Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN UANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam

Disusun Oleh :
Rayzul Hawari 30122004
Andriawan 30122020
Dosen Pembimbing :
Dr. Aidil Alfin, M.Ag

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI

2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis aturkan sebaik-baiknya kepada Allah SWT yang selalu memberi
nikmat kepada seluruh makhluk di bumi ini, terutama kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan penulisan makalah yang sederhana ini. Sholawat dan salam selalu kita berdoa dan
berusaha untuk mentauladani kepribadian Muhammad SAW. Sehingga penulis bisa selesai
menulis makalah yang berjudul “konsep dasar ekonomi moneter dan pandangan islami”
dengan sederhana dan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi
tambahan pengetahuan dalam kehidupan kita sehari-hari. Amiin Ya Robbal’alamiin.

Bukittinggi, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Permintaan Uang Klasik..........................................................................................4

B. Teori Permintaan Uang Keyness.......................................................................................6

C. Teori Permintaan dan Penawaran dalam Islam.................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................................12

B. Saran .................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam, karena
hakikatnya ajaran Islam bersifat syumuliyah, yaitu mencakup seluruh bidang kehidupan. 1
Mark Blaugh mencatat bahwa pada tahun 1970-an adalah maraknya diskusi metodologi
ekonomi sehingga metodologi ekonomi sudah layak disebut sebagai sub-disiplin ilmu
ekonomi karena keteraturan kerangka kajiannya. Ketertarikan untuk mengkaji
metodologi dikalangan pemikir ekonomi disebabkan maraknya diskusi tentang filsafat
ilmu. Hal ini mendorong mereka untuk memikirkan kembali hakikat ilmu ekonomi,
cakupan kajiannya dimensi-dimensi ilmiahnya serta teori ekonomi yang lebih bisa
menjelaskan realitas. Kondisi saat ini, dinamika diskusi metodologi dimarakkan dengan
kemunculan mazhab heterodoks yang secara fundamental mempertanyakan kembali
prinsip-prinsip dasar ilmu ekonomi, asumsi yang dianut dalam mengembangkan teori
serta pendekatan yang digunakan dalam menghasilkan teori ekonomi. Gerakan pemikiran
ekonomi heterodoks berusaha mengembangkan ilmu ekonomi yang dapat melihat realitas
ekonomi dalam perspektif yang lebih besar sehingga sebuah disiplin ilmu ekonomi yang
sejati dapat dilahirkan.2
Ekonomi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu masih dalam proses perkembangan.
Para ilmuwan masih terus mengkaji elemen-elemen ilmiah, landasan filsafat, metodologi
dan subtansi ilmu ekonomi Islam. Sasaran yang ingin dicapai dalam dua aspek, pertama
dalam tataran ilmiah melahirkan konsep, teori dan kerangka ilmu ekonomi Islam sebagai
sebuah body of knowledge dan kedua dalam tataran praktik mewujudkan sistem ekonomi
Islam yang akan mengaplikasikan doktrin dan prinsip Islam tentang ekonomi ke alam
realita. Ekonomi Islam kontemporer lahir sebagai jawaban ilmuwan Muslim kontemporer
terhadap permasalahan ilmiah kontemporer dalam bidang ekonomi yang dinilai tidak
mampu memberikan jawaban yang seutuhnya terhadap permasalahan hidup manusia
1
Mohamad Akram Laldin and Hafas Furqani, “Islamic Financial Services Act (IFSA) 2013 and the
Sharīʿah-Compliance Requirement of the Islamic Finance Industry in Malaysia,” ISRA International Journal of
Islamic Finance 10, no. 1 (2018): 94–101, https://doi.org/10.1108/IJIF-12-2017-0052.
2
Laldin and Furqani.

1
modern.3Untuk memahami hubungan antara agama dan perilaku ekonomi maka harus
dipelajari bidang dan lingkup masing-masing. Secara umum agama (religion) diartikan
sebagai persepsi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan
peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga membawa kepada
pola hubungan dan perilaku manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta.
Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritual atau
ritualitas, namun agama merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan dan peraturan serta
tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan manusia. Ekonomi secara umum
didefenisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan
sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.
Dengan demikian ekonomi merupakan suatu bagian dari agama. Ruang lingkup ekonomi
meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi dan distribusi.
Setiap agama secara definitif memiliki pandangan mengenai cara manusia berperilaku
mengorganisasi kegiatan ekonominya. Meskipun demikian, mereka berbeda dalam
intensitasnya.4
Ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern memang baru
muncul pada tahun 1970-an2 . Akan tetapi, benarkah pemikiran tentang ekonomi Islam
juga merupakan fenomena baru abad 20? Ternyata tidak! Pemikiran tentang ekonomi
Islam ternyata telah muncul sejak lebih dari seribu tahun lalu, bahkan sejak Islam itu
diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama ekonomi Islam adalah
Al Qur’an dan Hadis . Ringkasnya pemikiran ekonomi Islam setua Islam itu sendiri.
Walaupun sebagian besar diskusi ini hanya terkubur dalam literatur tafsir Al Qur’an ,
hadis (termasuk sarahnya), fikih dan ushul fikih4 . Dan sekarang sudah ada usaha yang
dilakukan untuk mengkaji lebih dalam materi-materi ini dan menyajikannya secara
sistematis dan aktual, walaupun masih sedikit, terutama di Indonesia5 . Dengan demikian
membangun pemikiran ekonomi Islam ini menjadi penting untuk dilakukan dan kerja
berjamaah, artinya tidak hanya oleh ekonom saja, tapi juga oleh fukaha, mufassir dan
sebagainya walaupun sudut pandang dan pendekatannya bisa berbed.

3
Laldin and Furqani.
4
Tung Liang and Muhamad Akram Khan, “A Resource Information System for Agricultural and
Environmental Applications,” 1993.

2
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teori permintaan uang klasik ?

2. Apa yang dimaksud dengan teori permintaan uang keynes ?

3. Apa itu teori permintaan uang dan penawaran uang Islami ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui teori permintaan uang klasik.

2. Untuk mengetahui teori permintaan uang keynes.

3. Untuk mengetahui teori permintaan dan penawaran uang Islami.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Permintaan Uang Klasik
Pandangan klasik mengenai faktor yang menentukan permintaan uang dapat
dijelaskan dengan menggunakan teori kuantitas (quantity Teory) dan teori sisa tunai
(cash-balance theory). Dikembangan oleh ekonom klasik pada abad ke 19 dan awal abad
ke 20, teori kuantitas/ jumlah uang adalah suatu teori mengenai bagaimana nilai nominal
dan pendapat agregat ditentukan. Fitur yang paling penting dalam teori ini menjelaskan
bahwa suku bunga tidak mempunyai pengaruh terhadap permintaan atas uang.5
Irving Fisher membahas antar keterkaitan jumlah total uang yang beredar (M) dan
total pengeluaran dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh perekonomian (p X Y),
dimana p adalah tingkat harga dan Y adalah output agregat (pendapatan). Konsep yang
memfasilitsi antara keterkaitan M dan P x Ydisebut dengan percepatan uang (velocity of
money), yaitu rata-rata jumlah perputaran dari satu unit mata uang yang digunakan untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksikan dalam sebuah perekonomian. Percepatan
uang dinyatakan dengan lebih jelas sebagai total pengeluaran (P x Y) di bagi dengan
jumlah uang beredar (M). 6
Dengan sederhana, Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:
MV=PT

Persamaan diatas menyatakan bahwa jumlah uang dikalikan dengan jumlah


berapa kali uang beredar tersebut yang digunakan dalam satu tahun tertentu harus sama
dengan pendapatan nominal.
Persamaan (2.2) tidak lebih dari suatu identitas dari suatu hubungan yang benar
menurut definisi. Persamaan tersebut tidak mengatakan, misalnya ketika jumlah uang
beredar (M) berubah, pendapatan nominal (px Y) berubah dengan arah yang sama. Agar
dapat mengkonversi persamaan tersebut kedalam teori mengenai bagaimana pendapatan
nominal ditentukan maka dibutuhkan suatu pemahaman mengenai faktor-faktor yang

5
Nano Prawoto, “Permintaan Uang Di Indonesia Tahun 1976-1996 (Konsep Keynesian Dan Monetaris
Dengan Pendekatan PAM),” Economic Journal of Emerging Markets, 2000, 37–52.
6
Nano Prawoto, “Permintaan Uang Di Indonesia: Konsep Keynesian Dengan Pendekatan PAM,” Jurnal
Ekonomi & Studi Pembangunan 1, no. 1 (2000).

4
menentukan percepatan (velocity of money). 7
Fisher beralasan bahwa percepatan ditentukan oleh institusi dalam perekonomian
yang mempengaruhi individu melakukan transaksinya. Bentuk institusi dan teknologi dari
suatu perekonomian hanya akan mempengaruhi percepatan secara lambat secara waktu,
sehingga percepatan biasanya konstan dalam jangka pendek. 8
Pandangan Fisher yang menyatakan bahwa percepatan (velocity of money) cukup
konstan dalam jangka pendek mengubah persamaan pertukaran (equation of exchange)
kedalam teori kuantitas uang (quantity theory of money) yang menyatakan bahwa
pendapatan nominal semata-mata ditentukan oleh pergerakan pada jumlah uang. Oleh
karena para ekonom klasik (termasuk Fisher) berpikiran bahwa upah dan harga sangat
fleksibel maka tingkat output agregat (Y) yang dihasilkan dalam perekonomian dalam
kondisi normal akan tetap pada tingkat pengerjaan penuh (full employment), sehingga Y
dalam persamaan pertukaran dapat diberlakukan konstan dalam jangka pendek.9
Teori jumlah uang mengimplikasikan bahwa jika M naik dua kali lipat, p juga
naik dua kali lipat dalam jangka pendek, karena V dan Y adalah konstan. Bagi para
ekonom klasik, teori jumlah uang (quantity theory of money) memberikan penjelasan
mengenai pergerakan tingkat harga, yaitu pergerakan tingkat harga semata-mata
merupakan akibat dari perubahan jumlah uang.
Teori jumlah uang (quantity theory of money) menjelaskan berapa banyak uang yang
dipegang pada pendapatan agregat tertentu, pada kenyataanya teori ini merupakan teori
permintaan akan uang. Dengan membagi persamaan dengan V maka :
M = x PY
Ketika pasar uang berada dalam keseimbangan, jumlah uang (M) yang dipegang
sama dengan jumlah uang yang diminta (M), sehingga persamaan tersebut dapat diganti
dengan M. Dengan menggunakan untuk menyatakan (sebuah konstanta, karena V adalah
sebuah konstanta), maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai : Md = kx PY.
Fisher mendapatkan kesimpulan ini karena dia meyakini bahwa masyarakat memegang
uang hanya untuk melakukan transaksi dan tidak mempunyai kebebasan bertindak dalam
hal jumlah uang yang ingin dipegang. Permintaan akan uang ditentukan oleh besarnya
7
Jimmy Hasoloan, Ekonomi Moneter (Deepublish, 2014).
8
Hans-Hermann Hoppe, “Teori Umum Keynes Dalam Pandangan Misesian,” Ciputat, Indonesia, 2007.
9
Sahabudin Sidiq, “Stabilitas Permintaan Uang Di Indonesia Sebelum Dan Sesudah Perubahan Sistem Nilai
Tukar,” Economic Journal of Emerging Markets 10, no. 1 (2005).

5
transaksi yang dihasilkan dari pendapatan nominal (PY) dan institusi dalam
perekonomian yang mempengaruhi cara masyarakat bertransaksi sehingga menentukan
percepatan (k).
Ketika Fisher mengembangkan pendekatan teori kuantitas untuk permintaan atas
uang, sekelompok ekonom klasik di Cambridge, Inggris dipimpin oleh Alfred Marshall
dan A.C. Pigou mendapatkan kesimpulan yang hampir sama, walaupun dengan alasan
yang sedikit berbeda. Ekonom Cambridge menurunkan persamaan dengan mengakui
bahwa dua properti dari uang memotivasi orang untuk memegangnya; kepuasan sebagai
alat pertukaran dan alat penyimpanan kekayaan.
Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung
rugi) yang menghubungkan permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi
yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang
selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan (ala Fisher),
juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan
harapan (expectation) dari para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktor-
faktor lain ini mempengaruhi permintaan akan uang seseorang, dengan demikian juga
mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan.
B. Teori Permintaan Uang Keynes
John Maynard Keynes mengabaikan pandangan klasik mengenai percepatan
(velocity) yang dinyatakan konstan dan mengembangkan teori permintaan ang yang
disebut sebagai teori preferensi likuiditas (liquidity preference theory), yang mengajukan
pertanyaan: Mengapa seseorang memegang uang? Keynes merumuskan ada tiga motif
dibalik permintaan uang yaitu motif transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi.10
Menurut Keynes besarnya permintaan uang dapat dikelompokan dalam tiga motif, yaitu:
1. Motiv Transkasi
Merupakan permintaan uang yang timbul karena adanya kebutuhan untuk
membayr transaksi biasa. Fungsi uang dalam motif pertama ini lebih berfungsi
sebagai medium of echange dari transaksi keuangan rumah tangga, industri maupun
pemerintah untuk semua barang dan jasa dalam jangka pendek. Secara agregat
kebutuhan untuk transksi dapat dikelompokan untuk memenuhi dari transaksi di

10
F S Miskhin, “Monetary Policy Strategy,” Massachusets Institute of Technology, 2007.

6
konsumsi, investasi, ekspor- impor dan pengeluaran pemerintah. Kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan transaksi dalam jangka pendek relatif sedikit dibandingkan
dengan motif yang lain.
2. Motiv Berjaga-jaga
Permintaan akan uang untuk tujuan memenuhi kemungkinan-
kemungkinan yang tidak terduga.
3. Motiv Spekulasi
Motif spekulasi atau kebutuhan untuk memenuhi kemungkinan yang tak terduga,
motif ini lebih bersifat untuk mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam
pasar komoditi, stock market, financial market, dan foreign exchange. Namun tidak
semua pelaku ekonomi akan menciptakan kebutuhan ketiga ini.
Dari motif ketiga inilah suku bunga sebagai biaya opportunity muncul, di mana
semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah permintaan yang untuk spekulasi
begitu juga sebaliknya. Alasannya adalah: pertama, apabila tingkat suku bunga tinggi,
berarti biaya alternatif untuk memegang uang adalah tinggi. Biaya alternatif yang
tinggi akan menyebabkan kebutuhan akan saldo spekulasi berkurang. Sebaliknya
semakin kecil tingkat suku bunga maka, semakin besar keinginan masyarakat untuk
menambah saldo spekulasi, karena pada suku bunga yang rendah biaya keuntungan
dari peluang pasar komoditi, stock market, financial market, dan lain-lain akan
menjadi murah.11
Dengan demikian, masyarakat akan cenderung lebih berani untuk menambah
saldo spekulasi. Kedua, hipotesis Keynes bahwa masyarakat menganggap adanya
tingkat suku bunga normal. Tingkat bunga normal artinya suatu tingkat di mana suku
bunga tidak akan berada pada level yang irasional, sehingga setiap kali ada perubahan
bunga maka diharapkan akan kembali pada level yang dianggap wajar. Tingkat bunga
normal pada level yang rendah mengakibatkan permintaan uang kan menjadi elastis
sempurna atau terjadinya fenomina liquidity trap. Pada kondisi liquidity trap
masyarakat tidak akan memegang kekayaannya dalam surat berharga sehingga
semuanya akan diwujudkan dalam bentuk uang kas.
C. Teori Permintaan Dan Penawaran Uang Islami
11
Frederick Miskhin et al., “El Declive de La Banca Tradicional: Implicaciones Para La Estabilidad
Financiera y La Política de Regulación,” Moneda y Crédito, no. 200 (1995): 53–94.

7
1. Teori Permintaan Uang dalam Islam
Diskusi tentang bagaimana manajemen moneter harus dilakukan, tidak akan
pernah terlepas dari berbagai cara untuk mempertemukan permintaan uang dan
penawaran pada tingkat yang paling ideal. Kita tidak dapat menafikan dan
mengasumsikan bahwa salah satu diantaranya merupakan variabel exogen. Akan
tetapi, kita harus melihat bagaimana kedua variabel ini mencapai tingkat equilibrium
dalam makroekonomi. Penjelasan untuk menerangkan permintaan uang merupakan
pekerjaan yang komplek dan sophisticated. Permintaan uang secara tidak langsung
akan mengikutsertakan tingkat suku bunga, total transaksi, total output, personal
income, pendapatan tetap, kesejahteraan, upah, tingkat inflasi dan ekspektasinya,
institusi perantaranya dan inovasi-inovasi dalam keuangan.12
Seperti yang telah dijelaskan bahwa permintaan uang dari ketiga mazhab ekonomi
Islam pada dasarnya mempunyai kesamaan dalam motif memegang uang. Dalam
Islam fungsi permintaan uang hanya dikenal dua motif saja, yaitu motif transaksi dan
berjaga-jaga. Karena perbuatan yang mengarah kepada motif spekulasi dilarang
dalam Islam, maka instrumen moneter yang ada dihindarkan dari penggunaan
variabel yang akan mengarahkan kepada motif spekulasi. Keberadaan instrumen
pengganti suku bunga diarahkan penggunaanya terhadap uang yang memiliki tujuan
yang bersifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien.
Walaupun ada persamaan dalam motif memegang uang, namun penggunaan variabel
penjelas yang digunakan di antara ketiga mazhab adalah berbeda.13
a. Teori Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna
Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan
berjaga-jaga atau untuk tujuan investasi. Secara matematik formula
permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
Md = 𝑀𝑑trans + 𝑀𝑑𝑝𝑟𝑒𝑐

Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat pendapatan


yang dimiliki oleh seseorang. Di mana semakin tinggi tingkat pendapatan

12
Donna Anggia Priscylia, “Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia (Sbi) Dan Pembayaran Non
Tunai Terhadap Permintaan Uang Di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Pembangunan 12, no. 2 (2014): 106–17.
13
Adiwarman Karim, “Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer,” Jakarta: Gema Insani Press., 2001.

8
seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan
jasa juga akan meningkat. Fungsi permintaan uang untuk motif berjaga-jaga
(meliputi juga permintaan uang untuk investasi dan tabungan) ditentukan oleh
besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.
b. Teori Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Seperti halnya pada mazhab pertama di mana permintaan uang dalam
Islam hanya dikategorikan dalam dua hal yaitu permintaan uang untuk
transaksi dan berjaga- jaga. Perbedaan baru terlihat di antara mazhab ini
setelah kita membicarakan bagaimana perilaku permintaan uang untuk motif
berjaga-jaga dalam Islam dan variabel apa yang mempengaruhi motif berjaga-
jaga ini.
Landasan filosofis dari teori dasar permintaan uang ini adalah Islam
mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan secara
maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunana
kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang harus diperangi.
Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur bertujuan untuk
mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada kegiatan usaha produktif.
Pengenaan kebijakan ini akan berdampak pada pola permintaan uang
untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap
aset produktif yang dianggurkan maka permintaan terhadap aset ini akan
berkurang. Secara sederhana dapa dianologikan sebagai berikut, Ahmad yang
memiliki kekayaan berupa tanah dan kemudian tanah tersebut hanya
dianggurkan saja sehingga tidak ada nilai tambah dari kekayaannya, maka
kebijakan yang dikenakan terhadap Ahmad agar tanah tersebut memiliki nilai
tambah adalah mendorong Ahmad untuk bersedia mengelola kekayaannya
pada kegiatan yang produktif. instrumen yang digunakan adalah pajak
terhadap pengangguran tanah tersebut. sehingga Ahmad akan terkena risiko
pembayaran pajak apabila tanah miliknya tetap dianggurkan.

c. Teori Permintaan Uang Alternatif


Permintaan uang dalam mazhab ketiga ini, sangat erat kaitannya dengan

9
konsep endogenous uang dalam Islam. Teori endogenous dalam Islam secara
sederhana dapat kita artikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah
representasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Teori inilah
yang kemudian menjembatani dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan
uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat
didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi
jika dan hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut
dipergunakan. Sehingga tidak selalu nilai tambahnya akan tergantung dari
hasil yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonomi, nilai tambah
uang dan jumlahnya hanyalah representasi dari perubahan dan pertambahan di
sektor riil. Konsep inilah yang kemudian menjadikan landasan sistem moneter
Islam selalu berpijak pada sektor mikroekonomi.
2. Teori Penawaran Uang dalam Islam
Membahas teori penawaran Islami, kita harus kembali kepada sejarah penciptaan
manusia. Bumi dan manusia tidak diciptakan pada saat yang bersamaan. Dalam
memanfaatkan alam yang telah disediakan Allah bagi keperluan manusia, larangan
yang harus dipatuhi adalah “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
Larangan ini tersebar di banyak tempat dalam Al-Qur'an dan betapa Allah sangat
membenci mereka yang berbuat kerusakan di muka bumi.14
Secara umum tidak banyak perbedaan antara teori permintaan konvensional
dengan Islami sejauh hal itu dikaitkan dengan variabel atau faktor yang turut
berpengaruh terhadap posisi penawaran. Bahkan bentuk kurva secara umum pada
hakikatnya sama. Satu aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam
pespektif ini kemungkinan besar berasal dari landasan filosofi dan moralitas yang
didasarkan pada premis nilai-nilai Islam.
Yang pertama adalah bahwa Islam memandang manusia secara umum, apakah
sebagai konsumen atau produsen, sebagai suatu objek yang terkait dengan nilai-nilai.
Nilai-nilai yang paling pokok yang didorong oleh Islam dalam kehidupan
perekonomian adalah kesederhanaan, tidak silau dengan gemerlapnya kenikmatan

14
Muhamed Aslam Haneef, “Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer,” Airlangga University, 2006.

10
duniawi (zuhud) dan ekonomis (iqtishad). Inilah nilai-nilai yang seharusnya menjadi
trend gaya hidup Islamic man. Yang kedua adalah norma-norma Islam yang selalu
menemani kehidupan manusia yaitu halal dan haram. Produk-produk dan transaksi
pertukaran barang dan jasa tunduk kepada norma ini. Hal-hal yang diharamkan atas
manusia itu pada hakikatnya adalah barang-barang atau transaksi-transaksi yang
berbahaya bagi diri mereka dan kemaslahatannya.15
Kedua, rasionalitas. Asumsi kedua ini merupakan turunan dari asumsi yang
pertama. Jika ilmu ekonomi konvensional melihat bahwa manusia adalah economic
man yang selalu didorong untuk melampiaskan keinginannya dengan cara apapun,
maka asumsi rasionalitas merupakan ruhnya yang mengilhami seluruh usahanya
dalam rangka memenuhi keinginannya tersebut. Selama manusia menguras tenaga
dan pikirannya untuk memenuhi keinginannya dengan cara apapun, ia adalah
makhluk rasional. Ketika produsen berusaha memaksimalkan keuntungan, dengan
mengabaikan tanggung jawab sosial, ia adalah makhluk rasional dan tidak perlu
dikhawatirkan. Begitu juga dengan konsumen yang ingin memaksimalkan nilai guna
(utility) ketika membeli suatu produk, maka ia berjalan pada jalur rasionalitas dan hal
itu secara ekonomi adalah baik.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
Romanus Heru Setiawan and Ign Agus Wantara, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang
Kartal Di Indonesia Tahun 2000. Q.-2013. Q4” (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2015).

11
Pandangan klasik mengenai faktor yang menentukan permintaan uang dapat
dijelaskan dengan menggunakan teori kuantitas (quantity Teory) dan teori sisa tunai
(cash-balance theory). Dikembangan oleh ekonom klasik pada abad ke 19 dan awal abad
ke 20, teori kuantitas/ jumlah uang adalah suatu teori mengenai bagaimana nilai nominal
dan pendapat agregat ditentukan. Fitur yang paling penting dalam teori ini menjelaskan
bahwa suku bunga tidak mempunyai pengaruh terhadap permintaan atas uang.
John Maynard Keynes mengabaikan pandangan klasik mengenai percepatan
(velocity) yang dinyatakan konstan dan mengembangkan teori permintaan ang yang
disebut sebagai teori preferensi likuiditas (liquidity preference theory).
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua, adapun saran yang penulis sampaikan dalam makalah ini yaitu, dalam pembuatan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Dan oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan
kritikan dan saran dari para pembaca yakni kritikan dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Hasoloan, Jimmy. Ekonomi Moneter. Deepublish, 2014.
Hoppe, Hans-Hermann. “Teori Umum Keynes Dalam Pandangan Misesian.” Ciputat, Indonesia,

12
2007.
Karim, Adiwarman. “Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer.” Jakarta: Gema Insani Press.,
2001.
Laldin, Mohamad Akram, and Hafas Furqani. “Islamic Financial Services Act (IFSA) 2013 and
the Sharīʿah-Compliance Requirement of the Islamic Finance Industry in Malaysia.” ISRA
International Journal of Islamic Finance 10, no. 1 (2018): 94–101.
https://doi.org/10.1108/IJIF-12-2017-0052.
Liang, Tung, and Muhamad Akram Khan. “A Resource Information System for Agricultural and
Environmental Applications,” 1993.
Miskhin, F S. “Monetary Policy Strategy.” Massachusets Institute of Technology, 2007.
Miskhin, Frederick, Franklin R Edwards, Charles Goodhart, and Rafael Repullo. “El Declive de
La Banca Tradicional: Implicaciones Para La Estabilidad Financiera y La Política de
Regulación.” Moneda y Crédito, no. 200 (1995): 53–94.
Muhamed Aslam Haneef. “Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.” Airlangga University,
2006.
Prawoto, Nano. “Permintaan Uang Di Indonesia: Konsep Keynesian Dengan Pendekatan PAM.”
Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan 1, no. 1 (2000).
———. “Permintaan Uang Di Indonesia Tahun 1976-1996 (Konsep Keynesian Dan Monetaris
Dengan Pendekatan PAM).” Economic Journal of Emerging Markets, 2000, 37–52.
Priscylia, Donna Anggia. “Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia (Sbi) Dan
Pembayaran Non Tunai Terhadap Permintaan Uang Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi
Pembangunan 12, no. 2 (2014): 106–17.
Setiawan, Romanus Heru, and Ign Agus Wantara. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan Uang Kartal Di Indonesia Tahun 2000. Q.-2013. Q4.” Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2015.
Sidiq, Sahabudin. “Stabilitas Permintaan Uang Di Indonesia Sebelum Dan Sesudah Perubahan
Sistem Nilai Tukar.” Economic Journal of Emerging Markets 10, no. 1 (2005).

13

Anda mungkin juga menyukai