Anda di halaman 1dari 22

NAMA: AISYATUR RIDHA

NIM : 202042023

PEMIKIRAN SYED NAWAD HAIDER NAQVI

A. Latar Belakang
Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah
Swt merupakan zat yang maha esa. Ia adalah satu-satunya tuhan dan pencipta
seluruh seluruh alam semesta, sekaligus pemilik, penguasa serta pemelihara
tunggal hidup dan kehidupan seluruh mahluk yang tiada bandingan dan tandingan,
baik di dunia maupun di akhirat. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas
dari segala kekurangan, kesalahan, kelemahan, dan berbagai kepincangan lainnya,
serta suci dan bersih dalam segala hal.1
Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad saw dipilih sebagai
seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan
yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup
masyarakat, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah
perniagaan atau ekonomi (muamalat). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi
perhatian Rasulullah saw, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga
keimanan yang harus diperhatikan.
Etika bisnis Islam mengajarkan bahwa di dalam melaksanakan prinsip
ekonomi Islam hendaknya setiap manusia memiliki nilai-nilai jujur, amanah, adil,
profesional, saling bekerjasama (ta’awun), sabar dan tabah. Sesuai dengan misi
yang diemban ekonomi Islam, yakni turut berperan dan menjunjung pembangunan
ekonomi bangsa Indonesia. Kenapa etika sangat penting di dalam sistem ekonomi
islam karena asumsi-asumsi etis yang diharapkan dapat mempengaruhi pola
prilaku manusia, dan dengan etika dapat memberikan suasana pada ilmu ekonomi
dan hasilnya adalah aturan prilaku ekonomi yang bersumber pada norma etika
Islam. Maka dari itu penulis menganggap perlu mengangkat tentang etika- etika di
1
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok: Rajawali Pers, 2017), hal:
3.

1
dalam prilaku ekonomi yang dibentuk melalui pendekatan aksioma oleh Syed
nawab haider naqvi atas pengkajian ilmu ekonomi islam. Dengan meyakinkan
etika memberikan suasana betapa menurut Islam etika dapat menghasilkan aturan
prilaku ekonomi yang bersumber pada norma etika Islam.

A. Pengertian Ekonomi Islam


Secara umum pengertian ekonomi adalah salah satu ilmu sosial yang
mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan
konsumsi terhadap barang dan jasa. Di indonesia penggunaan istilah ekonomi
Islam terkadang digunakan bergantian dengan istilah ekonomi syariah. Termasuk

2
dalam penggunaan istilah dalam mata kuliah atau program studi di perguruan
tinggi. Ada yang menamakan ekonomi Islam adajuga yang menamakan ekonomi
syariah.2
Ekonomi Islam adalah suatu konsep atau teori yang dikembangkan
berdasarkan ajaran-ajaran Islam.3 Sedangkan secara luas, Ilmu ekonomi Islam
adalah ilmu yang mempelajari aktivitas atau prilaku manusia secara aktual dan
empiris, baik dalam aspek produksi, distribusi maupun konsumsi berlandaskan
syariat islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah dengan tujuan untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu ekonomi Islam, merupakan suatu
sistem perekonomian yang diatur berdasarkan syariat Islam representatif dalam
masyarakat muslim modern, tentunya berpedoman kepada al-qur’an dan hadits.
Berdasarkan komposisinya, ia bersifat normatif, bukan bersifat positif
sebagaimana ilmu ekonomi neo-klasik. Ekonomi Islam dapat didefinisikan
sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam.
Berbagai ahli ekonomi muslim memberikan definisi ekonomi Islam secara
bervariasi, tetapi pada dasarnya mengandung makna yang sama. Pada intinya
ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya
memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-
permasalahan ekonomi dengan cara yang islami. Yang dimaksudkan dengan cara-
cara yang Islami adalah cara-cara yang didasarkan pada ajaran Islam, yaitu Al-
Quran dan Sunnah.4
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa ilmu ekonomi Islam
adalah ilmu ekonomi yang unik. Unik karena ilmu ekonomi Islam menjadikan Al-
Quran dan Sunnah sebagai landasan dalam mempelajari aktivitas atau prilaku
manusia, baik dalam aspek produksi, distribusi maupun konsumsi yang
merupakan problem dasar menyangkut pilihan terhadap sumber daya yang
tersedia guna memenuhi kebutuhan manusia. Bahkan lebih lanjut ditegaskan
bahwa dalam ilmu ekonomi Islam tujuan aktivitas ekonomi tidak hanya sekedar

2
Yoyok Prasetyo, Ekonomi Syariah (Aria Mandiri Group, 3 september 2018), Hal: 2
3
Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama
dan Filsafat, 1999), hal: 7.
4
Munrokhim Misanam, dkk, Ekonomi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal: 17.

3
mencapai kebahagiaan duniawi melainkan juga untuk memperoleh kebahagiaan
abadi ukhrawi sekaligus.
Ilmu ekonomi Islam menerapkan syariat Islam dalam mempelajari prilaku
ekonomi dan dalam pembentukan sistem ekonominya. Dengan demikian ilmu
ekonomi Islam memiliki dimensi normatif dan positif. Dimensi normatif ilmu
ekonomi Islam dapat ditemukan dalam sumber utamanya yaitu Al-Quran dan
Sunnah yang secara tegas memberikan arah dan karakteristik ilmu ekonomi Islam.
Sedangkan dimensi positif ilmu ekonomi Islam dapat ditemukan dalam berbagai
teori-teori ekonomi yang dikemukakan oleh para ulama seperti Ibn Khaldun, al-
Ghazali, Ibn Taimiyah, Ibn Sina, Abu Yusuf, Abu ‘Ubaid, dan sebagainya, serta
aplikasi syariat Islam dalam berbagai lembaga ekonomi dan keuangan Islam.
Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan adalah suatu cara yang
sistematis untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan manusia yang
mendasarkan segala aspek tujuan (ontologis), metode penurunan kebenaran ilmu
(epistemologis), dan nilai-nilai (aksiologis) yang terkandung dalam ajaran Islam.
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa ekonomi Islam dimaksudkan untuk
mempelajarai upaya manusia mencapai falah dengan sumber yang ada melalui
mekanisme pertukaran. Penurunan kebenaran atau hukum dalam ekonomi Islam
didasarkan pada kebenaran deduktif wahyu ilahi (Al-Quran dan Sunnah) yang
didukung oleh kebenaran induktif empiris.5
Dengan demikian, ekonomi Islam memiliki karakteristik yang kuat karena
konstruksi keilmuannya dilandasi oleh Al-Quran dan Sunnah serta dilengkapi
dengan penalaran dan pemikiran para ekonom Islam. Ekonomi Islam sebagai
sebuah sistem alternatif diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar
terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang lebih
berkeadilan dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam dimensi individual dan
sosial secara paripurna. Oleh karena itu, Al-Qur’an dan Sunnah menjadi referensi
yang mutlak.6

5
Andri Soemitra, “Kajian Pustaka Dalam Studi Ilmu Ekonomi Islam” Jurnal Iqra’ Vol 02 No 02
2008, hal: 6-7.
6
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Prinsip, Dasar, dan Tujuan, (Insania Press, 2004), Hal: 15.

4
B. Perkembangan Pemikiran Ekonomi dalam Islam
Kontribusi kaum muslim sangat besar terhadap kelangsungan dan
perkembangan pemikiran ekonomi dunia. Sejalan dengan ajaran Islam tentang
pemberdayaan akal pikiran dan tetap berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah,
ilmu ekonomi Islam pada hakikatnya merupakan respon para cendekiawan
muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini
berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sama tuanya dengan Islam itu sendiri.
Menurut Muhammad Nejatullah Ash- Shiddiqi, pemikiran ekonomi Islam
adalah respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada
masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran
Al-Qur`an dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris
mereka. Dengan demikian pemikiran adalah sebuah proses kemanusiaan, tetapi
ajaran al- Qur`an dan al-Sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi
objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran al- Qur`an dan al-
Sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi
dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajaran al-Qur`an dan Sunnah
tentang ekonomi.7
Menurut Siddiqi dalam Adiwarman, beliau menguraikan sejarah pemikiran
ekonomi Islam dalam tiga fase. Fase pertama merupakan fase abad awal sampai
dengan abad ke lima Hijriyyah atau abad ke sebelas Masehi yang dikenal dengan
fase dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis oleh para fukaha, diikuti oleh sufi
dan kemudian oleh filosof. Pada awalnya, pemikiran mereka berasal dari orang
yang berbeda, tetapi dikemudian hari para ahli harus mempunyai dasar
pengetahuan dari ketiga disiplin tersebut. Fokus fikih adalah apa yang diturunkan
oleh syariah dan dalam konteks ini, para fuqaha mendiskusikan fenomena
ekonomi. Sedangkan kontribusi utama tasawuf terhadap pemikiran ekonomi
adalam dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus
dalam pemanfaatan kesempatan yang diberikan Allah SWt. Hal ini berbeda
dengan para fuqaha yang terfokus perhatiannya pada masalah-masalah
mikroekonomi.
7
Rizky Fitriyah, “Perkembangan Ekonomi Dalam Perspektif Studi Islam”. Jurnal Malia Vol. 7 no
2, Juni 2016, hal: 169-170.

5
Fase kedua yang dimulai pada abad ke sebelas sampai dengan abad ke
lima belas masehi dikenal sebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan
warisan intelektual yang sangat kaya, para cendikiaawan muslim di masa ini
mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan kegiatan
ekonomi yang seharusnya yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadits nabi.Pada saat
yang bersamaan, disisi lain mereka menghadapi realitas politik yang ditandai oleh
dua hal:
a. Pertama, disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abbasiyah dan terbaginya
kerajaan ke dalam beberapa kekuatan regional yang mayoritas
didasarkan pada kekuatan ketimbang kehendak rakyak.
b. Merebaknya korupsi di kalangan para penguasa diiringi dengan
dekadensi moral di kalangan masyarakat yang mengakibatkan
terjadinya ketimpangan yang semakin melebar antara si kaya dengan si
miskin. Pada masa ini, wilayah kekuasaan Islam yang terbentang dari
Maroko dan Spanyol di Barat hingga India di Timur telah melahirkan
berbagai pusat kegiatan intelektuan.
Fase ketiga dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi merupakan fase
para fuqaha hanya menulis catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan
fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Namun
demikian, terdapat sebuah gerakan pembaharuan selama dua abad.8Dari tahapan
fase perkembangan ekonomi Islam di atas dapat dipahami bahwa ekonomi Islam
pada dasarnya sudah dibahas dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan
tetapi perkembangan ekonomi islam terhenti karena adanya dominasi ekonomi
kapitalis dan sosilis yang menjadikan ekonomi islam makin tergerus dan mulai
ditinggalkan.9
Pemikiran ekonomi baru menunjukkan sosoknya sepeninggal Nabi dan
kehidupan social ekonomi masyarakat semakin berkembang. Pemikiran ekonomi
Islam mulai didokumentasikan kurang lebih sejak tiga abad semenjak wafatnya

8
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok: Rajawali Pers, 2017), hal:
8-16.
9
Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer (Edisi Pertama Kencana, Oktober
2017), hal: 4.

6
Nabi. Beberapa yang cukup terkenal antara lain Abu Yusuf1 (731-798), Yahya
ibn Adham (818), El-Hariri (1054-1122), Tusi ((1201-1274), Ibn Taymiyah
(1262-1328), Ibn Khaldun (1332-1406) dan Shah Waliullah (1702-1763). Setelah
itu muncul pemikirpemikir kontemporer abad ke-20 antara lain Fazlur Rahman,
Baqir As-Sadr, Ali Shariati, Khurshid Ahmad, M. Nejatullah Shiddiqi, M. Umar
Chapra, M. Abdul Mannan, Anas Zarqa, Monzer Kahf, Syed Nawab Haider
Naqvi, M. Syafii Antonio, dan M. Azhar Basyir.10
C. Biografi Syed Nawab Haidir Naqvi
Syed Nawab Haider Naqvi dilahirkan di Pakistan pada 1935. Ia
mendapatkan gelar Master dari Universitas Yale (1961) dan Ph.D. dari
Universitas Priceton (1996) Amerika Serikat. Selanjutnya beliau mengajar di
sejumlah lembaga pendidikan tinggi dan riset ternama di Norwegia, Turki dan
Jerman Barat sebelum akhirnya kembali ke Universitas Quad-i-Azam, Pakistan,
pada 1975. Kelebihan akademiknya menyebabkan beliau ditunjuk di berbagai
panitia formulasi kebijakan ekonomi di Pakistan maupun di luar negeri. beliau
ditunjuk sebagai kepala di Economics Affairs Divison of Pakistan selama 1971-
1973. Pada tingkat internasional, beliau adalah konsultan untuk OECD dari 1972
hingga 1975 dan Economic and Social Comission on Asia and Pacific (ESCAP).
Ketajamannya sebagai ahli ekonomi membawanya pada jabatan Directorship of
the Pakistan Institute of Development Economics pada tahun 1979, dan kepala
seksi Ekonomi pada Islamization Comittee di tahun 1980.11
Naqvi adalah salah satu ekonom beraliran mainstream. Hal ini
bisa dipengaruhi karena naqvi lama menempuh pendidikan di Amerika Serikat.
Kemudian ia mengkritik secara keras kapitalisme dan ekonomi neoklasik-
keynesian dengan membuat perubahan-perubahan melalui pendekatan aksiomatik
yang radikal.
D. Karya Syed Nawab Haider Naqvi

10
Imammuddin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar (Yogyakarta: LPPI, 2001), hal: 30.
11
Sage Publishing, Syed Nawab Haider Naqvi HEC Distinguishid National Professor, Federal
UrduUniversity of Arts, Science and Technology ,
Islamabad(https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/author/syed-nawab-h-naqvi)diakses pada tanggal 28
September 2018 pukul 17:59).

7
Karya beliau yang paling terkenal adalah Ethics and
Economics: An Isalamic Synthesis (1981),Development Economics: A New
Paradigm (1993), Vikasache Arthshashtra: Sarvsamveshak Vruddichya Dishene
(Oktober 2017), Development Economics: Nature and Significance (2002),
Vikasache Arthashastra: Sarvsamaveshak Vrudhichya Dishene ( November 2017),
The Structure of Protection in Pakistan, 1980-81(1983), Frailty! is Thy Name
Woman?: Miscellaneous Essays in Development Economics (1986),
Protectionism and Efficiency in Manufacturing: A Case Study of Pakistan (1991),
Pide's Research Programme: An Essay In Academic Management, Islam
Economics & Society (1994), Perspectives on Morality and Human Well-Being:
A Contribution to Islamic Economics 2016), The Evolution Of Development
Policy: A Reinterpretation (2010), The Macro-Economic Framework for the Eight
Five-Year Plan 1993), Vikas Ka Arthshastra : Samaveshi Sanvriddhi Ki Or
(Hindi) (2017), Pide's Research Programme for 1993-96 1994), Economics of
Development: Toward Inclusive Growth (2015), Islam, Economics, and Society
(1994), Islam, Economics, and Society: 5 (2013), Vikas Ka Arthshastra:
Samaveshi Samvriddhi KI or (April 2017).12
E. Pemikiran Ekonomi Syed Nawab Haider Naqvi
Ada tiga tema besar yang mendominasi pemikiran Naqvi di dalam
ekonomi Islam. Pertama, kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subjek dari
upaya manusia yang lebih luas untuk mewujudkan masyarakat adil berdasarkan
pada prinsip etika ilahiyah, yakni al-adl wa al-ihsan. Menurut Naqvi, hal itu
berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi ekonomi di dalam
ekonomi Islam dan faktor inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dari
sistem lainnya. Kedua, melalui prinsip al-adl waal-ihsan , ekonomi Islam
memerlukan kebijakan-kebijakan yang memihak kaum miskin dan mereka yang
lemah secara ekonomis. Aktifitas ini yang disebut legalitarianisme. Ketiga adalah
diperlukannya suatu peran utama negara di dalam kegiatan ekonomi.

12
Goodreads, Book by Syed Nawab Haidir Naqvi,
(https://www.goodreads.com/author/list/1484444.Syed_Nawab_Haider_Naqvi), diakses pada
tanggal 1 Oktober 2018 pukul 20:58.

8
Pemikiran Syed Nawab Haider Naqvi terdapat pada beberapa bagian.
Dalam hal harta pemahamannya sama dengan Baqir al-Sadr, dimana kepemilikan
adalah mutlak oleh Allah Swt. Maka hak kepemilikan amatlah terbatas, karena
dalam perspektif Islam kebebasan manusia untuk memiliki kekayaan relatif untuk
keperluan masyarakat. Naqvi mendorong untuk mendistribusikan kekayaan secara
lebih luas, terutama kepada kaum miskin dan kaum mustad'afin. Dalam hal ini
sangat tampak bahwa pemahaman Naqvi memihak kepada kaum miskin dan
mustad'afin. Sebagai tokoh Islam Mainstream, Naqvi ikut mendukung
penghapusan riba dan penerapan zakat sebagai instrumen untuk meminimalisir
kadar kemiskinan dalam masyarakat.
Naqvi sepaham dengan Mannan dan Siddiqi tentang penghapusan riba yang
tidak hanya berhubungan dengan "perekonomian bebas bunga" tetapi juga
terhadap "perekonomian bebas eksploitasi". Dapat disimpulkan bahwa pola
pemikiran Naqvi adalah bentuk kritikan ekstrim terhadap kapitalisme, karena ia
memiliki tujuan untuk mengubah struktur dasar perekonomian feodalistik-
kapitalistik di era kontemporer ini.
1. Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Islam menurut Naqvi
a. Hubungan Harta
Dalam sosialisme Islam, menurut Naqvi membawa konsep perwalian.
Olek karena pemilik mutlak semua kekayaan adalah Allah SWT, maka hak untuk
memiliki sesuatu, sekalipun diakui, amatlah terbatas karena di dalam perspektif
Islam, kebebasan manusia untuk memiliki kekayaan hanyalah relatif saja terhadap
kebutuhan masyarakat.
b. Sistem insentif
Sistem ekonomi Islam membuat perolehan individual itu tunduk kepada
tanggung jawab sosial. Pandangan Islam itu menurut Naqvi, dijumpai di dalam
kenyataan bahwa sebagai aturan umum, pembawaan alami manusia itu rakus dan
mementingkan diri sendiri, dan jika dibiarkan mengatur dirinya sendiri, tidak akan
berbuat banyak untuk orang lain.
c. Alokasi sumber dan perbuatan keputusan negara

9
Naqvi tidak begitu mempercayai sistem pasar untuk menetapkan alokasi
sumber daya. Harapannya terwujudnya keadilan serta kecondongannya kepada
kaum miskin, fakir serta yang tertindas menebabkannya berharap bahwa negara
memainkan peranan yang menentukan di dalam masalah-masalah ekonomi. Syed
Haider Naqvi merekomendasikan untuk membatasi pemilikan swasta, dan yang
menjadi norma adalah pemilikan negara. Sedangkan Baqr al-Sadr membenarkan
pemilikan swasta dan yang menjadi norma adalah pemilikan negara
d. Jaminan sosial dan program anti kemiskinan
Keperluan untuk menegakkan keadilan sosial mengharuskan negara
melakukan suatu kebijakan penyamaan utilitas antar individu. Negara tidak hanya
berperan sebagai regulator kekuatan-kekuatan pasar dan penyedia kebutuhan
dasar seperti yang terdapat di dalam pandangan Mannan dan Siddiqi, tetapi juga
sebagai partisipan aktif dalam produksi dan distribusi, baik di pasar produk
maupun faktor produksi, demikian pula peran negara sebagai pengontrol sistem
perbankan. Ia melihat negara Islam sebagai perwujudan kepercayaan Allah Swt.
sebagai penyedia penopang dan pendorong kegiatan ekonomi. Bahkan dia
mengatakan bahwa kesuksesan atau tidaknya dunia ekonomi Islam ditentukanoleh
sejauh mana nilai-nilai etika-religius itu diwujudkan dalam kehidupan riil.13
e. Penghapusan riba dan implementasikan zakat
Naqvi lebih menyakinkan penghapusan riba tidak hanya berubungan
dengan perekonomian bebas bunga melainkan perekonomian bebas eksploitasi.
Menyangkut zakat, Naqvi melihatnya sebagai mewakili filsafat Islam yang amat
egaliter. Bagi Naqvi harus ada sejumlah besar intrumen kebijakan dan bukan
hanya penghapusan riba dan pemberlakuan zakat. Naqvi melihat penghapusan
riba tidak hanya sebagai penghapusan bunga, melainkan penghapusan segala
bentuk eksploitasi dan penolakan seluruh sistem feodalistik-kapitalistik yang
menurutnya mau melakukan eksploitasi untuk meningkatkan pertumbuhan. Zakat
bukan hanya pajak keagamaan dan juga bukan basis keuangan negara, melainkan
suatu tanda filsafat ekonomi Islam yang amat egalitarian.
2. Konsep Distribusi

Syed Nawab Haider Naqvi. Menggagas ilmu ekonomi islam


13
Hal 5.

10
Dalam hal distribusi kekayaan, Naqvi mengajukan beberapa konsep
sebagai berikut;
a. Distribusi awal secara tak wajar memerlukan pembagian kembali dari
yang kuat kepada yang ke lemah.
b. Konsep perwalian.
c. Meluaskan kepemilikan ke masyarakat secara merata.
d. Pendapatan boleh berbeda asalkan tetap saling menyongkong;
pendapatan berbeda secara tak wajar yang tidak diijinkan.
3. Konsep Produksi
Naqvi tidak banyak membahas produksi, namun juga struktur dan
komposisi produksi di dalam suatu perekonomian Islam. Adapun empat poin
struktur produksi dalam Islam menurut Naqvi adalah
a. Batas adanya laba maksimum dalam konsep ekonomi Islam (Tidak
boleh ada laba berlebihan dalam konsep ekonomi Islam.
b. Proposi barang-barang publik terhadap barang-barang pribadi akan
meningkatkan perekonomian.
c. Keranjang konsumsi barang-barang pribadi akan lebih condong diisi
dengan barang perlu dari pada barang mewah.
d. Barang modal seluruhnya atau terutama diproduksi oleh pemerintah.14
Pengulangan pernyatan yang dilakukan Naqvi sebenarnya menunjukkan
bahwa semua aspek di dalam ekonomi Islam itu saling berhubungan dan
terbentuk dari aksioma-aksioma etika Islamnya. Demikianlah Naqvi sangat
kritis terhadap kapitalisme. Naqvi menegaskan bahwa tujuan utama reformasi
Islam hendaknya mengubah struktur dasar perekonomian feodalistik-kapitalistik
sekarang ini.
F. Etika Bisnis Islam
Etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu
baik dan buruk.15 Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral,
sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan

Ibid, hal. 43-44.


14
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. https://kbbi.web.id/etika . diakses pada tanggal 01
Oktober 2018 pukul 23:57.

11
pikirannya, merupakan lapangan etika. Langkah awal yang penting dalam
merumuskan kaidah-kaidah perilaku ekonomi dalam ekonomi islam adalah
menyusun sistem aksioma yang representatif serta mampu menangkap secara
tepat spirit etik Islam dan merumuskan pernyataan-pernyataan ekonomi yang
berarti. Aksioma adalah pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa
pembuktian. Jadi, hanya sistem etika yang yang didasarkan pada agama Islam
yang layak diperhatikan dalam menentukan kerangka ekonomi yang luas. Karena
etika Islam dianggap sempurna yang mengandung kekuatan Islam yang
universal.16
Pandangan Islam tentang manusia dalam hubungan dengan lingkungan
sosialnya dapat dipresentasikan dengan empat aksioma etik, yaitu:
 Kesatuan (Tauhid),
 Keseimbangan atau Kesejajaran (Equilibrium),
 Kebebasan (free will) dan
 Tanggung jawab (Responsibility).
a. Kesatuan (Tauhid)
Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni terhadap
Tuhan. Yangmana menghubungkan dzat yang tidak sempurna dengan dzat yang
sempurna. Ketentuan tuhan harus dipatuhi, sebagaimana kepemilikan manusia
atas kekayaan dan hal-hal lain tidak bersifat kekal dan perspektif ini dapat
menjadi sebagai kekuatan yang diambil dari perasaan mendalam akan kehadiran
tuhan dan mampu mentransformasikan kecintaan manusia pada dirinya sendiri
kepada kecintaan terhadap tuhan. Dengan demikian tuntutan etik ini dapat
meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi dan menambah unsur ketulusan pada
manusia.
b. Keseimbangan atau Kesejajaran (Equilibrium)
Berkaitan dengan konsep kesatuan, dua konsep islam al’adl dan al-ihsan
menunjukkan suatu keadaan keseimbangan/ kesejajaran sosial. Al-Qur’an
menyatakan : “Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu berbuat adil dan ihsan.”

Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, (Terjemahan M. Saiful anam dan
16

Ufuqul Mubin, Pustaka Pelajar: Cetakan 1, 2003), Hal: 34

12
(QS. 16: 90). 17
prinsip keseimbangan/ kesejajaran menjadi kebijakan dasar
institusi sosial: hukum, politik dan ekonomi. Pada tataran ekonomi, prinsip
tersebut menentukan susunan-susunan aktifitas distribusi, konsumsi serta produksi
dan dengan pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat
yang kurang beruntung dalam masyarakat didahulukan. Lawan kata al-adl adalah
adalah Zulm, berawal dari ketidaksejajaran sebuah langkah harus diambil untuk
mencapai kesejajaran yangmana hak orang miskin dan tertindas harus
dikembalikan melalui pemerataan kekayaan dan penghasilan. Inilah alasan
mengapa prinsip keseimbangan/ kesejajaran merupakan nilai etik fundamental
yang menginginkan pemerataan kekayaan dan pendapatan dan keharusan
membantu orang miskin yang membutuhkan.
c. Kebebasan (free will)
Dalam pandangan Islam manusia terlahir memiliki kebebasan yakni,
manusia dapat menentukan pilihan diantara pilihan-pilihan yang beragam. Namun
manusia juga dapat memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan yang salah,
manusia menjalankan haknya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk.
Islam memiliki upaya untuk menghindarkan manusia dari kerakusan dan
ketamakan atas kekayaan dan perbudakan atas dirinya sendiri.
d. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan erat kaitannya dengan tanggung jawab dan keduanya saling
terkait satu sama lain. Ada dua aspek fundamental dari konsep ini yang harus
dicacat sejak awal.
1. Tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia di bumi
ini. Manusia perlu melakukan usaha yang sungguh-sungguh agar dapat
menjadikan dirinya khalifah yang baik di dunia ini dengan melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, tidak tamak pada harta, dan membantu
orang miskin. Dengan demikian ia telah menunaikan tanggung-
jawabnya.
2. Konsep tanggung jawab harus bersifat sukarela dan tidak boleh ada
unsur pemaksaan di dalamnya. Dengan demikian prinsip tanggung-

17
Al-Qur’an, (16:90).

13
jawab memiliki unsur pengorbanan yang dipandang bukan sebagai
suatu kesengsaraan bahkan prinsip ini dapat menjadi proses menjadi
pribadi yang lebih baik dalam arti bahwa ia tumbuh dalam kebaikan.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain ialah:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main
curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan
jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan
keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi
pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi
masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya
sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess
demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis
dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan
yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis
harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-
ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi. Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi

14
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang
lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya
pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan
keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan
keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
Dengan ini berarti manusia harus peka terhadap lingkungannya dan
memiliki tanggung-jawab terhadap hak-hak nya dan hak sekitarnya.18
G. Merumuskan Kerangka Aksioma Etik Islam
1. Agama Sebagai Sumber Aksioma Etik
Berbeda dengan filosof sosial barat yang baginya agama tidak
diperhitungkan, bagi seorang pemikir muslim agama masuk dalam
wilayah kajian. Baginya, al-Qur’an dan Sunnah Nabi merupakan
sumber pokok etika Islam yang dapat digunakan untuk menyimpulkan
prinsip-prinsip umum prilaku ekonomi Islam.
2. Karakteristik Sistem Aksioma Etik

18
Syed Nawab Haider Naqvi. Menggagas ilmu ekonomi islam, Hal 37-50.

15
Untuk menghasilkan fungsi pernyataan-pernyataan ekonomi
dengan tingkat generalitas, seperangkat aksioma etik Islam harus
memenuhi sifat-sifat berikut:
a. Representasi pandangan yang memadai dan legitimate tentang
etika Islam. Sifat ini bisa menghilangkan kesewenang-wenangan
subyektif dalam memilih aksioma-aksioma etik, karena hanya yang
memenuhi syarat saja (yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah)
yang bisa menjadi perangkat tersebut.
b. Suatu perangkat yang memadai, ia harus berbentuk ‘suatu dasar’.
Sifat ini dapat menghasilkan pernyataan ekonomi yang signifikan
c. Independensi. Indenpendensi sistem aksioma matematika diperiksa
dengan menetapkan independensi elemen-elemen satu dengan yang
lainnya, yang dibuktikan dengan menunjukkan bahwa tidak ada
eleman dalam perangkat itu, yang bisa dideduksi dari perangkat
elemen lain dan elemen tersebut akan independen.
d. Semua elemennya harus konsisten satu sama lain. Menunjukkan
bahwa tak satupun dari elemen dalam perangkat ini bisa dideduksi
dengan cara sedemikian sehingga satu elemen bisa bertentangan
(negation) dengan yang lain. Pengujian yang konsisten juga dapat
dilakukan dalam pengertian yang lebih heuristik; bahwa kebenaran
satu aksioma harus tidak mengingkari kebenaran aksioma lain
dalam perangkat itu, dan masing-masing aksioma dalam perangkat
tersebut harus menunjukkan kebenaran umum tentang sistem
sebagai suatu keseluruhan.
e. Daya prediktifnya, yang mampu menghasilkan serangkaian elemen
tunggal dari perangkat aksioma dasar. Secara empirik, elemen-
elemennya diharapkan dapat diverifikasi.
f. Harus memadai untuk mendeduksi seluruh penyataan dasar.
g. Bisa mengeluarkan keberadaan asumsi-asumsi yang tidak
berguna.19
19
Jauhar Faradise, “merumuskan kerangka aksioma etik islam (kajian pemikiran syed nawab
haidar naqvi dalam menggagas ekonomi islam), jurnal literasi, edisi 2, thn 1, Juni 2009, hal: 46-

16
Metodelogi pemikiran Syed Nawab Haidar Naqvi menyatakan bahwa al-
Qur’an  dan as-Sunnah sebagai petunjuk dan acuan nilai serta rujukan dalam
menjalankan perekonomian yang berfungsi sebagai prinsip pengorganisasian,
yakni alat untuk memilih, mengorganisasi dan pengorganisasian pernyataan
tertentu. Hal tersebut sebagai acuan untuk melawan pemikiran kapitalis dalam
menjalankan perekonomian.
Bagi Naqvi harus ada sejumlah besar intrumen kebijakan dan bukan hanya
penghapusan riba dan pemberlakuan zakat. Naqvi melihat penghapusan riba tidak
hanya sebagai penghapusan bunga, melainkan penghapusan segala bentuk
eksploitasi dan penolakan seluruh sistem feodalistik-kapitalistik yang menurutnya
mau melakukan eksploitasi untuk meningkatkan pertumbuhan. Zakat bukan hanya
pajak keagamaan dan juga bukan basis keuangan negara, melainkan suatu tanda
filsafat ekonomi Islam yang amat egalitarian.20
H. Sistem Ekonomi Islam Sebagai Kritik
Aktualisasi dan kontekstualisasi sistem ekonomi Islam merupakan
bentuk kritik terhadap teori dan sistem ekonomi yang dibangun tidak
berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan khususnya dua faham yang paling
berpengaruh, yaitu kapitalisme dan sosialisme. Dua faham yang telah menjadi
kiblat dan rujukan dari tata peredaran kekayaan dan investasi di banyak Negara.
Faham kapitalisme berasal dari Inggris pada abad ke-18, kemudian
menyebar ke Eropa Barat dan Amerika Utara. Kehadirannya berawal dari
perlawanan terhadap ajaran gereja sehingga tumbuh aliran pemikiran liberalisme
di negara-negara Eropa Barat dan merambah ke segala bidang termasuk bidang
ekonomi. Liberalisasi di bidang ekonomi inilah kemudian melahirkan faham
kapitalisme. Proporsi hak kepemilikan pribadi yang over merupakan citarasa
kapitalisme yang berimplikasi terhadap tatanan investasi dan pasar mengerucut
pada penguasaan pribadi-pribadi yang kuat modal. Intrik dan persaingan bebas
menjadi ciri yang selalu dikedepankan untuk meraih keuntungan maksimum.

47.
20
Ahmad Maulidizen, ”pemikiran dan kontribusi tokoh ekonomi islam klasik dan kontemporer”,
Deliberatif Vol 1, No 1, Juni 2017, hal 59.

17
Regulasi negara lebih diposisikan pada kondisi dibutuhkan untuk keseimbangan
pasar, bukan pada kebijakan-kebijakan yang bersifat kepentingan umum.
Adapun sosialisme merupakan faham perlawanan terhadap kapitalisme 21.
Sosialisme bergerak untuk mengkritik fenomena kapitalis yang individualistik
dengan paradigma kolektivitas, yaitu kepemilikan negara merupakan hak
tertinggi atas segala hak individu, kecuali pada hak-hak tertentu yang secara
hukum sosialisme dan dengan syarat-syarat tertentu dapat dimiliki oleh individu.
Implikasi dari faham sosialisme telah menempatkan manusia hanya sebagai
mesin produksi, kemandirian individu terkebiri atas nama kepentingan
(kepemilikan) Negara. Sejarah telah mencatat bahwa monopoli yang dikontrol
secara otoriter dengan mengatasnamakan kepemilikan negara di atas
kepemilikan individu sebagaimana sosialisme telah mereduksi nilai-nilai
kebebasan.
Dari beberapa fenomena monopoli ala kapitalis dan monopoli ala
sosialis, sistem ekonomi Islam dibutuhkan pada saat ini untuk menjadi kritik
terhadap keduanya. Berbeda dengan sistem kepemilikan sosialisme yang
otoriter, dan kapitalisme dengan prinsip darwinisme-sosial sehingga menjadi
“liar”. Islam mengajarkan norma sistem ekonomi yang mewajibkan segala yang
ada dan dimiliki oleh setiap manusia merupakan amanah Allah SWT yang
seyogyanya dapat menciptakan minimal dua hal, yaitu kebaikan hidup manusia
dan keadilan sosio-ekonomi. Penggunaan sumber daya yang disediakan oleh
Allah SWT semata-mata untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia dan
menyediakan suatu kondisi kehidupan layak, bukan untuk menciptakan
kehidupan individualistik dan monopolistik22.
Sistem ekonomi Islam juga mengkritik pada pemuatan-pemuatan
motivasi beribadah dan utility (kegunaan) atas barang yang didasarkan pada asas
“kebaikan dan manfaat” sering menjadi sesuatu yang tidak diperhatikan pada
sistem kapitalisme dan sosialisme. Tentu saja, masih banyak kritik sistem
ekonomi Islam atas sistem kapitalisme dan sosialisme.

Rivai Wirasasmia, dkk. Kamus Ekonomi Lengkap, (Bandung: pionir jaya, 2002), hal. 34
21

Syed nawab haider Naqvi “Etika dan Ilmu Ekonomi” (penerjemah Husin Anis dan Asep Hikmat,
22

Mizan, Bandung 1991) hal. 107-114.

18
I. Ekonomi Islam sebagai Proses Ijtihad
Nabi Muhammad SAW mempunyai peran besar dalam aplikasi sistem
ekonomi ketika ia melakukan kerjasama perdagangan dengan Siti Khadijah
dengan prinsip-prinsip profit and loss sharing dan trusty (kepercayaan). Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa studi ekonomi Islam mempunyai misi besar,
yaitu proses yang terjadi dalam studi tersebut akan mereaktualisasi teori-teori
yang pernah berjalan dalam sejarah Islam atau membuktikan secara ilmiah
bahwa teori ekonomi Islam masih bisa diaplikasikan pada saat ini. ijtihad
sebagai usaha progresif, inovatif, serta prospektif. Oleh karena ijtihad pada
prinsipnya adalah upaya keras atau mencurahkan segala daya upaya untuk
memperoleh hasil maksimal apa yang akan dikerjakan. Inovasi ijtihad ini harus
terus dikembangkan, tidak terkecuali dalam pengembangan ekonomi umat.

A. KESIMPULAN
Ilmu Ekonomi syariah atau istilah lain orang menyebutnya dengan ilmu
ekonomi Islam, merupakan suatu sistem perekonomian yang diatur berdasarkan
syariat Islam representatif dalam masyarakat muslim modern, tentunya
berpedoman kepada al-qur’an dan hadits. Berdasarkan komposisinya, ia bersifat
normatif. Orang awam sering membedakan, bahwa sistem ekonomi identik
kapitalis-liberal dibangun dengan prinsip menang-kalah. Siapa yang kuat dialah
yang medominasi dan dialah yang jaya, sedangkan ekonomi lslam atau ekonomi
syariah mempunyai prinsip kebersamaan, dan yang lebih penting rekomendasi
langsung dari pemegang otoritas, yaitu Allah SWT.
Dalam nilai-nilai etik, seperangkat aksioma kemudian dijadikan
acuan dalam merumuskan prilaku ekonomi yang baik dan konsisten. Salah satu
Naqvi ini adalah menjabarkan tentang etika Islam yang dipercayai oleh umat
Islam. Yang mana beliau merangkum ada empat aksioma yaitu: kesatuan,
keseimbangan, kehenak yang bebas dan tanggung jawab.
Kesatuan disini merupakan petunjuk bahwa semua yang benar berasal dari
Allah SWT. Hal ini mendorong integrasi antar sosial karena semua manusia

19
dipandang sama dihadapannya yang mana nanti akan berimbas pada tidak
seorangpun berhak memperbudak sesamanya. Jika kepercayaan ini diyakini oleh
seluruh umat Islam makan manusia akan dengan sukarela melakukan tindakan
sosial bagi sesamanya. Dengan menciptakan tatanan sosial yang stabil maka
diharapkan akan menghindari prilaku ekstrim antar sesama.
Islam menuntut terhadap proses ekonomi yang didasarkan pada prinsip
keseimbangan. Islam menuntut kebahagiaan individu harus mencakup aspek
kebahagiaan sendiri dan kesejahtraan orang lain khususnya yang miskin dan
terlantar dimana mereka memiki hal atas sebagian harta orang kaya. Karena itu
keseimbangan ini harus mencerminkan keadilan sosial.
Adapun mengenai kebebasan individu di dalam buku ini adalah manusia
itu bertanggung jawab dalam membuat keputusannya mau berada dalam pilihan
yang benar maupun tidak benar. Karena manusia itu bebas, apakah dia dengan
menaati ketentuan Allah ataukah dia memilih jalan yang salah dengan jauh dari
kebenaran Allah. Islam menekankan pentingnya pengambilan pelajaran atas
tindakan-tindakan yang dilakukan yang tidak berkeadilan secara sosial.
Kebebasan di dalam buku ini erat kaitannya dengan tanggung jawab yang
mana konsep tanggung jawab berstatus dengan kekhalifahan manusia di bumi ini
sebagai wakil tuhan untuk menjaga bumi ini. Kemudian konsep tanggung jawab
dalam Islam tidak ada pemaksaan di dalamnya dengan demikian ada prinsip
pengorbanan yang mana pengorbanan disini bukan suatu kesengsaraan. Inilah
keadaan dimana seorang individu akan mementingkan kadar moral dan
pertimbangan-pertimbangan non materi yang akan mengikat kesadarannya.
Dengan aksioma-aksioma diatas Syed Nawab Haider Naqvi mempunyai
cita-cita untuk menyadarkan ummat Islam bahwa nafsu dunia hanya bersifat
sementara serta sangat ingin menghapuskan kesenjangan atau ketidakadilan sosial
di dalam kehidupan masyarakat dalam berekonomi sehingga diharapkan akan
menggantikan sistem kapitalisme untuk membentuk stabilitas sosial.

20
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, (16:90).
Aravik, Havis. Oktober 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Kontemporer (Edisi Pertama Kencana).
At-Tariqi , Abdullah Abdul Husain. 2004. Prinsip, Dasar, dan Tujuan,
Insania Press.
Dahlan, Ahmad. “Urgensi Studi Ekonomi Islam” jurnal pendidikan
alternative pendidikan. INSANIA Vol 13 No. 1 Jan-Apr 2008/116-
129.
Fitriyah, Rizky. Juni 2006. “Perkembangan Ekonomi Dalam Perspektif
Studi Islam”. Jurnal Malia Vol. 7 no 2.
Faradise, Jauhar. Juni 2009 “merumuskan kerangka aksioma etik islam
(kajian pemikiran syed nawab haidar naqvi dalam menggagas
ekonomi islam), jurnal literasi, edisi 2, thn 1.
Misanam, Munrokhim. Dkk. 2008. Ekonomi Islam Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Maulidizen, Ahmad. Juni 2017 ”pemikiran dan kontribusi tokoh ekonomi
islam klasik dan kontemporer”, Deliberatif Vol 1, No 1.
Naqvi, Syed Nawab Haider. 2003. Menggagas Ilmu Ekonomi Islam,
Pustaka Pelajar.
Naqvi, Syed Nawab Haideer. 1991. Etika dan Ilmu Ekonomi. Mizan
Karim, Adiwarman Azwar. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Depok: Rajawali Pers.

21
Khoir, Misbahul. 12 Januari 2010. “Pemikiran dan Mazhab Ekonomi
Islam Kontemporer”, thn VII no.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. https://kbbi.web.id/etika . diakses
pada tanggal 01 Oktober 2018 pukul 23:57
Prasetyo,Yoyok. 2018. Ekonomi Syariah penerbit Aria Mandiri Group, 3
september.
Wirasasmia, Rivai. Kamus Ekonomi Lengkap. Bandung.
Raharjo, Dawam. 1999. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi
Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.
Soemitra, Andri. 2008. “Kajian Pustaka Dalam Studi Ilmu Ekonomi
Islam” Jurnal Iqra’ Vol 02 No 02.
Sage Publishing, Syed Nawab Haider Naqvi HEC Distinguishid National
Professor, Federal UrduUniversity of Arts, Science and
Technology , Islamabad
(https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/author/syed-nawab-h-naqvi
diakses pada tanggal 28 September 2018 pukul 17:59).
Yuliadi, Imammuddin. 2001.Ekonomi Islam Sebuah Pengantar
(Yogyakarta: LPPI).
Goodreads, Book by Syed Nawab Haidir Naqvi,
(https://www.goodreads.com/author/list/1484444.Syed_Nawab_Ha
ider_Naqvi), diakses pada tanggal 1 Oktober 2018 pukul 20:58.

22

Anda mungkin juga menyukai