Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN, PONDASI, BANGUNAN EKONOMI ISLAM

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Ekonomi Pembangunan Islam
Dosen Pengampu : Safira Elfadhilah, SE., SEI., ME

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Achmad Nagib (2120604051)
Oktavia Achdawati (2130604064)
Fahriyatun Nabilah (2120604076)
Raul Fernanda (2130604082)

Program Studi Manajemen Zakat Dan Wakaf


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang hingga saat ini masih Berkenan
memberikan kepercayaan-Nya kepada kita semua untuk menikmati Segala karunia-Nya dan
hanya berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Pedoman,
Pondasi, Bangunan Ekonomi Islam”. Tugas makalah diskusi kelompok mata kuliah Ekonomi
Pembangunan Islam ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas dari dosen mata kuliah
Ekonomi Pembangunan Islam.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna dan Masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat Membangun sangat kami
harapkan untuk di masa yang akan datang agar menjadi Lebih baik lagi. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan Yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita Semua.
Aamiin.

Palembang, 09 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Definisi Ekonomi Islam ........................................................................................... 3


B. Hal-hal Terkait Judul ............................................................................................... 4
I. Pedoman Ekonomi Islam ..................................................................... 4
II. Rancang Bangun Ekonomi Islam ......................................................... 10
III. Pondasi Ekonomi Islam ....................................................................... 11
IV. Tiang Ekonomi Islam .......................................................................... 16
V. Akhlak dalam Kegiatan Ekonomi Islam ............................................... 20

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 22

A. Kesimpulan............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Bagaimana
masyarakat memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi sumber daya merupakan faktor
kunci dalam penentuan kesejahteraan individu dan kelompok. Di tengah perubahan dinamis
dunia modern, ada upaya yang terus menerus untuk mencari model ekonomi yang berlandaskan
pada prinsip-prinsip etika, keadilan, dan keberlanjutan.

Ekonomi Islam adalah salah satu alternatif yang muncul sebagai respons terhadap tantangan
ini. Ekonomi Islam, yang berakar pada prinsip-prinsip Islam, menawarkan pandangan yang
berbeda tentang bagaimana sumber daya harus dikelola dan didistribusikan. Hal ini didasarkan
pada nilai-nilai keadilan, keberkahan, dan etika yang tercermin dalam ajaran Islam.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pedoman, pondasi, dan bangunan
ekonomi Islam. Keberadaan ekonomi Islam memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks
global saat ini. Beberapa negara telah berhasil mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi
Islam dalam sistem ekonomi mereka dan mencapai hasil yang positif. Namun, masih ada
tantangan dan perdebatan yang perlu diatasi dalam menerapkan model ini secara luas.

Dalam konteks ini, makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang komprehensif
tentang ekonomi Islam. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pedoman, pondasi, dan
bangunan ekonomi Islam, diharapkan dapat membuka diskusi lebih lanjut tentang model-model
ekonomi alternatif yang mungkin mendorong keadilan dan keberlanjutan di masa depan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pedoman Ekonomi Islam?
2. Apa itu Rancang Bangun Ekonomi Islam?
3. Bagaimana isi dari Pondasi, tiang dan Atap Ekonomi Islam?

C. Tujuan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah, penulis berharap bisa memberi pengetahuan mengenai:
1. Definisi Ekonomi Islam
2. Pedoman Ekonomi Islam
3. Rancang Bangun Ekonomi Islam
4. Pondasi (landasan), Tiang dan Atap Ekonomi Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ekonomi Islam

Menurut para ahli, perkataan “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oicos” dan
“nomos” yang berarti rumah dan aturan. Jadi, ekonomi adalah aturan-aturan untuk
menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga
rakyat (volkshuishouding) maupun dalam rumah tangga Negara (staatshuishouding).

Dalam bahasa Arab istilah ekonomi diungkapkan dengan kata al-Iqtisad, yang secara
bahasa berarti kesederhanaan dan kehematan. berdasarkan makna ini, kata al-Iqtisad berkembang
dan meluas sehingga mengandung makna ‘ilm al-Iqtisad, yakni ilmu yang berkaitan dengan
kesederhanaan atau membahas ekonomi. Ali Anwar Yusuf memberikan definisi ekonomi.
Menurutnya, ekonomi adalah kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumbersumber produktif yang langka untuk memproduksi barang dan jasa serta
mendistribusikannya.

Telah menjadi Sunnatullah bahwa setiap manusia hidup dalam suatu kegiatan seperti yang
disebutkan dalam pengertian ekonomi tersebut di atas, memerlukan kerja sama. Tanpa ada kerja
sama mustahil bagi manusia untuk hidup secara normal. Kerja sama memiliki unsure take and
give, membantu dan dibantu. Salah satu aspek penting dalam melakukan kerja sama adalah dalam
bidang muamalah dalam bentuk kegiatan perdagangan, sewa menyewa, utang piutang, dan
sebagainya. Kegiatan ini menyerap 85% tenaga kerja yang ada.

Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi
syariah adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi
syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-
ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of
analysis seperti matematika, statistik, logika dan ushul fiqih

M. Akram Khan mendefinisikan ekonomi syariah secara dimensi normatif dan dimensi
positif. Ia berpendapat bahwa mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan
partisipasi. Sedangkan Muhammad Abdul Manan mendefinisikan ekonomi syariah dengan ilmu

3
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai
syariah Islam.

Muhammad Nejatullah ash-Sidiqy mendefinisikan ekonomi syariah dengan respon pemikir


muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu dengan berpedoman pada Alquran,
Sunnah, akal (ijtihad), dan pengalaman. Kursyid Ahmad mendefinisikan ilmu ekonomi Islam
dengan sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku
manusia secara relasional dalam perspektif Islam.

Menurut Muhammad Abdullah Al-Arabi ekonomi Syariah merupakan sekumpulan dasar-


dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Alqur'an dan As-sunnah, dan merupakan bangunan
perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasardasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan
dan masa.

Dari beberapa defenisi di atas, pengertian yang paling tepat mengenai ekonomi syariah
adalah defenisi yang dikemukakan oleh Monzer Kahf. Ia mengatakan bahwa ilmuekonomi syariah
merupakan ilmu interdisipliner perpaduan antara ekonomi konvesional dan ekonomi syari’ah.

B. Hal-hal Terkait Judul


I. Pedoman Ekonomi Islam

Dalam Islam, agama menjadi pedoman yang mengatur kehidupan umat Islam, termasuk
pada kegiatan-kegiatan ekonomi, yaitu dalam bermu’amalah. ekonomi syariah dengan respon
pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu dengan berpedoman pada
Alquran, Sunnah, akal (ijtihad), dan pengalaman. Disinilah letaknya peranan Islam sebagai
pedoman dan petunjuk hidup manusia di Dunia.

1. Dasar Hukum Ekonomi Islam

Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam Islam, yang secara garis besar
dibagi atas yang telah disepakati oleh seluruh ulama dan yang masih menjadi perbedaan pendapat,
di mana secara khusus hal ini dapat dipelajari dalam disiplin ilmu ushul fiqh. Dalam modul ini
hanya akan dijelaskan metode pengambilan hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama,
terdiri atas Alquran, hadis dan sunah, ijma, ijtihad, serta Qiyas.

4
a. Al Qur’an

Sumber hukum Islam yang abadi dan asli adalah kitab suci Alquran. Alquran merupakan
amanat sesungguhnya yang disampaikan Allah melalui perantara Nabi Muhammad SAW untuk
membimbing umat manusia. Amanat ini bersifat universal, abadi dan fundamental. Pengertian
Alquran adalah sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (baik isi
maupun redaksi) melalui perantaraan malaikat Jibril. Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Alquran
sebagai berikut. “Alquran adalah Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir,
membacanya termasuk ibadah”.

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
secara mutawatir melalui malaikat Jibril dari mulai surat Al-Fatihah diakhiri surat An-Nas dan
membacanya merupakan ibadah. AlQur’an merupakan dasar hukum ekonomi Islam yang abadi
dan asli, dan merupakan sumber serta rujukan yang pertama bagi syari'at Islam, karena di
dalamnya terdapat kaidah-kaidah yang bersifat global beserta rinciannya. Sebagaimana firman
Allah surat an-Nisa [4] ayat 80:

‫ع َه ا‬
‫َّٰلل َم ْنيُّطِ عِال‬ َ َ ‫رسُ ْولَفَقَدْا‬
َ ‫طا‬

Terjemahnya

“Barang siapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”.

Ayat di atas menyatakan bahwa al-Qur'an menjelaskan hukum-hukum syara’ itu secara
keseluruhan, karena penjelasan-penjelasan as-Sunnah berasal dari al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai
sumber pokok bagi semua hukum Islam telah menjelaskan dasar-dasar hukum, seperti
memerintahkan kepada manusia agar memenuhi janji (perikatan) dan menegaskan halalnya jual
beli beserta haramnya riba.

Banyak ayat menyebutkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia, baik yang primer
(basic needs) maupun yang sekunder. Seperti kebutuhan pangan, yang diindikasikan dengan
menyebutkan pemberian rizki Allah berupa buah-buahan, binatang ternak, ikan laut, air susu,
kebutuhan pakaian dan perumahan. Semua itu merupakan kebutuhan manusia berupa sandang,
pangan dan papan.

5
Al-Qur'an tidak saja mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, akan tetapi
mengatur pula hubungan antara penciptanya. AlQur'an juga bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan antara hubungan kehidupan spiritual dan material. Dan memerintahkan kepada
manusia agar percaya pada hari kebangkitan kembali, hari kiamat dan ganjaran atau hukuman.

Jadi al-Qur'an tidak hanya merincikan tentang pentingnya menyusun dan memelihara
hubungan erat dengan Tuhan tetapi juga menjelaskan semua yang mungkin diperlukan untuk
memenuhi kehidupan sosial yang lengkap. Al-Qur'an tampil sebagai dokumen yang sejak awal
mulanya hingga terakhir berusaha memberi penekanan pada semua ketegangan moral yang perlu
bagi perbuatan manusia kreatif. Pusat perhatian al-Qur'an adalah manusia dan perbaikannya.
Untuk itu sangatlah penting bagi sesorang untuk bekerja dalam kerangka ketegangan-ketegangan
tertentu yang sebenarnya telah terciptakan Tuhan dalam dirinya.

b. As-Sunnah

As-Sunnah atau sering disebut juga al-Hadits mempunyai arti yang sama, yaitu segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun
takrirnya. Kalaupun ada perbedaan sangat tipis sekali, as-Sunnah yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. saja, sedang Al-Hadits disandarkan bukan saja
kepada Nabi Muhammad SAW. akan tetapi kepada para sahabat Nabi. As-Sunnah merupakan
sumber hukum yang kedua setelah al-Qur'an, dasar pokok asSunnah sebagai sumber hukum,
sebagaimana firman Allah surat an-Nisa: 59

ٰٓ ‫رسُ ْولَ ال َواَطِ ْيعُوا َهَّٰلل اَطِ ْيعُوا ل ِذ ْينَا َمنُ ْٰٓوا ا‬
‫يٰاَيُّ َها‬

Terjemahnya

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya”

Kedudukan as-Sunnah terhadap al-Qur'an, sebagaimana dirumuskan dalam tiga hal, yaitu:

a. Sunnah berfungsi menjelaskan ayat yang masih mubham, merinci ayat yang mujmal.

b. Sunnah menambah kewajiban-kewajiban syara’ yang ketentuan pokoknya telah


ditetapkan dengan nash al-Qur'an. Seperti sunnah datang dengan membawa hukum-hukum
tambahan yang menyempurnakan ketentuan pokok tersebut.

6
c. Sunnah membawa hukum yang tidak ada ketentuan nashnya di dalam al Qur'an.

Seperti dalam masalah mu’amalat, yaitu al-Qur'an memerintahkan untuk memenuhi janji
(perikatan). Hal ini perikatan mana yang sah dan yang halal serta perikatan yang haram dan yang
tidak harus dipenuhi, disini asSunnah berperan untuk menjelaskannya.

c. Ijma

Ijma sebagai sumber hukum ketiga merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun
dari cendekiawan agama. Perbedaan konseptual antara sunah dan ijma terletak pada kenyataan
bahwa sunah pada pokoknya terbatas pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas pada sahabat karena
mereka merupakan sumber bagi penyampaiannya. Sedangkan ijma adalah suatu prinsip hukum
baru yang timbul sebagai akibat dari penalaran atas setiap perubahan yang terjadi di masyarakat,
termasuk dalam bidang ekonomi.18

Ijma dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap
sesuatu. Disebutkan ‫ على فالن أجمع‬berarti berupaya di atasnya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS.Yunus: 71

‫ا َ ْم َركُ ْم َوش َُرك َۤا َءكُ ْم فَا َ ْج ِمعُ ْٰٓوا‬

Terjemahnya

“…Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutusekutumu”.

d. Ijtihad dan Qiyas

Secara teknik, ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit
banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya ialah bahwa pendapat yang
diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin juga keliru. Maka ijtihad mempercayai sebagian
pada proses penafsiran dan penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan
penalaran. Tetapi ketika asas-asas hukum telah ditetapkan secara sistematik, hal itu kemudian
digantikan oleh qiyas. Terdapat bukti untuk menyatakan bahwa kebanyakan para ahli hukum dan
ahli teologi menganggap qiyas sah menurut hukum, tidak hanya aspek intelektual tetapi juga dalam
aspek syariat. Menurut para ahli hukum, perluasan undangundang melalui analogi tidak
membentuk ketentuan hukum yang baru, melainkan hanya membantu untuk menemukan hukum.

7
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya dalam
Alquran dan hadis dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash. Mereka juga membuat definisi lain, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang
tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat
hukum. Dengan demikian, qiyas penerapan hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa
karena prinsip persamaan illat akan melahirkan hukum yang sama pula.Umpamanya hukum
meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Alquran, yaitu hukumnya haram.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah: 90

َ ‫ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْيس ُِر َواْ ْلَٰ ْن‬


‫صاب َُواْ ْلَٰ ْز ْٰلَ ُم ِر ْجس ِ ٌِّم ِٰ ْنعَ َم ِل ن َما اِ ل ِذ ْينَا َمنُ ْٰٓوا ا لكُ ْمت ُ ْف ِل ُح ْون َٰٓيٰاَيُّ َها شيْطنِفَاجْ تَنِب ُْوهُلَ َع ال‬

Terjemahnya

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Haramnya meminum khamar berdasar illat hukumnya adalah memabukkan. Maka setiap
minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar dalam hukumnya maka minuman
tersebut adalah haram.

Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal berikut ini.

1. Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya, disebut dengan al-maqis alaihi.

2. Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya, disebut pula al-maqîs.

3. Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam nash dalam hukum asalnya. Yang
kemudian menjadi ketetapan hukum untuk fara’.

4. Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas yang dibangun atasnya.

2. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

Setiap aktivitas perekonomian yang dilakukan manusia dalam ekonomi islam pasti
berpedoman pada prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran islam. Prinsip-prinsip dari ekonomi Islam
menurut M.A. Choudhury (1986) sebagai berikut:
8
a. Prinsip tauhid dan persaudaraan.

Tauhid ialah konsep yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Segala aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang muslim akan sangat terjaga karena ia
merasa bahwa Allah SWT akan selalu melihat apa yang dilakukannya. Sementara konsep
persaudaraan atau yang biasa dikenal sebagai ukhuwah Islamiyah memberikan makna
persaudaraan dan kerja sama yang tulus antara sesama muslim dalam aktivitas ekonomi.

b. Prinsip bekerja dan produktivitas.

Dalam ekonomi Islam individu dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin dengan tingkat
produktivitas kerja yang tinggi dengan tujuan untuk memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan
umat. Hasil pekerjaan ini harus dikompensasi secara layak sesuai dengan standar kehidupan yang
layak.

c. Prinsip distribusi kekayaan yang adil.

Prinsip ekonomi Islam yang ketiga adalah pengakuan atas hak masyarakat dan redistribusi
kekayaan. Mekanisme pendistribusian kekayaan dalam Islam adalah dengan melalui mekanisme
zakat. Proses mekanisme zakat akan mampu melakukan redistribusi kekayaan dari pihak kaya
kepada pihak miskin.

Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar
dalam Islam, yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan kepada Alquran dan Sunah adalah sebagai
berikut:

a. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan,dan


pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.

b. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang.

c. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan distribusi


pendapatan dan kekayaan di masyarakat.

d. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral.

e. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

9
Kebijakan dasar yang menjadi acuan dalam sistem ekonomi Islam menurut Choudhury adalah
sebagai berikut:

a. Pelarangan atas riba (abolition of riba) di dalam perekonomian. Dalam ekonomi Islam hanya
biaya aktual yang diakui sebagai biaya produksi dengan menambahkan biaya depresiasi namun
tidak memasukkan komponen biaya spekulatif.

b. Penerapan mudharabah dalam perekonomian. Pola kerja sama berbasis mudharabah


memberikan kesempatan akses yang sama baik kepada pemilik modal maupun pengelola dalam
menjalankan aktivitas perekonomiannya.

c. Pelarangan israf atau konsumsi yang berlebihan. Dalam ekonomi Islam konsumsi yang
dilakukan harus berdasarkan atas kebutuhan riil dan bukan keinginan yang dapat mengakibatkan
kemubaziran dalam pola konsumsi.

d. Kehadiran institusi zakat sebagai suatu mekanisme dalam mengatur distribusi kekayaan di
kalangan masyarakat. Hal ini bertujuan agar setiap kelompok masyarakat dapat memiliki akses
yang sama dalam perekonomian dan dapat memiliki hidup yang layak bagi dirinya dan
keluarganya.

II. Rancang Bangun Ekonomi Islam

Berikut ini merupakan gambaran dari rancang bangun untuk ekonomi Islam yang dapat di
ibaratkan sebagai sebuah rumah.

10
Pada konsep rancang bangun diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi pondasi adalah
teori-teori ekonomi Islam, diwujudkan dalam nilai-nilai dasar ekonomi yang terdiri dari Tauhid,
Keadilan, Nubuwwah, Dawlah, dan Ma'ad. Sedangkan pada posisi berikut nya yang menjadi tiang
penyangga agar memperkokoh bangunan tersebut dalam artian ekonomi Islam adalah prinsip-
prinsip pada ekonomi Islam itu sendiri. Adapun beberapa prinsip yang menjadi pegangan dalam
kegiatan ekonomi Islam antara lain Kepemilikan Multijenis, Kebebasan Bertindak, serta Keadilan
Sosial. Dan yang terakhir sebagai posisi puncak atau bisa disebut atap untuk bangunan ekonomi
Islam adalah Akhlak. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa akhlak yang penting diperhatikan oleh
masyarakat muslim dalam kegiatan ekonomi Islam.

III. Fondasi Ekonomi Islam

Landasan ekonomi Islam terdiri atas lima nilai-nilai universal sebagai berikut:

1. Tauhid

Nilai ini mengandung makna bahwa Allah SWT sebagai pencipta alam semesta serta
makhluk didalamnya patut untuk disembah. Dalam rancang bangun ekonomi Islam, Nilai Tauhid
sebagai pilar yang mendukung kokohnya ekonomi Islam itu sendiri. Nilai ini sebagai wujud
keimanan kepada Sang Pencipta alam raya, dan ketaatan manusia melalui ibadah kepada-Nya.
Segala bentuk aktivitas dengan sesama manusia harus dilakukan dengan baik dan sesuai ajaran
Allah SWT. Semua kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan dihadap Allah SWT, termasuk
dalam kegiatan perekonomian umat. Melalui perhatian pada nilai Tauhid, pelaku ekonomi akan
memiliki dasar keimanan dalam bertransaksi. Melalui penerapan nilai Tauhid yang baik akan
mewujudkan kesadaran manusia terhadap adanya pertanggungjawaban pada Allah SWT diakhirar
kelak. Melalui pilar ini diharapkan pelaku ekonomi memiliki arah penentu kegiatannya dengan
baik, dan semata-mata untuk ibadah kepada Allah SWT (Fauzia dan Riyadi, 2014).Ekonomi dalam
Islam sebagai bentuk pelengkap kehidupan, bukan merupakan tujuan utama dalam hidup manusia.
Ekonomi digunakan untuk mencapai tujuan lain dalam hidul, menunjang dan memberikan layanan
terhadap akibah dan moral umat manusia. Pemanfaatan sebagai amanah dari Allah SWT untuk
manusia agar dapat mempertangungjawabkan perbuatanya di akhirat. Sarana dalam mewujudkan
tanggungjawab pemanfaatan kegiatan ekonomi pada manusia adalah dengan pengelolaan kegiatan

11
perekonomian yang semata-mata untuk kemaslahatan orang lain. Ekonomi Islam memiliki
landasan ketuhanan, dan akhir dari perjalanan kegiatan ekonomi adalah Tuhan yaitu Allah SWT.
Tujuan lain dari ekonomi Islam adalah membantu umat lebih taat Tuhan yang memberikan segala
nikmat pada mereka untuk menghilangkan segala bentuk kesusahan diri serta menjamin keamanan
dan kesejahteraan hidup (Barus, 2016). Konsep tauhid mengandung makna bahwa sistem ekonomi
Islam dilandaskan atas keyakinan dan keimanan umat. Kemudian mengandung harapan bahwa
tidak akan terjadi kesenjangan dari kegiatan ekonomi untuk masyarakat, serta tidak bertentangan
dengan nilai-nilai syariah. Tujuan umum ekonomi Islam memiliki tiga aspek yang harus terpenuhi
antara lain pemerataan, keseimbangan, dan keadilan. Sehingga sebagai umat muslim sepatutnya
untuk taat dalam beribadah, sekaligus menjalankan perintah sesuai ajaran termasuk dalam kegiatan
muamalah. Implementasi nilai-nilai tauhid dilakukan dalam semua jenis kegiatan seperti sosial,
ekonomi, politik, dan lainya. Khusus dalam kegiatan ekonomi maka implementasi yang dapat
dilakukan adalah dengan sikap jujur, adil, dan tanggung jawab (Maghfur, 2016).

2. Keadilan (Adl')

Pencipta segala isi alam semesta telah ditakar dengan adil oleh Allah SWT. Tidak ada
perbedaan jenis rahmat dan anugrah pada umat-Nya, semua dapat mengelola sumber daya dengan
sama. Namun perlu diperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya harus dapat dinikmati secara
umum, untuk kesejahteraan bersama. Islam mengatur makna adil sebagai perbuatan yang tidak
mendzalimi antar umat. Sehingga dapat dijelaskan bahwa adil berupa penempatan segala sesuatu
sesuai tempat. Implikasi pada kegiatan perekonomian adalah pada jalan memperoleh keuntungan
yang tidak boleh merugikan orang lain (Rianto dan Amalia, 2016). Pada kegiatan ekonomi Islam,
sifat adil harus dapat dirasakan kedua belah pihak yang bertransaksi. Misalkan dalam
pendistribusian produk atau jasa, penentuan harga, serta kebijakan untuk pelaku ekonomi lain dari
pemerintah atau negara. Titik perhatian dari keadilan adalah menciptakan manfaat yang sama
bagia semua kalangan, termasuk masyarakat yang lemah perekonomianya.

Islam memandang keadilan sebagai ketentuan yang wajib dalam suatu unsur penting saat
menjalani kehidupan bagi manusia. Kewajiban berlaku adil sebagai ketentuan untuk seluruh umat
manusia di bumi ini tanpa pengecualian. Sebagai bentuk pemeliharaan keseimbangan, dan
menjalin hubungan antara Tuhan dan manusia, dan juga Islam membentuk keseimbangan
hubungan antar umat manusia. Keseimbangan sangat dibutuhkan dalam perlindungan hubungan

12
yang telah terjalin dengan baik dan mengurangi adanya dampak buruk yang timbul yang telah
terjalin dengan baik dan mengurangi adanya dampak buruk yang timbul oknum dalam kegiatan
perekonomian. Maka dari itu, pentingnya penciptaan keadilan dalam Islam untuk semua aspek
kehidupan (Almubarok, 2018).

Pada hakikatnya berlaku adil dalam transaksi ekonomi juga perintah Allah SWT kepada
umat manusia. Seperti memberikan takaran timbangan yang sesuai, dan mengurangi jumlah yang
seharusnya diterima pembeli. Selain itu unsur kerelaan antar kedua belah pihak sangat dijunjung
tinggi dalam kegiatan ekonomi umat muslim. Kemudian menghindari unsur penipuan, seperti
menyembunyikan kondisi buruk sebuah barang, maka harus berlaku jujur. Setiap muslim perlu
senantiasa berlaku dan bersikap adil, karena sudah marak oknum penjual yang merugikan pembeli.
Lalu bagi oknum yang curang tersebut tentu dapat menerima balasan di akhirat kelak. Contoh
perbuatan curang dalam kegiatan ekonomi seperti meresahkan pembeli, dan membuat kecewa.
Pembeli tidak mendapatkan hak yang harusnya diterima, malah diambil oleh orang yang serakah
terhadap keuntungan dunawi (Husni, 2020).

3. Kenabian (Nubuwwah)

Pengutusan Nabi dan Rasul di bumi sebagai penuntun jalan manusia dalam bertindak dan
berperilaku pada kehidupanya. Melalui petunjuk dari Allah SWT terkait berbagai persoalan hidup,
akan disampaikan oleh Nabi kepada umatnya. Selain itu Nabi juga mengajarkan sesuatu yang
benar agar manusia merasa aman sebagai umat Islam yang taat pada Allah SWT. Semua utusan
Nabi dan Rasul Allah semata-mata mengemban tugas untuk mengajarkan umat manusia tentang
ajaran syariat Islam yang sangat berguna bagi setiap kehidupan manusia kelak. Ajaran-ajaran
tersebut diselipkan melalui dakwah yang dilakukan para Nabi dan Rasul, sehingga sudah pasti
nilai-nilai keislaman yang dibawa bersumber dari Allah SWT Sang Pencipta alam semesta beserta
seluruh isinya. Nabi sebagai model bagi manusia untuk dapat dicontoh segala tindakanya dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai umat muslim kita telah memiliki role model untuk kehidupan kita,
yakni Nabi Muhammad SAW (Amir, 2021). Beberapa sifat-sifat beliau patut dicontoh untuk umat
muslim antara lain:

a. Sidiq (Jujur)

13
Prinsip ini harus dimiliki setiap umat karena merupakan bentuk pencapaian tujuan sesuai
akhlak syariah. Dalam kegiatan ekonomi sifat ini akan membawa keberkahan dan terjaminnya
kualitas transaksi perekonomian yang baik.

b. Amanah (Tanggung Jawab)

Prinsip ini sebagai bentuk perwujudan kredibilitas manusia dalam mengemban amanah
dari seseorang. Adanya sifat ini akan membangun kepercayaan antar umat sehingga kegiatan
perekonomian akan berjalan dengan lancar tanpa adanya masalah.

c. Fathanah (Bijaksana)

Sifat ini berupa pengoptimalan segala bentuk potensi diri dalam menjalankan kegiatan
ataupun mengemban tugas dari seseorang. Melalui ilmu pengetahuan akan membuat manusia bisa
memberikan kinerja dengan maksimal. Dalam kata lain cerdas dalam berkegiatan ekonomi untuk
menghindarkan dari keburukan atas modus-modus dalam kegiatan ekonomi.

d. Tabligh (Terbuka)

Salah satu prinsip lain yang patut dicontoh ialah keterbukaan, termasuk dalam kegiatan
ekonomi umat. Melalui kemampuan berkomunikasi dengan baik akan menciptakan atmosfer
kegiatan perekonomian yang baik. Selain itu sifat ini akan menguntungkan manusia dalam
mencapai tujuan bisnis dalam ekonomi (Sabana dan Kalsum, 2020).

4. Dawlah (Pemerintah)

Manusia sebagai pemimpin atau Khalifah di Bumi bertugas untuk mengelola kehidupan
umat dengan baik melalui pencapaian tujuan hidup yakni kesejahteraan dan kemakmuran. Fungsi
pemerintah untuk mengatur kegiatan transaksi perekonomian umat dan menghindari kekacauan
yang diakibatkan kesemrawutan kondisi pada masyarakat. Pemerintah memainkan peran dalam
penjaminan kebutuhan hidup masyarakat, penjaminan kesempatan untuk berkarya umat, serta
penjaminan kondisi sosial yang baik. Dalam ekonomi Islam, pemerintah sebagai pengatur kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan kaidah syariah yang ada. Hal tersebut tentu untuk mewujudkan
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, seperti dalam maqashid syariah yakni kebutuhan agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta (Prasetyo, dkk, 2018).

14
Tanggung jawab pemerintah menurut Islam tidak sebatas pada keamanan dalam
pengelolaan wilayahnya saja. Melain memiliki peran dalam pencapaian tujuan umum suatu negara
yaitu membentuk masyarakat yang ideal makmur dan adil. Pemerintah turut andil dalam
menciptakan eadilan dalam masyarakat, melalui pemerataan hak terutama bagi masyarakat yang
lemah dan menjamin kehidupan sosial masyarakatnya. Masyarakat mengumpulkan harta melalui
jalan yang sesuai nilai syariat dan memanfaatkanya, kemudian hasilnya akan dimanfaatkan pada
jalan yang baik dan pemerintah berhak pengelolaan harta tersebut untuk kemaslahan umat lain.
Pemerintah dilarang melakukan intervensi terhadap kegiatan perekonomian dalam suatu badan
usaha bila terjadi konflik internal. Pemerintah dapat turun tangan saat adanya tindak kedzaliman
dari suatu permasalahan dalam internal organisasi dengan membela yang lemah dan perlu bantuan
(Hidayatullah, 2015).

Tanggung jawab pemerintah menurut Islam tidak sebatas pada keamanan dalam
pengelolaan wilayahnya saja. Melain memiliki peran dalam pencapaian tujuan umum suatu negara
yaitu membentuk masyarakat yang ideal makmur dan adil. Pemerintah turut andil dalam
menciptakan eadilan dalam masyarakat, melalui pemerataan hak terutama bagi masyarakat yang
lemah dan menjamin kehidupan sosial masyarakatnya. Masyarakat mengumpulkan harta melalui
jalan yang sesuai nilai syariat dan memanfaatkanya, kemudian hasilnya akan dimanfaatkan pada
jalan yang baik dan pemerintah berhak pengelolaan harta tersebut untuk kemaslahan umat lain.
Pemerintah dilarang melakukan intervensi terhadap kegiatan perekonomian dalam suatu badan
usaha bila terjadi konflik internal. Pemerintah dapat turun tangan saat adanya tindak kedzaliman
dari suatu permasalahan dalam internal organisasi dengan membela yang lemah dan perlu bantuan
(Hakim, 2015).

5. Ma'ad (hasil)

Secara harfiah Ma'ad diartikan sebagai kembali atau dapat dijelaskan semua kegiatan yang
dilakukan manusia akan kembali pada Sang Pencipta yakni Allah SWT. Secara umum dalam
kegiatan ekonomi, ma’ad yang dimaksud ialah laba atau keuntungan. Perolehan laba tentu juga
dengan jalan yang baik dan sesuai dengan syariat Islam. Kondisi masyarakat saat ini, masih banyak
praktik curang dalam mendapatkan keuntungan yang tinggi tanpa memperhatikan dampak pada
orang lain. Banyak pula yang mengabaikan kepentingan umum hanya untuk memenuhi
kepentingan pribadi seorang pelaku ekonomi. Beberapa hal tersebut perlu dihindari karena pada

15
dasarnya cara yang buruk dalam mendapatkan, juga akan mendapatkan hasil yang buruk. Maka
penilaian Tuhan terhadap aktivitas kita akan buruk dan jauh dari amalan kebaikan (Ashal, 2020).

Segala aktivitas manusia di bumi harus juga memperhatikan pertanggungjawaban di


akhirat. Ada istilah bahwa dunia ladang bagi manusia untuk mendapatkan amal sholeh dan berbuat
baik. Allah mengajarkan pentingnyaberjuang bagi manusia untuk mencapai sesuatu hal, dalam hal
ini seperti dalam kegiatan ekonomi perlu perjuangan untuk mendapatkan kebahagiaan dari tujuan
ekonomi. Kegiatan ekonomi yang telah sesuai dengan prinsip syariah akan mendapatkan imbalan
atau ganjaran bukan hanya material, tapi ganjaran kebaikan untuk akhirat kelak (Fauzia dan
Riyadi, 2014). Hasil daripada kegiatan ekonomi umat muslim tentu harus dapat memenuhi
kebutuhan hidup nya, bermanfaat bagi orang, terhindar dari mudharat dan merugikan orang lain,
dan terpenuhinya sarana ibadah kepada Allah SWT. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan
ekonomi umat Islam tentu mengandung pertanggungjawaban sosial, misalkan kewajiban zakat
sebagai jalan berbagi dan pemberdayaan umat.

Kehidupan pada dasarnya tidak sebatas apa yang dilakukan di dunia, melainkan akan terus
berlanjut pada kehidupan akhirat kelak. Sehingga Allah melarang manusia untuk terikat terhadap
urusan dunia. Kebahagiaan akhirat jauh lebih menyenangkan, karena dasarnya nikmat Allah di
dunia tidak seberapa. Manusia diciptakan dengan persamaan hak, walau memiliki perbedaan
individu ras, suku, agama, jenis kelamin, umur, dan lainya. Adanya hak-hak dalam melaksanakan
kewajiban pada kegiatan ekonomi harus dapat menyesuaikan dengan peran masing-masing
masyarakat. Hak setiap manusia telah diatur dalam Islam, termasuk perang mereka dalam kegiatan
muamalah seperti perekonomian. Melalui peran tersebut akan mewujudkan hasil kegiatan
ekonomi Islam yang sesungguhnya yaitu kemaslahatan umat umum (Mukti, 2022).

IV. Tiang Ekonomi Islam

Lima dasar nilai ekonomi Islam yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai pondasi dalam
mewujudkan esensi ekonomi berlandaskan prinsip syariah tersebut. Kemudian adanya dasar
pondasi itu, harus ada tiang penopang agar ekonomi Islam dapat kokoh untuk mewujudkan akhlak
yang sesuai dalam perekonomian untuk umat muslim. Adapun tiang penopang ekonomi Islam
yang dimaksud antara lain (Muhamad, 2001):

16
1. Kepemilikan Multijenis (Multitype Ownership)

Dalam sistem ekonomi Islam kepemilikan Multijenis menyangkut hak milik pribadi atau
swasta, maupun negara. Prinsip yang ada pada kepemilikan ini adalah hak mutlak penciptaan
seluruh alam semesta milik Allah SWT dan manusia hanya ditugaskan untuk mengelola sumber
daya yang ada (Gustiawati, 2019). Sehingga berdasarkan prinsip ini, kepemilikan individual
diakui, serta dalam mewujudkan keadilan dan menghindarkan praktik kedzaliman maka perlu
pengelolaan dari negara atau pemerintah. Prinsip ini juga sebagai kepemilikan campuran yang hak
milik individual perusahaan, asing, ataupun negara akan di akui. Prinsip ini akan mewujudkan
hakikat nilai ekonomi Islam yang memegang teguh norma, dan nilai-nilai kebaikan.

Nilai dasar tauhid dan keadilan akan menciptakan tiang ekonomi Islam berwujud
kepemilikan yang beragam. Pada sistem ekonomi kapitalis kepemilikan yang diakui adalah hak
milik individu atau swasta. Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis kepemilikan negara yang
menjadi prinsip utama dalam kegiatan perekonomian masyarakatnya. Pada sistem ekonomi Islam
justru menghargai adanya beragam kepemilikan harta bagi masyarakatnya, atau bisa disebut
dengan kepemilikan campuran. Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bahwa ekonomi Islam
mengajarkan terkait hak-hak setiap umatnya untuk mengembangkan sumber daya dan potensi diri
(Trimulato, 2016).

Pada penerapan ekonomi Islam dalam transaksi perekonomian masyarakat penting


memperhatikan prinsip ini. Pengelolaan sumber daya merupakan kewajiban umat di dunia, dan
juga pemanfaatanya wajib tidak boleh dimiliki perseorangan atau individu. Prinsip ini memberikan
gambaran mengenai pemenuhan hak-hak orang lain. Kerjasama merupakan cara yang tepat dalam
mengelola sumber daya yang ada agar dapat bermanfaat secara luas pada kehidupan masyarakat.
Sebagai tiang penopang ekonomi Islam kepemilikan multijenis akan mewujudkan hakikat tujuan
ekonomi Islam itu sendiri. Dalam memperkokoh tiang ini, peran umat ialah dengan
mengoptimalkan pengelolaan perekonomian bagi masyarakat umum. Hasil pengoptimalan
tersebut akan menunjukan bentuk ketaatan terhadap perintah Allah SWT dalam mengelola
kegiatan ekonomi untuk kemaslahatan umum (Choiriyah, 2016).

2. Kebebasan Bertindak (Freedom To Act)

17
Adanya role model umat muslim yaitu Nabi Muhammad mengandung makna penerapan
segala bentuk aktivitas ekonomi berlandaskan tindakan dan arahan Nabi yang sebelumnya
bersumber dari firman Allah SWT. Pelaku ekonomi perlu meneladani sifat Kejujuran,
Tanggungjawab, Keterbukaan, dan Kecerdasan Nabi dalam berkegiatan bisnis. Melalui
penyerapan nilai-nilai tersebut berarti telah menunjukkan akhlak moral yang sesuai ajaran Islam.
Adanya nilai-nilai yang dapat diteladani dari Nabi akan mewujudkan kebebasan dalam bertindak,
termasuk dalam kegiatan ekonomi. Pasar sebagai bentuk mekanisme transaksi perekenomian yang
bebas untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Sehingga dalam mekanisme, kedzaliman atau distorsi
pasar harus dihindarkan (Sholihuddin, 2013). Kemunculan distorsi dapat diminimalisir dengan
pemahaman nilai keadilan, serta menghindarkan praktik GHARIM yaitu gharar, riba, maysir, serta
larangan lain dalam transaksi umat muslim. Disini peran pemerintah akan penting dalam
mengawasi kemungkinan praktik distorsi pasar, serta menjamin terselenggaranya praktik ekonomi
dalam kaidah syariah untuk menciptakan atmosfer kegiatan ekonomi dengan bingkai keislaman.

Sistem ekonomi Islam didasarkan pada dua sendir yaitu nilai keadilan dan kebebasan.
Adanya bentuk kebebasan tetap diliputi oleh nilai-nilai ketuhanan, berbeda dengan kebebasan
menurut ekonomi kapitalis yang mengakui kebebasan manusia tanpa ada campur tangan orang
lain. Sebagi bentuk keseimbangan antar individu maka unsur material dan spiritual harus dimiliki
setiap umat. Sendi kebebasan dalam ekonomi Islam menciptakan peluang persamaan akses bagi
setiap umat dalam kegiatanya. Pengakuan kepemilikan individu akan dilindungan dan tentu akan
diimbangi dengan tanggung jawab moral setiap umat. Hukum yang ada menjadi pengontrol
praktik-praktik yang dilarang dalam perekonomian seperti korupsi. Sehingga diharapkan setiap
manusia akan memili peluang yang sama dalam usaha melakukan kegiatan ekonominya, serta
mengalokasikan harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekonomi Islam juga menekankan
pemerataan pendapatan, sehingga akan mengurangi penumpukan kekayaan pada satu orang saja.
Penting memberi kesempatan orang lain untuk berkarya, dan berusaha memenuhi kebutuhan hidup
masing-masing (Rahmati, 2013).

Islam mempunyai konsep tersendiri mengani kekayaan, bahwa semua jenis kekayaan di
dunia ialah milik Sang Pencipta. Kekayaan tersebut dititipkan kepada manusia, dan harus
diperoleh melalui cara yang baik sesuai ajaran syariat agama. Perolehan kekayaan dengan jalan
yang baik bertujuan untuk mendapatkan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak. Kebebasan

18
dalam melakukan pengelolaan kegiatan ekonomi perlu memperhatikan aspek tauhid. Maka sebagai
pelaku ekonomi, tiang ini untuk memperkokoh keimanan umat. Jika tiang ini sudah kokoh, maka
kesadaran terhadap akhlak moral yang baik akan terwujud dalam kegiatan ekonomi.

3. Keadilan Sosial (Social Justice)

Tiang penopang ini merupakan perwujudan dari tujuan ekonomi Islam itu sendiri. Hasil ini
ditentukan oleh nilai dasar khilafah yaitu peran pemerintah dalam mengelola perekonomian pada
masyarakat nya. Selain itu, dengan terwujud nya keadilan sosial akan menunjukkan nilai Ma'ad
atau hasil yang sesuai harapan ekonomi Islam. Sebenarnya semua sistem ekonomi ingin
menciptakan keadilan bagi masyarakat, namun perlu diperhatikan kondisi sekarang bahwa masih
ada ketidakonsistenan dalam penyelenggaraan. Keadilan menurut sistem ekonomi kapitalis apabila
setiap individu telah terpenuhi kebutuhanya, sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis keadilan
ditandai dengan pemerataan konsumsi barang dan jasa dalam masyarakat (Razali, 2019). Pada
realitas pelaksanaan sistem ekonomi sosialis justru pemerintah akan mendominasi dan bahkan
menjadi penguasa ditengah masyarakat yang lemah. Dalam kondisi lain, sistem ekonomi kapitalis
justru mendorong kegiatan perekonomian dikuasai segelintir orang dan praktik monopoli semakin
di galakan. Dalam Islam, keadilan bermakna antar pihak saling rela dan menerima. Sehingga tidak
akan timbul kedzaliman antar pihak dalam pelaku ekonomi. Ekonomi Islam menganut prinsip
mekanisme pasar, dengan pengelolaan distorsi melalui kebijakan intervensi.

Menurut Imam Al-Ghazali adanya sebuah pembangunan ekonomi akan didasarkan pada
nilai-nilai keislaman yang berwujud moral dan etika dalam pencapain keadilan sosial bagi
masyarakat. Sehingga penting adanya integrasi antara ekonomi dan etika untuk membangun sistem
ekonomi yang bertujuan melakukan pemerataan dan mencegah adanya kesenjangan sosial dalam
masyarakat. Pandangan terkait ekonomi dan etika menyangkut beberapa hal antara lain
kepemilikan harta hanya sebagai jalan mencapai kesejahteraan dengan prosesnya yang tidak boleh
melanggar sebuah etika dalam masyarakat. Kemudian manusia hanya diperintah oleh Allah SWT
untuk mengelola kekayaan alam yang ada. Terakhir dengan adanya hak-hak pada setiap individu
diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial(Amaroh, 2014).

Islam memiliki landasan hukum dalam pelarangan praktik ketidakadilan maupun


penindasan bagi sesama umat. Kebebasan diberikan untuk memberikan ruang bagi masyarakat
mengembangkan potensi dan sumber daya. Setiap umat diberikan hak yang sama, baik mereka

19
yang lemah dalam berpikir, kreativitas, maupun material. memiliki hak untuk mencapai
kesejahteraan. Melalui hak-hak tersebut diharapkan akan mewujudkan suatu keadilan sosial pada
masyarakat. Keadilan sosial dalam Islam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Distribusi kekayaan yang adil

2. Kekayaan terdistribusi pada semua kalangan

3. Pendistribusian kekayaan juga wajib melalui jalur zakat dan sodaqoh

Pada realita kehidupan sekarang ini, problematika yang tengah dihadapi umat muslim adalah
penegakan keadilan. Telah banyak kasus praktik ketidakadilan atau ketimpangan pada proses
kegiatan ekonomi masyarakat. Problematika tersebut terjadi karena tidak terpenuhi hubungan
vertikal dengan Tuhan, dan hubungan horizontal antar sesama umat beragama.

V. Akhlak Dalam Kegiatan Ekonomi Islam

Sebagai posisi teratas dalam rancang bangun ekonomi Islam, akhlak menempati posisi
yang penting. Adanya pondasi yang kuat, serta tiang yang kokoh diharapkan akan membentuk
akhlak manusia dalam kegiatan ekonomi Islam sesuai dengan tuntunan agama. Akhlak yang baik
akan menunjukkan pribadi pelaku ekonomi yang sesuai ajaran syariah, begitu pula dengan
sebaliknya. Maka dari itu akhlak seperti layaknya payung dalam memperkokoh pelaksanaan
ekonomi Islam. Pelaku ekonomi penting memperhatikan akhlak dalam berkegiatan untuk
membedakan ciri seorang muslim sejati. Selain itu perilaku produsen juga memiliki nilai dan
norma dalam akhlak kegiatan perekonomian nya (Ramadhan, 2016). Para produsen Islami dapat
mewujudkan akhlak sesuai hakikat ekonomi Islam melalui penciptaan kemaslahatan bagi umat
secara umum. Pendistribusian pendapatan yang merata, pemberian kesempatan bekerja, dan
memenuhi hak pekerja sesuai aturan (Pradanawati, 2014). Moral seorang pelaku ekonomi akan
ditentukan pula dengan pemahaman terkait prinsip dasar pada ekonomi Islam itu sendiri. Sehingga
berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa, pondasi terkait teori-teori, dan tiang dalam bentuk
prinsip ekonomi Islam akan mempengaruhi sikap moralitas pelaku ekonomi seorang umat muslim
(Hamdan, 2012).

20
Realita pada kehidupan sekarang ini, masih banyak oknum pelaku ekonomi yang tidak
menunjukkan karakteristik dari pelaku ekonomi Islam. Masih banyak ditemukan adanya
kecurangan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan ditengah masyarakat. Misalnya mengurangi
porsi timbangan, mencampur bahan makanan dengan zat berbahaya, sampai pengolahan makanan
dari bahan baku tidak layak konsumsi. Tentu adanya fenomena tersebut akan merugikan
masyarakat, bisa mendatangkan mudharat serta membahayakan individu lain. Sehingga dengan
adanya pondasi terkait teori ekonomi Islam yang kuat, agar paham dalam melangkah. Kemudian
adanya tiang penyangga untuk pemahaman terkait teori berupa prinsipprinsip yang harus dijaga
dalam ekonomi Islam. Lalu pada akhirnya, ketika kedua hal tersebut dilakukan dengan baik akan
menciptakan akhlak seorang pelaku ekonomi yang menonjol karakter dari nilai-nilai Islam
tersebut.

Perlu diperhatikan juga pada posisi akhlak bagi pelaku ekonomi Islam, bahwa pencapaian
tertinggi dari kegiatan ekonomi ialah mencapai maslahat. Tujuan kesejahteraan yang tercapai
dengan ditandai adanya pendapatan dan pemenuhan kebutuhan pribadi, akan menunjukkan
keberhasilan dari sistem ekonomi yang dikelola individu tersebut. Perhatian terhadap akhlak tidak
hanya ketika proses transaksi dalam perekonomian saja, melainkan saat setelah mendapatkan hasil
juga harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Pemanfaatan hasil kegiatan ekonomi umat
muslim harus dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar individu umat. Secara umum
kebutuhan tersebut menyangkut kebutuhan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Moral yang baik dalam pemanfaatan harta ditunjukan dengan kebermanfaatan hasil ekonomi
tersebut baik untuk diri sendiri, ataupun untuk orang lain. Semakin luas manfaat hasil kegiatan
ekonomi umat muslim, maka semakin baik akhlak seseorang dalam mengelola perekonomian nya.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Definisi ekonomi islam mempunyai dua pengertian yaitu: ekonomi islam sebagai
suatu ilmu pengetahuan dan ekonomi islam sebagai suatu sistem ekonomi yang islami.
Berdasarkan penjelasan yang telah dibahas, diketahui bahwa ada empat dasar hukum yang
menjadi pedoman dalam hidup umat muslim, termasuk dalam berkegiatan ekonomi.
Keempat pedoman tersebut adalah: (1) Al Quran; (2) Hadis dan Sunnah; (3) ijma; serta (4)
ijtihad dan qiyas.
Ekonomi islam diibaratkan seperti sebuah rumah, bangunan ataupun gedung yang
membutuhkan suatu nilai, prinsip dan konsep dasar berupa rancang bangun sebelum sistem
ekonomi tersebut dibangun. Dengan mengetahui suatu rancang bangun ekonomi islam
diharapkan bisa mendapatkan gambaran secara utuh serta menyeluruh dengan singkat
mengenai ekonomi islam yang seperti bangunan dan terdiri dari atap, tiang dan landasan.
Terdapat prinsi-prinsip dasar dalam rancang bangun ekonomi islam. Beberapa prinsip
tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: nilai-nilai universal, prinsip-
prinsip derivatif dan akhlak. Adapun prinsip utama yang dipegang ekonomi islam yaitu
prinsip tauhid, prinsip keadilan dan prinsip moral yang merupakan manivestasi dari prinsip
nubuwah. Prinsip-prinsip dasar tersebut yang menjadikan ekonomi islam lebih unggul
daripada sistem ekonomi lainnya misalnya ekonomi sosial atau liberal.

22
DAFTAR PUSTAKA

1
“Dosen IAIN Kediri Dan Kaprodi Perbankan Syariah,” n.d.

Hasan, H A. “Sumber Hukum Dalam Sistem Ekonomi Islam.” Pilar 12, no. 2
(2021): 66–78.
https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/view/7623%0Ahttps://jour
nal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/viewFile/7623/4608.

Linggawati Widyan. “Prinsip Dasar Rancang Bangun Ekonomi Islam.” Al-


Maqashid: Journal of Economics and Islamic Business 2, no. 1 (2022): 1–11.
https://doi.org/10.55352/maqashid.v2i1.259.

Mulyana, Ade. “Vol. 12 No. 1, Januari-Juni 2020.” MUAMALATUNA Jurnal


Hukum Ekonomi Syariah 12, no. 1 (2020): 72–99.

23

Anda mungkin juga menyukai