Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu

Romi Putra Saroji, M.E.

OLEH :

Fahrani Hasanah

AsmaniaPutri

Rika Indayanti

Sofa Irmayana

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH DARUL FALAH

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
Rahmat dan Karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam yang dibimbing oleh Bapak Romi Putra Saroji,
ME. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, kami mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karenanya, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing
penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.

Pagutan, 18 Desember 2022

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................1
A. Pengertian Ekonomi Isalam ..............................................................................1
B. Sumber Hukum Ekonomi Islam ........................................................................3
C. Dasar-Dasar Ekonomi Islam..............................................................................9
D. Sistem Ekonomi Islam.....................................................................................13
E. Perbedaan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional……………………15
F. Kontrol Dalam Ekonomi Islam…………………………………………..…15
BAB III PENUTUP...................................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ekonomi Islam telah lahir sejak Rasulullah Saw menyebarkan ajaran

Agama Islam, kemudian dilanjutkan oleh para sahabat hingga memiliki

kemajuan yang begitu pesat pada masa Dinasti Abbasiyah dan pada akhirnya

masih juga dilakukan sampai zaman sekarang, walaupun saat ini masih banyak

campur aduk ekonomi Barat dalam aktifitas perekonomian masyarakat

khususnya Umat Islam.

Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, melainkan

karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak

Rasulullah Saw hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam,

bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan

karena ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam. Ekonomi

Islam juga memiliki tujuan yang sangat penting yaitu menciptakan kesejahteraan

umat manusia khususnya terpenuhinya kebutuhan setiap individu dengan cara

yang disahkan oleh Undang-Undang Pemerintah maupun hukum syariat

(Agama).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ekonomi islam ?


2. Apa sumber hukum ekonomi islam ?
3. Apa saja prinsip-prinsip dasar ekonomi islam ?
4. Bagaimana sistem ekonomi islam ?
5. Apa perbedaan ekonomi islam dan ekonomi konvensional ?
6. Bagaimana kontrol dalam ekonomi islam ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam

Menurut beberapa ahli ekonomi Islam bahwa pengertian ekonomi Islam

adalah “sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi,

dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam”.1 Sedangkan

menurut Muhammad Abdul Manan adalah “ilmu pengetahuan sosial yang

mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-

nilai Islam”.2

Menurut Badan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam,

bahwa pengertian dari ekonomi Islam adalah “ilmu yang mempelajari usaha

manusia untuk mengalokasikan dan mengolah sumber daya untuk mencapai

falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Alquran dan Sunnah”.3

Ekonomi Islam adalah mazhab ekonomi Islam yang di dalamnya terjelma

cara Islam mengatur kehidupan perekonomian dengan apa yang dimiliki dan

ditujukan oleh mazhab ini, yaitu ketelitian tentang tata cara berpikir yang terdiri

dari nilai-nilai moral Islam dan nilai-nilai ekonomi atau nilai-nilai sejarah yang

berhubungan dengan masalah-masalah siasat perekonomian maupun yang

berhubungan dengan uraian sejarah masyarakat manusia.

Ekonomi Islam juga merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi

manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari

dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.

1. Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.17.
2. Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yas, 1997),
h.19.
3. P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.19.

2
Bekerja merupakan suatu kewajiban kerana Allah swt memerintahkannya,

sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:

”Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-

orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.

Kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad

saw:

“Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia

mendapat ampunan. (HR.Thabrani dan Baihaqi")”

Sebagian lainnya berpendapat bahwa Ekonomi Islam merupakan

sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Alquran dan As-

Sunnah yang merupakan bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan

dasar- dasar tersebut sesuai dengan lingkungan dan masanya.

B. Sumber Hukum Ekonomi Islam

Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:

1. Alquranul Karim

Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum

ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna

memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang

benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum

ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang

mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala

bidang termasuk ekonomi.

3
2. Hadis dan Sunnah

Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah.

Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila

didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi

tersebut.

Dalam konteks hukum islam, Sunnah yang secara harfiah berarti “ cara,

adat istiadat, kebiasaan hidup “ mengacu pada perilaku Nabi SAW yang

dijadikan teladan; Sunnah sebagian besar didasarkan pada praktek normatif

masyarakat di zamannya. Pengertian Sunnah jadi mempunyai arti tradisi yang

hidup pada masing – masing generasi berikutnya.

Beberapa orang ahli hukum berpendapat bahawa baik Sunnah maupun

Hadits yang sezaman dan sama hakikatnya pada tahap paling dini setelah

Nabi SAW itulah yang mereka jadikan kaidah. Namun suatu Sunnah harus

dibedakan dari Hadits yang biasanya merupakan cerita sangat singkat, yang

pada pkoknya berisi informasi mengenai apa yang dikatakan , diperbuat,

disetujui, dan tidak disetujui Nabi SAW, atau informasi mengenai sahabat –

sahabatnya. Karena itu Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik,

sedangkan Sunnah adalah pemberitaan sesungguhnya, jika ia menuruti kaidah

dan akan menjadi asas praktik bagi kaum muslimin. Sementara Sunnah

merupakan sebagian besar dan terutama adalah suatu fenomena praktik yang

dilengkapi dengan norma – norma perilaku, Hadits menjadi sarana tidak

hanya dari norma – norma hukum tetapi juga dari kepercayaan dan asas –

asas keagamaan.

4
3. Ijma'

Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan

konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang

tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.

Perbedaan konseptual antara Sunnah dan Ijma’ terletak pada kenyataan

bahwa Sunnah pada pokoknya terbatas pada ajaran – ajaran Nabi dan

diperluas kepada para sahabat karena mereka merupakan sumber bagi

penyampaiannya, sedangkan Ijma’ adalah suatu prinsip isi hukum baru yang

timbul sebagai akibat dalam melakukan penelaran dan logikanya menghadapi

suatu masyarakat yang meluas dengan cepat, seperti halnya dengan

masyarakat Islam dini, yang bermula dengan para sahabat dan diperluas

kepada generasi – generasi berikutnya.

Kita menemukan pembenaran terhadap Ijma’ sebagai sumber dinamik

baik dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-Qur’an dinyatakan:

“ Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu ( umat Islam ) umat yang

adil…. “(Q.S Al Baqarah, 2: 143). Juga diriwayatkan bahwa Nabi telah

bersabda: “ Umatku tidak akan bersepakat untuk menyetujui kesalahan “.

Sesungguhnya Ijma’ “ Tidak hanya dimaksudkan untuk melihat kebenaran di

masa lampau “, Ijma’lah yang menentukan apakah dulunya Sunnah Nabi itu,

dan bagaimanakah penafsiran Al-Qur’an yang benar. Dalam analisis yang

terakhir baik Al-Qur’an maupun Sunnah telah dibuktikan keasliannya melalui

Ijma’.

Di sinilah terletak dinamika Hukum Islam. N.P. Aghnides dengan tepat

menyatakan “ arti penting Ijma’ “ dalam hukum Islam hampir – hampir tidak

5
dapat diragukan nilainya. Walaupun pengaruh Ijma’ bersifat mempersatukan,

namun sebenarnya tetap masih ada sisa perbedaan pendapat tertentu tentang

suatu persoalan kecil yang tidak disepakati, tetapi hal ini oleh para ahli

hukum agama ditafsirkan sebagai suatu pertanda adanya rahmat Tuhan

terhadap umat-Nya, karena dalam hal inipun sebenarnya terdapat Ijma’ ,

yakni, bahwa perbedaan yang demikian tidak dapat diremehkan, karena

merupakan pertanda rahmat Tuhan. Ijma’ ini didasarkan pada Hadits, ketika

Nabi bersabda: “ Perbedaan pendapat umatku, adalah pertanda adanya rahmat

yang datangnya dari Tuhan.

Beberapa ulama berpendapat bahwa tidak mungkin untuk menetapkan

adanya Ijma’ semata – mata karena kesulitan dalam menetapkan konsensus

pendapat masyarakat.

4. Ijtihad atau Qiyas

Secara teknik, Ijtihad berarti “ meneruskan setiap usaha untuk

menentukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan Syariat.

Pengaruh hukumnya ialah bahwa pendapat yang diberikannya mungkin

benar, walaupun mungkin saja keliru. Menurut Al Mawardi, ruang lingkup

Ijtihad sesudah wafatnya Nabi meliputi delapan judul yang terpisah. Tujuh di

antaranya terdiri dari penafsiran terhadap ayat – ayat yang diwahyukan

dengan suatu metode seperti analogi, sedangkan yang kedelapan adalah

kesimpulan arti lain dari ayat – ayat yang diwahyukan, umpamanya dengan

penelaran. Maka Ijtihad mempercayai sebagian pada proses penafsiran dan

penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan penelaran.

6
Di abad – abad dini Islam, Ra’y ( pendapat pribadi ) merupakan alat

pokok Ijtihad. Tetapi ketika asas – asas hukum telah ditetapkan secara

sistematik, hal itu kemudian digantikan oleh Qiyas. Tak diragukan lagi bahwa

Al-Qur’an dan Sunnah memberikan ketentuan hukum mengenai kehidupan

individu dan sosial kaum Muslimin kepada kita. Namun kehidupan manusia,

dinamika hidup, menghendaki hukum – hukum yang seharusnya berubah

sesuai dengan perubahan keadaan. Karena itu perlu Ijtihad. Tetapi,

pertentangan termasyhur antara kaum Hadits dan kaum Ra’y merupakan

salah satu tahap perjuangan yang paling tidak menguntungkan dalam proses

evolusi hukum Islam.

Peranan Qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada soal – soal yang tidak

termasuk dalam bidang syarat – syaratnya, dengan alasan sebab “ efektif “

yang biasa bagi kedua hal tersebut dan tidak dapat dipahami dari pernyataan (

mengenai hal yang asli ).

Dalam memecahkan suatu persoalan mengenai Syariat, Mujtahid

( sesorang yang menjalankan Ijtihad ), pertama – tama harus mencari

keterangan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Jika jawabannya tidak terdapat di

dalamnya, barulah ia dapat menempuh jalan Ijma’ ( konsensus ) masyarakat

dan pada akhirnya harus melakukan Ijtihad. Sesungguhnya Ijtihad tidak harus

menghasilkan keputusan yang benar. Bila seseorang berusaha mencari suatu

kebenaran, tetapi tidak mencapai kesimpulan yang tepat, ia akan

mendapatkan pahala. Menurut sunah nabi, walaupun seseorang berbuat

kesalahan dalam melakukan Ijtihad, ia akan memperoleh pahala namun jika

ia sampai pada kebenaran dalam melakukannya maka pahalanya itu akan

7
berlipat ganda. Tradisi ini membuka pintu Ijtihad di masa mendatang. Satu –

satunya syarat ialah dalam menjalankan Ijtihad kita harus memiliki

pengetahuan yang baik tentang perintah – perintah Al-Qur’an dan Sunnah,

mengenai disiplin etikanya, dan kewajiban – kewajiban yang ditetapkannya.

Prinsip-Prinsip Hukum Lainnya

5. Istihsan, Istislah dan Istishab

Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum

yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.4

Menurut risalah “ Usul Fiqh “, secara teknis Istihsan menyatakan

pengabaian pendapat yang dihasilkan melalui penelaran analogi ( Qiyas )

dengan lebih menyukai suatu pendapat berbeda yang didukung oleh

pembuktian yang lebih kuat. Titik tolak Qiyas yang seperti itu mungkin

didasarkan pada bukti yang terdapat dalam Sunnah,atau Ijma’ berdasarkan

kebutuhan ( darurah ), atau pada apa yang oleh penganut Qiyas pertama yang

dalam kenyataannya lebih kuat daripadanya. Dengan demikian kita lihat

bahwa Istihsan ternyata merupakan “ suatu sarana yang lebih efektif daripada

Qiyas dalam memasukkan unsur – unsur baru, karena dalam hal ini ketentuan

– ketentuan untuk menetapkan persoalan adalah lebih mudah daripada dalam

Qiyas, maka ia memberi kemungkinan – kemungkinan yang lebih besar.

Sedangkan Istislah berarti melarang atau mengizinkan suatu hal semata

–mata karena ia memenuhi suatu “maksud yang baik“ ( maslahah ), walaupun

tidak ada bukti jelas pada sumber yang diwahyukan untuk mendukung

tindakan semacam itu. Istislah oleh sementara orang disebut “ deduksi

4 Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yasa, 1997),
h. 28-38.

8
mandiri “ ( istidlal mursal ), atau “ deduksi “ ( istidlal ) saja. Dalam hal ini “

maksud yang berguna “ dinyatakan dari segi keperluan mutlak atau hanya

dari segi kemanfaatan, untuk meningkatkan suatu maksud yang baik.

Prinsip ini diajukan oleh Imam Shafi’i. Menurut Istishab, bila eksistensi

sesuatu hal telah pernah ditetapkan dengan bukti, walaupun kemudian timbul

keraguan mengenai kelanjutan eksistensinya, ia masih tetap dianggap ada.

Disebut Istishab al-hal, bila masa kini dinilai menurut masa silam, dan

disebut Istishab al-madi, jika kebalikannya yang terjadi. Prinsip ini juga

diakui oleh Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, tetapi hanya untuk

menyangkal suatu pernyataan ( dawa ), yaitu sebagai alat pembelaan ( daf’

dawa ), dan bukan untuk menetapkan suatu pernyataan ( dawa ).

C. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam

Beberapa prinsip dasar dalam ekonomi Islam adalah:

1. Pengaturan atas Kepemilikan

Kepemilikan dalam ekonomi Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Kepemilikan Umum

Kepemilikan umum meliputi semua sumber, baik yang keras, cair

maupun gas, minyak bumi, besi, tembaga, emas, dan temasuk yang tersimpan

di perut bumi dan semua bentuk energi, juga industri berat yang menjadikan

energi sebagai komponen utamanya.

b. Kepemilikan Negara

Kepemilikan Negara meliputi semua kekayaan yang diambil Negara

seperti pajak dengan segala bentuknya serta perdagangan, industri, dan

9
pertanian yang diupayakan Negara diluar kepemilikan umum, yang semuanya

dibiayai oleh Negara sesuai dengan kepentingan Negara.

c. Kepemilikan Individu

Kepemilikan ini dapat dikelola oleh setiap individu atau setiap orang

sesuai dengan hukum atau norma syariat.5

2. Penetapan Sistem Mata Uang Emas dan Perak

Emas dan perak adalah mata uang dalam sistem Islam, ditinggalkannya

mata uang emas dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas

telah melemahkan perekonomian Negara. Dominasi mata uang dólar yang

tidak ditopang secara langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi

menjadi sangat rentan terhadap mata uang dólar.6

3. Penghapusan Sistem Perbankan Ribawi

Sistem ekonomi dalam Islam mengharamkan segala bentuk riba, baik

riba nasiah maupun fadhal. Yang keduanya memiliki unsur merugikan pihak

lain yang termasuk di dalam aktifitas ekonomi tersebut.7

4. Pengharaman Sistem Perdagangan Di Pasar Non-Riil

Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum barang

menjadi milik dan dikuasai oleh penjualnya, haram hukumnya menjual

barang yang tidak menjadi milik seseorang seperti perdagangan dipasar non-

riil (vitual market).8

5 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.12.
6 Muhammad Saddam, Ekonomi Islam, (Jakarta: Taramedia, 2003), h.15.
7 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.13.
8 Azhari Akmal Tarigan, Pergumulan Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2007), h. 48.

10
D. Ssistem Ekonomi Islam

Pada sistem ekonomi Islam terdapat beberapa asas sistem ekonomi Islam

yang dikemukakan oleh Zullum (1983), Az-Zain (1981), An-Nabhaniy (1990),

dan Abdullah (1990), yaitu:

1. Kepemilikan (Al-Milkiyyah)

Pada asas pertama yaitu kepemilikan telah diuraikan pada prinsip dasar

ekonomi Islam, dan sesungguhnya pemilik kepemilikan harta itu adalah Allah

SWT dan sekaligus Dzat yang memiliki kekayaan tersebut, seperti dalam

surat An-Nuur {24} : (33).9

2. Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharrufi Al-Milkiyyah)

Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup kepada dua kegiatan

yaitu:

a. Pembelanjaan Harta

Pembelanjaan harta adalah "pemberian harta tanpa adanya

kompensasi", dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam

memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah

dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infaq fi sabilillah,

membayar zakat, dan lainnya. Kemudian nafkah sunnah seperti sodaqoh,

hadia, dan lainnya. Dan setelah itu dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah,

dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk hal-hal terlarang

seperti untuk membeli barang haram, minuman keras, dan lainnya.10

9 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,2006),h.18-19.


10 Muhammad Siddiq Al-Jawi, Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam, (Yakarta: Kencana, 2005), h.4.

11
b. Pengembangan Harta

Pengembangan harta adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang

telah dimiliki. Seorang Muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah

dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan

pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan

pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama

syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun

perdagangan. Selain itu, Islam juga melarang pengembangan harta yang

terlarang seperti jalan aktifitas riba, judi, serta aktifitas terlarang lainnya.11

3. Distribusi Kekayaan ditengah-tengah Manusia

Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting,

maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal

ini. Mekanisme distribusi kekayaan terwujud dalam sekumpulan hukum

syara' yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi

setiap individu rakyat. Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan

sebab-sebab kepemilikan serta akad-akad mu'amalah yang wajar.

Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah

kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan

perbedaan distribusi kekayaan tersebut diantara mereka. Selain itu perbedaan

antar masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya

kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan

membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang

11 Ibid.

12
saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat

penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak.12

E. Perbedaan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensinal

1. Ekonomi Islam

Pada perekonomian Islam, sistem yang digunakan adalah sistem yang

berlandaskan dari Alquran dan Hadis, baik aktifitasnya maupun barangnya.

Dan ciri lainnya adalah larangan terhadap pengambilan riba, tidak adanya

penguasaan tertentu oleh individu.13

2. Ekonomi Kapitalisme

Sistem ini dikenal sebagai sistem perusahaan bebas, dibawah sistem ini

seorang individu berhak menggunakan dan mengawal barang-barang

ekonomi yang diperolehnya. Sedangkan sifat utama sistem ini adalah

menolak nilai-nilai aqidah dan syariat, pengambilan riba, faktor-faktor

ekonomi dikuasai oleh individu tertentu secara terus-meenerus, pemodal-

pemodal bank yang besar mempunyai kuasa yang berlebih, dan memiliki

unsur mengasas monopoli karena menjadi setiap pemodal untuk menguasai

segalanya dan menghapuskan semua persaingan dengannya.14

3. Ekonomi Sosialisme

Ciri utama pada prinsip ekonomi sosialisme adalah mengembalikan

kuasa ekonomi dari pada golongan Borjuis (Kapitalis) kepada golongan

Proliter (Petani dan buruh), menyerahkan semua sumber alam dan sumber

12 Muhammad Siddiq Al-Jawi, Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam, (Yakarta: Kencana, 2005), h.5-6.
13 P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.18.
14 http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.

13
ekonomi kepada Negara untuk dialihkan sama rata kepada rakyat, Negara

memiliki kuasa sepenuhnya atas pekerjaan yang dihasilkan oleh rakyat.15

4. Ekonomi Komunisme

Ekonomi komunisme merupakan suatu sistem ekonomi sosialis yang

radikal dan satu doktrin politik yang diasaskan oleh Karl Marx. Menerusi

sistem ini, semua tanah dan modal sama ada yang asli dan buatan manusia,

berada ditangan Negara sepenuhnya. Rakyat akan menerima pendapatan

menurut keperluan mereka, bukan mengikut kebolehan mereka.16

5. Ekonomi Campuran

Ekonomi campuran atau disebut juga dengan sistem "klon", sedangkan

ciri utama sistem ini adalah hak milik harta boleh berubah dari hak milik

individu secara mutlak kepada hak milik Negara sepenuhnya.17

Adapun letak perbedaan ekonomi Islam dan ekonomi konvensional

dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu:

a. Sumber (epistemology)

Sebagai sebuah Agama yang diridhai oleh Allah SWT, sumber ekonomi

Islam berasaskan kepada sumber yang mutlak yaitu Alquran dan As-Sunnah,

kesemuanya itu menjurus kepersoalan ekonomi yang lengkap pada suatu

tujuan yakni pembangunan keseimbangan rohani dan jasmani manusia

berasaskan Tauhid. Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau

berlandaskan wahyu, yang mana lahir dari pemikiran manusia yang akan

berubah berdasarkan waktu ataupun masa.18

15 http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
16 http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
17 http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
18 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.8.

14
b. Tujuan Hidup

Tujuan kehidupan yang dibawa oleh konsep ekonomi Islam adalah

membawa kepada konsep al-falah (kemenangan, kejayaan), sedangkan

konsep ekonomi konvensional membawa tujuan kehidupan pada konsep

kepuasan di dunia saja.19

c. Konsep Harta sebagai Wasilah

Didalam Islam harta bukanlah merupakan tujuan hidup tetapi sekedar

washilah atau perantara bagi mewujudkan perintah Allah SWT. Sedangkan

menurut ekonomi konvensional bahwa harta adalah tujuan hidup yang tidak

mempunyai kaitan dengan Tuhan dan akhirat sama sekali.20

F. Kontrol Dalam Sistem Ekonomi Islam

Adapun lembaga-lembaga kontrol dalam sistem ekonomi yang akan

terjamin lurusnya sistem ekonomi menurut arahan yang telah dijelaskan atau

ditetapkan dalam syariah adalah:

1. Kekuasaan Al-Hisbah

Hakim hisbah melakukan kontrol terhadap pasar, timbangan, takaran,

dan penipuan di pasar dan tempat-tempat umum serta monitor sebagai

pelanggaran lainnya.

2. Kekuasaan Peradilan

Peradilan menyelesaikan semua perselisihan, termasuk perselisihan

finansial dan ekonomi, yang kadang muncul dalam mu'amalah keseharian

masyarakat.

19 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.9.
20 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.10.

15
3. Berbagai Biro

Berbagai alat untuk mengontrol dan mengaudit aliran harta di baitul

mal yang berkaitan dengan harta zakat, harta Negara, dan harta yang

termasuk kepemilikan umum. Biro tersebut menangani kontrol atau

pengawasan terhadap pemungutan dan pembelanjaan agar setiap aliran harta

terjadi pada tempatnya secara benar.

4. Kekuasaan Mazhalim

Mazhalim menangani pengaduan yang ditujukan atau diajukan

melawan penguasa jika mereka melakukan kezhaliman terhadap rakyat dalam

segala kebijakan di segala bidang, termasuk kebijakan finansial dan

ekonomi.21

21 http://www.Islamic-center.or.id/-Islamiclearnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/424-
sistem-ekonomi-Islam.

16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Sistem ekonomi Islam atau dikenal sebagai mu'amalah adalah suatu sistem

yang baik karena berdasarkan wahyu yang jelas dari Yang Maha Kuasa yaitu

Allah SWT. Namun akhir-akhir ini menjadi compicated disebabkan karena

terikut dengan rentak dan cara hidup serta pendidikan Barat yang mengabaikan

aspek yang paling penting kepada manusia yaitu pembangunan manusia hakiki

berdasarkan paradigma Tauhid bagi menuju pengiktirafan Allah SWT bagi

mencapai Al-Falah (kemenangan dan kejayaan) dan bukan semata-mata

bangunan yang barangkali di diami oleh manusia-manusia yang tertandus jiwa

dan akhlaqnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jawi, Shiddiq Muhammad. Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana,

2005.

Mannan, Muhammad Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta:

PT.Dana Bakhti Prima Yasa,1997.

Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana,

2006.

P3EI. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Saddam, Muhammad. Ekonomi Islam. Jakarta: Taramedia, 2003.

Tarigan, Azhari Akmal. Pergumulan Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung:

Citapustaka Media, 2007.

http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-

konvensional.

http://www.Islamic-center.or.id/-Islamic-learnings-mainmenu-29/syariah-main-

menu-44/27-syariah/424-sistem-ekonomi-Islam.

18

Anda mungkin juga menyukai