Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI SYARIAH

DEFINISI, PRINSIP DASAR, SERTA PERMASALAHAN DALAM

HUKUM EKONOMI SYARIAH

DOSEN PENGAMPU : TEHEDI., SE.I, M.S.I

DISUSUN OLEH:

FARHAN (402.2017.016)

HERMANSYAH (402.2017.018)

ERDILA KIDRIAN (402.2017.015)

SEMESTER IV

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN

SAMBAS

TAHUN AKADEMIK 1441 H/2019 M


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3

A. Hukum Ekonomi Syariah .............................................................. 3

B. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Ekonomi Syariah ........................... 5

C. Permasalahan Hukum Ekonomi Syariah ..................................... 11

BAB III PENUTUP .................................................................................. 12

A. Kesimpulan .................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 13

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Peradaban Islam Masa Bani
Abasiyah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Peradaban Islam
Masa Bani `Abasiyah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Sambas, 8 Oktober 2019

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun ada kesamaan timbulnya kegiatan ekonomi, yakni
disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Namun karena
cara manusia dalam memenuhi alat pemuas kebutuhan dan cara
mendistribusikan alat kebutuhan tersebut didasari filosofi yang berbeda, maka
timbullah berbagai bentuk sistem dan praktik ekonomi dari banyak negara di
dunia. Perbedaan ini tidak terlepas dari pengaruh filsafat, agama, ideologi, dan
kepentingan politik yang mendasari suatu negara penganut sistem tersebut.
Ekonomi islam merupakan suatu hal yang harus diimplementasikan
dalam kehidupan. Tidak ada keraguan sebagai mayoritas pemeluk Islam untuk
melaksanakan konsep-konsep yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Dalam pandangan Islam, hukum berasal dari Tuhan (Allah) dan manusia
hanya bisa mendaftar dan memperluasnya untuk situasi yang berbeda. Di
barat, hukum dilewatkan untuk mengakomodasi situasi yang ada sementara,
dalam pandangan Islam, situasi yang ada harus berubah menjadi sesuai dengan
Hukum Ilahi.
Hukum ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan kehidupan
manusia yang sejahtera dalam arti dapat mengatasi problema sosial ekonomi
yang dihadapi oleh masyarakat. Hukum ekonomi Islam juga mendorong
kehidupan manusia yang mampu dan kaya, selama usaha tersebut diperoleh
dalam garis-garis yang diridhai oleh Allah Swt. Sebab hukum ekonomi Islam
dibangun atas prinsip-prinsip dan akhlak yang menekankan pada konsep ta’
awun.
Dari uraian diatas maka dalam makalah ini akan membahas tentang
Prinsip-Prinsip Dasar Hukum ekonomi Syariah.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Definisi Hukum Ekonomi Syariah
2. Prinsip Dasar Hukum Ekonomi Syariah
3. Prinsip Dasar Hukum Ekonomi Syariah
C. Tujuan
Bersamaan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan peneulisan
makalah ini adalah untuk menjelaskan Prinsip-prinsip dasar hukum ekonomi
syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Ekonomi Syariah


Sebagian ahli memberi definisi hukum ekonomi syariah adalah mazhab
ekonomi Islam yang didalamnya terjelma cara Islam mengatur kehidupan
perekonomian dengan apa yang dimiliki dan ditujukan oleh mazhab ini, yaitu
tentang ketelitian cara berpikir yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan
nilai-nilai ilmu ekonomi atau nilai-nilai sejarah yang berhubungan dengan
masalah-masalah siasat perekonomian maupun yang berhubungan dengan
uraian sejarah masyarakat manusia.1
Rachmad Soemitro sebagaimana dikutip oleh Abdul Manan
mengartikan hukum ekonomi merupakan sebagian dari keseluruhan norma
yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai personifikasi dari
masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang
saling berhadapan.2
Selain pengertian hukum ekonomi Islam dalam versi di atas, tidak ada
salahnya bila penulis mengemukakan pengertian hukum ekonomi Islam.
Hukum ekonomi Islam adalah kemampuan norma hukum yang bersumber dari
Al-Quran dan hadis yang mengatur urusan perekonomian umat manusia.
Landasan hukum ekonomi syariah yaitu landasan yuridis ajaran Islam
dalam bidang perekonomian adalah juga yang menjadi landasan ajaran Islam
pada umumnya, yaitu Al-Quran, Sunnah Rasul dan ra’yu (fikiran, akal) atau
Ijtihad.3
Al-Quran dalam bidang ekonomi, seperti halnya dalam bidang
muamalat pada umumnya, memberikan pedoman-pedoman yang bersifat garis
besar, seperti membenarkan memperoleh rezki dengan jalan perdagangan,

1
Syarmin Syukur, Sumber-sumber Hukum Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1993, hal. 37
2
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal
Syariah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 6
3
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan. Studi tentang Peraturan
dalam Konstituante, Jakarta: LP3ES, 1985. Hal 14

3
4

melarang makan riba, melarang menghamburkan-hamburkan harta, perintah


bekerja untuk mencari kecukupan nafkah dan sebagainya.4 Dalam hubungan
ini banyak ayat-ayat Al Quran yang mengajarkan agar orang makan rezeki
Allah dengan baik. Misalnya Surah Al-Baqarah (2) : 168 mengajarkan Yang
artinya bahwa;
“Hai sekalian umat manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagimu”.
Penegasan tentang kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang
berfungsi mengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi,
dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas amanat Allah itu. Sebagai
makhluk pengemban amanat, manusia dibekali berbagai macam kemampuan,
diantaranya ialah kemampuan untuk menguasai, mengelolah dan
memanfaatkan potensi alam, guna mencukupkan kebutuhan dan
mengembangkan taraf hidupnya. Manusia dibekali akal, indra, sifat-sifat
badaniah dan bakat hidup bermasyarakat, yang memungkinkan untuk
melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya.5
Sedang Sunnah Rasul memberikan penjelasan perinciannya, seperti
mengatur bagaimana cara perdagangan yang dihalalkan dan bagaimana pula
yang diharamkan, menerangkan macam-macam bentuk riba yang dilarang
dalam Al-Quran, memberi penjelasan tentang pekerjaan-pekerjaan mana yang
dibenarkan untuk mencari rezki dan mana yang tidak dibenarkan dan
sebagainya.
Islam mewajibkan kaum muslimin untuk berusaha mencari kecukupan
nafkah hidup bagi dirinya dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya
dengan kekuatan sendiri, tidak menggantungkan kepada pertolongan kepada
orang lain. Islam mengajarkan bahwa makanan seseorang yang terbaik adalah
yang diperoleh dari usahanya sendiri. Islam pun mengajarkan bahwa tangan
yang memberi lebih baik daripada tangan yang meminta. Islam juga

4
Ibid, hal 15
5
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam : Pokok-pokok Pikiran tentang Islam
dan Ummatnya, Bandung : Pustaka Salman ITB, 1983. Hal 36
5

mengajarkan bahwa meminta-minta akan menurunkan derajat kemanusiaan;


orang yang meminta-minta di dunia, kelak diakhirat akan dibangkitkan dalam
keadaan mukanya tidak berkulit.
Islam mendorong agar orang banyak memberikan jasa kepada
masyarakat. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadist yang artinya sebagai
berikut : “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia”.(Hadis Riwayat al-Qudha’i)
Ra’yu mengembangkan penerapan pedoman-pedoman Al-Quran dan
Sunnah Rasul dalam berbagai aspek fenomena perekonomian yang belum
pernah disinggung secara jelas dalam Al-Quran maupun Sunnah Rasul, sesuai
dengan tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat, seperti bursa, asuransi,
perdagangan surat-surat berharga dan sebagainya. Bekerjanya akal untuk
mengembangkan penerapan pedoman-pedoman Al-Quran dan Sunnah Rasul
disebut Ijtihad.6
Ijtihad dapat dilakukan secara perseorangan dapat pula secara kolektif.
Apabila ijtihad dilakukan dilakukan secara kolektif, kemudian menghasilkan
kesepakatan bulat atau konsensus tentang sesuatu persoalan atau masalah yang
dibahas, maka terjadi ijma namanya. Apabila ijtihad dilakukan secara
perseorangan dan akhirnya tentang sesuatu hal terdapat perbedaan pendapat,
maka nilai tiap-tiap hasil ijtihad yang berbeda-beda itu tidak dapat benar
secara mutlak, masih dimungkinkan diuji kembali dengan menggunakan
dasar-dasar yang dipergunakan dalam ijtihad, yaitu jiwa pedoman-pedoman
Al-Quran dan Sunnah Rasul.7

B. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Ekonomi Syariah


Secara umum, prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah/Hukum
Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Tauhid

6
Ahmad Syafii Maarif,Ibid, hal 17
7
Ahmad Syafii Maarif,Ibid, hal 17
6

Islam melandaskan kegiatan ekonomi sebagai suatu usaha untuk bekal


ibadah kepada Allah SWT., sehingga tujuan usaha bukan semata-mata
mencari keuntungan atau kepuasan materi dan kepentingan pribadi melainkan
mencari keridhaan Allah SWT., dan kepuasan spiritual dan sosial. Prinsip
tauhid dalam usaha sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada
manusia agar dalam hubungan kemanusiaan, sama pentingnya dengan
hubungan dengan Allah SWT. Islam melandaskan ekonomi sebagai usaha
untuk bekal beribadah kepada-Nya.
2. Prinsip Keadilan
Keadilan adalah suatu prinsip yang sangat penting dalam
mekanisme perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak
hanya didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunah Nabi tetapi juga
berdasarkan pada pertimbangan hukum alam. Alam diciptakan
berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi
bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas poduksi, perlakuan
terhadap pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan
ekonomi yang dikeluarkan. Penegakan keadilan dalam rangka menghapus
diskriminasi yang telah diatur dalam Al-Qur’an bahkan menjadi satu
tujuan utama risalah kenabian yaitu untuk menegakan keadilan.
3. Prinsip Al-Maslahah
Kemaslahatan adalah tujuan pembentukan Hukum Islam yaitu
mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat dengan cara mengambil
manfaat dan menolak kemadharatan. Kemaslahatan memiliki 3 sifat, yaitu:
a) Dharuriyyat, adalah sesuatu yang harus ada demi tegaknya
kebaikan di dunia dan akhirat dan apabila tidak ada maka kebaikan
akan sirna. Sesuatu tersebut terkumpul dalam maqasid
alsyari’ah,yaitu memelihara agama, jiwa, keturunan, kekayaan, dan
akal. Mencari rizki termasuk pada dharuriyyat karena bertujuan
memelihara keturunan dan harta. Pencarian nafkah dapat dilakukan
melalui jual beli (murabahah, istisna’ dan salam), wadi’ah,
musyarakah, ijarah, mudharabah, qardh, wakalah, dll.
7

b) Hajiyyat, adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat untuk


menghilangkan kesulitan tetapi tidak adanya hajiyyat tidak
menyebabkan rusaknya kehidupan. Pada bidang muamalah seperti
jual-beli salam, murabahah, istisna’.
c) Tahsiniyyat, adalah mempergunakan sesuatu yang layak dan
dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik. Pada bidang muamalah
seperti larangan menjual barang najis. Hukum Islam
menyempurnakan hajiyyat dengan akhlak yang mulia yang
merupakan bagian dari tujuan hukum Islam.
4. Prinsip Perwakilan (Khalifah), manusia adalah khilafah (wakil) Tuhan di
muka bumi. Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan
spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya
secara efektif. Kehidupan manusia senantiasa dibarengi pedoman-
pedoman hidup dalam bentuk kitab-kitab suci dan shuhuf dari Allah
SWT., yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia guna
kebaikannya sendiri selama di dunia maupun di akhirat.
5. Prinsip Amar Ma’ruf Nahy Munkar, Amar Ma’ruf yaitu keharusan
mempergunakan prinsip Hukum Islam dalam kegiatan usaha sedangkan
Prinsip Nahy Munkar direalisasikan dalam bentuk larangan dalam
kegiatan usaha yang mengandung unsur riba, gharar, maisyir, dan haram.
6. Prinsip Tazkiyah, tazkiyah berarti penyucian, dalam konteks
pembangunan, proses ini mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi
tugas sebagai agent of development. Apabila ini dapat terlaksana dengan
baik maka apapun pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh
manusia tidak akan berakibat kecuali dengan kebaikan bagi diri sendiri,
masyarakat, dan lingkungan.
7. Prinsip Falah, merupakan konsep tentang kesuksesan manusia. Pada
prinsip ini, keberhasilan yang dicapai selama di dunia akan memberikan
kontribusi untuk keberhasilan di akhirat kelak selama dalam keberhasilan
ini dicapai dengan petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Islam
tidak ada dikotomi antara usaha-usaha untuk pembangunan di dunia (baik
8

ekonomi maupun sektor-sektor lainnya) dengan persiapan untuk


kehidupan di akhirat nanti.
8. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran, prinsip ini tercermin dalam setiap
transaksi harus tegas, jelas, dan pasti baik barang mapun harga. Transaksi
yang merugikan dilarang; Mengutamakan kepentingan sosial. Objek
transaksi harus memiliki manfaat. Transaksi tidak mengandung riba,
transaksi atas dasar suka sama suka; dan Transaksi tidak ada unsur
paksaan.
9. Prinsip Kebaikan (Ihsan), prinsip ini mengajarkan bahwa dalam ekonomi,
setiap muslim diajarkan untuk senantiasa bermanfaat untuk orang banyak,
baik seagama, senegara, sebangsa, maupun sesama manusia.
10. Prinsip Pertanggungjawaban (al-Mas’uliyah), prinsip ini meliputi
pertanggungjawaban antara individu dengan individu,
pertanggungjawaban dalam masyarakat. Manusia dalam masyarakat
diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan
anggota masyarakat secara keseluruhan, serta tanggungjawab pemerintah,
tanggung jawab ini berkaitan dengan pengelolaan keuang negara atau kas
negara (bait al-maal) dan kebijakan moneter serta fiskal.
11. Prinsip Kifayah, prinsip ini terkait kewajiban setiap muslim untuk peduli
terhadap sesamanya. Tujuan prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran
dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat agar
terhindar dari kekufuran.
12. Prinsip Keseimbangan (wasathiyah/i’tidal), syariat Islam mengakui hak-
hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Hukum Islam menentukan
keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Islam
mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk
kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.
9

Menurut Sjaechul Hadi Poernomo sebagaimana dikutip oleh Abd.


Shomad, menuturkan terdapat beberapa prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu:8
1. Prinsip Keadilan, prinsip keadilan mencakup seluruh asepk kehidupan,
merupakan prinsip yang penting. Sebagaimana Allah SWT.,
memerintahkan untuk berbuat adil diantara sesama manusia.
2. Prinsip Al-Ihsan, Prinsip Al-ihsan adalah berbuat kebaikan, pemberian
manfaat kepaa orang lain lebih dari pad hak orang lain.
3. Prinsip Al-Mas’uliyah, prinsip Al-Mas’uliyah adalah prinsip
pertanggungjawaban yang meliputi beragam aspek, yakni
pertanggungjawaban antara individu dengan individu (mas’uliyah al-
afrad), pertanggungjawaban dalam masyarakat (mas’uliyah al-mujtama).
4. Prinsip Al-Kifayah, prinsip Al-Kifayah adalah kecukupan. Tujuan pokok
prinsip ini adalah membasmi kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer
seluruh anggota dalam masyarakat.
5. Prinsip Wasathiyah/I’tidal, prinsip Wasathiyah adalah prinsip yang
mengungkapkan bahwa syariat Islam mengakui hak pribadi dengan batas-
batas tertentu. Syariat menentukan keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat.
6. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran, prinsip ini merupakan sendi akhlak
karimah. Prinsip ini tercermin dalam:
a) Prinsip transaksi yang dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas,
dan pasti. Baik benda yang menjadi objkakad maupun harga
barang yang diakadkan.
b) Prinsip transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang
merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan pihak ketiga
dilarang.
c) Prinsip mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini menekankan
pentingnya kepentingan bersamayang harus didahulukan tanpa
menyebab kerugian individu.

8
Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta : PT. RajaGafindo Persada. 2015),
hlm.18-19. 9 Ibid., hlm. 19-22
10

d) Prinsip manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat, transaksi


terhadap objek yang tidak bermanfaat dilarang menurut syariat.
e) Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.
f) Prinsip suka sama suka.
g) Prinsip tidak ada paksaan.
h) Umar Chafra sebagaimana dikutip oleh Neni Sri Imaniyati, bahwa
prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu:
7. Prinsip Tauhid (Keesaan Tuhan), prinsip tauhid dalam ekonomi Islam
sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada manusia agar dalam
hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sam pentingnya dengan
hubungan dengan Allah SWT., (hubungan vertikal). Dalam arti manusia
dalam melakukan aktifitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial
yang bersumber pada Al-Qur’an.
8. Prinsip Khilafah (Perwakilan) manusia adalah khilafah (wakli) Tuhan
dimuka buka. Manusia dibekali dengan semua karakteristik mental dan
spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya
secara efektif.
9. Prinsip ‘Adalah (Keadilan) keadilan adalah sala satu prinsip yang penting
dalam mekanisme perekonomian Islam. Bersikap adil dalam ekonomi
tidak hanya didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunah Rasul tetapi juga
didasarkan pada pertimbangan hukum alam. Alam diciptakan
berdasdarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan.
10. Prinsip Tazkiyah (Penyucian)d alam konteks pembangunan, proses ini
mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agent of
development. Jikalau proses ini dapat terlaksana secara baik,apapun
pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh manusia tidak akan
berakibat kecuali dengan kebaikan bagi diri sendiri, masyarakat, dan
lingkungan.
11. Prinsip Al-Falah (Kesuksesan) dalam konsep ini apapun jenisnya
keberhasilan yang dicapai selama di dunia akan memberikan kontribusi
11

untuk keberhasilan di akhirat kelak selama dalma keberhasilan ini dicapai


dengan petunjuk Allah SWT.

C. Permasalahan Hukum Ekonomi Syariah


1. Peran DPS yang terbatas dlm mengawasi praktek keuangan syariah karena
anggota DPS pada umumnya adalah ahli syariah tetapi bukanlah praktisi
keuangan syariah dan mereka tidak bekerja purna waktu. Juga disinyalir
praktek yang tidak syariah dalam lembaga-lembaga ini, misalnya melalui
margin yang dipahami oleh sebagian pengamat sbg bentuk lain dari bunga
atau riba yang terlarang dalam ekonomi syariah.
2. Problem hakim yang kurang teliti melihat praktek perjanjian berdasarkan
prinsip syariah dalam kasus yang diajukan ke pengadilan, misalnya bila
ada gugatan pembatalan akad oleh pihak dlm hal akad tidak murni
berdasarkan syariah.
3. Rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap produk-
produk bank syariah.
4. Perkembangan hukum ekonomi syariah adalah indikator hukum Islam atau
syariah sebagai hukum yang hidup di negeri ini. Hukum ekonomi syariah
dipakai oleh pelaku ekonomi, mendapat perhatian dari lembaga keuangan,
keulamaan, peradilan dan pemerintah, tetapi dilihat dari minimnya
peraturan perundang-undangan dalam bidang ini mendapat resepsi yang
lamban dari legislator Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prinsip-prinsip hukum ekonomi Islam adalah pilar-pilar untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kehormatan masyarakat dengan
meningkatkan kemampuan intelektual kerja dan pengabdiannya dan untuk
misi kekhalifaan. Prinsip-prinsip hukum ekonomi Islam ini dapat memuaskan
fitrah manusia, sehingga berdampak positif terhadap kemajuan masyarakat.
Demikian sekilas beberapa konsep dasar hukum ekonomi Islam yang perlu di
ketahui dan diamalkan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi Islam, agar dapat
mengatasi permasalahan ummat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan. Studi tentang Peraturan
dalam Konstituante, Jakarta: LP3ES, 1985.

Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir al-Qur’an, Bandung : Fa. Sumatera, 1978

Hamid, Arifin. 2007. Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) Di Indonesia.


Bogor : Ghalia Indonesia.

Janwari, Yadi. 2016. Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung. Rosda.

Mardani. 2015. Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta : PT. RajaGafindo Persada.

Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas


Indonesia.

Sofyan Hasan, KN, & Warkum Sumitro, Dasar-dasar Mamahami Hukum Islam
diIndonesia, Usaha Nasional, Surabaya, 1994.

Syarmin Syukur, Sumber-sumber Hukum Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1993

13

Anda mungkin juga menyukai