Anda di halaman 1dari 31

Overview Ekonomi Islam

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Syariah

Disusun Oleh: Kelompok 1

Ridha Aprilia Harahap : 3420107

Miftahurr Rahmah : 3420055

Dessy Oktaviani : 3420050

Dosen
Muhammad Zulkarnain

Kelas: AK-4B

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
TAHUN 2021/2022
OVERVIEW EKONOMI ISLAM

ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengertian dari ekonomi
Islam, prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, karakteristik ekonomi Islam serta
fiqh ekonomi Islam. Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan metode
Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat dalam persfektif nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam mempunyai tujuan
untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia, nilai Islam bukan
semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapi seluruh makluk hidup di muka
bumi, esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang
berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).
Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam terdiri dari beberapa pendapat, salah
satunya menurut Sadr ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar yaitu:
prinsip kepemilikan multi-faceted, prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang
ditetapkan dan prinsip keadilan sosial.

Kata Kunci: Pengertian Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam,


Karakteristik Ekonomi Islam, Fiqh Ekonomi Islam.

DAFTAR ISI

1
ABSTRAK.................................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................4

A. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM.....................................................4

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM................................6

C. KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM............................................15

D. FIQH EKONOMI MAKRO ISLAM...................................................23

KESIMPULAN......................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

2
PENDAHULUAN
Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu pengetahuan lahir melalui proses
pengkajian ilmiah yang panjang, dimana pada awalnya terjadi sikap pesimis
terkait eksistensi Ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini
terjadi karena di masyarakat telah terbentuk suatu pemikiran bahwa harus terdapat
dikotomi antara agama dengan keilmuan. Dalam hal ini termasuk didalamnya
Ilmu Ekonomi, namun sekarang hal ini sudah mulai terkikis. Para Ekonom Barat
pun mulai mengakui eksistensi Ekonomi Islam sebagai suatu Ilmu Ekonomi yang
memberi warna kesejukan dalam perekonomian dunia dimana Ekonomi Islam
dapat menjadi sistem Ekonomi alternatif yang mampu mengingatkan
kesejahteraan umat, disamping sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang telah
terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan umat.1

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengkaji atau mengetahui


pengertian ekonomi Islam, prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, karakteristik
ekonomi Islam, serta fiqh ekonomi Islam.

1
M N R Al-Arif dan R N Hamidawati, Dasar-dasar ekonomi Islam (Era Adicitra
Intermedia, 2011).

3
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
Ekonomi didefinisikan sebagai hal yang mempelajari tentang perilaku
manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi
barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Sementara, Islam mengatur
kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Dengan
demikian ekonomi merupakan suatu bagian dari agama (Islam), karena bagian
dari kehidupan manusia yang bersumber dari Alquran dan al-Sunnah.
Kedudukan sumber yang mutlak ini menjadikan Islam sebagai suatu agama
yang istimewa dibandingkan dengan agama lain sehingga dalam membahas
perspektif ekonomi Islam segalanya bermuara pada akidah Islam al-Qur’an
al-karim dan al-Sunnah al-nabawiyyah.2
Menurut Manan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah masalah ekonomi masyarakat yang dulhami oleh
nilai-nilai Islam.
Menurut Ash-Sidiqy, ilmu ekonomi Islam adalah respons pemikir
muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha keras
ini mereka dibantu oleh Al-Qur'an dan Sunah, akal (ijtihad), dan pengalaman.
Menurut Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis
untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara
relasional dalam persfektif Islam.3
Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang
membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi
sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada
pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku
makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan Ekonomi Islam itu adalah sistem yang mengaplikasikan prinsip
2
M U Chapra, Islam and the Economic Challenge, Islamic economic series (Islamic Foundation,
1992)
3
N H et, Ekonomi Makro Islam: pendekatan teoritis (Kencana, 2018)

4
ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam, bagi setiap kegiatan ekonomi yang
bertujuan menciptakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Jika dilihat dari tujuannya, sekilas tidak ada perbedaan antara ekonomi
Islam dan sistem ekonomi lainnya, yaitu untuk mencari pemenuhan berbagai
keperluan hidup manusia, baik bersifat pribadi atau kolektif. Demikian juga
dengan prinsip dan motifnya, di mana setiap orang atau masyarakat berusaha
mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau biaya yang
sekecil-kecilnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun
sesungguhnya ekonomi Islam secara mendasar berbeda dari sistem ekonomi
yang lain. Untuk memberikan pengertian yang lebih jelas tentang definisi
ekonomi Islam dari berbagai ahli ekonomi Muslim terkemukan saat ini.
Definisi ekonomi Islam yang diberikan oleh mereka bervariasi, tetapi
pada dasarnya mengandung makna yang sama, yaitu sebagai berikut:
1. Ekonomi Islam sebagai ilmu yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
masyarakat dalam persfektif nilai-nilai Islam.
2. Ekonomi Islam sebagai cabang dari ilmu yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang
langka, yang sejalan denganlangka, yang sejalan dengan ajaran Islam,
tanpa membatasi kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan
makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan
solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.4
3. Ekonomi Islam merupakan studi mengenai representasi perilaku muslim
dalam suatu masyarakat muslim tertentu.
4. Mohammad Akram Khan, menegaskan bahwa ekonomi Islam merupakan
studi yang memusatkan perhatian pada kesejahteraan manusia yang
dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi ini atas dasar
kerjasama dan partisipasi.5
Dari defisini-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam

4
M U Chapra, Islam and the Economic Challenge, Islamic economic series (Islamic Foundation,
1992).
5
M A Khan, An Introduction to Islamic Economics, Islamization of knowledge series
(International Institute of Islamic Thought and Institute of Islamic Studies, 1994)

5
bukan hanya merupakan praktik kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
individu dan komunitas muslim yang ada, namun juga merupakan perwujudan
perilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam dan mencakup cara
pandang permasalahan ekonomi dalam menganalisis dan mengajukan
alternatif solusi atas berbagai permasalahan ekonomi.6

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM


Menurut Holton prinsip-prinsip dasar ekonomi liberalisme, merupakan
campuran dari ide-ide yang berasal dan diadopsi dari berbagai sumber.
Termasuk ekonom abad 18, Adam Smith, sekolah neo-klasik ekonomi dan
yang lebih baru pasca perang ekonom seperti yang dimotori oleh Milton
Friedman.

Prinsip-prinsip dasar dari tradisi ekonomi liberalis ini adalah sebagai


berikut:
a . Swasta Hak Kekayaan
b . Individu Kedaulatan,
c . Self-bunga,
d . Rasionalitas,
e . Self-Pengaturan Pasar.
Ekonomi sebagai bagian dari aktivitas manusia, berkaitan dengan
produksi barang, mengumpulkan kekayaan, tenaga kerja, akumulasi
perdagangan dan pertukaran objek material, dll, telah penting dalam setiap
peradaban.
Pandangan Islam, seperti dalam peradaban tradisional lainnya,
ekonomi tidak pernah dianggap sebagai suatu disiplin yang terpisah atau
domain yang berbeda dari aktivitas manusia. Akibatnya, tidak ada kata
ekonomi dalam bahasa Arab klasik. Dalam masa berikutnya, Iqtisad
(ekonomi) menjadi terjemahan baru dalam istilah modern "ekonomi" dalam
bahasa Arab dan memiliki arti yang sangat berbeda dalam bahasa Arab klasik.

6
Dewi Maharani, “Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Masalah Sosial-Ekonomi,” Intiqad: Jurnal
Agama dan Pendidikan Islam, 10.1 (2018), 20–34

6
Dimana itu berarti ‘menjaga emas’, seperti yang tercantum dalam buku yang
terkenal Ihya Ulum-id-Din, Gazzali.

Menurut Sadr, ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar, sesuai
dengan konten yang teoretis yang dibedakan dari teori ekonomi lain, yaitu:
a. Prinsip kepemilikan multi-faceted;
b. Prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan;
c. Prinsip keadilan sosial.

a . Prinsip kepemilikan multi-faceted


Islam berbeda pada dasarnya dari kapitalisme dan sosialisme dalam
sifat prinsip pengakuan kepemilikan. Masyarakat kapitalis percaya unsur
kepemilikan dalam bentuk individu swasta, yaitu kepemilikan pribadi. Hal
ini memungkinkan kepemilikan swasta individu dari berbagai jenis
kekayaan di negara ini sesuai dengan kegiatan dan keadaan. Islam hanya
mengakui kepemilikan publik bila diminta oleh kebutuhan sosial dan
perlunya nasionalisasi untuk menjaga utilitas. Sosialisme masyarakat
benar-benar bertentangan dengan itu. Jadi kepemilikan umum adalah
prinsip umum, yang diterapkan untuk setiap jenis kekayaan. Namun, sifat
dasar kedua masyarakat ini tidak berlaku untuk masyarakat Islam karena
masyarakat Islam tidak setuju dengan kapitalisme di doktrin bahwa
kepemilikan pribadi adalah prinsip, atau dengan sosialisme dalam
pandangannya bahwa kepemilikan umum adalah sebuah prinsip umum.
Melainkan mengakui kepemilikan bentuk yang berbeda pada saat yang
sama. Dengan demikian meletakkan prinsip kepemilikan multi-faceted.
Itu berarti dari sudut pandang Islam kepemilikan diterima dalam berbagai
bentuk-bukan prinsip hanya satu jenis kepemilikan, seperti, kepemilikan
pribadi, kepemilikan publik dan kepemilikan negara.
Untuk alasan ini, akan menjadi kesalahan untuk memanggil Islam
masyarakat kapitalis, meskipun itu memungkinkan kepemilikan pribadi
dari sejumlah jenis properti dan alat-alat produksi, karena kepemilikan
pandangan pribadi adalah bukan aturan dasar. Dengan cara yang sama itu

7
akan menjadi kesalahan untuk menggunakan istilah "sosialis" masyarakat
untuk masyarakat Islam, meskipun telah mengadopsi kepemilikan publik
dan kepemilikan negara untuk beberapa jenis kekayaan dan properti,
karena dalam pandangannya bentuk sosialis kepemilikan tidak aturan
umum.
Menurut ayat al-Qur’an, setiap hal di alam semesta ini milik Allah
SWT. "Apapun yang di langit dan apa yang ada di bumi milik Allah."
[Al-Baqarah, 2:284]. Dia adalah pemilik asli dari segala sesuatu "Dan
Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Kuasa atas setiap
sesuatu." [Al-Imran, 3:189].
Sadr (1994) membuat jelas bahwa kepemilikan individu,
kepemilikan negara, dan kepemilikan publik tiga bentuk paralel dalam
hukum Islam. Real kepemilikan adalah milik Allah, manusia memegang
properti di kepercayaan yang ia bertanggung jawab kepada-Nya, sesuai
dengan aturan yang jelas ditetapkan dalam syariat Islami'iah [Islam
Pengajaran] digarisbawahi di atas.
Siddiqi (1981) Menurut perolehan aktiva serta penggunaan dan
pembuangan tunduk pada batas yang ditetapkan dan harus dibimbing oleh
norma-norma yang ditetapkan oleh Allah. Absolute kepemilikan manusia
adalah konsep asing bagi Islam, karena milik Allah semata. Ada
kewajiban yang pasti terhadap orang lain yang hadir pada hak-hak
kepemilikan individu. Lingkup masing-masing dari tiga jenis kepemilikan
tidak kaku didefinisikan tetapi dibiarkan ditentukan dalam cahaya prinsip-
prinsip tertentu, tergantung pada kebutuhan dan keadaan.

b . Prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang ditetapkan


Yang kedua komponen ekonomi Islam adalah untuk
memungkinkan individu, di tingkat ekonomi, kebebasan yang terbatas,
dalam batas-batas spiritual dan nilai-nilai moral di mana Islam percaya.
Pelaksanaan prinsip ini dalam Islam dilakukan dengan cara berikut:

8
1. Hukum agama, dalam sumber-sumber umum, asalkan ketentuan
tekstual untuk melarang kelompok kegiatan sosial dan ekonomi, yang
menghambat, dalam pandangan Islam, realisasi cita-cita dan dinilai
diadopsi oleh Islam, seperti riba, monopoli dan seperti.
2. Hukum agama diletakkan ditaburkan pada prinsipnya pengawasan
penguasa atas kegiatan umum dan intervensi negara untuk melindungi
dan menjaga kepentingan publik melalui pembatasan kebebasan
individu dalam aksi yang mereka lakukan. Mengenai kepentingan
pribadi, Islam menekankan bahwa keberhasilan individu dan
masyarakat tergantung keseimbangan antara spiritual dan material
kebutuhan manusia. Berdasarkan prinsip kepemilikan terbatas yang
berasal dari teks Al-Quran yang disebutkan di atas, manusia adalah
baik mutlak maupun pemilik total pemilik bumi dan sumber dayanya.
Dia tidak memiliki hak untuk memiliki sebanyak yang ia inginkan atau
untuk mendapatkan kekayaan materi dengan cara apapun ia dapat
memilih. Memang, karena kekhalifahan milik semua orang, setiap
individu adalah penjaga kepercayaan publik. Selain itu,
kepemilikannya harus dibatasi untuk kesejahteraan masyarakat.
Menurut Maudoodi (1973 : 87-98) Ini harus mempertahankan
keseimbangan yang tepat antara kebutuhan tubuh dan jiwa sehingga
kepentingan pribadinya serta kesejahteraan masyarakat mungkin
dilindungi. Selain itu, ini tidak boleh diabaikan bahwa kemajuan manusia
selalu tergantung pada keberhasilan koordinasi dan keharmonisan penting
yang ada antara aspek-aspek spiritual dan material kehidupan. Ketika
kehidupan rohani terlepas dari perjuangan ekonomi manusia,
keseimbangan diperlukan dominan akan marah. Tentu saja, prevalensi
seperti keseimbangan yang konstruktif sangat penting bagi pemeliharaan
stabilitas dalam struktur ekonomi. Sehubungan dengan Rasionalitas,
berbagai pandangan dan pengertian yang berbeda sering ada dalam
referensi untuk mendefinisikan arti itu.

9
Menurut Weber (1970, 56) tindakan rasional secara eksplisit
didefinisikan sebagai karakteristik pembatasan dalam hal yang
mengadopsi cara untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Sebagai soal
fakta, nilai atau emosi dalam hal ini tidak dengan sendirinya dianggap
rasional. Islam telah jalan berpikir hidup sesuai dengan yang hidup
seorang Muslim di dunia ini adalah sebuah fase sementara dalam
kehidupan abadi akhirat. "Tapi mencari tempat tinggal di akhirat dalam
apa yang Allah telah memberikan Anda dan mengabaikan tidak berbagi
dunia Anda." [Qasas 28:77]. Menurut Islahi (1978) kesuksesan di akhirat
tergantung pada pemanfaatan sumber daya dunia ini dalam cara terbaik
dan kanan.
Tentang masalah-mengatur pasar sendiri, Kamali (1994) telah
menyatakan bahwa Suq (Pasar) menikmati mempunyai tempat khusus
dalam sejarah ekonomi Islam. Pasar diatur oleh mekanisme harga. Fitur
penting dari mekanisme harga adalah kemampuan untuk mengatur dan
membawa ke keseimbangan permintaan dan pasokan komoditas.
Menurut Chapra (1980) dengan mengacu pada prinsip-prinsip
Islam, kekuatan penawaran dan permintaan telah diakui dengan baik di
pasar. Orang-orang dibiarkan bebas untuk bertransaksi bertukar barang
dan dan jasa dan negara hanya dapat intervensi jika dhulm (pelanggaran)
adalah sah dilakukan terhadap salah satu pihak.
Menurut Beheshti (1992) Shari'ah panggilan untuk dan bebas
perdagangan yang adil, sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip. Selain
itu, pengendalian harga hanya sebagai alat vindicating kebebasan ini dan
memerangi korupsi cukup divalidasi. Bahkan, meskipun Islam telah
mengakui sistem pasar karena kebebasan ini menawarkan kepada individu,
hal ini tidak dianggap sakral dan yang tak dapat diubah. Ini adalah tujuan
dari masyarakat muslim, yang lebih penting, yaitu Ihtikar (penimbunan
dan mencari keuntungan) dari kebutuhan penting yang orang untuk
komoditas tertentu yang benar-benar dilarang.

10
c . Prinsip keadilan sosial
Komponen ketiga dalam ekonomi Islam yang merupakan atribut
yang paling penting dalam perekonomian Islam adalah prinsip keadilan
sosial. Hal ini diwujudkan dalam Islam oleh unsur-unsur dan jaminan
yang, Islam disediakan untuk sistem distribusi kekayaan dalam masyarakat
Islam.
Citra Islam keadilan sosial mengandung dua prinsip-prinsip umum
masing- masing dari mereka memiliki garis sendiri dan kekhasan. Yang
pertama dari mereka adalah prinsip tanggung jawab bersama umum yang
lain adalah prinsip keseimbangan sosial.
Islam mengijinkan perbedaan kekayaan dalam batas yang wajar
tetapi tidak mentolerir perbedaan ini tumbuh begitu luas bahwa beberapa
orang menghabiskan hidup mereka dalam kemewahan dan kenyamanan,
sedangkan sebagian besar manusia dibiarkan untuk menjalani hidup
kesengsaraan dan kelaparan.
Menurut Tabatebaei (1980) keadilan sosial kunci ekonomi Islam
terletak pada hubungan manusia dengan yang Allah, alam semesta dan
umat-Nya, dan sifat dan tujuan yang hidup manusia di bumi
mendefinisikan. Tauhid (monoteisme) Man-hubungan Tuhan . Jika
seorang pria percaya pada Allah dan hari kiamat, dia sadar sepenuhnya
tugas dan tanggung jawabnya kepada Allah dan makhluk-Nya,. Dengan
demikian keberhasilan manusia tergantung pada berikut perintah-Nya dan
menciptakan keharmonisan antara moralitas dan aspek material dari
kehidupan.
Unsur kedua setelah Tauhid untuk pelaksanaan keadilan sosial
Ijithad menurut Enayat (1991) berarti penilaian hukum independen, usaha,
atau kemampuan untuk menyimpulkan aturan dari sumber. Memang
benar bahwa prinsip diberikan oleh Nabi Suci yang diberikan pada usia
tertentu, dalam kondisi tertentu, dan diterapkan pada masyarakat tertentu
di bawah kondisi yang berbeda sepenuhnya dari hari ini. Hussain (1992)
menunjukkan bahwa masyarakat Muslim hari ini menghadapi masalah

11
politik, ekonomi dan sosial banyak yang dapat diselesaikan hanya melalui
Ijitihad, khususnya isu-isu dalam hal mana, tidak ada perintah jelas
tersedia dalam Quran atau Sunnah (The Teman-tindakan Nabi atau
mengatakan).
Unsur ketiga untuk penegakan keadilan sosial adalah etika.
Penting untuk disebutkan di sini bahwa di Barat di antara mereka yang
telah berusaha untuk berhubungan ekonomi dengan etika, itu sendiri
sebagian besar dianggap dalam humanistik vena murni diciptakan oleh
manusia. Sebaliknya, dalam Islam, ekonomi dianggap berkaitan dengan
etika dan etika pada gilirannya berhubungan dengan agama. Oleh karena
itu, benar-benar Islami'ah Syariat di mana apa yang disebut keadilan sosial
ekonomi Islam harus berfungsi dan menemukan maknanya. Zakat, Riba
(Larangan Bunga), stabilitas pada nilai Real Uang, dan Tanggung Jawab
Negara untuk pendapatan distribusi alat Original untuk melaksanakan
keadilan sosial dalam masyarakat.7
Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan
pada tiga konsep fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid),
kepemimpinan (khilafah) dan keadilan (a'dalah). Tauhid adalah konsep yang
paling penting dan mendasar, sebab konsep yang pertama adalah dasar
pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut ubudiah/ ibadah mahdah
(berkait sholat, zikir, shiam, tilawat-al Qur'an dsb), mu'amalah (termasuk
ekonomi), muasyarah, hingga akhlak. Tauhid mengandung implikasi bahwa
alam semesta diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa, yang
sekaligus pemilik mutlak alam semesta ini. Segala sesuatu yang Dia ciptakan
mempunyai satu tujuan. Tujuan inilah yang memberikan makna dari setiap
eksistensi alam semesta di mana manusia merupakan salah satu bagian di
dalamnya. Kalau demikan halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak
bebas, rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran
ketuhanan yang inheren dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah

7
KA Koerniawan, “Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dan Pengaruh Terhadap Penetapan
Standar Akuntansi,” Jurnal Ekonomi MODERNISASI, 8.1 (2012), 78–89

12
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, konsep tauhid bukanlah
sekadar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respons aktif terhadapnya.
Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi sebagaimana firman
Allah SWT: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Al Baqarah: 30). juga dalam firman yang lain: "Dan Dia-lah
yang menjadikan kamu penguasa penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'am: 165). Allah SWT juga berfirman:
"Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi, barangsiapa
yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka" (QS. Fathir.
39). Karena Allah telah menciptakan manusia, maka hanya Dia yang memiliki
pengetahuan sempura tentang hakekat mahluknya, kekuatannya, dan
kelemahannya. Hanya Allah-lah yang mampu memberikan petunjuk (al
hidayah) yang dengan itu mereka akan dapat hidup secara harmonis dengan
alam semesta dan kebutuhannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tidak
terbatas, Allah telah memberikan petunjuk yang terdiri atas keimanan,
ubudiah, hukum-hukum hubungan antarmanusia (mu'amalah dan akhlak).
Meskipun umat manusia diberi kebebasan untuk memilih atau menolak
petunjuk ini, mereka hanya dapat mencapai kebahagiaan (al-fatah) dengan
mengimplementasikan petunjuk tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

13
Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepadaNya dan
mereka akan diberi pahala (reward) atau azab (punishment) di hari akhirat
kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau
bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Karena
itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah konsep
kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap
manajemen alam dunia ini dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Dalam pandangan Islam, setiap orang pada dasarnya bukan seseorang
tertentu atau anggota ras, kelompok, atau negara tertentu. Dengan kata lain,
setiap orang adalah bagian dari orang lain karena merupakan hamba Allah dari
satu sumber keturunan sehingga pada dasamya mengandung makna persatuan
fundamental dan persaudaraan umat manusia. Konsep persaudaraan ini akan
menjadi seimbang dengan disertai konsep a'dalah atau keadilan. Oleh karena
itu menegakkan keadilan dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai salah satu sifat
yang sangat ditekankan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-
Hadid ayat 25: "Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama
mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang
hebat dan berbagal manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan
besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya
dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa."
Demikian juga firman Allah SWT dalam surat al Maidah ayat 8: "Hai
orang orang beriman, hendaklah kamu jadi seorang yang selalu menegakkan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali
kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil tersebut lebih dekat dengan taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan."

14
Dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang
merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus
memerhatikan prinsip tauhid, khalifah dan keadilan (a'dalah), yang harus
berdampingan manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang
sejahtera (al falah).
Syariah Islam termasuk syariah perekonomian mempunyai komitmen
untuk menjadi sebab kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia.
Khususnya dalam bidang perekonomian, tujuan syariah Islam adalah
menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam berbisnis dan berusaha (istilah
keadilan mencari fadlillah/ karunia Allah). Keadilan di sini, dipahami oleh
seorang muslim bahwa ketika berbisnis atau bermuamalah harus menaati
syariah Islam (hukum Allah) dan mengikuti petunjuk Rasululah SAW, bukan
menurut hawa nafsunya atau dengan cara batil demi mengejar keuntungan
yang sebesar-besarnya. Berbeda dengan bisnis dalam cara konvensional yang
hanya mementingkan keuntungan semata. Jadi adil tersebut berdasarkan
aturan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW antara lain tidak boleh menipu,
curang dalam menimbang, berbohong, cidera janji. dan sebagainya.
Kesejahteraan ini dipahami dari bahasa al Qur'an yaitu hayatan
thoyyiban (kehidupan yang baik) yang berarti tidak hanya meliputi kepuasan
fisik atau jasmani saja tetapi juga kesejahteraan rohani (sehat iman dan
ubudiah yang benar). Kesejahteraan identik pula dengan kebahagiaan atau
kemenangan dalam bahasa al Qur'an yaitu alfalah, al fauz yang akan terwujud
ketika seseorang taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW sebagaimana
firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 71: "Maka Aku (Allah) akan
memperbaiki amalan-amalan kamu dan akan Aku ampuni segala dosamu.
Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka sunguh dia
memperoleh kemenangan, kemenangan yang besar”.8

8
Lukman Hakim, “Prinsip-prinsip ekonomi Islam” (Jakarta: Erlangga, 2012).

15
C. KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM
Karakteristik ekonomi Islam meliputi tiga asas pokok. Ketiganya
secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas
akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan
dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah yang diringkas
sebagai berikut:
1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas harta
Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian yaitu:
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah
milik (kepunyaan Allah), firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat 284,
yang artinya:
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam
hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-nya dan menyiksa siapa yang
dikehndakin-Nya dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Selain itu Allah juga berfirman dalam QS. al-Maai’dah ayat 17,
yang artinya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang
berkata:”Sesungguhnya Allah itu ialah Al masih putra Maryam”.
Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-
halangi kehendak Allah, jika dia hendak membinasakan Al masih
putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang
berada di bumi kesemuanya?”. Kepunyaan Allah-lah kerajaan
langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu.

16
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Di antara ayat
yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah Allah atas harta adalah
firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7, yang artinya:
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu
dan memaafkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala
yang besar.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah Saw, yang juga
mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, di antara sabdanya
“Dunia ini hijau dan manis. Allah telah menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat
mengenai harta di dunia itu”.
Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa semua harta ada di tangan
manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dialah yang
menciptakannya. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada kamu
(manusia) untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati hal milik pribadi, baik
itu terhadap barang-barang konsumsi ataupun barang-barang modal.
Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik
sesungguhnya adalah Allah Swt. Firman Allah SWT.dalam Surat anNajm
ayat 31, yang artinya:
Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi supaya dia memberi balasan kepada orang-
orang yang berbuat jahat terhadap napa yang telah mereka
kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang baik dengan
pahala yang lebih baik (surga).
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa manusia bukanlah pemilik
sesungguhnya dari harta benda. Pemilik sejati dari alam semesta ini adalah

17
Allah. Namun di samping itu Islam sangat menghormati penguasaan
secara pribadi harta benda milik Allah tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat di atas, jelaslah perbedaan antara status
kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang
lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walaupun
hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula
dengan ajaran Islam. Sementara dalam kapitalis, kepemilikan bersifat
mutlak dan pemanfaatannya pun bebas. Sedangkan dalam sistem sosialis
justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan
oleh negara.
2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Hubungan ekonomi Islam denga akidah Islam tampak jelas dalam
banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang
ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi
Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas
ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan di antara bukti
hubungan ekonomi dan moral dalam Islam.
 Larangan terhadap pemilik dalam pengguna hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan
masyarakat. Nabi Muhammad SAW.bersabda: “tidak boleh merugikan
diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad).
 Larangan melakukan penipuan dalam transaksi. Nabi Saw. bersabda:
“orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
 Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana
moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang
sangat diperlukan buat mewujudkan kemakmuran perekonomian
dalam masyarakat. Menimbun (menyimpan) uang berarti menghambat
fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan
lapangan kerja buat para buruh.
3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

18
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam.
Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi
toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam
adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi
akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia
dengan akhirat. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada
kehidupannya kelak di akhirat. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan kita
tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan Allah
Swt. dalam Al-Qur’an, antara lain, di dalam ayat-ayat berikut:
 QS. al-Qashash ayat 77, yang artinya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bagianmua dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
 QS. al-Baqarah ayat 201, yang artinya:
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”.
Dari ayat-ayat tersebut di atas, jelas bahwa Islam menghendaki
adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di
dunia ini hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini
jelas berbeda dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis
yang hanya bertujuan untuk kehidupan dunia saja.
4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu
dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak
mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-
batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang

19
dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan
dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk
mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan
mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
Prinsip ini difirmankan Allah Swt. dalam ayat-ayat berikut:
 QS.al-Hasyr ayat 7:
Apa saja harta rampasan (fa-i) yang diberikan Allah kepada rasul-
Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, untuk, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu, apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu. Maka tinggalkanlah, dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.
 QS.al Maa’uun ayat 1-3:
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
 al-Ma’arij ayat 24-25:
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
(al-Ma’rij ayat 24).
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (al-Ma’rij ayat 25)

Ayat-ayat di atas, jelas bahwa kegiatan ekonomi yang


dilakukan oleh setiap individu untuk mensejahterakan dirinya, tidak
boleh mengabaikan kepentingan orang banyak. Prinsip ini harus
tercermin pada setiap kebijakan individu maupun lembaga, ketika

20
melakukan kegiatan ekonomi. Ciri ini jelas berbeda dengan sistem
ekonomi sosialis yang lebih menekankan kepentingan umum.
5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan
untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk
mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar
aturan-aturan yang telah digariskan Allah Swt. dalam Al-Qur’an maupun
Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak.
Firman Allah Swt. dalam QS.al-Baqarah ayat 188, artinya:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dnegan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Selain itu Firman Allah dalam QS.alBaqarah ayat 275, artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian
itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat).
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba). Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu21 (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan
sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan
individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga
tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak

21
ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat
diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenalkan negara untuk mengatur masalah
perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun
sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam begara
berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang
dilakukan oleg seseorang atau sekelompok sekelompok orang, ataupun
dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial
agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Rasulullah Saw. bersabda, artinya:
“Barangsiapa yang meninggalkan beban, hendaklah dia datang
kepadaKu; karena akulah maula (pelindung) nya”. (al-Mustadrak
oleh Al-Hakim). “siapa yang meninggalkan keturunan (yang
tersia-sia), anak (dia datang) kepada-Ku dan (menjadi) tanggung
jawab-Ku”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas
berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara.
Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan
kewenangan negara untuk mendominasi pereknomian secara mutlak.
7. Bimbingan Konsumsi
Dalam hal bimbingan konsumsi Allah berfirman dalam QS.al-
A’raaf (7) ayat 31, artinya:
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang
berlebihan.
8. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-
Mawsu’ah Al ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah memandang ada lima

22
menilai kriteria yang sesuai dengan Islam untul dijadikan pedoman dalam
menilai proyek investasi, yaitu:
a . Proyek yang baik menurut Islam.
b . Memberikan reseki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
c . Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kelayakan.
d . Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
e . Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
9. Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai
harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian
di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar
menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat
kikir, dengki, dan dendam.
10. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada
bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian
barang. Di antara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang
normal adalah bunga (riba).9

D. FIQH EKONOMI MAKRO ISLAM


Ekonomi Makro Islam adalah ilmu yang membahas permasalahan
kebijakan ekonomi secara makro, berupa pengelolaan dan pengendalian,
sesuai dengan ajaran Islam. Dalam membahas perspektif Ekonomi Islam, ada
satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu: ekonomi dalam
Islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari
syariatnya. Dan hal ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain adalah al-
Qur'an al-Karim dan as-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.
Karena itu, berbagai terminologi dan substansi ekonomi yang sudah
ada, haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami.

9
Abdul Latif et al., “Nilai-Nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam,” 153–69.

23
Atau dengan kata lain, harus digunakan kata dan kalimat dalam bingkai
lughawi. Supaya dapat disadari pentingnya titik permasalahan ini. Karena
dengan gemblang, tegas dan jelas mampu member pengertian yang benar
tentang istilah kebutuhan, keinginan, dan kelangkaan dalam upaya
memecahkan problematika ekonomi manusia.
Kajian fiqih ekonomi makro merupakan kajian yang didasarkan atas
teori dan sumber-sumber hukum fiqih mu’amalah dalam memberi patokan
atau rules kepada manusia dalam bermu’amalah. Dalam hal ini, kajian fiqih
ekonomi makro hanya dibatasi dalam fiqih riba dan fiqih zakat.
1. Fiqh Riba
Riba secara etimologi adalah zada yang berarti tambahan
(addition), pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkak (sweel) dan
bertambah (increase). Secara terminologi, riba diartikan sebagai proses
transaksi baik tukar menukar sejenis atau proses hutang piutang yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di mana dalam transaksi tersebut
diharuskan atau dipersyaratkan adanya margin, fee, atau return oleh salah
satu pihak. Kata riba di dalam bahasa inggris lebih populer dengan istilah
Usury yang mengandung dua dimensi, yaitu:
1. Tindakan atau praktek peminjaman uang dengan tingkat suku bunga
yang berlebihan dan tidak sesuai hukum dan
2. Suku bunga (interest rate) yang tinggi. Sejak abad klasik sampai era
modern, konsep tersebut dipakai oleh lembaga keuangan modern,
terutama oleh perbankan konvensional selama berabad-abad.
Bila ditinjau dari sudut fiqh, menurut Qardhawi (2001), bunga
bank sama dengan riba yang hukumnya jelas-jelas haram. Atas pendapat
sebagian kalangan yang menghalalkan bunga komersial (bunga dalam
rangka usaha) dan mengharamkan bunga konsumtif (bunga dalam rangka
memenuhi kebutuhan sehari-hari). Qardhawi menyatakan bahwa baik
bunga komersil dan bunga konsumtif, keduanya haram.
Selain firman Allah dapat pula dijelaskan beberapa Hadis Nabi
yang berkaitan dengan riba, antara lain:

24
1. Dari Ibnu Abbas dari Nabi Saw, beliau bersabda: jika telah muncul
wabah zina dan riba disuatu negeri, mka berarti mereka telah siap
menanti kedatangan azab Allah Swt.
2. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Aw bersabda:
“Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat
golongan memasuki surganya atau tidak mendapat petuunjuk yakni
peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim dan mereka
menelantarkan ibu/bapaknya”.
3. Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi SAW
bersabda: “riba itu mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah
(dosanya) sama dengan seseorang melakukan zina dengan ibunya”.
Sedangkan dalam perspektif fiqih Islam praktek semacam itu tidak
diperbolehkan (haram) dengan jelas tanpa pengecualian. Setidaknya
pendapat inilah yang lebih masyhur dan normatif diantara khilafiyah para
ulama’ yang mengacu pada konsep fiqih klasik bahwa “kullu qardlin
jarran manfa’atan fahuwa riba”, artinya setiap hutang yang
mendatangkan keuntungan berupa manfa’at adalah riba.
Riba dilarang dalam agama Islam karena tidak sesuai dengan
prinsip keadilan dan keseimbangan. Dimana, terdapat pihak yang
menanggung beban lebih berat akibat bunga (interest) yang diberlakukan,
sedangkan di pihak lain mengalami pertambahan keuntungan yang sangat
signifikan. Pada dasarnya, dalam praktek riba tidak ada prinsip
keseimbangan dan tolong menolong antar sesama.
2. Fiqh Zakat
Zakat secara etimologi (lughat) zakat memiliki beberapa makna,
diantaranya adalah suci, “sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu” (asySyams:9). Selain itu, zakat dapat bermakna
tumbuh dan berkah. Secara syar’i zakat adalah sedekah tertentu yang
diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada
orang yang berhak menerimanya.

25
Zakat merupakan pilar penting bagi tata kehidupan sosial-religi
umat Islam. Dimana si kaya (yang telah memenuhi syarat) diwajibkan
memberikan sebagian harta mereka (sesuai aturan) untuk diberikan kepada
umat yang membutuhkan. Zakat merupakan pilar agama Islam dalam tata
perokonomian umat. Zakat adalah jawaban yang tepat untuk
menghadirkan pendapatan dan kesejahteraan yang merata dalam
masyarakat dan menghapus kesenjangan yang tidak diharapkan oleh
sebagian besar orang. Zakat akan memberikan dampak positif bagi orang
yang membutuhkan, setidaknya akan mengurangi beban mereka, akan
tetapi zakat juga memberikan dampak yang positif pula bagi yang mereka
mengeluarkannya.
Dewasa ini, pengelolaan zakat yang dilakukan secara profesional
menekankan adanya pemberdayaan ekonomi umat agar mereka lebih
produktif untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pengelolaan zakat
yang profesional, tidak serta merta memberikan harta zakat kepada
mustahiq untuk dikonsumsi dan jauh dari pragmatisme zakat sebelumnya.
Selanjutnya dapat dilihat dampak ekonomis aplikasi zakat, dalam
implementasinya zakat mempunyai zakat dominan dalam kehidupan
masyarakat. Diantara dampaknya adalah:
a . Produksi
Dengan adanya zakat akan menimbulkan new demander
potensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat yang
pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkan
produksi guna memenuhi permintaan.
b . Investasi
Dampaknya lain yang dimunculkan dari peningkatan produksi
diatas maka akan mendorong perusahaan (firms) untuk meningkatkan
investasi. Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan
yang bertujuann untuk mengembangkan harta, selain itu investasi juga
merupakan suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya

26
lainnya yang dilakukan pada saat sekarang dengan tujuan untuk
memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang.10
c . Lapangan kerja
Karena adanya peningkatan investasi mendorong perluasan
produksi yang lebih besar yang pada akhirnya akan membuka
kesempatan kerja.
d . Pertumbuhan ekonomi
Karena peningkatan konsumsi secara agregate dan
meningkatnya investasi hal itu akan mendorong laju bertumbuhan
ekonomi.
e . Kesenjangan sosial
Zakat juga berperan dalam mendistribusikan pendapatan
khususnya dalam mengurangi kesenjangan (gap) pendapatan yang
pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan sosial.11

10
M Hayati, “Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam,” Ikonomika: Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, 2016
11
Muhammad Syahbudi, “Ekonomi Makro Perspektif Islam,” 2018, 236.

27
KESIMPULAN

Ekonomi adalah hal yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam


menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia.

Menurut Sadr, ekonomi Islam terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu:
prinsip kepemilikan multi-faceted; prinsip kebebasan ekonomi dalam batas yang
ditetapkan; dan prinsip keadilan sosial.

Karakteristik ekonomi Islam meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara


asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak
dan asas hukum (muamalah).

Kajian fiqih ekonomi makro merupakan kajian yang didasarkan atas teori
dan sumber-sumber hukum fiqih mu’amalah dalam memberi patokan atau rules
kepada manusia dalam bermu’amalah. Dalam hal ini, kajian fiqih ekonomi makro
hanya dibatasi dalam fiqih riba dan fiqih zakat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Al-Arif, M N R, dan R N Hamidawati, Dasar-dasar ekonomi Islam (Era Adicitra


Intermedia, 2011)

Chapra, M U, Islam and the Economic Challenge, Islamic economic series


(Islamic Foundation, 1992)

et, N H, Ekonomi Makro Islam: pendekatan teoritis (Kencana, 2018)

Hakim, Lukman, “Prinsip-prinsip ekonomi islam” (Jakarta: Erlangga, 2012)

Hayati, M, “Investasi Menurut Perspektif Ekonomi Islam,” Ikonomika: Jurnal


Ekonomi dan Bisnis Islam, 2016

Khan, M A, An Introduction to Islamic Economics, Islamization of knowledge


series (International Institute of Islamic Thought and Institute of Islamic
Studies, 1994)

Koerniawan, KA, “Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Dan Pengaruh Terhadap


Penetapan Standar Akuntansi,” Jurnal Ekonomi MODERNISASI, 8.1 (2012),
78–89

Latif, Abdul, Fakultas Syariah, Dan Ekonomi Islam, Iain Sultan, Amai
Gorongtalo, Kata Kunci, et al., “Nilai-Nilai Dasar Dalam Membangun
Ekonomi Islam,” 153–69

Maharani, Dewi, “Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Masalah Sosial-Ekonomi,”


Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam, 10.1 (2018), 20–34

Syahbudi, Muhammad, “Ekonomi Makro Perspektif Islam,” 2018, 236

29

Anda mungkin juga menyukai