Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan

hidayahNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu kami

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan

demi penyempurnaan penulisan selanjutnya.

Ujungbatu,10 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang

berguna bagi dirinya sendiri, orang lain dan Tuhan. Berbicara mengenai pendidikan tidak

terlepas kaitannya dengan perkembangan moral. Karena, pendidikan bertujuan membentuk

manusia yang memiliki moral. Dengan menghasilkan output manusia yang bermoral maka

diharapkan kualitas sumber daya manusia dan peradaban suatu bangsa menjadi lebih tinggi.

Orang yang memiliki moral akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang

salah. Penentuan mana yang baik dan salah ini bukan karena hasil paksaan dari pihak luar, tetapi

berasal dari kesadaran sebagai hasil ekstensinya sebagai manusia. Untuk menghasilkan pribadi

yang memiliki moral yang baik, tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap. Tetapi harus melalui

sebuah proses yang sangat panjang. Proses yang panjang inilah yang akan membentuk moral

manusia melalui apa yang dilihat dan dirasakannya saat interaksi dengan dunia sekitar. Interaksi

dengan dunia sekitar, akan membuat seseorang untuk mempelajari atau mengerti bagaimana

seharusnya dan untuk apa adanya.

Anak yang baru lahir pada dasarnya belum memikiki moral (imoral). Menurut Hurlock

(1980), mengatakan bahwa bayi masih tergolong nonmoral yang berarti bahwa perilakunya tidak
dibimbing norma-norma moral. Anak akan belajar kode moral dari orang-orang di sekitarnya

(orang tua, teman, guru). Belajar berperilaku moral pada masa bayi merupakan suatu proses yang

sangat lambat. Tetapi dasar-dasar kode moral ini ditanamkan pada masa bayi dan akan

membimbing perilaku moral anak pada masa yang akan datang.

Pembentukan moral pada masa anak-anak sangat penting dilakukan mengingat pada masa

ini (anak-anak) adalah masa emas (golden age) bagi seorang anak. Dimana perkembangan

otaknya sangat pesat pada masa golden age ini. Oleh karena itu, penanaman konsep moral harus

dilakukan dengan sangat hati-hati dan oleh orang yang memiliki kompetensi dalam bidang atau

setidaknya yang mnegrti dunia anak. Hal ini, sesuai dengan pendapat Charles H. Spurgeun

sebagaimana yang dikutip oleh Igrea Siswanto dan Sri Lestari (2012), yang mengatakan

“Seorang anak akan menjadi apa kelak tergantung dengan siapa saat ini ia mendapatkan”.

B.     Rumusan Masalah

Masalah dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.      Bagaimana pengertian perkembangan moral dan agama?

2.      Bagaimana prinsip-prinsip perkembangan moral dan agama?

3.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan moral dan agama?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.      Agar mahasiswa mengetahui pengertian, prinsip-prinsip, dan faktor-faktor yang


mempengaruhi perkembangan moral dan agama.

2.      Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan moral dan agama anak usia dini.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perkembangan Moral dan Agama

1.      Pengertian Moral dan Agama

Menurut Lorens Bagus (1996) dalam Sjarkawi (2006), kata Moral berasal dari bahasa latin, yaitu

dari kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), atau mores (adat istiadat, kelakuan,

tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Helden (1977) dan Richards (1971) dalam Sjarkawi (2006), moral

adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang

tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) dalam Sjarkawi

(2006), mengemukakan moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang

dapat dan tidak dapat dilakukan.

Sedangkan, agama merupakan suatu sistem kepercayaan. Menurut Gazalba (1987) dalam

Ghufron dan Risnawita (2010) mendefenisikan religiutas berasal dari kata religi dalam bahasa Latin

“religio” yang akar katanya adalah religure yang artinya mengikat. Dengan demikian, religi atau agama

mengandung arti aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh

pemeluknya. Monks (1989) agama sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang

Maha Kuasa yang memberikan perasaan aman. Sementara Shihab (1993) menyatakan bahwa agama

hubungan antara makhluk dengan Khalik (Tuhan) yang berwujud ibadah yang dilakukan dalam sikap

keseharian.
  Daradjat (1993) dalam  Ghufron dan Risnawita (2010) mengatakan, agama merupakan kesadaran

beragama dan pengalaman beragama. Kesadaran beragama adalah aspek yang terasa dalam pikiran yang

merupakan aspek mental dari aktivitas beragama. Sedangkan, pengalaman beragama adalah perasaan

yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan.

Hurlock (1973) dalam Ghufron dan Risnawita (2010) mengatakan bahwa religi terdiri dari dua unsur,

yaitu unsur keyakinan terhadap ajaran agama dan unsur pelaksanaan ajaran agama. Spinks (1963) dalam

Ghfron dan Risnawita (2010) mengatakan bahwa agama meliputi adanya keyakinan, adat, tradisi, dan

pengalaman individual.

Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral dan agama adalah

suatu kesadaran yang dimiliki oleh anak tentang baik tidaknya suatu tindakan dalam menghayati

hubungannya dengan sang Khalik (Tuhan).

B.     Prinsip-prinsip perkembangan moral dan agama

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis, anak-anak usia dini juga

mengalami perkembangan moral. Menurut Santrock (1995) dalam Deswita (2005),

perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan dengan aturan dan konvensi

mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Anak-anak ketika dilahirkan belum memiliki moral (imoral), tetapi dalm dirinya terdapat

potensi moral yang siap dikembangkan. Oleh karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi

dengan  orang lain, anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh

dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Dalam perilaku bermoral didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianut. Ini menunjukkan apa yang

baik, benar, patut serta seharusnya terjadi. Jika terjadi peringatan, pembuatan janji, memulai

serta maksud membela diri menyatakan penyesalan/menggambarkan suatu harapan.

Sikap moral sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi, penampilan sikap dapat

mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan kepribadian yang mewarnai perilaku

seseorang. Ia aktif dan selektif membentuk sikap untuk berperilaku bermoral dalam

lingkungannya. Dalam perkembangan kepribadian seseorang mungkin bersikap mempertahankan

nilai-nilai lama (konservatif)/mengasimilasai perubahan kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini

menjadi prinsip moral selaku pedoman yang mewarnai/mendominasai perilakunya.

Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, Piaget (Hurlock,

1990) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan kajian pada aturan dalam

permainan anak.

1.      Fase absolut, dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak,

tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua, guru,

anak yang lebih berkuasa).

2.      Fase realitas, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang

lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai suatu

kenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.

3.      Fase subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam

memahami aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkan.


Dalam kategori perkembangan moralnya, Kohlberg (Hurlock, 1990) mengemukakan tiga

tingkat dengan enam tahap perkembangan moral.

1.  Tingkat 1: prakonvensional. Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat

berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman atau hukuman

dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi empat tahap: (1) tahap orientasi terhadap kepatuhan dan

hukuman pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya

kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat

hukuman. (2) tahap relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak

tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki

otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung

pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).

2.      Tingkat 2: konvensional. Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama

agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap. (1) tahap orientasi

mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang

dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan

benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat. (2) tahap

mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik

dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga

bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai

kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.

3.      Tingkat 3: pasca konvensional. Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari

hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap. (1) tahap orientasi terhadap
perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada tahap ini ada hubungan timbal balik

antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai

kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat. (2) tahap

universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik

(baik/buruk, benar/ salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan

yang berhubungan dengan moralitas.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan

bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari

kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai

akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak

dengan lingkungannya.

C.    Faktor-faktor yang mempengaruhi moral dan agama

Anak dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku sesuai nilai-nilai

luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi terprogram melalui pendidikan, serta

lingkungan sosial budaya, mempengaruhi perkembangan struktur kepribadian bermuatan moral.

Ini dialami dalam keluarga bersama teman sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan

sekerja/kegiatan ditengah lingkungan.

1.      Perubahan dalam lingkungan

Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa pergeseran nilai moral serta sikap

warga masyarakat ditengah perubahan dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan

perilaku moral individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari lingkungan nilai
masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan hukuman. Ini memacu proses belajar dan

perkembangan moral secara berkondisi.

2.      Struktur kepribadian.

Psikoanalisa (Freud) menggambarkan perkembangan kepribadian termasuk moral. Dimulai

dengan sistem ID, selaku aspek biologis yang irasional dan tak disadari. Diikuti aspek psikologis

yaitu subsistemego yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego sebagai aspek

sosial yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat. Ketiga subsistem kepribadian tersebut

mempengaruhi perkembangan moral dan perilaku individu. Ketidakserasian antara subsistem

kepribadian, berakibat seseorang sukar menyesuaikan diri, merasa tak puas dan cemas serta

bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang keserasian antara subsistem kepribadian dalam

perkembangan moral akan berpuncak pada efektifnya kata hati (superego) menampilakan

watak/perilaku bermoral seseorang.

Ada sejumlah faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock, 1990).

a.       Peran hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah apabila

anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan atas tindakan yang harus

dilakukan.

b.      Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak seperti yang

diharapkan dan melanggar aturan.

c.       Peran interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan

menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan

dengan orang lain.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bayi sejak lahir belum memiliki

moral/nonmoral (Hurlock, 1980). Proses belajar moral bagi amak merupakan suatu hal yang

membutuhkan waktu lama dan lambat. Perkembangan moral anak berawal sejak anak mulai

berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya (termasuk teman bermain, orang tua, dan guru).

Penanaman kode moral anak dimulai sejak awal/usia dini karena perilaku anak pada masa

berikutnya sangat berpengaruh dengan perkembangan moral masa sebelumnya.

Menanamkan konsep moral pada anak usia dini harus distimulasi dengan permainan yang

menuntut kerja sama, kedisiplinan. Selain itu, anak diajarkan cara-cara melakukan ibadah yang

disesuaikan dengan karakteristik anak. Orang tua bisa kreatif dengan menempelkan gambar-

gambar yang bernuansa religi, gambar masjid, gereja, pura, dan lain sebagainya. Sehingga

seiring dengan perkembangan otak, anak dapat tahap demi tahap mengerti tata aturan yang

berlaku dalam masyarakat tempat ia tinggal dan pada tahap yang lebih tinggi mampu

membedakan mana yang baik-buruk, benar-salah.


DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ghufron, N. M. Dan Risnawita, R. S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Hurlock, E. B. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi


V. Jakarta: Erlangga.

Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial
sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara.

Sutirna. 2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta: Andi Offset.

Siswanto, I. Dan Lestari, S. 2012. Panduan bagi Guru dan Orangtua: Pembelajaran Atraktif dan 100
Permainan Kreatif untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai