Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi kerakyatan yang di ilhami oleh nilai-nilai islam.
Ekonomi Syariah berbeda dari kapitalisme, kerana islam menentang
eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang
penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaa mata Islam
merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi
ibadah.

Sistem ekonomi yang bisa menyelaraskan aspek material dan spiritual,


diyakini dapat menghadirkan tatanan ekonomi yang lebih harmonis dan
berkeadilan, tidak berorientasi material dan ekploitatif. Dengan demikian,
ekonomi syariahlah yang dipandang memiliki prasyarat dan kemampua
untuk membangun tatan ekonomi yang harmonis dan berkeadilan. Hal ini
karena ekonomi syariah sesuai dengan fitrah manusia, yaitu keinginan
untuk hidup layak dan serba berkecukupan.

Ekonomi Syariah menempatkan al-falah sebagai tujuan utamanya. Al-


falah adalah kesejahteraan lahiriah yang dibarengi kesejahteraan batiniah
(al-shalah), kesenangan duniawi dan ukhrawi, keseimbangan materiil dan
immaterial. Tujuan ini memperlihatkan dengan jelas bahwa hakikat
ekonomi syariah merupakan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan lil
‘alamin). Berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis yang keduanya
berorientasi materialistik, mengesampingkan aspek immateriilnya
(spiritual).
Kehadiran Ekonomi Syariah sebagai sebuah sistem ekonomi solutif,
bukanlah fatamorgana. Berkembangnya institusi-institusi keuangan
syariah, merupakan bukti empiris yang tidak bisa terbantahkan, Institusi-
institusi keuangan syariah, baik bank maupun nonbank merupakan bentuk
nyata bahwa nilai-nilai syariah bisa diiplementasiakan dalam seluruh sendi
kehidupan, termasuk dalam sendi ekonomi.

Ekonomi Syariah membebaskan dirinya dari praktik transaksi riba,


maesyir, dan gharar. Transaksi riba diganti dengan instrumen
mudharabah (profit and loss sharing). Transaksi maesyir diganti dengan
instrument radhin minkum (kerelaan para pihak yang bertransaksi),
transaksi gharar diganti dengan transaksi keterbukaan. Kemudian, pada
tataran operasionalnya, intrumen tersebut terintegrasi dengan prinsip
al-‘adalah (keadilan), prinsip nubuwiyah (kenabian), prinsip illahiyah
(ketuhanan), prinsip hurriyah (kebebasan), prinsip khuluqiyah (moral-etik),
prinsip insaniyah (kemanusiaan), dan prinsip iqtishadiyah (keseimbangan
ekonomis)

Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dilahirkan pada tahun 1999
sebagai bagian dari Majelis Ulama Indonesia. Masalah Ekonomi Syariah
merupakan Wewenang Peradilan agama yang diatur dalam UU No.
7/1989 yang baru-baru ini telah diamandemen oleh DPR.

1.2 Rumusan Masalah


Tentang apa yang menjadi penjelasan latar belakang, maka akan di
rumuskan beberapa permasalahan yang dituangkan dalam bentuk
pertanyaan yaitu :
1. Bagaimanakah Konsep Islam tentang ekonomi ?
2. Apa itu Ekonomi Islam dan Bagaiman prinsipnya ?
3. Seperti apa terbentuknya sejarah perbankan syariah ?
4. Bagaimana bentuk produk-produk syariah dan peghitungannya ?

2
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan makalah ini diantaranya adalah untuk mengetahui,
mengidentifikasi, dan menganalisis :
1. Definisi Konsep Islam tentang Ekonomi ?
2. Untuk mengetahui apa itu ekonomi islam dan prinsip apa yang
diterapkan dalam ekonomi islam ?
3. Sejarah terbentuknya perbankan syariah ?
4. Bentuk produk-produk syariah dan cara perhitungannya ?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Islam tentang Ekonomi.


Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang
ekstrim (kapitalis dan sosialis) dan mencoba untuk membentuk
keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah).
Keberhasilan Ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana
penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan
keperluan rohani / etika yag diperlukan manusia. Sumber pedoman
ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan sunnah Rasul, yaitu dalam :
a. Qs. Al-Ahzab : 72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat
Allah).
b. Qs. Hud : 61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
c. Qs. Al-Baqarah : 30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah
Allah di bumi).

Konsep dasar hukum perikatan islam muncul dalam ranah studi fiqih
muamalah. Dalam studi fiqih muamalah, makna perikatan sering disebut
dengan istilah akad, yang maknanya perjanjian, kontrak, atau perikatan.
Secara harfiah, akad berarti mengumpulkan dua ujung tali sehingga terikat
dan menjadi satu kesatuan tali yang utuh.

Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan


menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan
ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada
Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid
memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah
pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi
umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan kharismanya.

4
Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi,
pertama nilai-nilai keimanan (tauhid), kedua nilai-nilai islam (syariah),
ketiga nilai-nilai ihsan (etika).

2.1.1 Pondasi nilai-nilai Keimanan.


Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan
dan pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan
jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal
yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-
Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi
demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta
menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan  menempatkan
dirinya sebagai hamba Allah.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. QS. Ar Ruum [30]: 30

Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai


keimanan maka akan berdampak positif terhadap mental dan
pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu antara lain;

Pertama; memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar
Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan
akan  dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas
yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi
akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah,
sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap
manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang

5
Khalik. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q.S Adz – Dzariyaat, [51]:
56. Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT
dalam bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam
setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap
permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi
disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual.

Kedua; proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah nilai-nilai


keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak
positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan
usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented),
akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan
berusaha menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya.
Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Ketiga, dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut


pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat (ukhrawi). Bagi pelaku
ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai
hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-
dalam kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha
dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang
karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana
diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang
Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-

6
terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi.

2.1.2 Pondasi Syariah.


Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara
aspek-aspek lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan
dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud
keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang
diatur oleh syariat adalah aspek ekonomi. Al-Q’uran dan As-
Sunnah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak  memuat
prinsip-prinsip mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik
secara eksplisit maupun inplisit. 

Diantara prinsip itu adalah sebagai berikut :

1)  Ta'awun (saling membantu).
Manusia adalah makhluk sosial, dalam segala aktivitasnya tidak
bisa menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk
kegiatan ekonomi. Dalam pandangan islam kegiatan ekonomi
termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam
pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling
menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku


bisnis akan terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang
lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan
menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang

7
tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan
membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu.
Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli,
penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan
jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan
sebagainya.

2)  Keadilan

Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan


tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai
dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat
diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan
berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang terlibat dalam
kegiatan ekonomi akan memberikan dan  mendapatkan hak-
haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga,
porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan
terhindar dari sifat dzulmun (aniaya).Al-Quran memerintahkan
setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil, karena bentuk
keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-


orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

8
3)  Logis  dan rasional tidak emosional
Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada
umat manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam
mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun
kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-
Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat
sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya,
termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi
harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal
semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga
keuangan islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya
penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus
diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-
transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang
ada.

4)  Professional
Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan
berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana
Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian
sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang
perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan
planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi
muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang
kokoh, planning yang terarah, tindakan  dan perhitungan
ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi
indikator pada propesionalime ekonomi.

2.1.3 Pondasi ihsan etika islam.


Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi
terhadap bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas

9
manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras
dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak
mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat
(mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan
ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai
berikut :

1.  Amanah (jujur).


Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman
(percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman.
Sifat ini  muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi
yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh
kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga,
harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga
dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada
serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik
perusahaan itu adalah Allah SWT.

2.  Sabar.
Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi
seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi. Sifat
ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa
diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses
tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka
kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun
problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan
hati yang jernih. Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:
Pertama, segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran
untuk meningkatkan etos kerja. Kedua, akan siap menghadapi
berbagai  bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya.

10
Ketiga, akan mampu mengklasifikasi kendala dan 
menempatkannya sehingga akan mendapatkan solusi yang
tepat.

3.  Tawakal.
Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal
dari wakala yang mengandung arti wakil. Maka tawakal
diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala
hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-
nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan
keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang
dilakukan oleh seseorang masih bersifat relatif, bisa untung atau
rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada
Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika
hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan
pesimis dan putus asa. Maka bersabarlah kamu dengan sabar
yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5

4.  Qanaah.
Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan
sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari
interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi
dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk
mengurangi dan menekan beban pembiayaan usaha, sehingga
kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan
menghasilkan produk yang murah. Demikian pula sikap qanaah
terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta
yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari
sikap boros dan mubadzir.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan

11
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26.

5.  Wara.
Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam
seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari kesadaran
penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti.
Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai
dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan
akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh. Ketiga
prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku
ekonomi.  Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku
bisnis  profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang
mapan, sehat, kondusif dan produktif.

2.2 Ekonomi Islam dan Prinsip-prinsipnya.

2.2.1 Prinsip Ekonomi Islam.


Prinsip merupakan suatu mekanisme atau elemen pokok yang
menjadi struktur atau kelengkapan suatu kegiatan atau keadaan.
Menurut Syafi’i Antonio prinsip-prinsip dasar ekonomi islam
tercermin dalam pandangan islam mengenai harta dan kegiatan
ekonomi.

1. Bagian Pertama (Nilai Universal)

Nilai universal dalam teori dari ekonomi islam dan menjadi


landasan ekonomi islam, yaitu sebagai berikut :

Tauhid (Keesaan Tuhan), merupakan fondasi ajaran islam.


Segala sesuatu yang kita perbuat didunia akan dipertanggung

12
jawabkan kepada Allah SWT. Sehingga termasuk aktifitas
ekonomi dan bisnis. ‘Adl (Keadilan), tidak menzalimi dan tidak
dizalimi sehingga dalam kegiataan ekonomi seorang muslim
tidak boleh berbuat jahat kepada orang lain atau merusak alam
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Nubuwwah
(Kenabiaan), setiap muslim diharuskan menelaah sifat nabi
Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari khususnya
dalam bidang ekonomi. Khilafah (pemerintahan), memastikan
bahwa perekonomian negara berjalan dengan baik tanpa
distorsi dan telah sesuai dengan syariah. Ma’at (hasil), ada
keuntungan didunia dan ada keuntungan di akhirat.

2. Bagian kedua (Prinsip-prisip derivatif)

Prinsip-prinsip derivatif merupakan prinspi-prinsip sistem


ekonomi islam yang juga menjadi tiang ekonomi islam, yaitu
sebagai berikut :

a. Multitype ownership (kepemilikan multi jenis), merupakan


turunan dari nilai tauhid dan adil. Dalam ekonomi islam,
kepemilikan swasta atau pribadi tetap di akui. man tetapi,
untuk menjamin adanya keadilan, cabang-cabang produksi
yang strategis dapat diakui oleh negara.
b. Freedom to act (kebebasan bertindak atau berusaha),
merupakan turunan dari nilai nubuwwah, adil, dan khilafah.
Freedom to act menciptakan mekanisme pasar dalam
perekonomian karena setiap individu bebas untuk
bermuamalah. Pemerintah bertindak sebagai wasit yang adil
dan mengawasi pelaku ekonomi serta memastikan bahwa
tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak ada
pelanggaran syariah.

13
c. Social justice (keadilan sosial) merupakan turunan dari nilai
khilafah dan ma’ad. Dalam ekonomi islam, pemerintah
bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar
rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara
orang-orang kaya dan orang-orang miskin.
3. Bagian Ketiga (Akhlak)

Sistem ekonomi adalah suatu mekanisme dan lembaga


pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan
terhadap produksi, distribusi, dan konsumsi di suatu daerah
atau wilayah. Beberapa faktor yang membentuk sistem
ekonomi, ekonomu, yaitu ideologi, nila-nilai yang dianut,
kebudayaan, sistem ekonomi. Pada umumnya sistem ekonomi
islam juga didasarkan pada pemikiran, konsep atau teori-teori
ekonomi tertentu yang diyakini kebenerannya. Dengan kata
lain, sistem ekonomi islam hanya memastikan bahwa tidak ada
transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syariat.

2.2.2 Ekonomi Islam.


Ekonomi islam adalah ekonomi kelembagaan. Pemikiran ekonomi
islam pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga. Pertama,
pemikiran ekonomi yang berwujud teori dan metodologi pemikiran
atau epistemologi. Kedua, sistem ekonomi sebagai media
penerapannya melalui legislasi dan kelembagaan dalam
pengelolaan sumber daya. Ketiga, realitas perekonomian yang
berjalan, baik berupa perekonomian umat islam, bangsa indonesia,
maupun dunia yang saling berkaitan.

14
2.3 Sejarah Perbankan Syariah.
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu system perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha
pembentukan sistem perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah
suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
(hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan
dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-
usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh
sistem perbankan konvensional. Sejarah perbankan syariah pertama kali
muncul di mesir pada tahun 1963. Sedangkan di Indonesia sendiri
perbankan syariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara resmi
dioperasikan tahun 1992. Berbagai prinsip perbankan syariah telah
diterapkan dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Adapun jenis produk atau jasa perbankan syariah adalah jasa untuk
peminjam dana dan jasa untuk penyimpan dana.

Sejarah Perbankan Syariah Perbankan syariah pertama kali muncul di


Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya
kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan
konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun
menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha
perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan
membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

15
Di Indonesia, bank syariah pertama baru lahir tahun 1991 dan beroperasi
secara resmi tahun 1992. Padahal, pemikiran mengenai hal ini sudah
terjadi sejak dasawarsa 1970-an. Menurut Dawam Raharjo, saat
memberikan Kata Pengantar buku Bank Islam Analisa Fiqih dan
Keuangan penghalangnya adalah faktor politik, yaitu bahwa pendirian
bank Islam dianggap sebagai bagian dari cita-cita mendirikan Negara
Islam (baca buku Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan karya
Adiwarman Karim – IIIT Indonesia, 2003).

Fungsi-fungsi bank sudah dipraktikkan oleh para sahabat di zaman Nabi


SAW, yakni menerima simpanan uang, memberikan pembiayaan, dan
jasa transfer uang. Namun, biasanya satu orang hanya melakukan satu
fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi
perbankan dilakukan oleh satu individu.

Namun, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan


inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya
Mit Ghamr Local Saving Bank. Kesuksesan Mit Ghamr memberi inspirasi
bagi umat Muslim di seluruh dunia, sehingga muncul kesadaran bahwa
prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasi dalam bisnis modern.

Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya


Islamic Development Bank (IDB, atau Bank Pembangunan Islam) pada
tahun 1975, yang berpusat di Jeddah. Bank pembangunan yang
menyerupai Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asia
Development Bank, ADB) ini dibentuk oleh Organisasi Konferensi Islam
(OKI) yang anggota-anggotanya adalah negara-negara Islam, termasuk
Indonesia.

Pada era 1970-an, usaha-usaha untuk mendirikan bank Islam sudah


menyebar ke banyak negara. Misalnya, Dubai Islamic Bank (1975) dan
Kuwait Finance House (1977) di Timur Tengah. Beberapa negara seperti

16
Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di
negara tersebut menjadi nur-bung, sehingga semua lembaga keuangan di
negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga.

Kini perbankan syariah sudah menyebar ke berbagai negara, bahkan


negara-negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat
sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, tepatnya
Denmark, tahun 1983.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah


antara lain :

a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari


nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan.
b. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian
sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.

c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang


hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena
tidak memiliki nilai intrinsik.

d. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan.


Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan
mereka peroleh dari sebuah transaksi.

e. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak


diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh
didanai oleh perbankan syariah.

Produk Perbankan Syariah Beberapa produk jasa yang disediakan oleh


bank berbasis syariah antara lain:

1. Jasa untuk peminjam dana.

17
a. Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut
rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh
oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
b. Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model
partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi
dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi
berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.
Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini
ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan
mudharabah tidak ada campur tangan

c. Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank


akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa
kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga
yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank,
dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya
angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga
pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500
juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar
nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.

2. Jasa untuk penyimpan dana.

a. Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip


dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem
wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk
memberikan bonus kepada nasabah.

18
b. Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam
kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap
dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank
dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

2.4 Produk – Produk Syariah.

1. Titipan atau Simpanan.

a. Al-Wadi’ah

Pada dasarnya titipan atau simpanan Al-Wadi’ah memiliki


kesamaan dengan tabungan atau deposito pada umumnya.
Perbedaan Al-Wadi’ah dengan simpanan atau titipan lain  terletak
pada pemanfaatan dana yang dititipkan. Al-Wadiah merupakan
titipan murni di mana keutuhan harta titipan wajib dijaga sehingga
tidak memperbolehkan dana titipan tersebut dimanfaatkan oleh
pihak yang dititipi.

b. Mudharabah

Berbeda dengan Al-Wadi’ah, Mudharabah merupakan dana titipan


atau simpanan yang dapat dikelola oleh pihak yang mendapat
titipan. Meski dapat dikelola, resiko yang terjadi atas pengelolaan
uang yang dititipkan berdasarkan Mudharabah tidak boleh
dibebankan kepada pemilik uang, melainkan menjadi tanggung
jawab pihak yang mendapat titipan. Sedangkan keuntungan yang
diperoleh dari hasil pengelolaan boleh dibagi menurut nisbah yang
telah disepakati. Simpanan Mudharabah terdiri atas Mudharabah
Mutlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Pada Mudharabah
Muqayyadah, pemilik dana dapat menetapkan dana yang titipan
untuk dipergunakan pada bisnis tertentu.

19
2. Bagi Hasil

a. Al-Mudharabah

Selain dipakai sebagai prinsip dalam titipan atau simpanan dana,


Mudharabah juga dipakai dalam perjanjian antara pemilik dana
(investor) dan pelaksana usaha (pengusaha) dengan bank sebagai
perantaranya. Dalam perjanjian ini, investor dan pengusaha dapat
melakukan perjanjian ketentuan jenis kegiatan usaha, pelaksanaan
dan bagi hasil, sedangkan bank sebagai pihak yang telah
mempertemukan dan memfasilitasi perjanjian mendapat komisi.

b. Al-Musyarakah

Pada prinsipnya, Al-Musyarakah hampir menyerupai campuran


antara Reksa Dana dan perusahaan berjenis Commanditaire
Vennootschap (CV). Al-Musyarakah merupakan produk syariah
yang memfasilitasi kerjasama dua orang atau lebih yang bertujuan
untuk meningkatkan aset bersama dengan mengembangkan
berbagai aset bersama yang telah dimiliki baik dalam bentuk dana,
kemampuan dan sebagainya. Keuntungan atau nisbah yang
didapat kemudian harus dibagi menurut perjanjian yang telah
disepakati.

c. Al-Muzara’ah

Al-Muzara’ah pada dasarnya adalah perjanjian antara pemilik tanah


dan pekerja ladang untuk menanami tanahnya, kemudian
mendapat upah atas pekerjaannya. Dalam Perbankan Syariah, Al-
Muzara’ah merupakan alternatif pinjaman modal untuk keperluan
peningkatan produksi kepada petani. Petani yang telah mendapat
pinjaman modal kemudian akan mengembalikan modal dengan
prinsip bagi hasil yang hampir menyerupai Al-Mudharabah. Saat ini,

20
produk Al-Muzara’ah tidak hanya dapat dinikmati oleh petani,
namun juga peternak dan pengusaha tambak pun dapat meminjam
modal dengan Al-Muzara’ah.

d. Al-Musaqah

Sama seperti Al-Muzara’ah, Al-Musaqah juga merupakan produk


syariah yang pada dasarnya diperuntukkan khususnya bagi para
petani. Perbedaannya, Al-Musaqah merupakan perjanjian yang
lebih mengikat antar pemilik modal dan pemberi modal. Al-
Musaqah pada prinsipnya hampir sama dengan Al-Musyarakah
yang dilakukan di sektor pertanian. Pada Al-Musaqah, penggarap
lahan hanya memiliki tanggung jawab untuk menyiram dan
memelihara.

3. Jual Beli

a. Bai’ Al-Murabahah

Bai’ Al-Murabahah pada dasarnya merupakan sebuah produk


pengkreditan berbasis Syariah. Dalam Bai’ Al-Murabahah, bank
membeli barang yang ditentukan atau dipesan oleh pembeli,
kemudian menjualnya dengan keuntungan tertentu yang telah
disepakati. Pembeli dapat membayar secara keseluruhan atau
kredit.

b. Bai’ As-Salam

Bai’ As-Salam merupakan kebalikan dari Bai’ Al-Murabahah, di


mana bank memberi sejumlah uang untuk membeli suatu produk
(misalnya hasil pertanian) yang dimaksudkan untuk membantu
petani dalam penjualan produknya sehingga petani segera
mendapat modal untuk melanjutkan usahanya. Pada Bai’ As-

21
Salam, pembayaran harus dilakukan di muka oleh pihak bank.
Pihak bank berperan sebagai perantara antara pembeli dan
penjual. Pada aplikasinya, Bai’ As-Salam dapat pula dilakukan
pada berbagai barang produksi yang lain.

c. Bai’ Al-Istishna’

Bai’ Al-Istishna’ memiliki prinsip yang hampir menyerupai Bai’ As-


Salam. Perbedaannya yaitu pada Bai’ Al-Istishna bank membuat
perjanjian secara terpisah antara penjual dan pembeli.
d. Al-Ijarah Al Muntahia Bit-Tamlik

Istilah ini berasal dari Bahasa Arab Al-ijarah yang berarti imbalan
atas sesuatu dan At-tamlik yang berarti menjadikan seseorang
memiliki sesuatu. Pada Al- Ijarah Al Muntahia Bit-Tamlik, nasabah
dapat menyewa suatu barang atau jasa (contohnya rumah), yang
kemudian di akhir perjanjian sewa, rumah tersebut berpindah hak
milik dari bank ke nasabah.

4. Jasa

a. Al-Wakalah

Al-Wakalah merupakan perwakilan kegiatan pengelolaan keuangan


seperti pembukuan, transfer, pembelian dan sebagainya yang
diberikan pemilik uang kepada bank. Pihak bank kemudian berhak
untuk medapat komisi dari Al-Wakalah ini.

b. Al-Kafalah

Al-Kafalah pada prinsipnya merupakan penjaminan pemenuhan


tanggung jawab oleh pihak bank yang menjadi perantara antara
dua orang yang berkewajiban dan yang berhak menerima tanggung

22
jawab tersebut. Contoh produk-produk Al-Kafalah diantaranya
seperti Letter of Credit untuk kegiatan impor dan Asuransi Syariah.
(Baca juga : Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional).

c. Al-Hawalah

Al-Hawalah pada dasarnya memiliki kesamaan dengan penjualan


surat hutang. Pada Al-Hawalah, baik kreditur ataupun debitur harus
mencapai kesepakatan atas penjualan surat hutang tersebut.

d. Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan produk gadai dengan prinsip-prinsip Syariah.


Perbedaan Ar-Rahn dengan gadai konvensional terletak pada tidak
adanya riba. Meski begitu, pada Ar-Rahn nasabah wajib untuk
membayar jasa simpan Rp 90 per Rp 10.000 dari pinjaman untuk
setiap sepuluh hari masa gadai beserta biaya administrasi sesuai
kesepakatan. Selain itu, jangka waktu maksimal dari pinjaman
adalah empat bulan, jika setelah empat bulan tidak mampu
membayar, maka barang yang digadaikan akan dijual. Kemudian
jika terdapat kelebihan harga antara harga jual dan pokok
pinjaman, maka kelebihan harga tersebut dapat diambil oleh
pembeli atau diserahkan ke Badan Amlil Zakat.

e. Al-Qardh

Al-Qardh merupakan Jasa Perbankan Syariah yang berupa


pinjaman uang ataupun barang.

2.5 Contoh Perhitungan dalam Produk Syariah.

23
1. Contoh rekening giro Wadiah :
Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat
dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-.
Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah
adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan
total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp
500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan
giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir
bulan Mei 2002.

Jawab :

Bonus yang diterima  = Rp 1.000.000 x Rp 20.000.000,- x  30 %  Tn. Baris


Rp 500.000.000
= Rp 12.000 (sebelum dipotong pajak).

2. Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :


Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada
bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp
10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah
Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40% : 60%. Saldo rata-rata
tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp
10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang
yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang


bersangkutan.

24
Jawab :
Keuntungan Tn. Derani = Rp 10.000.000   x  Rp 40.000.000,-  x  60%
                                  Rp 10.000.000.000,-  (sebelum dipotong pajak)
= Rp 24.000

3. Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :


Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, _untuk
jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah)
antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo
rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp
10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank
Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang
ditetapkan.

Jawab:

Keuntungan nasabah  =   Rp 100.000.000   x  Rp 500.000.000 x  55%          


Rp10.000.000.000 (sebelum dipotong pajak)

=  Rp 2.750.000

25
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Ekonomi Syariah mengajarkan kepada setiap pribadi manusia
untuk berbuat dan bertindak berdasarkan asas hukum, khususnya
hukum-hukum islam, dan secara keseluruhan ekonomi syariah
menggarap ilmu ekonomi berdasarkan tuntunan Al-Qur’an, Sunnah
dan Hadits. Ekonomi Syariah bisa menjadi salah satu sistem
ekonomi yang memiliki manfaat, tanpa harus mengkhawatirkan
adanya unsur riba, maka sudah selayaknya ekonomi syariah
diterapkan dalam aspek kehidupan berekonomi di Indonesia.

3.2 Saran
1. Adakalanya disetiap tatanan ekonomi di Indonesia sudah
sewajibnya Ekonomi Syariah menjadi salah satu sistem ekonomi
yang diterapkan, karena banyak memberi manfaat bagi
masyarakat, serta tidak mengandung unsur riba.
2. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara
menerapkan ekonomi syariah, yaitu dengan pendidikan atau
pengajaran mengenai apa itu ekonomi syariah dan manfaat apa
saja yang bisa didapatkan bila masyarakat menerapkan
ekonomi syariah.

26

Anda mungkin juga menyukai