Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKONOMI ISLAM

SEJARAH EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu : ISFI SOLIHAH S.Sos. Mpd

Di Susun Oleh :
1. Ruli Pebrianti (200401030)
2. Nila Marisa Anggraini (200401024)
3. Firnia Wahdani (200401011)

KELAS 4 A PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN SOSISOLOGI
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr,wb.
Segala puji kami haturkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta alam, karena atas rahmat dan
petunjuknya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “ Sejarah Ekonmi
Islam”. Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang dalam
naungan iman dan islam.
Penyusunan makalah mengenai “ Sejarah Ekonomi Islam ” ini merupakan tugas Kelompok 2
dalam mata kuliah Ekonomi Isalam. Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami
kesulitan terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa/i yang masih dalam proses pembelajaran, penyusunan
makalah ini masih banyak sekali kekurangan. Oleh karna itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik serta saran yang bersifat positif, guna penyusunan makalah yang lebih baik untuk
kedepannya.
Dan tak lupa pula kami haturkan terima kasih kepada teman anggota kelompok 2 yang telah ikut
serta dalam penyusunan makalah ini. Sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat waktu.

Paok motong 22,Maret,2022


Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar isi .............................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................................................2
1.3. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 Sejarah Ekonomi Islam ................................................................................................... 3
2,2 Sejarh Ekonomi Islam pada masa RASSULULLAH SAW ............................................9
2.3sejarah ekonomi islam pada masa konterporer ................................................................ 15
2.4 sistem ekonomi ysng di terapkan oleh rasulluah saw di kota Madinah ......................... 20
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................21
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perekonomian Islam sebagai sebuah struktur baru dimulai pada periode Madinah dan relatif
masih sederhana dengan komitmen yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannyayang
besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan dengan kegiatan perekonomian didominasi
perdagangan dan kegiatan lainnya seperti bertani, beternak dan berkebun. Kegiatan ekonomi
pasar relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk mejaga agar mekanisme pasar tetap berada
dalam bingkai etika dan moralitas islam Rosulullah mendirikan Al Hisbah sebagai sebuah
institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (Market Controller). Rosulullah juga membentuk
Baitul Maal, sebuah institusi yang bertindak sebagai pengelola keuangan Negara. Dimana Baitul
Maal ini memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam
menentukan kebijakan yang bertujuan untuk untuk kesejahteraan masyarakat. Rasulullah
SAW. Mengawali pembangunan Madinah tanpa sumber keuangan yang pasti, sementara
distribusi kekayaan pada saat itu masih sangat timpang. Kaum Muhajirin tidak memiliki
kekayaan karena mereka meninggalkan seluruh hartanya di Mekkah. Oleh karena itu Rosulullah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor sehingga dengan sendirinya terjadi
redistribusi kekayaan. Selanjutnya untuk memutar roda perekonomian, Rosulullah mendorong
kerjasama diantara anggota masyarakat (misalnya muzaraah, mudharabah, musaqah dan lain-lain)
sehingga terjadi peningkatan produktivitas. Namun, sejalan dengan perkembangan masyarakat
Muslim, maka sumber penerimaan Negara juga menigkat. Sumber pemasukan Negara berasal
dari beberapa sumber,tetapi yang paling pokok adalah Zakat dan Ushr.
Dalam sistem ekonomi Islam mengatur berbagai kegiatan perekonomian seperti jual-beli,
simpan-pinjam, investari dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Pada pelaksanaan kegiatan
ekonomi Islam, semuanya harus sesuai dengan syariat Islam dengan menghindari semuanya yang
sifatnya Maisyir, Gharar, Haram, Dzalim, Ikhtikar dan Riba. Dan menurut berbagai sumber,
sistem ekonomi Islam mengandung sifat-sifat baik dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis,
namun melepas sifat-sifat buruk dari kedua sistem ekonomi tersebut. Tujuan dari sisitem
ekonomi islam berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan
pada Alquran dan Sunnah ialah: Pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu papan, sandang,
pangan kesehatan dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat, Memastikan kesamaan
kesempatan bagi semua orang,Mencegah terjadi pemusatan kekayaan dan meminimalkan
ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat, Memastikan untuk setiap
orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral,Memastikan stabilitas dan juga pertumbuhan
ekonomi.
Ekonomi adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan bagaimana proses dan cara
memperoleh dan mendaya gunakan produk, distribusi, dan konsumsi. Ekonomi berkaitan dengan
perilaku manusia yang didasarkan pada landasan serta prinsip-prinsip yang menjadi dasar acuan.
Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru yang muncul pada
tahun 1970-an, akan tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu
diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. Rujukan atau landasan utamanya adalah Al-Quran dan
Hadist. Pemikiran ekonomi Islam muncul bersamaan dengan diturunkannya Al-Quran dan pada
masa kehidupan Rasulullah saw. pada abad 6 M hingga awal abad 7 M. Kehidupan Rasulullah
saw. dan masyarakat Muslim di masa beliau merupakan teladan yang palipg bail< dalam
implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Perekonomian Islamyang dimaksud
adalah pada masa Madinah. Oleh karena pada masa iniRasulullahmemimpinsendirimasyarakat
Madinah ~sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan qeradap.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sejarah dari Ekonomi islam ?


2. Apa sajah sejarah ekonomi islam pada masa rassullullah saw?
3. Bagaimana sejarah ekonomi islam pada masa konterporer?
4. Sistem Ekonomi yang diterapakan oleh Rasullah SAW di Kota Madinah ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui sejarah daru ekonomi islam


2. Untuk mengetahui sejarah islam pada masa rasulullah saw
3. Untuk mengetahui sejarah ekonomi islam pada masa konterporer
4. Untuk mengtahui Sistem Ekonomi yang diterapakan oleh Rasullah SAW di Kota
Madinah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan derivasi dari Islam dan bagian integral daripada Islam itu
sendiri. Oleh karena itu, sejatinya pemikiran ekonomi Islam tidaklah pernah lepas dari sumber
nilai dan dasar hukum Islam yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits. Perkembangan pemikiran ekonomi
Islam dimulai dari diturunkannya ayat-ayat tentang ekonomi dalam Al-Qur’an, seperti : QS. Al-
Baqarah: 275 tentang jual beli dan riba; QS. Al-Baqarah: 282 tentang pembukuan transakso; QS.
Al-Maidah: 1 tentang akad; QS. Al-A’raf: 31, QS. An-Nisa’: 5 dan 10 tentang pengaturan
pencarian, penitipan dan membelanjakan harta. Dali-dalil pada ayat tersebut menunjukkan bahwa
Islam sudah memberikan ketetapan-ketetapan pokok ekonomi sejak masa Rasulullah SAW
(pensyariatan Islam) dan dilanjutkan secara metodis oleh para penggantinya (Khulafaur
Rasyidin). Sampai saat ini, perkembangan pemikiran ekonomi Islam masih terus berlanjut yang
dipelopori oleh beberapa Ulama, cendekiawan, pemikir maupun intelektual Muslim. Meskipun
pada saat ini, masih ada beberapa permasalahan seperti belum variatifnya teori-teori yang lahir,
komitmen dan konsistensi dalam realisasi visi
Islam melalui ekonomi untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan
permasalahan lainnya. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam sampai sejauh ini, sudah
memasuki tahap yang cukup baik meskipun juga pernah mengalami pasang surut seperti halnya
Islam yang juga mengalami perkembangan yang pasang surut setelah sempat menikmati masa
kejaannya. Para pakar juga telah mengklasifikasikan beberapa fase dalam perkembangan
ekonomi Islam dimana dari setiap fase memperlihatkan beberapa tokoh dengan pemikirannya
yang sanggup menandai zaman dengan sumbangsihnya terhadap perkembangan pemikiran
ekonomi Islam. Sudarsono telah membagi perkembangan pemikiran ekonomi Islam dalam 6 fase
(tahapan) sejak masa Rasulullah SAW. Sebagaimana berikut:
1. Tahap Pertama (632-656 M)
Tahap atau fase ini merupakan fase yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Perkembangan pemikiran ekonomi pada masa ini memiliki intensitas yang tinggi pada periode
Madinah, hal ini dikarenakan pada periode Makkah Rasulullah dan masyarakat Muslim masih
belum sempat membangun perekonomian, sebab pada periode Makkah umat Islam masih
disibukkan dengan dakwah awal Islam serta penuh dengan perjuangan mempertahankan diri dari
represifitas dan intimidasi orang-orang Quraisy yang notabene belum bisa menerima agama
Islam. Barulah perkembangan dan pembangunan tatanan kehidupan masyarakat Islam tersebut
bisa direalisasikan pada periode Madinah, dimana poin pentingnya adalah umat Islam sudah
mampu membangun sebuah peradaban masyarakat yang baik, sejahtera dan beradab atau yang
dalam istilah sekarang disebut dengan Masyarakat Madani yang juga ditandai dengan lahirnya
Piagam Madinah sebagai konstitusi pertama dalam sejarah manusia. Perkembangan tersebut juga
terjadi para kehidupan perekonomian masyarakat kala itu.
Pada masa ini, Rasulullah SAW dan umat Islam telah mampu memberikan prinip-prinsip dasar
mengenai perekonomian. Strategi yang digunakan adalah :
a) Membangun Masjid,
b) Merehabilitasi Kaum Muhajirin,
c) Membangun Konstitusi Negara, dan
d) Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
Meskipun sistem perekonomian yang dijalankan waktu itu masih sederhana, tapi dengan
meletakkan dasar-dasar ekonomi tentunya sudah merupakan bentuk pembangunan dan kemajuan
yang luar biasa pada zamannya.
Sistem ekonomi Islam yang digunakan berakar pada prinsip bahwa kekuasaan tertinggi hanya
milik Allah SWT semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Perekonomian pada masa Rasulullah ini juga sudah mengenal sistem pajak seperti kharaj (pajak
yang dibayarkan oleh penduduk non-muslim), Ushr (pajak pertanian), dan Jizyah (pajak
perlindungan dan pengecualian orang-orang non muslim dari wajib militer).
Disamping itu, pada masa ini juga sudah muncul ketentuan terkait zakat yang juga merupakan
instrumen fiskal dalam distribusi pendapatan yang lebih merata selain juga merupakan bagian
daripada rukun Islam. Baitul Mal sebagai lembaga keuangan yang digunakan untuk menyimpan
ketersediaan harta serta untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan dan masyarakat juga dibentuk
pada masa ini. Namun pada saat itu, baitul mal masih terbatas pada pengertian sebagai pihak
yang menangani setiap harta benda kaum Muslimin, baik berupa pendapatan meupun
pengeluaran. Harta yang didapatkan juga masih belum banyak, dan selalu habis dibagi-bagikanj
kepada kaum muslimin serta dibelanjakn untuk pemeliharaan urusan mereka. Pada masa ini juga
sudah mengenal adanya penyusunan anggaran, penerimaan dan alokasinya.

2. Tahap Kedua (656-661 M)


Tahap kedua merupakan runtutan waktu pada masa khulafaur rasyidin. Khulafaur
rasyidin ialah empat orang khalifah pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam
sebagai penerus kepemimpinan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Empat orang tersebut
adalah sahabat dekat Nabi Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam
membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasuan Muhammad. Keempat khalifah tersebut
dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Tahap ini dimulai pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar r.a (11-13 H/ 632-634 M),
perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada masa ini lebih banyak ditunjukkan dengan
optimalisasi dan pengembangan Baitul Maal, menerapkan konsep budget policy pada Baitul
Maal, serta optimalisasi zakat. Dengan masa kepemimpinan yang relatif singkat, memang tidak
begitu banyak hal yang dapat dilakukan oleh Beliau terkait perkembangan perekonomian umat
waktu itu, sehingga fokus kegiatan ekonomi daripada kebijakan fiskal yang dijalankan oleh
beliau adalah pada penegakan kembali zakat sebagai instrumen keuangan publik yang
diwajibkan kepada lapisan masyarakat yang terhitung mampu dikarenakan mulai banyaknya
pergeseran sosial masyarakat serta nilai-nilai keagamaan (salah satunya adalah pembangkangan
zakat) pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya adalah masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a (13-23 H/634-644 M), masa
pemerintahan khalifah Umar bin Khattab merupakan masa yang paling cerah dalam sejarah
kepemimpinan khulafaur rasyidin. Pada masa ini, banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
umat Islam dalam berbagai aspek, yang paling menonjol adalah kemajuan pada setiap kebijakan
yang cenderung memiliki nilai reformasi di dalamnya. Seperti halnya pada kebijakan perluasan
wilayah yang luar biasa masif, sehingga wilayah kekuasaan Islam sudah mencapai Jazirah
Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Percepatan perluasan
wilayah ini memberikan dampak pada pembentukan kebijakan-kebijakan yang visioner terutama
pada wilayah administrasi negara.
Dalam aspek ekonomi, kebijakan atau sistem ekonomi yang dikembangkan berdasarkan keadilan
dan kebersamaan, sistem ini berdasarkan pada prinsip pengembalian sebagian kekayaan orang-
orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.
Beliau juga menyusun tiga dasar kebijakan ekonomu yang berkaitan dengan fiskal, yakni :
1) Negara Islam megambil kekayaan umum dengan benar dan tidak mengambil dari kharaj atau
fa’i yang diberikan oleh Allah kecuali dengan mekanisme yang benar,
2) Negara memberikan hak atau kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai
dengan haknya dan Negara menambahkan subsidi serta menutup hutang,
3) Negara tidak menerima kekayaan dari harta yang kotor.
Sedangkan untuk kebijakan fiskal, khalifah Umar menetapkan beberapa kebijakan terkait:
1) Baitul Maal (didirikan di setiap provinsi dan berperang dalam bidang militer),
2) Zakat,
3) Kepemilikan tanah,
4) Ushr,
5) Shodaqah untuk non-Muslim,
6) Koin,
7) Klasifikasi pendapatan Negara,
8) Pengeluaran Negara.
Pada masa Khalifah Ustman bin Affan (23-35 H/644-656 M), pada masa khalifahUstman dalam
kurun waktu enam tahun terakhir hampir tidak ada perubahan yang signifikan pada situasi
ekonomi secara keseluruhan. Pada masa ini (paruh kedua/enam tahun terakhir), juga sudah mulai
banyak perselisihan ummat, ketidakpuasan, kekecewaan, pemberontakan dan perebutan
kekuasaan. Meskipun pada paruh pertama sebenarnya telah mengalami banyak kemajuan dan
kejayaan seperti pada perluasan wilayah, pengukuhan angkatan laut, dan penyeragaman
penulisan Al-Qur’an. Sedangkan dalam ekonomi, terjadi perubahan penghitungan zakat, yakni
zakat dihitung sendiri-sendiri demi menghindari kecurangan dari oknum pengumpul zakat,
pembentukan organisasi polisi untuk menjaga keamanan perdagangan.
Salah satu faktor yang mengakibatkan ketidakpuasan dan kekecewaan umat Islam adalah
tindakan Nepotisme yang dilakukan dalam pemerintahan Beliau, dan banyak yang beranggapan
bahwa khalifah Usman hanyalah berstatus sebagai khalifah dan dikendalikan oleh Marwan bin
Hakam, sehingga hal in yang kemudian dibesar-besarkan oleh tukang fitnah yang rakus akan
kekuasaan dan keinginan untuk memecah belah kesatuan umat Islam seperti Abdullah bin Saba.
Abdullah bin Saba berkeliling di berbagai kota untuk menaburkan keraguan aqidah, mengecam
khalifah Usman dan gubenurnya, serta mengajak semua orang utnuk menurunkan Usman dan
menggantikannya dengan Ali bin Abi Thalib sebagai usaha menaburkan bibit fitnah dan
perpecahan. Sampai berakhir pada pembunuhan beliau khalifah Usman bin Affan. Dia dibunuh
oleh Muhammad bin Abu Bakar selaku kepala pemberontak dan al-Ghifari ketika sedang
membaca al-Qur’an pada waktu shubuh tepatnya pada tanggal 17 Juni 651 M dalam usia 84 tahun.
Terakhir adalah masa Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 35-40 H/ 656-661 M), pada masa ini,
kebijakan ekonomi yang dikeluarkan lebih kepada pemerataan distribusi uang yang dibagikan
utuk rakyat. Selain itu juga ada kebijakan lainnya seperti : 1) Pendistribusian seluruh pendapatan
yang ada pada baitul maal berbeda dengan khalifah Umar yang menyisihkan cadangan, 2)
pengeluaran angkatan laut dihilangkan, 3) adanya kebijakan pengetatan anggaran, 4) pencetakan
mata uang sendiri atas nama pemerintahan Islam, yang sebelumnya hanya menggunakan mata
uang dinar dari Romawi dan dirham dari Persia.
3. Tahap Ketiga atau Periode Awal (738-1037)
Periode ini juga bisa dikenal dengan abad klasik dalam perkembangan pemikiran
ekonomi Islam, periode ini menandai munculnya pemikir-pemikir Muslim yang telah berhasil
meletakkan pondasi atau dasar-dasar ekonomi Islam. Banyak sarjana Muslim yang pernah hidup
bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran
Islam yang autentik. Tokoh-tokoh yang lahir pada periode ini seperti diwakili oleh Zaid bin Ali
(738 M), Abu Hanifah (787 M), Awzai (774 M), Imam Malik (798 M), Abu Yusuf ( 798 M),
Muhammad bin Hasan Al Syaibani (804 M), Yahya bin Dam (818 M), Yahya bin Umar (902 M),
Qudama bin Jafar (948 M), Abu Jafar al Dawudi (1012 M), Mawardi (1058), Hasan Al Basri (728
M), Ibrahim bin Dam (874 M), Fudayl bin Ayad (802 M), Makruf Karkhi (815 M), Dzun Nun Al
Misri (859 M), Ibnu Maskawih (1030 M), Al Farabi (950 M), dan Ibnu Sina (1037).

4. Tahap Keempat atau Periode Kedua (1058-1448 M)


Periode ini juga bisa dikenal dengan abad pertengahan dalam perkembangan pemikiran
ekonomi Islam, dimulai pada abad 11 – 15 M. Periode ini juga bisa disebut dengan periode/ fase
cemerlang dikarenakan banyak sekali warisan intelektual yang bisa ditemukan khususnya terkait
pemikiran ekonomi Islam. Pada periode ini, para tokoh-tokoh pemikir telah mampu meyusun
suatu konsep tentang bagaimana kegiatan ekonomi yang seharusnya berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadits. Tokoh-tokoh yang muncul pada periode ini seperti Al-Ghozali (1111 M), Ibnu Taimiyah
(1328 M), Ibnu Khaldun (1040 M), Syamsudin Al Sarakhsi (1090 M), Nizamu Mulk Tusi (1093
M), Ibnu Masud Al Kasani (1182 M), Fakhruddin al Razi (1210 M), Najmudin Al Razi (1256 M),
Ibnul Ukhuwa ( 1329 M), Ibnul Qayyim (1350 M), Muhammad bin Abdul Rahman Al Habshi
(1300 M), Abu Ishaq Al Shatibi (1388 M), Al Maqrizi (1441 M), Al Hujwary ( 1096 M), Abdul
Qadir Al Jailani (1169 M), Al Attar (1252 M), Ibnu Arabi (1240), Jalaluddin Rumi (1274 M), Ibnu
Baja (1138 M), dan Ibnu Rusyd (1198 M).
5. Tahap Kelima atau Peridoe Ketiga (1446-1931 M)
Periode ini juga bisa disebut dengan periode/fase kemerosotan. Periode ini juga ditandai
dengan lenyapnya sistem Islam yang menaungi ekonomi Islami. Kekhilafahan Ustmani Turki
tercatat runtuh pada 03 Maret 1924 M dengan diproklamirkannya sistem kenegaraan yang baru
yakni Republik Turki. Sejak saat itu, tidak ada lagi penerapan ekonomi Islam sebagai sebuah
sistem. Yang ada hanya penerapan ekonomi Islam bagi individu masyarakat yang berkenan
menerapkannya untuk dirinya saja. Namun yang paling penting dari kemerosotan pemikiran
ekonomi Islam pada peridoe ini adalah disebabkan oleh adanya asumsi yang mengatakan bahwa
telah tertutupya pintu ijtihad pada waktu itu. Akan tetapi, pada periode ini juga masih bisa
ditemukan beberapa tokoh yang berusaha melakukan pembaharuan selama dua abad terakhir
yang menyeru untuk kembali pada Al-Qur’an dan Hadits, yakni Syeh Ahmad Sirhindi (1526 M),
Ibnu Nujaim (1562 M), Shah Waliyullah Al Delhi (1726 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1787
M), Ibnu Abidin (1836 M), Jamaluddin Al Afghani (1897 M), Mufti Muhammad Abduh (1905 M),
dan Muhammad Iqbal (1938 M).
6. Tahap Keenam atau Periode Lanjut (1931 M- Sekarang)
Periode ini juga bisa dikenal dengan abad atau fase kontemporer. Sebenarnya setelah
tahun 1930-an, kebangkitan kembali melanda intelektualitas cendekiawan Muslim. Yang
dibuktikan salah satunya dengan kemerdekaan beberapa negara-negara Muslim dari kolonialisme
Barat. Tokoh-tokoh yang muncul pada periode ini, diantaranya adalah Muhammad Nejatullah
Siddiqi (1931 M), Syed Nawad Haider Naqvi ( 1935 M), Muhammad Abdul Mannan (1938 M),
Monzer Kahf, Sayyid Mahmud Taleghani, Muhammad Baqir as Sadr, Umer Chapra, dan lain-
lain. Topik kajian pada periode ini terbagi menjadi tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh
Zarqa pada tahun 1980, yakni : 1) Perbandingan sistem ekonomi Islam dengan sistem lainnya,
khususnya kapitalisme dan sosialime, 2) Kritik terhadap sistem ekonomi konvensional, baik
dalam tatanan filosofi maupun praktik, 3) pembahasan yang mendalam tentang ekonomi Islam
itu sendiri, baik secara mikro maupun secara makro

2.1 Sejarah Ekonomi Islam pada Masa Rasulullah SAW


Perkembangan ekonomi islam menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan sejarah islam. Pemikiran islam diawali sejak Nabi Muhammad SAW dipilih
sebagai Rasul. Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal
yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum, politik, dan juga
masalah perniagaan atau ekonomi . masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian utama
Rasulullah saw, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus
diperhatikan.
Adapun perkembangan pemikiran pada masa-masa tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan fiskal pada Masa Rasulullah SAW
Pada zaman Rasulullah saw pemikiran dan mekanisme kehidupan politik dinegara islam
bersumber dan berpijak pada nilai-nilai aqidah. Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia islam
dipengaruhi oleh banyak factor, salah satunya karena fiskal merupakan bagaian dari instrument
ekonomi public. Untuk itu factor-faktor seperti social, budaya dan politik termasuk di dalamnya.
Tantangan Rasulullah saw sangat besar dimana beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak
menentu baik dari kelompok internal maupun eksternal, dalam kelompok internal Rasulullah saw
harus menyelesaikan masalah bagaimana menyatukan antara kaum ansar dan kaum muhajirin
paska hijrah dari mekkah ke madinah. Sementara tantangan dari kelompo eksternal yaitu
bagaimana Rasul bisa mengimbangi ronrongan dari kaum kafir quraisy. Akan tetapi Rasulullah
saw dapat mengatasi semua permasalahanya berkat pertolongan Allah swt.
Di dalam sejarah islam keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan
masyarakat muslim dan pembentukan warga Negara islam oleh Rasulullah saw paska hijrah.
2. Unsur-unsur kebijakan fiskal pada masa pemerintahan Rasulullah SAW.
Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini, maka Rasulullah saw malakukan upya-upaya
yang dikenal dengan kebijakan fiskal . baliau sebagai pemimpin di madinah yaitu dengan
melakukan unsure-unsur ekonomi. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sistem ekonomi
System ekonomi yang diterapkan Rasulullah saw berakar dari prinsip-prinsip qur’ani. Prinsip
islam yang paling mendasar yaitu kekuasaan tertinggi hanya milik Allah semata dan setiap
manusia diciptakan sebagai khalifahnya di muka bumi.
Dan disini ada beberapa prinsip-prinsip yang pokok tentang kebijakan ekonomi islam yang
dijelaskan Al-qur’an sebagai berikut :
1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah swt.
2. Manusia hanyalah khlifah Allah swt dimuka bumi.
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah swt, oleh karena itu,
manusia yang kurang beruntung mampunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudaranya.
4. Kekayaan harus diputar dan tidak boleh ditimbun.
5. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba harus dihilangkan.
6. Menetapkan system warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat melegimitasi
berbagai konflik individu.
7. Menghilagkan jurang pemisah antara golongan miskin dan kaya.
b. Keuangan dan pajak
Pada tahun awal sejak dideklarasi sebagai Negara, madinah hampir tidak memiiki sumber
pendapatan ataupun pengeluaran Negara. Seluruh tugas Negara dilkukan secara gotong royong
dan sukarela. Rasulullah saw sendiri adalah seorang kepala Negara yang juga merangkap sebagai
ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggung jawab
administrasi Negara. Ia tidak memproleh gaji dari Negara maupun masyarakat, kecuali hadiah-
hadiah kecil pada umumnya berupa bahan makanan. Dan pada masa itu juga belum ada tentara
dalam bentuk formal maupun tetap. Setiap muslim yang memiliki fisik yang kuat dan mampu
berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak memperoleh gaji tetap tapi diperbolehkan
mendapat harta dari hasil rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta, dan barang-barang
bergerak lainya.
3. Sumber-sumber pendapatan Negara.
a. Berdasarkan jenisnya
Pendapatan primer :
1. Ghanimah : pendapatan dari hasil perang.
2. Fa’i : harta peninggalan suku bani nadhir.
3. Kharaj : pajak atas tanah yang dipungut kepada non-muslim ketika khaibar dilakukan pada
tahun ke-7 hijriyah, jumlah kharaj dari tanah tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.
4. Waqf
5. Ushr : zakat dari hasil pertanian termasuk buah-buahan
6. Jizyah : pajak perkepala yang dipungut oleh pemerintah islam dari orang-orang yang bukan
islam sebagai imbalan bagi keamanan diri mereka.
Pendapatan sekunder :
1. Uang tebusan.
2. Pinjaman.
3. Amwal fadhla.
4. Nawaib.
5. Shodaqoh lain seperti qurban dan kaffarat.
6. Hadiah.
b. Berdasarkan sumbernya
· Muslim : zakat, ushr, zakat fitrah, waqf, amwal fadhl, nawaib, shodaqoh lain, dan khums.
· Non-muslim : jizyah, kharaj, ushr ( 5% )
· Umum : ghanimah, fa’i, uang tebusan, pinjaman dari muslim atau non-muslim, dan hadiah dari
pemimpin atau pemerintah.
4. Pengeluaran Negara di masa Rasulullah SAW
Primer :
– pembiayaan pertahanan, seperti persenjataan, unta, kuda, dan persediaan.
– Pembiayaan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat Negara lainya.
– Pembayaran upah kepada para sukarelawan.
– Pembayaran utang Negara.
Sekunder :
– Bantuan untuk orang belajar agama di madinah.
– Hiburan untuk delegasi keagamaan.
– Hiburan untuk para utusan suku dan Negara serta biaya perjalanan mereka.
– Pembayaran utang untuk orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
– Pembayaran tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah saw.

5. Baitul Maal
Baitul mal adalah lembaga ekonomi atau keuangan Syariah non perbankan yang sifatnya
informal. Disebu informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal
lainnya. Rasulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau
menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah.
Pertama kalinya berdirinyya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman
Allah SWT di Badar seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah: ”Mereka
( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu
milik Allah dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara
sesamamu dan taatlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. AL-
ANFAL : 1).
Pada masa Rasulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan
sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan
harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut
ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan
harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum
muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki
bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain:
1. Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah.
2. Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.
3. Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.
4. Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.
5. Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang- piutang dan iktivitaas muamalah yang dilakukan
oleh negara.
6. Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila- kabilah termasuk kondisi
pengairannya.
Namun semua pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Rosulullah tersebut belum ada
pencatatan yang maksimal. Keaadaan ini karena berbagai alasan:
1. Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit.
2. Sebagian besarr bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana.
3. Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4. Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5. Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.
Secara garis besar, ketentuan dan kebijakan ekonomi pada masa Rasulullah saw. adalah sebagai
berikut:
Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik absolut atas semua yang ada.
Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di muka bumi. Semua yang dimiliki dan
didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah. Kekayaan tidak harus ditimbun dan
kekayaan harus diputar. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan,
termasuk riba.
Sumber-sumber pendapatan negara
a. Jizyah
Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan
perlindungan jiwa, harta atau kekayaan. Pada zaman Rasulullah, besarnya jizyah adalah satu
dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Pembayaran tidak harus berupa
uang, dapat juga berupa barang dan jasa.
b. Kharaj
Kharaj atau pajak tanah dipungut dari non muslim ketika Khaibar ditaklukkan. Jumlah kharaj
yang dibayarkan dari tanah ini tetap, yaitu setengah dari hasil produksi.
c. Ushr
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam
setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang lain lebih dari 200 dirham. Rasulullah saw.
berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan negara.
Sumber-sumber pengeluaran negara
a. Biaya pertahan seperti persenjataan, unta, dan persediaan.
b. Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Quran.
c. Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, utang negara, pejabat negara, dan
lain-lain. Rasulullah saw. membentuk Baitul Mal di Masjid Nabawi, berfungsi sebagai tempat
pengumpulan seluruh harta negara dan juga untuk dibagikan kepada masyarakat hingga harta
tersebut tidak tersisa tanpa adanya penimbunan.
• Perekonomian Islam pada Masa Khulafa’ al-Rasyidin
a. Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah pertama.
Abu Bakar mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa
pemerintahan Abu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam
menjalankan pemerintahan dan roda ekonomi masyarakat Madinah Abu Bakar sangat
memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang
strategis dan tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui (a’rabi)
yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan membayar zakat sepeninggal
Rasulullah saw. Prinsip yang digunakan Abu Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal
adalah prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat
Rasulullah saw. dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam
dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan
wanita.
b. Masa Umar bin Khat¬ab
Umar bin Khattab merupakan pengganti dari Abu Bakar. Untuk pertama kalinya, pergantian
kepimpinan dilakukan melalui penunjukan. Berdasarkan hasil musyawarah antara pemuka
sahabat memutuskan untuk menunjuk Umar bin al-Khatab sebagai khalifah Islam kedua.
Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Pertama, pendirian Lembaga
Baitul Mal. Seiring dengan perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan
kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Kedua, Pajak Kepemilikan tanah
(Kharaj). Pada zaman Khalifah Umar, telah banyak perkembangan admistrasi dibanding pada
masa sebelumnya. Ketiga, Zakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, kekayaan yang
dimiliki negara Madinah sudah mulai banyak, berbeda pada awal-awal Islam.
c. Masa Utsman bin Affan
Utsman bin Affan merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khatab. Perluasan
daerah kekuasaan Islam yang telah dilakukan secara masif pada masa Umar bin Khatab
diteruskan oleh Utsman bin Affan. Pada enam tahun pertama kepemimpinannya, banyak negara
yang telah dikuasainya, seperti Balkan, Kabul, Grozni, Kerman dan Sistan. Khalifah Utsman bin
Affan mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia
meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di
bendahara negara.
d. Masa Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat menggantikan Utsman bin Affan yang terbunuh.
Ali mempunyai gelar karramahu wajhah. Khalifah Ali merupakan salah satu khalifah yang
sederhana, ia dengan suka rela menarik dirinya dari dasar penerima bantuan Baitul Mal (kas
negara), bahkan menurut yang lainnya dia memberikan 5000 dirham setiap tahunnya.
Keistimewaan khalifah Ali dalam mengatur strategi pemerintahan adalah masalah admistrasi
umum dan masalahmasalah yang berkaitan dengannya tersusun secara rapi.
2.3 Sejarah Ekonomi Islam Pada Masa Kontenporer
Saat sekarang paradigma ekonomi Islam semakin marak dipelajari dan diteliti, riil dunia
pada masa kontemporer ini mendorong semakin banyaknya para pembuat kebijakan yang secara
serius meragukan universalitas, realitas, produktivitas, dan bahkan moralitas sejumlah asumsi
dasar dan konsepsi inti paradigma tersebut. Ketidaksepakatan dan ketidak setujuan tidak lagi
hanya terbatas pada masalah pinggiran, melainkan banyak masalah serius yang menyangkut
masalah pokok. Apa yang sedang dipersoalkan kembali bukan semata-mata berkaitan dengan
masalah persepsi terhadap kebijakan dan produk akhir, melainkan telah mencakup asumsi-
asumsi dasar tentang sifat manusia, motivasi, usaha, perusahaan yang menjadi dasar ekonomi
dan institusional yang di dalamnya para pelaku ekonomi bekerja. Tidak dapat dipungkiri
beragam permasalahan telah timbul menyelimuti wajah dunia Islam pasca berakhirnya daulah
Bani Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924. berbagai tumpukan permaslahan yang membelit
dunia Islam, pada sebagian kalangan muslim telah memunculkan dan melahirkan cetusan-
cetusan gagasan demi mendapatkan solusi dari permaslahan-permasalahan tersebut dalam
konsep Islam yang berakar pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada awal dekade 1980-an terdapat kesepakatan diantara para pakar ekonomi Islam
dengan para ulama’ yang terkait dengan beberapa hal yang sangat mendasari ekonomi Islam,
diantaranya; Tauhid, Khilafah, ibadah, dan takaful. Pada permasalahan di atas diantaranya
teradapat tiga hal perbedaan antara para pakar ekonomi Islam dan para ulama’, yaitu: interpretasi
atas istilah-istilah dan konsep-konsep tertentu dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, pendekatan atau
metodogi yang seharusnya digunakan atau diikuti dalam membina teori maupun system ekonomi
Islam, dan perbedaan dalam hal menginterpretasikan cirri-ciri atau karakteristik dari suatu sistem
ekonomi Islam. Namun demikian, hakekat pada permasalahan perbedaan di atas, sesungguhnya
para pemikir ekonomi Islam pada masa kontemporer sepakat akan hal filosofi-filosofi dasar
syari’ah Islam. Dengan berbasis pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pemikiran Ekonomi Islam pada Masa Kontemporer
1. Muhammad Abdul Mannan
Muhammad Abdul Mannan lahir di Bangladesh tahun 1938. Pada tahun 1960, ia mendapat gelar
Master di bidang Ekonomi dari Rajashi University dan bekerja di Pakistan. Tahun 1970, ia
meneruskan belajar di Michigan State University dan mendapat gelar Doktor pada tahun 1973.
Setelah mendapat gelar doctor, Mannan mengajar di Papua Nugini .Sebagian karya Abdul
Mannan adalah Islamic Economics, Theory and Practice, Delhi, Sh. M. Ashraf, 1970. Buku ini
oleh sebagian besar mahasiswa dan sarjana ekonomi Islam dijadikan sebagai buku teks pertama
ekonomi Islam. Penulis memandang bahwa kesuksesan Mannan harus dilihat di dalam konteks
dan periode penulisannya. Pada tahun 1970-an, ekonomi Islam baru sedang mencari formulanya,
sementara itu Mannan berhasil mengurai lebih seksama mengenai kerangka dan ciri khusus
ekonomi Islam. Harus diakui bahwa pada saat itu yang dimaksud ekonomi Islam adalah fikih
muamalah.
Seiring dengan berlalunya waktu, ruang lingkup dan kedalaman pembahasan ekonomi Islam juga
berkembang. Hal tersebut mendorong Abdul Mannan menerbitkan buku lagi pada tahun 1984
yakni The Making of Islamic Economiy.
2.Syed Nawab Haedir Naqvi
Menurut Syed Nawad Haidir Naqvi, ekonomi Islam berakar pada pandangan dunia khas Islam
dan premis-premis nilainya diambil dari ajaran- ajaran etik-sosial al-Qur’an dan Sunnah.
Ekonomi Islam berpijak pada landasan hukum yang pasti yang mempunyai manfaat untuk
mengatur masalah kemasyarakatan, sehingga hukum harus mampu menjawab segenap masalah
manusia, baik masalah yang besar sampai sesuatu masalah yang belum dianggap masalah.16
Sumber hukum yang diakui sebagai landasan hukum ekonomi Islam terdiri dari Al-Qur’an, Al-
Hadits, Ijtihad, Qiyas, dan sumber hukum yang lain : Urf, Istihsan, Istishlah, Istishab dan
Mashlaha Al-Mursalah. Ekonomi syariah atau istilah lain orang menyebutnya dengan ekonomi
Islam, merupakan suatu sistem perekonomian yang diatur berdasarkan syariat Islam, tentunya
berpedoman kepada al-qur’an dan hadits. Orang awam sering membedakan, bahwa sistem
ekonomi kapitalis-liberal dibangun dengan prinsip menang-kalah. Siapa yang kuat dialah yang
mendominasi dan dialah yang jaya, sedangkan ekonomi Islam atau ekonomi syariah mempunyai
prinsip kebersamaan, dan yang lebih penting rekomendasi langsung dari pemegang otoritas,
yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, Al-Qur’an dan Sunnah menjadi referensi yang mutlak.
Islamsebagaiwayof life,menyatukanduadimensialampadadirinya, yaitu materiil dan immateriil
(duniawi dan ukhrawi). Kedua implikasi tersebut perimplikasi pada sebuah tanggung jawab bagi
penganutnya, yaitu reward atau punishment dari Allah, aturan secara lengkap di sinyalir dalam
al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman utamanya. Oleh karena itu, dalam Islam, segala hal yang
terkait dengan kepentingan ummat diatur didalamnya, mulai dari hubungan dengan Tuhan,
hingga hubungan interaksi kepada sesama umat manusia dan makhluk lainnya, dengan berbagai
aturan dan tata caranya yang disusun secara tertib dan rapi. Sehingga keberadaan Islam sebagai
rahmatan lil alamin bagi ajaran- ajarannya itu tidak dapat di pungkiri lagi, tidak hanya mengatur
masalah ritual saja antara hamba dan Tuhannya, tapi juga mengatur masalah masalah sosial yang
ada.
3. Monzer Kahf
Monzer al kahf termasuk orang pertama yang mengaktualisasikan analisis penggunaan beberapa
institusi Islam (seperti zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi
dan pandapatan. Hal ini dapat di lihat dalam bukunya yang berjudul “ ekonomi islam : telaah
analitik terhadap fungsi sistem ekonomi Islam ”, dan diterbitkan pada tahun 1978. Jika dikatakan
bahwa karyanya itu memiliki awal sebuah “analisis matematika” ekonomi Islam yang saat ini
menjadikan kecenderungan ekonom muslim. Yang paling utama dan terpenting dari pemikiran
kahf adalah pandangannya terhadap ekonomi sebagai bagian tertentu dari agama. Asumsi Dasar
Kahf
Tentang “Islamic Man” Berbeda dengan ekonomi konvensional yang mengasumsikankan
manusia sebagai rational economic man, jenis manusia yang hendak dibentuk oleh Islam adalah
Islamic man (ibadurrahman), (QS 25:63). Islamic man dianggap perilakunya rasional jika
konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
seimbang. Tauhidnya mendorong untuk yakin, Allah-lah yang berhak membuat rules untuk
mengantarkan kesuksesan hidup.
Islamic man dalam mengkonsumsi suatu barangan tidak semata- mata bertujuan
memaksimumkan kepuasan, tetapi selalu memperhatikan apakah barang itu halal atau haram,
israf atau tabzir, memudaratkan masyarakat atau tidak dan lain-lain. Islamic man tidak
materaialistik, ia senantiasa memperhatikan anjuran syariat untuk berbuat kebajikan untuk
masyarakat, oleh karena itu ia baik hati, suka menolong, dan peduli kepada masyarakat sekitar.
Ia ikhlas mengorbankan kesenangannya untuk menyenangkan orang lain.
Motifnya dalam berbuat kebajikan kepada orang lain, baik dalam bentuk berderma, bersedekah,
meyantuni anak yatim, maupun mengeluarkan zakat harta, dan sebagainya, tidak dilandasi motif
ekonomi sebagaimana dalam doctrine of sosial reposibility, tetapi semata-mata berharap
keridhaan Allah SWT.
Meskipun semua agam berbicara tentang masalah-masalah ekonomi, namun agama-agama itu
berbeda pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat
kegiatan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebagai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan
sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata.
Selama ini, kesan yang terbangun dalam alam pikiran kebanyakan pelaku ekonomi apalagi
mereka yang berlatar belakang konvensional Sementara, Islam menganggap kegiatan-kegiatan
ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi (dunia)
ini. Orang yang semakin banyak terlibat dalam kegiatan- kegiatan ekonomi akan bisa semakin
baik, selama kehidupannya tetap menjaga keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi positif dari
ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh kehidupan seseorang, justru seharusnya dia semakin
produktif. Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan tujuan yang
sah dari perilaku manusia. Karena pekerjaan yang secara ekonomi produktif pada dasarnya
mempunyai nilai keagamaan, disamping nilai-nilai lainnya.
Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh atau bahkan
lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya. Kajian tentang
sejarah sangat penting bagi ekonomi. Karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Sejarah
memberikan dua aspek utama kepada ekonomi dan sejarah unit- unit ekonomi seperti individu-
individu dan badan-badan usaha atau ilmu ekonomi (itu sendiri).
Gambaran di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh
proses produksi menjangkau pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang
menambah keyakinan bagi kita akan kesempurnaan ajaran Islam yang tertulis dalam QS. Al-
Maidah [5]: 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku,
2.4 Sistem Ekonomi yang di Terapkan Rassullullah di kota Madinah
Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas
yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu, peletakan dasar-dasar sistem keuangan
negara yang dilakukan oleh Rasulullah Saw merupakan langkah yang sangat signifikan,
sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai sebuah agama dan
negara berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Sistem ekonomi yang
diterapkan oleh Rasulullah Saw berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani. Al-Qur’an yang merupakan
sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai petunjuk bagi umat
manusia dalam melakuktan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi.
Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah semata dan
manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Hal ini merupakan suatu anugerah,
rahmat serta kasih sayang Allah Swt yang sangat besar terhadap umat manusia.
Dalam rangka mengemban amanah sebagai khalifah-Nya, manusia diberi kebebasan untuk
mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan cara yang adil. Islam tidak
membatasi kepemilikan pribadi, alat-alat produksi, barang dagangan atau pun perdagangan,
tetapi hanya melarang perolehan kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau tidak bermoral.
Allah Swt telah menetapkan melalui sunnah-Nya bahwa jenis pekerjaan atau usaha apa pun yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Qur’ani tidak akan pernah menjadikan seseorang kaya
raya dalam jangka waktu yang singkat. Oleh karena itu, setiap aktivitas ekonomi yang dapat
mendatangkan uang dalam jangka waktu yang singkat, seperti perjudian, penimbunan kekayaan,
penyelundupan, pasar gelap, spekulasi, korupsi, bunga dan riba, bukan saja tidak sesuai dengan
hukum alam dan dilarang, tapi juga para pelakunya layak dihukum. Berdasarkan pandangannya
yang paling prinsip tentang status manusia di muka bumi, Islam dengan tegas dan keras
melarang segala bentuk praktek ribawi atau bunga uang. Berbagai pemikiran yang menyatakan
bahwa pendapatan yang diperoleh dengan cara-cara ribawi adalah sah, jelas merupakan pendapat
yang keliru dan menyesatkan karena praktek-praktek ribawi merupakan bentuk eksploitasi yang
nyata. Islam melarang eksploitasi dalam bentuk apa pun, apakah itu dilakukan oleh orang-orang
kaya terhadap orang-orang miskin, oleh penjual terhadap pembeli, oleh majikan terhadap
budaknya, oleh laki-laki terhadap wanita, atau oleh atasan terhadap bawahannya.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip pokok tentang kebijakan ekonomi
Islam yang dijelaskan Al-Qur’an sebagai berikut:
1.Allah Swt adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
2.Manusia hanyalah khalifah Allah Swt di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
3.Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah Swt. Oleh karena itu,
manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudaranya.
4.Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
5.Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
6.Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat mengeliminasi
berbagai konflik individu.
7.Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para
individu yang memiliki harta kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat
yang tidak mampu.

BAB III
PENUTUP

3.1KESIMPULAN
Ekonomi adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan bagaimana proses dan cara
memperoleh dan mendaya gunakan produk, distribusi, dan konsumsi. Ekonomi berkaitan dengan
perilaku manusia yang didasarkan pada landasan serta prinsip-prinsip yang menjadi dasar acuan.
Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru. Perkembangan
ekonomi islam menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah islam.
Pemikiran islam diawali sejak Nabi Muhammad SAW dipilih sebagai Rasul. Rasulullah saw
mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan
masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum, politik, dan juga masalah perniagaan atau
ekonomi . masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian utama Rasulullah saw, karena
masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
www.///dosenpendidikan.co.id///
https://www.jojonomic.com/blog/ekonomi-islam
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam
https://hes.unida.gontor.ac.id/sejarah-perekonomian-islam
https://hmikomilafranpane.wordpress.com
https://retizen.republika.co.id
https://www.researchgate.net/publication

Anda mungkin juga menyukai