Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM EKONOMI SYARIAH

Disusun oleh :

TIKA FALAHIYAH : 2202021018

Dosen Pengampu :
1. Dr Helza Nova Lita S.H.,M.H
2. Frengki Hardian, SH., MKn., Ph.D

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN


UNIVERSITAS YARSI
2022

1.a Tujuan Ekonomi Syariah dikaitkan dengan tujuan hukum islam yang dilandaskan kepada
prinsip-pringsip islam (syariah).Tujuan ekonomi syariah secara umum adalah tercapainya
kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua orang. Selain yang utama, berikut tujuan
ekonomi syariah lainnya: - Memposisikan ibadah kepada Allah lebih dari segalanya,
Menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, Mendapatkan kesuksesan perekonomian
yang diperintahkan Allah SWT, Menghindari kerusuhan dan kekacauan perekonomian
• Dalam hal ini tujuan Islam (maqasid al syar’i) pada dasarnya ingin mewujudkan
kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Beberapa pemikiran tokoh Islam dapat
dijabarkan dalam uraian sebagai berikut, menurut Dr. Muhammad Rawasi Qal’aji
dalam bukunya yang berjudul Mahabis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa
tujuan ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3 hal yaitu:
• Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Dalam Negara
Pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang bersifat fundamental sebab
dengan pertumbuhan ekonomi negara dapat melakukan pembangunan. Dalam ini
konsep pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah konsep
pembangunan yang Didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas tauhid,
rububiyah, khilafah dan takziyah.
• Mewujudkan Sistem Distribusi Kekayaan Yang Adil
Dalam hal ini kehadiran ekonomi syariah bertujuan membangun mekanisme
distribusi kekayaan yang adil ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu, Islam sangat melarang praktik penumbuhan (ikhtiar) dan monopoli sumber
daya alam di sekelompok masyarakat. Konsep distribusi kekayaan yang
ditawarkan oleh ekonomi Islam dengan cara menciptakan keseimbangan ekonomi
dalam masyarakat.
• Mewujudkan Kesejahteraan Manusia
Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan Islam sama pentingnya
dengan kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan spiritual. Oleh sebab
itu, konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya berorientasi pada
terpenuhinya kebutuhan material-duniawi melainkan juga berorientasi pada
terpenuhinya kesejahteraan spriritual-ukhrowi.
Sumber :
Tujuan Ekonomi Syariah, Karakteristik, dan Prinsipnya" selengkapnya
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5658487/tujuan-ekonomi-syariah-karakteristik-dan-
prinsipnya.
Muhammad Rawasi qal’aji, Mahabis Fil Iqtishad Al-Islamiyah, (Kairo: Matba’ah al-Istiqomah,
1939). Hlm.207
Amri Amir, Ekonomi Dan Keuangan Islam, (Jakarta:Pustaka Muda,2015), Hlm.75
1.b Prinsip-prinsip yang dilarang dalam Ekonomi Islam adalah tidak boleh adanya unsur :
• Riba
Islam melarang riba dengan segala bentuknya, karena bertentangan dengan prinsip
kemanusiaan, persaudaraan Dan kasih sayang. Bayak ayat dan hadis yang memberikan
gambaran tentang maksud, tujuan, dan hikmah Pengharaman riba dalam sistem ekonomi
Islam, antara lain: al-Baqarah/2: 275 dan 278; Ali ‘Imran/3: 130. Implementasi dari
prinsip muamalah bebas riba dalam sistem keuangan syariah menghendaki agar uang
tidak Dijadikan sebagai barang komoditas.
Riba merupakan salah satu rintangan yang sering kali menggiurkan banyak orang untuk
mendapatkan Keuntungan. Dalam Alquran kata riba digunakan dengan bermacam-macam
arti, seperti tumbuh, tambah, Menyuburkan, mengembangkan serta menjadi besar dan
banyak. Secara umum riba berarti bertambah baik Secara kualitatif maupun kuantitatif.
Contoh :
Menggunakan uang sebagai barang komoditas merupakan instrumen Penting dalam
praktek bisnis riba yang diharamkan dalam sistem keuangan syariah. Pengharaman
riba dapat dimaknai sebagai penghapusan praktek ekonomi yang menimbulkan
kezaliman atau Ketidak adilan. Jika Islam memerintahkan menegakkan keadilan, Islam
juga melarang kezaliman. Jika Keadilan harus di tegakkan maka implikasinya
kezaliman harus dihapus. Baik kezaliman yang merugikan diri Sendiri, orang lain,
maupun lingkungan, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
• Maysir
Bahasa maisir semakna dengan qimar, artinya judi, yaitu segala bentuk perilaku
spekulatif atau untung-Untungan. Islam melarang segala bentuk perjudian. Pelarangan ini
karena judi dengan segala bentuknya Mengandung unsur spekulasi dan membawa pada
kemudaratan yang sangat besar. Perbuatan yang dilakukan Biasanya berbentuk permainan
atau perlombaan. Larangan terhadap judi dapat ditemukan dalam sejumlah ayat Alquran
dan teks-teks hadi Nabi saw. Di antara ayat Alquran yang melarang praktek perjudian
adalah al- Baqarah/2: 219, al-Maidah/5:90.Di zaman kemajuan seperti sekarang ini, tidak
sedikit instrumen investasi yang ditawarkan investor yang Mengandung unsur-unsur judi,
misalnya, reksa dana.
Contoh :
Ekspektasi keuntungan dalam menjalankan aktivitas Ekonomi di sektor ini sangat
dominan mengandalkan sepkulasi. Di mana seseorang yang akan memutuskan
Membeli atau menjual saham tertentu biasanya didasarkan pada perkiraan atau
harapan bahwa saham tersebut Akan naik atau turun. Untuk memberi alternatif kepada
investor, yang ingin menghindari unsur maysir, yang Dilarang Islam, saat ini sudah
eksis Reksa Dana Syariah dengan karakteristik berbeda dengan Reksa Dana
Konvensional, meskipun banyak yang mensinyalir belum bebas total dari unsur
spekulasi, tatapi paling tidak Sahamnya tidak diinvestasikan pada objek-objek
terlarang (Andri Soemitra: 2014: 171-174).
• Gharar.
Secara bahasa garar berarti bahaya atau risiko. Dari kata garar juga terbentuk
katatagriryang berarti Memberi peluang terjadinya bahaya. Namun, menurut Wahbah
az-Zuhaili (1985: 435), makna asli garar Adalah sesuatu yang pada lahirnya menarik,
tetapi tercela secara terselubung. Sejalan dengan makna ini, Kehidupan di dunia
dinamai Alquran dengan fenomena yang penuh manipulasi. Dalam interaksi sosial
maupun Transaksi finansial garar bisa mengambil bentuk adanya unsur yang tidak
diketahui atau tersembunyi untuk Tujuan yang merugikan atau membahayakan pihak
lain (Ad-Dareer: 1997: 6).Bahkan secara lebih jelas, Hashim Kamali (2002:84)
menyebutnya dengan khid’ah, yang berarti penipuan.
Dalam istilah fiqh muamalah, garar dapat memiliki konotasi beragam. Meskipun
demikian, suatu hal yang Pasti dan secara sederhana disimpulkan bahwa garar adalah
terkait dengan adanya ketidakjelasan akan Sesuatu dalam melakukan transaksi. Islam
melarang jual beli atau transaksi yang mengandung garar. Larangan ini didasarkan pada
sejumlah dalil Alquran dan hadis. Dalam surat an-Nisa’ ayat 29 secara implisit
dijelaskan tentang keharaman transaksi Garar: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang Batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Batil dalam ayat di
atas kemudian dijelaskan oleh hadis Rasulullah saw. Dengan menegaskan sejumlah jual
Beli terlarang yang mengandung unsur garar.
Contoh :
Jual beli model al-hasah,al-mula-masah, Dan al-mu-nabazah, seperti ditegaskan
dalam riwayat berikut: “ Rasulullah saw melarang jual beli hashah (lempar batu)
dan jual beli garar”.

Sumber :
Dalam Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam Volume 1 nomor 1, Maret 2015

2. a. Pengaturan hukum ekonomi syariah di indonesia


Hukum Ekonomi Syariah sebagai bagian terpenting dalam pengembangan ekonomi
nasional - Hukum ekonomi syariah di Indonesia telah diatur dalam beberapa perundang-
undangan, yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perbankan
Syari’ah adalah sebuah lembaga baru yang kegiatannya berlandaskan pada bangunan sistem
ekonomi Syari’ah dapat dikatakan sebagai sebuah pembangunan ide-ide baru dalam sistem
ekonomi Indonesia ketika lembaga-lembaga keuangan konvensional tidak mampu
membendung krisis ekonomi yang terjadi. Di samping itu juga perkembangan ekonomi syariah
merambah kedalam pengaturan Surat Berharga (saham) Syariah Negara (SBSN) disana juga
diatur tentang Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang berisi 4 (empat) buku, yaitu Buku I
tentang Subjek Hukum dan Amwal, Buku II tentang Akad, BukuIII tentang Zakat dan Hibah,
dan Buku IV tentang Akuntansi Syari’ah. Keberadaan KHES ini belum dalam bentuk Undang-
undang, tetapi berupa Peraturan Mahkamah Agung (PMA) No. 2 Tahun 2008 yang dalam tata
urutan perundang-undangan tidak termasuk sebagaimana yang tercantum dalam Undang-
undang N0. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peran fatwa Dewan Syariah Nasional MUI yaitu sebagai lembaga Islam telah memberikan
kontribusi yang banyak terhadap Indonesia. Kontribusi tersebut dikeluarkan dalam bentuk
fatwa. Fatwa merupakan jawaban dari pertanyaan maupun anjuran dari mufti terhadap
masalah atau keresahan yang terjadi Pada satu masyarakat. Fatwa dapat diminta secara
perorangan maupun dilakukan secara berkelompok. Fatwa merupakan anjuran yang dapat
ditaati maupun tidak ditaati. Karena posisinya sebagai anjuran, maka ketidakpatuhan
kepada sebuah fatwa tidak mendapatkan sanksi hukum. Sanksi yang dapat terjadi di
masyarakat seringkali terjadi adalah sanksi sosial. Walau demikian, ada beberapa fatwa
yang telah diadopsi menjadi undang-undang di Indonesia, seperti pada Undang-Undang
Peradilan Agama, Undang-Undang terhadap makanan halal, dan Undang- Undang tentang
Perekonomian Syariah. Pengadopsian tersebut telah menjadikan MUI memberikan peranan
yang besar terhadap perkembangan syariah di Indonesia.

Sumber :
Undang – undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang –
undangan, pasal 7 ayat (1)
Mudzhar, Atho., Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Perspektif Hukum dan
Perundang-Undangan., Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI Tahun 2012.

b. Perbedaan Bunga pada ekonomi konvensional dan Bagi Hasil pada kegiatan ekonomi
syari’ah

No Bunga Bagi Hasil


1 Penentuan tingkat suku bunga Penentuan besarnya rasio bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan dibuat pada waktu akad dengan
pedoman harus selalu untung berpedoman pada kemungkinan
untung rugi
Besarnya presentase berdasarkan Besarnya rasio bagi hasil
2 pada jumlah uang (modal) yang berdasarkan pada jumlah keuntungan
dipinjamkan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti Bagi hasil tergantung pada
yang dijanjikan tanpa keuntungan proyek yang dijalankan
pertimbangan apakah proyek sekiranya itu tidak mendapatkan
3
yang dijalankan oleh pihak keuntungan maka kerugian akan
nasabah untung atau rugi ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat
4 meningkat sekalipun jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat pendapatan

Sumber :
Anggit Setiani Dayana. Perbedaan Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank
Syariah https://tirto.id/perbedaan-bunga-bank-konvensional-dan-bagi-hasil-bank-syariah-
etqm

3. Terdapat beberapa hal mengenai perbedaan antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional,
sebagai berikut:
• Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah terletak pada
landasan Falsafah yang dianutnya. Bank Syariah tidak melaksanakan sistem bunga
dalam seluruh Aktivitasnya sedangkan bank konvensional justru kebalikannya. Hal
inilah yang menjadi Perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang
dikembangkan oleh Bank Syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka
sistem yang dikembangkan Adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam
bentuk bagi hasil. Dengan Demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan
melalui Bank Syariah Diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba).
Riba secara sederhana Berarti sistem bunga berbunga yang dalam semua prosesnya
bisa mengakibatkan Membengkaknya kewajiban salah satu pihak. Riba, sangat
berpotensi untuk Mengakibatkan keuntungan besar di suatu pihak namun kerugian
besar di pihak lain, atau Malah ke dua-duanya.
• Kewajiban Mengelola Zakat, Infak dan Sedekah
Bank Syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar
Zakat, menghimpun, dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran
yang Melekat pada Bank Syariah untuk penggunaan dana-dana sosial (zakat, infak,
sedekah). Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.21 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat (2)
: Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul mal, Yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau
dana sosial dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
• Produk
Bank Syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja
sama Atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudhârabah ), prinsip
penyertaan modal (musyârakah), prinsip jual beli (murâbahah), dan prinsip sewa
(ijarah). Sedangkan pada Konvensional terdapat deposito, pinjaman uang tunai
berbunga.

Sumber :
Nanang Sobarna. Analisis Perbedaan Perbankan Syariah Dengan Perbankan
Konvensional. Volume 3

4. Syarat-syarat dalam rukun akad, adalah Rukun pertama, para pihak memerlukan syarat
hukum yaitu (1) tamyiz, dan (2) berbilang pihak. Rukun kedua, pernyataan kehendak para
pihak Membutuhkan syarat: (1) adanya persesuaian ijab dan kabul, atau kata sepakat, dan
(2) kesatuan majelis akad. Rukun ketiga, objek akad harus memenuhi tiga syarat: (1) objek
itu dapat Diserahkan, (2) tertentu atau dapat ditentukan, dan (3) objek itu dapat
ditransaksikan. Rukun keempat, tujuan akad memerlukan satu syarat yakni tidak
bertentangan dengan syara. Ali Hasan menyebut syarat objek akad: berbentuk harta, dimiliki
seseorang dan bernilai menurut syara.

Jenis – jenis akad dan contohnya :


• Murabahah
Transaksi murabahah adalah transaksi jual-beli barang dengan menegaskan harga
perolehan dan margin keuntungan kepada pembeli. Contoh penerapan akad
murabahah pada kredit rumah syariah, pembelian aset bangunan, pembiayaan
kendaraan bermotor, dan investasi lainnya.
• Mudharabah
Skema mudharabah merupakan pengganti akad pinjaman pada produk lembaga
keuangan syariah. Contoh mudharabah adalah pola kerja sama usaha menggunakan
sistem bagi hasil secara syariah.
• Mudharabah Muqayyadah
Contoh kasus mudharabah muqayyadah adalah pada transaksi bank Syariah. Bank
Syariah akan memperoleh hasil keuntungan seperti upah biaya. Adapun total
keuntungan oleh bank Syariah tidak bergantung dengan keadaan usaha dan selalu
tetap.
• Wadiah
Menurut Syafi’iyah dan Malikiyah, akad wadi’ah didefinisikan sebagai sebuah akad
memberikan orang lain sebuah perwakilan (agensi) untuk menjaga barang atau
kepemilikan yang sah. Contoh penerapan akad wadiah pada rekening tabungan dan
giro. Sehingga tidak heran para pemuda yang belum berpenghasilan memilih
rekening berakad wadiah, karena tidak terdapat biaya administrasi setiap bulan.
• Musyarakah
Pembiayaan KPR merupakan salah satu contoh akad musyarakah dalam perbankan
syariah. Unsur musyarakah dalam kerjasama ini adalah penggabungan modal milik
bank dan nasabah untuk membeli rumah dari developer. Adapun nisbahnya diterima
oleh bank dari sewa yang dibayarkan nasabah tiap bulannya
• Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Mutanaqisah adalah bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih dalam
kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung aset salah satu
kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan
perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap. Bentuk
kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain.
Contoh dalam prakteknya, ketika Bank dan Nasabah ingin memiliki suatu aset
akhirnya mereka bekerjasama dalam modal dengan persentase yang telah terkontrak.
Kemudian Nasabah melakukan pengangsuran dana menurut modal kepemilikan aset
yang dimiliki oleh bank. Maka terjadilah perpindahan kepemilikan aset dari bank
kepada Nasabah menurut jumlah dana yang telah diangsur kepada Bank. Sampai
akhirnya semua aset kepemilikan bank telah berpindah ke tangan ke Nasabah.
• Salam
Salam adalah akad transaksi dimana pembeli memesan produk dan melakukan
pembayaran terlebih dahulu kepada pembeli, kemudian pembeli akan memproses
produk sesuai permintaan pembeli dengan syarat dan jangka waktu tertentu.
Penerapan akad salam dapat dilihat dari sistem pembelian secara pre-order.
• Istisna
Salah satu jenis akad syariah adalah Istishna’. Istisna’ yaitu jual beli produk dengan
sistem pemesanan terlebih dahulu kepada penjual berdasarkan syarat dan kriteria
tertentu, kemudian pihak penjual baru melakukan proses pembuatannya. Dalam
penerapan akad istishna’, penjual harus melakukan proses pemesanan produk sesuai
kesepakatan dengan pembeli. Produk yang dihasilkan juga harus sesuai dengan apa
yang dijanjikan di awal. Biasanya akad ini terjadi pada pemesanan barang dalam
jumlah besar, seperti souvenir.
• Ijarah
Dalam perbankan syariah, salah satu contoh transaksi Ijarah bisa dilihat dalam
pinjaman multiguna. Contohnya, seseorang menjaminkan sepeda motornya ke bank
untuk mendapatkan pinjaman. Hak guna sepeda motor tersebut berpindah ke bank,
namun tidak atas kepemilikannya. Setelah nasabah melunaskan pinjamannya, maka
hak guna sepeda motor tersebut kembali ke nasabah.
• Ijarah Muntahiyah bit Tamlik
Ijarah Muntahiyah bit Tamlik adalah jenis akad syariah dimana penyewa
membayarkan sejumlah dana untuk memperoleh manfaat atas produk tersebut, tetapi
pihak penyewa dapat mengambil opsi pemindahan hak milik produk tersebut di akhir
transaksi.
Contoh penerapannya pada transaksi lembaga keuangan syariah. Nasabah membayar
angsuran sewa beserta cicilan pokok sebuah rumah. Pada akhir perjanjian, pihak
penyewa berkesempatan untuk membeli rumah tersebut dengan membayar harga
lebih rendah atau sisa dari angsuran awal.
• Wakalah
Wakalah termasuk akad akad syariah dengan sistem perwakilan antara salah satu
pihak kepada pihak lain. Akad ini banyak diterapkan pada transaksi pembelian barang
luar negeri atau impor untuk menyusun Letter of Credit atau meneruskan permintaan
pembeli.
• Kafalah
Kafalah yaitu akad penjaminan salah satu pihak kepada pihak lain. Penerapan akad
kafalah biasa dijumpai pada pembelian produk beserta garansi. Pada bidang jasa,
akad ini digunakan dalam menyusun garansi atas suatu proyek, advance payment
bond, hingga partisipasi dalam tender.
• Hawalah
Akad ini merupakan perjanjian atas pemindahan utang/piutang dari satu pihak ke
pihak lain. Contoh penerapannya pada layanan Post Dated Check pada perbankan
syariah. Pihak lembaga keuangan syariah memberikan kesempatan kepada nasabah
untuk menjual produknya kepada pembeli lain dengan jaminan pembayaran
berbentuk giro mundur.
• Rahn
Rahn merupakan perjanjian dalam pegadaian suatu barang atau aset dari pihak satu
kepada pihak lain. Jadi nasabah meminjam uang kepada lembaga keuangan syariah
dengan memberikan jaminan berupa aset atau barang berharga, tetapi pihak
perbankan syariah hanya membebankan biaya pemeliharaan aset kepada nasabah.
Sumber :
Ali Hasan, Berbagai Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Cet. I; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), Hlm 106.
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2021/08/31/akad-syariah

5. Berikut ini dipaparkan perbedaan antara zakat dengan wakaf :


• Melihat dari sisi hukumnya zakat hukumnya wajib sedangkan wakaf (waqaf)
hukumnya adalah sunnah.
• Bagi orang yang diberi harta zakat maka dia berhak atas kepemilikan benda dan
manfaatnya sekaligus. Sedangkan wakaf, penerima waqaf hanya berhak menerima
manfaatnya dan tidak berhak memilikinya atau menghabiskan harta wakaf tersebut.
• Zakat memiliki syarat dalam jumlah tertentu sedangkan wakaf tidak ada sama sekali
ketentuan spesifik mengenai jumlah harta yang meski di waqafkan.
• Zakat diperuntukkan dalam golongan tertentu yang sudah terdapat dalam Al Qur'an
yaitu 8 golongan diantaranya Fakir, miskin, amil, mu'allaf, riqab, gharim, fi sabilillah
dan ibnu sabil. Sedangkan wakaf diperuntukkan tidak hanya bagi 8 golongan itu saja.
• Harta zakat harus disyaratkan adanya haul & nishab. Adapun pada wakaf tidak ada
syarat seperti zakat yakni haul dan nishab.
Sesuai dengan konsideran menimbang dalam UU nomor 23 tahun 2011 tentang zakat
dikatakan bahwa pengaturan zakat di lahirkan untuk meningkatkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat sehingga perlu diatur untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam.
Sama hal nya dengan wakaf, UU nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf juga
memberikan arahan di dalam UU tersebut guna wakaf untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
Sumber :
https://wakafmandiri.org/berita/PENJELASAN-PERBEDAAN-ANTARA-WAKAF-
ZAKAT-SEDEKAH-DANINFAK
UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Zakat
UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

6. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Indonesia Dalam konteks hukum di Indonesia,


penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dua model, yaitu
penyelesaian secara litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi dilakukan melalui
peradilan agama. Sesuai dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Agama menjadi lembaga peradilan tingkat pertama yang bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara sengketa Ekonomi Syariah yang diajukan
oleh masyarakat.
Penyelesaian sengketa secara non-litigasi dapat dibagi dua, yaitu melalui arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Sebagaimana Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menjelaskan tentang mekanisme
penyelesaian sengketa. Di Indonesia sendiri badan non litigasi arbitrase yang dapat menjadi
alternative penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah BASYARNAS (Badan Arbitrase
Syariah Nasional) lembaga ini berperan menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak yang
melakukan akad dalam ekonomi syariah, dan yang menangani masalah-masalah yang terjadi
dalam pelaksanaan Bank Syariah dengan menggunakan seorang arbiter sebagai hakim. Dan
putusan arbitrase ini juga bersifat final dan binding. Putusan eksekusinya berkekuatan hukum
tetap dapat diajukan kepada Peradilan Agama.

Sumber :
Pramudya, K. (2018). Strategi Pengembangan Ekonomi Syariah Melalui Penguatan
Fungsi Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa. Jurnal Rechts Vinding: Media
Pembinaan Hukum Nasional, 7(1), 35-47.

Anda mungkin juga menyukai