Anda di halaman 1dari 22

TRANSAKSI PERDAGANGAN DALAM HUKUM EKONOMI ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Penanaman Modal

Dosen Pengampu: Andi Cahyono, S.H.I., M.E.I.

Disusun Oleh:

Kelompok 4 HES 6G
1. Mutiara Fauziah Kusumawati (202111236)
2. Mei Nuryan Adityas (202111258)
3. Syihan Ighna Faiza Rohally (202111262)

PROGAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman yang terjadi ini saat ini menunjukkan pada
kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun sangat menarik untuk
diktrisi. Praktik atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada
umumnya dan di Indonesia pada khususnya, menunjukkan kecenderungan
pada aktivitas yang banyak menanggalkan nilai-nilai keislaman, terutama
dalam berusaha atau bisnis.1
Pentingnya pasar sebagai wadah aktivitas tempat jual beli tidak hanya
dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait
dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan
sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak
lain. Karena peran penting pasar dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim,
maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain
terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar.
Dalam kegiatan ekonomi memiliki harus berdasarkan al-Qur’an dan
Hadits. Seseorang yang akan melakukan investasi hendaklah memperhatikan
syarat-syarat yang dilarang dan yang diperbolehkan dalam berinvestasi
sehingga bermanfaat baginya untuk dunia dan akhirat, seperti yang terkandung
dalam Al-Quran, hadits, ijmak dan qiyas.2
Gambaran hukum Islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syari'ah
adalah tercakup dalam bentuk kontrak (akad) dan bentuk instrumen keuangan.
Dua hal ini (akad dan instrumen keuangan) akan memberi jalan bagi
akademisi maupun investor yang ingin konsisten menggunakan prinsip Islam
dalam menilai instrumen investasi yang tersedia di pasar modal. Sehingga
sangat penting mempelajari seperti apa transaksi yang sesuai dengan hukum

1
Mardhiyah Hayati, "Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam", Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, Vol.1 Nomor 1, 2016, hlm. 73.
2
Muhammad, Menejemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2016),
hlm. 117.

ii
ekonomi Islam. Maka penulis akan menjelaskan transaksi perdagangan dalam
hukum ekonomi Islam pada pembahasan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana syari’ah dan keuangan ?
2. Bagaimana prinsip dasar perdagangan perspektif Islam ?
3. Bagaimana prinsip umum pasar dalam Islam ?
4. Bagaimana akad dalan keungan syari’ah?
5. Bagaimana investasi modal dan ekonomi Islam ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui syari’ah dan keuangan.
2. Unuk mengetahui prinsip dasar dalam perdagangan perspektif Islam.
3. Untuk mengetahui prinsip umum pasar dalam Islam.
4. Untuk mengetahui akad dalan keungan syari’ah.
5. Untuk mengetahui dengan investasi modal dan ekonomi Islam.

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. Syari’ah dan Keuangan


Perubahan dan perkembangan zaman yang terjadi dewasa ini
menunjukkan pada kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun
sangat menarik untuk diktrisi. Praktik atau aktivitas hidup yang dijalani umat
manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya,
menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak menanggalkan nilai-
nilai keislaman, terutama dalam berusaha atau bisnis.
Rasulullah secara tegas menyatakan dalam sabdanya, bahwa
perdagangan (bisnis, berusaha) adalah suatu lahan yang paling banyak
mendatangkan keberkahan. Namun harus dipahami, bahwa praktik-praktik
bisnis (usaha) yang seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran
Islam (syari’ah), telah ditentukan batas-batasnya. Oleh karena itu, Islam
memberikan kategori usaha yang diperbolehkan (halal) dan usaha yang
dilarang (haram).3
Syari’ah dapat diartikan sebagai jalan yang harus ditempuh atau garis
yang mestinya dilalui. Di dalam syari’ah diatur mengenai ibadah dan
muamalah. Hukum asal ibadah meyatakan bahwa segala sesuatunya dilarang
dikerjakan, kecuali yang ada petunjuk/perintah-Nya dalam Al-Qur’an atau
sunnah.
Dasar hukum yang paling kuat sehubungan dengan upaya pelaksanaan
aktivitas muamalah yang hukumnya bisa berkembang sesuai dengan
perkembangan sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia adalah hadits
Rasulullah, yang artinya : Antum a’alamu bi umuri al-dunyakum? (kalian
lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian). Alasan selanjutnya masalah
ekonomi adalah masalah yang sangat riskan. Hal ini berarti, orang Islam bisa
lepas aqidahnya jika kondisi ekonominya kurang baik. Hal ini telah disinyalir

3
Muhammad, Menejemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2016),
hlm. 117-119.

1
oleh suatu ungkapan : “kefakiran akan condong kekufuran”. Maka dari itu,
upaya untuk menegakkan aktivitas ekonomi yang benar menurut syari’ah dan
memberikan kemanfaatan yang lebih besar kepada umat Islam pada
khususnya dan umat manusia pada umumnya merupakan suatu keniscayaan.
Mengapa umat Islam perlu mengembangkan dan menjalankan aktivitas
ekonomi, keuangan dan perbankan berbasis syari’ah? Secara praktis, sistem
ekonomi, keuangan dan perbankan berbasis bungan atau konvensional
mengandung beberapa kelemahan, yaitu:4
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan.
3. Komitmen bank untuk menjaga kemanan uang deposan berikut bunganya
membuat bank cemas untuk untuk mengembalikan pokok dan bunganya.
4. Sistem transaksi berbasis bunga mengahalangi munculnya inovasi oleh
usaha kecil.
5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha
kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapat
bungan mereka.

Dari beberapa kelemahan sistem perbankkan konvensional tersebut,


maka perbankan syari’ah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam
mengembangkan produknya sendiri, sesuai dengan teori perbankan syari’ah.
Jika kebebasan ini dapat diwujudkan maka secara ideal akan memberikan
manfaat bagi : (a) terpeliharanya aspek keadilan bagi para pihak yang
bertransaksi ; (b) lebih menguntungkan dibanding perbankan konvensional ;
(c) dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu terkait
dengan transaksi riil, bukan sebaliknya; (d) transparansi menjadi sifat yang
melekat (inheren); dan (e) memperluas aplikasi syari’ah dalam kehidupan
masyarakat Muslim.5

4
Ibid.
5
Ibid.

2
B. Prinsip Dasar Perdagangan Perspektif Islam
Perdagangan adalah salah satu aktivitas dari kegiatan ekonomi yang
dilakukan guna memenuhi kebutuhan seharai-hari agar dapat melangsungkam
hidup. Dalam kegiatan ekonomi memiliki prinsip-prinsip berdasarkan al-
Qur’an dan Hadits. Sebab prinsip merupakan implikasi dari nilai-nilai filosofis
ekonomi Islam yang dijadikan sebagai interaksi sosial kepada sesama
manusia. Dimana prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan perspektif Islam,
diantaranya sebagai berikut:
1. Prinsip Tauhidi (Unity)
Prinsip tauhidi (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk
bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan aktivitas
kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhidi. Artinya
bahwa dalam setiap gerak langka serta bangunan hukum harus men-
cerminkan nilai-nilai ketuhanan. Tauhid sendiri dapat diartikan sebagai
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dengan atribut
yang melekat pada dirinya adalah fenomena sendiri yang realitanya
tidak dapat dipisahkan dari penciptanya (Sang Khalik). Sehingga
dalam tingkatan tertentu dapat dipahami bahwa semua gerak yang ada
di alam semesta merupakan gerak dan asma (isme singidar) dari Allah
SWT. Perhatikan firman Allah QS Al-Hadid/57: 4:

“…..dan Dia selalu bersamamu di mana pun kamu berada.”

Dalam bermuamalah yang harus diperhatikan adalah


bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah
yang tertuntun oleh nilai- nilai ketuhanan. Paling tidak dalam setiap
melaku kan aktivitas bermuamalah ada semacam keyakinan dalam hati
bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan
selalu berada bersama kita. Kalau pemahaman semacam itu terbentuk

3
dalam setiap pelaku muamalah (bisnis), maka akan terjadi muamalah
yang jujur, amanah, dan sesuai tuntutan syariah.6

2. Prinsip Halal
Mengapa harus dengan cara halal dan meninggalkan segala
yang haram dalam berinvestasi? Dalam kaitan ini. Dr. M.
Nadratuzzaman Husen mengemukakan bahwa alasan mencari rezeki
(berinvestasi) dengan cara halal yaitu: (1) karena Allah memerintahkan
untuk men- cari rezeki dengan jalan halal: (2) pada harta halal
mengandung keber- kahan; (3) pada harta halal mengandung manfaat
dan mashlahah yang agung bagi manusia; (4) pada harta halal akan
membawa pengaruh positif bagi perilaku manusia: (5) pada harta halal
melahirkan pribadi yang istikamah, yakni yang selalu berada dalam
kebaikan, kesalehan, ketakwaan, keikhlasan dan keadilan; (6) pada
harta halal akan membentuk pribadi yang zahid, wira'i, qanaah,
santun; (7) pada harta halal akan melahirkan pribadi yang tasamuh,
berani menegakkan keadilan, dan membela yang benar.
Selain caranya harus halal, barang yang dijualbelikan pun harus
halal. Misalnya dilarang menjual bangkai, arak, babi, patung, dan lain-
lain. Seseorang yang menjual bangkai, yaitu daging binatang yang ti-
dak disembelih secara syar'i, maka dia termasuk orang yang menjual
bangkai dan mendapatkan harga pembayaran yang haram. Begitu juga
haram menjual arak."7
3. Prinsip Mashlahah
Mashlahal adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil hukum
tertentu yang memperbaiki atau membatalkannya atas segala tindakan
manusia dalam rangka mencapai tujuan syara', yaitu memelihara
agama, jiwa, akal, harta benda, dan keturunan.
Mashlahah dalam konteks investasi yang dilakukan oleh
seseorang hendaknya bermanfaat bagi pihak-pihak yang melakukan

6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 7-12
7
Ibid.

4
transaksi dan juga harus dirasakan oleh masyarakat. Prinsip maslahah
merupa kan hal yang paling esensial dalam bermuamalah. Oleh karena
itu, pastikan bahwa investasi yang dilakukan itu dapat memberikan
dampak sosial dan lingkungan yang positif bagi kehidupan
masyarakat, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.
Menginvestasikan harta pada usaha yang tidak mendatangkan
mashlahah kepada masyarakat harus ditinggalkan, karena tidak sesuai
dengan kehendak syariat Islam. Selain itu, menahan harta hasil
investasi seperti menimbun, menyimpannya sehingga harta itu tidak
produktif merupakan perbuatan yang sangat dilarang oleh syariat
Islam, dan harus ditinggalkan. Dengan kata lain, syariat Islam sangat
mendorong sektor rill, untuk kemaslahatan umat.8
4. Prinsip Kebebasan Bertransaksi
Prinsip muamalah selanjutnya, yaitu prinsip kebebasan
bertransaksi, namun harus didasari prinsip suka sama suka (an
taradhin min kum) dan tidak ada pihak yang dizalimi dengan didasari
oleh akad yang sah. Di samping itu, transaksi tidak boleh dilakukan
pada produk-produk yang haram seperti babi, organ tubuh manusia,
porno grafi, dan sebagainya.
5. Prinsip Kerja Sama (Corporation)
Prinsip transaksi didasarkan pada kerja sama yang saling
menguntungkan dan solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).
6. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dalam bermuamalah adalah terpenuhinya nilai
keadilan (justice) antara para pihak yang melakukan akad muamalah.
Keadilan dalam hal ini dapat dipahami sebagai upaya dalam
menempatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang melakukan
muamalah, misalnya keadilan dalam pembagian bagi hasil (nisbah)
antara pemilik modal dan pengelola modal.
7. Prinsip Amanah (Trustworthy)

8
Ibid.

5
Prinsip amanah yaitu prinsip kepercayaan, kejujuran, tanggung
jawab, misalnya dalam hal membuat laporan keuangan, dan lain-lain.9
8. Prinsip Komitmen Terhadap Akhlaqul Karimah
Seorang pebisnis tulen harus memiliki komitmen kuat untuk
mengamalkan akhlak mulia, seperti tekun bekerja sambil
menundukkan diri (berzikir kepada Allah), jujur dan dapat dipercaya,
cakap dan komunikatif, sederhana dalam berbagai keadaan, memberi
kelonggaran orang yang dalam kesulitan membayar utangnya,
menghindari penipuan, kolusi dan manipulasi, atau sejenisnya."10
9. Prinsip Terhindar dari Jual Beli yang Dilarang
a. Terhindar dari ihtikaar
Adalah upaya dari seseorang untuk menimbun ba- rang pada
saat barang itu langka atau diperkirakan harga akan naik, seperti
menimbun bahan bakar minyak, jika harga sudah melonjak tinggi
baru minyak yang ditimbun itu dijual ke pasar, dengan demikian ia
akan mendapat untung yang berlipat ganda.
b. Terhindar dari Iktinaz
Dalam Islam penimbunan harta seperti uang, emas, perak,
dan lain sebagainya disebut iktinaz. Penimbunan harta
memengaruhi perekonomian, sebab andaikata harta itu tidak
disimpan dan tidak ditahan tentu ia ikut andil dalam usaha-usaha
produktif, misalnya merancang rencana-rencana produksi.
c. Terhindar dari Tas'ir
Yaitu penetapan harga standar pasar yang ditetapkan oleh
pemerintah atau yang berwenang, untuk disosialisasikan secara
paksa kepada masyarakat dalam jual beli. Tas’ir tidak dibolehkan
dalam kondisi normal, tetapi dalam kondisi di mana pedagang
melakukan manipulasi pasar dan mengambil keuntungan yang
sangat besar sehingga kepentingan masyarakat umum dalam

9
Ibid.
10
Ibid.

6
keadaan bahaya, maka pemerintah mempunyai hak untuk
meregulasi harga dan keuntungan demi melindungi konsumen.
Dengan melakukan demikian, pemerintah akan mencegah bahaya
umum, dan menoleransi bahaya khusus.
d. Terhindar dari upaya melambungkan harga
Islam sangat tidak menoleransi semua tindakan yang
menyebabkan melambungnya harga-harga secara zalim. Seperti
mempermainkan harga agar pihak pembeli menawar dalam suatu
pembelian dengan maksud agar orang lain menawar lebih tinggi,
melakukan lonjakan atau penurunan harga,
e. Terhindar dari Riba
Bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah riba,
sedikit atau banyak, jadi setiap modal dasar yang ditentukan
sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlakunya waktu
adalah riba.11
C. Prinsip Umum Pasar dalam Islam
Pentingnya pasar sebagai wadah aktivitas tempat jual beli tidak hanya
dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait
dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi rentan dengan
sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang menzalimi pihak
lain. Karena peran penting pasar dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim,
maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain
terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar. Prinsip-
prinsip umum dalam pasar islami sebagai berikut :12
1. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar
kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini
sesuai dengan Q.S. An-Nisa’ ayat 29:

11
Ibid.
12
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami untuk Dunia
Usaha, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 268.

7
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesama mu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan
jangan lah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.”. (QS. An Nisa’ 29).
2. Persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat
bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Ihtikar
(penimbunan) adalah menyimpan barang dagangan untuk menunggu
lonjakan harga. Penimbunan ini menurut hukum Islam dilarang, sebab
akan dapat menimbulkan kesulitan bagi masyarakat, serta dengan
sendirinya akan menyusahkan dan bahkan dapat merusak struktur
perekonomian suatu masyarakat bahkan negara.13 Monopoli dapat
diartikan, setiap barang yang penahanannya akan membahayakan
konsumen atau orang banyak.
3. Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting
dalam Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu
sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan
dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak
langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam
perdagangan dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (transparency) serta keadilan (justice). Pelaksanaan
prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku
benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang
sesungguhnya.
D. Akad dalam Keuangan Syari`ah
Gambaran hukum Islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syari'ah
adalah tercakup dalam bentuk kontrak (akad) dan bentuk instrumen keuangan.
Dua hal ini (akad dan instrumen keuangan) akan memberi jalan bagi

13
Mul Irawan, “Mekanisme Pasar Islami Dalam Konteks Idealita Dan Realita (Studi
Analisis Pemikiran Al-Ghazali Dan Ibnu Taimiyah)”, Jurnal JEBIS, Vol. 1 Nomor 1, 2015, hlm.
74.

8
akademisi maupun investor yang ingin konsisten menggunakan prinsip Islam
dalam menilai instrumen investasi yang tersedia di pasar modal. Berdasarkan
prinsip-prinsip dasar di atas, para akademisi maupun investor tidak serta merta
menolak atau memodifikasi instrumen keuangan yang ada. Namun demikian,
masih ada peluang untuk melakukan perbaikan dan bahkan inovasi keuangan
maupun memberikan tawaran-tawaran baru instrumen keuangan untuk
kesejahteraan dan kemanfaatan yang lebih luas (maslahat-mursalah).14
Hubungan ikatan dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan
hukum fiqh muamalat. Fiqh muamalat membedakan antara wa'ad dengan akad
(aqad). Wa'ad adalah janji (promise) antara satu pihak dengan pihak lain.
Wa'ad hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak yang memberi janji
berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang
diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Wa'ad
belum ditetapkan secara rinci dan spesifik terms and condition-nya. Dengan
demikian, bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka
sanksi yang diterimanya lebih merupakan sanksi moral.15
Kata 'aqad dalam istilah bahasa berarti ikatan dan tali pengikat. Jika
dikatakan 'aqada al-habla maka itu menggabungkan antara dua ujung tali lalu
mengikatnya, kemudian makna ini berpindah dari hal yang bersifat hissi
(indra) kepada ikatan yang tidak tampak antara dua ucapan dari kedua belah
pihak yang sedang berdialog. Dari sinilah kemudian makna akad
diterjemahkan secara bahasa sebagai: "Menghubungkan antara dua perkataan,
masuk juga di dalamnya janji dan sumpah, karena sumpah menguatkan niat
berjanji untuk melaksanakan isi sumpah atau meninggalkannya. Demikian
juga halnya dengan janji sebagai perekat hubungan antara kedua belah pihak
yang berjanji dan menguatkannya."16
Adapun makna akad secara syar'i yaitu: "Hubungan antara ijab dan
qabul dengan cara yang dibolehkan oleh syariat yang mem- punyai pengaruh

14
Muhammad, Manajemen Keuangan … hlm. 113-114.
15
Ibid.
16
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Islam,
(Jakarta: AMZAH, 2017), hlm. 15.

9
secara langsung." Ini artinya bahwa akad termasuk dalam kategori hubungan
yang mempunyai nilai menurut pandangan syara' antara dua orang sebagai
hasil dari kesepakatan antara keduanya yang kemudian dua keinginan itu
dinamakan ijab dan qabul.17 Contoh ijab adalah pernyataan seorang penjual,
"Saya telah menjual barang ini kepadamu." atau "Saya serahkan barang ini
kepadamu." Contoh qabul, "Saya beli barangmu " atau "Saya terima
barangmu." Ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk
menunjukkan suatu keridaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih,
sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara'.
Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian
dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan
pada keridaan dan syariat Islam. Maka akad dapat diartikan ikatan kontrak dua
pihak yang telah bersepakat. Hal ini berarti di dalam aqad masing-masing
pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang
telah disepakati terlebih dahulu.18
Di dalam fiqh muamalat, secara umum akad dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu akad sosial (tabarru') dan akad bisnis (tijarah). Dengan penjelasan
sebagai berikut: Akad tabarru' secara umum tergolong sebagai akad tolong
menolong, satu pihak dengan pihak lain tidak mengharapkan keuntungan
secara finansial. Akad tabarru’ meliputi akad penitipan (wadhi’ah), akad
penjaminan (kafalah), akad pemberian kuasa (wakalah), akad memindahkan
tanggungjawab (hiwalah), akad gadai (rahn), dan akad pinjaman (qardh). 19
Fungsi akad tabarru` adalah untuk mencari keuntungan akhirat, karena
itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan
komersil. Bila tujuannya adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad
yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti
akad tabarru' sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil.
Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru' sering sangat vital

17
Ibid.
18
Rachmat Syafe'i, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2020), hlm. 45.
19
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan, Modul Kompetensi
Pengelolaan Investasi Syariah, Otoritas Jasa Keuangan, hlm. 126-127.

10
dalam komersil, karena akad tabarru' ini dapat digunakan untuk
menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.20
Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for
profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan (bersifat komersil). Akad tijarah ini terbagi menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu kelompok akad pertukaran (mu’awadhat) dan kelompok akad
percampuran (isytirak). Akad pertukaran (mu’awadhat) dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu : 1) akad jual beli (ba’i alhaqiqi) yang dilakukan baik secara tunai
(al-hal), angsur (al-taqsith), maupun tangguh (mu’ajjal), 2) akad sewa
menyewa (ijarah) dan 3) akad tukar menukar mata uang (sharf). kelompok
akad percampuran (isytirak) ada 2 (dua) yaitu kerjasama dengan akad syirkah
dan akad mudharabah.21
E. Investasi Modal dalam Ekonomi Syariah
Investasi berasal dari kata invest yang artinya menanam atau
menginvestasikan uang atau modal. Jika konsep menanam ini kita terapkan
dalam bidang pertanian, seperti seorang petani yang menanam tumbuh-
tumbuhan, dia berharap agar bibit tanamannya akan tumbuh dan berbuah
dengan bagus. Sehingga dapat memperoleh keuntungan dari tanaman tersebut.
Begitu juga dalam masalah investasi. Jika seorang investor menanamkan
sejumlah dananya kepada usaha tertentu, tentu saja investor mengharapkan
dananya akan tumbuh berkembang dan berbuah menjadi keuntungan.
Seseorang yang akan melakukan investasi hendaklah memperhatikan
syarat-syarat yang dilarang dan yang diperbolehkan dalam berinvestasi
sehingga bermanfaat baginya untuk dunia dan akhirat, seperti yang terkandung
dalam Al-Quran, hadits, ijma` dan qiyas. Investasi di negara-negara penganut
ekonomi Islam menurut Metwally, dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Ada sanksi terhadap pemegang aset yang kurang atau tidak produktif.
2. Dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan segala macam judi.

20
Muhammad, Manajemen Keuangan … hlm. 115.
21
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan, Modul … hlm. 128-129.

11
3. Tingkat bunga untuk berbagai pinjaman sama dengan nol.22

Sehingga, seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya, yaitu:

1. Seseorang diperbolehkan memegang kekayaannya dalam bentuk uang


kas.
2. Seseorang diperbolehkan memegang tabungannya dalam bentuk aset
tanpa berproduksi, misalnya deposito, real estate (tanah ditambah
bangunan dan sumber daya apapun diatas tanah itu), perhiasan
(permata) dan lain sebagainya.
3. Menginvestasikan tabungannya seperti memiliki proyek-proyek yang
menambah persediaan kapital nasional.23

Adapun alasan lain yang melatarbelakangi mengapa seseorang melakukan


investasi:

1. Mendapatkan laba sebesar-besarnya.


Pada dasarnya seseorang yang melakukan investasi
mengharapkan keuntungan sebesar-besarnya dari uang atau kekayaan
yang ditanamkan dalam suatu usaha sesuai dengan ekspektasi. Hal
tersebut sudah menjadi kelaziman umum dalam setiap investasi yang
dalam istilah ekonominya disebut rational people, yang
mengasumsikan setiap orang yang rasional akan bertindak sesuai
insentif keuntungan yang telah mereka hitung.
Oleh karena itu, bagaimana sejumlah dana yang dimiliki saat ini
bisa berkembang secara maksimal dengan memperoleh laba sebesar-
besarnya dikemudian hari, hal ini sesuai dengan konsep dasar “time
value of money” yang menjelaskan bahwa uang memiliki potensi nilai
yang berkembang akibat perubahan waktu.24
2. Jaminan Kondisi Masa Depan

22
Mardhiyah Hayati, "Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam", Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol.1 No. 1 2016, hlm. 73-77
23
Ibid.
24
Ibid.

12
Pada umumnya, setiap orang ingin mempunyai umur yang
panjang, dengan kondisi lebih terjamin untuk diri sendiri dan keluarga
serta dapat menikmati hidup tanpa harus kerja keras sepanjang waktu.
Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang
harus dipenuhi. Keterjaminan akan kebutuhan pokok merupakan hal
yang esensial bagi kehidupan manusia, tidak hanya dalam makanan,
pakaian, perumahan akan tetapi juga kesehatan, dan pendidikan juga
terjamin.
Maka hendaklah seseorang jauh-jauh hari sudah mulai
merencanakan konsep kehidupan dengan hidup hemat, rajin
menabung, mencari penghasilan tambahan di luar penghasilan sehari-
hari atau penghasilan tetap (pokok) guna menjamin kelangsungan
hidup keluarga dan hidupnya sendiri dimasa yang akan datang dengan
berinvestasi.
3. Lindung Nilai (hedging)
Dalam dunia keuangan perlindungan nilai diartikan sebagai suatu
investasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko atas investasi
lain. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi bila terjadi fluktuatif nilai
terhadap investasi seseorang, maka orang tersebut harus dapat
memback up dengan investasi lain yang memiliki nilai relatif stabil.
Dalam berinvestasi seseorang harus bisa memprediksi laba yang akan
diperolehnya berdasarkan spekulasi atas investasi yang bernilai
fluktuatif, guna menghindari atau meniadakan risiko kemungkinan
terjadi kerugian pada investasi, maka orang tersebut hendaknya dapat
melakukan investasi lain untuk mengganti kerugian yang mungkin
akan ia alami.25
4. Passive Income
Seseorang dapat merencanakan dirinya seolah-olah mendapatkan
uang pensiun dihari tuanya dengan berinvestasi di waktu usia produktif
(usia kerja), sehingga orang tersebut mendapatkan hasilnya secara

25
Ibid.

13
berkala (bertahap) dan terus-menerus (continue) dengan melakukan
passive income. Di sini passive income bisa diartikan kondisi di mana
seseorang melakukan investasi dan mendapatkan hasilnya secara
bertahap (berkala) dan continue (terus-menerus).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang ingin
memanfaatkan sisa umurnya dengan melakukan kegiatan apapun yang
ia suka dan kehendaki tanpa merasa cemas dan khawatir akan
pendapatan untuk kehidupan sehari-hari atau kebutuhan sehari-hari
keluarga dan dirinya saat usianya masih produktif maupun tidak
produktif lagi, maka hendaklah orang tersebut berinvestasi.26
5. Perencanaan Mewujudkan Keinginan
Setiap manusia memiliki yang namanya angan-angan, cita-cita,
dan harapan.Adapun yang dimaksud dengan angan-angan adalah
sesuatu keinginan yang diharapkan namun tidak mungkin terealisasi
atau terwujud karena tidak dibarengi atau dimulai dengan suatu
pekerjaan. Cita-cita adalah sesuatu keinginan yang diharapkan
kemungkinan akan terwujud atau terealisasi karena dimulai atau
dibarengi dengan suatu pekerjaan. Sedangkan, harapan adalah sesuatu
keinginan yang diharapkan kemungkinan terwujudnya atau terealisasi
lebih besar karena pekerjaannya telah terlebih dahulu dimulai.
Untuk mewujudkan keinginan, seperti sekolah baik di dalam
negeri maupun di luar negeri, memiliki kendaraan sendiri, membeli
rumah dan menunaikan ibadah haji dan sebagainya itu semua
membutuhkan biaya yang sangat besar yang kemungkinan tidak bisa
dibeli atau diwujudkan dengan kondisi penghasilan atau pendapatan
saat ini. Untuk itu, maka hendaklah mengusahakannya dengan cara
yang dibenarkan oleh hukum Islam.27
6. Tujuan Akhirat yang Memicu Keuntungan Usaha di Dunia

26
Ibid.
27
Ibid.

14
Dalam Islam berbisnis tidak selalu berorentasi kepada profit
oriented melainkan dikenal juga yang namanya orientasi sosial dengan
tujuan untuk saling tolong-menolong dengan sematamata memperoleh
ridha dari Allah SWT. Oleh karena itu dalam Islam hakikat kehidupan
dunia ini adalah mencari bekal untuk akhirat. Hal ini merupakan
konsep perilaku seorang muslim yang mempengaruhi aktivitasnya di
dunia, termasuk tujuan dalam berinvestasi.
Apabila seseorang ingin melakukan investasi hendaknya
memperhatikan etika norma dan moral yang mana dilarang dan yang
mana diperbolehkan oleh agama, Selain itu juga harus tunduk serta
mematuhi undang-undang positif yang mengatur keberadaan investasi
yang tidak bertentangan dengan Al-quran, Al-hadits, ijma’ dan qiyas
serta Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.28
Konsep Islam menunjukkan bahwa semua harta benda dan
seluruh alat produksi pada hakekatnya adalah mutlak milik Allah,
sedangkan manusia hanya sebatas mendapatkan amanah untuk
mengelolanya agar bermanfaat untuk kehidupannya.
Maka dari itu terdapat dasar hukum investasi dalam Islam. Islam
adalah agama yang pro-investasi, karena di dalam ajaran Islam sumber
daya (harta) yang ada tidak hanya disimpan tetapi harus
diproduktifkan, sehingga bias memberikan manfaat kepada umat . Hal
ini berdasarkan firman Allah swt.:
“supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja
di antara kalian”. (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Oleh sebab itu dasar pijakan dari aktivitas ekonomi termasuk
investasi adalah Al-Qur’an dan hadis Nabi saw. Selain itu, karena
investasi merupakan bagian dari aktivitas ekonomi, sehingga berlaku
kaidah fikih muamalah, yaitu “pada dasarnya semua bentuk muamalah

28
Elif Pardiansyah, "Investasi dalam Perspektif Ekonomi Islam: Pendekatan Teoritis dan
Empiris". Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8 Nomor 2, 2017, hlm 343-344.

15
termasuk di dalamnya aktivitas ekonomi adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”(Fatwa DSN-MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000).29

Investasi modal dalam ekonomi Islam dapat dilakukan dalam dua bentuk,
yaitu:30

1. Investasi langsung (aktiva riil)


Adalah investasi pada asset atau faktor produksi untuk
melakukan usaha (bisnis). Misalnya emas, intan, perak, perkebunan,
rumah, tanah, toko, dan lainnya yang mana investasi ini dapat dilihat
secara fisik dan dapat diukur dampaknya terhadap masyarakat secara
keseluruhan. Investasi dalam bentuk ini juga memberikan dampak
ganda yang besar bagi masyarakat luas. Investasi ini melahirkan
dampak kebelakang berupa input usaha atau kedepan berupa output
usaha yang merupakan input bagi usaha lain.
2. Investasi tidak langsung (aktiva finansial)
Adalah investasi bukan pada assset atau faktor produksi, tetapi
pada asset keuangan (finansial assets), seperti deposito, surat berharga
(sekuritas) seperti saham dan obligasi, Commercial Papper, reksadana,
dan lain sebagainya. Investasi pada aktiva finansial ini bertujuan
untukmendapatkan manfaat dimasa depan yang disebut dengan istilah
balasjasa investasi berupa deviden atau capital gain.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh semua pihak yang memiliki
kelebihan dana tunai (Surplus Saving Unit) yang biasanya melalui
lembaga keuangan, seperti lembaga perbankan, asuransi, pasar modal,
ataupun pasar uang. Kedua jenis investasi diatas (langsung dan tidak
langsung) saling melengkapi, namun pada hakekatnya investasi tidak
langsung, adalah turunan dari investasi langsung, sehingga laba atau

29
Ibid.
30
Amalia Nuril Hidayati, “Invetasi: Analisis dan Relevansinya dengan Ekonomi Islam”,
Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8, Nomor. 2, 2017, hlm. 230-231

16
balas jasa dari investasi finansial ini berasal dari kemampuan dan
produktivitas investasi langsung.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Umat Islam perlu mengembangkan dan menjalankan aktivitas
ekonomi, keuangan dan perbankan berbasis syari’ah karena secara praktis,
sistem ekonomi, keuangan dan perbankan berbasis bungan atau konvensional
mengandung beberapa kelemahan. Dari beberapa kelemahan sistem
perbankkan konvensional, maka perbankan syari’ah diharapkan mendapatkan
kebebasan dalam mengembangkan produknya sendiri, sesuai dengan teori
perbankan syari’ah.
Kegiatan ekonomi memiliki prinsip-prinsip berdasarkan al-Qur’an dan
Hadits. Dimana prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan perspektif Islam,
diantaranya prinsip tauhidi (unity), prinsip halal, prinsip mashlahah, prinsip
kebebasan bertransaksi, prinsip kerja sama (Corporation), dll. Pentingnya
pasar sebagai wadah aktivitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari
fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah
pasar. Prinsip-prinsip umum dalam pasar islami yaitu Ar-Ridha, Persaingan
sehat (fair competition), Kejujuran (honesty), Keterbukaan (transparency).
Akad termasuk dalam kategori hubungan yang mempunyai nilai
menurut pandangan syara' antara dua orang sebagai hasil dari kesepakatan
antara keduanya yang kemudian dua keinginan itu dinamakan ijab dan qabul.
Akad dapat diartikan ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini
berarti di dalam aqad masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.
Investasi berasal dari kata invest yang artinya menanam atau
menginvestasikan uang atau modal. Dalam masalah investasi jika seorang
investor menanamkan sejumlah dananya kepada usaha tertentu, tentu saja
investor mengharapkan dananya akan tumbuh berkembang dan berbuah
menjadi keuntungan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Aziz, Abdul. (2013). Etika Bisnis Perspektif Islam Implementasi Etika Islami
untuk Dunia Usaha. (Bandung: Alfabeta).
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. (2017). Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam
Islam. (Jakarta: AMZAH).
Direktorat Pasar Modal Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan, Modul Kompetensi
Pengelolaan Investasi Syariah, (Otoritas Jasa Keuangan).
Muhammad. (2016). Menejemen Keuangan Syariah. (Yogyakarta: UPP STIM
YKPN).
Syafe'i, Rachmat. (2020). Fiqh Muamalah. (Bandung: CV Pustaka Setia).
Jurnal:

Amalia Nuril Hidayati, “Invetasi: Analisis dan Relevansinya dengan Ekonomi


Islam”, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8, Nomor. 2, 2017, hlm. 231
Hayati, Mardhiyah. (2016). "Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam",
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.1 Nomor 1.
Irawan, Mul. (2015). “Mekanisme Pasar Islami dalam Konteks Idealita dan
Realita (Studi Analisis Pemikiran Al-Ghazali Dan Ibnu Taimiyah)”.
Jurnal JEBIS, Vol. 1 Nomor 1.
Pardiansyah, Elif. (2017). "Investasi dalam Perspektif Ekonomi Islam:
Pendekatan Teoritis dan Empiris". Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8 Nomor 2.

19

Anda mungkin juga menyukai