Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

TENTANG
"Ekonomi Islam Pada Masa Rasulullah SAW”

Di Susun Oleh :
KIKI AGUSTERI YUSNIAR
(202201005)

NUR LELA
(202201007)

Dosen Penggampu :
Dr. SRI RAHMANY, S.EI., M.E.Sy

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH

SEMESTER 3

STIE SYARI’AH BENGKALIS

TAHUN AJARAN 2023/2024


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................i
PEMBAHASAN...........................................................................1
A. Pengertian Ekonomi Islam...................................................1
B. Dasar Hukum Ekonomi Islam..............................................3
C. Perekonomian Islam Pada Masa Rasulullah SAW..............4
D. Peradaban Pra-Islam...........................................................13
E. Dampak Dari Peradaban Ekonomi Islam Zaman Rasulullah
SAW...................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam


Pada dasarnya persoalan ekonomi sama tuanya dengan keberadaan
manusia itu sendiri. Akan tetapi, bukti-bukti konkret paling awal yang bisa
ditelusuri ke belakang hanya hingga masa masa Yunani kuno1. Sedangkan dalam
pemikiran ekonomi Islam, menjelaskan bahwa pemikiran ekonomi Islam
merupakan respon para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi
pada masa mereka. Pemikiran ekonomi tersebut diilhami dan dipandu oleh
ajaran Al-Qur’an dan sunnah, ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris
mereka. Objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran
tentang ekonomi, tetapi pemikiran para ilmuan Islam tentang ekonomi dalam
sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran Al-Quran dan sunnah tentang
ekonomi. Objek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah
ekonomi Islam yang terjadi dalam praktik historis.2
Ekonomi islam memiliki arti sendiri yaitu sebuah sistem ekonomi yang
segala aturan dan tata tertibnya di dasari dengan aturan-aturan syariat islam yang
di landasi oleh Al-Qur’an dan As-sunnah. Perbedaan sistem ekonomi islam
dengan sistem ekonomi lainnya ada bahwasanya sistem ekonomi islam tidak
semena-mena hanya untuk mengejar keuntungan namun juga memperhatikan
berbagau aspek lain, seperti kejujuran dalam sistem, etika bisnis yang baik dan
benar, dan kebaikan lainnya.
Islam mendorong pemeluknya untuk bekerja, Allah menjamin bahwa Ia
telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakanNya. Islam juga melarang
umatnya untuk meminta-minta atau mengemis. Dalam salah satu haditsnya,
Rasulullah SAW menyatakan, “Barangsiapa yang mencari dunianya dengan cara
yang halal, menahan diri dari mengemis, memenuhi kebutuhan keluarganya, dan
berbuat kebaikan, kepada tetangganya maka ia akan menemui Tuhan dengan
muka atau wajah bersinar bagai bulan purnama”. Telah jelas bahwa Islam
mengajarkan kepada Muslim untuk menjaga martabat serta harga diri dengan
1
Noor, Deliar. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Ketiga. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012)
2
Abdullah, Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia, (2010).

1
menghindari meminta-minta, mengemis, dan cara-cara haram dalam mencari
rezeki.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam
masyarakat dan dihadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi.
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat,
berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaran dan
keadilan sosial- ekonomi. Adapun ciri-ciri sistem ekonomi dalam Islam adalah
sebagai berikut:
a) Multitype Ownership (Kepemilikan Multijenis).
Dalam Islam, berlaku prinsip kepemilikan multijenis, yakni diakuinya
bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara atau campuran.
b) Freedom to act (Kebebasan Bertindak/Berusaha).
Para pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan Nabi sebagai teladan dan model
dalam melakukan aktivitas perekonomian.
c) Sosial Justice (Keadilan Sosial).
Prinsip keadilan social lahir dari gabungan nilai Khilafah dan nilai ma‟ad.
Kahf berpendapat, orang Islam tidak harus orang Muslim. Tetapi, selama
orang tersebut berkeinginan untuk menerima paradigma Islam maka ia dapat
disebut sebagai Islamic Man. Jika seseorang sudah bisa menerima tiga pilar sistem
ekonomi Islam, maka segala keputusan yang ia buat pastinya akan berbeda
dengan orang yang menjalankan ekonomi konvensional. Tiga pilar tersebut
adalah:
a) Segala sesuatu adalah mutlak milik Allah; umat manusia adalah sebagai
Khalifah-Nya (memiliki hak/bertanggung jawab).
b) Tuhan itu satu, hanya hukum Allah yang dapat diberlakukan.
c) Kerja adalah kebajikan;kemalasan adalah sifat buruk.
Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiyah karena titik berangkatnya adalah
dari Allah, dengan tujuan mencari ridla Allah dan cara-caranya tidak bertentangan
dengan syariat-Nya. Ekonomi Islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan. Manusia perlu hidup dengan
pola kehidupan yang Rabbani dan sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu

2
melaksanakan kewajiban kepada Tuhannya, kepada dirinya, kepada keluarganya,
dan kepada manusia secara umum.
Keyakinan bahwa segala sesuatu adalah mutlak milik Allah dapat
membangun kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki manusia selama di
dunia ini hanya bersifat titipan dan pada titipan Allah tersebut terdapat hak-hak
orang lain yang harus diberikan. Adanya kesadaran atas hak-hak orang lain ini lah
yang kemudian dapat membangun hubungan sosial dalam suatu lingkungan
masyarakat dan melancarkan kegiatan-kegiatan perekonomian.3

B. Dasar Hukum Ekonomi Islam


Landasan hukum ekonomi syariah, tentu saja perlu merujuk kembali
kepada al-Quran dan hadis. Al-Quran Surat an-Nisa’ ayat 59 dan hadis Mu’az bin
Jabal dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan sumber hukum yang
dapat dijadikan sebagai landasan hukum bagi eksistensi ekonomi syariah.
Selengkapnya QS. an-Nisa’: 59 dan hadis Mu’adz adalah sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunah), jika
kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’: 59).
Dengan demikian berdasarkan QS. an-Nisa’: 59 bahwa setiap muslim
wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ulil amri.
Kehendak Allah adalah menjauhi larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya
sesuai yang diturunkan melalui al-Quran. Perintah menaati Rasul adalah
menjalankan perintah yang diberikan Rasul melalui sunah. Dalam hal ini sunah
tersebut paralel dengan alQuran yang berasal dari Allah SWT. Ulil amri adalah
orang yang mempunyai kekuasaan berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan
ajaran hukum Islam dari dua sumber utama yaitu al-Qur’an dan hadis.
Al-Quran, sunah, dan ra’yu berdasarkan kedua sumber otoritatif tersebut
merupakan landasan hukum bagi umat Islam dalam menjalankan aktivitas-
3
Putri Fauziyah Haqiqi. Rachmad Risqy Kurniawan “Al-Ibar : Artikel Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam” (2022)

3
aktivitasnya, termasuk di lapangan ekonomi. Ayat-ayat terkait dengan larangan
riba, perniagaan yang didasarkan pada kesukarelaan para pihak, perintah
bertebaran di muka bumi guna mencari karunia Ilahi merupakan contoh yang
menunjukkan bahwa al-Quran adalah sumber dan sekaligus landasan hukum di
bidang muamalah malliyah. Begitu pula contohcontoh yang diberikan oleh
Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pembolehan di lapangan
ekonomi dapat ditemukan dalam hadis sebagai sumber dan landasan hukum
setelah al-Quran.
Perintah untuk taat kepada ulil amri dalam konteks Indonesia di lapangan
ekonomi dan keuangan tentu saja dapat dinisbatkan kepada fatwa-fatwa yang
dikeluarkan oleh otoritas pembuat fatwa, yakni Dewan Syariah Nasional - Majelis
Ulama Indonesia dan lebih lanjut juga produk-produk hukum yang dikeluarkan
oleh otoritas negara, antara lain yakni Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan,
Mahkamah Agung yang dalam kenyataannya telah menerbitkan peraturan-
peraturan di bidang ekonomi dan keuangan syariah. 4

C. Perekonomian Islam Pada Masa Rasulullah SAW.


Kehidupan Rasulullah SAW dan masyarakat Muslim di masa beliau
adalah teladan yang paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang
ekonomi. Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum sempat membangun
perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan
diri dari intimidasi orang- orang Quraisy. Barulah pada periode Madinah
Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga menjadi
masyarakat sejahtera dan beradab.
Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi
beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan
ekonomi. Secara umum, tugas, kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.5

4
Jaih Mubarok,dkk, Buku Ekonomi Syariah Bagi Perguruan Tinggi Hukum Strata 1 (Jakarta :
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia, 2021),
5
Putri Fauziyah Haqiqi. Rachmad Risqy Kurniawan “Al-Ibar: Artikel Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam” (2022)

4
Kedatangan Rasulullah di Madinah diterima dengan tangan terbuka dan
penuh antusias oleh masyarakat Madinah. Dalam waktu yang singkat beliau
menjadi pemimpin suatu komunitas yang kecil yang terdiri dari para pengikutnya,
namun jumlah hari demi hari semakin meningkat. Hampir seluru penduduk kota
Madinah menerima Nabi Muhammad menjadi pemimpin di Madinah, tak
terkecuali orang-orang Yahudi. Di bawah kepemimpinannya, Madinah
berkembang cepat dan dalam waktu sepuluh tahun telah menjadi negara yang
sangat besar dibandingkan dengan wilayahwilayah lain di seluruh jazirah Arab.
Di Madinah, Rasulullah mula-mula mendirikan majelis syura, majelis ini
terdiri dari pemimpin kaum yang sebagian dari mereka bertanggung jawab
mencatat wahyu. Pada tahun 6 Hijriyah Rasulullah mengangkat sekretaris dengan
bentuk sederhana telah dibangun. Rasulullah juga telah mengutus utusan ke
pemimpin negara-negara tetangga. Orang-orang ini mengerjakan tugasnya
dengan sukarela dan membiayai hidupnya dari sumber independen, sedangkan
pekerjaan sangat sederhana tidak memerlukan perhatian penuh. Pada dasarnya,
orang-orang yang ingin bertemu kebanyakan orang- orang miskin. Mereka
diberikan makanan dan juga pakaian. Setelah Makkah telah dikuasai kaum
muslimin, jumlah delegasi yang datang bertambah banyak sehingga tanggung
jawab Bilal untuk melayani mereka bertambah.6
Didalam pengelolaan moneter awal Pemerintah Islam mengalokasikan dana
untuk pemyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu
pengetahuan, pengembangan inprastruktur, dan penyediaan layanan kesejahteraan
sosial. Seluruh alokasi dana baitul mall tersebut mempunyai dampak terhadap
pertumbuhan ekonomi baik secara langsung atau tidak, seperti alokasi untuk
penyebaran Islam yang berdampak terhadap kenaikan Agregate Demaand
sekaligus Agregate Supply karena populasi akan meningkat dan penggunaan
sumberdaya alam semakin maksimal.7

6
Sudarsono, HeriKonsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonosia, 2002).
7
Hoirul Amri, “Kebijakan Moneter Pada Awal Pemerintahan Islam Dalam Pembangunan
Perekonomian (Studi Empiris Pasa Masa Rasulullah SAW dan Sahabat), Muqtashid,” Vol.1, No.
01, (Maret 2016), hal. 9–24.

5
Selain itu pada masa Rasulullah juga diberlakukan kebijakan Fiskal. Pada
jaman Rasulullah Saw, sisi penerimaan APBN terdiri atas pajak tanah (Kharaj)
zakat, khums (pajak 1/5), jizya (sejenis pajak atas badan orang non muslim), dan
penerimaan lain-lain (kaffarah/denda). Pengeluara terdiri dari untuk
kepentingan pendidikan dan kebudayaan, dakwah, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, kesejahteraan sosial, Hankam dan belanja pegawai. Secara ekonomi
makro, hal ini akan menciptakan built-in stability. Ia akan menstabilkan
harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada
penawaran agregat. Dari sisi penerimaan yaitu Zakat. Zakat dalam alqur’an telah

diatur bahwa terdapat golongan yang berhak menerima zakat. 8 Dana Zakat, Infaq,
sedekah dan Khums mempunyai dampak yang sangat besar dalam perekonomian
yaitu banyaknya masyarakat yang sebelumnya berstatus hamba sahaya atau
orang lemah berubah jadi mandiri dan merdeka.9
Di awal masa pemerintahan Rasulullah, negara sama sekali tidak
mempunyai kekayaan karna ketidakadaan sumber pemasukan negara. Mulai
pada abad ke-2, saat adanya perang badar, disitulah negara memiliki pemasukan
kekayaan yang berasal dari satu perlima rampasan perang (ghanimah) yang
disebut dengan Khums. Pembagian harta ghanimah sesuai dengan ayar dalam
alquran, yaitu surat Al-anfal : 41 yang berbunyi :
“ Dan ketahuilah, segala yang kamu peroleh, sebagai rampasan perang,
maka seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak yatim, orang miskin dan
ibnu sabil, (demikian) jika kami beriman kepada allah dan apa yang Kami
turunkan kepada hamba Kami ( Muhammad ) dihari Furqon, yaitu pada hari
dimana bertemunya dua pasukan. Allah maha kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori pembagian nya adalah :
“Seperlima untuk Allah, dan empat perlima lainnya untuk tentara”
Sebagai seorang perintis, Rasulullah banyak mengalami kondisi yang
menyulitkan, karena harus memulai semua nya dari nol. Mulai dari tatanan
8
Inggritia Safitri dan Nurul Huda, “Islamic Social Finance Optimalization For Economic Growth”
(Covid 19 In Indonesia), LAA MAISYIR, Vol.8 No. 1, (2021), hal. 1–12.
9
Naimah, “Konsep Hukum Zakat Sebagai Instrumen Dalam Meningkatkan Perekonomian
Ummat” Syariah Jurnal Hukum Dan Pemikiran, Vol.14, No. 1, (2014).

6
pemerintahan, berbagai kebijakan untuk berbagai sistem, kondisi sosial dan
ekonomi, budaya setempat, semuanya ditata dari awal kembali.Dilihat dari
kondisi tersebut, maka suatu negara harus memiliki pemimpin yang berjiwa kuat,
memiliki jiwa yang ikhlas dan sabar, dimana pemimpin tersebut harus menata
rumah tangga negara yang belum kondusif, dan menyatukan para kaum yang
sedang mengalami perpecahan.
Ketika perjuangan Rasulullah dalam tataran ideologi telah teratasi, langkah
selanjutnya yang diambil Rasul adalah merombak seluruh kebijakan pada
bidang ekonomi, yang dimana kondisi ekonomi pada saat itu adalah nol. Ditandai
dengan kondisi geografis yang tidak menguntungkan, kas negara dalam keadaan
kosong, dan seluruh kegiatan ekonomi masih dilakukan secara tradisional.
Melihat kondisi ekonomi yang seperti itu, maka Rasulullah segera membuat
beberapa kebijakan, yaitu :
1. Memfungsikan Baitul Maal
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak sumber yang berbeda pendapat, ada
yang mengatakan didirikan oleh Rasulullah s.a.w. dan ada sumber yang
mengatakan bahwa secara resmi baitul maal didirikan oleh Sayidina Umar ibn
Khaththab R.A. Di dalam buku Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khaththab
dikatakan bahwa salah satu keberhasilan beliau adalah mampu mendirikan Baitul
Maal. Namun disisi lain secara implisit fungsi akan Baitul Maal sudah dibentuk
oleh Rasulullah s.a.w terbukti dengan membangun masjid bersama kekayaan
fungsi di dalamnya (Muslims Centre).
Akan tetapi secara eksplisit pendirian Baitul Maal dilakukan oleh Khalifah
Umar ibn Khaththab r.a. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang mendasar dari
semua pendapat, hanya saja dikompromikan kapan fungsi secara implisit dari
Baiyul Maal dan kapan pendirian secara eksplisit.Untuk itu fungsi dari Baitul
Maal disini adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal Rasulullah s.a.w. dari
pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai lama harta yang
mengendap di dalam Baitul Maal, ketika mendapatkannya maka langsung
disalurkan kepada yang berhak menerimanya yaitu kepada Rasul dan kerabatnya,
prajurt, petugas Baitul Maal dan fakir miskin.

7
Rasulullah sengaja membentuk Baitul Maal yang berfungsi sebagai pusat
pengumpulan dana dan atau pusat pengumpulan kas dan kekayaan negara islam
yang akan digunakan untuk beberapa pengeluaran. Karena pada awal
pemerintahan sumber keuangan negara berasal dari zakat, khums, kharaj, jizyah.
Fungsi lain dari baitul maal adalah sebagai tempat penyimpanan harta negara
hingga tempat perputaran harta untuk disalurakan kepada yang berhak
menerimanya, seperri Rasulullah, kerbat dan keluarga Rasululah, prajurit, fakir
miskin dan petugas yang mengurusi baitul maal.
2. Kebijakan Perpajakan
Kebijakan pajak adalah kebijakan yang dikeluarakan pemerintah muslim
berdasarkan atas jenis pajak tertentu dan jumlah nya ( proporsional).
3. Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Kebijakan yang dibuat adalah peningkatan pendapatan dan kesempatan
kerja dengan cara memperkerjakan kaum Anshor dan kaum Muhajirin. Hal
tersebut akan berdampak oada peningkatan distribusi pendapatan dan kekayaan
yang menyebabkan peningkatan jumlah agregat terhadap output yang akan
diproduksi. Program lain yang dibuat adalah Rasulullah membagikan tanah
untuk kaum muhajirin dan kaum ansor yang bertujuan untuk modal kerja. Karna
dilihat dari keahlian kaum muhajirin dan anshor yaitu dalam bidang bertani serta
bercocok tanam. Dengan adanya pemberian modal tersebut, maka kaum anshor
dan muhajirin memiliki kesempatan lebih besar untuk mengasah keahliannya.
Dan program ini dapat memberi hasil bagi kehidupan perekonomian yang lebih
maju.
4. Kebijakan Fiskal Berimbang
Dampak dari kebijakan ini adalah ekonomi mengalami defisit neraca
anggaran belanja saat terjadi peristiwa Fathu makkah dan mengalami surplus
kembali pada saat terjadi peristiwa perang Hunain.
5. Kebijakan Fiskal Khusus
Cara kerja dari kebijakan ini ada dengan diadakannya sukarelawan untuk
meminta bantuan kepada para muslim kaya.

8
6. Kebijakan Pemasukan dari Muslim
a) Zakat
Sebelum adanya peraturan zakat itu wajib, zakat hanya beraifat suka rela.
Peraturan diwajibkan nya zakat baru ditetapkan pada tahun ke 9 hijriyah. Dan
zakat menjadi sumber utama pendapatan pada pekerintahan islam. Beberapa
benda yang diwajibkan dizakati pada zama Rasul adalah sebagai berikut:
1) Benda logam yang terbuat dari emas ( koin, perkakas)
2) Benda logam yang terbuat dari perak
3) Binatang terbak ( unta, sapi.dll)
4) Berbagai jenis dagangan ( termasuk budak dan hewan)
5) Berbagai jenis hasil pertanian
6) Luqtah ( harta yang ditinggalkan musuh)
7) Barang temuan
Penentuan besarnya zakat berdasarkan :
1) Emas dan perak berdasarkan beratnya
2) Binatang ternak ditentukan berdasarkan jumlahnya
3) Buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya
4) Luqtah dan bahan tambang ditentukan berdasarkan nilainya
b) Ushr
Ushr memiliki arti bea impor yang dikenakan kepada para pedagang
dimana sistem pembayarannya hanya dilakukan sekali dalam satu tahun dan
hanya berlaku pada barang-barang yang memiliki kadar nilai yang lebih dari 200
dirham. Tingkatan bea 5% untuk orang-orang yang dilindung, dan 2,5% untuk
pedagang muslim. Hal menarik dari kepemimpinan rasulullah dalam masalah ushr
adalah, dihilangkan nya bea impor untuk para pedagang dengan tujuan agar para
pedagang lancar yang akan berdampak juga pada arus ekonomi yang lancar
sehingga perekonomian dalam negara tersebut menjadi terkendali dan lancar.
c) Wakaf
Wakaf adalah harta benda yang diberikan ikhlas karna allah dan diberikan
untuk umat islam , dan pwndapatannya akan di tampung di baitul maal.
d) Nawaib

9
Nawaib adalah pajak yang jumlahnya besar dan berlaku untuk umat muslim yang
kaya. Tujuan nya adalah untuk menutupi pengeluaran negara dalam keadaan
perekonomian yang darurat.
e) Amwal Fadhla
Anwal Fadhla merupakan harta benda umat islam yang telah meninggal
tanpa ahli waris dan atau harta umat islam yang telah meninggalkan negri nya.
f) Zakat Fitrah
Zakat ini diwajibkan bagi kaum mislim satu tahun sekali yaitu pada saat
bulan ramadhan bertujuan sebagai pembersih harta.
g) Khums
Khums yang berarti barang temuan.
h) Kafarat
Kafarat adalah denda atas yang dilakukan seorang muslim pada acara
keagamaan atau kesalahan seorang muslim karna tidak mengerjakan suatu
kewajibannya.
7. Kebijakan Pemasukan dari Non-Muslim
a) Jizyah
Jizyah adalah pajak yang dibayarkan dari seorang non-muslim khususnya
ahli kitab sebagai perlindungan jiwa, ibadah, bebas dan tidak wajib militer. Pada
masa Rasulullah s.a.w. besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa
yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang
tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari
kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang harus membayar pajak sejauh yang
diketahui adalah orang-orang Najran yang beragama Kristen pada Tahun keenam
setelah Hijriyah. Orang- orang Ailah, Adhruh dan Adhriat membayarnya pada
perang Tabuk.
Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa
barang atau jasa sepeti yang disebutkan Baladhuri dalam kitabnya Fhutuh al-
Buldan, ketika menjelaskan pernyataan lengkap perjanjian Rasulullah s.a.w
dengan orang-orang Najran yang dengan jelas dikatakan: “......Setelah dinilai,
dua ribu pakaian/garmen masing-masing bernilai satu aukiyah, seribu garmen

10
dikirim pada bulan Rajab tiap tahun, seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun.
Tiap garmen berniali satu aukiyah, jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang
dari satu aukiyah, kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus
diperhitungkan.”
b) Kharaj
Merupakan pajak tanah yang diwajibkan bagi kaum Non- muslim ketika
khaibar ditaklukan. Tanah tersebut diambil alih oleh seorang muslim dan yang
memiliki tanah menawarkan agar tanahnya diolah untuk produksi, dan hasil
peoduksi nya akan dibagi sebagian , masuk kedalam keuangan negara. Rasul
menunjuk seseorang yang ahli dalam bidang pembagian tersebut agar tidak ada
kesalahpahaman. Setelah mengurangi sepertiga sebagai kelebihan perkiraan, dua
pertiga bagian dibagikan dan mereka bebas memilih yaitu menerima atau
menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga diterapkan di daerah lain.
Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang peting.
c) Ushr
Merupakan bea impor yang dibayarkan oleh seluruh pedagang. Pemungutan
ini hanya dilakukan setahun sekali dengan kadar 5% untuk pedagang yang
dilindungi dan2,5% untuk pedagang muslim. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum
masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Menurut
Hamidullah, Rasulullah s.a.w berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan,
walaupun menjadi beban pendapatan negara. Ia menghapuskan semua bea masuk
dan dalam banyak perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal tersebut. Ia
mengatakan “barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah
muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar menukar barang.
Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat
perdagangan terbesar. Yang menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan
menghapuskan semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus
ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian di negara yang
beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-barang milik
utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi
tukar menukar barang.

11
8. Kebijakan Pengeluaran Pemerintah Islam
Pengeluaran pemerintah islam pada zaman rasulullah diguanakan untuk
pengembagan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, penyebaran islam,
pembangunan armada perang dan penjaga keamanan, serta penyediaan layanan
kesejahteraan nasional, pendidikan dan kebudayaan. Berikut penjelasan dari
point-poit diatas :
9. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pada saat terjadi perang Haibar, kemajuan ilmu pengetahuan sudah terlihat.
Dengan diciptakannya senjata perang berupa benteng yang dapat bergerak dan
alat pelemparan batu.
10. Pembangunan Infrastruktur
Perkembangan yang sangat terlihat yaitu ketika terdapat bangunan baru
yang modern dan mempermudah kehidupan masyarakat. Pada masa rasulullah
indrastruktur yang sudah terbangun adalah jalan raya , kantor pos, sumur umum,
dll.
11. Penyebaran Islam
Penyebaran islam tetap menggunakan etika dan aturan yang sesuai dengan
syariat. Dampak nya adalah bertambahnya populasi negeri-negeri yang masuk
islam, dan adapun tanah yang dikelola oleh kaum anshor namun mengalami
kegagalan, maka tanah tersebut diambil alih oleh kaum muhajirin dan dilanjutkan
untuk bercocok tanam dan berhasil. Dampak lainnya adalah meningkatnya
pendapatan baitul maal sebagai keuangan publik.
12. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Program ini merupakan pemberian subsidi dari negara untuk fakir dan
misqin dalam jumlah besar yang bertujuan memberi modal tersebut untuk menjadi
peluang ladang usaha, sehingga usaha yang di bentuk dapat mengangkat derajat
sosialnya. Subsidi negara untuk para fuqara dan masakin diberikan dalam jumlah
besar, disamping itu mereka dijamin oleh pemerintah selama satu tahun agar tidak
berkekurangan. Imam Nawawi mengajarkan pentingnya pemberian modal yang
cukup besar kepada orang-orang yang tidak mampu untuk memulai bisnis
sehingga mereka terangkat dari garis kemiskinan.

12
13. Kelembagaan
Masa sebelum islam datang, , pemerintahan adalah satu-satunya penguasa
kekayaan negara, sehingga mereka ( pemerintah ) bebas mengambil dan
membelanjakannya sebanyak mungkin. Hal ini berarti sebelum Rasulullah Saw
datang, tidak ada konsep tentang keuangan publik dan perbendaharaan negara di
dunia.Rasulullah Saw merupakan kepala negara pertama yang mengenalkan
konsep keuangan publik. Bahwa semua harta negara harus dikumpulkan terlebih
dahulu baru kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta
tersebut adalah milik negara, bukan milik individu tertentu. Tempat pengumpulan
harta negara ini disebut dengan baitul mal (rumah harta).
Pendapatan negara dari berbagai sumber dan kegiatan dimanfaatkan untuk
tujuan tertentu, seperti :
a) Menolong fakir dan miskin
b) Membayar gaji bagi orang yang mengelola dan mengumpulkan zakat
c) Membantu orang-orang yang kurang mampu
d) Menyiapkan perumahan bagi orang-orang yang kurang mampu
e) Melunasi hutang orang yang tidak mampu melunsinya
f) Membiayai kegiatan sosial
g) Menyebarkan islam dikalangan non muslim
h) Membebaskan budak10

D. Peradaban Pra-Islam
Peradaban Arab pra Islam sering pula dikenal dengan nama Era Jahiliyyah
(kebodohan). Bangsa Arab pra-Islam memiliki kemajuan di bidang
perekonomian,khususnya dalam aspek pertanian dan perdagangan. Bahkan pada
masa itu bangsa Arab sudah mampu membuat sebuah bendungan yang besar
yang bernama Ma’arib. Dalam menyuburkan tanah dan memperbanyak hasil
produksi, mereka juga telah menggunakan berbagai macam pupuk alami, seperti
pupuk kandang dan juga penyilangan pohon tertentu untuk mendapat bibit

10
Putri Fauziyah Haqiqi. Rachmad Risqy Kurniawan “Al-Ibar: Artikel Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam”, (2022)

13
unggul. Sistem pengelolaan ladang dan sawah mereka juga telah menggunakan
sistem sewa tanah, bagi hasil atau bekerjasama dengan penggarap.11
Selain itu bangsa Arab Pra-Islam juga memiliki kemajuan dalam bidang
perniagaan. Hal tersebut dapat dilihat ekspor impor yang mereka lakukan.
Mereka melakukan ekspor barang- barang seperti dupa, kayu gaharu, minyak
wangi, kulit binatang, buah kismis dan lainnya dan mengimpor bahan bangunan,
bulu burung unta, logam mulia, batu mulia, sutra, gading, rempah-rempah, intan
dan sebagainya dari Afrika, Persia, Asia Selatan dan Cina. Namun dibalik
kemajuan dalam bidang pertanian dan perniagaan bangsa Arab Pra-Islam
mempunyai masalah ekonomi yang menyebabkan terjadinya kasus penguburan
anak hidup-hidup khususnya pada suku Bani Tamim dan Bani Asad.
Tradisi tersebut dilakukan dengan dasar bahwa anak (kebanyakan
perempuan) adalah penyebab kemiskinan dan aib bagi keluarga. Terdapat dua
factor yang menyebabkan mereka membunuh anak-anak yang baru lahir dan
kebanyakan adalah perempuan. Pertama adalah factor kependudukan pada masa
itu bendungan Ma’arib Yaman hancur mengakibatkan orang-orang pindah ke
kota-kota seperti Mekkah, Madinah, Damaskus, dan sebagainya. Hal tersebut
mempengaruhi perekonomian yang sangat serius, banyak keluarga yang
sulit untuk mendapatkan makanan sehingga karena factor itulah mereka
kemudian membunuh anaknya. Peristiwa tersebut sesuai dengan yang disebutkan
didalam Q.S Al-Isra (17) : 31. Factor yang kedua adalah perempuan dianggap
aib, apabila di kalangan mereka kalah dalam peperangan, maka istri dan anak
perempuannya di perkosa beramai-ramai oleh suku yang menang dalam
peperangan tersebut. Maka menurut mereka lebih baik dibunuh terlebih dahulu.12
Selain itu membungakan uang telah menjadi kebiasaan perekonomian
masayarakat Arab. Bahkan bunga dianggap sebagai komponen penting dalam
suatu perekonomian. Islam menggunakan kata riba untuk bunga yang
menyatakan bahwa membungakan adalah suatu hal yang diharamkan. Masyarakat

11
Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara: Studi
Geobudaya dan Geopolitik”, l-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam Vol. 16 No.1, (Juni 2019), hlm. 48
12
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikian dan Perdaban Islam.(Yogyakarta : Bagaskara
Yogyakarta, 2011),hlm 51

14
pra-Islam tidak membedakan antara riba dengan perdagangan. Mereka
berpendapat bahwa seorang membeli semisal kain seharga 2 dinar dan
menjualnya dengan harga 2,5 dinar, maka hal tersebut adalah transaksi
yang wajar. Demikian jika seseorang memberikan pinjaman 2 dinar dan
meminta pengembaliannya sebesar 2,5 dinar dari pinjaman, maka hal tersebut
juga dianggap wajar dan halal karena kedua transaksi tersebut dilakukan
dengan persetujuan kedua beleh pihak.13 Al Quran sebagai pedoman hidup
meluruskan terhadap pemikiran bangsa Arab pra-Islam dalam surat Al-Baqarah
:275 yang artinya :
“keadaan mereka yang demikian itu, karean mereke berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Berikut beberapa contoh model kasus riba yang terjadi pada masa pra-Islam
diantaranya:
a. Seorang menjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian
bahwa pembayarannya akan dilakukan pada suatu tanggal
yang disetujui bersama. Apabila pembeli tidak dapat membayar
tepat pada waktunya, tenggang waktu akan diberikan dengan syarat
pengembaliannya lebih besar.
b. Seseorang meminjamkan uang selama jangka waktu tertentu
dengan syarat saat jatuh tempo, membayar pokok dan sejumlah
tambahan.
c. Antara peminjam dan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan
terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu.

E. Dampak Dari Peradaban Ekonomi Islam Zaman Rasulullah SAW.

13
Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,
2019), hlm.46

15
Sebagi umat yang memiliki karakter islami dengan ajaran islam yang
dianutnya tentunya berkewajiban memberikan hak-haknya dengan cara yang baik
dan dengan ukuran yang telah disyariatkan. Seperti yang telah dituangkan dalam
Al-Quran dan Hadist-Hadist Rosulullah SAW. Dengan demikian, ada beberapa
peran yang harus diimplementasikan oleh orang yang berkarakter islami dalam
kehidupan bermasyarakat sebagai pelaku ekonomi islam yang diajarkan dan
diterapkan dari masa Rasulullah SAW sebagai berikut :
1. Menerapkan keadilan dalam takaran atau timbangan
Keadilan adalah sebuah konsep yang wajib diterapkan, hal ini untuk
menghindari dari perbuatan curang dan memanipulasi harga. Yang
mengakibatkan kerugian terhadap salah satu pihak. Allah berfirman, yang
artinya:
“kecelakaan besarlah bagi orang-orang curang (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakaratau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (Q.S
Al-Muthoffifin: 1-3)
2. Larangan mempraktikkan riba
Sistem meriba merupakan suatu sistem yang banyak sekali digunakan
oleh pelaku ekonomi terlebih oleh kaum kapitalis. Yang mana didalam sistem ini
terdapat faktor-faktor yang nerugikan orang pihak lain dalam praktik ekonomi,
seperti menggandakan pinjaman. Allah melarang praktik ini seperti yang
difirmankan-NYA dalam Al-Quran, yang artinya:
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba denganberlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk
orang-orang jafir. Dan taatilah Allah dan Rosul supaya kamu dibri rahmat” (Q.S
Ali “Imron: 130-132)
3. Jujur dalam praktir transaksi
Jujur dalam menjelaskan kondisi dan keadaan barang yang akan dijadikan
barang jual beli. Jika kejujuran ini tidaklah ada tentunya akan berdampak buruk,
buruk bagi penjual karna hilang kepercayaan dan buruk bagi pembeli karna

16
mendapatkan kekecewaan. Dampak lain adalah akan berdampak buruk terhadap
suatu communitas tertentu. Maka communitas yang awal akan mendapatkan citra
yang buruk dikarenakan satu pelaku. Sehingga berdampak sepinya perputaran
barang di communitas tersebut.
4. Pelarangan menimbun barang yang menjadi komoditas ekonomi.
Yaitu suatu praktik emnimbun barang komuditas hingga barang tersebut
sepi dipasaran, setelah barang itu langka berikutnya barang tersebut dikeluarkan
kembali dengan harga yang tinggi (tidak sesuai harga pasar pada umumnya).
Praktik yang demikian, yakni menimbun harta komoditas (ikhtikar) tersebut akan
memunculkan konsekuensi ketidak adanya keseimbangan suplay and demand,
yang mana akan berimbas terhadap monopoli komoditas dan akan berdampak
merugikan orang lain dibawah tekanan kebutuhan.
5. Menanamkan konsep sahl waraghib
Yaitu suatu konsep dengan menanamkan konsep perekonomian yang
mudah dilakukan dan dilakukan dengan cara rela sama rela (ridhi birridho).
Adanya keterbukaan dalam penawaran barang dan harga, memudahkan dalam
konsep transaksi, dan tidak terdapat paksaan. Jika tidak ada kerelaan dan
kemudahan dalam bertransaksi maka subtansinya adalah adanya kerugian
dalam melakukan proses jual beli baik dari pihak penjual ataupun dari pihak
pembeli.
Peran-peran inilah yang nantinya harus di implemantasikan dalam
praktek ekonomi sebagai bentuk wujud dari karakter masyarakat yang islami. Dan
dalam bentuk muamalah sosial lainnya seperti terhadap keluarga, sanak saudara,
tetangga dan communitas masyarakat lainnya. Makin dekat hubungan dengan
Allah SWT dan semakin dekat pula hubungannya dengan sesama. 14

14
Ach. Khiarul Waro Wardani, “Pengaruh Implementasi Ekonomi Islam Dalam Membentuk
Karakter Masyarakat Yang Islam” , kediri: jurnal At-Tamwil : Vol. 2 No. 2 (September 2020)

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Pustaka Setia,


(2010)

Ach. Khiarul Waro Wardani, “Pengaruh Implementasi Ekonomi Islam Dalam


Membentuk Karakter Masyarakat Yang Islam” , kediri: jurnal At-Tamwil : Vol. 2
No. 2 (September 2020)

Hoirul Amri, “Kebijakan Moneter Pada Awal Pemerintahan Islam Dalam


Pembangunan Perekonomian (Studi Empiris Pasa Masa Rasulullah SAW dan
Sahabat), Muqtashid,” Vol.1, No. 01, (Maret 2016)

Inggritia Safitri dan Nurul Huda, “Islamic Social Finance Optimalization For
Economic Growth” (Covid 19 In Indonesia), LAA MAISYIR, Vol.8 No. 1, (2021)

Jaih Mubarok,dkk, Buku Ekonomi Syariah Bagi Perguruan Tinggi Hukum Strata
1 (Jakarta : Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia, 2021)

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikian dan Perdaban Islam.(Yogyakarta :


Bagaskara Yogyakarta, 2011)

Muhammad, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: UII Press


Yogyakarta, 2019)

Naimah, “Konsep Hukum Zakat Sebagai Instrumen Dalam Meningkatkan


Perekonomian Ummat” Syariah Jurnal Hukum Dan Pemikiran, Vol.14, No. 1,
(2014).

Noor, Deliar. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Edisi Ketiga. (Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2012)

Putri Fauziyah Haqiqi. Rachmad Risqy Kurniawan “Al-Ibar : Artikel Sejarah


Pemikiran Ekonomi Islam” (2022)

Sudarsono, HeriKonsep Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, (Yogyakarta:


Ekonosia, 2002).

Yuangga Kurnia Yahya, “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur Tengah dan


Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Geopolitik”, l-Tsaqafa: Jurnal Peradaban
Islam Vol. 16 No.1, (Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai