Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam
Disusun Oleh :
Ustazah Ary Anjelita_2021-002
M. Fani Andreansyah_2021-008
Wahyu Rama Mahendra_2021-011
BAB I ......................................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 3
D. Batasan Masalah ............................................................................................................. 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
A. Ekonomi islam ................................................................................................................ 4
B. Hukum Ekonomi Islam ................................................................................................... 5
C. Prinsip Hukum Ekonomi Islam ....................................................................................... 7
D. Kaidah Hukum Ekonomi Islam ...................................................................................... 7
BAB III ...................................................................................................................................... 8
A. Dasar Hukum Ekonomi Islam ......................................................................................... 8
B. Prinsip Dalam Hukum Ekonomi Islam ........................................................................... 9
C. Kaidah Hukum Ekonomi Islam .................................................................................... 13
BAB IV .................................................................................................................................... 17
Kesimpulan........................................................................................................................... 17
Saran ..................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum tidak terbatas hanya pada hukum konvensional, tetapi juga ada yang
tidak kalah pentingnya bagi umat yang beragama islam, yaitu Al-Qur’an. Sumber hukum
dalam agama Islam yang paling utama dalam menetapkan hukum dan memecah masalah
untuk mencari suatu jawaban ialah Al-Qur’an, selanjutnya disusul oleh al-hadis dan as-
sunnah. Al-Qur’an adalah wahyu Allah serta mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara malaikat Jibril.
Al-Qur-an merupakan merupakan sumber dari segala sumber, sangat penting bagi
muslim untuk berpegang teguh pada Al-Qur-an agar tidak melenceng dari kaidah serta
larangan yang terdapat di dalamnya. Pada kasus tertentu, tidak sedikit orang-orang yang
tidak menghiraukan larangan, biasanya hal tersebut karena dosa atau larangan tersebut
jarang di dengar oleh hal layak umum, sehingg orang yang melakukan dosa atau larangan
tersebut merasa hal yang ia lakukan tidak apa-apa.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
D. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih terfokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksudkan,
maka kami membatasi ruang lingkup pembahasan ini pada hukum ekonomi Islam yang
terdapat pada sumber informasi yang digunakan pada makalah ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ekonomi islam
Kaidah hukum dalam Islam merupakan perumusan yang bersifat keislaman dari sub
bagian hukum atau peristiwa yang digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan
perkara. Dalam hal ini kaidah hukum tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan hadis dengan
melalui serangkaian proses yang harus ditaati masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
Berbicara mengenai dasar hukum ekonomi syariah, tentu saja perlu merujuk kembali
kepada al-Quran dan hadis. Al-Quran Surat an-Nisa’ ayat 59 dan hadis Mu’az bin Jabal
dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan sumber hukum yang dapat dijadikan
sebagai landasan hukum bagi eksistensi ekonomi syariah. Selengkapnya QS. an-Nisa’: 59
dan hadis Mu’adz adalah sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul
(sunah), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’: 59).
Dengan demikian berdasarkan QS. an-Nisa’: 59 diperoleh informasi yang jelas bahwa
setiap muslim wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ulil amri.
Kehendak Allah adalah menjauhi larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya sesuai
yang diturunkan melalui al-Quran. Perintah menaati Rasul adalah menjalankan perintah
yang diberikan Rasul melalui sunah. Dalam hal ini sunah tersebut paralel dengan alQuran
yang berasal dari Allah SWT. Ulil amri adalah orang yang mempunyai kekuasaan berupa
ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran hukum Islam dari dua sumber utama yaitu al-
Qur’an dan hadis. Selanjutnya hadis Mu’az bin Jabal yaitu berupa percakapan antara Nabi
Muhammad SAW dan sahabatnya Mu’az bin Jabal. Percakapan ini muncul saat Mu’az bin
Jabal akan pergi ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana, sebelum sahabatnya pergi,
Rasul menguji dengan bertanya sumber hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Al-Quran, sunah, dan ra’yu berdasarkan kedua sumber otoritatif tersebut merupakan
landasan hukum bagi umat Islam dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya, termasuk di
lapangan ekonomi. Ayat-ayat terkait dengan larangan riba, perniagaan yang didasarkan
pada kesukarelaan para pihak, perintah bertebaran di muka bumi guna mencari karunia
Ilahi merupakan contoh yang menunjukkan bahwa al-Quran adalah sumber dan sekaligus
landasan hukum di bidang muamalah malliyah. Begitu pula contohcontoh yang diberikan
oleh Rasulullah, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun pembolehan di lapangan
ekonomi dapat ditemukan dalam hadis sebagai sumber dan landasan hukum setelah al-
Quran. Perintah untuk taat kepada ulil amri dalam konteks Indonesia di lapangan ekonomi
dan keuangan tentu saja dapat dinisbatkan kepada fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh
otoritas pembuat fatwa, yakni Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia dan
lebih lanjut juga produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh otoritas negara, antara lain
yakni Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Mahkamah Agung yang dalam
kenyataannya telah menerbitkan peraturan-peraturan di bidang ekonomi dan keuangan
Syariah.
2. Keadilan (al-adl)
Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan
ihsan. Keadilan yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri sendiri,
pribadi, keadilan hukum, keadilan sosial, dan keadilan dunia. Keadilan hukum
wajib ditegakkan, hukum diterapkan kepada semua orang atas dasar kesamaan;
tidak dibedakan antara orang kaya dan orang miskin, antara kulit berwarna dan kulit
putih, antara penguasa dan rakyat, antara status sosial tinggi dan rendah, antara
ningrat dan jelata. Semua diperlakukan sama di hadapan hukum.
Keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek kehidupan; hubungan
manusia dengan Tuhan; hubungan dengan diri sendiri; hubungan manusia dengan
sesama manusia (masyarakat); dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Hingga
akhirnya dari sikap adil tersebut seorang manusia dapat memperoleh predikat takwa
dari AllahSWT prinsip ini didasarkan pada al-Quran surat an-Nisâ’:135
علٰٓى اَنفُ ِس ُكم ا َ ِو ال َوا ِلدَي ِن َواْلَق َر ِبينَ ۚ اِن يَّ ُكن ِ ٰ ِ ش َهدَ ۤا َء
َ لِل َولَو ُ ِيٰٓاَيُّ َها الَّذِينَ ا َمنُوا ُكونُوا قَ َّوامِ ينَ ِبالقِسط
َّللا َكانَ بِ َما تَع َملُون
َ ٰ الِلُ اَولى بِ ِه َما فَ َل تَتَّبِعُوا ال َه ٰٓوى اَن تَع ِدلُوا ۚ َواِن ت َل ٰٓوا اَو تُع ِرضُوا فَا َِّن
ٰ َغنِيًّا اَو فَقِي ًرا ف
َ
َخبِي ًرا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-
kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. Dan surat Al-Maidah:8
ُعلٰٓى اَ َّْل ت َع ِدلُوا اِع ِدلُوا ه َُو اَق َرب َ ش َهدَ ۤا َء ِبالقِسطِ َو َْل يَج ِر َمنَّ ُكم
َ شنَا ُن قَوم ِ ٰ ِ َيٰٓاَيُّ َها الَّذِينَ ا َمنُوا ُكونُوا قَ َّوامِ ين
ُ لِل
َّللا َخ ِبير ِب َما تَع َملُون َ ٰ لِلتَّقوى َواتَّقُوا
َ ٰ ّللا ا َِّن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
3. Amar Makruf Nahi Munkar
Dua prinsip sebelumnya melahirkan tindakan yang harus berdasarkan kepada
asas amar makruf nahi munkar. Suatu tindakan di mana hukum Islam digerakkan
untuk merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik, benar, dan diridhai oleh
Allah swt. Menurut bahasa, amar makruf nahi munkar adalah menyuruh kepada
kebaikan, mencegah dari kejahatan. Amr: menyuruh, ma’rûf: kebaikan, nahyi:
mencegah, munkar: kejahatan. Abul A’la al-Maududi menjelaskan bahwa tujuan
utama dari syariat ialah membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat
(kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan
kejahatankejahatan. Dalam bukunya, Maududi memberikan pengertian tentang apa
yang dimaksud dengan ma’ruf dan munkar sebagai berikut: Istilah ma’rûfât (jamak
dari ma’rûf) menunjukkan semua kebaikan dan sifat-sifat yang baik sepanjang masa
diterima oleh hati nurani manusia sebagai suatu yang baik. Istilah munkarât (jamak
dari munkar) menunjukkan semua dosa dan kejahatan sepanjang masa telah dikutuk
oleh watak manusia sebagai suatu hal yang jahat.
Dalam filsafat hukum Islam dikenal istilah amar makruf sebagai fungsi social
engineering, sedang nahi munkar sebagai social control dalam kehidupan
penegakan hukum. Berdasar prinsip inilah di dalam hukum Islam dikenal adanya
istilah perintah dan larangan Islam memberikan kebebasan bagi setiap penganutnya
baik kebebasan individu maupun kolektif; kebebasan berpikir, kebebasan
berserikat, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan
berpolitik, dan lain sebagainya. Kebebasan individual berupa penentuan sikap atas
berbuat sesuatu atau tidak. Namun demikian, Islam tetap memberikan batasan nilai.
Artinya, kebebasan yang diberikan oleh Islam tidaklah bebas value (nilai) atau
liberal apalagi sekuler. Setiap individu berhak menentukan sendiri sikapnya, namun
kebebasan atau kemerdekaan seseorang tersebut tetaplah dibatasi oleh kebebasan
dan kemerdekaan orang lain.
7. Prinsip Falah, merupakan konsep tentang kesuksesan manusia. Pada prinsip ini,
keberhasilan yang dicapai selama di dunia akan memberikan kontribusi untuk
keberhasilan di akhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan
petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu, dalam Islam tidak ada dikotomi antara usaha-
usaha untuk pembangunan di dunia (baik ekonomi maupun sektor-sektor lainnya)
dengan persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti.
8. Prinsip Kejujuran dan Kebenaran, prinsip ini tercermin dalam setiap transaksi harus
tegas, jelas, dan pasti baik barang mapun harga. Transaksi yang merugikan dilarang;
Mengutamakan kepentingan sosial. Objek transaksi harus memiliki manfaat.
Transaksi tidak mengandung riba, transaksi atas dasar suka sama suka; dan
Transaksi tidak ada unsur paksaan.
10. Prinsip Kifayah, prinsip ini terkait kewajiban setiap muslim untuk peduli terhadap
sesamanya. Tujuan prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran dan mencukupi
kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat agar terhindar dari kekufuran.
Di dalam penemuan dan pembentukan hukum Islam yang dilakukan oleh para ulama
pada suatu lembaga yang berwenang yang dalam hal ini adalah DSN-MUI harus
berpedoman kepada sumber hukum Islam yang ada yakni al-Qur’an, hadis, ijmā’, qiyās,
dan sumber hukum Islam lainnya. Selain itu, para ulama juga diharuskan untuk dapat
memahami metode-metode yang digunakan dalam proses penemuan hukum Islam, seperti
usul fikih. Kaidah-kaidah fikih dalam bahasa Arab terdiri dari 2 (dua) kata, yakni qawāʻid
dan fiqhiyyah. Secara etimologi kata qawāʻid berasal dari kata al-qaīdah yang berarti
fondasi, dari kata al-qaīdah melahirkan kata qāʻidah yang berarti dasar, kata qāʻidah
merupakan bentuk tunggal dari kata qawāʻid yang artinya dasar-dasar. Mayoritas ulama
berpendapat qawāʻid adalah hukum umum yang berlaku atas hukum-hukum yang bersifat
detail (khusus).83 Kemudian kata fiqhiyyah atau fikih adalah ilmu yang dengannya
diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan segala perbuatan mukallaf,di-
istinbaṭ-kan dari al-Qur’an, Ḥadīs, serta dalil-dalil lain yang ditegaskan oleh syarak. Di
dalam al-Qur’an disebutkan [...] liyatafaqqahū fiddīn [...], yang berarti untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama. Dari kata tafaqqahū tersebut lahirlah konsep fikih
sebagai suatu pemahaman, sehingga di sini fikih dapat diartikan sebagai suatu pemahaman
tentang ilmu agama (syariah) yang aturan-aturannya telah ditetapkan oleh Allah SWT. bagi
umat manusia. Berdasarkan definisi dari dua kata di atas, maka dapat diketahui definisi dari
kaidahkaidah fikih (qawāʻid fiqhiyyah, Islamic legal maxims) yaitu suatu dasar-dasar atau
kaidahkaidah umum yang dapat digunakan untuk memahami aturan-aturan syariah yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. untuk pedoman hidup umat manusia. Selain itu, qawāʻid
fiqhiyyah juga diartikan sebagai suatu perkara kulliyyāt (umum) yang bersesuaian dengan
juz’iyyāt (khusus) dan banyak dari padanya diketahui hukum-hukum juz’iyyāt itu. Dengan
kata lain qawāʻid fiqhiyyah dijadikan suatu dasar atau fondasi dalam melakukan ijtihad dan
formulasi hukum Islam (fikih), dengan tujuan agar hukum Islam yang telah diformulasikan
tersebut dapat berdiri teguh dan dapat digunakan sebagai penyelesaian masalah hukum
yang sedang terjadi. Terdapat 5 (Lima) kaidah yang merupakan bagian dari al-qawāʻid al-
fiqhiyyah alasāsiyyah al-kubrā, dalam istilah lainnya disebut qawāʻid asāsiyyah, asāsiyyah
al-khamsah, atau kaidah pokok/utama. Kelima kaidah-kaidah pokok dimaksud adalah:
1. Suatu Perbuatan Ditentukan Berdasarkan Niatnya (al-umūr bi maqāṣidihā)
Secara bahasa, kaidah “suatu perbuatan ditentukan berdasarkan niatnya” terdiri
dari dua kata dalam bahasa Arab yaitu al-umūr dan maqāṣidihā. Al-umūr artinya
urusan, hal, kejadian peristiwa atau perbuatan, atau dapat diartikan juga sebagai amr
yaitu perintah, atau kaitannya dengan kaidah ini dapat diartikan yakni perbuatan
anggota badan, ucapan, dan anggapan/keyakinan. Sedangkan maqāṣidihā atau
maqāṣid diartikan sebagai tujuan, niat, kehendak, arti, dan makna. Maqāṣid yang
diartikan sebagai “niat” inilah yang dimaksud dalam kaidah ini
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada implementasi sumber hukum ekonomi Islam yang
telah disusun ini, dapat dikatakan bahwa sumber hukum ekonomi Islam ialah Al-Qur’an dan
hadis. Beberapa ayat dapat dijadikan rujukan untuk menentukan hukum yang hendak dijadikan
landasan hukum bagi ekonomi syariah. Begitu juga dengan prinsip ekonomi Islam, ekonomi
Islam mempunyai prinsip guna untuk mengatur serta menjalankan roda perekonomian yang
berasaskan pada nilai-nilai yang ada pada syariat keislaman. Beberapa prinsip ekonomi Islam
diantaranya adalah prinsip tauhid, prinsip keadilan, prinsip al-maslahah, prinsip tazkiyah, dan
lain-lain.
Perumusan yang bersifat keislaman dari sub bagian hukum atau peristiwa yang
digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan perkara, itulah yang disebut kaidah hukum
ekonomi Islam. Terdapat lima kaidah pokok, yaitu perbuatan atas dasar niat, keyakinan &
kebimbangan, kesulitan yang menghasilkan kemudahan, menghapus kemudharatan, dan yang
terakhir adalah adat kebiasaan.
Saran
Dr. Rohidin, S. M. (2016). Pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books.
Jaih Mubarok, K. U. (2021). Ekonomi Sariah bagi Perguruan Tinggi Hukum Strata 1. Jakarta:
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia.