Anda di halaman 1dari 14

LANDASAN FILOSOFIS ILMU EKONOMI SYARIAH

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


pada Mata Kuliah Filsafat Perbankan Syariah
Dosen pengampu: Dr. Siti Fatimah S.E., M.M.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2


NURFADILAH (90500120087)
NUR ANISA (90500120088)
GEBHY (90500120089)
IRHAMNI (90500120091)

PROGRAM SUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya kita dapat menyelesaian makalah “Landasan Filosofis Ilmu Ekonomi Syariah.
Dan kami berterima kasih kepada Ibu Dr. Siti Fatimah S.E., M.M.. sebagai Dosen mata
kuliah Filsafat Perbankan Syariah yang telah memberikan tugas makalah kepada kami.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita sebagai penulis maupun pembaca. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata kata yang kurang berkenan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini untuk menjadi lebih baik lagi.

Gowa, 19 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1. Latar Belakang...............................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah..........................................................................................................................1
3. Tujuan Penulis................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
A. Sejarah Ekonomi Islam...................................................................................................................2
B. Defenisi Filsafat Ekonomi Islam.....................................................................................................3
C. Filsafat sebagai Pondasi Sistem Ekonomi Islam.............................................................................4
D. Hakikat Ekonomi Syariah...............................................................................................................5
E. Filosofi Ilmu Ekonomi.....................................................................................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................................................................10
B. Saran............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Persoalan yang dihadapi umat manusia sekarang adalah munculnya suatu pandangan
yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang
dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme inilah yang
kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi yang hedonistic,
sekularistik dan materialistic.Sistem ekonomi yang ada baik kapitalis maupun sosialis
ternyata berdampak pada cara pandang manusia yang kemudian membawa malapetaka
dan bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan
lingkungan hidup, disparitas pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam masyarakat
dan antar Negara di dunia, lunturnya sikap kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya
penyakit-penyakit sosial, timbulnya revolusi sosial yang anarkis dan sebagainya.
Islam merupakan agama yang universal dan komperhensif. Universal bermakna
bahwa islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di muka bumi dan dapat
diterapkan dalam setiap ruang dan waktu sampai akhir zaman.kompherensif berarti
bahwa islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (kaffah). Kesemprnaan
ajaran islam dikarenakan islam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, tidk saja
aspek ibadah ritual semata, tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi sosial, politik,
budaya, hukum, ekonomi, dan sebagainya.

2. Rumusan Masalah
1. Mengidentifikasi sejarah ekonomi islam
2. Menganalisis filososi ilmu ekonomi

3. Tujuan Penulis
3. Untuk mengetahui sejarah ekonomi islam
4. Untuk mengetahui filosofi, Hakikat ekonomi islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ekonomi Islam


Peletakan dasar-dasar dan aturan perekonomian dalam Islam telah dimulai sejak
zaman Rosulullah SAW. Dimana Nabi mempraktikkan ekonomi di kalangan masyarakat
madinah, ketika ituperekonomian Islamtelah dimulai. Yang dibangun atas dasar nilai-
nilai Qur’ani dengan berasaskan persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Seperti
yang dijelaskan oleh Sa’idSa’ad Marton dalam bukunya Madkhal lil-fikri al-iqtishadiyah
fii al-IslamPraktek ekonomi maupun perdagangan masyarakat Arab saat itu tidakhanya
mengenal barter, melainkan telah berlaku pula sistem jual beli yang menggunakan mata
uang emas Romawi (dinar)dan perak Persia (dirham)sebagai alat transaksi yang
efektif.

Aktifitas tukar menukar valuta asing,anjak piutang dan pembayaran tidak tunai
pun telah dikenal dan dipraktikkan saat itu. Dan dari awal sejarah perkembangan
ekonomi Islam, umat muslim telah memiliki sistem yang establish,dengan adanya
pelarangan riba dalam pengalokasian sumber daya untuk keperluan produksi
maupun konsumsi.Sistem keuangan yang berlaku juga telah menggunakan asas bagi
hasil dan kerja sama yang adil. Bahkan perdagangan dan pinjaman tanpa bunga sudah
dipraktikkan dalam transaksi keuangan masyarakat.Maka untuk menghilangkan riba ini,al-
Qur’an memberi solusi dengan cara zakat, shodaqah dan sejenisnya. Ini ditandai
dengan diwajibkannya shadaqah fitrah pada tahun kedua hijriyah.Pada masa selanjutnya,
tradisi dan praktek ekonomi Islam terus dikembangkan. Mengikuti perjalanan sejarah
pemikiran ekonomi Islam, Nejatullah Siddiqi memaparkan sejarah dalam tiga fase
perkembangan.

1. Fase Pertama (Dasar-Dasar Ekonomi Islam)


Merupakan fase dari abad awal sampai abad ke-11 Masehi, yang mana pada
masa ini pemikiran ekonomi dirintis dan dipelopori oleh para fuqaha yang kemudian
diikuti oleh para sufi dan filosof. Parafuqaha yang fokus dalam fiqih disini
berkontribusi besar dalam pemikiran ekonomi Islam yang tidak hanya memberikan
penjelasan tentang fenomena ekonomi, namun juga mengeksplorasi konsep
maslahah (utility) dan mafsadah (disutility) yang terkait dengan aktivitas ekonomi
dengan mengacu pada Al-qur’an dan hadist. Dan cenderung terfokus pada masalah-
masalah mikroekonomi.Sedangkan para sufi yang fokus pada tasawuf turut
berkontribusi dalam menjaga keajegan untuk menciptakan hubungan relasi yang
saling menguntungkan, serta membatasi tuntutan duniawi yang terlalu tinggi.
Sementara filosof muslim juga turutserta berkontribusi pada pemikiran yang
menitik beratkan pembahasannya pada konsep sa’adah(kebahagiaan) dalam arti luas
yang mengusung metodologi syarat dengan analisis ekonomi positif yang bersifat
makroekonomi.

2
2. Fase Kedua (Fase Kemajuan)
Fase selanjutnya yang dikenal dengan masa yang cemerlang ini dimulai pada
abad ke-11 sampai abad ke-15 Masehi, meninggalkan banyak warisan
intelektual yang telah disusun menjadi konsep-konsep yang bisa diaplikasi dalam
kegiatan ekonomi masyarakat dengan berlandaskanpada Al-qur’an dan hadist. Meski di
lain pihak, para cendekiawan pada masa ini mengalami realitas politik yang
cukup sulit. Dimana terjadi disintegrasi pusat kekuasaan yang mayoritas
mengabaikan kehendak rakyat. Dan mulaimerebaknya korupsi di kalangan
para penguasa yang menyebabkan ketimpangan sosial semakin lebar.
3. Fase Ketiga (Fase Stagnasi)
Fase ini adalah fase terakhir dalam sejarah pemikiran ekonomi Islamperiode
ulamaklasik yang dimulai pada abad ke-15 sampai awal abad ke-Merupakan fase
yang dikenal dengan fase stagnasi, dikarenakan tertutupnya pintu ijtihad. di mana
para fuqaha hanya merapikan dan mencatat kembali tulisan para pendahulunya, serta
mengeluarkan fatwa-fatwa yang berisi aturan standar dari masing-masing madzhab
untuk kembali pada Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup.

B. Defenisi Filsafat Ekonomi Islam


Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menguraikan kata falsafar merupakan derivasi
dari kata falsafa, yang memiliki arti al-hikmah," berasal dari luar Bahasa Arab." Kata
falsafah dipinjam dari kata Yunani yang sangat terkenal, philosophia, berarti kecintaan
pada kebenaran (wisdom). Dengan sedikit perubahan, kata "falsafah" diindonesiakan
menjadi "filsafat" atau "filosofi" (karena pengaruh Bahasa Inggris, philosophy). Artinya,
filsafat identik dengan hikmah karena makna al-hikmah, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Ibnu Arabi dalam Fushus Al-Hikam, adalah proses pencarian hakikat sesuatu dan
perbuatan." Pengertian al-hikmah dengan esensi sama namun berbeda redaksi
diungkapkan Al-Raghib, bahwa al-hikmah adalah memperoleh kebenaran dengan
perantara ilmu dan rasio. Artinya, filsafat adalah proses pencarian hakikat sesuatu dan
perbuatan dengan perantara ilmu dan rasio.
Sedangkan ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-Iqtishad al
Islami. Al-Iqtishad secara etimologi berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan. "
Pengertian pertengahan dan berkeadilan ini banyak terdapat dalam al-Qur'an di antaranya
"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan2 dan "Di antara mereka ada golongan yang
pertengahan." Maksudnya, orang yang berlaku jujur, lurus, dan tidak menyimpang dari
kebenaran. Husain Mahmud mendefinisikan Iqtishad (ekonomi) sebagai pengetahuan
tentang aturan yang berkaitan dengan produksi kekayaan, mendistribusikan, dan
mengonsumsinya.
Adapun yang dimaksud dengan ekonomi Islam menurut Abdul Mun'in al-Jamal
adalah kumpulan dasar-dasar umum tentang ekonomi yang digali dari al-Quran dan al-
Sunnah. Hampir senada dengan al-Jamal. Muhammad Abdul Manan berpendapat, Islamic
Economis is a social sciens with studies the economic problems of a people imbued with
the values of Islami. Lebih konkret lagi, Hasanuzzaman mendefinisikannya sebagai
pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan Syariah yang mencegah ketidakadilan

3
dalam memperoleh sumber-sumber daya material memenuhi kebutuhan manusia yang
memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat, Artinya,
ekonomi Islam merupakan penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi.
Dengan demikian, dapat dipahami dari definisi di atas bahwa filsafat ekonomi Islam
merupakan suatu proses pencarian hakikat penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi
melalui perantara ilmu dan akal. Tentu ilmu di sini adalah kaidah-kaidah usul dan
tuntunan prkatek yang terdapat di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.

C. Filsafat sebagai Pondasi Sistem Ekonomi Islam


Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai suatu disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat
pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan
bebas dan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan (Usiono, 2015).
Sedangkan dalam pandangan Syafaruddin (2008: 36) filsafat ilmu adalah pemikiran lebih
lanjut tentang ilmu itu sendiri. Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem
ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-
tujuan yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi,
distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya.
Ekonomi Islam didasarkan pada 3 fondasi utama yang diimplementasikan dalam
aktivitas ekonomi, yaitu tauḣîd, syarî’ah dan akhlaq. Amalan-amalan syariah dan akhlak
merupakan refleksi dari tauhid. Landasan tauhid merupakan sesuatu yang dhoruri agar
implementasi syariah dan akhlak tidak terganggu. Prinsip syariah menuntun dalam
beraktivitasekonomi agar tidak keluar dari kaidah syariah. Sedangkan akhlak membina
aktivitas ekonomi agar selalu berperilaku dan bersikap sesuai dengan moral dan etika
Islam. Dari fondasi dasar tersebut muncul 6 prinsip ekonomi Islam, diantaranya:

a. Tauḣîd
Tauhid adalah sebuah keyakinan yang menjadi fondasi utama seluruh ajaran Islam
dan aktivitas umat Islam dalm segala bidang baik bidang ekonomi, politik, sosial
maupun budaya.

b. Maslahah
Maslahah sebagai salah satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat
urgen dalam memberikan solusi atas berbagai permasalahan dan pengembangan
ekonomi Islam. Maṣlaḣah merupakan esensi dari kebijakankebijakan syariah dalam
merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Maṣlaḣah `ammah (kemaslahatan
umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan yang dibingkai secara
syar’i, bukan semata-mata profit oriented dan material rentability sebagaimana dalam
ekonomi konvensional.

4
c. Adil
Prinsip keadilan merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam, penegakkan
keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus
Allah. Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan,
dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam.
d. Akhlak (Etika)
Akhlak atau budi pekerti merupakan salah satu inti dari ajaran Islam. Sejumlah
akhlak yang baik banyak terdapat dalam Al-Quran seperti ihsan, menjaga amanah,
sabar, jujur, rendah hati, tolong menolong, kasih sayang, malu, ridho, dan sebagainya.
Karena ekonomi Islam merupakan bagian dari ibadah muamalah, maka setiap
aktivitas harus dilandasi oleh norma dan etika Islam. Salah satu akhlak dalam
muamalah adalah perintah untuk berbuat jujur dan amanah dalam menjual.
e. Kebebasan dan tanggung jawab
Pengertian kebebasan dalam perekonomian Islam difahami dari dua
perspektif, pertama perspektif teologi dan kedua perspektif ushul fiqh/falsafah tasyri‟.
Pengertian kebebasan dalam perspektif pertama berarti bahwa manusia bebas
menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam mengelola sumberdaya
alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri manusia, karena
manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik dan yang buruk,
mana yang maṣlaḣah dan mafsadah (mana yang manfaat dan mudharat). Adanya
kekebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya manusia harus
bertanggung jawab atas segala perilakunya. Jadi makna kebebasan dalam konteks ini
bukanlah manusia bebas tanpa batas melakukan apa saja sebagaimana dalam faham
liberalisme. Jadi, kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak (Sarter, 1966),
mengingat kebebasan seperti itu hanya akan mengarah kepada paradigma kapitalis
laissez faire dan kebebasan nilai (value free).Pertanggungjawaban yang meliputi
beragam aspek, yakni: pertanggung jawaban antara individu dengan individu
(mas`ûliyah al-afrâd), pertanggung jawaban dalam masyarakat (mas`ûliyah al-
mujtama’). Manusia dalam masyarakat diwajibkan untuk melaksanakan kewajibannya
demi tercipta kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan,serta tanggung
jawab pemerintah (mas`ûliyah ad- daulah) yang berkaitan dengan bait al-mâl.
f. Wasaṭiyah (al-‘itidal, moderat, keseimbangan),
Syariat islam mengakui hak pribadi dengan batas-batas tertentu. Syari’at
menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.

D. Hakikat Ekonomi Syariah


a. Landasan ekonomi syariah
Landasan merupakan hal yang menjadi tempat darimana sesuatu berangkat.
Sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan (sains) modern, maka ilmu ekonomi syariah
merupakan suatu kebangkitan (emergence) dalam dunia sains Islam di abad ke-20

5
oleh para intelektual muslim guna melawan hegemoni perekonomian konvensional
ala Barat. Kebangkitan tersebut sebagai upaya umat muslim untuk terlepas dari sistem
perekonomian yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang terdapat pada
negara-negara Islam
b. Tujuan ekonomi syariah
Masyarakat hidup terdiri dari kumpulan individu yang saling bekerjasama.
Manusia senantiasa dan harus hidup berdampingan dengan manusia yang lainnya.Hal
ini disebabkan manusia tidak dapat mencukupi segala macam kebutuhan yang
kompleks dengan usaha sendiri, melainkan juga membutuhkan campur tangan orang
lain dalam memenuhi hajat hidupnya. Sehingga upaya-upaya pemenuhan hajat
tersebut menjadi motif ekonomi yang mendasari berbagai perubahan perilaku pada
masyarakat. Tujuan dari pemenuhan hajat hidup manusia ialah untuk mencapai
kebahagiaan (Al Farabi), namun guna menjamin tercapainya kebahagiaan masing-
masing individu tanpa memberikan gangguan bagi individu yang lain, perlu adanya
suatu tatanan masyarakat. Tatanan masyarakat tersebut harus sesuai dan berasal dari
aturan Prima Causa yang dianggap sebagai sumber asal dari seluruh alam semesta
beserta segala hukum yang terdapat didalamnya.
Sebagaimana alam semesta diatur secara hirarkis oleh Prima Causa, maka
masyarakat pun membutuhkan pengaturan yang sejenis, mengangkat orang-orang
berdasarkan posisi mereka dalam masyarakat. Dalam pandangan dunia Islam,
kebahagiaan hidup yang hendaknya dicapai oleh manusia ialah kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat.Motif ekonomi yang digunakan dalam ekonomi Syariah juga
merupakan tatanan guna meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaanya sistem ekonomi Syariah senantiasa berlandaskan wahyu dan
memiliki keterkaitan dengan hukum-hukum fiqh.
Sistem ekonomi yang dikembangkan oleh para filsuf muslim juga merupakan
penjabaran dari ilmu fiqh yang berkaitan dalam muamalah. Berbeda dengan ilmu
ekonomi konvensional yang berdasar pada tindakan individu dengan rasionalitas yang
bertujuan untuk mencapai kepuasan atau keuntungan, ilmu ekonomi Syariah
mendasarkan tindakan individu sebagai bentuk ibadah, hubungan vertikal antara
manusia dengan Sang Pencipta sebagai bentuk ketakwaan terhadap ajaranajaran
religius. Dalam agama Islam, ajaran yang terkandung dalam ilmu ekonomi harus
berdasarkan nilai tauhid, khilafah, dan keadilan yang dianggap sebagai nilai-nilai
Islam.

E. Filosofi Ilmu Ekonomi


Ilmu ekonomi Islam (Islamic economics) memiliki landasan epistemologis layaknya
sebagai disiplin ilmu. Membahas epistemologi hukum ekonomi Islam berarti mengkaji
asal-usul (sumber) hukum ekonomi Islam, metodologinya dan validitasnya secara ilmiah.
Pembahasan landasan filosofis untuk ilmu ekonomi Islam ini terdiri atas dimensi
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dengan tetap mempergunakan pendekatan
historis dan ideologis (bahkan apologetis) yang cukup kental, pada dimensi ontologis

6
terlihat bahwa tidak ada alasan untuk menolak eksistensi ilmu ekonomi Islam sebagai
sebuah ilmu.
Substansi rumusan tercermin dari statemen yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi
syari’ah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhannya. Ilmu ini bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam Al
Quran dan Sunnah yang realitas historisnya dapat ditemukan dalam khazanah literatur
keislaman (kitab-kitab fikih dan qanun) yang materi pembahasannya dimulai sejak masa
Nabi sampai dengan hari ini. Kekentalan pendekatan historis dan ideologis (dan bahkan
apologetis itu) terlihat pada pembahasan yang mengharuskan orang untuk kembali
melihat kejayaan Islam masa silam. Karena, cukup banyak bukti bahwa para pemikir
muslim merupakan penemu, peletak dasar, dan pengembang banyak bidang ilmu.
Nama-nama pemikir muslim bertebaran di sana-sini menghiasi area ilmu pengetahuan,
termasuk juga ilmu ekonomi.
Para pemikir muslim klasik itu tidak terjebak dalam pengotak-kotakan berbagai
macam ilmu tersebut seperti yang dilakukan oleh para pemikir saat ini. Mereka melihat
ilmu-ilmu tersebut sebagai “ayat-ayat” Allah yang bertebaran di seluruh alam. Dalam
pandangan mereka, ilmu-ilmu itu walaupun sepintas terlihat berbeda-beda dan
bermacam-macam jenisnya, namun pada hakikatnya berasal dari sumber yang satu, yakni
dari Yang Maha Mengetahui seluruh ilmu. Yang Maha Benar, Allah SWT (Karim, 2007:
1). Hal-hal itulah yang “menyebabkan” rumusan dimensi ontologis ilmu ekonomi Islam .
Pada dimensi epistemologis, secara umum diskusi berkisar pada substansi masalah yang
diungkap oleh tiga mazhab pemikiran ekonomi Islam dewasa ini; yaitu mazhab Baqir
Sadr (Iqtishaduna), mazhab Mainstream, dan mazhab Alternatif-Kritis. Mazhab Baqir
Sadr berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi
tetap ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan,
karenanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang
lainnya Islam.
Menurut mereka, perbedaan filosofis ini berdampak pada perbedaan cara pandang
keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi
muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya
yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya terbatas. Mazhab
Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka, Islam tidak mengenal adanya
sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an (54: 49). Pendapat
bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas juga ditolak. Mazhab ini berkesimpulan
bahwa keinginan yang tidak terbatas itu tidak benar, sebab pada kenyataannya keinginan
manusia itu terbatas. (Adiwarman minta bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal
Utility, Law of Diminishing Returns, dan hukum Gossen).
Mazhab Baqir juga berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya
distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan
eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses
terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara yang lemah tidak
memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat miskin. Karena itu
masalah ekonomi bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan
manusia yang tidak terbatas. Sementara itu, mazhab Mainstream (mazhab kedua)

7
berbeda pendapat dengan mazhab Baqir, mazhab ini justru setuju bahwa masalah
ekonomi terjadi karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan
manusia yang tidak terbatas. Memang benar misalnya, bahwa total permintaan dan
penawaran beras di seluruh dunia berada pada titik equilibrium. Namun jika kita
berbicara pada tempat dan waktu tertentu, maka sangat mungkin terjadi kelangkaan
sumber daya. Bahkan ini yang seringkali terjadi. Dalil yang dipakai adalah al-Qur’an (2:
155 dan 102: 1-5).
Dengan demikian, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada
bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang
menjadi munculnya masalah ekonomi. Bila demikian, di manakah letak perbedaan
mazhab Mainstream ini dengan ekonomi konvensional? Perbedaannya terletak dalam
cara menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumber daya yang terbatas versus
keinginan yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan atas
keinginannya. Kemudian manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari
yang paling penting sampai yang paling tidak penting. Dalam ekonomi konvensional,
pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-
masing. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama, boleh juga
mengabaikannya. Hal demikian dalam bahasa Al-Qur’an disebut “pilihan dilakukan
dengan mempertaruhkan hawa nafsunya”.
Tetapi dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan ini tidak dapat dilakukan semaunya
saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya termasuk ekonomi selalu
dipandu oleh Allah lewat Quran dan Sunnah. Tokoh-tokoh mazhab ini di antaranya M.
Umer Chapra, M.A. Mannan. M. Nejatullah Siddiqi, dan lain-lain. Mazhab ketiga adalah
mazhab Alternatif-Kritis. Mazhab yang di antara pelopornya adalah Timur Kuran (Ketua
Jurusan Ekonomi di University of Southern California) dan Jemo (Yale, Cambridge,
Harvard, Malaya) ini mengritik dua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai
mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah
ditemukan oleh orang lain. Sementara mazhab Mainstream dikritiknya sebagai jiplakan
dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel
zakat serta niat. Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis. Mereka berpendapat
bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi juga kepada ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin Islam pasti benar, tetapi
ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam adalah hasil penafsiran orang
Islam atas Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak.
Proposisi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya
sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional (Karim, 2002: 5).
Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun.
Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan
ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya. Filsafat ekonomi Islam
didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia dan alam. Kunci filsafat
ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia lainnya. Dimensi
filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma

8
yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian
difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia.
Salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan.
Dalam ekonomi Islam , nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Qur’an dan hadits berupa
prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan
sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan
etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang
selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam . Sistem ekonomi Islam sangat berbeda
dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi Islam bukan pula berada
di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis
yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab
kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk
perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah, 2012: 1). Ekonomi dalam Islam harus
mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,
kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peletakan dasar-dasar dan aturan perekonomian dalam Islam telah dimulai sejak
zaman Rosulullah SAW. Dimana Nabi mempraktikkan ekonomi di kalangan masyarakat
madinah, ketika ituperekonomian Islamtelah dimulai. Yang dibangun atas dasar nilai-
nilai Qur’ani dengan berasaskan persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Seperti
yang dijelaskan oleh Sa’idSa’ad Marton dalam bukunya Madkhal lil-fikri al-iqtishadiyah
fii al-IslamPraktek ekonomi maupun perdagangan masyarakat Arab saat itu tidakhanya
mengenal barter, melainkan telah berlaku pula sistem jual beli yang menggunakan
mata uang emas Romawi (dinar)dan perak Persia (dirham)sebagai alat transaksi
yang efektif.
Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai suatu disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada
umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan
merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri

B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca untuk lebih
mengetahui dan memahami lagi landasan filosofis ilmu ekonomi syariahsupaya dapat menambah
wawasan atau pengetahuan bagi para pembaca demi penyempurnaan makalah, penulis berharap
kritik dan saran yang membangun.

10
DAFTAR PUSTAKA

11

Anda mungkin juga menyukai