Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEREKONOMIAN DALAM ISLAM


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Fiqih di Madrasah
Dosen Pengampu : Sibghotullah Akbar Tirta Adiguna, S.PdI, M.Pd

DISUSUN OLEH:
1. NIZAM LABIB HIBATULLAH (1301202053)
2. PUJUT ARIES WIBOWO (1301202054)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INTITUT AGAMA ISLAM AL GHURABAA JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Mahakuasa karena telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul;
Perekonomian dalam Islam.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Sibghotullah Akbar


Tirta Adiguna, S.PdI, M.Pd sebagai pengampu mata kuliah Fiqih di Madrasah, di
Institut Agama Islam Al Gurabbaa. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak


Sibghotullah Akbar Tirta Adiguna, S.PdI, M.Pd. selaku dosen mata kuliah. Semoga
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta , 15 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………..........………… i
DAFTAR ISI……………………………………..........……….. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.A Latar Belakang……………………………..........…………. 1

1.B Rumusan Masalah……………………………..........……… 2


1.C Tujuan ………………………………………..........………. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.A Pengertian Ekonomi Islam ........................................................ 3
2.B Karakteristik Ekonomi Islam..................................................... 4
2.C Fondasi Ekonomi Islam ............................................................ 8
2.D Pilar Ekonomi Islam.................................................................. 10
2.E Tujuan Ekonomi Islam .............................................................. 11

BAB III KESIMPULAN .............................…..........…………......... 12

Daftar Pustaka…………............…………………………………….. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia hampir pasti akan bersentuhan, baik langsung maupun tidak,
dengan kegiatan dan masalah ekonomi. Masalah ekonomi adalah salah satu hal yang
selalu menarik perhatian, terlebih lagi bagi kalangan pelaku pasar maupun akademisi
serta kelompok masyarakat umum. Berbagai pemikiran telah dikeluarkan dalam
rangka mencari solusi masalah ekonomi tersebut. Tetapi untuk mencari penyelesaian
yang akurat dan tepat dalam mengatasi masalah ini secara keseluruhan banyak
menemui kegagalan dan sangat sedikit keberhasilan yang diperoleh.
Syariat Islam diturunkan kepada umat Islam memeiliki sasaran utama yaitu
untuk mempromosikan kesejahteraan dan kebahagian manusia yang tertuang dan
terdapat dalam bentuk perlindungan keimanan, kehidupan, pemikiran dan keturunan
mereka, serta kesejahteraan mereka. Kesejahteraan baru dapat dinikmati apabila
seseorang telah merasa terpenuhi semua kebutuhan primernya, sebagai kebutuhan
dasar setiap manusia. Terlebih lagi bila kebutuhan yang bersifat mewah juga
terpenuhi. Kondisi tersebut memungkinkan terlaksana selama pereknomian yang
sedang berjalan memenuhi standar yang baik, sehingga semua distribusi dalam
memenuhi supply and demand tidak mengalami kendala yang berarti.
Sebelum adanya sistem-sistem ekonomi Sosialis dan Kapitalis, Islam telah
memberikan landasan fundamental dan petunjuk yang dapat membawa kepada
kebahagiaan manusia dalam hal materi dan ekonomi sejak seribu tahun lalu. Islam
bahkan mampu menghimpun nilai-nilai kebaikan yang terdapat pada sistem ekonomi
manapun, baik sistem dulu maupun yang akan akan datang, dan ia (sistem Islam)
selalu terhindar dari keburukan. Salah satu prinsip yang ditanamkan oleh Islam,
seperti yang terdapat dalam Al-Qur’ān, adalah model berdagang yang baik dan
berkah; bahwa jual-beli itu harus didasarkan pada sikap rela dan tidak ada paksaan.
Demikian pula dengan beberapa pesan Nabi Saw. yang terekam dalam hadisnya;

1
bagaimana suatu system ekonomi itu dibangun dan dilaksanakan.1
Untuk lebih mengenal sistem perekonomian dalam Islam, melalui makalah
ini akan dijabarkan bagaimana Islam mengatur tentang ekonomi . Diharapkan dari
makalah ini didapat pengetahuan serta wawasan yang memadai.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian ekonomi Islam?
2. Bagaimana karakteristik ekonomi Islam?
3. Apa saja fondasi dari ekonomi Islam?
4. Apa yang menjadi pilar ekonomi Islam?
5. Apa tujuan penerapan ekonomi Islam?

C. Tujuan

1. Maasiswa mampu memahami pengertian ekonomi Islam


2. Mahasiswa tahu bagaimana karakteristik ekonomi Islam
3. Mahasiswa memahami apa saja fondasi ekonomi Islam?
4. Mahasiwa menegtahui pilar-pilar dari ekonomi Islam?
5. Mahasiswa mengerti tujuan dari penerapan ekonomi Islam?

1
Yusno Abdullah Otta, “Sistem Ekonomi Islam (Studi Atas Pemikiran Imam al-Ghazali)”, Jurnal
Ilmiah al-Syir’ah, Vol. 9, No.2 (2011)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Islam

Secara etimologi kata ekonomi berasal dari bahasa oikononemia (Greek atau
Yunani), terdiri dari dua kata: oicos yang berarti rumah dan nomos yang berarti
aturan. Jadi ekonomi ialah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup
manusia dalam rumah tangga, baik rumah tangga rakyat (volkshuishouding), maupun
rumah tangga negara (staathuishouding), yang dalam bahasa inggris disebutnya
sebagai economics.2

Secara etimologi, Islam adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang
memiliki makna sejahtera, kepatuhan, ketaatan, penyerahan diri, kedamaian dan
keselamatan. Patuh dan taat kepada Allah SWT disebut sebagai orang muslim.
Dengan demikian, Islam dari segi kebahasan adalah patuh, tunduk, dan taat kepada
Allah SWT dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura,
melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam
kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah SWT.3

Ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-iqtishad al-Islami.


Al-Iqtishad secara bahasa berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan.
Pengertian pertengahan dan berkeadilan ini banyak ditemukan dalam Al-Qura’an di
antaranya, “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan.” (QS. Luqman: 19) dan “Di
antara mereka ada golongan yang pertengahan.” (QS. Al-Maidah: 66). Maksudnya
orang yang berlaku jujur, lurus, dan tidak menyimpang dari kebenaran.

2
Ahmad Shobirin, “Implementasi Jual Beli Air Sumber Di Tinjau Dari Ekonomi Syari’ah”, (Kediri,
2018), hal. 13
3
Azharsyah Ibrahim, dkk., “Pengantar Ekonomi Islam”, (Jakarta, Departemen Ekonomi dan
Keuangan Syariah - Bank Indonesia, 2021), hal. 9-10

3
Iqtishad (ekonomi) didefinisikan dengan pengetahuan tentang aturan yang
berkaitan dengan produksi kekayaan, mendistribusikan, dan mengonsumsinya.
Ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia
dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produksi yang langka
untuk diproduksi dan dikonsumsi. Dengan demikian, bidang garapan ekonomi adalah
perilaku manusia yang berhubungan dengan produksi distribusi dan konsumsi.

Menurut Abdul Mun’in al-Jamal ekonimi Isalam adalah kumpulan dasar-


dasar umum tentang ekonomi yang digali dari al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah.
Sementara Hasanuzzaman mendefinisikan Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan
dan aplikasi dari ajaran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam
memperoleh sumber-sumber daya metrtial memenuhi kebutuhan manusia yang
memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT dan masyarakat.
Secara sederhana dapat disimpulkan kalo ekonomi Islam adalah penerapan syariat
dalam aktifitas ekonomi.4

B. Karakteristik Ekonomi Islam


Karakteristik Ekonomi Islam Menurut kamus Bahasa Indonesia, istilah
karakteristik diartikan sebagai “mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan
tertentu”. Kata “karakteristik” bersinonim dengan “tipikal, distingtif, eksklusif,” dan
lain sebagainya. Dari pengertian tersebut, karakteristik dapat dipahami sebagai suatu
keistimewaan atau kekhususan atau keunikan atau ciri khas yang dimiliki oleh suatu
entitas tertentu yang membedakannya dengan entitas lain.
Di dalam kaitannya dengan sistem ekonomi Islam, karakteristik yang
dimaksudkan adalah keunikan yang dimiliki oleh sistem ini yang membedakannya
dengan sistem ekonomi konvensional, baik kapitalis maupun sosialis/komunisme.
Sistem ekonomi Islam memiliki konsep pikir moral dan penggunaan biaya yang
efektif dan efisien dalam mengatur produksi, distribusi atau pertukaran, dan
konsumsi, dan dibentuk oleh prinsip-prinsip syariah. Tujuan dari sistem ini adalah
untuk memastikan adanya keadilan sosial-ekonomi masyarakat dengan cara

4
Rozalinda,”Ekonomi Islam. Teori dan Aplikasinya pada ktivitas Ekonomi”, (Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 2014), hal 2-3

4
mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Karakteristik unik
ekonomi Islam, oleh karena itu, dimanifestasikan dalam mekanisme operasionalnya
yang diharapkan berakar dalam pada prinsip-prinsip Islam.
Ekonomi Islam mempunyai nilai-nilai universal yang dapat diterapkan pada
semua orang, tidak hanya bagi umat Islam. Di dalam pandangan al-Qaradhawi,
ekonomi Islam berasaskan pada ketuhanan (iqtishad Rabbani), berorientasi pada
akhlak (iqtishad akhlaqi), berwawasan pada kemanusiaan (iqtishad insani), dan
ekonomi pertengahan (iqtishad wasati).5 Dari pengertian yang dirumuskan ini
melahirkan empat karakteristik ekonomi Islam, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Iqtishad Rabbani (Ekonomi Ketuhanan)
Segala aspek dalam Islam tidak bisa lepas dari nilai-nilai tauhid. Ini
merupakan karakteristik pertama yang membedakannya dengan sistem ekonomi
lainnya. Tidak ada sistem ekonomi lain di dunia ini yang mengaitkannya dengan
unsur-unsur ketuhanan dalam praktik-praktik sehari-hari. Umumnya, mereka
merupakan sistem yang bebas nilai sehingga ia tidak berkaitan dengan unsur-
unsur lain selain dari ekonomi. Di dalam kenyataannya, apa pun yang ada di
muka bumi ini merupakan suatu sistem yang saling berkaitan sehingga tidak bisa
melepaskan diri satu sama lain.
Di dalam ekonomi Islam, sistem ekonomi terikat dengan tujuan akhir
mencapai falah dengan rida Allah SWT. Ketika aktivitas ekonomi dilakukan
sesuai dengan rida Allah SWT, maka aktivitas tersebut akan bernilai ibadah di
sisi Allah SWT. Oleh karena itu, sistem ekonomi dalam Islam selalu dikaitkan
dengan ibadah sebagai upaya dalam mempersiapkan bekal untuk hari akhirat.
Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan manusia di muka bumi, yaitu untuk
beribadah kepada Allah SWT.6 Ajaran dan perilaku ekonomi dalam Islam
bersumber dari Al-quran dan hadis Nabi sehingga terikat dengan nilai-nilai
ketuhanan.

5
Azharsyah Ibrahim, dkk., “Pengantar Ekonomi Islam”, (Jakarta, Departemen Ekonomi dan
Keuangan Syariah - Bank Indonesia, 2021), hal. 234
6
Ibid.

5
2. Iqtishad Akhlaqi (Ekonomi Akhlak)
Peran akhlak dalam Islam sangat signifikan karena perbaikan akhlak
merupakan tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
(H.R. Bukhari, No. 273).
Komponen akhlak dalam Islam harus diintegrasikan dalam setiap aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengintegrasian ini
menjadi salah satu hal dasar yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
ekonomi konvesional. Di dalam sistem konvensional, integrasi akhlak dalam
bisnis (business ethics) masih menjadi polemik yang terus diperdebatkan, satu
pihak mendukung pengintegrasian, tetapi pihak lain menyebutkan integrasi ini
akan menghambat perkembangan dalam hal maximization of shareholders
wealths.
Peter Drucker, seorang tokoh dalam bidang manajemen yang terkenal,
menuduh bahwa pengintegrasian etika dalam bisnis dilakukan secara tidak fair
dan hanya akal-akalan saja karena dikaitkan dengan ranah politik. Hal ini
berbeda dengan pandangan ekonomi Islam yang mengharuskan adanya
pengintegrasian akhlak dengan ekonomi yang di manifestasikan dalam setiap
aktivitas yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, dan distribusi serta
sirkulasi. Di dalam bertindak, seorang muslim selalu terikat dengan nilai-nilai
ini sehingga ia tidak bebas, dalam artian boleh, mengerjakan apa saja
diinginkannya ataupun yang menguntungkannya saja.
Islam memberikan perhatian penting terhadap akhlak. Sistem ekonomi
yang dibangun atas fondasi akhlak yang benar akan memberikan keuntungan
kepada semua pihak dan memberikan pengaruh yang besar terhadap kemajuan
ekonomi. Islam tidak menghalalkan segala macam cara untuk mendapat
keuntungan secara ekonomi dengan mengorbankan akhlak yang merupakan
elemen penting dalam kehidupan sosial.7

7
Ibid. hal. 236

6
3. Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)
Di dalam ekonomi Islam, setiap orang memiliki kesempatan yang sama
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk melakukannya, setiap manusia
dibimbing dengan pola kehidupan rabbani sekaligus manusiawi sehingga ia
mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan, terhadap dirinya,
keluarga, dan kepada manusia lain secara umum. Di dalam sistem ekonomi
Islam, manusia merupakan tujuan sekaligus juga sebagai sasaran dalam setiap
aktivitas ekonomi karena manusia merupakan khalifah Allah SWT di muka
bumi.
Penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan, seperti memuliakan manusia,
merupakan bagian dari prinsip ilahiyah yang diimplementasikan dengan
pengangkatannya sebagai khalifah. Di dalam kaitan dengan ini, Allah SWT
menganugerahkan manusia dengan berbagai kelebihan dan sarana yang
memudahkan mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Karena itu
manusia wajib bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kreativitas dan
inovasi untuk dapat menjadikan manusia sebagai tujuan kegiatan ekonomi dalam
pandangan Islam sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan
memanfaatkan ilmu.
Sistem ekonomi kerakyatan ini mampu menjembatani kebutuhan semua
pihak sehingga setiap orang dapat melakukan aktivitas ekonomi secara adil dan
merata. Hal ini menurut al-Ghazali merupakan salah satu tujuan maqashid
syariah, yaitu pencapaian maslahat melalui perlindungan keimanan, jiwa, akal,
keturunan, dan kekayaan mereka. Oleh karena itu, segala hal yang dapat
menjamin tercapainya kelima hal ini akan menjamin kepentingan publik.

4. Iqtishad Wasati (Ekonomi Pertengahan)


Islam juga mengajarkan manusia untuk tidak berlebih-lebihan dan hidup
seimbang (wasati). Dalam hal konsumsi, misalnya, ulama-ulama terdahulu
mengajarkan manusia untuk hidup seimbang dengan pola yang sehat, yaitu
dengan pola “makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang”. Makna dari

7
keseimbangan ini berlaku dalam konteks yang lebih luas dalam segala aktivitas
manusia dengan selalu mempertimbangkan aspek duniawi dengan aspek
ukhrawi. Bentuk keseimbangan yang dimaksud di antara dua aspek ini adalah
dengan menyesuaikan segala sesuatu dengan porsinya masing-masing secara
adil.
Ekonomi Islam juga menengahi sistem individualisme dan sosialisme
secara harmonis, kebebasan individu dengan kebebasan masyarakat secara
seimbang antara hak dan kewajiban, imbalan dan tanggung jawab.
Keseimbangan ini juga bermakna bahwa Islam memperhatikan faktor
religiositas dalam aktivitas ekonomi. Semua aktivitas ekonomi Islam tidak
berdiri sendiri sebagai sebuah ritual dan kepercayaan yang tidak ada kaitannya
dengan ekonomi. Wasatiyah (pertengahan atau keseimbangan) juga merupakan
nilai-nilai yang utama dalam sistem ekonomi Islam. Bahkan nilai-nilai ini
menurut Yusuf al-Qaradhawi merupakan ruh atau jiwa dari ekonomi Islam.

C. Fondasi Ekonomi Islam


Dari karakteristik yang disebutkan di atas, dapat terlihat bahwa sebenarnya
ekonomi Islam merupakan suatu konsep ekonomi holistik yang dapat disistematiskan
secara berjenjang mulai dari filosofi atau fondasi, pilar-pilar pendukung, nilai-nilai,
dan tujuan. Fondasi ekonomi Islam ditegakkan berdasarkan ajaran Islam tentang
kehidupan, manusia, dan Allah SWT. Fondasi ekonomi Islam lahir bersamaan
dengan munculnya Islam dan merupakan bagian integral ajaran Islam itu sendiri.
Oleh karena itu, fondasi dasar ekonomi Islam tidak terlepas dari filosofi Islam dengan
tujuan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki di dunia dan akhirat.
Islam sebagai suatu falsafah hidup secara lengkap telah mendefinisikan dasar-dasar
kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalah, termasuk di dalamnya kegiatan
yang berkaitan dengan ekonomi. Falsafah Islam dalam ekonomi berusaha untuk
mengangkat kesinambungan sistem perekonomian dan mencakup aspek-aspek yang
lebih luas yang terstruktur diformulasikan dalam bentuk fondasi pemikiran pilar-pilar
dan tujuan.

8
1. Akidah merupakan fondasi utama dari segala aktivitas manusia di muka bumi
termasuk aktivitas ekonomi. Konsep akidah membentuk paradigma dasar bahwa
segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini merupakan ciptaan Allah SWT
Yang Maha Kuasa. Ciptaan Allah SWT tersebut merupakan sarana bagi manusia
untuk hidup di muka bumi yang tujuan akhirnya adalah mencapai kesejahteraan
secara material dan spiritual.
2. Syariah merupakan fondasi pendukung konsep akidah. Syariah merupakan
ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi
perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal
dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Tujuan
syariah adalah kemaslahatan makhluk hidup menuju falah dunia dan akhirat.
3. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi
sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, dan manusia dengan pencipta
alam semesta agar hubungan tersebut menjadi harmoni dan sinergis. Akhlak
akan membimbing aktivitas ekonomi agar senantiasa mengedepankan kebaikan
sebagai elemen untuk mencapai tujuan. Hubungan nilai-nilai moral dengan
ekonomi, misalnya dapat dicontohkan sebagai berikut:
a) tidak menggunakan harta yang dapat merugikan orang lain;
b) tidak melakukan penipuan dalam transaksi;
c) tidak menimbun harta (ihtikar);
d) tdak memubazirkan harta, dan lain-lain.
4. Ukhuwah merupakan fondasi pendukung berikutnya dalam segala aktivitas
ekonomi. Ukhuwah atau kesetiakawanan adalah prinsip persaudaraan dalam
menata interaksi sosial yang diarahkan pada harmonisasi kepentingan individu
dengan tujuan kemanfaatan secara umum dengan semangat tolong-menolong.
Ukhuwah dalam aktivitas ekonomi dilakukan melalui proses ta’aruf (saling
mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling menolong), takaful
(saling menjamin), dan tahaluf (saling beraliansi). Ukhuwah menempatkan pola
hubungan antara manusia yang dilandasi dengan prinsip kesejajaran, saling
percaya dan saling membutuhkan. Ukhuwah dapat dihasilkan dari pola ekonomi
sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Transaksi ekonomi sosial secara

9
sekilas hanya terlihat menguntungkan pihak penerima manfaat saja, tetapi
hakikatnya pemberi manfaat juga diuntungkan dengan hal-hal yang kurang dapat
diperhitungkan secara matematis, seperti terjadinya keteraturan sosial,
terciptanya kenyamanan hidup akibat tidak adanya pencurian atau perampokan,
bertambahnya rezeki dari hal-hal yang tidak terduga, dan hal-hal lain yang sudah
Allah SWT janjikan dalam Alquran.

D. Pilar Ekonomi Islam


Pilar ekonomi Islam berdiri di atas fondasi akidah, syariah, akhlak, dan
ukhuwah yang berguna sebagai penyangga tujuan ekonomi. Pilar dapat digunakan
sebagai alat ukur kokoh tidaknya bangunan ekonomi mulai dari level individu,
instansi, maupun sistem. Dari karakteristik sebagaimana dijelaskan di atas, dapat
disarikan ke dalam beberapa pilar, yaitu: 1) keadilan (‘adalah), 2) keseimbangan
(tawaazun), 3) kemaslahatan (mashlahah). Berikut ini penjelasannya;
1. Pilar keadilan memayungi segala aktivitas yang menempatkan segala sesuatu
pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Menurut Askari, Iqbal, dan Mirakhor,
ada tiga komponen keadilan ekonomi dalam masyarakat Islam adalah
a) Kesetaraan dalam hal kebebasan dan kesempatan bagi semua anggota
masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam
b) Keadilan dalam transaksi ekonomi; di mana idealnya dari hasil kreativitas
individu dan pencampuran dengan sumber daya yang tersedia, seorang
manusia bisa menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai tambah sehingga
bisa melakukan klaim kepemilikan atas barang yang dihasilkan sehingga
mereka dapat berpartisipasi dalam pertukaran.
c) Keadilan distributif. Ia merupakan mekanisme yang dapat menjembatani
kebebasan dan kesetaraan antara individu dari kemungkinan pelanggaran.
2. Pilar keseimbangan dimaksudkan sebagai penyeimbang antara aspek material
dengan spiritual dalam segala aktivitas ekonomi. Konsep keseimbangan
(tawaazun) merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat pada berbagai
aspek tingkah laku ekonomi Islam, semisal kesederhanaan (moderation), hemat

10
(parsimony), dan menjauhi sifat boros (israf). Keseimbangan yang dimaksud
yang dimaksud bukan hanya persoalan keseimbangan antara aspek dunia dan
akhirat, tetapi juga seimbang dalam kaitannya dengan kepentingan perseorangan
dan kepentingan umum, serta antara hak dan kewajiban. Bila dalam kehidupan
perekonomian tidak terjadi keseimbangan antara berbagai unsur tersebut, maka
akan terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial.
3. Pilar berikutnya adalah kemaslahatan, yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi integral duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta
individual dan kolektif. Sesuatu dipandang bermaslahat jika memenuhi dua
unsur, yaitu kepatuhan syariah (halal) dan bermanfaat serta membawa kebaikan
(tayib) bagi semua aspek secara integral yang tidak menimbulkan mudarat dan
merugikan pada salah satu aspek. Secara luas, pemenuhan visi kemaslahatan
tercakup dalam maqasid (tujuan) syariah yang terdiri dari menjaga keimanan dan
ketakwaan (dien), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs), harta benda
(maal), dan rasionalitas (‘aql).

E. Tujuan Ekonomi Islam

Tujuan ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari tujuan penciptaan manusia
di muka bumi. Ini karena, kegiatan berekonomi tidak bisa dipisahkan dari aktivitas
manusia di muka bumi. Inilah mengapa Islam juga mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas manusia dalam berekonomi. Di dalam Islam, pencapaian
tujuan ekonomi selaras tujuan syariat Islam itu sendiri (maqashid syariah), yaitu
mencapai maslahat untuk kebahagiaan dunia dan akhirat melalui suatu tata
kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan thayyiban). Tujuan akhir penerapan
ekonomi Islam adalah mewujudkan falah (kesejahteraan) masyarakat secara umum.
Falah adalah kesuksesan hakiki berupa pencapaian kebahagiaan dari segi material
dan spiritual serta tercapainya kesejahteraan di dunia dan akhirat.

11
BAB III

KESIMPULAN

Tujuan ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari tujuan penciptaan manusia
di muka bumi. Ini karena, kegiatan berekonomi tidak bisa dipisahkan dari aktivitas
manusia di muka bumi. Inilah mengapa Islam juga mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas manusia dalam berekonomi.
Ekonomi Islam mempunyai nilai-nilai universal yang dapat diterapkan pada
semua orang, tidak hanya bagi umat Islam. Di dalam pandangan al-Qaradhawi,
ekonomi Islam berasaskan pada ketuhanan (iqtishad Rabbani), berorientasi pada
akhlak (iqtishad akhlaqi), berwawasan pada kemanusiaan (iqtishad insani), dan
ekonomi pertengahan (iqtishad wasati). Dari pengertian yang dirumuskan ini
melahirkan empat karakteristik ekonomi Islam.
Fondasi ekonomi Islam ditegakkan berdasarkan ajaran Islam tentang
kehidupan, manusia, dan Allah SWT. Fondasi ekonomi Islam lahir bersamaan
dengan munculnya Islam dan merupakan bagian integral ajaran Islam itu sendiri.
Fondasi ekonomi Islam mencakup; Akidah, Syariah, Akhlak, dan ukhuwah.
Pilar ekonomi Islam berdiri di atas fondasi akidah, syariah, akhlak, dan
ukhuwah yang berguna sebagai penyangga tujuan ekonomi. Pilar dapat digunakan
sebagai alat ukur kokoh tidaknya bangunan ekonomi mulai dari level individu,
instansi, maupun sistem. Pilar ekonomi Islam mencakup pilar keadilan, pilar
keseimbangan, dan pilar kemasalahatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Azharsyah, dkk. 2021, “Pengantar Ekonomi Islam”, Jakarta, Departemen


Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia
Otta, Yusno Abdullah, 2011“Sistem Ekonomi Islam (Studi Atas Pemikiran Imam al-
Ghazali)”, Jurnal Ilmiah al-Syir’ah, Vol. 9, No.2
Rozalinda, 2014, ”Ekonomi Islam. Teori dan Aplikasinya pada ktivitas Ekonomi”,
Jakarta, PT RajaGrafindo Persada

Shobirin, Ahmad, 2018, “Implementasi Jual Beli Air Sumber Di Tinjau Dari
Ekonomi Syari’ah”,

13

Anda mungkin juga menyukai