Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AKIDAH AKHLAK I

AKHLAK KEPADA ALLAH SWT DAN RASULULLAH SAW

Dosen Pengampu : Mustika Sari’ah Siagian S.Pd.I.M.S.I.C.PS.C.MMI

Di Susun Oleh :
Kelompok 6

Khairunnisak : 01319.111.17.2020

Latifa : 01351.111.17.2021

Tuti Wahyuni : 01334.111.17.2020

Wirdianto Roji : 01366.111.17.2021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM STAI TUANKU TAMBUSAI
ROKAN HULU 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT, atas nikmat yang telah diberikan baik berupa nikmat
kesehatan maupun nikmat kesempatan sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan.Tak lupa pula shalawat beriring salam kepada junjungan alam yang
telah menuntun manusia dari alam kegelapan menuju jalan terang benderang yakni
Nabi Muhammad Saw.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi
tugas mata kuliah Akidah Akhlak I yang di bina oleh ibu Mustika Sari‟ah Siagian
S.Pd.I.M.S.I.C.PS.C.MMI. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dosen serta semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
penulis masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pasir pengaraian, 12 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar belakang................................................................................................1

B. Rumusan masalah..........................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3

A. Pengertian Akhlak..........................................................................................3

B. Akhlak Kepada Allah SWT...........................................................................4

C. Bentuk-bentuk Akhlak Kepada Allah SWT..................................................7

D. Akhlak Kepada Rasulullah SAW...................................................................8

E. Bentuk-bentuk Akhlak Kepada Rasulullah SAW........................................10

BAB III...................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

A. Kesimpulan.......................................................................................................12

B. Saran.................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yang harus dipegang
oleh setiap muslim, menurut Abdullah Ibnu Umar, orang yang paling dicintai dan
paling dekat dengan Rasulullah SAW pada hari kiamat adalah orang yang paling baik
akhlaknya. Rasulullah SAW di utus kedunia ini dengan tujuan untuk
menyempurnakan akhlak manusia, Nabi bersabda :

ُ ‫;ًًَّوب بُ ِع ْث‬O ِ‫إ‬


‫ت لُِتَ;َُ ِّو َن هَ َكبس َم ا َِِْْل<;َ ْخلَ ْق‬
Artinya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (HR. Ahmad
dan Baihaqi)

Hal yang dapat membedakan antara manusia dan hewan terletak pada
akhlaknya. Manusia yang tak berakhlak sama halnya dengan hewan, hanya saja
kelebihan manusia pandai dalam berkata-kata. Saat ini, krisis akhlak terjadi karena
sebagian orang tidak mau lagi mengamalkan tuntunan agama yang mengajarkan
untuk berbuat baik dan meninggalkan perbuatan maksiat. Berbagai fenomena yang
terjadi sangat mengkhawatirkan terkait dengan akhlak generasi penerus bangsa,
fenomena tersebut bisa kita simak berita yang dipublikasikan diberbagai media,
seringkali membuat kita miris mendengarnya, salah satu contoh merosotnya akhlak
manusia kepada Allah SWT, banyak orang yang tidak bersyukur atas kenikmatan
yang Allah berikan, marah akan taqdir yang telah Allah tetapkan, serta tidak
melaksanakan segala perintah dan larangan-Nya.

Krisis akhlak juga terjadi pada sesama manusia dan lingkungan sekitar.
Contohnya memudarnya sopan santun kepada guru dan orang tua, nada bicara
kepada orang tua disamakan dengan berbicara sesama mereka, melontarkan kata-kata
kotor kepada orang lain bahkan kepada orang tua sendiri. Kurangnya Akhlak

1
terhadap lingkungan juga terjadi saat ini, diantaranya membuang sampah
sembarangan, pembakaran hutan liar, dan masih banyak lagi fenomena lainnya yang
berakibat merusak lingkungan.

Maka kedudukan akhlak dalam agama Islam ini sangat tinggi sekali. Bahkan
Nabi kita Shallallahu „Alaihi wa Sallam ketika ditanya tentang apa yang paling
banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau mengatakan: “Bertaqwa
kepada Allah dan berakhlaklah dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud akhlak?
2. Mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT?
3. Mengapa manusia perlu berakhlak kepada Rasulullah SAW?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak
2. Untuk mengetahui alasan manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT
3. Untuk mengetahui alasan manusia perlu berakhlak kepada Rasulullah SAW
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu Jama‟ dari kata “khuluqun” yang
secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata
karma, sopan santun, adab, dan tindakan. Kata “ akhlak “ juga berasal dari kata
“khlaqa“ atau “khalqun“, artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan
“Khaliq“artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata
“al-Khaliq“, artinya pencipta atau dan “makhluq“, artinya yang diciptakan.
Dengan demikian, secara terminologis, pengertian akhlak adalah tindakan yang
berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu sebagai berikut:
1. Kognitif, yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya.
2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis
berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional kedalam bentuk perbuatan
yang konkret.1
Konsep akhlak dalam Al-Qur‟an, salah satunya dapat diambil dari pemahaman
terhadap surat Al-Alaq ayat 1-5 yang secara tekstual menyatakan perbuatan Allah
SWT dalam menciptakan manusia sekaligus membebaskan manusia dari kebodohan
(„allamal insana malam ya‟lam).
Menurut Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M), yang dikenal sebagai pakar bidang
akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang medorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Sementara Imam Al-Ghazali (1015-1111 M), yang dikenal sebagai
hujjatul Islam (pembela Islam) karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari
berbagai paham yang dianggap menyesatkan. Lebih luas, Ibn Miskawaih mengatakan
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-
macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan

1
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 7.
pertimbangan.2 Sedangkan, menurut Barmawi Umari, bahwa pertama, ilmu akhlak
berfungsi untuk mengetahui batas antara baik dan buruk, dapat pula menempatkan
sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
Kedua, berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufiq dan hidayah, sedemikian sehingga
kita akan berbahagia di dunia dan di akhirat.
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut
akal dan syariat maka sifat itu disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah, dan
bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka disebut akhlak yang
buruk atau akhlakul mazhmumah. Didalam islam pengertian akhlak adalah sistem
nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia diatas bumi yang didasarkan
kepada Al-Qur‟an dan al-Hadist.

B. Akhlak Kepada Allah SWT


Dalam ajaran Islam yang bersifat universal harus bisa diaktualisasikan dalam
kehidupan individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara maksimal.
Aktualisasi tersebut tentu terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya kepada
Tuhan, Rasul-Nya, sesama manusia dan lingkungannya. Khusus pada aktualisasi
akhlak (hak dan kewjiban) seorang hamba kepada Tuhannya terlihat dari
pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid
kepada Allah SWT, Hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai perbuatan amal shaleh,
ketaqwaan, ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT secara ikhlas.
Akhlak yang baik kepada Allah adalah ridha terhadap hukum-Nya baik secara
syar‟i maupun secara takdir. Ia menerima hal itu dengan lapang dada dan tidak
mengeluh. Jika Allah menakdirkan sesuatu kepada seorang muslim yang tidak
disukai oleh muslim itu, dia merasa ridha, menerima, dan bersabar. Ia berkata dengan
lisan dan hatinya: Aku ridha Allah sebagai Rabb ku. Jika Allah menetapkan hukum
syar‟i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada syariat Allah Azza Wa Jalla
dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.

2
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 7
4
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khaliq. 3
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada
Allah SWT antara lain:
1. Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari
air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana
di firmankan Allah ‫ ﷻ‬dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :

‫ص ْلب‬ ‫خش َب ُْ ي‬ ‫هآء َد;ا‬ ‫ ق‬,‫ْل َُ ٌْظش ا ً ى خ ق‬


‫ج هي ال‬ ,‫ِفق‬ ‫ِْل سب هن خ ِل هي‬
‫ِل‬
. ‫والتَ;ّشآ ِئب‬
Artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan?. Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar. Yang terpancar dari
tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.4

Maka dari itu kita sebagai umat islam harus tunduk dan patuh atas segala
perintah dan larangannya, karna Allah-lah yang telah menciptakan kita.

2. Allah SWT–lah yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa


pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh
dan sempurna kepada manusia. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat
78 :

‫سو ع‬
‫ل كن‬ ;َ‫ْؤ‬
ُ ‫و أُ َّه ِ تك ْن َل ع ْى‬
‫ل ال‬ ‫وج‬ ‫َت; هب ل ى‬ ‫اُ أَ;خشجك ْن هي بُط ْى ى‬
‫ش‬ ‫و‬
. ‫وا ِْلَ; ْب س وا ِْلَ; ْف ِئذَ;ةَ; ل لَ ْ شكش ْوى‬
‫صب ن ت‬
‫ك‬
Artinya : “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

5
tidak mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberikan kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.

Bersyukurlah kepada Allah karena telah diberikan kenikmatan penglihatan dan


pendengaran karna tidak semua orang diberikan kenikmatan tersebut.

3
Abuddin Nata, Haji. Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers, 2017) hal 138
4
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya

5
3. Allah SWT–lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan
bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah ‫ﷻ‬
dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :

‫ض ِله‬
‫ا ْلفُ ْل ك ِف َُُْ;هْ ؤ; شهً َتغُ ْىا هي ف‬ ‫ا ْل َبحش‬ ‫ُلالَّ ا;لّ ِزي‬
‫و ِلَت ْب‬ ‫ْه‬ ‫لت َجٌش‬ ‫سخشَلكن‬
ُ ْ َ‫ وسخش لَك ْن هب ٍ ال سوب ت سض ِْل‬, ‫ولَ ل َّك ْن ت ْوى‬
ُ‫ًْعب ّه ٌْه‬
‫ا جو‬ ٍ ‫شكش َوا وهب‬
. ‫َ ت ّل َق ْى ٍم َ َتفَكش ْوى‬ َ ‫ى ٍ َر;ا; لك‬
‫ب‬
‫َِل‬
Artinya : “Allah lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat
berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu bersyukur. Dan Dia
menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu
semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berfikir.

Allah memberikan kenikmatan akal kepada manusia untuk berpikir tentang tanda-
tanda kebesaran Allah, memperhatikan dan merenungkan apa yang diciptakan
dilangit dan dibumi.

4. Allah SWT–lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan


daratan dan lautan. Firman Allah ‫ ﷻ‬dalam surat Al-Israa‟ ayat 70 :5

‫َُِ بب‬ ‫ه‬ ْ


‫ّه‬ ‫وسص ْق ٌَب‬ ‫وا ا ْل‬ ‫ل ٌَب و ْن‬ ‫ءا َد;م‬
‫تط‬ ْ
‫ْ ي ال‬ ‫ح ِف ه لَبه ش ٍ َب‬
‫ن‬ ‫ّش‬ ‫و‬

6
ًٌ ِ ‫شه ك‬
‫َب‬
ٌ ‫ول َقَذ‬
. َ‫ٌَْقب ت ضل‬ ّ ُْ ًَ‫َب ه عل‬
ٌ َ‫وف‬
ْ;َُُْ ‫ْف خَل‬ ‫هو‬ ‫ش‬ ‫ْن ض‬
‫ي‬ ‫كِث‬
‫ْل‬
Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna”.

Dari uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah
SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah
5
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya

7
Allah di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk
berakhlak kepada Sang Pencipta.

C. Bentuk – bentuk Akhlak Kepada Allah SWT

Dari kesadaran, lahirlah tingkah laku dan sikap dari manusia kepada Allah
SWT, akan di kemukakan beberapa akhlak kepada Allah SWT, secara lebih rinci
yaitu:
1. Mensucikan Allah dan memuji-Nya, Q.S.Al-Isra‟: 44.

2. Bertawaakkal, berserah diri, kepada Allah. Dalam Al-Qur‟an perintah tawakkal


kepada Allah terulang dalam bentuk tunggal sebanyak sembilan kali dan bentuk
jamak sebanyak dua kali. Semua didahului oleh perintah untuk melakukan
sesuatu. Dalam konteks tawakkal kepada Allah, manusia harus mempercayakan
diri kepada-Nya dalam melaksanakan sesuatu pekerjan yang telah direncanakan
secara matang dan mantap. (Q.S Al-Anfal ayat 61).

3. Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluknya
hanya kebaikan, Q.S. An-Nisa‟: 79.

4. Beribadah hanya kepada Allah, Q.S. Al-An‟am: 162.

5. Berdo‟a khusus kepada Allah, Berdo‟a artinya meminta sesuatu kepada Sang
Pencipta, agar apa yang diupayakan atau sesuatu yang diinginkan tercapai.
Adapun diantara syarat-syarat diijabahnya do‟a seseorang oleh Allah sebagai
berikut; bersungguh dalam memanjatkan do‟a; penuh keyakinan do‟anya diterima;
berdo‟a khusyuk, memohon yang masuk akal, dilakukan secara ikhlas,
menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang oleh Allah.

6. Zikrullah, yaitu ingat kepada Allah. Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk
selalu ingat kepada Allah baik waktu lapang maupun waktu sempit, baik waktu
sendirian maupun waktu bersama-sama, baik waktu sehat maupun waktu sakit,
Zikir yang disuruh dalam Islam tidak terbatas jumlahnya atau zikir yang
sebanyak-banyaknya. Menurut Ibn Atha‟, zikir itu dapat dibagi kepada tiga
bagian/bentuk, yaitu zikir jail, mengingat Allah dalam bentuk ucapan lisan yang
mengandung arti pujian, syukur dan do‟a kepada Allah.yang lebih menampakkan
suara jelas untuk menuntun gerak hati, misalnya dengan membaca kalimat tahlil,
tahmid, takbir dan tasybih. Kedua, zikir Kafi, zikir yang dilakukan secara
khusyuk,oleh ingatan hati, baik lisan maupun tidak. Ketiga, zikir haqiqi, yaitu
tingkatan zikir yang paling tinggi yang dilakukan oleh seluruh jiwa dan raga,
lahiriah dan batiniah, kapan dan dimana saja, dengan memperketat upaya untuk
memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang
diperintahkan-Nya.6

7. Bersyukur kepada Allah, yaitu menyadari bahwa segala nikmat yang ada
merupakan karunia Allah dan anugerah dari Allah semata. Sehingga, kalau
manusia mendapatkan nikmat, maka pergunakan sesuai dengan yang
diperintahkan Allah. Adapun syukur itu dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk.
Pertama, syukur dengan hati, yaitu manusia harus menyadari dengan kesadaran
mendalam bahwa seluruh nikmat datangnya dari Allah, seraya memuji kebesaran
Allah dengan hatinya. Kedua, syukur dengan lisan, yaitu dengan cara beramal
shaleh, sesuai dengan Firman-Nya, Q.S. An-Nahl: 53.

D. Akhlak Kepada Rasulullah SAW

Berakhlak kepada Rasul-Nya pada intinya adalah sejauh mana manusia mau
mengikuti tuntunan beliau sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah.
Semakin manusia mendekatkan dirinya kepada Allah dengan jalan mengikuti perintah
dan menjauhi larangan-Nya, berarti semakin kuat bukti manusia berakhlak kepada
Rasul-Nya. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh manusia dari Al-Qur‟an dan
Sunnah, berarti semakin tidak mengikuti tuntnan Nabi SAW, yang berarti semakin
tidak berakhlak kepada Rasulullah SAW.

Nabi Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul terakhir, suka dukanya sangat
banyak. Sejak kecil beliau sudah yatim piatu. Akhlaknya dipuji oleh semua orang,
termasuk orang-orang kafir Quraisy. Beliau dijuluki sebagai al-Amin, yaitu orang
yang jujur dan terpercaya. Nabi Muhammad adalah penyebar kasih sayang kepada

6
Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam. Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1997), h. 216
seluruh umat manusia. Beliau sangat pemaaf meskipun kepada orang yang telah
menyakitinya. Bahkan beliau menengok orang yang setiap hari meludahinya.

Beliau pun orang yang tegas kepada orang kafir. Beliau menolak melakukan
pengkhianatan kepada Allah SWT. Meskipun diberi harta yang berlimpah. Akhlak
Nabi Muhammad SAW, sebagai ayah dari anak-anaknya, suami dari istri-istrinya,
komandan perang, mubaligh, imam, hakim, pedagang, petani, pengembala, dan
sebagainya merupakan akhlak yang pantas diteladani.

Dalam 100 tokoh yang terkemuka di dunia, Nabi Muhammad SAW,


menduduki peringkat pertama, sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia.
Beliau peletak dasar negara modern di Madinah yang merumuskan perjanjian yang
adil dan demokratis di tengah-tengah masyarakat sukuistik dan pemeluk Yahudi dan
Nasrani. Sebagai politisi, beliau sangat dikagumi oleh para raja dan penguasa yang
kafir. Beliau adalah pembela kaum kafir miskin yang memilih hidup dalam kefakiran
dan kemiskinan.7 Itulah uraian akhlak para Nabi dan Rasulullah SAW. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur‟an surat Al- Hadid: 25.

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan
besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi
manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui
siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.8
Kita wajib mencintai Rasul-Nya, Muhammad sallallahu alaihi wa sallam; sebab
beliau adalah orang yang menyeru Kepada Allah, yang mengenalkan kepadaNya,
menyampaikan syari‟at-nya dan yang menjelaskan hukum-hukumNya. Karena itu,
kebaikannya yang diperoleh kaum mukmin, baik dunia maupun akhirat, adalah dari
usaha Rasulullahu alaihi wa sallam. Dan tidaklah seseorang masuk surga kecuali
mentaati dan mengikutinya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.” Dalam suatu hadits
disebutkan bahwa ada tiga (3) perkara yang jika seseorang memilikinya akan merasakan

7
Ahmad Saebani, dkk. Ilmu Akhlak. Cet.I (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 268-271
8
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya
9
manisnya iman, yaitu bila Allah dan RasulNya lebih ia cinta daripada selain keduanya,
dan tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah serta benci kembali kepada
kekufuran setelah Allah menyelamatkannya daripadanya, sebagaimana ia benci untuk
dilemparkan ke Neraka.” (Muttafakun Alaih).9

Maka mencintai Rasul berarti mencintai Allah, bahkan suatu keharusan dalam
mencintai Allah serta ia memiliki kedudukan kedua setelah mencintai-Nya. Dan Nabi
SAW, setelah menyampaikan perlunya kecintaan secara khusus kepada beliau dan
wajibnya mendahulukan kecintaan kepadanya dari pada kecintaan kepada yang lain
selain Allah.

Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman. Semua
orang Islam mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya.
Makna mengimani ajaran Rasulullah SAW adalah menjalankan ajarannya, menaati
perintahnya dan berhukum dengannya.Ahlus sunnah mencintai Rasulullah SAW dan
mengagungkannya sebagaimana para sahabat beliau mencintai beliau lebih dari
kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri dan keluarga mereka, sebagaimana
sabda Rasulullah saw, yang artinya, ”Tidak beriman salah seorang diantara kamu,
sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya
dan manusia semuanya, (HR. Bukhari Muslim).10

E. Bentuk-bentuk Akhlak Kepada Rasul SAW


1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa,
kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah
yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah
dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan
mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya,
dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)

9
Fauzan, Abdullah, Kitab Tauhid, Cet. III. Terj. oleh Ainul Haris Arifin (Jakarta: Darul Haq, 1999),
h. 97
10
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama‟ah (Bogor: Pustaka Imam
Syafi‟i, 2013). h.249

10
2. Taat dan mewarisi risalahnya (Q.S.Al-Fath : 28)
3. Selalu memperbanyak bershalawat
Terdapat dalam al-qur‟an surah al-ahzab ayat 56 dan Membaca shalawat harus
disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi Muhammad SAW.
Orang yang membaca shalawat untuk Nabi hendaknya disertai dengan niat
dan didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan
menghormati beliau. Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan
bahwa apabila seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan
perasaan hormat kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat
ketimbang selembar sayap. Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya sahnya
amal itu tergantung niatnya”. Ada tiga perkara yang timbangannya tidak
lebih berat dari pada selembar sayap, yaitu: (a) Shalat yang tidak disertai
dengan tunduk dan khusyuk, (b) Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak
akan menerima amal orang yang hatinya tidak sadar.(c) Membaca Shalawat
untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa hormat.
4. Mencintai Rasulullah dan mengikuti jejaknya
Terdapat dalam al-qur‟an surah ali Imran: ayat 3111, kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara
yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan
yang kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang
berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya
hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya
Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin
Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).
Di dalam sejumlah Sirah Nabawiyah disebutkan, keseluruhan istri Nabi Muhammad
SAW ada 13. Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi dalam Sirah Nabawiyah menyebut, tak
ada perbedaan pendapat bahwa Nabi Muhammad SAW wafat dengan meninggalkan 9 orang
istri. Sang Penghulu Rasul itu juga meninggalkan 2 istri lain dari budak yang pernah
dimerdekakannya. Keduanya adalah Mariyah binti Syam'un dan Raihanah binti Zaid. Dua
istri lainnya meninggal saat Rasulullah SAW masih hidup. Mereka adalah Siti Khadijah binti
Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah.
Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah menyebutkan bahwa
Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah adalah ibu para fakir miskin.
1. Khadijah binti Khuwailid
Nabi Muhammad SAW menikah pertama kali saat berusia 25 tahun dengan,
Khadijah binti Khuwailid. Saat itu usia Khadijah sudah ngancik 40 tahun. Khadijah,
perempuan setia dan mulia dan yang pertama mengakui kerasulan Muhammad SAW. Dia
juga perempuan pertama yang memeluk islam.
Nabi Muhammad berumah tangga dengan Khadijah selama 25 tahun. Sejumlah buku
Sirah Nabawiyah menyebutkan bahwa Khadijah wafat saat Rasulullah berusia 50 tahun.
2. Saudah binti Zama'ah
Buku Sirah Nabawiyah karya Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi menyebut
setelah Khadijah wafat, Rasulullah menduda selama 1 tahun. Setelah itu Nabi Muhammad
menikah dengan Saudah binti Zama'ah. Saudah adalah janda berusia 55 tahun yang ditinggal
mati suaminya, Sakran bin Amru.
3. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sebelum menikahi Saudah, Rasulullah SAW disebut telah melamar Aisyah binti Abu
Bakr. Semua bermula dari kesedihan para sahabat yang melihat kesendirian Rasulullah.
Salah satu sahabat yang membujuk agar Nabi Muhammad menikah lagi adalah Khaulah
binti Hakim. Dia membujuk Rasulullah agar mau menikahi putri Abu Bakr, Aisyah. Nabi
Muhammad setuju dan mengkhitbah (melamar) Aisyah. Namun karena Aisyah saat itu
masih berusia 9 tahun, pernikahan baru dilaksanakan pada periode Madinah. Sejumlah
literatur menyebut ketika menikahi Aisyah usia Rasulullah sudah 61 tahun.
Aisyah adalah satu-satunya istri Nabi Muhammad SAW yang dinikahi dengan status
gadis. Dia termasuk orang yang amat dicintai Rasulullah dan merupakan wanita yang paling
banyak ilmunya di tengah umat.
4. Hafshah bin Umar bin Al-Khaththab
Pada tahun ke-3 Hijrah, Rasulullah SAW menikah dengan Hafshah bin Umar bin Al-
Khaththab. Hafsah adalah janda dari Khunais bin Hudzafah As-Sahmi yang gugur dalam
perang melawan kaum kafir Quraisy.
5. Zainab binti Khuzaimah
Di tahun ke-4 Hijrah Rasulullah menikah dengan Zainab binti Khuzaimah. Sebelum
dinikahi Nabi Muhammad, Zainab adalah istri Abdullah bin Jahsy. Namun Abdullah bin
Jahsy mati syahid saat Perang Uhud yang terjadi tiga bulan setelah dia menikah dengan
Zainab.
6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah
Istri Nabi Muhammad berikutnya yakni Ummu Salamah Hindun binti Abu
Umayyah. Sebelumnya dia adalah istri Abu Salamah yang meninggal dunia pada bulan
Jumdats Tsaniyah tahun 4 H, lalu dinikahi Rasulullah pada bulan Syawal pada tahun yang
sama.
7. Zainab binti Jahsy bin Rayyab
Dia berasal dari Bani Asad bin Khuzaimah dan putri bibi Rasulullah sendiri.
Sebelumnya dia adalah istri Zaid binti Haritsah, yang dianggap sebagai putra Beliau sendiri.
Zaid menceraikannya, lalu Allah menurunkan ayat Al Quran yang tertuju langsung kepada
diri Beliau.
"Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami
kawinkan kamu dengan dia. "(Al-Ahzab: 37).
8. Juwairiyah binti Al-Harits
Bapaknya adalah pemimpin Bani Mushthaliq dari Khuza'ah. Tadinya Juwairiyah ada
di antara para tawanan Bani Mushthaliq, yang kemudian bagian Tsabit bin Qais bin
Syammas. Lalu Rasulullah menebus dirinya dan menikahinya pada bulan Sya'ban tahun 6 H.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan
Sebelumnya dia adalah istri Ubaidillah bin Jahsy. Bersama suaminya dia hijrah ke
Habasyah. Namun, di sana Ubaidillah murtad dan juga meninggal di sana. Sekalipun suami
murtad, Ummu Habibah tetap teguh dalam Islam.
Rasulullah SAW melamar Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan melalui Amr
bin Umayush Adh-Dhamri. Saat itu sebenarnya Amr bin Umayush Adh-Dhamri diutus
untuk menyerahkan surat Rasulullah kepada Raja Najasyi pada bulan Muharram 7 H.
Setelah menyampaikan surat itulah, Amr bin Umayush Adh-Dhamri melamar Ummu
Habibah Ramlah binti Abu Sufyan untuk Rasulullah.
10. Shafiyah binti Huyai bin Akhthab
Dia berasal dari Bani Israil, yang sebelumnya dia salah seorang dari tawanan
Khaibar. Lalu Rasulullah memilihnya untuk diri Beliau sendiri, membebaskannya dan
menikahinya setelah penaklukkan Khaibar pada tahun 7 H.
11. Maimunah binti Al-Harits
Dia adalah saudari Ummul Fadhl, Lubabah binti Al-Harits. Rasulullah menikahinya
pada bulan Dzul Qa'dah 7 H saat umrah qadha' setelah habis masa iddahnya.
12. Jamilah
Jamilah termasuk tawanan.
13. Jariyah
Istri Nabi Muhammad berikutnya adalah Jariyah. Dia adalah wanita dihadiahkan
Zainab binti Jahsy kepada Nabi Muhammad. Muhammad Husain Haikal dalam bukunya
Sirah Nabawiyah menyebutkan, setelah Nabi Muhammad menikah dengan istri-istrinya
turunlah ayat Surat An Nisa ayat 3:

‫ث َو ُر ٰبَ; َع‬ َ َ‫اب لَ ُكم ِّم َن ٱلنِّ َسٓا ِء َم ْثنَ ٰى َوثُ ٰل‬
َ َ‫ُوا َما ط‬ ۟ ‫وا فِى ْٱليَ ٰتَم ٰى فَٱن ِكح‬
َ
۟ ُ‫َوإ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تُ ْق ِسط‬
ِ
‫ت أَ ْي ٰ َمنُ ُكم‬ ۟ ُ‫وا ۖ فَإ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تَ ْع ِدل‬
ْ ‫وا فَ ٰ َو ِح َدةً أَ ْو َما َملَ َك‬ ِ َ ِ‫ْ ٰ َذل‬
۟ ُ‫ك أَ ْدنَ ٰ ٓى أَاَّل تَعُول‬
Arab-Latin: Wa in khiftum allā tuqsiṭụ fil-yatāmā fangkiḥụ mā ṭāba lakum minan-nisā`i
maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā', fa in khiftum allā ta'dilụ fa wāḥidatan au mā malakat
aimānukum, żālika adnā allā ta'ụlụ.
Artinya:” Dan kalau kamu khawatir tak bisa berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu sukai: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Menurut Muhammad Husain Haikal, ayat ini turun pada akhir tahun ke delapan
Hijrah. "Setelah Nabi kawin dengan semua istrinya, maksudnya untuk membatasi jumlah
istri itu sampai empat orang. Sementara sebelum turun ayat tersebut pembatasan tidak ada,"
Muhammad Husain Haikal menegaskan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan orang
beristri satu dalam kehidupan biasa. Seperti yang dianjurkan dalam Surat An-Nisa ayat 4.
Seorang pria menikah dengan satu wanita lebih utama dan lebih dekat untuk tidak berbuat
aniaya.
11
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: Akhlak


merupakan tingkah laku atau sikap seseorang yang sudah menjadi kebiasaan setiap
individu, dan kebiasaan tersebut selalu terlihat dalam kehidupan sehari-hari.
Berakhlak dengan akhlak yang disyariatkan dalam Islam, bukan hanya kepada sesama
mausia tetapi juga kepada sang Khaliq yaitu Allah SWT dan kepada Rasulullah
SAW. Kenapa kita harus berakhlak kepada Allah ? ada tiga alasannya, Pertama
karena Allah SWT-lah yang menciptakan manusia. Kedua karena Allah SWT-lah
yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal
fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia.
Ketiga, karena Allah SWT-lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Maka dari itu kita sebagai umat islam
harus tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangannya.
Begitu juga kecintaan kita kepada Rasulullah SAW seperti dengan
melaksanakan Sunnahnya, bershalawat atasnya. Akhlak yang baik adalah tanda
kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat. Tidaklah kebaikan-kebaikan datang
atau didapatkan di dunia dan di akhirat kecuali dengan berakhlak, dengan akhlak
yang baik. Dan tidaklah keburukan-keburukan ditolak kecuali dengan cara berakhlak
dengan akhlak yang baik.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena penulis
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Haji. Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)


Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak (Bandung: Pustaka Setia,
2010)
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya
Dahlan, Abdul Aziz, dkk (eds), Ensiklopedi Hukum Islam. Vol. 6 (Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 1997)
Fauzan, Abdullah, Kitab Tauhid, Cet. III. Terj. oleh Ainul Haris Arifin (Jakarta:
Darul Haq, 1999)

Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal Jama‟ah
(Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2013)

Anda mungkin juga menyukai