali amanat menjadi solusi tepat bagi masyarakat saat membutuhkan dana.
Jaminan fidusia memungkinkan masyarakat untuk tetap menggunakan jaminan tersebut untuk
kelangsungan usaha. Karena dana kredit yang sangat rendah, fasilitas tersebut digunakan oleh
4.444 kalangan menengah dan bawah. Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim,
mempertanyakan posisi jaminan amanah dan keamanan hukum dari perspektif Fikhu Muamara.
Pada tahap ini diperlukan upaya untuk menemukan seseorang yang sesuai dengan kaidah-kaidah
Fiqh Muamarah. Fatwa No tentang Rahn Tasjily tentang bentuk jaminan amanah. Keputusan
68/DSNMUI/III/2008 akan memungkinkan warga untuk mendapatkan pinjaman sesuai dengan
aturan Islam dan koridor hukum dengan tetap berpegang pada aturan Fiqh Muamalah.
Metodologi Penelitian

1. Metode Kualitatif
2. Metode Deskriptif

Teori

Di dalam pesatnya perkembangan zaman ini, kita sebagai umat yang beragama muslim wajib untuk
menyikapi hal ini dengan kritis dan peka terhadap keadaan sekitar kita utamanya. Misalkan saja, di
bidang ekonomi yakni tentang Jaminan Fidusia. Jaminan ini sudah lama berlaku di Indonesia sejak
zaman kolonial dahulu. Maka dari itu, kita wajib menganalisa dan mengkritisinya tetntang
Jaminan Fidusia ini. Agar prakteknya di dalam sistem lembaga perbankan kita ini bisa mengikuti
perkembangan jaman (fleksibel). Tidak hanya itu, dengan adanya kajian ini Jaminan Fidusia tetap
terjamin dan pasti berjalan di koridor hukum islam (Al-Quran dan Hadits).

Isi dan Pembahasan

 Hukum Ekonomi Islam dalam Maqashid Syariah


Kebahagiaan ummat adalah tujuan syariat Islam, karena dalam pengertiannya adalah
menegakkan sesuatu yang dilambangkan dengan Syariah, yaitu agama jiwa, kebijaksanaan,
keturunan dan harta benda, memiliki sesuatu yang dapat merusak 5 ini disebut mafsadat.
Ukuran kebahagiaan umat mengacu pada Ushul Fiqh yang dikenal dengan Al Kulliyatul
Kahms atau 5 rukun yang terdiri dari, Hifdz Al Din, Hifz Al Nafs, Hifz Al Aql, Hifz Al
Nasl, Hifz Al Amal. Maqashid Syariah adalah sebuah konsep untuk merujuk pada
kebijaksanaan yang terpendam dan tampak dalam Al-Qur'an dan Hadits yang ditetapkan
oleh Allah Subhanahu Wa ta`ala untuk manusia dengan tujuan akhir hukumnya adalah
kebaikan dan kesejahteraan manusia di dunia ini. dan nantinya, jika hal ini diabaikan,
maka nilai-nilai Islam yang ada akan runtuh.

Secara umum tujuan syariat Islam dalam menetapkan hukum nya ialah untuk kemaslahatan
manusia seluruhnya baik di dunia maupun di akhirat kelak hal ini berdasarkan firman Allah
ta'ala pada surat pada surat al-anbiya 107 dan selanjutnya juga diatur dalam surat al-baqarah
ayat 201-202.
Pokok bahasan dari kelima undang-undang, khususnya undang-undang pertama ,
mempertahankan dan menjamin hak milik atas barang-barang. Penerapan hukum atau
aturan ekonomi yang mengatur kegiatan tertentu harus menguntungkan umat Islam,
terutama yang menjamin hak milik atas barang. Islam percaya bahwa semua kekayaan di
dunia ini adalah milik Allah dan manusia hanya berhak menggunakannya. Akan tetapi,
untuk memenuhi kebutuhan mereka, konflik, perilaku tidak sehat dan persaingan tidak sehat
di kalangan umat Islam sering muncul dalam memenuhi kebutuhan mereka. Untuk itu Islam
mengatur tentang muamalah seperti jual beli, sewa gadai dan lain-lain. Salah satu aturan
muamalah dalam Islam adalah bahwa transaksi ekonomi tidak diperbolehkan mengandung
unsur-unsur seperti gharar, riba dan batil.
 Hukum Jaminan dalam Sistem Hukum Islam
Al-Qur'an adalah sumber utama hukum Islam yang terbagi menjadi dua bagian: muhkam
(cahaya) dan mutasyabih (samar). Hukum inilah yang perlu penjelasan lebih lanjut. Pada
masa Nabi Muhammad, ayat-ayat Al-Qur'an diubah menjadi ayat-ayat As-Sunnah.
Penjelasan Nabi berkaitan dengan ruang dan waktu, keadaan dan budaya sehingga
penafsiran dilanjutkan dengan tahapan penyelidikan dan kajian. Secara teknis, ijtihad
berarti terus berusaha untuk menentukan seberapa rendah jumlah masalah syariah. Ijtihad
sendiri merupakan reinterpretasi dari ayat yang mengungkapkan sebagian dari nalar
Kehidupan dewasa ini selalu berubah dengan persoalan yang lebih kompleks. Berkat
ijtihad, hukum Islam berkembang mengikuti perubahan zaman. Upaya ini penting untuk
keadilan dalam perdagangan atau apapun yang membutuhkan penjelasan yang beroperasi
secara sunnah atau ijma, ijtihad dan qiyas. Ada asas hukum lainnya, yaitu Istihsan, Istislah
dan Istishab. Istishan adalah cara yang efektif untuk memasukkan barang baru untuk
menemukan yang terbaik. Istislah artinya melarang atau mengizinkan sesuatu karena
bermanfaat. Istishab adalah ketika keberadaan sesuatu telah ditetapkan dengan bukti,
meskipun ada keraguan tentang kelangsungannya, tetapi dianggap. Berbagai hal dipelajari
dalam hukum Islam dengan teks dan analisis konteks hingga ke tahap penegakan hukum.
Namun, sanksi yang diterapkan berdasarkan ketentuan dan ketentuan undang-undang tidak
mengikat kecuali disetujui olehpemerintah. Dan akhirnya hanya sebuah wacana dan
penetapan dianggap pilihan yang tergantung dengan keterikatan dan konsistensi terhadap
hukum Islam.

Ekonomi hari ini datang dalam berbagai bentuk. Akibatnya, undang-undang dan reformasi
baru diperlukan untuk memperbaiki masalah ekonomi yang memerlukan tindakan hukum.
Hukum dapat kehilangan eksistensi dan fungsinya jika tidak dapat menyelesaikan masalah.
Berkat hukum Islam yang elastis, hukum Islam tidak akan pernah mengalami hal itu.
Namun syariat Islam hanya berhenti pada wacana dan tidak disetujui oleh pemerintah, dan
akhirnya undang-undang ini kehilangan eksistensi dan fungsinya. Sebagai suatu sistem
hukum yang utuh sebagai suatu ilmu, ia merespon aspek seperti praktik ekonomi saat ini.

 Relevansi Jaminan Fidusia Dengan Rahn Tasjily


Hasil pemikiran ijtihadi disebut fiqh. Selanjutnya, proses pembuatan undang-undang bagi
umat Islam tidak terlepas dari fikih. Dengan konsep ijtihad, dimungkinkan untuk
mengembangkan lembaga-lembaga yang ada di bidang hukum Islam yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam, seperti jaminan fidusia. UU Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan tetap dikuasai. Jaminan Fidusia telah dipraktikkan Indonesia sejak
zaman penjajahan Belanda sebagai bentuk jaminan atas hasil hukum. Bentuk escrow
deposit ini banyak digunakan dalam kegiatan pinjam meminjam karena proses pemungutan
biayanya sederhana, mudah dan cepat. Dengan demikian, secara historis, jaminan ini
merupakan produk hukum asal Belanda yang berlaku di Indonesia sejak zaman penjajahan
hingga saat ini. Disahkannya UU No. 42 Tahun 1999 dapat dilihat sebagai kemudahan bagi
perkembangan dunia usaha sekaligus menjamin kepastian hukum. Fungsi fiqh mumalah
adalah untuk menentukan perintah-perintah syariah dari bukti tekstual rinci terhadap hukum
kegiatan ekonomi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa fiqh muamalah adalah aturan
Allah yang mengatur hubungan antara manusia dalam perolehan dan pengembangan harta
atau lebih tepatnya aturan Islam mengenai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia.
Fiqh muamalah mendekati fenomena dari perspektif hukum, yaitu bagaimana syariah
mengatur fenomena tersebut kemudian menetapkan kriteria legalitas dan larangan sesuai
fenomena dan peristiwa yang dihadapi. Penetapan hukum suatu kegiatan ekonomi haruslah
memenuhi prinsip dasar atau kaidah fiqh muamalah diantaranya adalah hukum asal muasal
dalam muamalah, konsep fiqih, dan MAGHRIB (Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil).
Dengan demikian, kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang
sepanjang belum tidak ditemukan nash yang secara shahih melarangnya. Kita tidak bisa
melakukan sebuah ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya,
ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dari-Nya. Allah tidak
menurunkan syariah ini, kecuali dengan tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan hidup
makhluk ciptaannya (manusia), tidak berkeinginan membebankan dan menyempitkan ruang
gerak kehidupan manusia.

Gharar adalah setiap transaksi yang barangnya masih belum jelas atau tidak berada dalam
penguasaannya yaitu di luar jangkauannya, termasuk jual beli gharar. Haram adalah apabila
benda yang dipertukarkan itu haram maka transaksinya menjadi batal. Riba adalah
pendapatan tambahan melalui cara ilegal seperti transaksi barter, kualitas, kuantitas dan
waktu pengiriman. Bathil, khususnya dalam bertransaksi, bebas dari ketidakadilan,
kesetaraan, keikhlasan dan keadilan. Pengertian penjaminan secara umum dibagi menjadi
dua bagian, yaitu jaminan pribadi dan yang lainnya berupa hak milik. Yang pertama disebut
kafalah. Sedangkan yang terakhir dikenal dengan nama Rahn. Kafalah secara etimologis
berarti Al-Dhamanah, Hamalah dan Za`aamah. Ketiga istilah ini memiliki arti yang sama,
yaitu jaminan atau keabadian. Dalam istilah kafalah adalah jaminan perusahaan asuransi
kepada pihak ketiga atas kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak kedua. Ada hadits
yang mengatakan "Pinjaman harus dilunasi dan penjamin harus membayar" (H.R. Abu
Dawud). Dengan demikian, sebuah kafalah dianggap sah menurut hukum Islam jika
memenuhi rukun dan syarat antara lain penjamin (kafil), debitur atau perolehan jaminan
(Makful lah), debitur (Makful anhu), debitur (Madmun bih). ) dan ijab qabul.

Kafalah dibagi menjadi dua yaitu kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah
memiliki jiwa yang disebut juga dengan Kafalah bial Wajhi, yaitu kehendak penanggung
untuk memperkenalkan orang yang menjadi tanggung jawabnya kepada tanggungan yang
dijanjikan. Bentuk lain selain kafalah adalah Rahn. Secara etimologis, Ar-Rahn berarti
kekal, abadi, dan terjamin. Berdasarkan definisi yang berasal dari mazhab Maliki, objek
jaminan dapat berupa barang materi atau manfaat. Barang yang dijaminkan tidak serta
merta diserahkan dalam kenyataan, juga diperbolehkan secara hukum, seperti sawah
sebagai jaminan. Jadi hanya surat yang dikirim.

Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan nomor 68/DSNMUI/III/2008 sesuai dengan


jaminan amanah yang dikenal sebagai Rahn Tasjily. Ternyata salah satu bentuk layanan
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang dibutuhkan masyarakat adalah pinjaman atau
transaksi yang berujung pada hutang piutang dengan memberikan jaminan barang, dengan
syarat barang tersebut masih dikuasai dan digunakan. Kemudian juga dinyatakan bahwa
debitur memiliki hak yang mudah untuk melepaskan properti yang tersisa dalam
kepemilikan peminjam jika terjadi wanprestasi. Rahn tasjily (juga dikenal sebagai Rahn
Ta`mini, Rahn Rasmi atau Rahn Hukmi) adalah jaminan berupa barang dagangan untuk
hutang, dengan kesepakatan bahwa apa yang diberikan kepada penerima jaminan
(murtahin) ) bukan bukti yang sah. hak milik, sedangkan harta benda (marhun) tetap di
bawah penguasaan dan penggunaan (rahin) penanggung.

Dengan No. 68/DSNMUI/III/2008, jaminan amanah itu sah dari sudut hukum Islam di
Indonesia karena hukum muamalah yang asli disahkan, dengan catatan harus menghormati
prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah dasar fikih muamalah, yaitu mewujudkan kemaslahatan
umat dan menghindari maisir gharar, haram, riba dan batil. Untuk itu diperlukan model
baru jaminan amanah yang disesuaikan dengan kaidah fiqh muamalah, dengan kata lain
penerapan rahn tasjily yang lebih konsisten.

Penutup dan Kesimpulan

Pada dasarnya, kerangka hukum Islam selalu siap menghadapi perubahan dalam segala
aspek kehidupan, mulai dari aspek etika hingga aturan yang lebih operasional. Namun hal
itu tidak akan berjalan dengan baik jika umat Islam tidak memanfaatkan elastisitas hukum
Islam dalam menyikapi kehidupan ekonomi, politik dan sosial yang sedang berlangsung.
Sifat elastis hukum Islam itu sendiri memungkinkan hukum Islam untuk selalu beradaptasi
untuk kehidupan seluruh penduduk Muslim. Mengenai kegiatan ekonomi, diperlukan upaya
ijtihad yang lebih banyak agar setiap muslim dapat melakukan kegiatan ekonominya sesuai
dengan syariat Islam. Rahn Tasjily yang mendapatkan dana dari DSN MUI merupakan
salah satu upaya ijtihadi yang dapat menjadi solusi bagi umat Islam dalam melakukan
transaksi ekonomi dengan menggunakan agunan, sehingga dibandingkan dengan agunan
amanah, pengoperasian rahn tasjily memungkinkan masyarakat terhindar dari praktik
ekonomi yang mengandung riba. . Para ulama dan ahli hukum tidak boleh berhenti
mempelajari kondisi saat ini untuk disebut syari`at melalui upaya ijtihad yang nantinya
akan melahirkan hukum Islam modern.
Daftar Pustaka

Ad-Dardir, 1978, Syarh al-Shagir bi Syarh ash-Shawi, Mesir : Dar al-Fikr.


Ahmad Warson Munawwir, 1997, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, cet. 14, Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif.
As Sarakhsi, tt, al Mabsut, Beirut: Dar al Fikr.
Azharudin Lathif, 2005, Fiqh Muamalat, Jakarta : UIN Jakarta Press.
H. Riduan Syahrani, 2006, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni.
Ibnu 'Abidin, 1963, Radd al-Muhktar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, Beirut: Dar al-Fikr.
Ibnu Mandzur, tt, Lisaan Al-‘Arab Jilid I, Kairo: Darul Ma’arif. Juhaya S. Praja, 2009,
Teori Hukum Suatu Perbandingan, Bandung: Tanpa Penerbit.
M Abdul Mannan,1995, Islamic Economics, Theory and Practice (Teori dan Praktek
Ekonomi Islam) terj. M Nastangin, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf.
M. Abdul Mujieb,1994, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus. UU No. 42 Tahun
1999 Tentang Jaminan Fidusia Wahbah Zuhaili, 2002, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu,
Beirut: Dar al-Fikr.
Zainuddin Ali, 2008, Hukum Ekonomi Syari’ah, Jakarta:Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai