Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM

Dosen Pengampu: Syukri Rosadi, M. E. Sy

KELOMPOK 1
RETNO EFENDI
RISKA SOPIANA
ENDAH LIYUSLIHA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM STAI TUANKU TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN
ROKAN HULU
RIAU 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang dikemas dengan format dan bahasa yang sederhana namun
penuh manfaat. Makalah ini membahas tentang Ekonomi Islam
Walaupun dalam bentuk yang sederhana, namun kami berusaha semaksimal mungkin
untuk menyajikan sesuatu yang terbaik, meskipun menjumpai banyak kendala, terutama
kendala karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami., namun kendala tersebut
tidak menyurutkan niat kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Mengingat keterbatasan tersebut, sudah selayaknya penyusun mengharapkan partisipasi
dari Pembaca, terutama kritik dan saran yang bersifat membangun. Sehingga pada
kesempatan yang akan datang kami dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi.
Tak lupa pula, semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa serta mendatangkan manfaat yang baik bagi kehidupan kita baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun dalam kehidupan beragama dan bernegara. Amin.

Pasir Pengaraian, 18 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
a. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
c. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2
1. Ekonomi islam ............................................................................................................. 2
a. Pengertian ekonomi islam ...................................................................................... 2
b. Dasar hokum ekonomi islam ................................................................................ 3
2. Keterkaitan ilmu dan nilai ............................................................................................ 3
3. Asumsi sasar ekonomi islam........................................................................................ 5
4. Ekonomi islam sebagai suatu sistem............................................................................ 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 11
a. kesimpulan ................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang
menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi
konvensional lainnya. Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi
landasan dan dasar dalam setiap aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel
dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus
diterima.
Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat
yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan
nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang
tentu saja tidak bebas dari nilai- nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek
normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam
pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ekonomi islam?
2. Apa keterkaitan ilmu dan nilai?
3. Apa asumsi dasar ekonomi islam?
4. Apakah ekonomi islam sebagai suatu system?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian ekonomi islam
2. Mengetahui ilmu dan nilai
3. Mengetahui asumsi dasar ekonomi islam
4. Mengetahu apakah ekonomi islam sebagai suatu sistem

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang
menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional
lainnya. Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan
dasar dalam setiap aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel
dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus
diterima.
Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat
yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan
nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang
tentu saja tidak bebas dari nilai- nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek
normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam
pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.
a. Muhammad Abdul Manan
Islamic economics is a sosial science which studies the economics problems of a
people imbued with the values of Islam. Jadi, menurut Abdul Manan ilmu ekonomi
islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
b. M. Umer Chapra
Islami economics was defined as that branch which helps realize human well-being
through and allocation and distribution of scarce resources that is inconfinnity with
Islamic teaching without unduly curbing Individual fredom or creating continued
macroeconomic and ecological imbalances. Jadi, menurut Chapra ekonomi Islam
adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia
melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor

2
yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memeberikan kebebasan individu atau
tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
c. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi, ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan
kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim
moderen.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan
akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang
Islami.
Menurut Abdul Mannan, ilmu ekonomi Islam tidak hanya mempelajari individu sosial
melainkan juga manusia dengan bakat religius manusia itu sendiri.
Ilmu Ekonomi Syari‟ah adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau perilaku manusia
secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi, distribusi, maupun konsumsi
berdasarkan Syari‟at Islam yang bersumber Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta Ijma‟
para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Dasar Hukum Ekonomi Islam
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan
sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula dengan penerapan
syariah di bidang ekonomi bertujuan sebagai transformasi masyarakat yang berbudaya
Islami.
Aktifitas ekonomi sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian
merupakan pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk
mengatur hubungan antara individu yang mengandunng unsur pemenuhan hak dan
kewajiban dalam jangka waktu lama, dalam prinsip syariah diwajibkan untuk dibuat
secara tertulis yanng disebut akad. ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang
menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam.
B. Keterkaitan ilmu dan nilai
Dari paparan dan penjelasan di atas, secara epistemologis ekonomi Islam dapat dibagi
menjadi 2 (dua) disiplin ilmu; Pertama, ekonomi Islam normatif, yaitu ilmu
yang mempelajari tentang hukum-hukum syari’ah yang fokusnya pada urusan
harta benda (al-māl). Cakupannya adalah: (1) kepemilikan (al-milkiyah), (2)
pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan (3) distribusi kekayaan
kepada masyarakat (tauzi’at al-tsarwah baina an-nās). Bagian ini merupakan

3
pemikiran yang terikat nilai atau valuational, karena diperoleh dari sumber nilai
Islam, melalui metode deduksi (istinbath) hukum syari’ah dari sumber hukum Islam
yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini oleh Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani disebut sistem ekonomi Islam (an-nizhām al-iqtishādi fi al-Islām) (al-
Jawi, 2005: 1-4). Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu ilmu yang mempelajari
tentang konsep-konsep Islam yang berkaitan dengan urusan harta benda, spesifiknya
yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam
cara (uslub) dan sarana
(wasilah) yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini
merupakan pemikiran universal, karena diperoleh dari pengalaman dan fakta
empiris, melalui metode induksi terhadap fakta-fakta empiris parsial dan
generalisasinya menjadi suatu kaidah atau konsep umum (al-Jawi, 2005: 1-4). Bagian
ini tidak harus mempunyai dasar konsep dari al-Quran dan as- Sunnah, tapi cukup
disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah. Ekonomi
Islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani disebut ilmu ekonomi Islam
(al-‘ilmu al-iqtishādi fi al-islām). Ilmu Ekonomi Islam merupakan teori atau hukum-
hukum dasar yang menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan
memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilāhiyah). Oleh
karena itu, Ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara riil, tetapi
juga harus menerangkan idealitas yang seyogyanya dapat dilakukan, dan apa
yang seharusnya terjadi dan dikesampingkan atau dihindari, idealita ini dilandasi atas
dasar nilai (value) dan norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun
implisit, kemudian inilah yang disebut dengan ekonomi normatif. Sedangkan
ekonomi positif bahasannya lebih terfokus kepada realitas relasi ekonomi atau
mengenai fenomena yang nyatanya terjadi (P3EI, 2008, 23-26). Menurut Adiwarman
Azhar Karim, dengan demikian, maka ekonom muslim, perlu mengembangkan
suatu ilmu ekonomi yang khas, yangdilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang
tidak hanya dihayati tetapi juga diamalkannya, yaitu ilmu ekonomi Islam. Sebuah
sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku
pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan
tata aturan syari’ah sebagai variabel independent (ikut mempengaruhi segala
pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah SWT. meliputi batasan-
batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Proses integrasi norma dan aturan
syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan

4
di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat. Semuanya harus
seimbang karena dunia adalah sawah atau ladang akhirat. Keuntungan (return)
yang kelak diperoleh seseorang di akhirat, bergantung pada apa yang ia telah
investasikan di dunia (Karim, 2003: 6). Lebih lanjut Chapra mengemukakan bahwa
sesungguhnya sistem ekonomi Islam telah terbentuk dan berkembang secara
berkala sebagai subyek interdisipliner sesuai dengan paradigma Islam. Hal ini
dapat dilihat dari berbagai karya yang telah dihasilkan oleh para Fuqaha (ahli fiqih),
Ulama dan Ekonom Muslim antara lain; (1) Malik (93 – 179 H), pemikiran-
pemikirannya adalah bahwa raja atau penguasa harus bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan rakyatnya dan konsep maslahah (nilai kegunaan barang baik untuk
individu maupun sosial); (2) Muhammad bin Hasan Al-Shaibani (132 – 189 H), telah
merumuskan konsep tentang pendapatan dan belanja rumah tangga, pentingnya
sektor pertanian, dan kerjasama serta bagi hasil; (3) Yahya ibn Adam Al-Qarashi
(203 H), mengenalkan konsep keuangan publik/pajak; (4) Abu Yusuf (731 – 798 H),
konsep tentang keuangan negara; (5) Ibn Miskawaih (1030 H), konsep tentang
pertukaran dan peranan uang; (6) Al-Ghazali (1055 – 1111 H) membahas tentang
standar minimum kebutuhan hidup dan norma-norma kehidupan sosial; (7) Ibn
Taimiyah (1263 – 1328 H) memberikan perhatian kepada masalah kemasyarakatan
dan al-hisbah; (8) Ibn Khaldun (1332 – 1404 H), beberapa ide yang
dikembangkannya adalah pembagian kerja, uang dan harga, produksi dan
distribusi, perdagangan internasional, ekonomi publik, pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan dan kemakmuran. Para pemikir muslim telah mengidentifikasi banyak
konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga kini dan telah
memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu ekonomi modern
(Chapra, 2002: 7-32).
C. Asumsi dasar ekonomi islam
Sekalipun jarang diungkapkan atau bahkan sengaja disembunyikan oleh buku-buku
teks ekonomi konvensional, pada hakekatnya asumsi-asumsi tertentu telah berfungsi
sebagai landasan bagi teori-teori mereka. Ketidakterusterangan dalam persoalan ini
bisa saja dipicu oleh kepercayaan Barat bahwa apa yang menjadi nilai bagi mereka
sebenarnya berlaku juga bagi masyarakat lain. Tokoh ekonom Barat yang paling
egaliter semacam Gunnar Myrdal sekalipun masih menyimpan sikap etnosentris yang
menganggap bahwa nilai-nilai yang menjadi pondasi kemajuan ekonomi Barat
sebenarnya sangat asing bagi masyarakat Asia. Karena itulah perlu kiranya kita

5
menjelaskan di sini bebarapa asumsi yang memiliki implikasi dalam aspek
penawaran.
1. homo economicus.
Dalam ekonomi konvensional, para pelaku dan pemain ekonomi (economic
agent) dipandang sebagai suatu makhluk ekonomi yang berusaha untuk melampiaskan
keinginannya dengan cara apapun. Nafsu ingin memenuhi segala keinginannya dan
cara yang dipakai untuk memenuhinya seringkali atau pada umumnya tidak
dihubungkan secara langsung atau tidak langsung dengan norma moral, baik yang
diambil dari ajaran agama maupun dari filsafat (etiket). Hal ini menimbulkan
dorongan tanpa batas untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber-
sumber daya yang tersedia di alam bagi pemenuhi keinginan manusia. Selama usaha
manusia dipertaruhkan untuk memenuhi keinginannya, mengejar keuntungan dalam
teori penawaran, selama itu pula ia dianggap sebagau sebuah usaha yang baik. Hal ini
menimbulkan pengurasan sumber daya alam yang tersedia sehingga berakibat pada
terancamnya keseimbangan ekologi terutama bagi generasi.
Semua kreasi dan inovasi dipacu dan terus digenjot atas nama ekonomi.
Padahal tidak semua barang atau jasa yang diproduksi tersebut penting untuk
diciptakan bagi kepentingan manusia. Sebagian dari barang yang diproduksi itu pada
hakekatnya suatu bentuk kemubaziran karena sebenarnya tidak perlu diproduksi atau
sebenarnya ada barang lain yang menempati ranking lebih penting harus terlebih
dahulu diproduksi. Hal ini mengakibatkan sistem perekonomian menjadi tidak dapat
dikendalikan
Dalam perspektif ekonomi Islam, manusia diinjeksi dengan norma moral
Islam sehingga nafsu untuk memenuhi keinginannya tidak selalu dipenuhi. Demikian
juga cara untuk memenuhi keinginan tersebut senantiasa dikaitkan dengan norma
moral Islam yang sellau menemaninya ke mana saja dan di mana saja. Karena itu,
semua barang dan jasa yang diproduksi dan ditawarkan ke pasar mencerminkan
kebutuhan riil dan sesuai dengan tujuan syariah itu sendiri (maqoshidu syariah).
Dalam perspektif ini tidak dimungkinkan produksi barang yang tidak berguna secara
syar’i.
2. rasionalitas.
Asumsi kedua ini merupakan turunan dari asumsi yang pertama. Jika ilmu
ekonomi konvensional melihat bahwa manusia adalah economic man yang selalu
didorong untuk melampiaskan keinginannya dengan cara apapun, maka asumsi

6
rasionalitas merupakan ruhnya yang mengilhami seluruh usahanya dalam rangka
memenuhi keinginannya tersebut. Selama manusia menguras tenaga dan pikirannya
untuk memenuhi keinginannya dengan cara apapun, ia adalah makhluk rasional.
Ketika produsen berusaha memaksimalkan keuntungan an sich, dengan mengabaikan
tanggung jawab sosial, ia adalah makhluk rasional dan tidak perlu dikhawatirkan.
Begitu juga dengan konsumen yang ingin memaksimalkan nilai guna (utility) ketika
membeli suatu produk, maka ia berjalan pada jalur rasionalitas dan hal itu secara baik.
Dalam perspektif ekonomi Islam, asumsi ini tetap menjadi acuan tetapi dengan
beberapa catatan dan tambahan. Adanya injeksi norma moral Islam akan menjadi
pelita bagi tiap-tiap agen ekonomi untuk bertindak rasional tetapi dalam kerangka
nilai-nilai Islam.
Gaya hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan dalam memproduksi dan
mengkonsumsi serta selalu memperhatikan batas halal dan haram merupakan rambu-
rambu yang akan memberikan teguran kepada Islamic man.
Ketiga, netral terhadap nilai (value neutral). Asumsi ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari disiplin ilmu ekonomi konvensional yang dipandang sebagai disiplin
positif. Tugas dari suatu disiplin yang positif adalah menggambarkan realitas atau
suatu fenomena secara objektif tanpa ada unsur campur tangan dari pengamat. Di
awal-awal perkembangan ilmu ekonomi menjadi suatu disiplin ilmiah, banyak
pakarnya yang cenderung menjadikannya sebagai suatu ilmu positif .
Sekalipun hingga sekarang terbukti bahwa ilmu ekonomi konvensional tidak selalu
positif, tetapi buku-buku teks masih selalu alergi jika dikaitkan dengan moral
terutama yang berasal dari nilai-nilai keagamaan. Gejala ini disebabkan karena
sekulerisme dalam ilmu pengetahun telah mencapai akar-akarnya sehingga buah yang
muncul dari ilmu pengetahun itu sudah terkena racun sekulerisme. Namun perlu
dicatat bahwa asumsi netral terhadap nilai ini tidak selalu dapat dipertahankan.
Umumnya dalam bidang ilmu mikro ekonomi akar netralitas ini begitu kuat dan
menghujam, tetapi dalam makro ekonomi tidak demikian. Malahan kita dapat melihat
bahwa semua tujuan-tujuan pokok dalam bidang makroekonomi pada hakekatnya
adalah bermuatan nilai (value laden) misalnya tentang kesempatan kerja penuh (full
employment), stabilitas nilai tukar dan harga dan lain-lain. Bahkan kebijakan
pemerintah di hampir semua bidang tidak pernah terlepas dari nilai-nilai.
Adanya keterikatan kepada nilai dalam penawaran tidak menjadikan kinerja produksi
dan penawaran dalam perspektif Islam kekurangan insentif. Dengan injeksi moral

7
Islam justru membuka dan mempeluas horizon dan berfungsi mendorong agen
ekonomi untuk berusaha dengan lebih baik dan efisien. Bagi mereka yang memahami
Islam secara parsial dan tidak komprehensif merasa bahwa semua nilai-nilai ini hanya
berfungsi sebagai hambatan dalam ekonomi dan pembangunan.
D. Ekonomi islam sebagai suatu sistem
Bila ekonomi Islam dipandang sebagai bagian dari ilmu, maka ia tidak bisa
diposisikan sebagai suatu kebenaran yang absolut, dan, konsekuensinya, ia bukan pula
menjadi sesuatu yang abadi. Karena itu, ilmu ini mempunyai kemungkinan untuk
mengalami perobahan dari waktu ke waktu. Demikian pula dengan ilmu ekonomi
Islam yang senantiasa memerlukan perobahan dan perkembangan sejalan dengan
perobahan dan perkembangan zaman dan situasi. Pandangan senada juga pernah
dilontarkan oleh John S. Cambs, seorang pakar ekonomi Amerika, yang mengatakan,
ekonomi bukanlah ilmu melainkan sekedar harapan ilmu.
Wilayah kajian dari ilmu ekonomi adalah memantau dan menjalankan
fungsinya pada pembahasan tentang kualitas produksi dan distribusi serta bagaimana
menentukan dan memperbaiki saranasarana kedua bagian tersebut. Hal ini bersifat
universal dan berlaku bagi semua bangsa dan tidak didasarkan pada suatu ideologi
tertentu. Karena itu, ilmu ekonomi berperan sebagai sains, yang dapat berlaku dan
dipergunakan oleh semua masyarakat dari berbagai bangsa.
Sistem ekonomi dalam pandangan ideologi Kapitalis adalah ekonomi yang
hanya terbatas pada pembahasan mengenai segala sesuatu yang menjadi kebutuhan
manusia dengan alatalat pemuasnya. Sehingga bila dikaji lagi pandangan mereka
hanya menyangkut aspek yang bersifat material dari kehidupan manusia.10 Sementara
wilayah dan dimensi spiritualitas tidak menjadi wilayah yang diperhatikan oleh
ideology kapitalis.
A. Etika bisnis
Pelaku bisnis dan kegiatan ekonomi, menurut alGhazali, keduanya harus
memiliki beberapa landasan dan kode etik.
1. pelaku bisnis harus memiliki niat dan tekad yang baik dalam memulai
bisnisnya.
2. memfokuskan usaha bisnisnya kepada kewajibankewajiban lain yang
mendukung usaha bisnisnya.

8
3. jangan sampai kegiatan bisnisnya menomorduakan kewajibannya dalam
ibadah mengingat Allah Swt., artinya meninggalkan kebahagiaan akhirat
dengan mendahulukan kebahagiaan dunia.
4. pelaku bisnis hendaknya jangan hanya menjauhi yang haram saja, tapi juga
sebaiknya meninggalkan perkara yang Dalam menentukan kondisi tersebut,
seyogyanya seorang pelaku bisnis tidak hanya melihat kepada fatwafatwa
ulama, tapi juga mempertimbangkannya dengan mempergunakan akalnya.
Keempa kriteria dan syarat yang ditekankan oleh alGhazali di atas memiliki
relevansi yang signifikan dengan etika bisnis yang bersifat konvensional, bahkan
lebih menjaga martabat dan keberkahan dari rizki yang diperoleh melalui
kegiatan bisnis yang dilakukannya. Pada point keempat di atas penekanan
alGhazali adalah para pelaku bisnis tidak saja diharuskan menghindari perkara
yang haram semata, melainkan juga harus menghindari segala sesuatu yang tidak
jelas derajat kehalalannya.
B. Prinsip keadilan dan kebaikan
Keadilan termasuk salah satu dari nilainilai dasar dan prinsip ekonomi Islam,
di samping keseimbangan dalam kepemilikan. Di samping itu, prinsip ini
merupakan titik tolak dan sebagai proses dari seluruh kegiatan manusia tujuan.
Dalam bidang ekonomi misalnya, prinsip ini harus menjadi motor pendorong
yang efisiensi dalam memperoleh keuntungan dan, juga sekaligus, destruksi
pemborosan (Q.S. 17: 16). Dalam distribusi, keadilan harus bediri sebagai yang
akurat, faktor produksi dan kebijakan harga, yang akan bermuara pada
keseimbangan yang wajar
C. Pasar bebas
Berbicara mengenai pasar, dalam setiap sistem ekonomi seperti Kapitalis,
Sosialis, dan Islam, tidak akan lepas dari permasalahan harga bagi setiap barang
produksi yang dipasarkan dalam suatu pasar. Keterkaitan ini terjadi, karena,
keduanya, pasar dan harga, merupakan satu mekanisme yang tidak bisa lepas dan
berdiri serta berjalan sendiri. Sebab harga suatu produksi bisa ditentukan oleh
situasi dan mekanisme pasar dan begitu pula sebaliknya.
Roda kegiatan ekonomi, dalam sistem ekonomi manapun, pasar adalah tempat
yang signifikan. Di sini sirkulasi keuangan bergerak dan sejumlah transaksi
dilakukan. AlGhazali telah memberikan dasar dari mekanisme pasar, di
antaranya, perdagangan, teori harga. Riba adalah model pasar yang dipraktekan

9
oleh orangorang Yahudi sebelum dan sesudah kedatangan Islam. Cara mereka
mengeksploitasi pihak kedua, sehingga merugikan lawan bisninya, maka, praktek
ini dilarang dan diharamkan Allah dan RasulNya19 (Q.S. 2: 275 279).

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti
masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya
dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap
aktifitasnya.
Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat
pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi
tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel
dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap
dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus
diterima.
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan
sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula dengan penerapan
syariah di bidang ekonomi bertujuan sebagai transformasi masyarakat yang berbudaya
Islami.
Aktifitas ekonomi sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian
merupakan pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk
mengatur hubungan antara individu yang mengandunng unsur pemenuhan hak dan
kewajiban dalam jangka waktu lama, dalam prinsip syariah diwajibkan untuk dibuat
secara tertulis yanng disebut akad. ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang
menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://www.gudangmakalah.site/2016/01/konsep-dasar-ekonomi-islam.html
https://www.kompasiana.com/sulfitrivitry2622/5b07b9fdf133441ad5420572/sistem-ekonomi-
islam-sebagai-solusi

12

Anda mungkin juga menyukai