Anda di halaman 1dari 321

Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 1:
PENGERTIAN, TUJUAN, SEJARAH DAN
PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian, Tujuan, Sejarah dan
Perkembangan Ekonomi Syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian Ekonomi Syariah secara tepat
1.2 Mendefinisikan tujuan ekonomi syariah
1.3 Menarasikan sejarah dan perkembangan ekonomi syariah dari masa
Nabi Muhammad SAW sampai masa sekarang di Indonesia

B. URAIAN MATERI

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh


sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga
diatur dalam Islam dengan prinsip-prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita,
sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya anugerah dari Allah swt agar
dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya
semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.

1.1 Pengertian Ekonomi Syariah


Sistem ekonomi syariah berbeda dengan sistem ekonomi konvensional
sebab ekonomi syariah sangat bertolak belakang dengan ekonomi kapitalis yang
lebih bersifat individual dan sosialis yang memberikan hampir semua tanggung
jawab kepada warganya, ekonomi syariah menetapkan bentuk perdagangan yang
boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 1


Modul Ekonomi Syariah

kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas


luasnya kepada setiap pelaku usaha.
Dalam ekonomi syariah terdapat dua hal pokok yang menjadi landasan
hukum sistem ekonomi syariah yaitu: Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hukum-
hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip
adalah tetap (Tidak Dapat Diubah).
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt
memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 105, "Dan
katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu". Kerja membawa pada kemampuan,
sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW: "Barang siapa diwaktu harinya
keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia mendapat ampunan". (HR. Thabrani
dan Baihaqi).
Definisi Ekonomi Syariah
1. Menurut Wikipedia. Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh
nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah berbeda dari Sistem Ekonomi
kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik
modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.
Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan
sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam
etika dan moral.
2. Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan
bahwa ekonomi Islam adalah merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang
bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-
ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 2


Modul Ekonomi Syariah

berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistic, logika dan


ushul fiqih.
3. Menurut M.A. Manan adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.
4. Menurut Dr. Mardani, Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian
Ekonomi Islam yaitu usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang per
orang atau kelompok orang atau badan usaha yang berbadan hukum atau
tidak berbadan hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat
komersial dan tidak komersial menurut prinsip syariah.
5. M.Umer Chapra, ekonomi islam adalah sebuah pengetahuan yang
membantu upaya realisasi kebahagian manusia melalui alokasi dan
distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang
mengacu pada pengajaran islam tanpa memberikan kebebasan individu atau
tanpa prilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidak
seimbangan lingkungan
6. Kursyid Ahmad, Ilmu ekonomi islam adalah sebuah usaha sistematis untuk
memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara
relasional dalam persfektif islam
Dari pengertian ekonomi syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa
Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam adalah sistem
ekonomi yang bersumber dari wahyu yang transendental (alquran dan hadist) dan
sumber interpretasi dari wahyu yang disebut dengan ijtihad.

1.2 Tujuan Syariah


Ekonomi Islam Atau Syariah mempunyai tujuan untuk memberikan
keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya
untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi
proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan
nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama. Ekonomi Islam menjadi
rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik
dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 3


Modul Ekonomi Syariah

sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi


Islam, bisa berubah.
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah
pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula
dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai ketenangan di
dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah
mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi
aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
a. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama
menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas
mencakupi lima jaminan dasar yaitu: a).Kamaslahatan keyakinan
agama (al din), b). Kamaslahatan jiwa (al nafs), c). Kamaslahatan akal
(al aql), d). Kamaslahatan keluarga dan keturunan (al nasl), e).
Kamaslahatan harta benda (al mal)
1.3 Sejarah dan Perkembangan Ekonomi Islam
Dalam Encyclokipaedia Britania, Jerome Ravetz berkata, ”Eropa masih
berada dalam kegelapan, sehingga tahun 1000 Masehi di mana ia dapat dikatakan
kosong dari segala ilmu dan pemikiran, kemudian pada abad ke 12 Masehi, Eropa
mulai bangkit. Kebangkitan ini disebabkan oleh adanya persinggungan Eropa
dengan dunia Islam yang sangat tinggi di Spanyol dan Palestina, serta juga
disebabkan oleh perkembangan kota-kota tempat berkumpul orang-orang kaya
yang terpelajar
Joseph Schumpeter dalam buku History of Economics Analysis, Oxford
University, 1954, mengatakaan, adanya great gap dalam sejarah pemikiran
ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa
kegelapan Barat tersebut sebenarnya adalah masa kegemilangan Islam. Ketika

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 4


Modul Ekonomi Syariah

Barat dalam suasana kegelapan dan keterbelakangan itu, Islam sedang jaya dan
gemilang dalam ilmu pengetahuan dan peradaban. The dark ages dan
kegemilangan Islam dalam ilmu pengetahuan adalah suatu masa yang sengaja
ditutup-tutupi barat, karena pada masa inilah pemikiran-pemikiran ekonomi Islam
dicuri oleh ekonom Barat. Proses pencurian itu diawali sejak peristiwa perang salib
yang berlangsung selama 200 tahun, yakni dari kegiatan belajarnya para
mahasiswa Eropa di dunia Islam.
Transmisi ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat telah dicatat
dalam sejarah. Dalam hal ini Abbas Mirakhor menulis,
The transmission mechanism of Islamic sciences and philosophy to the
Eoropeans has been recorded in the history of thought of these
disciplines. It took a variaty of forms. First, during the late elevent and
early twelfth centuries, a band of western scholars such as Constantine
the African and Adelard of Bath, travel to Muslim countries, learned
Arabic and made studies and brought what they could of the newly
acquired knowledge with them back to Eorope. For example, one such
student Leonardo Fibonacci or leonardo of Pisa (d.1240) who traveled
and studied in Bougie in Algeria in the twelfth century , learned
arithmatic and mathematic of Al-Khawarizmi and upon his return he
wrote his book Liber Abaci in 1202

Di sinilah terjadi pencurian ilmu ekonomi Islam oleh Barat. Hal ini telah
banyak dikupas oleh para sejarahwan. Dari teks di atas dapat diketahuai bahwa
dalam abad 11 dan 12 M, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine the African
dan delard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah, belajar bahasa Arab
dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Erofa. Leonardo Fibonacci
atau Leonardo of Pisa (d.1240), belajar di Bougioe, Aljazair pada abad ke 12. Ia
juga belajar aritmatika dan matematikanya Al-Khawarizmi. Sekembalinya dari
Arab, ia menulis buku Liber Abaci pada tahun 1202.
Selanjutnya Abbas Mirakhor menyimpulkan, “The importance of this
work is noted by Harro Bernardelli (!8) who make a case for dating the beginning
of economic analysis in Europe to Leonardo’s Liber Abaci”.
Kemudian banyak pula mahasiswa dari Itali, Spanyol, dan Prancis
Selatan yang belajar di pusat kuliah Islam untuk belajar matematika, filsafat,
kedokteran, kosmografi, dan ekonomi. Setelah pulang ke negerinya, mereka
menjadi guru besar di universitas-universitas Barat. Pola pengajaran yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 5


Modul Ekonomi Syariah

dipergunakan adalah persis seperti kuliah Islam, termasuk kurikulum serta


metodologi ajar-mengajarnya. Universitas Naples, Padua, Salero, Toulouse,
Salamaca, Oxford, Monsptellier dan Paris adalah beberapa universitas yang meniru
pusat kuliah Islam.
Sejarah juga mencatat bahwa ilmuwan terkemuka Raymond Lily (1223-
1315 M), belajar di universitas Islam. Sepulangnya ke Erofa ia banyak menulis
tentang kekayaan khazanah keilmuan Islam dan selanjutnya mendirikan The
Council of Vienna (1311) dengan lima buah fakultas yang mengajarkan bahasa
Arab sebagai mata kuliah utama. Dengan pengusaan bahasa Arab, mereka
menerjemahkan karya-kaarya Islam ke bahasa latin.
Salah satu materi yang diterjemahkan adalah berkenaan dengan ilmu
ekonomi Islam. Beberapa penerjemah tersebut antara lain, Michael Scot, Hermaan
the German, Dominic Gusdislavi, Adelard Bath, Constantine the African, John of
Seville, Williem of Luna Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch. Alfred of
Sareshel dan banyak lagi deretan penerjemah Barat yang tak bisa disebutkan di
sini. Tapi, beberapa penerjemah Yahudi perlu juga dipaparkan. Mereka antara lain,
Jacob of Anatolio, Jacon ben Macher, Kalanymus ben kalonymus, Moses ben
Salomon, Shem Tob ben Isac of Tortosa, Salomon Ibn Ayyub, Todros Todrosi,
Zerahoyah Gracian, Faraj ben Salim dan Yacub ben Abbob Marie.
Karya-karya intelektual muslim yang diterjemahkan adalah karya-karya
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusydi, Al-Khawarizmi,
Ibnu Haytam, Ibnu Hazam, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi, Abu ‘Ubaid,
Ibnu Khaldun, Ibnu Taymiyah, dan sebagainya.
Schumpeter menyebut dua kontribusi ekonom scholastic, Pertama,
penemuan kembali tulisan-tulisan Aristoteles tentang ekonomi. Kedua, towering
achievement (capaian hebat) St.Thomas Aquinas. Scumpeter menulis dalam
catatan kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi yang berjasa menjembatani
pemikiran Aristoteles ke St. Thomas. Artinya, tanpa peranan Ibnu Sina dan Ibnu
Rusydi, St.Thomas tak pernah mengetahui konsep konsep Aristoteles. Karena itu
tidak aneh, jika pemikiran St.Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan
dogma-dogma gereja sehingga para sejarawan menduga St.Thomas mencuri ide-
ide itu dari ekonomi Islam.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 6


Modul Ekonomi Syariah

Dugaan kuat itu sesuai dengan analisa Capleston dalam bukunya A


History of Medieval Philosofy, New York, 1972, “Fakta bahwa St.Thomas Aquinas
memetik ide dan dorongan dari sumber-sumber yang beragam, cenderung
menunjukkan bahwa ia bersifat eklektif dan kurang orisinil. Sebab kalau kita
melihat doktrin dan teorinya, ia sering mengatakan, “ini sudah disebut Ibnu Sina”
(Avicenna), atau “ini berasal langsung dari Aristoteles”. Berdasarkan realitas ini
kita dapat mengatakan bahwa tak ada sesungguhnya yang orisinil atau istimewa
dari St. Thomas tersebut. Sekaitan dengan itu Harris dalam bukunya The
Humanities, 1959, menulis, “Tanpa pengaruh peripatetisisme orang Arab, teologi
Thomas Aquinas dan pemikiran filsafatnya tak bisa dipahami”.
Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara
lain, teori invisible hands yang berasal dari Nabi Saw dan sangat populer di
kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi Saw. sebagaimana disampaikan
oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota
Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
‫ ن هللا هو الخالق القابض الباسط‬: ‫غال السعر فسعر لنا رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫الرازق المسعر وانى أرجوا أن ألقى ربى وليس أحد منكم يطلبنى بمظلمة ظلمتها اياه بدم‬
‫وال مال (رواه الدارمى‬
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu
mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah
hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW.
berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan
dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak
aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu
menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”

Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu
(lebih 1160 tahun) mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari
pada Adam Smith. Inilah yang mendasasari teori ekonomi Islam mengenai harga.
Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan
bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah
impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar
tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 7


Modul Ekonomi Syariah

Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman


ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar
itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and
demand.
Maka sekali lagi ditegaskan kembali bahwa teori inilah yang diadopsi
oleh Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands.
Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan
(invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God
Hands (tangan-tangan Allah).
Selanjutnya ilmuwan Barat bernama Gresham telah mengadopsi teori
Ibnu Taymiyah tentang mata uang (curency) berkulitas buruk dan berkualitas baik.
Menurut Ibnu Taymiyah, uang berkualitas buruk akan menendang keluar uang
yang berkualitas baik, contohnya fulus (mata uang tembaga) akan menendang
keluar mata uang emas dan perak. Inilah yang disadur oleh Gresham dalam
teorinya Gresham Law dan Oresme treatise.
St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi. St. Thomas juga belajar
di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Gazhali. Teori pareto optimum diambil
dari kitab Nahjul balaghah, karya Imam Ali. Bar Hebraeus, pendeta Syriac
Jacobite Church, menyalin beberapa bab dari kitab Ihya Ulumuddin, karya al-
Gahazali. Pendeta Spanyol Ordo Dominican bernama Raymond Martini, menyalin
banyak bab dari tahafut al-falasifa, dan Ihya al-Ghazali. Bahkan Bapak ekonomi
Barat, Adam Smith (1776) dengan bukunya The Wealth of Nation diduga keras
banyak mendapat inspirasi dari buku Al-Amwalnya Abu ‘Ubaid (838). Judul buku
Adam Smith saja persis sama dengan judul buku Abu ‘Ubaid yang berjudul Al-
Amwal. Hiwalah yang dipraktekkan sejak zaman Nabi, baru dikenal oleh praktisi
perbankan konvensional tahun 1980-an dengan nama anjak piutang.
Menurut Dr Sami Hamond, seorang ahli perbankkan dari Yordan, cek
pertama ditarik di dunia ini bukan oleh tukang besi Inggris tahun 1675 di London
sebagaimana disebutkan dalam textbook Barat, tetapi dilakukan oleh Saifudawlah
Al-Hamdani, putra mahkota Aleppo yang berkunjung ke Bagdad pada abad X
Masehi. Penukaran mata uang mengakui keabsahan cek yang dikeluarkan putera
mahkota karena ia mengenal tanda tangannya. Dalam Encyclopedia of Literates,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 8


Modul Ekonomi Syariah

menurut Hamond, juga diceritakan seorang penyair bernama Jahtha menerima


selembar cek yang ia gagal menguangkannya. Ini terjadi juga pada abad ke 10
Masehi. Sejarah itu menunjukkan bahwa pada abad ke 10 yang lalu cek sudah
dikenal dalam ekonomi Islam. Seorang pengelana Persia Naser Kashro yang pergi
ke kota Bashrah pada abad ke 10 M menceritakan, bahwa uang yang dibawanya
diserahkan pada penukar mata uang dan ia menerima kertas berharga, semacam
traveller cheques yang dipakai dalam berbelanja
Selain contoh di atas masih banyak lagi konsep ekonomi Islam yang
ditiru Barat. Beberapa institusi dan model ekonomi yang ditiru oleh Barat dari
dunia Islam adalah syirkah (lost profit sharing), suftaja (bills of excahange),
hiwalah (Letters of Credit), funduq (specialized large scale commercial institutions
and markets which developed into virtual stock exchange), yakni lembaga bisnis
khusus yang memiliki skala yang besar yang dikembangkan dalam pasar modal.
Funduq untuk biji-bijian pertanian dan tekstil ditiru dari
Baghdad, Cordova dan Damaskus. Demikian juga darut tiraz (pabrik yang
dibangun oleh negara untuk usaha eksploitasi tambang besi dan perdagangan besi)
di Spanyol Menurut penjelasan Labib, insitusi yang mirip dengan darut tiraz
adalah institusi ma’una, (sejenis bank privasi yang dibangun di dunia Islam
ditemukan di di Eropa Tengah dengan nama Maona. Insitusi ini digunakan di
Tuscani yang berfungsi sebagai sebuah perusahaan umum yang mengembangkan
dan menggali tambang besi serta melakukan perdagangan besi tersebut dalam skala
yang amat luas. Selanjutnya wilayatul hisbah, yakni polisi ekonomi (pengawas
ekonomi perdagangan) yang sudah ada sejak masa Rasul Saw, juga ditiru oleh
Barat.

1.3.1 Perkembangan Pemikiran Teori Ekonomi Islam


Perkembangan teori ekonomi Islam dimulai dari diturunkannya ayat-ayat
tentang ekonomi dalam al-Qur’an, seperti: QS. Al-Baqarah ayat ke 275 dan 279
tetang jual-beli dan riba; QS. Al-Baqarah ayat 282 tentang pembukuan transaksi;
QS. Al-Maidah ayat 1 tentang akad; QS. Al-A’raf ayat 31, An-Nisa’ ayat 5 dan 10
tentang pengaturan pencarian, penitipan dan membelanjakan harta. Ayat-ayat ini,
menurut At-Tariqi, menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan pokok ekonomi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 9


Modul Ekonomi Syariah

sejak pensyariatan Islam (Masa Rasulullah SAW) dan dilanjutkan secara metodis
oleh para penggantinya (Khulafaur Rosyidin). Pada masa ini bentuk permasalaan
perokonomian belum sangat variatif, sehingga teori-teori yang muncul pun belum
beragam. Hanya saja yang sangat subtansial dari perkembangan pemikiran ini
adalah adanya wujud komitmen terhadap realisasi visi Islam rahmatan lil ‘alamin.
Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam dari sejak masa nabi sampai sekarang
dapat dibagi menjadi 6 tahapan.
Tahap Pertama (632-656M), Masa Rasulullah SAW. Tahap Kedua
(656-661M), pemikiran ekonomi Islam di Masa Khulafaur Rosyidin. Tahap
Ketiga atau Periode Awal (738-1037), Pemikir Ekonomi Islam periode ini
diwakili Zayd bin Ali (738M), Abu Hanifa (787 M), Awzai (774), Malik (798),
Abu Yusuf (798 M), Muhammad bin Hasan Al Syaibani (804), Yahya bin Dam
(818 M), Syafi’I (820 M), Abu Ubayd (838 M), Amad bin Hambal (855 M), Yahya
bin Hambal (855 M), Yahya bin Umar (902 M), Qudama bin Jafar (948 M), Abu
Jafar al Dawudi (1012 M), Mawardi (1058 M), Hasan Al Basri (728 M), Ibrahim
bin Dam (874 M) Fudayl bin Ayad (802 M), Makruf Karkhi (815 M), Dzun Nun
Al Misri (859), Ibn Maskawih (1030 M), Al Kindi (1873 M), Al Farabi (950 M),
Ibnu Sina (1037).
Tahap Keempat atau Periode Kedua (1058-1448 M). Pemikir
Ekonomi Islam Periode ini Al Gazali (1111 M), Ibnu Taymiyah (1328 M), Ibnu
Khaldun (1040 M), Syamsuddin Al Sarakhsi (1090 M), Nizamu Mulk Tusi (1093
M), Ibnu Masud Al kasani (1182 M), Al-Saizari (1993), fakhruddin Al Razi (1210
M), Najnudin Al Razi (1256 M), Ibnul Ukhuwa (1329 M), Ibnul Qoyyim (1350
M), Muhammad bin Abdul rahman Al Habshi (1300 M), Abu Ishaq Al Shatibi
(1388 M), Al Maqrizi (1441 M), Al Qusyairi (857), Al Hujwary (1096), Abdul
Qadir Al Jailani (1169 M), Al Attar (1252 M), Ibnu Arabi (1240), Jalaluddin Rumi
(1274 M), Ibnu Baja (1138 M), Ibnulk Tufayl (1185 M), Ibnu Rusyd (1198 M).
Tahap Kelima atau Periode Ketiga (1446-1931 M). Shah Walilullah Al
Delhi (1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1787 M), Jamaluddin Al Afghani
(1897 M), Mufti Muhammad Abduh (1905 M), Muhammad Iqbal (1938 M), Ibnu
Nujaym (1562 M), Ibnu Abidin (1836), Syeh Ahmad Sirhindi (1524M).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 10


Modul Ekonomi Syariah

Tahap Keenam atau Periode Lanjut (1931 M – Sekarang).


Muhammad Abdul Mannan (1938), Muhammad Najatullah Siddiqi (1931 M),
Syed Nawad Haider Naqvi (1935), Monzer Kahf, Sayyid Mahmud Taleghani,
Muhammad Baqir as Sadr, Umer Chapra.
Hasil pemikiran ekonomi Islam dari beberapa pemikir di atas sebagai
berikut:
Zaid bin Ali (80-120H./699-738M), adalah pengagas awal penjualan
suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.
Abu Hanifah (80-150H/699-767M), Abu Hanifah lebih dikenal sebagai
imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, Ia juga menggagas keabsahan dan
kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan
bay’ al-salām dan al-murābahah.
Al-Awza’i (88-157H./707-774M.). Nama lengkapnya Abdurahman al-
Awza’i yang berasal dari Beirut, Libanon dan hidup sezaman dengan Abu Hanifah.
Ia adalah pengagas orisinal dalam ilmu ekonomi syariah. Gagasan-gagasanya,
antara lain, kebolehan dan kesahihan sistem muzara’ah sebagai bagian dari bentuk
mura`bahah dan membolehkan peminjaman modal, baik dalam bentuk tunai atau
sejenis.
Imam Malik Bin Anas (93-179H./712-796M.). Imam Malik lebih dikenal
sebagai penulis pertama kitab hadis al-Muwatha’, dan Imam Madzhab hukum.
Namun, ia pun memiliki pemikiran orisinal di bidang ekonomi, seperti: Ia
menganggap raja atau penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Para pengusaha harus peduli terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Teori
istislah dalam ilmu hukum Islam yang diperkenalkanya mengandung analisis nilai
kegunaan atau teori utility dalam filsafat Barat yang di kemudian hari
diperkenalkan oleh Jeremy Benthan dan John Stuart Mill. Di samping itu, ia pun
tokoh hukum Islam yang mengakui hak negara Islam untuk menarik pajak demi
terpenuhinya kebutuhan bersama.
Abu Yusuf (112-182H./731-798H.). Abu Yusuf adalah seorang hakim
dan sahabat Abu Hanifah. Ia dikenal dengan panggilan jabatanya (al-Qadli
Hakīm) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya atas keuangan
umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan perkembangan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 11


Modul Ekonomi Syariah

pertanian. Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-
Kharaj. Karya ini berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab
ini, sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas permintaan dari
penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk
menghindari kedzaliman yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan
kemaslahatan bagi penguasa. Oleh karena itu, buku ini mencakup pembahasan
sekitar jibayat al-kharaj, al-‘usyur, al-shadaqat wa al-jawali (al-jizyah).
Tulisan Abu Yusuf ini mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah bagian
tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan
amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan
mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada
tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia adalah peletak dasar
prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari “diambil” oleh para ahli ekonomi
sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada
pandanganya yang menentang pengendalian harga atau tas’ir, yakni penetapan
harga oleh penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci
dengan menyatakan bahwa tas’ir dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk
intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan
tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan tidak, dan bahkan kapan
pemerintah wajib melakukanya.
Al-Farabi (260-339 H/870-950 M). Al Farabi mengemukakan tentang
tingkat-tingkat pertumbuhan ekonomi manusia, yaitu 1) Madinatu an Nawabit,
masyarakat kayu-kayuan atau negara liar; 2) Madinatu al Bahimiyyah, masyarakat
binatang atau negara primitif; 3) Madinatu adl-dlaruroh, negara kebutuan; 4)
Madinatu al hissah wa as-saqro, negara keinginan; 5) Madinatu A-Tabadul auw al-
badalah, negara bertukar kebutuhan; 6) Madinatu An-Nadzalah, negara kapitalis;
7) Madinatu al-Jama’iyyah, negara anarki atau masyarakat komunis; 8) Madinatu
al fadhilah, Negara utama.
Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224H/774-738M). Pembahasan
ekonomi syariah dalam karya Abu ‘Ubayd, al-Amwa’l, diawali dengan enam belas
buah hadis di bawah judul haqq al-ima`m ‘ala` al-ra’iyyah, wa haqq al-ra’iyyah ala
al-ima`m (hak pemerintah atas rakyatnya dan hak rakyat atas pemerintahnya).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 12


Modul Ekonomi Syariah

Buku ini dapat digolongkan sebagai karya klasik dalam bidang ilmu
ekonomi syariah karena sistimatika pembahasanya dengan merekam sejumlah ayat
Al-Quran dan Hadis di bidangnya. Bab pertama buku ini, umpamanya, diawali
dengan mengutip hadis yang menyatakan bahwa agama itu adalah kritik: al-din al-
nshihat; disusul hadis yang menyatakan bahwa setiap orang adalah “penggembala”
yang bertanggungjawab atas gembalaanya yang secara tegas dicontohkan: seorang
pemimpin adalah penggembala rakyatnya dan bertanggung jawab atasnya; seorang
suami bertanggung jawab atas gembalanya, yakni keluarganya; seorang isteri
adalah penggembala dan bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-
anaknya; seorang pekerja penggembala harta tuannya dan bertanggung jawab
atasnya. Kemudian ia pun mengutip sejumah hadis tentang pemimpin yang adil
dan fajir. Pemimpin yang adil adalah yang melaksanakan amanat
kepemimpinannya, taat kepada hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya sehingga ia
berhak mendapat ketaatan dari rakyatnya; akhirnya ia pun mengutip atsar Sahabat
yang mengingatkan kepada kaum Muslimin agar selalu berdzikir kepada Allah
manakala dalam keadaan ragu, ketika bersumpah, dan ketika mengadili atau
menetapkan dan memutuskan hukum.
Abu ‘Ubayd seolah-olah ingin menyatakan bahwa masalah ekonomi tak
terpisahkan dari tanggung jawab pemerintah atau penguasa. Dengan kata lain, ilmu
ekonomi syariah adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu hukum ketata-negaraan.
Sedangkan pada bab-bab berikutnya ia menjelaskan aneka jenis harta yang
dikuasai negara dan hak rakyat atas harta termaksud dengan cara yang lebih terurai
dan selalu berdasarkan rujukan Alquran dan Sunnah. Kitab ini, jika dilihat dari
tehnis penulisannya dengan mengutamakan pengutipan hadis-hadis dan ayat-ayat
Alquran, mirip dengan kitab fiqh atau hukum Islam pertama karya Imam Malik, al-
Muwatha’, yang isinya adalah koleksi hadis-hadis yang bertajuk dan petunjuk
hukum Islam.
Ibnu Sina (270-428 H/980-1037). Ia mengemukakan pendapatnya antara
lain: a) manusia adalah makhluk berekonomi; b) ekonomi membutukan negara; c)
perkembangan ekonomi melalui perkembangan ekonomi keluarga ekonomi
masyarakat, dan ekonomi negara; d) ekonomi negara ia berpendapat bahwa tujuan
politik negara harus diarahkan kepada keseragaman seluruh masyarakat dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 13


Modul Ekonomi Syariah

mewujudkan perekonomian dan kestabilan ekonomi harus dijaga; e) Prinsip yang


lain adalah arta milik berasal dari warisan dan hasil kerja; f) wajib bekerja untuk
mendapatkan harta ekonomi menurut jalannya yang sah; g) pengeluaran dan
pemasukan harus diatur dengan anggaran; h) pengeluaran wajib atau nafaqah yang
sifatnya konsumtif harus dikeluarkan sehemat mungkin, pengeluaran untuk
kepentingan umum (masyarakat dan negara) yang sifatnya wajib juga harus
dicukupkan dengan hati yang iklas; i) setiap orang harus mempunyai rencana
simapanan yang menjadi jaminan baginya pada saat kesukaran atau saat
diperlukan.
Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1058-1111). Tokoh yang lebih
dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat terkemuka ini melihat
bahwa: a) perkembangan ekonomi bertolak dari hd) akikat dunia terdiri dari 3
unsur, yaitu materi, manusia dan pembagunan. Ketiga unsur ini interdependence;
b) perkembangan ekonomi perlu adanya transportasi; c) uang bukanlah komoditi,
melainkan alat tukar; d) perkembangan ekonomi meningkat menjadi ekonomi Jasa,
yaitu hubungan jasa di antara manusia; e) perlu adanya pemerintah; f) mata uang
negara Islam; g) perlunya institut perbankan; h) hati-hati terhadap riba; i) Dua jalur
transaksi perbankan, pribadi dan negara.
Al-Mawardi (w. 450 H.). Penulis al-Ahkam al-Sulthaniyyah,[16] adalah
pakar dari kubu Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa institusi negara dan
pemerintahan bertujuan untuk memelihara urusan dunia dan agama atau urasan
spiritual dan temporal (li hara`sat al-di`n wa al-umur al-dunyawiyyah). Jika kita
amati, persyaratan-persyaratan kepala negara dalam karyanya, maka akan segera
nampak bahwa tugas dan fungsi pemerintah dan negara yang dibebankan di atas
pundak kepala negara adalah untuk mensejahterakan (al-falah) rakyatnya, baik
secara spiritual (ibadah), ekonomi, politik dan hak-hak individual (privat: hak
Adami) secara berimbang dengan hak Allah atau hak publik. Tentu saja termasuk
di dalamnya adalah pengelolaan harta, lalu lintas hak dan kepemilikan atas harta,
perniagaan, poduksi barang dan jasa, distribusi serta konsumsinya yang
kesemuanya adalah obyek kajian utama ilmu ekonomi.
Tusi (1201-1274). Tusi adalah penulis buku dalam bahasa Persia, Akhlaq
–i-Nasiri yang menjelaskan bahwa: Apabila seseorang harus tetap menghasilkan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 14


Modul Ekonomi Syariah

makanan, pakaian, rumah, dan alat-alatnya sendiri, tentu dia tidak akan dapat
bertahan hidup karena tidak akan mempunyai makanan yang cukup untuk jangka
lama. Akan tetapi, karena orang bekerja sama dengan lainya dan setiap orang
melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya sehingga menghasilkan konsumsi
yang lebih dari cukup untuk dirinya sendiri. Keadilan hukum pun mengendalikan
pertukaran produk barang-barang yang menjamin ketersediannya untuk semua
orang. Dengan demikian, Tuhan dengan segala kebijaksanaan-Nya, membedakan
aktivitas dan cita rasa orang sedemikian rupa, sehingga mereka mungkin
melakukan pekerjaan yang berbeda-beda untuk saling membantu. Perbedaan-
perbedaan inilah yang melahirkan sruktur internasional dan sistem ekonomi umat
manusia. Maka terjadilah kerjasama timbal balik. Timbulah berbagai bentuk
kontrak sosial.
Ibnu Taymiyyah (1262-1328). Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-
Siyasat al-Syar’iyyah fi` Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi
dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia
sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara serta sumber-sumber
pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (al-siyasat l-syariyyah)
pengertian al-siyasah al-dusturiyyah maupun al-siyasat al-maliyyah (politik hukum
publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi al-Islam, lebih
menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar;
hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan
jizyah. Dengan demikian, seperti halnya Abu ‘Ubayd, nampaknya Ibn Taymiyyah
mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam pendapat yang menyatakan bahwa
ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran.
Ibn Khaldun (1332-1406). Cendekiawan asal Tunisia ini lebih dikenal
sebagai Bapak ilmu sosial. Namun demikian, ia tidak mengabaikan perhatianya
dalam bidang ilmu ekonomi. Walaupun kitabnya, al-Muqaddimah, tidak
membahas bidang ini dalam bab tertentu, namun ia membahasnya secara
berserakan di sana sini. Ia mendefinisikan ilmu ekonomi jauh lebih luas daripada
definisi Tusi. Ia dapat melihat dengan jelas hubungan antara ilmu ekonomi dengan
kesejahteraan manusia. Referensi filosofisnya yang merujuk kepada “ketentuan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 15


Modul Ekonomi Syariah

akal dan etika” telah mengantarnya kepada kesimpulan bahwa ilmu ekonomi
adalah pengetahuan normatif dan sekaligus positif. Terminologi jumhur yang
berarti massa yang digunakanya menunjukkan bahwa mempelajari ekonomi adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan massa, bukan individu. Individu adalah bagian
dari jumhur. Hukum ekonomi dan sosial berlaku pada massa, bukan pada individu
yang terkucil. Ia melihat hubungan timbal balik antara faktor-faktor: ekonomi,
politik, sosial, etika dan pendidikan. Ia pun mengetengahkan gagasan ilmu
ekonomi yang mendasar, yakni; pentingnya pembagian kerja, pengakuan terhadap
sumbangan kerja terhadap teori nilai, teori mengenai pertumbuhan penduduk,
pembentukan modal, lintas perdagangan, sistim harga dsb. Pemikiranya kiranya
dapat disejajarkan dengn penulis klasik sekaliber Adam Smith, Ricardo, Malthus
dan penulis neo klasik sekaliber Keynes.
Di Indonesia, Secara informal ilmu ekonomi islam dikembangkan oleh
elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, akademisi maupun para profesional.
Diantaranya adalah Internasional Institute of Islamic Thougt yang telah
menyelenggarakan Kuliah Informal ekonomi Islam di beberapa perguruan tinggi
terkemuka di Indonesia. Kuliah Informal Ekonomi Islam telah diselenggarakan di
Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri, Universitas Gajah Mada dan
Universitas Brawijaya.
Para pemikir ekonomi Islam diwakili oleh tokoh-tokoh yang menulis
buku ekonomi Islam dan banyak dijadikan rujukan (dengan tidak
mengesampingkan pemikir ekonomi Islam yang lain) antara lain: Syafi’i Antonio,
Dawan Rahardjo, Adiwarman Karim, Suroso Imam Zadjuli, M. Akhyar Adnan,
Muhammad. Seiring dengan perkembangan pemikiran ekonomi Islam tersebut,
beberapa perguruan tinggi yang mengawali membuka pendidikan tinggi ekonomi
Islam adalah UNAIR dengan S-3 ekonomi Islam, UII dengan Ekonomi Islam di
Magister Studi Islamnya (1997), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Islam Tazkia,
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah dengan Jurusan Muamalahnya (1997). Dari tiga
pendidikan tinggi tersebut berkembang sarjana, master dan doktor Ekonomi Islam
yang mewarnai wacana ekonomi Islam di Indonesia. Secara de jure, Jurusan
Ekonomi Islam pertama kali yang mendapat izin operasional dari Depag adalah
Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII (2003). Perkembangan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 16


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi Islam di Pendidikan Tinggi setelah itu terjadi sangat kuatnya, di IAIN,
UIN, STAIN, PTAI Swasta, sampai Perguruan Tinggi Umum juga membuka
konsentrasi atau jurusan Ekonomi Islam.
Di samping itu, perkembangan pemikiran juga mengemuka dalam
seminar, simposium dan kajian yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, ikatan
profesi, lembaga keuangan dan pusat studi. Tahun 1997 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
menyelenggarakan Seminar Nasional Metodologi Penelitian Ekonomi Islam dan di
Tahun 2002 menyelenggarakan Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami.
Magister Studi Islam UII dengan mengusung konsentrasi Islam-nya juga
menyelenggarakan Seminar Internasional Ekonomi Islam di Yogyakarta pada
tahun 2002, dan melanjutkan isu-isu seminar internasional tersebut dalam Kajian
Intensif yang diselenggarakannya selama tahun 2004-2005. Tahun 2004, Pusat
Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Malang menyelenggarakan Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II. Tahun
2005, Ikatan Ahli ekonomi Islam Indonesia menyelenggarakan Simposium
Internasional Ekonomi Islam dan Muktamar I Ikatan Ahli Ekonomi Islam
Indonesia, di Medan Sumatera Utara.
1.3.2 Perkembangan Praktik Ekonomi Islam
Praktek perbankan di zaman Rasulullah dan Sahabat telah terjadi karena
telah ada lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi utama opersional
perbankan, yakni: 1) menerima simpanan uang; 2) meminjamkan uang atau
memberikan pembiayan dalam bentuk mudharabah, musyarakah, muzara’ah dan
musaqah; 3) memberikan jasa pengiriman atau transfer uang. Istilah-istilah fiqh di
bidang ini pun muncul dan diduga berpengaruh pada istilah teknis perbankan
modern, seperti istilah qard yang berarti pinjaman atau kredit menjadi bahasa
Inggris credit dan istilah suq jamaknya suquq yang dalam bahasa Arab harfiah
berarti pasar bergeser menjadi alat tukar dan ditransfer ke dalam bahasa Inggris
dengan sedikit perubahan menjadi check atau cheque dalam bahasa Prancis.
Fungsi-fungsi yang lazimnya dewasa ini dilaksanakan oleh perbankan
telah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah hingga Abbasiyah. Istilah bank tidak
dikenal zaman itu, akan tetapi pelaksanaan fungsinya telah terlaksana dengan akad

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 17


Modul Ekonomi Syariah

sesuai syariah. Fungsi-fungsi itu di zaman Rsulullah dilaksanakan oleh satu orang
yang melaksanakan satu fungsi saja. Sedangkan pada zaman Abbasiyah, ketiga
fungsi tersebut sudah dilaksanakan oleh satu individu saja. Perbankan berkembang
setelah munculnya beragam jenis mata uang dengan kandungan logam mulia yang
beragam. Dengan demikian, diperluan keahlian khusus bagi mereka yang bergelut
di bidang pertukaran uang. Maka mereka yang mempunyai keahlian khusus itu
disebut naqid, sarraf, dan jihbiz yang kemudian menjadi cikal bakal praktek
pertukaran mata uang atau money changer.
Peranan bankir pada masa Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan
Khalifah al-Muqtadir (908-932). Sementara itu, suq (cek) digunakan secara luas
sebagai media pembayaran. Sejarah pebankan Islam mencatat Saefudaulah al-
Hamdani sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring
antara Bagdad, Iraq dengan Alepo (Spanyol).
Mengingat penting dan strategisnya institusi dan sistem perbankan untuk
menggerakan roda perekonomian, maka berbagai upaya dilakukan ahli ekonomi
Islam. Pertengahan tahun 1940-an Malaysia mencoba membuka bank non bunga,
namun tidak sukses. Akhir tahun 1950-an Pakistan mencoba mendirikan lembaga
perkreditan tanpa bunga di pedesaan. Sedangkan uji coba yang relatif sukses
dilakukan oleh Mesir dengan mendirikan Mit Ghamr Local Saving Bank tahun
1963 yang disambut baik oleh para petani dan masyarakat pedesaan. Namun,
keberhasilan ini terhenti karena masalah politik, yakni intervensi pemerintah
Mesir. Dengan demikian, operasional Mit Ghamr diambil alih oleh National Bank
of Egypt dan Bank Sentral Mesir (1967). Baru pada masa rezim Anwar Sadat
(1971) sistim nirbunga dihidupkan kembali dengan dibukanya Nasser Social Bank.
Keberhasilan di atas mengilhami para petinggi OKI hinga akhirnya berdirilah
Islamic Development Bank (IDB) bulan Oktober 1975. Kini IDB memiliki lebih
dari 43 kantor di negara anggotanya dengan Jedah menjadi kantor pusatnya.
Ilmu ekonomi Islam adalah suatu yang tidak bisa dipungkiri lagi adalah
suatu ilmu yang tumbuh dan menjadi gerakan perekonomian Islam sejak
seperempat abad yang lalu. Namun demikian, pergeseran orientasi dari pemikiran
ekonomi ke gerakan tak terpisahkan dari hapusnya institusi Khilafah tahun 1924
dan upaya menghidupkanya kembali yang gagal hingga terbentuknya Organisasi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 18


Modul Ekonomi Syariah

Konfrensi Islam. Dengan kata lain, salah satu produk penting yang menyertai
kelahiran OKI adalah terpicunya pemikiran ekonomi Islam menjadi gerakan
perekonomian Islam. Gerakan itu ditandai dengan diselengarakan Konfrensi
Ekonomi Islam secara teratur. Pemantapan hati negara-negara anggota OKI untuk
mengislamisasi ekonomi negaranya masing-masing tumbuh setelah Konferensi
Ekonomi Islam III yang diselenggarakan di Islamabad Pakistan bulan Maret 1983.
Hasilnya, sejumlah pemerintahan Islam sudah mendirikan Departemen
atau Fakultas Ekonomi Islam di universitas-universitas mereka, bahkan sudah
mulai meng-Islamkan lembaga pebankan mereka. Gerakan ekonomi syariah adalah
suatu upaya membentuk Sistem Ekonomi Islam (SEI) yang mencakup semua aspek
ekonomi sebagaimana didefinisikan oleh Umer Chapra dalam, The Future of
Economics. Namun demikian, dewasa ini terkesan bahwa ekonomi Islam itu
identik dengan konsep tentang sistem keuangan dan perbankan Islam.
Kecenderungan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: Pertama, perhatian
utama dan menonjol para ulama dan cendekiawan Muslim adalah transaksi
nonribawi sesuai petunjuk Al-Quran dan Sunnah; kedua, peristiwa krisis minyak
1974 dan 1979 dan keberanian Syekh Zakki Yamani, Menteri Perminyakan Arab
Saudi, untuk melakukan embargo miyak sebagai senjata menekan Barat dalam
menopang perjuangan Palestina. Tindakan ini ternyata memiliki dua mata pisau.
Pertama, Barat menyadari kekuatan dunia Islam yang dapat mengancam kehidupan
ekonomi Barat; kedua, hasil penjualan minyak dunia Islam secara nyata telah
melahirkan kekuatan finansial negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah,
Afrika Utara dan Asia Tenggara. Negara-negara itu menjadi Negara petro dolar
yang menimbulkan pemikiran untuk “memutarkan” uang mereka melalui lembaga
keuangan syariah.
Mengiringi kondisi obyektif di atas perkembangan pemikiran di bidang
ilmu ekonomi syariah menjadi gerakan pembangunan SEI semakin terpacu dan
tumbuh disertai factor-faktor lain yang mendahuluinya, yaitu: Pertama, telah
terumuskannya konsep teoritis tentang Bank Islam pada tahun 1940-an; Kedua,
lahirnya ide dan gagasan mendidirikan Bank Islam dalam Keputusan Konfrensi
Negera-negara Islam se-Dunia bulan April 1968 di Kuala Lumpur; ketiga, lahirnya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 19


Modul Ekonomi Syariah

negara-negara Islam yang melimpah petro dolarnya. Maka, pendirian bank Islam
menjadi kenyataan dan dapat dilaksanakan tahun 1975.
Konferensi Negara-negara Islam sedunia, 21-27 April 1969 memberi
dampak positif berupa perkembangan bank Islam atau bank syari’ah di berbagai
negara yang ditengarai lebih dari 200 lembaga keuangan dan investasi syari’ah
yang berkembang sejak tahun 1975. Pada tahun tersebut, perkembangan sistem
ekonomi syari’ah secara empiris diakui dengan lahirnya Islamic Development
Bank (IDB).

1.3.3 Gerakan Ekonomi Islam di Indonesia


Akar sejarah pemikiran dan aktivits ekonomi Islam Indonesia tak bisa
lepas dari awal sejarah masuknya Islam di negeri ini. Bahkan aktivitas ekonomi
syariah di tanah air tak terpisahkan dari konsepsi lingua franca. Menurut para
pakar, mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara, ialah karena bahasa
Melayu adalah bahasa yang populer dan digunakan dalam berbagai transaksi
perdagangan di kawasan ini. Para pelaku ekonomi pun didominasi oleh orang
Melayu yang identik dengan orang Islam. Bahasa Melayu memiliki banyak kosa
kata yang berasal dari bahasa Arab. Ini berarti banyak dipengaruhi oleh konsep-
konsep Islam dalam kegiatan ekonomi. Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas
ekonomi syariah tidak dalam bentuk formal melainkan telah berdifusi dengan
kebudayaan Melayu sebagaimana terceriman dalam bahasanya. Namun demikian,
penelitian khusus tentang institusi dan pemikiran ekonomi syariah nampaknya
belum ada yang meminatinya secara khusus dan serius. Oleh karena itu, nampak
kepada kita adalah upaya dan gerakan yang dominan untuk penegakan syariah
Islam dalam kontek kehidupan politik dan hukum. Walaupun pernah lahir Piagam
Jakarta dan gagal dilaksanakan, akan tetapi upaya Islamisasi dalam pengertian
penegakan syariat Islam di Indonesia tak pernah surut.
Pemikiran dan aktivitas ekonomi syariah di Indonesia akhir abad ke-20
lebih diorientasikan pada pendirian lembaga keuangan dan perbankan syariah.
Salah satu pilihanya adalah gerakan koperasi yang dianggap sejalan atau tidak
bertentangan dengan syariah Islam. Oleh karena itu, gerakan koperasi mendapat
sambutan baik oleh kalangan santri dan pondok pesantren. Gerakan koperasi yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 20


Modul Ekonomi Syariah

belum sukses disusul dengan pendirian bank syariah yang relatif sukses. Walaupun
lahirnya kedahuluan oleh Philipina, Denmark, Luxemburg dan AS, akhirnya Bank
Islam pertama di Indonesia lahir dengan nama Bank Mu’amalat (1992). Kelahiran
bank Islam di Indonesia hari demi hari semakin kuat karena beberapa faktor: 1)
adanya kepastian hukum perbankan yang melindunginya; 2) tumbuhnya kesadaran
masayarakat manfaatnya lembaga keuangandanperbankan syariah; 3) dukungan
politik atau political will dari pemerintah. Akan tetapi, kelahiran bank syariah di
Indonesia tidak diimbangi dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan
perbankan syariah. Sejak tahun 1990-an ketika Dirjen Bimbaga Islam Depag RI
melakukan posisioning jurusan-jurusan di lingkungan IAIN, penulis pernah
mengusulkan kepada Menteri Agama dan para petinggi di Depag RI agar
mempersiapkan institusi untuk mengkaji kecenderungan dan perkembangan
ekonomi syariah di tanah air. Usaha maksimal saat itu ialah memilah jurusan
Muamalat/Jinayat pada Fakultas syariah IAIN menjadi dua, yakni Jurusan
Muamalat dan Jurusan Jinayah-Siyasah.
Maraknya perbankan syariah di tanah air tidak diimbangi dengan
lembaga pendidikan yang memadai. Akibatnya, perbankan syariah di Indonesia
baru pada Islamisasi nama kelembagaanya. Belum Islamisasi para pelakunya
secara individual dan secara material. Maka tidak heran jika transaksi perbankan
syariah tidak terlalu beda dengan transaksi bank konvensional hanya saja ada
konkordansi antra nilaisuku bungan dengan nisbah bagihasil. Bahkan terkadang
para pejabat bank tidak mau tahu jika nasabahnya mengalami kerugian atau
menurunya keuntungan. Mereka “mematok” bagi hasil dengan rate yang benar-
benar menguntungkan bagi pihak bank secara sepihak. Di lain pihak, kadangkala
ada nasabah yang bersedia mendepositkan dananya di bank syariah dengan syarat
meminta bagi hasilnya minimal sama dengan bank konvensional milik pemerintah.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan perbankan syariah, yang pasti dan faktual
adalah bahwa ia telah memberikan konstribusi yang berarti dan meaningfull bagi
pergerakan roda perekonomian Indonesia dan mengatasi krisis moneter.
Munculnya praktek ekonomi Islam di Indonesia pada tahun 1990-an yang
dimulai dengan lahirnya Undang-undang No. 10 Tahun 1992 yang mengandung
ketentuan bolehnya bank konvensional beroperasi dengan sistem bagi hasil.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 21


Modul Ekonomi Syariah

Kemudian pada saat bergulirnya era reformasi timbul amandemen yang melahirkan
UU No 7 Tahun 1998 yang memuat lebih rinci tentang perbankan syariah.
Undang-undang ini mengawali era baru perbankan syari’ah di Indonesia, yang
ditandai dengan tumbuh pesatnya bank-bank syari’ah baru atau cabank syari’ah
pada bank konvensional. Maka praktek keuangan syari’ah di Indonesia
memerlukan panduan hukum Islam guna mengawal pelaku ekonomi sesuai dengan
tuntunan syari’at Islam. Perkembangan berikutnya, MUI sebagai payung dari
lembaga-lembaga organisasi keagamaan (Islam) di Tanah Air menganggap perlu
dibentuknya satu badan dewan syariah yang bersifat nasional (DSN) dan
membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah.
Hal ini untuk memberi kepastian dan jaminan hukum Islam dalam masalah
perbankan syariah sejak diberlakukannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan yang memberikan peluang didirikannya bank syariah.
DSN-MUI sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2005 telah banyak
mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ekonomi Islam (mu’amalah maliyah) untuk
menjadi pedoman bagi para pelaku ekonomi Islam khususnya perbankan syari’ah.
Dalam metode penerbitan fatwa dalam bidang mu’amalah maliyah diyakini
menggunakan kempat sumber hukum yang disepakati oleh ulama suni; yaitu Al-
Quran al Karim, Hadis Nabawi, Ijma’ dan Qiyas, serta menggunakan salah satu
sumber hukum yang masih diperselisihkan oleh ulama; yaitu istihsan, istishab,
dzari’ah, dan ‘urf.
Dalam proses penerbitan fatwa diperkirakan mempelajari empat mazhab
suni, yaitu imam mazhab yang empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
disamping pertimbangan lain yang bersifat temporal dan kondisional. Oleh karena
itu, perlu mengkaji secara seksama dan perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sifat fatwa-fatwa MUI dalam bidang ekonomi Islam dari segi metode
perumusannya, sisi ekonomi di sekelilingnya dan respons masyarakat terhadap
fatwa-fatwa itu.
Di Indonesia, atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia bersama kalangan
pengusaha muslim sejak 1992 telah beroperasi sebuah bank syari’ah, yaitu Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang sistem operasionalnya mengacu pada No. 72
tahun 1992 tentang bank bagi Hasil. Pada tahun 1998, disahkan Undang-undang RI

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 22


Modul Ekonomi Syariah

No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan. Secara legal, perbankan syari’ah telah diakui sebagai subsistem
perbankan nasional.
Di antara lembaga keuangan syari’ah yang berkembang secara pesat di
tengah sistem perbankan yang sedang sakit adalah antara lain bank syari’ah, BPRS
dan BMT. Bank Syari’ah berkembang berdampingan dengan bank-bank
konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya Bank BNI Syari’ah,
Bank Mandiri Syari’ah, Bank Bukopin Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, BII
Syariah. Di samping itu berkembang juga lembaga keuangan syari’ah yang bersifat
mikro, yang bergerak di kalangan ekonomi bawah, yaitu BMT (Baitul Maal wat-
Tamwil).

C. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan pengertian ekonomi Islam menurut para tokoh ekonomi Islam dan
menurut anda definisi mana yang tepat untuk menjelaskan pengertian
ekonomi Islam !
2. Sebutkan fase-fase perkembangan pemikiran ekonomi Islam dari mulai
awal perkembangan sampai saat ini. Dan ciri-ciri apa sajakah yang
membedakan pemikiran ekonomi Islam pada setiap periode ?
3. Dalam beberapa tulisan disebutkan bahwa ilmu ekonomi Barat
(konvensional) mengadopsi pemikiran ekonomi Islam, setujukah anda
dengan pendapat tersebut ? berikan argumentasi yang tepat !
4. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia jauh ketinggalan dengan
perkembangan ekonomi Islam di Malaysia, padahal jumlah penduduk
Indonesia lebih banyak dari Malaysia, berikan pendapat anda mengenai
sebab-sebab perkembangan ekonomi Islam di Indonesia ketinggalan dari
Malaysia !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 23


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Islam Indonesia. Diakses


dari http://www.dilibrary.net/images/topics/Materi%20-
%20Adiwarman.pdf. Tanggal 30 Januari 2007.
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan.
(Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004)
Cf. The Muqaddimah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dri bhasaArab
oleh Franz Rosenthal (3 jilid) diterbitkan oleh Bollingen Foundation Inc.,
New York
Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam Adiwarman
Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta,
2003
Durant, Will, The Age of Faith, New York, Simon and Schuster, Encyclopaedia of
Islam, New Editoin, 1950
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2002), hal. 149. Penulis buku ini menkompilasi dari Sumber M. Najatullah
Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995), dan A. Karim (2001).
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari
Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek
Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta,
1985, hal. 100-111.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika
Aditama : Bandung.
Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby
Schumpeter, Joseph. A., History of Economic Analysis, Oxford University Press
(New York), 1954
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Jakarta, Alpabet,2000,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 24


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 2 :
NILAI-NILAI DASAR DAN KARAKTERISTIK
EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Nilai-Nilai Dasar Ekonomi
Syariah yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadis. Melalui Risetasi, Anda harus
mampu :
1.1 Menjelaskan Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Syariah secara tepat
1.2 Menjelaskan Karakteristik ekonomi syariah
1.3 Menjelaskan Perbedaan dan persamaan Nilai-bilai dasar dan
Karakteristik ekonomi Syariah dan Ekonomi Konvensional

B. URAIAN MATERI

Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran,


yaitu Aqidah, Syari’ah dan akhlak, Hubungan antar aqidah, syari’ah dan akhlak
dalam sistem Islam terjalin sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah sistem
yang komprehensif.
Aqidah adalah ajaran yang berkaitan dengan keyakinan dan kepercayaan
seseorang terhadap Tuhan, Malaikat, Rasul, Kitab dan rukun iman lainnya. Akhlak
adalah ajaran Islam tentang prilaku baik-buruk, etika dan moralitas. Sedangkan
syariah adalah ajaran Islam tentang hukum-hukum yang mengatur tingkah laku
manusia.
Syariah Islam terbagi kepada dua yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah
diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan
khaliq-Nya. Muamalat dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan mengenai
hubungan antar manusia.
Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia
adalah ekonomi. Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang
bersumber Alquran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 25


Modul Ekonomi Syariah

seperti prinsip tauhif, adil, maslahat, kebebasan dan tangung jawab, persaudaraan,
dan sebagainya.

1.1 Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Syariah

Ada tiga argumentasi yang mendukung bahwa ekonomi Islam merupakan


sistem yang berisi pemikiran sekaligus metode penerapannya. Pertama, secara
normatif Allah telah mengatur manusia dengan aturan yang komperehensif. Ketika
Allah berbicara tentang tatacara seseorang memiliki harta, maka Allah pun telah
menyiapkan perangkat metodologi, yaitu adanya negara yang berkewajiban
menerapkan aturan tersebut, mengawasi pelaksanaannya, serta memberikan
hukuman bagi para pelanggarnya. Kedua, secara historis, berbagai bukti dapat
dilihat dalam catatan sejarah yang mengungkapkan penerapan ekonomi Islam
secara berabad-abad. Hal ini pulalah yang membawa masyarakat Islam mencapai
puncak kejayaannya. Ketiga, secara empirik masih terdapat bukti peninggalan
pelaksanaan sistem ekonomi Islam sampai saat ini meskipun secara parsial.
Bangunan Ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai unversal, yaitu Tauhid
(keimanan), Adl (keadilan), Nubuwwah (Kenabian), Khilafah (Pemerintah), dan
Ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori
ekonomi Islam. Jika divisualisasikan, prinsip-prinsip ekonomi Islam membentuk
keseluruhan kerangka sebagai berikut :

Prilaku
Akhlak Islam
Dalam

Multiple Freedom Social Justice Prinsip-Prinsip


Ownership To Act
Sistem Ekonomi
Islam

a. Tauhid
Tauhid‘ Adl Nubuwah Khilafah Ma’ad Teori Ekonomi
Islam
Sumber : Karim, 2002
S1 Akuntansi Universitas Pamulang 26
Modul Ekonomi Syariah

Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian


Tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang
ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa
tauhid merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam. (39 : 38 ).
Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada
kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua
aktifitas yang dilakukan adalah dalam kerangka menciptakan pola kehidupan yang
sesuai kehendak Allah.
Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan
ekonomi kapitalisme dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat
sekularisme dan materialisme. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi
adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari
ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya
ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran
utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini
merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia
hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumberdaya itu dalam
rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara
adil. Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah
dalam bentuk syariah. Firman Allah, “Kemudian kami jadikan bagi kamu
syariah dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu. Jangan ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:1Al-Jatsiyah 8)
Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan
Tauhid adalah bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil
(untung) bertentangan dengan tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa
memastikan berapa keuntungannya besok”,(Ar-Rum: 41). Padahal setiap usaha
mengandung tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu,
tingkat keuntungan itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi,
konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan
dengan prinsip tauhid.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 27


Modul Ekonomi Syariah

Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk


memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai
khalifah, dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan
hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, semua sumber daya yang ada,
merupakan nikmat Allah yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya,
sebagaimana dalam firmannya “ Dan jika kamu menghitung – hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tidak bisa menghitungnya”. ( QS. 14: 34 )
Berbeda dengan pandangan di atas, para ahli ekonomi konvensional
selalu mengemukakan jargon bahwa sumber daya alam terbatas ( limited ). Karena
itu menurut ekonomi Islam, krisis ekonomi yang dialami suatu negara, bukan
karena terbatasnya sumber daya alam, melainkan karena tidak meratanya distribusi
(maldistribution), sehingga terwujud ketidakadilan sumber daya ( ekonomi ).
Selanjutnya konsep tauhid ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik
tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, termasuk dalam menggunakan
sarana dan sumber daya harus disesuaikan dengan syariat Allah. Aktivitas
ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor – impor idealnya harus
bertitik tolak dari tauhid (keilahian) dan berjalan dalam koridor syariah yang
bertujuan untuk menciptakan falah dan ridha Allah.
Seorang muslim yang bekerja dalam bidang produksi misalnya, maka itu
tidak lain diniatkan untuk memenuhi perintah Allah. “Dialah yang menjadikan
bumi ini mudah bagi kamu. Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah
sebagian dari rezeki-Nya dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan”. (QS. Al-
Mulk: 15).
Demikian pula ketika berdagang, bekerja di pabrik atau perusahaan.
Semuanya dalam bingkai ibadah kepada Allah. Makin tekun seseorang bekerja,
makin tinggi nilai ibadah dan takwanya kepada Allah. Demikian gambaran
seorang muslim yang menganggap bahwa pekerjaannya itu adalah ibadah kepada
Allah.
Aspek tauhid dalam produksi akan tercermin dari output yang dihasilkan.
Seseorang yang berproduksi dengan nama Allah, maka barang yang diproduksi
akan terjaga kebaikan dan kehalalannya. Sehingga mereka tidak akan
memproduksi barang-barang yang membawa mudharat seperti rokok, miras

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 28


Modul Ekonomi Syariah

apalagi narkoba serta barang-barang haram lainnya. Termasuk juga dalam proses
produksi barang-barang halal.
Tidak hanya dalam aspek produksi, aspek tauhid pun idealnya dimiliki
seorang muslim yang hendak membeli, menjual, dan meminjam. Ia selalu tunduk
pada aturan-aturan syariah. Ia tidak membeli atau menjual produk dan jasa-jasa
haram, memakan uang haram (riba), memonopoli milik rakyat, korupsi, ataupun
melakukan suap menyuap.
Ketika seorang muslim memiliki harta dan ingin menginvestasikannya
agar produktif, ia tidak akan menginvestasikannya secara ribawi di lembaga-
lembaga finansial yang berbasis bunga. Ia juga tidak akan menggunakannya untuk
bisnis spekulasi di pasar modal atau pasar uang (money changer dan bank devisa).
Seorang muslim akan menginvestasikannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah
seperti skim mudhabarah, musyarakah, dan bentuk investasi syariah lainnya.
Prinsip konsumsi yang sesuai syariah salah satunya adalah tidak berlebih-
lebihan, menjauhi israf (mubazzir). Perilaku tersebut dilarang dalam agama Islam.
(QS.17:36) Meskipun sumber daya yang tersedia cukup banyak, manusia sebagai
khalifah Allah tidak boleh boros dan serakah dalam menggunakannya. Boros
adalah perbuatan setan ( QS.17:27 ) dan serakah adalah perilaku binatang. Oleh
karena itu, pemanfaatan sumber daya haruslah dilakukan secara efisien dan
memikirkan kepentingan generasi mendatang serta memperhatikan lingkungan.
Seorang muslim sejati, meskipun memiliki sejumlah harta, ia tidak
akan memanfaatkannya sendiri, karena dalam Islam setiap muslim yang mendapat
harta diwajibkan untuk mendistribusikan kekayaan pribadinya itu kepada
masyarakat sesuai dengan aturan syariah. Masyarakat berhak untuk menerima
distribusi itu.

b. Adil.
Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan
keadilan telah ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi yang
diutus Allah (QS.57:25). Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan
penghapusan kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 29


Modul Ekonomi Syariah

sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya


keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial.
Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan
kata keadilan di dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata
urutan ketiga yang banyak disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan,
menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat Al quran berisi tentang keharusan
menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan ungkapan kata zhulm,
itsm, dhalal, dll (Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984):10).
Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan/
kesejahteraan, dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam.
Demikian kuatnya penekanan Islam pada penegakan keadilan sosio ekonomi.
Maka, adalah sesuatu yang keliru, klaim kapitalis maupun sosialis yang
menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.
Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio
ekonomi dan pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual
dan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan
sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya tekanan dari kelompok.
Kemanfaatan dari lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil
yang menjadi mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini terlihat sangat
jelas terjadi di Indonesia. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin
miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar. Sebagaimana disebut di atas, konversi
ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan keadilan sosio ekonomi,
merupakan tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan politik.
Maka, untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa
langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.
Meskipun ada usaha melalui instrumen pajak, namun langkah-langkah ini
menurut Milton Friedman, terbukti tidak cukup efektif untuk mengatasi
ketidakadilan, karena nyatanya pajak selalu menguntungkan pengusaha, dan para
penjabat pajak bersama kelompok-kelompoknya. (Lihat, “Capitalisme and
Freedom”, Chicago, The University of Chicago Press, 1962, p.172).
Konsep sosio ekonomi dalam Islam berbeda secara mendasar dengan
konsep keadilan dalam kapitalisme dan sosialisme. Keadilan sosio ekonomi dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 30


Modul Ekonomi Syariah

Islam, selain didasarkan pada komitmen spritual, juga didasarkan atas konsep
persaudaraan universal sesama manusia.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial
ekonomi, Islam secara tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada
sekelompok tertentu dan menawarkan konsep zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan
institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan sebagainya.
Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di
kalangan orang kaya saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka
terdapat hak fakir miskin, baik peminta-minta maupun yang orang miskin malu
meminta-minta” (QS. 70:24).
Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam
berbeda dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu
menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan per kapita. Dalam
Islam, pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi,
bukanlah meningkatkan pertumbuhan menurut konsep ekonomi kapitalisme.
Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan
pengurangan pengangguran.
Islam dan ajarannya menekankan keseimbangan antara petumbuhan dan
pemerataan. Pertumbuhan an sich bukan menjadi tujuan utama, kecuali dibarengi
dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan
merupakan dua sisi yang tak terpisahkan,. Berdasarkan prinsip ini, maka
paradigma tricle down effect, yang dikembangkan pihak Barat dan pernah
diterapkan di Indonesia selama rezim orde baru, bertentangan dengan konsep
keadilan ekonomi menurut Islam.Selanjutnya, sistem ekonomi kapitalis dicirikan
oleh menonjolnya peran perusahaan swasta (private ownership) dengan motivasi
mencari keuntungan maksimum, harga pasar akan mengatur alokasi sumber daya,
dan efisiensi. Sistem ini pun selalu gagal dalam membuat pertumbuhan dan
pemerataan berjalan seiring.
Dalam perspektif ekonomi Islam, proporsi pemerataan yang betul-betul
sama rata, sebagaimana dalam sosialisme, bukanlah keadilan, malah justru
dipandang sebagai ketidakadilan. Hal ini menggambarkan bahwa Islam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 31


Modul Ekonomi Syariah

menghargai prestasi, etos kerja dan kemampuan seseorang dibanding orang yang
malas.
Dasar dari sikap yang koperatif ini tidak terlepas dari prinsip Islam yang
menilai perbedaan pendapatan sebagai sebuah sunnatullah. Landasannya, antara
lain bahwa etos kerja dan kemampuan seseorang harus dihargai dibanding seorang
pemalas atau yang tidak mampu berusaha.
Konsep keadilan sosio-ekonomi yang diajarkan Islam menginginkan
adanya pemerataan pendapatan secara proporsional. Dalam tataran ini, dapat pula
dikatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang dilandaskan pada
kebersamaan. Sehingga timbul anggapan disebagian masyarakat yang menyatakan
bahwa prinsip keadilan sosio-ekonomi Islam mempunyai kemiripan dengan sistem
sosialisme. Bahkan pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa sistem
sosialisme itu jika ditambahkan dan dimasukkan unsur-unsur Islam ke dalamnya,
maka ia menjadi Islami.
Pendapat dan pandangan yang menyatakan kemiripan sistem keadilan
sosio Islam dengan sosialisme tidak sepenuhnya benar, malah lebih banyak
keliruannya. Prinsip ekonomi sosialisme, yang menolak kepemilikan individu dan
menginginkan pemerataan pendapatan, jelas berbeda dengan prinsip ekonomi
Islam. Sosialisme sama sekali tidak mengakui hak milik individu.
Reaksi marxisme dibungkus secara politis revolusioner dalam paham
komunis yang intinya mengajarkan bahwa seluruh unit ekonomi dikuasakan
kepada negara yang selanjutnya didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara
merata. Hal ini didasarkan semangat pertentangan terhadap pemilikan individu.
Sedangkan dalam ekonomi Islam, penegakkan keadilan sosio-ekonomi dilandasi
oleh rasa persaudaraan (ukhuwah), saling mencintai (mahabbah), bahu membahu
(takaful) dan saling tolong menolong (ta’awun), baik antara si kaya dan si miskin
maupun antara penguasa dan rakyat.

c. Nubuwwah

Prinsip ekonomi Islam yang terakhir adalah nubuwwah yang berarti


kenabian. Prinsip nubuwwah dalam ekonomi Islam merupakan landasan etis dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 32


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi mikro. Prinsip nubuwwah mengajarkan bahwa fungsi kehadiran seorang


Rasul/Nabi adalah untuk menjelaskan syariah Allah SWT kepada umat manusia.
Prinsip nubuwwah juga mengajarkan bahwa Rasul merupakan
personifikasi kehidupan yang yang baik dan benar. Untuk itu Allah mengutus
Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul terakhir yang bertugas untuk memberikan
bimbingan dan sekaligus sebagai teladan kehidupan (Al-Ahzab : 21). Sifat-sifat
utama yang harus diteladani oleh semua manusia (pelaku bisnis, pemerintah dan
segenap manusia) dari Nabi Muhammad Saw, setidaknya ada empat, yaitu shiddiq,
amanah, tabligh dan fatanah.
1. Siddiq, berarti jujur dan benar. Prinsip ini harus melandasi seluruh perilaku
ekonomi manusia, baik produksi, distribusi maupun konsumsi.
2. Amanah, berarti dapat dipercaya, profesinal, kredibiltas dan bertangunggung
jawab.
3. Tablig, adalah komunikatif, dan transparan, dana pemasaran yang kontiniu. Para
pelaku ekonomi syarah harus memiliki kemampuan komunikasi yang handal
dalam memasarkan ekonomi syariah.
4. Fathonah, berarti kecerdasan dan intelektualitas fathanah mengharuskan
kegiatan ekonomi dan bisnis didasarkan dengan ilmu, skills,
jujur,benar,kredible dan bertanggung jawab dalam berekonomi dan berbisnis.

d. Khilafah.

Nilai khilafah secara umum berarti bertanggungjawab sebagai pengganti


atau utusan Allah dialam semesta. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi
khalifah di muka bumi, yaitu menjadi wakil Allah untuk memakmurkan bumi dan
alam semesta. Pada prinsipnya, manusia mampu melaksanakan tugas sebagai
khalifah. Ada beberapa alasan yang mendukung, diantaranya dijelaskan bahwa
Allah tidak akan membebankan menusia sesuatu diluar batas kesanggupannya.
Konsep Khalifah dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa pengertian
sebagai berikut: 1). Tanggungjawab berperilaku ekonomi dengan cara yang benar,
2). Tanggungjawab untuk mewujudkan kemaslahatan maksimum, 3)
Tanggungjawab perbaikan kesejahteraan setiap individu.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 33


Modul Ekonomi Syariah

Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah


(wakil Allah) di muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi
dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material yang
memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif. Fungsi
kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi
sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai
khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih
antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi
hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).
Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber-sumber
ini. Namun, karena ia bukan satu-satunya khalifah, tetapi masih banyak milyaran
lagi khalifah dan saudara-saudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-
sumber daya itu secara adil dan efisien sehingga terwujud kesejahteraan (falah)
yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam. Tujuan ini hanya tercapai jika
sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam batas-
batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid.
Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam
perekonomian. Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial
kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan
memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dalam kegiatan
bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti
bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.
Islam tidak akan intervensi pasar untuk regulasi harga, kecualai jika
terjadi distorsi pasar. Intervensi negara pada harga didasarkan kan pada prinsip
maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan kebaikan dan keadilan secara menyeluruh.
Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa negara memegang peranan
penting untuk tegaknya keadilan dalam ekonomi.

e. Ma’ad
Ma’ad adalah konsepsi yang menyatakan bahwa setiap diri muslim harus
punya keyakinan bahwa kehidupan ini tidak hanya di dunia saja tetapi juga di
akhirat. Kehidupan di dunia bersifat sementara sedangkan kehidupan di akhirat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 34


Modul Ekonomi Syariah

bersifat kekal, sehingga apapun yang dilakukan di kehidupan dunia akan menjadi
bekal bagi kehidupan akhirat. Konsepsi ini menjadikan seorang muslim harus
pandai-pandai dalam menjalani kehidupan di dunia karena akan diberikan
balasannya di akhirat kelak baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Nilai ini
juga mengajarkan manusia untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan dalam
pemanfaatan hartanya karena di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban
dalam pengelolaan hartanya.
Disamping kelima nilai dasar tersebut masih ada beberapa nilai dasar
ekonomi syariah yang terambil dari al Qur’an dan hadis, antara lain sebagai berikut
:
a. Maslahah

Prinsip lain dalam ekonomi syariah maslahah. Mashlahah merupakan


konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tawhid. Mashlahah adalah
tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.
Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia
dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang
mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat,
kerusakan dan mafsadah. (jalb al-naf’y wa daf’ al-dharar). Imam Al-Ghazali
menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima
kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Al mashlahah sebagai salah satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi
sangat vital dalam pengembangan ekonomi Islam dan siyasah iqtishadiyah
(kebijakan ekonomi). Mashlahah adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat.
Mashlahah merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah (siyasah
syar`iyyah) dalam merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi. Maslahah
`ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu
kemaslahatan yang dibingkai secara syar’i, bukan semata-mata profit motive dan
material rentability sebagaimana dalam ekonomi konvensional.

b. Persaudaraan (ukhuwah)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 35


Modul Ekonomi Syariah

Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia,


termasuk dan terutama ukhuwah dalam perekonomian. Al-Quran mengatakan,
”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling mengenal”.(QS.49:13). ”Kami menjadikan kamu dari diri yang satu”
(QS.4:1)
Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat
manusia di dunia. Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad , ”Semua manusia adalah hamba-hamba
Tuhan dan yang paling dicintai disisinya adalah mereka yang berbuat baik kepada
hamba-hambanya”.
Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi
tingkat pengabdian dan ketaqwaanya kepada Allah secara vertikal dan
kemanusiaan secara horizontal. Nabi Muhamd Saw mengatakan ”Sebaik-baik
manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain”.
Ajaran Islam sangat kuat menekankan altruism, yaitu sikap
mementingkan orang lain. Dalam Al-Quran altruisme diistilahkan dengan itstar
yang termaktub dalam firman Allah, ”Mereka lebih mementingkan orang lain dari
diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kesulitan”. Ajaran ini jelas
tidak terdapat dalam ekonomi kapitalisme.
Sebagaimana disebut di atas bahwa Islam mengajarkan konsep al-
musawat (persamaan) di antara sesama manusia. Semua sumber daya alam, flora
dan fauna ditundukan oleh Allah bagi manusia manapun sebagai sumber manfaat
ekonomis ( QS. 6 : 142 – 145 ), 16 : 10 – 16. Di sini tampak jelas konsep
persamaan manusia dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.
Konsep persamaan manusia, menunjukan bahwa Islam menolak
pengklasifikasian manusia yang berdasarkan atas kelas–kelas. Implikasi dari
doktrin ini ialah bahwa antara manusia terjalin rasa persaudaraan dalam kegiatan
ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi, yakni syirkah, qiradh
dan mudharabah ( profit and lost sharing ). Inilah yang diterapkan di dalam
aktivitas ekonomi mikro di lembaga-lembaga keuangan Islam saat ini, seperti bank
syari’ah, asuransi syari’ah, obligasi syari’ah, pasar modal syariah, Baitul Mal wat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 36


Modul Ekonomi Syariah

Tamwil.(BMT). Dalam konteks ekonomi makro praktik bagi hasil ini diterapkan
dalam pinjaman luar negeri, dalam instrumen moneter pemerintah sehingga sistem
riba benar-benar dihapuskan dalam seluruh aktivitas ekonomi baik mikro maupun
makro.
Sikap egalitarian yang dibangun dalam aktifitas ekonomi yang
islami, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang individualistis. Sistem
ekonomi kapitalis dibangun atas dasar sebuah konsep yang hanya memberi
kemanfaatan kepada pemilik modal, baik itu dengan sistem bunga, ataupun proses
mendapatkan keuntungan yang menghalalkan segala cara.
Konsekuensi prinsip ukhuwah adalah niscayanya kerjasama (cooperaion)
dalam bisnis. Cooperation merupakan idealisme interaksi ekonomi. Namun,
dalam praktiknya cooperation hanya sebatas konsep dan wacana para pemikir
ekonomi Islam ataupun berada di dunia ide Plato yang belum hadir dalam tindakan
praktik aktual. Secara fakta sering terjadi para pebisnis menggunakan idiom
cooperation, akan tetapi yang diterapkan di lapangan adalah competition.
Implikasi logis dari prinsip ukhuwah adalah bahwa seluruh sumberdaya
yang disediakan Allah harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok semua
individu dan untuk menjamin standar hidup yang wajar dan terhormat bagi setiap
orang. Nabi bersabda, ”Tidaklah beriman seseorang kamu, jika ia makan kenyang
sementara tetanggnya kelaparan”. Karena sumber daya yang bisa dikuasai
manusias terbatas, maka untuk mewujudkan filantropi tersebut, seorang muslim
haruslah sederhana dalam mengkonsumsi sumber daya yang tersedia. Pemenuhuan
kebutuhan individu harus dilakukan dalam kerangka hidup sederhana, tidak boleh
ada pemborosan, mubazzir atau israf. Sesuatu yang sangat disayangkan
adalah praktek pemborosan yang telah merajalela di negara muslim sebagaimana
di negara-negara kapitalis.
Konsep ukhuwah juga berimplikasi pada akhlak dalam bersaing dalam
suatu bisnis. Ukhuwah atau brotherhood amat relevan untuk menjadi therapy bagi
atmosphere interaksi bisnis yang tercerabut dari persaudaraan dan rentan terhadap
ancaman homo homini lopus dan homo economicus.
Untuk itulah ekonomi Islam mengajarkan persaingan yang sehat,
”Fastabiwul khairat”, dengan cara meningkatkan efisiensi, kompetensi, dan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 37


Modul Ekonomi Syariah

bentuk-bentuk kompetisi sehat lainnya. Dalam kaiatan inilah Islam melarang


menjelekkan bisnis orang lain untuk memenangkan bisnisnya, demikian pula Islam
melarang bai’ ’ala bai akhihi (membeli apa yanag sudah ditawar saudaranya).

c. Kerja dan Produktifitas

Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya


kemalasan dinilai sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam, cukup banyak
buku-buku yang menjelaskan secara rinci tentang etos kerja dalam Islam.
Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits
menyebutkan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah.
‫من كد على عياله كان المجاهد في سبيل هللا عز و جل‬
Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah
keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah”(Ahmad)
Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha
Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan
tercela dalam agama Islam. Umar bin Khatttab pernah menegur seseorang yang
sering duduk berdo’a di mesjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan
kesejahteraan dirinya.
Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu duduk di mesjid dan bedoa,
Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan
menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataaan Umar ini adalah
bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya bedoa saja dengan
mengharapkan bantuan orang lain.
Buruh yang bekerja secara manual sangat dipuji dan dihargai Nabi
Muhammad Saw meskipun telapak tangannya kasar. Dalam sebuah riwayat, Nabi
Saw pernah mencium tangan orang yang bekerja mencari kayu, yaitu tangan Sa’ad
bin Mu’az tatkala melihat tangannya kasar akibat bekerja keras. Nabi seraya
berkata :
“Inilah dua telapak tangan yang dicintai Allah”
Dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda
(‫من بات كاال من طلب الحالل بات مغفورا له )رواه احمد و إبن عساكر‬

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 38


Modul Ekonomi Syariah

“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada
siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah” (Hadits Riwayat
Ahmad & Ibnu Asakir )
Hadits ini memerintahkan agar manusia menyegerakan bekerja sejak
pagi-pagi sekali, agar ia menjadi produktif. Bahkan Nabi SAW secara khusus
mendoakan orang yang bekerja sejak pagi sekali
Nabi Muhammad saw pernah bersabda, bahwa orang-orang yang
menyediakan makanan dan kebutuhan lain untuk dirinya dan keluarganya lebih
baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat, tanpa mencoba
berusaha mendapat penghasilan untuk dirinya sendiri. Bekerja adalah hak setiap
seorang dan sekaligus sebagai kewajiban.
Dalam ekonomi Islam, perspektif kerja dan produktifitas adalah untuk
mencapai tiga sasaran, yaitu :Mencukupi kebutuhan hidup (‫) االشباع‬, meraih laba
yang wajar (‫ ) االرباح‬dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun
alamiyah ( ‫) االعمار‬
Ketiga sasaran tersebut harus terwujud secara harmonis. Apabila terjadi
sengketa antara pekerja dan pemodal (majikan). Islam menyelesaikannya dengan
cara yang baik, yakni ada posisi tawar-menawar antara pekerja yang meminta upah
yang cukup untuk hidup keluarganya dan tingkat laba bagi pemodal (majikan)
un\tuk melanjutkan produksinya.

d. Kepemilikan

Dalam kapitalisme yang menganut asas laisssez faire, hak pemilikan


perorangan adalah absolut, tanpa batas. Terjaminnya kebebasan memasuki segala
macam kegiatan ekonomi dan transaksi menurut persaingan bebas. Sedangkan
dalam marxisme, hak memiliki hanya untuk kaum proleter yang diwakili oleh
kepemimpinan diktator. Distribusi faktor-faktor produksi dan apa yang harus
diproduksi, ditetapkan oleh negara. Pendapatan kolektif dan distribusi yang
kolektif adalah ajaran utama, sedangkan hubungan-hubungan ekonomi dalam
transaksi secara perorangan sangat dibatasi.
Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam,
pemilikan hakiki hanya pada Allah. (QS. 24:33). Allah adalah pemilik mutlak

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 39


Modul Ekonomi Syariah

(absolut), sedangkan manusia memegang hak milik relatif, artinya manusia


hanyalah sebagai penerima titipan, trustee (pemegang amanat) yang harus
mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Jadi, menurut ekonomi Islam,
penguasaan manusia terhadap sumberdaya, faktor produksi atau asset produktif
hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut
bertentangan dengan tauhid , karena pemilikan sebenar hanya ada pada Allah
semata.
Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme yang
menganggap harta adalah milik manusia itu sendiri, karena manusia yang
mengusahakannya sendiri. Untuk itu, menurut paham ini, manusia bebas
menentukan cara mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya, tanpa perlu
melihat halal haramnya.
Jika semua sumberdaya di alam semesta ini sebagai milik Tuhan, maka
konsekuensinya adalah setiap individu mempunyai akses yang sama terhadap
milik Allah, karena seluruh alam ini ditundukkan untuk kemaslahatan seluruh
manusia. Sedangkan menurut ekonomi konvensional, usaha mendapatkan
kekayaan, pemanfaatannya dan penyalurannya, tunduk pada wants manusia itu
sendiri, tidak tunduk pada ketentuan syari’at dan qaidah-qaidah yang ditetapkan
Allah.
Pandangan Islam tentang harta (sumberdaya) juga berbeda dengan
sosialisme yang tidak mengakui pemilikan individu. Semua adalah milik negara.
Individu hanya diberikan sebatas yang diperlukan dan bekerja sebatas yang dia
bisa.
Ekonomi Islam membagi tiga jenis kepemilikan yang harus dibedakan,
yakni pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Pemilikan
individu diperoleh dari bekerja, warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar
barang temuan dan jual beli. Islam melarang memperoleh harta melalui cara yang
tidak diridhoi Allah dan merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa pelacuran,
perdagangan gelap, produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba, judi, spekulasi
valuta asing, spekulasi di pasar modal, money game, korupsi, curang dalam
takaran dan timbangan, ihtikar, dan sebagainya. Oleh karena itu tidak seorang pun

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 40


Modul Ekonomi Syariah

dapat dibenarkan memperoleh pendapatan dari aktivitas yang telah disebutkan di


atas.
Sedangkan pemilikan umum adalah barang-barang yang mutlak
dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan juga yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil
hutan), minyak, sumber mas dan perak, barang yang tak mungkin dimilik individu,
seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, dan sinar matahari.
Pengelolaan milik umum hanya dimungkinkan dilakukan oleh negara
untuk seluruh rakyat, dengan cara diberikan cuma-cuma atau harga relatif murah
dan terjangkau. Dengan cara ini, rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan
pokoknya dengan cara yang murah yang akhirnya akan membawa dampak pada
kesejahteran rakyat Jalan tol seharusnya semakin murah dan akhirnya bisa gratis
setelah biaya investor dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Jalan tol
sesungguhnya tidak boleh dibisniskan, karena jalan milik umum. Di negara
manapun di dunia ini tarif jalan tol semakin lama semakin murah. Padahal mereka
tidak menganut ekonomi Islamsecara formal. Di Indonesia, kenyataan berbeda
kontras. Hal ini jelas tidak seusia dengan prinsip kepemikian dalam Islam..
Konsep kepemilikan ini membawa sejumlah implikasi yang sangat
penting yang membawa perbedaan revolusioner dengan sistem ekonomi lain
seperti kapitalisme dan sosialisme.
Pertama, bahwa sumber daya diperuntukkan bagi semua orang, bukan
untuk sebagian kecil manusia ( QS. 2 : 29 ). Sumber–sumber daya itu harus
digunakan untuk kesejahteraan semua orang secara menyeluruh dan adil.
Pemusatan kekayaan di negara-negara kaya secara mencolok adalah realita yang
bertentangan dengan keadilan. Demikian pula penguasaan konglomerat atas jutaan
hektar hutan atau ratusan ribu hektar perkebunan, sehingga terjadi penumpukan
asset pada segelintir tertentu, bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam.
Kedua, setiap orang harus memperoleh sumber- sumber daya itu dengan
cara yang sah dan halal, bukan cara- cara curang seperti suap dan cara-cara batil
lainnya. Firman Allah, ”Hai orang-orag yang beriman, janganlah kamu makan
harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan perdagangan yang
dilakukan dengan suka rela di antar kamu (QS.4:29).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 41


Modul Ekonomi Syariah

Ketiga, tidak seorangpun berwenang menghancurkan atau memboroskan


sumber- sumber daya pemberian Tuhan. Tindakan ini oleh Al- Quran disamakan
dengan fasad ( kerasukan, kejahatan dan ) yang dilarang Tuhan ( QS. 2 : 205 ).
Karena itu ketika Abu Bakar, mengirm Yazid bin Sufyan dalam suatu peperangan,
ia melarang Yazid membunuh dengan sembarangan atau merusak kehidupan
tumbuh – tumbuhan atau binatang sekalipun di daerah musuh.
Jika hal ini tidak diizinkan, sekalipun dalam kondisi perang dan di daerah
musuh, maka tidak ada alasan untuk mengizinkannya pada saat damai dan di
negeri sendiri. Dengan demikian, maka benar- benar tidak dibolehkan
menghancurkan dan memusnahkan barang-barang yang telah diproduksi, sebagai
siasat agar harga barang itu tetap tinggi, baik dengan membakar atau
membuangnya kelautan.

e. Kebebasan dan tanggung Jawab

Prinsip kebebasan dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam pertama


kali dirumuskan oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing dapat
berdiri sendiri, tetapi doleh beliau kedua prinsip tersebut digabungkan menjadi
satu. Penyatuan ini dilakukan karena kedua prinsip itu memiliki keterkaitan yang
sangat kuat.
Pengertian kebebasan dalam perekonomian Islam difahami dari dua
perspektif, pertama perspektif teologi dan kedua perspektif ushul fiqh/falsafah
tasyri’.
Pengertian kebebasan dalam perspektif pertama berarti bahwa manusia
bebas menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam mengelola
sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri
manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik
dan yang buruk, mana yang maslahah dan mafsadah (mana yang manfaat dan
mudharat).
Kebebasan dalam pengertian Islam adalah kekebasan yang terkendali (al-
hurriyah al-muqayyadah). Dengan demikian, konsep ekonomi pasar bebas, tidak
sepenuhnya begitu saja diterima dalam ekonomi Islam. Alokasi dan distribusi
sumber daya yang adil dan efisien, tidak secara otomatis terwujud dengan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 42


Modul Ekonomi Syariah

sendirinya berdasarkan kekuatan pasar. Harus ada lembaga pengawas dari otoritas
pemerintah -yang dalam Islam- disebut lembaga hisbah.
Kebebasan dalam konteks kajian prinsip ekonomi Islam dimaksudkan
sebagai antitesis dari faham jabariyah (determenisme). Faham ini mengajarkan
bahwa manusia bertindak dan berperilaku bukan atas dasar kebebasannya
(pilihannya) sendiri, tetapi atas kehendak Tuhan. Dalam faham ini manusia ibarat
wayang yang digerakkan oleh dalang. Determinisme seperti itu, tidak hanya
merendahkan harkat manusia, tetapi juga menafikan tanggung jawab manusia. idak
logis manusia diminta tanggung jawabnya, sementara ia melakukannya secara
ijbari (terpaksa).
Pertanggungjawaban (masuliayah) yang harus dihadapi manusia di
akhirat juga merupakan konsukensi fungsi kekhalifahan manusia sebagai kahlifah.
Dalam kapasitasnya sebagai khalifah, manusia merupakan pemegang amanah
(trustee), karena itu setap pemegang amanah harus bertanggung jawab atas amanah
yang dipercayakan untuknya.
Pertanggung jawaban, accountability atau masuliyah ditekankan
dengan perintah dari Allah melalui istilah hisab atau perhitungan di hari
pembalasan. Istilah hisab ditemukan 109 kali dalam Al-quran dari akar kata hisab
(perhitungan), muhasib (penghitungan/akuntan) dan muhasabah sebagai
pertanggungjawaban yang merupakan manifestasi dari perilaku kehidupan di dunia
ini.
Kepercayaan pada hari kiamat memilki peranan penting dalam kehidupan
seorang muslim yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Konsep
pertanggungjawaban sudah diterapkan secara sunnatullah sangat ditekankan dalam
Islam, bukan merupakan norma etika umum atau perundang-undangan negara.
Konsep ini mestinya sudah tertanam di masing-masing indivisu muslim dan
tercermin dalam kehidupan masyarakat dan sistem. Tidak hanya terbatas pada
para profesional, akademisi atau pengusaha saja.
Harus pula dipahami bahwa pertangggungjawaban tidak hanya terbatas
dalam konsep eskatologis, tetapi juga mencakup proses praktis di dunia ini. Salah
satu contohnya adalah kemampuan analisis dan sajian ilmiah dalam akuntansi,
misalnya apa yang diperintahkan Allah dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 282,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 43


Modul Ekonomi Syariah

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuslikannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menulisnya dengan benar” (QS. 2;282).

f. Jaminan Sosial

Penjelasan sebelumnya telah menjelaskan bahwa Islam menuntut kepada


setiap orang yang mampu untuk bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya,
sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian,
beberapa anggota masyarakat ada yang tidak mampu bekerja, sehingga mereka
tidak berpenghasilan. Ada juga yang mampu bekerja, tetapi tidak mendapatkan
lapangan kerja sebagai sumber penghasilan mereka dan pemerintah sendiri tidak
mampu untuk mempersiapkan lapangan kerja yang sesuai bagi mereka.
Ada pula yang sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka
belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau
banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena
sebab-sebab yang lain. Untuk mengatasi problem tersebut Islam mengajarkan
takaful al-ijtima’iy (jaminan sosial), melalui isntrumen zakat, infak, sedeqah dan
wakaf.
Secara hukum dan moral negara bertanggung jawab untuk mencukupi
kebutuhan pokok masyarakat. Negara pada dasarnya bertanggung jawab secara
tidak langsung terhadap masyarakatnya dan kewajibannya adalah meringankan dan
menghapus penderitaan rakyatnya. Dengan kata lain, negara hanya bertanggung
jawab terhadap kebutuhan pokok masyarakat secara individu apabila individu itu
tidak mampu memperoleh kebutuhan pokok tersebut dengan usahanya sendiri,
tetapi dalam keadaan apapun, negara tidak memberikan ”ikan” sepenuhnya
sehingga masyarakat menjadi tidak produktif. Jelas bahwa sistem Islam tidak
membiarkan mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi berupaya mewujudkan
bagi mereka kehidupan yang layak.
Basis Kebijakan Ekonomi Islam yang mutlak harus diusahakan, antara lain:

a. Penghapusan Riba;

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 44


Modul Ekonomi Syariah

Islam telah melarang segala bentuk riba, karenanya ia harus dihapuskan


dalam ekonomi Islam. Diantara maksud pelarangan riba antara lain : 1)
Uang tidak boleh menjadi komoditas yang diperjualbelikan sehingga uang
tidak melahirkan uang, tetapi uang sesuai fungsinya menjadi alat tukar
dalam sirkulasi barang dan jasa, 2) Karena dalam qiba qardh keuntungan
muncul tanpa adanya resiko, hasil usaha muncul tanpa adanya biaya. Biaya
dan hasil usaha muncul hanya berdasarkan waktu, 3) Riba jahiliyah
dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah “kullu qardhin jarra manfa’atan
fahua riba” (setiap penjaman yang memberikan manfaat kepada kreditor
adalah riba, 4) Mencegah para rentenir berbuat zalim kepada penerima
pinjaman karena praktik riba.
b. Pelembagaan Zakat;
zakat merupakan sebuah sistem yang akan menjaga keseimbangan dan
harmoni sosial diantara kelompok kaya (muzakki) dan kelompok miskin
(mustahiq). Dalam awal Islam, zakat dikelola oleh sebuah komite tetap dari
pemerintah dan menjadi bagian integral dari keuangan negara, karenanya
kebijakan pengumpulan zakat maupun penyalurannya senantiasa terkait
dengan kebijakan pembangunan negara secara keseluruhan. Pelembagaan
zakat pada masa sekarang, seyogianya mengacu pada strategi pelembagaan
zakat seperti masa awal Islam, namun jika kondisi tidak memungkinkan,
maka pelembagaan zakat ini harus dipahami sebagai upara profesionalisasi
pengelolaan zakat sebagai sebuah sistem distribusi kekayaan dan
pendapatan yang nyata. Pelembagaan zakat merupakan wujud nyata dari
upaya keadilan sosial dan zakat merupakan komitmen sosial dari ekonomi
Islam.
c. Pelarangan Gharar;
ajaran Islam melarang segala aktivitas ekonomi yang mengandung gharar.
Gharar diartikan sebagai resiko atau ketidakpastian. Yang dimaksud dengan
unsur Gharar dalam akad adalah suatu akad yang akibatnya tersembunyi
atau akibatnya dua kemungkinan, dimana yang sering terjadi adalah yang
paling ditakuti. Unsur Gharar adalah sifat yang dalam muamalah yang
menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al’aqibah). Gharar

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 45


Modul Ekonomi Syariah

juga bisa diartikan kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki
kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi baik terkait
kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak
kedua dirugikan. Gharar terjadi karena seseorang sama sekali tidak
mengetahui kemungkinan kejadian sesuatu sehingga bersifat spekulatif.
Gharar merupakan transaksi dengan hasil tidak dapat diketahui atau
diprediksi.
d. Pelarangan Yang Haram;
Dalam Islam, segala seuatu yang dilakukan dan dihasilkan harus halalan
thoyyiban, yaitu benar secara hukum dan baik dari perspektif nilai dan
moralitas Islam. Pelarangan yang haram dari mulai mengkonsumsi,
memproduksi, mendistribusi dan seluruh matarantainya, dikarenakan tiga
hal, yaitu : Pertama, perbuatan atau transaksi mengandung unsur atau
potensi ketidakadilan (mendzalimi atau didzalimi). Kedua, transaksi yang
melanggar prinsip saling ridha, seperti tadlis (penyembunyian informasi
yang relevan kepada pihak lawan transaksi), dan Ketiga, perbuatan yang
merusak harkat dan martabat mausia atau alam semesta.

1.2 Karakteristik Ekonomi Islam


1. Kepemilikan dalam Islam Dalam Islam, pemilik mutlak dari seluruh
alam semesta adalah Allah, sementara manusia hanya mengemban amanahNya,
Allah menciptakan alam semesta bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk
kepentingan sarana hidup (wasilah al-hayah) bagi manusia agar tercapai
kemakmuran dan kesejahteraan. Manusia diberikan hak untuk memiliki dan
menguasai alam semesta sepanjang sesuai dengan cara perolehan dan cara
penggunaan yang ditentukan oleh Allah. Dengan demikian kepemilikan membawa
konsekeunsi adanya kewajiban pemanfaatannya, dan pada akhirnya hak milik ini
harus dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah di akhirat kelak. Atas
dasar konsep tersebut, maka dalam memperoleh hak kepemilikan, para fuqoha
menetapkan cara memperoleh kepemilikan yang diperbolehkan, yaitu pertama,
ihraz almubahat (kebolehan penguasaan harta yang belum dimiliki seseorang atau
lembaga hukum lainnya, misalnya menangkap ikan dilaut lepas dan hasilnya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 46


Modul Ekonomi Syariah

dibawa pulang, penguasaan harta yang mubah ini dianggap sebagai pemilik awal
tanpa didahului kepemilikan sebelumnya). kedua takhalluf (pengusaan harta
melalui peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisan. Bentuk ini
merupakan penguasaan didahului oleh kepemilikan orang lain), dan yang ketiga
akad (melalui transaksi satu pihak dengan pihak lain).
2. Maslahah sebagai Insentif Ekonomi Konsep dan pemahaman mengenai
kepemilikan harta membawa implikasi kepada motivasi dan insentif setiap
individu. Ketika seseorang meyakini bahwa harta yang dalam kekuasaannya adalah
hak miliknya secara mutlak, maka ia pun merasa memiliki kebebasan untuk
memanfaatkannya sesuai dengan kehendaknya tanpa perlu memperdulikan nilai-
nilai yang tidak bersesuaian dengen kepentingannya. Islam mengakui adanya
insentif material ataupun nonmaterial dalam kegiatan ekonomi. Hal ini
dikarenakan ajaran Islam memberikan peluang setiap individu untuk memenuhi
kepentingan individunya, kepentingan sosial maupun kepentingan sucinya untuk
beribadah kepada Allah. Secara garis besar, insentif kegiatan ekonomi bisa
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu insentif yang diterima didunia dan insentif
yang diterima di akhirat. Insentif di dunia mungkin akan diterima individu ataupun
masyarakat baik dalam kegiatan konsumsi, produksi ataupun distribusi. Insentif di
akhirat akan diterima berupa imbalan (ganjaran atau hukuman) yang hanya akan
dirasakan di akhirat, seperti yang dijanjikan Allah. Kesemua insentif ini disebut
sebagai maslahah.
3. Musyawarah sebagai Prinsip Pengambilan Keputusan Secara umum
pengambilan keputusan bisa dibendakan antara dua kutub sentralisasi dan
desentralisasi. Sistem sentralisasi menekankan bahwa pengambilan keputusan
dilakukan oleh suatu otoritas, pemerintah pusat, misalnya, dan pelaku ekonomi
hanya berperan sebagai pelaksana pengambilan keputusan. Dalam konteks
perekonomian suatu negara, sistem ini akan menghasilkan suatu sistem
perekonomian terencana (planned economy). Sistem ini dilahirkan oleh paham
sosialisme.
4. Pasar yang Adil sebagai Media Koordinasi Aspek keempat dalam
sistem ekonomi Islam adalah mekanisme pemenuhan insentif. Dalam paham
kapitalisme, mekanisme pasar atau transaksi dianggap sebagai mekanisme yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 47


Modul Ekonomi Syariah

paling tepat untuk pemenuhan kebutuhan individu. Dengan asumsi, bahwa setiap
individu sadar dan termotivasi oleh kepentingan individunya, maka setiap individu
tidak perlu diatur oleh pihak lain dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Jika
setiap individu memiliki pola pikir (rule of thinking) individualistik, maka akan
terciptalah suatu mekanisme transaksional; bahwa setiap seseorang akan mau
memberikan sesuatu miliknya jika ia mendapat imbalan yang sesuai dengan
keinginannya. Mekanisme inilah yang kemudian dikenal dengan mekanisme pasar.
5. Pelaku Ekonomi dalam Islam
a. Pasar dalam Ekonomi Islam Ajaran Islam sangat menghargai pasar
sebagai wahana bertransaksi atau perniagaan yang halal dan thayyib, sehingga
secara umum merupakan mekanisme alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi
yang paling ideal. Penghargaan Islam terhadap mekanisme pasar berangkat dari
ketentuan Allah bahwa perniagaa harus dilakukan dengan cara baik berdasarkan
prinsip saling ridha (‘an taradhin) sehingga tercipta keadilan. Pasar merupakan
mekanisme perniagaan yang memenuhi kriteria tersebut.
b. Pemerintah dalam Ekonomi Islam Pemerintah memiliki kedudukan dan
peranan penting dalam ekonomi Islam. Eksistensi peran pemerintah merupakan
deviasi dari konsep kekhalifahan dan konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban
kolektif untuk merealisasikan falah. Pemerintah adalah pemegang amanah Allah
dan RasulNya serta amanah masyarakat untuk menjalankan tugas-tugas kolektif
dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh umat.

c. Peran Masyarakat dalam Ekonomi Islam Kewajiban dalam


merealisasikan falah pada dasarnya merupakan tugas seluruh economic agents,
termasuk masyarakat. Terdapat banyak aktivitas ekonomi yang tidak dapat
diselenggarakan dengan baik oleh mekanisme pasar maupun oleh peran pemerintah
sehingga masyarakat harus berperan langsung. Terdapat market failure dan
governement failur. Pasar, pemerintah dan masyarakat harus bergerak bersama
untuk mencapai kesejahteraan umat. Masyarakat, sebagaimana pasar dan
pemerintah juga memiliki kelemahan, sehingga perannya dalam perekonomian
menjadi kurang optimal. Kelemahan yang paling mendasar adalah kemungkinan
adanya konflik kepentingan dari anggota masyarakat, sehingga peran yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 48


Modul Ekonomi Syariah

dilakukan lebih mencerminkan kepentingan daripada kebutuhan ekonomi


masyarakat yang sesungguhnya.

PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI KAPITALISME


Aspek Islam Kapitalisme
Sumber Ide /pemikiran Allah Manusia
Sumber Alquran dan hadits Daya Pikir Manusia
Motif Ibadah Rasional materialisme
Paradigma Syariah Pasar
Tujuan Falah dan Maslahat Utilitarian, individualisme
Filosofi Operasional Keadilan, kebersamaandan Liberalisme, Laisez Faire
Tanggung Jawab
Kepemilikan harta Milik absolut pada Allah, manusia Hak milik absolut pada manusia
adalah penerima amanah, pemilik
relatif
Sistem Investasi PLS Bunga
Sistem Distribusi Mekanisme pasar dengan nilai2 ( Sistem Pasar
termasuk Zakat, Infak, sedekah,
wakaf)
Prinsip Jual beli Melarang gharar, maysir, riba dan Tidak ada larangan
barang-barang haram
Motif Konsumsi Kebutuhan Keinginan
Tujuan Konsumsi Kemaslahatan Memaksimalkan utility
Motif untuk Produksi Kebutuhan dan kewajiban Ego dan rasionalisme
manusia
Hubungan antar pelaku bisnis Ukhuwah Persaingan
sejenis
Perputaran Uang Real based ekonomi Monetary based ekonomi
Keterkaitan sektor riil dan Sangat terkait satu dan lainnya Terpisah
moneter
Instrumen Moneter Bagi hasil, jual beli, ijarah Riba
Indikator keberhasilan ekonomi Pertumbuhan dan pemerataan Pertumbuhan ekonomi
Prinsip Pengeluaran Berdasarkan 3 tingkatan Tidak memperhatikan prioritas
mashlahah (dharuriah, Tahsiniyah mashlahah
dan Hajjiyah)
Sumber keuangan negara Zakat, Infak, sedekah, usyr, Pajak
dharibah, kharaj, pajak
kondisional.
Sasaran Penerima Pada zakat ditentukan 8 ashnaf Tanpa melihat ashnaf
Tujuan Pembangunan Memprioritaskan pengentasan Kemajuan semata
kemiskinan
Dampak Sarana menciptakan keadilan Kesenjangan
ekonomi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 49


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan Nilai-nilai Dasar dalam ekonomi Syariah dan implikasinya


terhadap perekonomian !
2. Jelaskan Perbedaan mendasar dari nilai-nilai dasar ekonomi Syariah dengan
sistem ekonomi Kapitalis dan sosialis !
3. Jelaskan peran negara dalam ekonomi syariah dan bagaimana
perbedaannya dengan ekonomi kapitalis dan sosialis !
4. Dalam ekonomi Syariah disebutkan bahwa sumber daya adalah tak terbatas
dan kebutuhan terbatas, ajaran ini bertolak belakang dengan nilai dasar
kapitalis yang mengajarkan bahwa sumberdaya terbatas sedangkan
kebutuhan tak terbatas. Bagaimana argumen anda mengenai pandangan
tersebut !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 50


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Abu Yasid., Islam Moderat, (Jakarta: Erlangga, 2014)


Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: Rajawali Pres, 2003)
Adiwarman A. Karim, Analisis Fikih&Ekonomi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2015)
Akhmad Mujahidin, Prof.Dr.H., Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen,
Negara dan Pasar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Dede Nurohman, Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (yogyakarta : Teras,
2011)
Enang Hidayat, Fiqih Jual beli, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015)
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam; Sejarah, Teori dan Konsep,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2015)
Ija Suntana, Politik Ekonomi Islam ( Siyasah Maliyah); Teori-teori Pengelolaan
Sumber Daya Alam, Hukum Pengairan Islam dan Undang-undang
Sumber Daya Air di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)
Ika Yunia Fauzia, Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid al-Syari’ah, (Jakarta: PrenadaMedia, Cet 2, 2015) h.12-13
Lukman Hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta:Erlangga, 2012)
M. Dawam Raharjo, Arsitektur Ekonomi Islam; Menuju Kesejahteraan Sosial,
(Bandung: Mizan, 2015)
M. Nur Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, (Bandung:
Pustaka Setia, 2015)
Muhammad Syarif Chaudry, Sistem Ekonomi Islam; Prinsip Dasar, (Fundamental
of Islamic System) terj. Suherman Rosyidi (Jakarta:PrenadaMedia Group,
Cet.2, 2014)
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam
Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014)
Suhrawardi K. Lubis, Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014) Sukarno Wibowo, Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2013)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 51


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 3:
KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN
DALAM EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian harta dan kepemilikan,
cara-cara memperoleh harta, jenis-jenis kepemilikan dan bagaimana tindakan-
tindakan pengelolaan harta yang diperbolehkan dan dilarang dalam ekonomi
Syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian pengertian harta dan kepemilikan dalam
ekonomi Syariah
1.2 Menjelaskan jenis-jenis harta dan kepemilikan dalam ekonomi
Syariah
1.3 Menjelaskan hukum-hukum Islam yang mengatur tindakan manusia
dalam harta dan kepemilikan

B. URAIAN MATERI
Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak
akan bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai
manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain
yang termasuk perhiasan dunia.
Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan
demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai
penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi
dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal,
dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak
Allah dan masyarakat tempat dia hidup.
Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga
harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 52


Modul Ekonomi Syariah

menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan


kehormatan jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari segala
bentuk penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau tindak
melukai fisik.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup
juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah
dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.

A. Teori Harta
Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia,
unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa
memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat materi ataupun immateri. Dalam
kerangka memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antar
manusia (mu'amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan terkait
dengan manusia lainnya.
Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai obyek transaksi, harta bisa
dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership
(kontrak kerjasama), atau transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari
karakteristik dasarnya (nature), harta juga bisa dijadikan sebagai obyek
kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang menghalanginya.

B. Teori Kepemilikan
Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta
yang ditetapkan syara', dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 53


Modul Ekonomi Syariah

melakukan transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang
melarangnya. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik berupa
harta benda (dzat) atau nilai manfaat. Dengan demikian, dapat dipahami
pernyataan Hanafiyah yang mengatakan bahwa manfaat dan hak merupakan
kepemilikan, bukan merupakan harta.
Secara bahasa, kepemilikan bermakna pemilikan atas manusia atas suatu
harta dan kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut
istilah ulama fiqh, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang
menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya untuk
bertransaksi secara langsung di atasnya selama tidak ada halangan syara'.
Ketika seseorang telah memiliki harta benda dengan jalan yang
dibenarkan syara', maka ia memiliki kewenangan khusus atasnya. Ia memiliki
kekhususan untuk mengambil manfaat atau bertransaksi atasnya sepanjang tidak
ada halangan syara' yang mencegahnya, seperti gila, safih , anak kecil, dan lainnya.
Keistimewaan itu juga bisa mencegah orang lain untk memanfaatkan atau
bertransaksi atas kepemilikan harta tersebut, kecuali terdapat aturan syara' yang
memperbolehkannya, seperti adanya akad wakalah.
Secara asal, harta benda boleh dimiliki. Namun, terdapat beberapa
kondisi yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan dan manfaat publik
(fasiliyas umum) seperti jalan umum, jembatan, benteng, sungai, laut, museum,
perpustakaan umum, dan lainnya. Harta ini tidak dapat diprivatisasi dan dimliki
oleh individu, namun ia harus tetap menjadi aset publik untuk dimanfaatkan
bersama. Jika harta tersebut sudah tidak dikonsumsi oleh publik, maka harta
tersebut kembali kepada asalnya, yakni bisa dimiliki oleh individu. Selain itu, ada
juga harta yang tidak bisa dimiliki kecuali dibenarkan oleh syara'. Seperti harta
yang diwakafkan dan aset-aset baitul maal. Harta wakaf tidak boleh diperjual-
belikan atau dihibahka, kecuali telah rusak atau biaya perawatannya lebih mahal
dari pada penghasilan yang didapatkan. Dalam konteks ini, mahkamah
(pengadilan/pemerintahan) boleh memberikan izin untuk mentransaksikan harta
benda tersebut. Begitu juga dengan aset-aset baitul maal atau aset pemerintahan.
Aset ini tidak boleh diperjualbelikan (privatisasi) kecuali ada ketetapan pemerintah
yang dilatarbelakangi adanya darurat atau kemaslahatan yang mendesak. Aset

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 54


Modul Ekonomi Syariah

pemerintah layaknya harta anak yatim yang tidak boleh ditransaksikan kecuali
terdapat kebutuhandan kemaslahatan yang mendesak. Ada juga harta yang bisa
dimiliki dengan mutlak tanpa batasan, yakni selain kedua harta diatas.

C. Harta Dalam Sudut Pandang Islam


Harta dalam literatur Islam (Al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal dengan
sebutan al-mal, kata jamaknya al-amwal. Dalam al-Qur’an tersebut 24 kali kata
mal atau al-mal, satu kali kata maliyah dan 61 kata amwal dalam puluhan surat dan
puluhan ayat.
Secara harfiah, kata al-mal berasal dari kata mala-yamilu-maylan-wa-
mayalanan-wa-maylulatan-wa-mamilan, artinya miring, condong, cenderung,
suka, senang dan simpati. Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang, siapa,
kapan dan dimanapun pada dasarnya adalah condong, senang, mau dan cinta pada
harta khususnya uang. Al-Qur’an surah Al-Fajr ayat 20 melukiskan kegemaran
manusia terhadap harta di antaranya :
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”
Oleh karena itu kecintaan manusia terhadap harta ini harus mendapatkan
bimbingan wahyu yang mengarahkannya bahwa harta bukanlah tujuan hidup ini
akan tetapi hanya sebagai wasilah belaka yang nanti di hari kiamat harus
dipertanggung jawabkan.
Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang
kehidupan yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk membantu proses tukar-
menukar (jual beli), dan juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Allah
memerintahkan untuk saling menukarkannya dan melarang menimbunnya. Oleh
karena itu syariat Islam dengan kaidah dan konsepnya akan mengontrol cara untuk
mendapatkan harta, menyalurkannya, proses pertukaran dengan barang lain serta
pengaturan hak-hak orang lain dalam harta itu.
Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang
dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum Islam)
seperti jual-beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian. Maka seluruh
apapun yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta.
Uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 55


Modul Ekonomi Syariah

perkebunan, hasil perikanan-kelautan dan pakaian termasuk dalam kategori al-


amwal atau harta kekayaan.
Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis,
karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan
mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu.
Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya
hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu
dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk
salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima
asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu
jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara linguistik, al-
maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan,
dan bisa dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi'il), baik sesuatu itu berupa
dzat (materi) seperti; komputer, kamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan
lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pun tempat tinggal.
Berdasarkan definisi ini, sesuatu akan dikatakan sebagai al-maal, jika memenuhi
dua kriteria;
a. Sesuatu itu harus bisa memenuhi kebutuhan manusia, hingga pada akhirnya
bisa mendatangkan kepuasan dan ketenangan atas terpenuhinya kebutuhan
tersebut, baik bersifat materi atau immateri
b. Sesuatu itu harus berada dalam genggaman kepemilikan manusia.
Konsekuensinya, jika tidak bisa atau belum dimiliki, maka tidak bisa
dikatakan sebagai harta. Misalnya, burung yang terbang diangkasa, ikan
yang berada di lautan, bahan tambang yang berada di perut bumi, dan
lainnya.

Pengertian Harta dalam al-Qur’an:


“Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 56


Modul Ekonomi Syariah

ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat
kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imron 3:14).
Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa harta dalam pandangan al-
Qur’an adalah segala sesuatu yang disenangi manusia seperti emas, perak, kuda
pilihan, hewan ternak, sawah ladang dan lain sebagainya yang kesemuanya itu
diperlukan untuk memenuhi hajat hidup. Menurut al-Qur’an, harta menjadi baik
bila digunakan sesuai petunjuk Ilahi, dan sebaliknya akan menjadi buruk bila
penggunaannya tidak sesuai dengan petunjuk-Nya.

Pengertian Harta menurut al-Sunnah


Rasulullah Shallahu Alaihi Wassallam bersabda: “Sebaik-sebaiknya
harta ialah yang berada pada orang salih”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis ini dapat diketahui bahwa mal/harta sebagai milik pribadi
menjadi nikmat bila digunakan untuk kebaikan semisal dengan kebaikan orang
salih yang menggunakan harta tersebut. Namun demikian, keberadaan harta bukan
menjadi tujuan hidup. Karenanya, pemilik harta diharapkan tidak lupa mengabdi
kepada Allah.
Dilihat dari kacamata istilah fiqh, ulama berbeda pendapat tentang
definisi al-maal, perbedaan itu muncul dari makna atau substansi yang dihadirkan
dalam definisi. Perbedaan pandangan tersebut dapat dikatagorikan dalam dua
pendapat. Yakni :
1) Pendapat Hanafiyah
Menurut Hanafiyah, al-maal adalah segala sesuatu yang mungkin
dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan. Pendapat ini mensyaratkan dua unsur yang
harus terdapat dalam al-maal; Pertama, dimungkinkan untuk dimiliki, disimpan,
dengan demikian al-maal harus bersifat tangible. Sesuatu yang
bersifat ingtanguble seperti, ilmu, kesehatan, kompetisi, prestise, image, dan
lainnya tidak bisa dikatagorikan sebagau al-maal. Kedua, sesuatu itu harus bisa
dikuasai dan disimpan, oksigen (berbeda dengan oksigen yang telah dimasukkan
dalam tabung oksigen), cahaya matahari dan rembulan tidak bisa dikatagorikan
sebagai al-maal.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 57


Modul Ekonomi Syariah

Secara lumrah (wajar), dimungkinkan untuk diambil manfaatkan, seperti


;daging bangkai, makanan yang sudaj expire, yang telah rusak, maka tidak bisa
dikatakan sebagai al-maal. Dalam kondisi darurat, boleh saja kita mengkonsumsi
barang tersebut dan, mungkin bisa mendatangkan manfaat, namun demikian, hal
tersebut tidak bisa secara langsung megubah barang tersebut menjadi al-maal,
karena hal ini merupakan bentuk pengecualian (istitsna' ).
Selain itu, kemanfaatan yang ada pada sesuatu itu haruslah merupakan
manfaat yang secara umum dapat diterima masyarakat. Sebutir nasi atau setetes air
tudak dianggap bisa mendatangkan manfaat, berbeda jika jumlah kuantitasnya
besar.
Sifat maaliah (sesuatu yang dianggap sebagai harta) akan tetap melekat
pada sesuatu, sepanjang sesuatu itu masih dimanfaatkan atau diberdayakan oleh
masyarakat atau sebagian dari mereka. Khamr (arak, miras), anjing, babi, mungkin
masih bisa dimanfaatkan oleh non-muslim. Bagi kaumborjuis, pakaian bekas
mungkin sudah tidak memiliki arti, namun bagi orang yang tinggal dilorong
jembatan, pakaian bekas itu masih memiliki arti dan manfaat bagi kehidupannya.
Dengan demikian, dalam konteks ini, pakaian bekas tersebut masih bisa dikatalan
sebagai al-maal. Berbeda jika pakaian tersebut sudah ditinggalkan oleh seluruh
masyarakat, tidak terdapat sedikitpun yang mau atau bisa memanfaatkannya.
Ibnu Abidin (madzhab Hanafi, Raddul Mukhtar,IV, hal.3)
mengatakan, al-maal adalah segala sesuatu yang di-preferansi-kan (gandrungi)
oleh tabiat manusia, dan dimungkinkan untuk disimpan hingga saat di butuhkan,
baik dapat dipindah (Manqul) ataupun tidak (gairu manqul).
Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV,hal.41), definisi ini bukanlah
pengertian yang komprehensif, sayur-sayuran dan buah-buahan bisa dikatakan al-
maal,walaupun tidak bisa disimpan, karena cepat rusak. Begitu juga dengan hewan
buruan, kayu di hutan tetap bisa dikatakan sebagai al-maal ,walaupun belum
dimiliki atau disimpan. Obat-obatan juga bisa dimasukkan dalam katagori harta,
walupun manusia menolak untuk mengkonsumsinya.

2) Pendapat Mayoritas Ulama

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 58


Modul Ekonomi Syariah

Mayoritas ulama fiqh, al-maal adalah segala sesuatu yang memiliki nilai,
dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau
menggantinya. Lebih lanjut Imam Syafii mengatakan, al-maal dikhususkan pada
sesuatu yang bernilai dan bisa diperjualbelikan dan memiliki konsekuensi bagi
yang merusaknya. Berdasarkan pengertian ini, al-maal haruslah sesuatu yang dapat
merefleksikan sebuah nilai finansial, dalam arti ia bisa diukur dengan satuan
moneter.
Menanggapi persoalan definisi harta, Mustafa Ahmad Zarqa (1984,
hal289) menegaskan, memang terdapat perbedaan mendasar antara pandangan
syariah dengan qanun (hukum). Menurut beliau, sesuatu itu dikatakan harta (al-
maal) jika memenuhi dua syarat, yaitu;
a. Sesuatu itu harus berwujud materi dan bisa di raba,
b. Biasanya manusia akan berusaha untuk meraihnya, dan menjaganya
agartidak diambil ataudimiliki orang lain. Dengan demikian harta itu
haruslah memiliki nilai materi.
Berdasarkan persyaratan ini, maka yang dikatakan sebagi harta adalah
segala dzat ('ain) yang dianggap memiliki nilai materi bagi kalangan masyarakat.
Pendapat ini secara otomatis menafikan hak dan manfaat untuk masuk dalam
katagori harta. Jika dilihat, pendapat Mustafa Ahmad Zarqa ini cenderung dekat
dengan pendapat Ulama Hanafiyah.

D. Kepemilikan Harta Dalam Islam


Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta
yang dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku
digunakan untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza
milkii,” yang artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau
kemanfaatan.
Menurut Ibnu Taimiyah seperti dikutip Euis Amalia dalam buku Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, tiap individu, masyarakat dan Negara memiliki hak
atas pemilikan hak milik sesuai dengan peran yang dimiliki mereka masing-
masing. Hak milik dari ketiga agen kehidupan ini tidak boleh menjadikannya
sebagai sumber konflik antara ketiganya. Hak milik menurutnya adalah sebuah

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 59


Modul Ekonomi Syariah

kekuatan yang didasari atas syariah untuk menggunakan sebuah objek, tetapi
kekuatan itu sangat bervariasi dalam bentuk dan jenisnya.
Dalam pandangan Islam hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu : hak milik pribadi, hak milik umum, dan hak milik negara.
1) Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi
dzat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang
mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh
kompensasi jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa,
ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan dzatnya seperti dibeli –dari barang
tersebut.
An-Nabhaniy (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara
komprehensif hukum-hukum syara’ yang menentukan pemilikan seseorang atas
harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan tersebut
terbatas pada lima sebab berikut ini :
a) Bekerja.
b) Warisan.
c) Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
d) Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
e) Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan
harta atau tenaga apapun.
Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak miliknya,
menggunakannya secara produktif, memindahkannya dan melindunginya dari
pemubaziran. Namun pemilik juga terkena sejumlah kewajiban tertentu, seperti
membantu dirinya sendiri dan kerabatnya serta membayar sejumlah kewajiban.

2) Kepemilikan Umum (collective property)


Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas untuk
sama-sama memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam
kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah
Subhana Wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahi Alaihi Wasallam bahwa benda-
benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 60


Modul Ekonomi Syariah

membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang


benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang saja.
Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam
kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok ;
a) Benda-benda yang merupakan fasilitas umum
Bentuk fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai
kepentingan manusia secara umum. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah
menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat fasilitas umum tersebut. lbnu
Majah juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallalahu Alaihi
Wassalam bersabda : “Tiga hal yang tidak akan pemah dilarang (untuk dimiliki
siapapun) yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah). Anas r.a
meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan : Wa
tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk
diperjualbelikan.

b) Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar


Bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Barang
tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh
dimiliki secara pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum
rikaz (barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5
bagiannya (20%).
Adapun bahan tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya,
yang tidak mungkin dihabiskan oleh individu, maka bahan tambang tersebut
termasuk milik umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara
pribadi.

c) Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh


individu secara perorangan.
Benda yang dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum yaitu jalan
raya, sungai, masjid dan fasilitas umum lainnya. Benda-benda ini dari merupakan
fasilitas umum dan hampir sama dengan kelompok pertama. Namun meskipun
benda-benda tersebut seperti jenis yang pertama, tetapi berbeda dari segi sifatnya,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 61


Modul Ekonomi Syariah

bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu.


Barang-barang kelompok pertama dapat dimiliki oleh individu jika jumlahnya
kecil dan tidak menjadi sumber kebutuhan suatu komunitas. Misalnya sumur air,
mungkin saja dimiliki oleh individu, namun jika sumur air tersebut dibutuhkan
oleh suatu komunitas maka individu tersebut dilarang memilikinya. Berbeda
dengan jalan raya, mesjid, sungai dan lain-lain yang memang tidak mungkin
dimiliki oleh individu.
3) Kepemilikan Negara (state property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak
seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana
negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan
kebijakannya. Makna pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang
dimiliki negara untuk mengelolanya semisal harta fai, kharaj, jizyah dan
sebagainya.
Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan
oleh negara, namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta
yang termasuk milik umum pada dasamya tidak boleh diberikan negara kepada
siapapun, meskipun negara dapat membolehkan kepada orang-orang untuk
mengambil dan memanfaatkannya. Berbeda dengan hak milik negara dimana
negara berhak untuk memberikan harta tersebut kepada individu tertentu sesuai
dengan kebijakan negara.
Harta kekayaan sejatinya adalah milik Allah Subhana Wa Ta’ala.
Sedangkan manusia adalah para hambanya dan kehidupan di dalamnya manusia
bekerja, berkarya dan membangunnya dengan menggunakan harta Allah Subhana
Wa Ta’ala. karena semua itu adalah milik-Nya, maka sudah seharusnya harta
kekayaan meskipun terikat dengan nama orang tertentu dan dimanfaatkan untuk
kepentingan mereka. Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman,
“Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”
Dengan begitu, berarti harta kekayaan memiliki fungsi sosial yang
tujuannya adalah menyejahterakan masyarakat dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhan serta kemaslahatan-kemaslahatannya. Jadi dengan begitu, kepemilikan
individu di dalam pandangan Islam merupakan sebuah fungsi sosial. Syaikh Abu

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 62


Modul Ekonomi Syariah

Zahrah berpandangan, bahwa tidak ada halangan untuk mengatakan bahwa


kepemilikan adalah fungsi sosial. Akan tetapi harus diketahui bahwa itu harus
berdasarkan ketentuan Allah swt bukan ketentuan para hakim, karena mereka
tidaklah selalu orang-orang yang adil.

E. Maqashid Syariah dalam Kepemilikan Harta


Memelihara harta atau kepemilikan harta secara individu, umum dan
kepemilikan Negara merupakan salah satu dari lima unsur kemaslahatan dalam
maqashid syariah (tujuan syariah). Dilihat dari segi kepentingannya, Memelihara
harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
1) Memelihara harta dalam peringkat daruriyyat, seperti Syari’at tentang
tatacara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan
cara yang tidak sah, apabila aturan itu dilanggar, maka berakibat
terancamnya eksistensi harta.
2) Memelihara harta dalam peringkat hajiyyat seperti syari’at tentang jual beli
dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka tidak akan
terancam eksistensi harta, melainkan akan mempersulit orang yang
memerlukan modal.
3) Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyyat, seperti ketentuan tentang
menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya
dengan etika bermuamalah atau etika bisnis. Hal ini juga akan
mempengaruhi kepada sah tidaknya jual beli itu, sebab peringkat yang
ketiga ini juga merupakan syarat adanya peringkat yang kedua dan pertama.
Menurut penyusun, cara melindungi harta sesuai dengan kepemilikannya
adalah sebagai berikut :
a) Hak milik individu, dalam mendapatkannya harus sesuai dengan syariat
Islam yaitu dengan cara bekerja ataupun warisan dan tidak boleh memakan
harta orang lain dengan cara yang bathil atau memakan hasil riba.
Menggunakannya pun harus sesuai dengan syariat Islam, tidak digunakan
untuk hal-hal yang dilarang oleh agama dan tidak digunakan untuk hal-hal
yang bersifat mubazir atau pemborosan. Selain itu, harus mengeluarkan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 63


Modul Ekonomi Syariah

zakat dan infaq guna membersihkan harta sesuai dengan harta yang
dimiliki.
b) Hak milik sosial ataupun umum, karena kepemilikan benda-benda ini
secara umum (air, rumput dan api) yang merupakan sumber daya alam
manusia yang tidak dapat dimiliki perorangan kecuali dalam keadaan
tertentu, maka cara menjaganya harus dilestarikan dan tidak digunakan
dengan semena-mena. Misalnya, air sungai dijaga kejernihanya dengan
cara tidak membuang sampah atau limbah ke sungai. Hutan dijaga
kelestarian tumbuhannya, tidak boleh ada penebangan liar.
c) Hak milik Negara, pada dasarnya kekayaan Negara merupakan kekayaan
umum, namun pemerintah diamanahkan untuk mengelolanya dengan baik.
Dengan begitu suatu Negara dituntut mengelola kekayaan Negara dengan
cara menjaga dan mengelola sumber daya alam dan sumber pendapatan
Negara jangan sampai diambil alih oleh Negara lain dan tidak boleh
digunakan untuk kepentingan pribadi (korupsi). Dan hasilnya digunakan
untuk kepentingan umum juga, seperti penyelenggaraan pendidikan,
regenerasi moral, membangun sarana dan prasarana umum, dan
menyejahterakan masyarakat.
Dengan demikian, walaupun memelihara harta merupakan urutan terakhir
dalam lima unsur kemaslahatan, namun menurut penulis harta merupakan tonggak
utama dalam memelihara kelima tujuan syariah. Dengan memiliki harta yang
cukup akan terpenuhi semua lima maslahat (agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta).

F. Pembagian Harta Dalam Islam


1. Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
Menurut Wahbah Zuhaili(1989,IV,hal.44), al-maal al
mutaqawwim adalah harta yang dicapai atau diperoleh manusia dengan sebuah
upaya, dan diperbolehkan oleh syara' untuk memanfaatkannya, seperti makanan,
pakaian, kebun apel, dan lainnya. al-maal gairu al mutaqawwim adalah harta yang
belum diraih atau dicapai dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut belum
sepenuhnya berada dalam genggaman kepemilikan manusia, seperti mutiara di

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 64


Modul Ekonomi Syariah

dasar laut, minyak di perut bumi, dan lainnya. Atau harta tersebut tidak
diperbolehkan syara' untuk dimanfaatkan, kecuali dalam keadaan darurat, seperti
minuman keras. Bagi seorang muslim, harta gairu al mutaqawwim tidak boleh
dikonsumsi, kecuali dalam keadaan darurat. Namun demikian, yang diperbolehkan
adalah kadar minimal yang bisa menyelamatkan hidup, tidak boleh berlebihan.
Bagi non-muslim, minuman keras dan babi adalah harta mutaqwwim, ini menurut
pandangan ulama Hanafiyah. Konsekuensinya, jika terdapat seorang muslim atau
non-muslim yang merusak kedua komoditas tersebut, maka berkewajiban untuk
menggantinya.
Berbeda dengan mayoritas ulama fiqh, kedua komoditas tersebut
termasuk dalam ghair mutaqawwim, sehingga tidak ada kewajiban untuk
menggantinya. Dengan alasan, bagi non-muslim yang hidup di daerah Islam harus
tunduk aturan Islam dalam hal kehidupan bermuamalah. Apa yang diperbolehkan
bagi muslim, maka dibolehkan juga bagi non-muslim, dan apa yang dilarang bagi
muslim, juga berlaku bagi non-muslim.
Dengan adanya pembagian harta menjadi mutaqawwim dan ghair
mutaqawwim terdapat implikasi hukum yang harus diperhatikan:
a. Sah atau tidaknya harta tersebut menjadi obyek transaksi. Al-maal al
mutaqawwim bisa dijadikan obyek transaksi, dan transaksi yang dilakukan
sah adanya. Misalnya jual beli, sewa-menyewa, hibah, syirkah, dan lainnya.
Untuk ghair mutaqawwim, tidak bisa dijadikan obyek transaksi, maka
transaksinya rusak atau batal adanya. Al-maal al mutaqawwim sebagai
obyek transaksi, merupakan syarat sahnya sebuah transaksi.
b. Adanya kewajiban untuk menggantinya, ketika terjadi kerusakan. Jika
harta mutaqawwim dirusak, maka harus diganti. Jika terdapat padanannya,
maka harus dganti semisalnya, namun tidak bisa diganti sesuai dengan
nilainya.
c. Jika harta ghair mutaqawwim dimiliki oleh seorang muslim, maka tidak
ada kewajiban untuk menggantinya. Berbeda dengan non-muslim (yang
hidup dalam daerah kekuasaan Islam), jka hewan babinya dibunuh, atau
minuman kerasnya dibakar, maka ada kewajiban untuk menggantinya,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 65


Modul Ekonomi Syariah

karena keduanya merupakan al-maal al mutaqawwim bagi kehidupan


mereka, ini merupakan pandangan ulama fiqh Hanafiyah
2. 'Iqar dan Manqul
Menurut Hanafiyah (1989.IV, hal.46), manqul adalah harta yang
memungkinkan untuk dipindah, ditransfer dari suatu tempat ke tempat lainnya,
baik bentuk fisiknya (dzat atau 'ain) berubah atau tidak, dengan adanya
perpindahan tersebut. Diantaranya adalah uang, harta perdagangan, hewan, atau
apa pun komoditas lain yang dapat ditimbang atau diukur. Sedangkan 'iqar adalah
sebaliknya, harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke tempat lainnya,
seperti tanah dan bangunan. Namun demikian, tanaman, bangunan atau apapun
yang terdapat di atas tanah, tidak bisa dikatakan sebagai iqar kecuali ia tetap
mengikuti atau bersatu dengan tanahnya. Jika tanah yang terdapat bangunannya
dijual, maka tanah dan bangunan tersebut merupakan harta 'iqar. Namun, jika
bangunan atau tanaman dijual secara terpisah dari tanahnya, maka bangunan
tersebut bukan merupakan harta 'iqar. Intinya, menurut Hanafiyah,
harta 'iqar hanya terfokus pada tanah, sedangkan manqul adalah harta selain tanah.
Berbeda dengan Hanafiyah, ulama madzhab Malikiyah cenderung memper sempit
makna harta manqul, dan memperluas makna harta iqar. Menurut
malikiyah, manqul adalah harta yang mungkin untuk dipindahkan atau ditransfer
dari satu tempat ketempat lainnya tanpa adanya perubahan atas bentuk fisik
semula, seperti kendaraan, buku, pakaian, dan lainnya. Sedangkan 'iqar adalah
harta yang secara asal tidak mungkin bisa dipindah atau ditransfer. seperti tanah,
atau mungkin dapat dipindah, akan tetapi terdapat perubahan atas bentuk fisiknya,
seperti pohon, ketika dipindah akan berubah menjadi lempengan kayu.
Dalam perkembanganya, harta manqul dapat berubah menjadi harta 'iqar,
dan begitu juga sebaliknya. Pintu, listrik, batu bata, semula merupakan
harta manqul, akan tetapi setelah melekat pada bangunan, maka akan berubah
menjadi harta 'iqar. Begitu juga dengan batu bara, minyak bumi, emas, ataupun
barang tambang lainnya, semula merupakan harta 'iqar, akan tetapi setelah
berpisah dari tanah berubah menjadi harta manqul.
Dengan adanya pembagian harta menjadi 'iqar dan manqul, akan terdapat
beberapa implikasi hukum sebagai berikut;

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 66


Modul Ekonomi Syariah

a. Dalam harta 'iqar terdapat hak syuf'ah, sedangkan harta manqul tidak
terdapat di dalamnya, kecuali hartamanqul tersebut menempel pada
harta 'iqar.
b. Menurut Hanafiyah, harta yang diperbolehkan untuk di -waqaf-kan adalah
harta 'iqar. Harta manqul diperbolehkan jika menempel atau ikut terhadap
harta 'iqar, seperti me-waqaf-kan tanah beserta bangunan, perabotan, dan
segala sesuatu yang terdapat di atasnya. Atau harta manqul yang secara
umum sudah menjadi obyek waqaf, seperrti mushaf, kitab-kitab, atau
peralatan jenazah. Berbeda dengam jumhur ulama, menurut mereka. kedua
macam harta tersebut dapat dijadikan sebagai obyek waqaf.
c. Seorang wali tidak boleh menjual harta 'iqar atas orang yang berada dalam
tanggungannya, kecuali mendapatkan alasan yang dibenarkan syara', seperti
untuk membayar hutang, memenuhi kebutuhan darurat, atau kemaslahatan
lain yang bersifat urgen. Alangkah baiknya jika harta manqul yang lebih
diproritaskan untuk dijual, karena harta 'iqar diyakini memiliki
kemaslahatan lebih besar bagi pemilikinya, jadi tidak mudah untuk
menjualnya.
d. Menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf, harta ;iqar boleh ditransaksikan,
walaupun belum diserahterimakan. Berbeda dengan harta manqul, ia tidak
bisa ditransaksikan sebelum ada serah-terima, karena kemungkinan
terjadinya kerusakan sangat besar.
3. Mitsli dan Qilmi
Al maal al mitsli adalah harta yang terdapat padanannya dipasaran, tanpa
adaya perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya.
Harta mitsli dapat dikatagorikan menjadi empat bagian;
a. Al makilaat (sesuatu yang dapat ditakar) seperti; gandu, terigu, beras.
b. Al mauzunaat (sesuatu yang dapat ditimbang) seperti; kapas, besi,
tembaga.
c. Al 'adadiyat (sesuatu yang dapat dihitung) seperti; pisang, telor, apel,
begitu juga dengan hasil-hasil industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-
buku baru, perabotan rumah, dan lainnya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 67


Modul Ekonomi Syariah

d. Al dzira'iyat (sesuatu yang dapat diukur dan memiliki persamaan atas


bagian-bagiannya) seperti; kain, kertas, tapi jika terdapat perbedaan
atas juz-nya (bagian), maka dikatagorikan sebagai harta qimi, seperti tanah.
e. Al maal al qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran,
atau terdapat padanannya, akan tetapi nilai tiap satuannya berbeda, seperti
domba, tanah, kayu, dan lainnya. Walaupun sama jika dilihat dari fisiknya,
akan tetapi stiap satu domba memiliki nilai yang berbeda antara satu dan
lainnya. Juga termasuk dalam harta qimiadalah durian, semangka yang
memilki kualitas dan bntuk fisik yang berbeda.
Dalam perjalanannya, harta mistsli bisa berubah menjadi harta qimi atau
sebaliknya;
a) Jika harta mitsli susah untuk didapatkan di pasaran (terjadi kelangkaan atau
scarcity), maka secara otomatis berubah menjadi harta qimi,
b) Jika terjadi percampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang
berbeda, seperti modifikasi Toyota dan Honda, maka mobiltersebut
menjadi harta qimi,
c) Jika harta qimi terdapat anyak padanannya di pasaran, maka secara
otomatis menjadi harta mitsli.
Dengan adanya pembagian harta mitsli dan qimi, memiliki implikasi
hukum sebagai berikut;
a) Harta mitsli bisa menjadi tsaman (harga) dalam jual-beli hanya dengan
menyebutkan jenis dan sifatnya, sedangkan harta qimi tidak bisa
menjadi tsman. Jika harta qimi dikaitkan dengan hak-hak finansial, maka
harus disebutkan secara detail, karena hal itu akan mempengaruhi nilai
yang dicerminkannya, seperti domba Australia, tentunya akan berbeda
nilainya dengan domba Indonesia, walaupun mungkin jenis dan sifatnya
sama.
b) Jika harta mitsli dirusak oleh orang, maka wajib diganti dengan padanannya
yang mendekati nilai ekonomisnya (finansial), atau sama.
c) Tapi jika harta qimi dirusak, maka harus diganti sesuai dengan keinginanya,
walaupun tanpa izin dari pihak lain. Berbeda dengan harta qimi walaupun

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 68


Modul Ekonomi Syariah

mungkin jenisnya sama, tapi nilainya bisa berbeda, dengan demikian


pengambilan harus atas izin orang-orang yang berserikat.
d) Harta mitsli rentan dengan riba fadl. Jika terjadi pertukara diantara
harta mitsli, dan tidak terdaat persamaan dalam kualitas, kuantitas,
dankadarnya, maka akan terjebak dalam riba fadl. Berbeda dengan
harta qimiyang relatif resisten terhadap riba. Jika dipertukarkan dan
terdapatperbedaan, maka tidak ada masalah. Diperbolehkan menjual satu
domba dengan dua domba.
4. Istikhlaki dan Isti'mali
Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan
kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan
dan minuman, kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya. Jika kita ingin memanfaatkan
makanan dan minuman, maka kita harus memakan dan meminumnya sampai
bentuk fisiknya tidak kita jumpai, artinya barang tersebut tidak akan mendatangkan
manfaat, kecuali dengan merusaknya.
Adapun untuk uang, cara mengkonsumsinya adalah dengan
membelanjakanya. Ketika uang tersebut keluar dari saku dan genggaman sang
pemilik, maka uang tersebut dinyatakan hilang dan hangus, karena sudah menjadi
milik orang lain, walaupun mungkin secara fisik, bentuk dan wujudnya masih tetap
sama. Intinya, harta istikhlaki adalah harta yang hanya bisa dikonsumsi sekali saja.
Al maal al isti'mali adalah harta yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan
tanpa harus merusak bentuk fisiknya, seperti perkebunan, rumah kontrakan,
kendaraan, pakaian, dan lainnya. Berbeda dengan istikhlaki, harta isti'mali bisa
dipakai dan dikonsumsi untuk beberapa kali.
Harta istikhlaki bisa ditransaksikan dengan tujuan konsumsi, tidak bisa
misalnya kita meminjamkan dan atau menyewakan makanan. Sebaliknya,
harta isti'mali bisa digunakan sebagai obyek iijarah (sewa). Namun demikian
kedua harta tersebut bisa dijadikan sebagaiobyek jual beli atau titipan.
Disamping itu, Mustafa A. Zarqa juga membagi harta menjadi maal al
ashl dan maal al tsamarah. Yang dimaksud dengan maal al ashl adalah harta
benda yang dapat menghasilkan harta lain. Sedangkan harta maal al
tsamarahadalah harta benda yang tumbuh atau dihasilkan dari maal al ashl tanpa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 69


Modul Ekonomi Syariah

menyebabkan kerusakan atau kerugian atasnya. Misalnya sebidang kebun


menghasilkan buah-buahan. Maka, kebun merupakan maal al ashl, sedang buah-
buahan merupakan maal al tsamarah (Zarqa,III,HAL.217-218).
Pembagian harta ini menimbulkan beberapa konsekuensi Implikasi hukum sebagai
berikut;
a) Pada prinsipnya, harta wakaf tidak dapat dimiliki atau ditasharrufkan
menjadi milik peorangan, namun hal serupa dapat dilakukan terhadap hasil
harta wakaf.
b) Harta yang diperuntukkan bagi kepentingan dan fasilitas umum, seperti
jalan dan pasar,pada prinsipnya tidak dapat dimiliki oleh erseorangan.
Sedangkan penghasilan dari harta umum ini dapat dimiliki (Mas'adi,2002,
hal.27-28)

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan Pengertian harta menurut para ulama, dan menurut anda


pengertian mana yang mencakup pengertian harta !
2. Jelaskan cara-cara memperoleh arta menurut Islam !
3. Kepemilikan dalam ajaran Islam terbagi menjadi kepemilikan individu dan
kepemilikan umum, jelaskan kedua hal tersebut dan bagaimana
perbedaannya dengan konsep kepemilikan dalam ekonomi kapitalis dan
ekonomi sosialis !
4. Dalam beberapa kasus di Indonesia banyak sumber daya alam yang
dikuasai oleh negara asing seperti PT. Freeport, Exon Mobile, Newmont
dan lain-lain. Padahal dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa sumber daya
alam di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.
Bagaimana pandangan anda menyikapi banyaknya sumber daya alam yang
dikuasai oleh investor asing !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 70


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, dkk. 1999. Ensiklopedi Islam, Jilid 2. Jakarta : PT Ichtiar Baru
Van Hoeve
Abdul Fatah al-Husaini, al-Syaikh, Buhuts fi al-Fiqh al-Islami (universitas al-
Azhar, 1971)
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).
Yogyakarta : UII Press
Chapra, Umer. 2001. Masa Depan Ilmu E0konomi, Sebuah Tinjauan Islami.
Jakarta : Gema Insani Press
Dahlan, Abdul Aziz, dkk. 2000. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : PT Ichtiar
Baru Van Hoeve
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam (Bagian pertama), (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997)
Djazuli. 2007. Fiqh Siyasah, Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-
Rambu Syariah. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Jakarta,Gema Insani Press. Keputusan
Muktamar Tarjih XXII,1990, Malang
Mas'adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Nabhani, Taqyudin, Membangun sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam,
(Surabaya:Risalah gusti.2002)
Rahman, Fazlur, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000)
Shiddiqiy, Muhammad Hasbiy. 1997. Pengantar Fikih Muamalah. Semarang :
Pustaka Rizki Putra
Suma, Muhammad Amin, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan
Islam, (Jakarta : Kholam Publishing, 2008)
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, (Jakarta :
Gema Insani, 2011

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 71


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 4:
TEORI AKAD DAN TRANSAKSI
DALAM EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian dan jenis-jenis akad
dan transaksi dalam ekonomi syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian dan jenis akad dalam ekonomi Syariah
1.2 Menjelaskan hal-hal yang dibolehkan dan dilarang dalam ekonomi
syariah
1.3 Menjelaskan implementasi akad-akad syariah dalam lembaga
keuangan syariah

B. URAIAN MATERI

Salah satu ajaran Al Quran yang paling penting dalam masalah


pemenuhan janji dan kontrak adalah kewajiban menghormati semua kontrak dan
janji (akad), serta memenuhi semua kewajiban. Al Quran juga mengingatkan
bahwa setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya dalam hal yang
berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dilakukannya sebagaimana terdapat
dalam Surah Al Israa’ ayat 34. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Al Quran
menginginkan keadilan terus ditegakkan dalam melakukan semua kesepakatan
yang telah disetujui.
Oleh karena pentingnya kewajiban menghormati serta memenuhi semua
akad (kontrak) dalam kehidupan berbisnis.
1.1 Pengertian Akad
Secara etimilogi, akad antara lain berarti: “ikatan antara dua perkara,
baik secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua
segi.”

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 72


Modul Ekonomi Syariah

Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampIr sama dengan
pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah,
dan Hanabilah yaitu: segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan
keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang
pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan,
dan gadai.
Menurut Ibn Abidin, Akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab
qabul berdasarkan ketentuan syra’ yang berdampak pada objeknya.
Akad (al’aqd) merupakan jama’ dari al’uqud , secara bahasa berarti al-
rabth (ikatan, mengikat), yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali
dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan
menjadi seutas tali yang satu. Sedangkan secara terminologi hukum Islam, akad
berarti pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.
Pada dasarnya akad tidak berbeda dengan transaksi (serah terima). Semua
perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihakatau lebih, tidak boleh
menyimpang dan harus sejalan denagn kehendak syari’at. Tidak boleh ada
kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkan
dan kesepakatan untuk membunuh seseorang.

1.2 Dasar Hukum Akad

”Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)


sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.” (Q.S. An Nisa : 4)

1.3 Rukun dan Syarat Akad


Menurut pendapat ulama rukun akad ada 3 yaitu

1. Orang-orang yang akad (”aqid), contoh : Penjual dan Pembeli.


2. Sesuatu yang diakadkan (Maqud ”Alaih), contoh : Harga atau yang
dihargakan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 73


Modul Ekonomi Syariah

3. Shighat, yaitu Ijab dan qabul

Adapun syarat-syarat sahnya suatu transaksi antara lain :

a) transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling


ridha;
b) prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib);
c) uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan
sebagai komoditas;
d) tidak mengandung unsur riba;
e) Tidak mengandung Unsur Kedzoliman
f) tidak mengandung unsur maysir;
g) tidak mengandung unsur gharar;
h) tidak mengandung unsur haram;
i) tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money).
j) transaksi tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk
satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam satu akad;
k) tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan(najasy), maupun
melalui rekayasa penawaran (ihtikar);
l) tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap(risywah).

1.4 Macam-macam Akad Transaksi

Menurut ulama’ fiqh, akad dapat dibagi dari beberapa segi. Namun dalam
hal hal ini kami membagi akad dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’.
Sehingga akad dibedakan menjadi dua, yaitu akad shahih dan akad yang tidak
shahih.
1. Akad Shahih
Akad shahih merupakan akad yang telah memenuhi syarat dan rukun.
Ulama’ Madhab Hanafi dan Madhab Maliki membagi akad shahih ini dalam dua
macam ;
a. Akad yang nafiz, yaitu akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan
syarat dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya.
b. Akad Mauquf, merupakan akad yang dilakukan seseorang yang mampu
bertindak atas kehendak hukum, tetapi dia tidak memiliki kekuasaan untuk
melangsungkan dan melaksanakan. Seperti akadnya anak yang masih
mumayyiz tapi belum baligh sehingga dia harus mendapat izin dari wali anak
itu. Menurut Madhab Syafi’i dan Hanbali, jual beli yang mauquf itu tidak sah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 74


Modul Ekonomi Syariah

Ulama’ fiqh juga membagi jual beli yang shahih dari segi mengikat atau
tidak.
a) Akad yang bersifat mengikat bagi kedua belah pihak, sehingga salah satu
pihak tidak boleh membatalkan akad itu tanpa seizin pihak lain. Seperti jual
beli dan sewa menyewa.
b) Akad yang tidak bersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Seperti pinjam
meminjam.
2. Akad yang tidak Shahih
Akad yang tidak shahih merupakan akad yang terdapat kekurangan pada
rukun atau syaratnya. Sehingga akibat hukum tidak berlaku bagi kedua belah pihak
yang melakukan akad itu. Madhab Hanafi membagi akad yang tidak shahih ini ke
dalam dua macam.
a. Akad batil, apabila akad itu tidak memenuhi salah satu rukun dan larangan
langsung dari syara’. Seperti jual beli yang dilakukan anak kecil.
b. Akad fasid, akad ini pada dasarnya dibenarkan tetapi sifat yang diakadkan
tidak jelas seperti menjula mobil tidak disebitkan merknya, tahunnya, dan
sebagainya.
Di atas merupakan macam-macam akad transaksi secara umum. Adapun
akad yang biasa dipakai dalam sistem ekonomi syari’ah atau lebih khusus lagi
dalam perbankan syari’ah, akan dibahas pada sub bab akad transaksi implikasinya
dalam operasionan perbankan syari’ah.

1.5. Hal-hal yang Membatalkan Akad Transaksi

Ulama’ fiqh menyatakan bahwa suatu akad itu dapat menjadi batal atau
bisa dikatakan berakhir manakala terjadi hal-hal sebagi berikut ;
1) Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu.
2) Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat.
3) Dalam suatu akad yang bersifat mengukat, akad dapt berakhir bila :
a. Akad itu fasid
b. Berlaku khiyar syarat dan khiyar aib
c. Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad.
d. Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 75


Modul Ekonomi Syariah

4) Wafat salah satu pihak yang berakad


Namun, menurut M. Ali Hasan dalam buku yang berjudul Berbagai
Macam Transaksi dalam Islam, akad itu bisa diteruskan oleh ahli warisnya bila
pewaris itu meninggal.

1.6.Akad Transaksi Implikasinya dalam Operasional Lembaga Keuangan


Syariah

Dalam bank syari’ah, akad yang dilalukan memiliki konsekuensi duniawi


dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila
hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila
perjanjinan tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 76


Modul Ekonomi Syariah

1.7.Akad-Akad Bank Syariah

Berbagai jenis akad yang diterapkan oleh bank syariah dapat dibagi ke
dalam enam kelompok pola, yaitu:

1. Pola Titipan, seperti wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah;
2. Pola Pinjaman, seperti qardh dan qardhul hasan;
3. Pola Bagi Hasil, seperti mudharabah dan musharakah;
4. Pola Jual Beli, seperti murabahah, salam, dan istishna;
5. Pola Sewa, seperti ijarah dan ijarah wa iqtina;
6. Pola Lainnya, seperti wakalah, kafalah, hiwalah, ujr, sharf, dan rahn.

1.7.1 Akad Pola Titipan


Akad berpola titipan (Wadi’ah) ada dua, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan
Wadi’ah yad Dhamanah. Pada awalnya, Wadi’ah muncul dalam bentuk yad al-
amanah (tangan amanah), yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan
yadh-dhamanah ‘tangan penanggung’. Akad Wadi’ah yad Dhamanah ini akhirnya
banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam produk-produk
pendanaan.

a. Titipan Wadi’ah yad Amanah

Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip


(muwaddi’) yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan (mustawda’)
yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat
barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan
keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat berupa uang,
barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga lainnya. Dalam konteks ini,
pada dasarnya pihak penyimpan (custodian) sebagai penerima kepercayaan
(trustee) adalah yad al-amanah ‘tangan amanah’ yang berarti bahwa ia tidak
diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan terjadi kehilangan
atau kerusakan pada barang/aset titipan, selama hal ini bukan akibat dari kelalaian
atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang/aset titipan. Biaya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 77


Modul Ekonomi Syariah

penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas


tanggung jawab pemeliharaan.
Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau
memanfaatkan barang/aset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain
itu, barang/aset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang/aset
lain, melainkan harus dipisahkan untuk masing-masing barang/aset penitip. Karena
menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti ini biasa disebut wadi’ah
yad amanah

b. Titipan Wadi’ah yad Dhamanah

Dari prinsip yad al-amanah ‘tangan amanah’ kemudian berkembang


prinsip yadhdhamanah ‘tangan penanggung’ yang berarti bahwa pihak penyimpan
bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada
barang/aset titipan. Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian adalah
trustee yang sekaligus guarantor ‘penjamin’ keamanan barang/aset yang
dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari
pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut untuk
aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan
mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan
menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam agar aset selalu
diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle atau didiamkan saja).
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan aset
penyimpan atau aset penitip yang lain, dan kemudian digunakan untuk tujuan
produktif mencari keuntungan. Pihak penyimpan berhak atas keuntungan yang
diperoleh dari pemanfaatan aset titipan dan bertanggung jawab penuh atas risiko
kerugian yang mungkin timbul. Selain itu, penyimpan diperbolehkan juga, atas
kehendak sendiri, memberikan bonus kepada pemilik aset tanpa akad perjanjian
yang mengikat sebelumnya. Dengan menggunakan prinsip yadh dhamanah, akad
titipan seperti ini biasa disebut Wadi’ah yad Dhamanah.

syarat Wadi’ah yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai berikut:
1) Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) penyimpan; dan
2) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 78


Modul Ekonomi Syariah

Prinsip Wadi’ah yad Dhamanah inilah yang secara luas kemudian


diaplikasikan dalam dunia perbankan Islam dalam bentuk produk-produk
pendanaannya, yaitu:
1) Giro (current account) Wadi’ah
2) Tabungan (savings account) Wadi’ah
Beberapa ketentuan Wadi’ah Yad Dhamanah, antara lain:
1) Penyimpan memiliki hak untuk menginvestasikan asset yang
dititipkan;
2) Penitip memiliki hak untuk mengetahui bagaimana assetnya
diinvestasikan;
3) Penyimpan menjamin hanya nilai pokok jika modal bekurang karena
merugi/terdepresiasi;
4) Setiap keuntungan yang diperoleh penyimpan dapat dibagikan
sebagai hibah atau hadiah (bonus). Hal itu berarti bahwa penyimpan
(bank) tidak memiliki kewajiban mengikat untuk membagikan
keuntungan yang diperolehnya; dan
5) Penitip tidak memiliki hak suara.
Simpanan dengan prinsip wadi’ah yad dhamanah mempunyai potensi
untuk bermasalah dalam beberapa hal, yaitu:
a) Investasi yang terbatas. Utilisasi asset: Untuk melindungi kerugian modal,
penyimpan (bank) tidak dapat menginvestasikan dana wadi’ah yad
dhamanah pada proyek-proyek berisiko tinggi dengan profit tinggi
sehingga penyimpan terlalu bergantung pada investasi berisiko rendah
dengan profit rendah (murabahah);
b) Distribusi profit menguntungkan penyimpan. Penitip berada pada posisi
belas kasih penyimpan (bank) karena penyimpan secara legal tidak
diwajibkan untuk mendistribusi profit yang diperoleh. Bank dapat
memberikan hibah (bonus) rendah meskipun mereka memperoleh profit
yang tinggi.
c) Mencampur dana simpana dengan modal. Undang undang tidak
membolehkan bank syariah untuk mencampur dana simpanan dengan
modal

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 79


Modul Ekonomi Syariah

1.7.2 Pinjaman Qardh


Qardh merupakan pinjaman kebajikan/lunak tanpa imbalan, biasanya
untuk pembelian barang-barang fungible (yaitu barang yang dapat diperkirakan dan
diganti sesuai berat, ukuran, dan jumlahnya).
Kata qardh ini kemudian diadopsi menjadi credo (romawi), credit
(Inggris), dan kredit (Indonesia). Objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang
atau alat tukar lainnya (Saleh, 1992), yang merupakan transaksi pinjaman murni
tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam
hal ini bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok hutang pada waktu tertentu di
masa yang akan datang. Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan
lebih besar sebagai ucapan terima kasih.
Ulama-ulama tertentu membolehkan pemberi pinjaman untuk membebani
biaya jasa pengadaan pinjaman. Biaya jasa ini bukan merupakan keuntungan,
melainkan merupakan biaya aktual yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman,
seperti biaya sewa gedung, gaji pegawai, dan peralatan kantor (Al-Omar dan
Abdel-Haq, 1996). Hukum Islam memperbolehkan pemberi pinjaman untuk
meminta kepada peminjam untuk membayar biaya-biaya operasi di luar pinjaman
pokok, tetapi agar biaya ini tidak menjadi bunga terselubung komisi atau biaya ini
tidak boleh dibuat proporsional terhadap jumlah pinjaman (Ashker, 1987).
Rukun dari akad Qardh atau Qardhul Hasan yang harus dipenuhi dalam
transaksi ada beberapa:

1) Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan


dana, dan muqridh (pemberi pinjaman), pihak yang memiliki dana;
2) Objek akad, yaitu qardh (dana);
3) Tujuan, yaitu ‘iwad atau countervalue berupa pinjaman tanpa imbalan
(pinjam Rp.X,- dikembalikan Rp.X,-); dan
4) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

Sedangkan syarat dari akad Qardh atau Qardhul Hasan yang harus
dipenuhi dalam transaksi, yaitu:
1) Kerelaan kedua belah pihak; dan
2) Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan halal.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 80


Modul Ekonomi Syariah

Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai


fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini
dapat merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan
nasabah bertransaksi.

1.7.3 Akad Pola Bagi Hasil


Akad bank syariah yang utama dan paling penting yang disepakati oleh
para ulama adalah akad dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah
(trustee profit sharing) dan musyarakah (joint venture profit sharing). Prinsipnya
adalah al-ghunm bi’l-ghurm atau al-kharãj bi’l-damãn, yang berarti bahwa tidak
ada bagian keuntungan tanpa ambil bagian dalam risiko (Al-Omar dan Abdel-Haq,
1996), atau untuk setiap keuntungan ekonomi riil harus ada biaya ekonomi riil
(Khan, 1995).
Konsep bagi hasil yang digambarkan dalam buku Fiqih pada umumnya
diasumsikan bahwa para pihak yang bekerja sama bermaksud untuk memulai atau
mendirikan suatu usaha patungan (joint venture) ketika semua mitra usaha turut
berpartisipasi sejak awal beroperasi dan tetap menjadi mitra usaha sampai usaha
berakhir pada waktu semua aset dilikuidasi. Jarang sekali ditemukan konsep usaha
yang terus berjalan (running business) ketika mitra usaha bisa datang dan pergi
setiap saat tanpa mempengaruhi jalannya usaha. Hal ini disebabkan buku-buku
Fiqih Islam ditulis pada waktu usaha tidak sebesar dan serumit usaha zaman
sekarang, sehingga konsep “running business” tidak mendapat perhatian.
Namun demikian, itu tidak berarti bahwa konsep bagi hasil tidak dapat
diterapkan untuk pembiayaan suatu usaha yang sedang berjalan. Konsep bagi hasil
berlandaskan pada beberapa prinsip dasar. Selama prinsip-prinsip dasar ini
dipenuhi, detail dari aplikasinya akan bervariasi dari waktu ke waktu. Ciri utama
pola bagi hasil adalah bahwa keuntungan dan kerugian ditanggung bersama baik
oleh pemilik dana maupun pengusaha. Beberapa prinsip dasar konsep bagi hasil
yang dikemukakan oleh Usmani (1999), adalah sebagai berikut :

a. Bagi hasil tidak berarti meminjamkan uang, tetapi merupakan


partisipasi dalam usaha. Dalam hal musyarakah, keikutsertaan aset

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 81


Modul Ekonomi Syariah

dalam usaha hanya sebatas proporsi pembiayaan masing-masing


pihak.
b. Investor atau pemilik dana harus ikut menanggung risiko kerugian
usaha sebatas proporsi pembiayaannya.
c. Para mitra usaha bebas menentukan, dengan persetujuan bersama,
rasio keuntungan untuk masing-masing pihak, yang dapat berbeda
dari rasio pembiayaan yang disertakan.
d. Kerugian yang ditanggung oleh masing-masing pihak harus sama
dengan proporsi investasi mereka.
a. Musyarakah

Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim


pembiayaan Syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah
yang lebih umum digunakan dalan fikih Islam (Usmani, 1999). Syirkah berarti
sharing ‘berbagi’, dan di dalam terminologi Fikih Islam dibagi dalam dua jenis.
a) Syirkah al-milk atau syirkah amlak atau syirkah kepemilikan, yaitu kepemilikan
bersama dua pihak atau lebih dari suatu properti; dan
b) Syirkah al-‘aqd atau syikah ‘ukud atau syirkah akad, yang berarti kemitraan
yang terjadi karena adanya kontrak bersama, atau usaha komersial bersama.
Syirkah al-‘aqd sendiri ada empat (Mazhab Hambali memasukkan syirkah
mudharabah sebagai syirkah al-‘aqd yang kelima), satu yang disepakati dan
tiga yang diperselisihkan, yaitu:

1) Syirkah al-amwal atau syirkah al-‘Inan, yaitu usaha komersial


bersama ketika semua mitra usaha ikut andil menyertakan modal dan
kerja, yang tidak harus sama porsinya, ke dalam perusahaan. Para
ulama sepakat membolehkan bentuk syirkah ini.
2) Syirkah al-mufawadhah, yaitu usaha komersial bersama dengan syarat
adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan,
pengelolaan, kerja, dan orang. Mazhab Hanafi dan Maliki
membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i dan
Hambali melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 82


Modul Ekonomi Syariah

pada semua unsurnya, dan banyak mengandung


unsur gharar atau ketidakjelasan.
3) Syirkah al-a’mal atau syirkah Abdan, yaitu usaha komersial bersama
ketika semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada
pelanggan. Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu dari mazhab Hanafi,
Maliki dan Hambali, membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu,
mazhab Syafi’i melarangnya karena mazhab ini hanya membolehkan
syirkah modal dan tidak boleh syirkah kerja.
4) Syirkah al-wujuh adalah usaha komersial bersama ketika mitra tidak
mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan
pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Mazhab Hanafi dan
Hambali membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan mazhab Maliki
dan Syafi’I melarangnya.

Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha
baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam
manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat
membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat
meminta gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha
tersebut.
Proporsi keuntungan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang
ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan
(pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i), atau dapat pula berbeda dari proporsi
modal yang mereka sertakan (pendapat Imam Ahmad). Sedangkan Imam Abu
Hanifah berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi
modal pada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadi
sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi modalnya.
Sementara itu, kerugian, apabila terjadi, akan ditanggung bersama sesuai dengan
proporsi penyertaan modal masing-masing (semua ulama sepakat dalam hal ini).
Penyertaan modal dari para mitra usaha harus berupa uang (pendapat
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad), atau berupa uang atau barang (pendapat
Imam Malik). Sementara itu, Iman Syafi’i memerinci bahwa barang yang dapat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 83


Modul Ekonomi Syariah

disertakan dalam modal adalah barang yang dapat diukur kualitas dan kuantitasnya
sehingga dapat diganti kalau ada kerusakan. Barang ini biasa disebut dhawat-ul-
amthal atau fungible goods, bukan dhawat-ul-qeemah yang sulit diukur kualitas
dan kuantitasnya.
Musyarakah pada umumnya merupakan perjanjian yang berjalan terus
sepanjang usaha yang dibiayai bersama terus beroperasi. Meskipun demikian,
perjanjian musyarakah dapat diakhiri dengan atau tanpa menutup usaha. Apabila
usaha ditutup dan dilikuidasi, maka masing-masing mitra usaha mendapat hasil
likuidasi aset sesuai nisbah penyertaannya. Apabila usaha terus berjalan, maka
mitra usaha yang ingin mengakhiri perjanjian dapat menjual sahamnya ke mitra
usaha yang lain dengan harga yang disepakati bersama.
Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu para mitra usaha;
2) Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh); dan
3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Beberapa syarat pokok musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
a) Syarat akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh
para mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis
empat syarat akad yaitu 1) syarat berlakunya akad (In’iqod); 2) syarat sahnya
akad (Shihah); 3) syarat terealisasikannya akad (Nafadz); dan 4) syarat Lazim
juga harus dipenuhi. Misalnya, para mitra usaha harus memenuhi syarat
pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad harus dilaksanakan atas persetujuan
para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru,
dan sebagainya.
b) Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan
harus dipenuhi hal-hal berikut.
(1) Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus
disepakati di awal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad
tidak sah menurut Syariah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 84


Modul Ekonomi Syariah

(2) Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus


ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha,
dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak
diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau
tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya.
c) Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan
terdapat beberapa pendapat dari para ahli hukum Islam sebagai berikut.

1) Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan


dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan
sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.
2) Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula
berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan.
3) Imam Abu Hanifah, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-
tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari
proporsi modal pada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang
memutuskan menjadi sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak
boleh melebihi proporsi modalnya.
d) Pembagian kerugian. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa setiap mitra
menanggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya. Oleh karena itu, jika
seorang mitra menyertakan 40 persen modal, maka dia harus menanggung 40
persen kerugian, tidak lebih, tidak kurang. Apabila tidak demikian, akad
musyarakah tidak sah. Jadi, menurut Imam Syafi’i, porsi keuntungan atau
kerugian dari masing-masing mitra harus sesuai dengan porsi penyertaan
modalnya.
Sementara itu, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, porsi
keuntungan dapat berbeda dari porsi modal yang disertakan, tetapi kerugian
harus ditanggung sesuai dengan porsi penyertaan modal masing-masing mitra.
Prinsip ini yang terkenal dalam pepatah: Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan para pihak, sedangkan kerugian selalu tergantung pada proporsi
investasinya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 85


Modul Ekonomi Syariah

e) Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum Islam berpendapat bahwa modal yang
diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid. Hal ini
berarti bahwa akad musyarakah hanya dapat dengan uang dan tidak dapat
dengan komoditas. Dengan kata lain, bagian modal dari suatu perusahaan
patungan harus dalam bentuk moneter (uang). Tidak ada bagian modal yang
berbentuk natura. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Namun
demikian, ada perbedaan dalam hal detailnya.

1) Imam Malik berpendapat bahwa likuditas modal bukan merupakan syarat


sahnya musyarakah, sehingga mitra diperbolehkan berkontribusi dalam
bentuk natura, tetapi bagian modal tersebut harus dinilai dalam uang sesuai
harga pasar pada saat perjanjian. Pendapat ini diadopsi juga oleh beberapa
ahli hukum Islam mazhab Hambali.
2) Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa kontribusi dalam
bentuk natura tidak diperbolehkan dalam musyarakah. Sudut pandang
mereka didasarkan pada dua alasan.
Pertama, mereka mengatakan bahwa komoditas dari tiap mitra selalu dapat
dibedakan dari komoditas mitra lain. Misalnya, jika A berkontribusi satu
mobil ke dalam usaha dan B juga berkontribusi satu mobil ke dalam usaha,
dan setiap mobil merupakan milik eksklusif dari pemilik asli. Jika mobil A
terjual, hasil penjualan seharusnya menjadi milik A. B tidak memiliki hak
untuk memperoleh bagian dari penjualan tersebut. Akibatnya, selama
komoditas tiap mitra dapat dibedakan dari komoditas mitra lain, kemitraan
tidak dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika modal yang diinvestasikan oleh
tiap mitra dalam bentuk uang, bagian modal tiap mitra tidak dapat
dibedakan dari bagian modal mitra lain karena satuan uang tidak dapat
dibedakan dari satuan uang lainnya. Sehingga modal mereka membentuk
pool bersama, maka terbentuklah kemitraan bersama. Kedua, mereka
mengatakan bahwa terdapat sejumlah situasi dalam kontrak musyarakah
ketika para mitra terpaksa harus membagikan kembali bagian modal
masing-masing mitra. Jika bagian modal dalam bentuk komoditas,
pendistribusian kembali tidak dapat dilakukan karena komoditas tersebut
mungkin telah dijual. Jika modal dikembalikan berdasarkan nilainya,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 86


Modul Ekonomi Syariah

nilainya mungkin telah meningkat, dan ada kemungkinan mitra tersebut


akan mendapatkan semua keuntungan usaha karena apresiasi komoditas
yang diinvestasikan; mitra lain tidak mendapat bagian keuntungan.
Sebaliknya, jika nilainya menurun, ada kemungkinan bahwa satu mitra
mendapatkan bagian dari harga awal komoditas dari mitra lain selain
bagian investasinya sendiri.
3) Imam Syafi’i, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah,
berpendapat bahwa komoditas ada dua jenis :
o Dhawat al amsal (fungible goods), yaitu komoditas yang apabila rusak
dapat diganti dengan komoditas yang sama kualitas dan kuantitasnya,
seperti beras, gandum, dan sebagainya. Jika 100 kilogram beras rusak,
maka akan mudah menggantinya dengan 100 kilogram beras lain yang
sama kualitasnya; dan
o Dhawat al qimah (non-fungible goods), yaitu komoditas yang tidak
bisa diganti dengan komoditas lain yang sama, seperti seekor sapi.
Setiap ekor domba mempunyai karakteristik yang tidak sama dengan
domba yang lain. Jika seseorang membunuh domba orang lain dia
tidak dapat menggantinya dengan domba lain yang serupa, kecuali
membayar harga domba tersebut.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa komoditas jenis pertama (dhawat al


amsal) boleh dipakai sebagai bagian modal musyarakah, sedangkan
komoditas jenis kedua (dhawat al qimah) tidak boleh.
Dengan pembedaan komoditas antara dhawat al amsal dan dhawat al
qimah ini, Imam Syafi’i telah memenuhi keberatan kedua dari Imam
Ahmad karena untuk kasus dhawat al amsal, distribusi kembali modal
dapat dilakukan dengan memberikan komoditas serupa kuantitas dan
kualitasnya seperti yang dahulu disertakan dalam investasi. Namun
demikian, keberatan pertama Imam Ahmad masih belum terjawab oleh
Imam Syafi’i.
Untuk juga memenuhi keberatan kedua, Imam Abu Hanifah mengatakan
bahwa komoditas yang tergolong ke dalam dhawat al amsal dapat menjadi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 87


Modul Ekonomi Syariah

bagian modal hanya jika komoditas dari masing-masing mitra


digabung/dicampur menjadi satu sehingga bagian komoditas seorang mitra
tidak dapat lagi dibedakan dari bagian komoditas mitra lain.
Singkatnya, jika seorang mitra ingin ikut berpartisipasi dalam musyarakah
dengan kontribusi komoditas, dia dapat melakukannya menurut pendapat
Imam Malik tanpa adanya pembatasan, dan bagian modalnya ditetapkan
berdasarkan harga pasar saat akad musyarakah ditandatangani. Menurut
Imam Syafi’i, hal ini hanya dapat dilakukan jika menggunakan komoditas
jenis dhawat al amthal. Menurut Imam Abu Hanifah, jika komoditasnya
berjenis dhawat al amthal, hal ini dapat dilakukan dengan mencampur
komoditas tiap mitra menjadi satu. Jika komoditas berjenis dhawat al
qeemah, maka tidak boleh digunakan sebagai bagian modal musyarakah.
Tampaknya pendapat Imam Malik merupakan pendapat yang paling
sederhana dan masuk akal dan memenuhi kebutuhan usaha modern
sehingga pendapat ini dapat dipilih. Dapat disimpulkan bahwa bagian
modal dalam musyarakah dapat berbentuk tunai atau berbentuk komoditas.
Kalau berbentuk komoditas, nilainya ditentukan dengan harga pasar pada
saat itu.
f) Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra
mempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha
patungan ini. Namun demikian, para mitra dapat pula sepakat bahwa
manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra
lain tidak akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah. Dalam kasus
seperti ini sleeping partners akan memperoleh bagian keuntungan sebatas
investasinya, dan proporsi keuntungannya hanya sebatas proporsi penyertaan
modalnya. Jika semua mitra sepakat untuk bekerja di perusahaan, masing-
masing mitra harus diperlakukan sebagai agen dari mitra yang lain dalam
semua urusan usaha, dan semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap mitra,
dalam keadaan usaha yang normal, harus disetujui oleh semua mitra.
g) Penghentian musyarakah. Musyarakah akan berakhir jika salah satu dari
peristiwa berikut terjadi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 88


Modul Ekonomi Syariah

(1) Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja
setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal
ini.
Dalam hal ini, jika aset musyarakah berbentuk tunai, semuanya dapat
dibagikan pro rata di antara para mitra. Akan tetapi, jika aset tidak
dilikuidasi, para mitra dapat membuat kesepakatan untuk melikuidasi aset
atau membagi aset apa adanya di antara mitra. Jika terdapat
ketidaksepakatan dalam hal ini, yaitu jika seorang mitra ingin likuidasi
sementara mitra lain ingin dibagi apa adanya, maka yang terakhir yang
didahulukan karena setelah berakhirnya musyarakah semua aset dalam
kepemilikan bersama para mitra, dan seorang co-owner mempunyai hak
untuk melakukan partisi atau pembagian, dan tidak seorang pun yang
dapat memaksa dia untuk melikuidasi aset. Namun demikian, jika aset
tersebut tidak dapat dipisah atau dipartisi, seperti mesin, maka aset
tersebut harus dijual terlebih dahulu dan hasil penjualannya dibagikan.
(2) Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan,
kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan. Ahli warisnya
memiliki pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan
kontrak musyarakah.
(3) Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu
melakukan transaksi komersial, maka kontrak musyarakah berakhir.
h) Penghentian musyarakah tanpa menutup usaha. Jika salah seorang mitra
ingin mengakhiri musyarakah sedangkan mitra lain ingin tetap meneruskan
usaha, maka hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama. Mitra yang
ingin tetap menjalankan usaha dapat membeli saham/bagian dari mitra yang
ingin berhenti karena berhentinya seorang mitra dari musyarakah tidak berarti
bahwa mitra lain juga berhenti. Namun demikian, dalam hal ini, harga saham
mitra yang akan keluar harus ditetapkan dengan kesepakatan bersama, dan
jika terjadi sengketa tentang penilaian saham sementara para mitra tidak
mencapai kesepakatan, mitra yang akan keluar dapat memaksa mitra lain
untuk melikuidasi atau mendistribusi aset. Timbul pertanyaan apakah para
mitra dapat menyepakati bahwa ketika masuk ke dalam musyarakah mereka

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 89


Modul Ekonomi Syariah

setuju dengan syarat bahwa likuidasi atau pemisahan usaha tidak dapat
dilakukan kecuali disetujui oleh semua atau mayoritas para
mitra, dan apabila ada mitra yang ingin keluar dari musyarakah, ia harus
menjual sahamnya kepada mitra lain dan tidak dapat memaksa mitra lain
untuk melakukan likuidasi atau pemisahan. Sebagian besar buku klasik
tentang Fikih Islam kelihatannya tidak berkomentar tentang hal ini. Namun
demikian, kelihatannya tidak ada larangan dari sudut
pandang Syariah jika para mitra sepakat dengan syarat seperti di atas di awal
perjanjian musyarakah. Hal ini secara tegas disetujui oleh sebagian ahli
hukum Islam dari mazhab Hambali.
Jika suatu usaha telah dimulai dengan modal uang yang sangat besar yang
diinvestasikan ke proyek berjangka panjang dan seorang mitra ingin keluar di
tahapan awal proyek, hal ini akan dapat berakibat fatal bagi kepentingan para
mitra yang lain dan juga bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat luas. Syarat
tersebut kelihatannya dapat diterima, dan dapat didukung oleh prinsip umum
yang diberikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya yang terkenal.
“Kaum muslimin selalu terikat dengan persyaratan (perjanjian)
sesama mereka, terkecuali persyaratan yang menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal.”

Bentuk-bentuk musyarakah antara lain:


(a) Musyarakah Tetap Bentuk akad musharakah yang paling sederhana
adalah musharakah tetap ketika jumlah dan porsi modal yang disertakan oleh
masing-masing mitra tetap selama periode kontrak.
(b) Musyarakah Menurun Bentuk akad lain yang merupakan pengembangan
dari musyarakah adalah musyarakah menurun. Pada kerja sama ini, dua pihak
bermitra untuk kepemilikan bersama suatu aset dalam bentuk properti,
peralatan, perusahaan, atau lainnya. Bagian aset pihak pertama, sebagai
pemodal, kemudian dibagi ke dalam beberapa unit dan disepakati bahwa pihak
kedua, sebagai klien, akan membeli bagian aset pihak pertama unit demi unit
secara periodik sehingga akan meningkatkan bagian aset pihak kedua sampai
semua unit milik pihak pertama terbeli semua dan aset sepenuhnya milik

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 90


Modul Ekonomi Syariah

pihak kedua. Keuntungan yang dihasilkan pada tiap-tiap periode dibagi sesuai
porsi kepemilikan aset masing-masing pihak saat itu.
(c) Musyarakah Mutanaqishah Salah satu bentuk musyarakah yang
berkembang belakangan ini adalah musyarakah mutanaqishah, yaitu suatu
penyertaan modal secara terbatas dari mitra usaha kepada perusahaan lain
untuk jangka waktu tertentu, yang dalam dunia modern biasa disebut Modal
Ventura, tanpa unsur-unsur yang dilarang dalam Syariah, seperti riba, maysir,
dan gharar.

b. Mudharabah

Secara singkat mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan


modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan persentase
keuntungan Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akad bagi hasil
ketika pemilik dana/modal (pemodal), biasa disebut shahibul maal/rabbul maal,
menyediakan modal (100 persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa
disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa
keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan
yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang besarnya juga dipengaruhi oleh
kekuatan pasar). Shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal,
tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola atau entrepreneur) adalah
pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal. Apabila terjadi kerugian
karena proses normal dari usaha, dan bukan karena kelalaian atau kecurangan
pengelola, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan
pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila
terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola
bertanggung jawab sepenuhnya.
Pengelola tidak ikut menyertakan modal, tetapi menyertakan tenaga dan
keahliannya, dan juga tidak meminta gaji atau upah dalam menjalankan usahanya.
Pemilik dana hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur
dalam manajemen usaha yang dibiayainya. Kesediaan pemilik dana untuk
menanggung risiko apabila terjadi kerugian menjadi dasar untuk mendapat bagian

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 91


Modul Ekonomi Syariah

dari keuntungan. Dalam satu kontrak mudharabah pemodal dapat bekerja sama
dengan lebih dari satu pengelola. Para pengelola tersebut seperti bekerja sebagai
mitra usaha terhadap pengelola yang lain. Nisbah (porsi) bagi hasil pengelola
dibagi sesuai kesepakatan dimuka.
Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola harus disepakati di awal
perjanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam
Syariah, tetapi tergantung kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata
50:50, tetapi bisa juga 30:70, 60:40, atau proporsi lain yang disepakati. Pembagian
keuntungan yang tidak diperbolehkan adalah dengan menentukan alokasi jumlah
tertentu untuk salah satu pihak. Diperbolehkan juga untuk menentukan proporsi
yang berbeda untuk situasi yang berbeda. Misalnya, jika pengelola berusaha di
bidang produksi, maka nisbahnya 50 persen, sedangkan kalau pengelola berusaha
di bidang perdagangan, maka nisbahnya 40 persen.
Di luar porsi bagi hasil yang diterima pengelola, pengelola tidak
diperkenankan meminta gaji atau kompensasi lainnya untuk hasil kerjanya. Semua
mazhab sepakat dalam hal ini. Namun demikian, Imam Ahmad memperbolehkan
pengelola untuk mendapatkan uang makan harian dari rekening mudharabah.
Ulama dari mazhab Hanafi memperbolehkan pengelola untuk mendapatkan uang
harian (seperti untuk akomodasi, makan, dan transpor) apabila dalam perjalanan
bisnis ke luar kota.
Rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang
memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola)
adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal;
2) Objek akad, yaitu modal (maal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh); dan
3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sementara itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam
mudharabah terdiri dari syarat modal dan keuntungan. Syarat modal, yaitu:
1) Modal harus berupa uang;
2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya;

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 92


Modul Ekonomi Syariah

3) Modal harus tunai bukan hutang; dan


4) Modal harus diserahkan kepada mitra kerja.
Sedangkan syarat keuntungan, yaitu keuntungan harus jelas ukurannya;
dan keuntungan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah pihak.
Syarat lain akad mudharabah muqayyadah ‘executing’ (on balance sheet) dan
mudharabah muqayyadah ‘channeling’ (off balance sheet) adalah sebagai berikut.
Mudharabah muqayyadah on balance sheet (executing): Pemodal
menetapkan syarat; Kedua pihak sepakat dengan syarat usaha, keuntungan; Bank
menerbitkan bukti investasi khusus; dan Bank memisahkan dana.
Mudharabah muqayyadah off balance sheet (channeling): Penyaluran
langsung ke nasabah; Bank menerima komisi; Bank menerbitkan bukti investasi
khusus; dan Bank mencatat di rekening administrasi. Beberapa syarat pokok
mudharabah menurut Usmani (1999) antara lain sebagai berikut :
a) Usaha mudharabah. Shahibul maal boleh menentukan usaha apa yang akan
dilakukan oleh mudharib, dan mudharib harus menginvestasikan modal ke
dalam usaha tersebut saja. Mudharabah seperti ini disebut mudharabah
muqayyadah (mudharabah terikat). Akan tetapi, apabila shahibul maal
memberikan kebebasan kepada mudharib untuk melakukan usaha apa saja
yang dimaui oleh mudharib, maka kepada mudharib harus diberi otoritas untuk
menginvestasikan modal ke dalam usaha yang dirasa cocok. Mudharabah
seperti ini disebut mudharabah mutlaqah (mudhrabah tidak terikat).
b) Pembagian keuntungan. Untuk validitas mudharabah diperlukan bahwa para
pihak sepakat, pada awal kontrak, pada proporsi tertentu dari keuntungan nyata
yang menjadi bagian masing-masing. Tidak ada proporsi tertentu yang
ditetapkan oleh Syariah, melainkan diberi kebebasan bagi mereka dengan
kesepakatan bersama. Mereka dapat membagi keuntungan dengan proporsi
yang sama. Mereka juga dapat membagi keuntungan dengan proporsi berbeda
untuk mudharib dan shahibul maal. Namun demikian, mereka tidak boleh
mengalokasikan keuntungan secara lumsum untuk siapa saja dan mereka juga
tidak boleh mengalokasikan keuntungan dengan tingkat persentase tertentu dari
modal. Misalnya, jika modal Rp100 juta, mereka tidak boleh sepakat terhadap
syarat bahwa mudharib akan mendapatkan Rp10 juta dari keuntungan, atau

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 93


Modul Ekonomi Syariah

terhadap syarat bahwa 20 persen dari modal harus menjadi bagian shahibul
maal. Namun, mereka boleh sepakat bahwa 40 persen dari keuntungan riil
menjadi bagian shahibul maal dan 60 persen menjadi bagian mudharib atau
sebaliknya.
c) Penghentian mudharabah. Kontrak mudharabah dapat dihentikan kapan saja
oleh salah satu pihak dengan syarat memberi tahu pihak lain terlebih dahulu.
Jika semua aset dalam bentuk cair/tunai pada saat usaha dihentikan, dan usaha
telah menghasilkan keuntungan, maka keuntungan dibagi sesuai kesepakatan
terdahulu. Jika aset belum dalam bentuk cair/tunai, kepada mudharib harus
diberi waktu untuk melikuidasi aset agar keuntungan atau kerugian dapat
diketahui dan dihitung. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli Fikih
apakah kontrak mudharabah boleh dilakukan untuk periode waktu tertentu dan
kemudian kontrak berakhir secara otomatis. Hanafi dan Hambali berpendapat
boleh dilakukan, seperti satu tahun, enam bulan, dan seterusnya. Sebaliknya,
mazhab Syafi’i dan Maliki berpendapat tidak boleh. Namun demikian,
perbedaannya hanya pada batas waktu maksimum. Sementara itu, tidak
terdapat opini mengenai batas waktu minimum dalam Fikih Islam, tetapi dari
ketentuan umum batas waktu tidak boleh ditentukan, dan setiap pihak boleh
menghentikan kontrak kapan saja mereka inginkan. Kekuasaan tak terbatas dari
masing-masing pihak untuk menghentikan kontrak kapan saja dapat
menimbulkan masalah di zaman sekarang karena sebagian besar perusahaan
membutuhkan waktu untuk menghasilkan keuntungan, selain
juga memerlukan usaha yang rumit dan konstan. Akibatnya, akan timbul
bencana jika shahibul maal menghentikan kontrak pada masa awal perusahan
berdiri, khususnya bagi mudharib yang tidak menerima hasil apa-apa meskipun
telah mencurahkan tenaga dan pikiran. Oleh karena itu, tidak melanggar
Syariah jika para pihak setuju ketika memulai kontrak mudharabah, semua
pihak tidak boleh menghentikan kontrak selama jangka waktu tertentu, kecuali
pada keadaan tertentu. Hal ini sesuai dengan hadits masyhur yang menyatakan
bahwa: “Kaum muslimin selalu terikat dengan persyaratan (perjanjian)
sesama mereka, terkecuali persyaratan yang menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal.”

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 94


Modul Ekonomi Syariah

Akad Mudharabah ada dua jenis, yaitu mudharabah mutlaqah dan


mudharabah muqayyadah. Pada mudharabah mutlaqah pemodal tidak
mensyaratkan kepada pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu. Jenis usaha
yang akan dijalankan oleh mudharib secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang
dirasa sesuai sehingga disebut mudharabah tidak terikat atau tidak terbatas. Hal
yang tidak boleh dilakukan oleh pengelola tanpa seizin pemodal antara lain
meminjam modal, meminjamkan modal, dan me-mudharabah-kan lagi dengan
orang lain. Pada mudharabah muqayyadah pemodal mensyaratkan kepada
pengelola untuk melakukan jenis usaha tertentu pada tempat dan waktu tertentu
sehingga disebut mudharabah terikat atau terbatas.
Akad mudharabah merupakan akad utama yang digunakan oleh bank
syariah baik untuk penghimpunan dana (pendanaan) maupun untuk penyaluran
dana (pembiayaan), Mudharabah mutlaqah biasa diaplikasikan dalam pendanaan,
sedangkan mudharabah muqayyadah biasa diaplikasikan dalam pendanaan
maupun pembiayaan.
Dalam aktivitas pendanaan akad mudharabah digunakan dalam produk
tabungan dan investasi. Tabungan mudharabah menggunakan akad mudharabah
muthlaqah sedangkan investasi mudharabah menggunakan akad mudharabah
muthlaqah untuk investasi tidak terikat dan mudharabah muqayyadah untuk
investasi terikat. Sementara itu, dalam aktivitas pembiayaan akad mudharabah
muqayyadah digunakan untuk membiayai berbagai pembiayaan proyek investasi
maupun modal kerja.
Angka nisbah bagi hasil merupakan angka hasil negosiasi antara shahibul
maal dan mudharib dengan mempertimbangkan potensi dari proyek yang akan
dibiayai. Faktor-faktor penentu tingkat nisbah adalah unsur-unsur ‘iwad
(countervalue) dari proyek itu sendiri, yaitu risiko (ghurmi), nilai tambah dari kerja
dan usaha (kasb), dan tanggungan (daman). Jadi, angka nisbah bukanlah suatu
angka keramat yang tidak diketahui asal usulnya, melainkan suatu angka rasional
yang disepakati bersama dengan mempertimbangan proyek yang akan dibiayai dari
berbagai sisi.
Akad mudharabah mempunyai potensi masalah dari principal agent
theory yang melekat pada hubungan shahibul maal dan mudharib, yaitu masalah

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 95


Modul Ekonomi Syariah

adverse selection. Misalkan, ada dua buah proyek yang akan dipilih oleh sebuah
bank syariah untuk memberikan pembiayaan. Proyek A mempunyai nisbah bagi
hasil (NBH) sebesar 40:60 yang berarti bahwa bank sebagai shahibul maal berhak
atas keuntungan yang lebih kecil sebesar 40 persen. Sementara itu, proyek B
mempunyai NBH sebesar 80:20 yang berarti bahwa bank sebagai shahibul maal
berhak atas keuntungan yang lebih besar sebesar 80 persen. Namun demikian,
kemungkinan proyek A lebih baik dan layak daripada proyek B yang mungkin
merupakan proyek tidak layak (lemon). Jika bank syariah lebih menghargai
keuntungan daripada risiko, maka bank syariah akan memilih untuk mendanai
proyek B. Hal ini dapat berarti bahwa bank syariah telah memilih mitra usaha yang
keliru yang mungkin dengan sengaja akan membawa usaha ke arah kebankrutan
apabila proyek ini dilaksanakan.
Bentuk-bentuk akad mudharabah antara lain:

1) Mudharabah Bilateral (Sederhana), Mudharabah Bilateral adalah bentuk


mudharabah antara satu pihak sebagai shahibul maal dan satu pihak lain
sebagai mudharib.
2) Mudharabah Multilateral, Mudharabah Multilateral adalah bentuk
mudharabah antara beberapa pihak sebagai shahibul maal dan satu pihak
lain sebagai mudharib.
3) Mudharabah Bertingkat (Re-mudharabah), Mudharabah Bertingkat
adalah bentuk mudharabah antara tiga pihak. Pihak
pertama sebagai shahibul maal, pihak kedua sebagai mudharib antara, dan
pihak ketiga sebagai mudharib akhir.
4) Kombinasi Musharakah dan Mudharabah, Dalam perjanjian
mudharabah pada umumnya diasumsikan bahwa pengelola tidak
ikut menanamkan modalnya, tetapi hanya bertanggung jawab dalam
menjalankan usaha , sedangkan modal seluruhnya berasal dari pemodal.
Namun demikian, ada kemungkinan bahwa pengelola juga ingin
menginvestasikan dananya dalam usaha mudharabah ini. Pada kondisi
seperti ini musyarakah dan mudharabah digabung
dalam satu akad, dan kerja sama semacam ini disebut kombinasi
musyarakah dan mudharabah. Dalam perjanjian ini, pengelola akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 96


Modul Ekonomi Syariah

mendapatkan bagian nisbah bagi hasil dari modal yang diinvestasikannya


sebagai mitra usaha (sharik) dalam musyarakah, dan pada saat yang
bersamaan pengelola juga mendapatkan bagian nisbah bagi hasil dari hasil
kerjanya sebagai pengelola (mudharib) dalam mudharabah.

Dalam hal pembiayaan kepada pihak pengusaha, banyak pihak


berpendapat bahwa jenis transaksi musyarakah bersifat superior terhadap transaksi
mudharabah karena adanya kesempatan bagi pemilik dana untuk melakukan
pengawasan serta adanya kewajiban pihak pengusaha untuk berpartisipasi dalam
permodalan akan berpotensi untuk menurunkan intensitas moral hazard dalam
melakukan usahanya.

1.7.4 Akad Pola Jual Beli


Jual beli (buyu’, jamak dari bai’) atau perdagangan atau perniagaan atau
trading secara terminologi Fiqih Islam berarti tukar menukar harta atas dasar saling
ridha (rela), atau memindahkan kepemilikan dengan imbalan pada sesuatu yang
diizinkan (Santoso, 2003).
Jual beli dibolehkan Syariah berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’
(konsensus) para ulama. Dalam QS 2:275 disebutkan bahwa “Allah menghalalkan
perniagaan (albai’) dan mengharamkan riba”. Sedangkan dalam QS 4:29
disebutkan “Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu”.
Dalam Fiqih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi objek yang
diperjualbelikan, jual beli dibagi tiga, yaitu:

a. Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan
uang;
b. Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran antara satu mata uang
dengan mata uang lain;
c. Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli dimana pertukaran terjadi
antara barang dengan barang (barter), atau pertukaran antara barang
dengan barang yang dinilai dengan valuta asing (counter trade);

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 97


Modul Ekonomi Syariah

Dari sisi cara menetapkan harga, jual beli dibagi empat, yaitu:
1) Jual beli musawamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketika
penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang
didapatnya;
2) Jual beli amanah, yaitu jual beli dimana penjual memberitahukan
modal jualnya (harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga,
yaitu:

i. Jual beli murabahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebutkan


harga pembelian barang (termasuk biaya perolehan) dan
keuntungan yang diinginkan;
ii. Jual beli muwadha’ah (discount), yaitu jual beli dengan harga di
bawah modal dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk
penjualan barang atau aktiva yang nilai bukunya sudah sangat
rendah;
iii. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa
keuntungan dan kerugian.

3) Jual beli dengan harga tangguh, Bai’ bitsaman ajil, yaitu jual beli
dengan penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh
ini boleh lebih tinggi daripada harga tunai dan bisa dicicil (concern
pada cara menetapkan harga, bukan pada cara pembayaran);
4) Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari
penjual dan para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi
terpilih sebagai pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli
munaqadhah, yaitu jual beli dengan penawaran pembeli untuk
membeli barang dengan spesifikasi tertentu dan para penjual
berlomba menawarkan dagangannya, kemudian pembeli akan
membeli dari penjual yang menawarkan harga termurah.

Dari sisi cara pembayaran, jual beli dibagi empat, yaitu:

1. Jual beli tunai dengan penyerahan barang dan pembayaran langsung;

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 98


Modul Ekonomi Syariah

2. Jual beli dengan pembayaran tertunda, bai’ muajjal (deferred payment),


yaitu jual beli dengan penyerahan barang secara langsung (tunai), tetapi
pembayaran dilakukan kemudian dan bisa dicicil;
3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery), yang
meliputi:
i. Bai’ as salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai di muka
atas barang yang dipesan (biasanya produk pertanian) dengan
spesifikasinya yang akan diserahkan kemudian; dan
ii. Bai’ al istishna, yaitu jual beli dimana pembeli membayar tunai atau
bertahap atas barang yang dipesan (biasanya produk manufaktur)
dengan spesifikasinya yang harus diproduksi dan diserahkan
kemudian.
4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
Namun demikian, bentuk jual beli yang diadopsi dalam perbankan
syariah dalam pemberian pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai’ al
murabahah (biasa disebut murabahah saja), bai’ as salam (biasa disebut
salam saja), dan bai’ al istishna (biasa disebut istishna saja). Sedangkan,
bai’ al sharf (biasa disebut sharf saja) diterapkan dalam jasa pertukaran
uang (money changer).

Beberapa syarat pokok jual beli menurut Usmani (1999), antara lain
sebagai berikut.

a) Barang yang akan diperjualbelikan harus ada pada saat transaksi


dilakukan. Oleh karena itu, barang yang belum ada tidak dapat
diperjualbelikan. Jika terjadi transaksi semacam ini, meskipun atas dasar
saling ridha, maka jual beli tersebut tidak sah secara Syariah. Misalnya,
penjualan anak sapi yang masih dalam kandungan.
b) Barang yang akan diperjualbelikan harus merupakan milik dari penjual.
Jika terjadi jual beli barang yang belum dimiliki penjual pada saat
transaksi, maka jual beli tersebut tidak sah secara syariah.
c) Barang yang akan diperjualbelikan harus berada dalam kekuasaan
konstruktif (constructive possession) dari penjual. Hak milik konstruktif

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 99


Modul Ekonomi Syariah

adalah situasi ketika barang secara fisik belum di tangan penjual, tetapi
sudah dalam kendalinya, an semua hak dan kewajiban dari barang
tersebut sudah dipindahkan kepadanya, termasuk risiko kerusakan
barang.
d) Jual beli harus langsung dan mutlak. Ini berarti, jual beli untuk waktu
yang akan datang atau jual beli dengan syarat kejadian di waktu yang
akan datang tidak sah. Jika para pihak ingin jual beli menjadi efektif,
mereka harus melakukannya dengan jual beli baru setelah sampai pada
waktu yang akan datang tersebut, atau suatu peristiwa terjadi.
e) Obyek yang diperjualbelikan harus merupakan barang yang memiliki
nilai. Jadi, barang yang tidak memiliki nilai perdagangan tidak dapat
dijual atau dibeli.
f) Obyek yang diperjualbelikan harus bukan barang haram, seperti minuman
keras, daging babi, dan sebagainya.
g) Obyek yang diperdagangkan harus dapat diketahui dan diidentifikasi
secara spesifik oleh pembeli. Obyek yang diperdagangkan dapat
diidentifikasi dengan cara penunjukan atau dengan spesifikasi rinci yang
dapat dibedakan dari barang lain yang tidak dijual
h) Penyerahan barang kepada pembeli harus tertentu dan tidak bergantung
pada suatu syarat atau kemungkinan. Misalnya, A menjual mobilnya yang
hilang kepada pembeli yang berharap mobil tersebut dapat ditemukan.
Jual beli tersebut tidak sah.
i) Kepastian harga barang merupakan syarat yang diperlukan (necessary
condition) agar jual beli sah. Jika harga belum pasti, jual beli tidak sah.
j) Jual beli harus tanpa syarat (unconditional). Jual beli dengan syarat tidak
sah, kecuali syarat tersebut dikenal sebagai bagian dari transaksi sesuai
dengan penggunaannya dalam perdagangan.

a. Murabahah

Murabahah adalah istilah dalam Fiqih Islam yang berarti suatu bentuk
jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 100


Modul Ekonomi Syariah

barang dan biayabiaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut,
dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.
Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase
tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau
bisa dilakukan di kemudian hari yang disepakati bersama. Oleh karena itu,
murabahah tidak dengan sendirinya mengandung konsep pembayaran tertunda
(deferred payment), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian orang yang
mengetahui murabahah hanya dalam hubungannya dengan transaksi pembiayaan
di perbankan syariah, tetapi tidak memahami Fiqih Islam .
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali
tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian, bentuk jual beli ini
kemudian digunakan oleh perbankan syariah dengan menambah beberapa konsep
lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan (lihat bentuk-bentuk murabahah pada
akhir pembahasan). Akan tetapi, validitas transaksi seperti ini tergantung pada
beberapa syarat yang benar-benar harus diperhatikan agar transaksi tersebut
diterima secara Syariah.
Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana membelikan barang
sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan
pembiayaan, kemudian menjualnya ke nasabah tersebut dengan penambahan
keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan hutangnya di
kemudian hari secara tunai maupun cicil.
Beberapa syarat pokok murabahah menurut Usmani (1999), antara lain
sebagai berikut.

i. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara
eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan
menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan
yang diinginkan.
ii. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari
biaya.
iii. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang,
seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 101


Modul Ekonomi Syariah

biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan


didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi, pengeluaran yang timbul
karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha, dan sebagainya
tidak dapat dimasukkan ke dalam harga untuk suatu transaksi. Margin
keuntungan yang diminta itulah yang meng-cover pengeluaran-
pengeluaran tersebut.
iv. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang
dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan,
barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah.

Perlu selalu diingat bahwa bentuk pembiayaan ini bukan merupakan


bentuk pembiayaan utama yang sesuai dengan Syariah. Namun, dalam sistem
ekonomi saat ini, terdapat kesulitan-kesulitan dalam penerapan mudharabah dan
musyarakah untuk pembiayaan beberapa sektor. Oleh karena itu, beberapa ulama
kontemporer telah membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk
pembiayaan alternatif dengan syarat-syarat tertentu. Dua hal utama yang harus
diperhatikan adalah (Usmani, 1999) sebagai berikut.
1) Harus selalu diingat bahwa pada mulanya murabahah bukan merupakan
bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghindar dari “bunga”
dan bukan merupakan instrumen ideal untuk mengemban tujuan riil
ekonomi Islam. Instrumen ini hanya digunakan sebagai langkah transisi
yang diambil dalam proses Islamisasi ekonomi, dan penggunaannya hanya
terbatas pada kasus-kasus ketika mudharabah dan musyarakah
tidak/belum dapat diterapkan.
2) Murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bunga” dengan
“keuntungan”, melainkan sebagai bentuk pembiayaan yang diperbolehkan
oleh ulama Syariah dengan syarat-syarat tertentu. Apabila syarat-syarat ini
tidak dipenuhi, maka murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut
Syariah.
Bentuk pembiayaan murabahah memiliki beberapa ciri/elemen dasar, dan
yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 102


Modul Ekonomi Syariah

tanggungan bank selama transaksi antara bank dan nasabah belum


diselesaikan.
Sejalan dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di atas, lembaga
keuangan syariah (LKS) dapat menggunakan murabahah sebagai bentuk
pembiayaan dengan mengadopsi prosedur sebagai berikut.
(1) Nasabah dan LKS menandatangani perjanjian umum ketika LKS berjanji
untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli komoditas/barang
tertentu dari waktu ke waktu pada tingkat margin tertentu yang
ditambahkan dari biaya perolehan barang. Perjanjian ini dapat
menetapkan batas waktu fasilitas pembiayaan ini.
(2) Ketika komoditas tertentu dibutuhkan oleh nasabah, LKS menunjuk
nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas dimaksud atas nama
LKS, dan perjanjian keagenan ditandatangani kedua belah pihak.
(3) Nasabah membeli komoditas/barang atas nama LKS dan mengambil alih
penguasaan barang sebagai agen LKS.
(4) Nasabah menginformasikan kepada LKS bahwa dia telah membeli
komoditas/barang atas nama LKS, dan pada saat yang sama
menyampaikan
penawaran untuk membeli barang tersebut dari LKS.
(5) LKS menerima penawaran tersebut dan proses jual beli selesai ketika
kepemilikan dan risiko komoditas/barang telah beralih ke tangan nasabah.
Kelima tahapan di atas diperlukan untuk menghasilkan
murabahah yang sah. Jika LKS membeli komoditas/barang langsung dari
supplier (hal ini lebih disukai), maka perjanjian keagenan tidak
diperlukan. Dalam hal ini, tahap kedua tidak diperlukan dan pada tahap
ketiga LKS akan membeli komoditas/barang langsung dari supplier, dan
tahap keempat nasabah menyampaikan penawaran untuk membeli
komoditas/barang tersebut.
Bagian paling esensial dari transaksi ini adalah kepemilikan dan
risiko barang harus tetap berada di tangan LKS selama periode antara
tahap tiga dan tahap lima. Inilah satu-satunya ciri murabahah yang
membedakannya dari transaksi berbasis bunga. Oleh karena itu, hal ini

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 103


Modul Ekonomi Syariah

harus diperhatikan dan dilaksanakan benar-benar dengan segala


konsekuensinya. Apabila tidak demikian, transaksi murabahah
tidak sah menurut Syariah.
Prosedur pembiayaan murabahah yang dijelaskan di atas merupakan
transaksi yang rumit ketika pihak-pihak terkait memiliki kapasitas berbeda pada
tahap yang berbeda.
(1) Pada tahap pertama, LKS dan nasabah berjanji untuk menjual dan membeli
komoditas/barang di masa yang akan datang. Hal ini bukan jual beli yang
sesungguhnya, tetapi hanya janji untuk melakukan jual beli dengan
prinsip murabahah di waktu yang akan datang. Jadi, pada tahap ini
hubungan antara LKS dan nasabah hanya sebatas promisor dan promisee.
(2) Pada tahap kedua, hubungan antara para pihak adalah hubungan principal
dan agent.
(3) Pada tahap ketiga, hubungan antara LKS supplier adalah hubungan
pembeli dan penjual.
(4) Pada tahap keempat dan kelima, hubungan hubungan penjual dan pembeli
antara LKS dan supplier menjadi hubungan antara LKS dan nasabah; dan
karena penjualan dilakukan dengan pembayaran tangguh, hubungan
antara debitur dan kreditur juga muncul. Semua bentuk kapasitas tersebut
harus selalu diingat dan harus operasional dengan segala konsekuensinya,
masing-masing pada tahap yang relevan, dan kapasitas-kapasitas yang
berbeda ini harus tidak pernah dicampurbaurkan atau keliru antara satu
dengan yang lain.
Jika terjadi default ‘wan prestasi’ oleh pembeli (nasabah) dalam
pembayaran yang jatuh waktu, harga tidak boleh dinaikkan. Namun demikian, jika
dalam perjanjian awal disepakati bahwa nasabah harus memberikan donasi (infaq)
kepada lembaga sosial, maka nasabah harus memenuhi janji tersebut. Uang ini
tidak boleh diambil sebagai penghasilan LKS, tetapi harus disalurkan ke kegiatan
atau lembaga sosial atas nama nasabah.
Bentuk-bentuk akad murabahah antara lain:

i. Murabahah Sederhana Murabahah sederhana adalah bentuk akad


murabahah ketika penjual memasarkan barangnya kepada pembeli

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 104


Modul Ekonomi Syariah

dengan harga sesuai harga perolehan ditambah marjin keuntungan yang


diinginkan.
ii. Murabahah kepada Pemesan Bentuk murabahah ini melibatkan tiga
pihak, yaitu pemesan, pembeli dan penjual. Bentuk murabahah ini juga
melibatkan pembeli sebagai perantara karena keahliannya atau karena
kebutuhan pemesan akan pembiayaan. Bentuk murabahah inilah yang
diterapkan perbankan syariah dalam pembiayaan.
b. Salam

Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan


penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau
future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, dan tanggal dan tempat
penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus
diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk
fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan
berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan obyek
salam (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996).
Risiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual
sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat
menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal
yang disepakati.
Salam diperbolehkan oleh Rasululluah SAW dengan beberapa syarat
yang harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi
kebutuhan para petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam
dan untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba. Setelah pelarangan
riba, mereka tidak dapat lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini
sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual produk pertaniannya di muka.
Sama halnya dengan para pedagang arab yang biasa mengekspor barang ke
wilayah lain dan mengimpor barang lain untuk keperluan negerinya. Mereka
membutuhkan modal untuk menjalankan usaha perdagangan ekspor-impor itu.
Untuk kebutuhan modal perdagangan ini, mereka tidak dapat lagi meminjam dari

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 105


Modul Ekonomi Syariah

para rentenir setelah dilarangnya riba. Oleh sebab itulah, mereka diperbolehkan
menjual barang di muka. Setelah menerima pembayaran tunai tersebut, mereka
dengan mudah dapat menjalankan usaha perdagangan mereka.
Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran di
muka. Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan
akad salam lebih murah daripada harga dengan akad tunai. Transaksi salam sangat
populer pada jaman Imam Abu Hanifa (80–150 AH / 699–767 AD). Imam Abu
Hanifa meragukan keabsahan kontrak tersebut yang mengarah kepada perselisihan.
Oleh karena itu, beliau berusaha menghilangkan kemungkinan adanya perselisihan
dengan merinci lebih khusus apa yang harus diketahui dan
dinyatakan dengan jelas di dalam kontrak, seperti jenis komoditi, mutu, kuantitas,
serta tanggal dan tempat pengiriman.
Diperbolehkannya salam sebagai salah satu bentuk jual beli merupakan
pengecualian dari jual beli secara umum yang melarang jual beli forward sehingga
kontrak salam memiliki syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, antara lain
(Usmani, 1999) sebagai berikut.

a) Pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad
salam ditandatangani. Hal ini diperlukan karena jika pembayaran belum
penuh, maka akan terjadi penjualan hutang dengan hutang yang secara
eksplisit dilarang. Selain itu, hikmah dibolehkannya salam adalah untuk
memenuhi kebutuhan segera dari penjual. Jika harga tidak dibayar penuh
oleh pembeli, tujuan dasar dari transaksi ini tidak terpenuhi. Oleh karena
itu, semua ahli hukum Islam sepakat bahwa pembayaran penuh di muka
pada akad salam adalah perlu. Namun demikian, Imam Malik
berpendapat bahwa penjual dapat memberikan kelonggaran dua atau tiga
hari kepada pembeli, tetapi hal ini bukan merupakan bagian dari akad.
b) Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas yang kualitas
dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat (fungible goods atau
dhawat al amthal). Komoditas yang tidak dapat ditentukan kuantitas dan
kualitasnya (termasuk dalam kelompok non-fungible goods atau dhawat
al qeemah) tidak dapat dijual menggunakan akad salam. Contoh : batu
mulia tidak boleh diperjualbelikan dengan akad salam karena setiap batu

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 106


Modul Ekonomi Syariah

mulia pada umumnya berbeda dengan lainnya dalam kualitas atau dalam
ukuran atau dalam berat, dan spesifikasi tepatnya umumnya sulit
ditentukan.
c) Salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas tertentu atau
produk dari lahan pertanian atau peternakan tertentu. Contoh : jika
penjual bermaksud memasok gandum dari lahan tertentu atau buah dari
pohon tertentu, akad salam tidak sah karena ada kemungkinan bahwa
hasil panen dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu rusak
sebelum waktu penyerahan. Hal ini membuka kemungkinkan waktu
penyerahan yang tidak tentu. Ketentuan yang sama berlaku untuk setiap
komoditas yang pasokannya tidak tentu.
d) Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu
mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat
menimbulkan perselisihan. Semua yang dapat dirinci harus disebutkan
secara eksplisit.
e) Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas. Jika
komoditas tersebut dikuantifikasi dengan berat sesuai kebiasaan dalam
perdagangan, beratnya harus ditimbang, dan jika biasa dikuantifikasi
dengan diukur, ukuran pastinya harus diketahui. Komoditas yang biasa
ditimbang tidak boleh diukur dan sebaliknya.
f) Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam
kontrak.
g) Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus diserahkan
langsung. Contoh: jika emas yang dibeli ditukar dengan perak, sesuai
dengan syariah, penyerahan kedua barang harus dilakukan bersamaan.
Sama halnya jika terigu dibarter dengan gandum, penyerahan bersamaan
keduanya perlu dilakukan agar jual beli sah secara Syariah, sehingga akad
salam tidak dapat digunakan.
Semua ahli hukum Islam berpendapat sama bahwa akad salam akan
menjadi tidak sah jika ketujuh syarat di atas tidak sepenuhnya dipatuhi, sebab
mereka bersandar pada Hadits yang menyatakan:“Barang siapa akan melakukan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 107


Modul Ekonomi Syariah

akad salam, dia harus menjalankan salam sesuai dengan ukuran yang ditentukan,
berat yang ditentukan, dan tanggal penyerahan barang yang ditentukan.”

Dari pembahasan di atas jelas bahwa akad salam dimaksudkan sebagai


bentuk pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pedagang dan petani kecil sebagai
penjual yang membutuhkan modal awal untuk dapat menjalankan usahanya untuk
memenuhi pesanan pembeli. Bentuk pembiayaan salam ini dapat juga dilakukan
oleh perbankan syariah modern, khususnya untuk membiayai sektor pertanian.
Bank syariah dapat mengambil keuntungan dari perbedaan harga salam yang lebih
rendah daripada harga tunai. Untuk memastikan penyerahan barang pada tanggal
yang ditentukan, bank dapat meminta jaminan. Karena dalam akad salam ini bank
bertindak sebagai penyedia pembiayaan, dan tidak sebagai pembeli akhir
komoditas yang diproduksi oleh penjual, bank kemudian menjual kembali dengan
akad salam paralel kepada pembeli akhir dengan waktu penyerahan barang yang
sama. Dapat juga bank (sebagai penjual/muslam ilaih) menerima pesanan barang
dari nasabah (pembeli/muslam), kemudian bank (sebagai pembeli/muslam)
memesankan permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (muslam ilaih)
dengan pembayaran di muka, dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati
bersama.
Syarat-syarat salam paralel yang harus dipenuhi, antara lain (Usmani,
1999) sebagai berikut.

(a) Pada salam paralel, bank masuk ke dalam dua akad yang berbeda. Pada
salam pertama bank bertindak sebagai pembeli dan pada salam kedua
bank bertindak sebagai penjual. Setiap kontrak salam ini harus
independen satu sama lain. Keduanya tidak boleh terikat satu sama lain
sehingga hak dan kewajiban kontrak yang satu tergantung kepada hak dan
kewajiban kontrak paralelnya. Setiap kontrak harus memiliki kekuatan
dan keberhasilannya harus tidak tergantung pada yang lain.
(b) Salam paralel hanya boleh dilakukan dengan pihak ketiga. Penjual pada
salam pertama tidak boleh menjadi pembeli pada salam paralel karena hal
ini akan menjadi kontrak pembelian kembali yang dilarang oleh Syariah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 108


Modul Ekonomi Syariah

c. Istishna

Istishna adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang


atau komoditas tertentu untuk pembeli/pemesan. Istishna merupakan salah satu
bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan
bentuk jual beli forward kedua yang dibolehkan oleh Syariah.
Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan
dengan bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul. Agar
akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan dan
barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama. Dalam
istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau di belakang, serta
istishna biasanya diaplikasikan untuk industri dan barang manufaktur.
Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk
memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai
memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan emberitahukan
sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah
memulai produksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak.
Rukun dari akad istishna yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu: Pelaku akad, yaitu mustashni’ (pembeli) adalah pihak yang
membutuhkan dan memesan barang, dan shani’ (penjual) adalah pihak yang
memproduksi barang pesanan; Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’)
dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sebagai bentuk jual beli forward, istishna mirip dengan salam. Namun,
ada beberapa perbedaan di antara keduanya, antara lain:

1) Obyek istishna selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan obyek


salam bisa untuk barang apa saja, baik harus diproduksi lebih dahulu
maupun tidak diproduksi lebih dahulu.
2) Harga dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga
dalam akad istishna tidak harus dibayar penuh di muka, melainkan dapat
juga dicicil atau dibayar di belakang;

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 109


Modul Ekonomi Syariah

3) Akad salam efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak, sedangkan


dalam istishna akad dapat diputuskan sebelum perusahaan mulai
memproduksi; dan
4) Waktu penyerahan yang tertentu merupakan bagian penting dari akad
salam, namun dalam akad istishna tidak merupakan keharusan. Meski
pun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad istishna,
pembeli dapat menetapkan waktu penyerahan maksimum yang berarti
bahwa jika perusahaan terlambat memenuhinya, pembeli tidak terikat
untuk menerima barang dan membayar harganya. Namun demikian,
harga dalam istishna dapat dikaitkan dengan waktu penyerahan. Jadi,
boleh disepakati bahwa apabila terjadi keterlambatan penyerahan harga
dapat dipotong sejumlah tertentu per hari keterlambatan.

Dalam aplikasinya bank syariah melakukan istishna paralel, yaitu bank


(sebagai penerima pesanan/shani’) menerima pesanan barang dari nasabah
(pemesan/mustashni’), kemudian bank (sebagai pemesan/mustashni’) memesankan
permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (shani’) dengan pembayaran
di muka, cicil, atau di belakang, dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati
bersama.

1.7.5 Akad Pola Sewa


Transaksi nonbagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi
berpola sewa atau ijarah. Ijarah, biasa juga disebut sewa, jasa, atau imbalan,
adalah akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa. Ijarah
adalah istilah dalam Fikih Islam dan berarti memberikan sesuatu untuk disewakan.
Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian. Jadi, hakekatnya ijarah adalah penjualan manfaat.
Ada dua jenis ijarah dalam hukum Islam, yaitu:

1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa


seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 110


Modul Ekonomi Syariah

2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu


memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan
leasing (sewa) di bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee)
disebut musta’jir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut
mu’jir/muaajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah. Ijarah bentuk
pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syariah.
Sementara itu, ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi
atau pembiayaan di perbankan syariah.

Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa barang tanpa alih kepemilikan di


akhir periode. Ijarah wa Iqtina atau Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) adalah
transaksi sewa beli dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan obyek
sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan
obyek sewa.

a. Ijarah

Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada


mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas usaha
seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli aset
dapat mendatangi pemilik dana (dalam hal ini bank) untuk membiayai pembelian
aset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian
menyewakannya kepada yang membutuhkan aset tersebut.
Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika
kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli aset terpenuhi, dan investor hanya
membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar
untuk membeli aset tersebut.
Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:1) Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang
menyewa aset, dan mu’jir/muaajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang
menyewakan aset; 2) Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan), dan ujrah
(harga sewa); dan 3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 111


Modul Ekonomi Syariah

Dua hal harus diperhatikan dalam penggunaan ijarah sebagai bentuk


pembiayaan. Pertama, beberapa syarat harus dipenuhi agar hukum-hukum Syariah
terpenuhi, dan yang pokok adalah:

a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut
harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak;
b. Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab
atas pemeliharaannya sehingga aset tersebut terus dapat memberi manfaat
kepada penyewa;
c. Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti
memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam
periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku; dan
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan
sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual,
harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir.

Syarat-syarat di atas menyiratkan bahwa pemilik dana atau pemilik aset


tidak memperoleh keuntungan tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Tingkat
keuntungan (rate of return) baru dapat diketahui setelahnya.
Kedua, sewa aset tidak dapat dipakai sebagai patokan tingkat keuntungan
dengan alasan:
1) Pemilik aset tidak mengetahui dengan pasti umur aset yang
bersangkutan. Aset hanya akan memberikan pendapatan pada masa
produktifnya. Selain itu, harga aset tidak diketahui apabila akan dijual
pada saat aset tersebut masih produktif.
2) Pemilik aset tidak tahu pasti sampai kapan aset tersebut dapat terus
disewakan selama masa produktifnya. Pada saat sewa pertama
berakhir, pemilik belum tentu langsung mendapatkan penyewa
berikutnya. Apabila sewa diperbaharui, harga sewa mungkin berubah
mengingat kondisi produktivitas aset yang mungkin telah
berkurang
.

b. Ijarah Muntahiya Bittamlik

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 112


Modul Ekonomi Syariah

Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) adalah transaksi sewa dengan


perjanjian untuk menjual atau menghibahkan obyek sewa di akhir periode sehingga
transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan obyek sewa. Berbagai bentuk alih
kepemilikan IMBT antara lain:

i. Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset
dihibahkan kepada penyewa;
ii. Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode
sewa asset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu;
iii. Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli
aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga
ekuivalen; dan
iv. Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan
bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.

1.7.6 Akad Pola Lainnya


Selain pola-pola yang telah dijelaskan, masih ada jenis akad lain yang
biasa digunakan perbankan syariah, yaitu:

a. Wakalah

Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan


kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang
boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan
tertentu dari pemberi amanah
Rukun dari akad wakalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu muwakil (pemberi kuasa) adalah pihak yang
memberikan kuasa kepada pihak lain, dan wakil (penerima kuasa) adalah pihak
yang diberi kuasa; 2) Objek akad, yaitu taukil (obyek yang dikuasakan); dan 3)
Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad wakalah, yaitu: 1) Obyek akad harus
jelas dan dapat diwakilkan; dan 2) Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Bentuk-bentuk akad wakalah, antara lain:

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 113


Modul Ekonomi Syariah

1) Wakalah Muthlaqah, yaitu perwakilan yang tidak terikat syarat


tertentu; dan
2) Wakalah Muqayyadah, yaitu perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat
yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Contoh penggunaan
wakalah dalam jasa perbankan, antara lain L/C (letter of credit),.
transfer, kliring, RTGS, inkaso, dan pembayaran gaji.

b. Kafalah

Kafalah (Guaranty) adalah jaminan, beban, atau tanggungan yang


diberikan oleh penanggung (kaafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful). Kafalah dapat juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Atas jasanya penjamin dapat
meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin.
Jadi, secara singkat kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang kepada orang lain dengan imbalan.
Rukun dari akad kafalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu kaafil (penanggung) adalah pihak yang
menjamin, dan makful (ditanggung), adalah pihak yang dijamin; 2) Objek akad
yaitu makful alaih (tertanggung) adalah obyek penjaminan; dan 3) Shighah, yaitu
Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad kafalah, yaitu: 1) Obyek akad harus
jelas dan dapat dijaminkan; dan 2) Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Kafalah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kafalah dengan harta dan
kafalah dengan jiwa. Sedangkan jenis kafalah ada tiga, yaitu:

a) Kafalah Bit Taslim, yaitu jaminan pengembalian barang yang disewa;


b) Kafalah Al Munjazah, yaitu jaminan mutlak tanpa batas waktu; dan
c) Kafalah Al Mualaqah, yaitu jaminan yang dibatasi jangka waktu tertentu.

Contoh penggunaan kafalah dalam jasa perbankan, antara lain bank


garansi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 114


Modul Ekonomi Syariah

c. Hawalah

Hawalah (Transfer Service) adalah pengalihan hutang/piutang dari orang


yang berhutang/berpiutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya/menerimanya.
Rukun dari akad hawalah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu muhal adalah pihak yang berhutang, muhil
adalah pihak yang mempunyai piutang, dan muhal ’alaih adalah pihak yang
mengambilalih hutang/piutang; 2) Objek akad, yaitu muhal bih (hutang); dan 3)
Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad hawalah, yaitu: 1) Persetujuan para
pihak terkait; dan 2) Kedudukan dan kewajiban para pihak.
Contoh penggunaan hawalah dalam jasa perbankan, antara lain anjak
piutang.

d. Rahn

Rahn (Mortgage) adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada


pihak lain (bank) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka
penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.
Rukun dari akad rahn yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa,
yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu rahin (yang menyerahkan barang), dan murtahin
(penerima barang); 2) Objek akad, yaitu marhun (barang jaminan) dan marhun bih
(pembiayaan); dan 3) Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad rahn, yaitu: 1) Pemeliharaan dan
penyimpanan jaminan; dan 2) Penjualan jaminan.
Contoh penggunaan rahn dalam jasa perbankan, antara lain gadai.

e. Sharf
Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta lain.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 115


Modul Ekonomi Syariah

Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa,
yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu ba’l (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk
dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli
valuta; 2) Objek akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar); dan 3)
Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.
Sedangkan syarat-syarat dari akad sharf, yaitu:
1) Valuta (sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis, harus ditukar
dengan jumlah yang sama. Apabila tidak sejenis, pertukaran dilakukan sesuai
dengan nilai tukar; dan
2) Waktu penyerahan (spot).
Produk jasa perbankan yang menggunakan akad sharf adalah fasilitas
penukaran uang (money changer).

f. Ujr
Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan
yang dilakukan. Akad ujr diaplikasikan dalam produk-produk jasa keuangan bank
syariah (fee based services), seperti untuk penggajian, penyewaan safe deposit box,
penggunaan ATM, dan sebagainya.

C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan Pengertian akad dan jenis-jenis akad dalam ekonomi syariah beserta
contohnya !
2. Dalam Islam ada istilah akad dan ada istilah janji (wa’ad) apa perbedaan
keduanya dan bagaimana implikasi hukumnya ?
3. Jelaskan Akad-akad pembiayaan yang dipakai oleh Bank Syariah! Jelaskan
pula mekanisme operasioalnya !
4. Dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa dilarang dua akad
dalam satu transaksi, jelaskan maksud hadis tersebut dan berikan contohnya di
zaman sekarang !
5. Dalam produk jasa dan pembiayaan bank syariah sering menggunakan lebih
dari satu akad (multi akad) seperti anjak piutang, transfer, L/C, KPR, dan lain-
lain. Bagaimana pandangan anda mengenai penggunaan akad tersebut ?

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 116


Modul Ekonomi Syariah

DAFTAR PUSTAKA

Anto, Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta : Ekonisia


Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata Publishing,
2010)
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).
Yogyakarta : UII Press
Chapra, Umer. 2001. Masa Depan Ilmu E0konomi, Sebuah Tinjauan Islami.
Jakarta : Gema Insani Press
Mas'adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Nabhani, Taqyudin, Membangun sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam,
(Surabaya:Risalah gusti.2002)
Rahman, Fazlur, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000)
Sholahuddin, Muhammad, Asas-asas Ekonomi Islam,(Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2007)
Suma, Muhammad Amin, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan
Islam, (Jakarta : Kholam Publishing, 2008)
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, (Jakarta :
Gema Insani, 2011)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 117


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 5:
TEORI KONSUMSI DAN PERILAKU KONSUMEN
DALAM EKONOMI ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian dan jenis-jenis akad
dan transaksi dalam ekonomi syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan Teori Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam
ekonomi syariah
1.2 Melakukan analisis perbandingan antara teori konsumsi konvensinal
dan teori konsumsi Ekonomi Syariah

B. URAIAN MATERI
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe
pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe
pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran
yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan
keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun
memiliki efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran
yang dikeluarkan semata – mata bermotif mencari akhirat.
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menumpuk
dan meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif
berkonsumsi dalam islam pada dasarnya adalah mashlahah, kebutuhan
dan kewajiban.
Dalam ekonomi Islam, tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah.
Menurut Imam Shatibi istilah maslahah maknanya lebih luas dari sekedar utility
atau kepuasan dalam terminology ekonomi konvensional. Maslahah
merupakan tujuan hukum syara yang paling utama. Pada konsep ini islam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 118


Modul Ekonomi Syariah

dan konvensional sepakat bahwa kebutuhan untuk mempertahankan hidup adalah


motif umum ekonomi.

1.1 PENGERTIAN KONSUMSI DAN PERILAKU KONSUMEN DALAM


ISLAM
Dalam mendefinisikan konsumsi terdapat perbedaan di antara para pakar
ekonomi, namun konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi
juga memiliki pengertian yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar dengan konsumsi ekonomi
konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara
pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah islamiyyah.
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah
kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan
kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari
konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa
mereka. Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia
memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan
sumberdaya (resources) yang dimilikinya.

1.2 Urgensi Konsumsi


Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap perekonomian,
karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi. Oleh karena itu, kegiatan
ekonomi mengarah kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab,
mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan dan juga mengabaikan
penegakan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupan. Dalam sistem
perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan
mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan
menggerakkan roda-roda perekonomian.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 119


Modul Ekonomi Syariah

1.3 Sifat-Sifat Atau Norma Etika Konsumen


Menurut Yusuf Qardhawi, ada beberapa norma dasar yang menjadi
landasan dalam berperilaku konsumsi seorang muslim antara lain:
1. Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir.
Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan,
ditimbun atau sekedar dihitung-hitung tetapi digunakan bagi kemaslahatan
manusia sendiri serta sarana beribadah kepada Allah. Konsekuensinya,
penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan memanfaatkannya adalah
diwajibkan.
2. Tidak melakukan kemubadziran.
Seorang muslim senantiasa membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-
kebutuhan yang bermanfaat dan tidak berlebihan (boros/israf).
Sebagaimana seorang muslim tidak boleh memperoleh harta haram, ia juga
tidak akan membelanjakannya untuk hal yang haram. Beberapa sikap yang
harus diperhatikan adalah:
a. Menjauhi berhutang, Setiap muslim diperintahkan untuk
menyeimbangkan pendapatan dengan pengeluarannya. Jadi
berhutang sangat tidak dianjurkan, kecuali untuk keadaan yang
sangat terpaksa.
b. Menjaga asset yang mapan dan pokok.
Tidak sepatutnya seorang muslim memperbanyak belanjanya
dengan cara menjual asset-aset yang mapan dan pokok, misalnya
tempat tinggal. Nabi mengingatkan, jika terpaksa menjual asset
maka hasilnya hendaknya digunakan untuk membeli asset lain agar
berkahnya tetap terjaga.
3. Tidak hidup mewah dan boros. Kemewahan dan pemborosan yaitu
menenggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megahan sangat
ditentang oleh ajaran Islam. Sikap ini selain akan merusak pribadi-pribadi
manusia juga akan merusak tatanan masyarakat. Kemewahan dan
pemborosan akan menenggelamkan manusia dalam kesibukan memenuhi
nafsu birahi dan kepuasan perut sehingga seringkali melupakan norma dan
etika agama karenanya menjauhkan diri dari Allah. Kemegahan akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 120


Modul Ekonomi Syariah

merusak masyarakat karena biasanya terdapat golongan minoritas kaya


yang menindas mayoritas miskin.
4. Kesederhanaan.
Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah sikap
terpuji bahkan penghematan merupakan salah satu langkah yang sangat
dianjurkan pada saat krisis ekonomi terjadi. Dalam situasi ini sikap
sederhana yang dilakukan untuk menjaga kemaslahatan masyarakat luas.
5. Mementingkan kehendak sosial dibandingkan dengan keinginan yang
benar-benar bersifat pribadi.
6. Konsumen akan berkumpul untuk saling bekerjasama dengan masyarakat
dan pemerintah untuk mewujudkan semangat islam.
7. Konsumen dilarang mengkonsumsi barang atau jasa yang penggunaannya
dilarang oleh agama islam.

1.4 Konsep Penting dalam Konsumsi


Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat)
dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan
pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya
sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam prespektif ekonomi Islam, dua
unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi
itu sendiri. Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai
penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan,
maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan
aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya,
karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi
Islam.
a) Kebutuhan (Hajat)
manusia adalah makhluk yang tersusun dari berbagai unsur, baik ruh,
akal, badan maupun hati. Unsur-unsur ini mempunyai keterkaitan antar
satu dengan yang lain. Misalnya, kebutuhan manusia untuk makan,
pada dasarnya bukanlah kebutuhan perut atau jasmani saja, namun,
selain akan memberikan pengaruh terhadap kuatnya jasmani, makan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 121


Modul Ekonomi Syariah

juga berdampak pada unsur tubuh yang lain, misalnya, ruh, akal dan
hati. Karena itu, Islam mensyaratkan setiap makanan yang kita makan
hendaknya mempunyai manfaat bagi seluruh unsur tubuh".
Ungkapan di atas hendaknya menjadi perhatian kita, bahwa tidak
selamanya sesuatu yang kita konsumsi dapat memenuhi kebutuhan
hakiki dari seluruh unsur tubuh. Maksud hakiki di sini adalah
keterkaitan yang positif antara aktifitas konsumsi dengan aktifitas
terstruktur dari unsur tubuh itu sendiri. Apabila konsumsi
mengakibatkan terjadinya disfungsi bahkan kerusakan pada salah satu
atau beberapa unsur tubuh, tentu itu bukanlah kebutuhan hakiki
manusia. Karena itu, Islam secara tegas mengharamkan minum-
minuman keras, memakan anjing, dan sebagainya dan seterusnya.
Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi, manusia
juga dibebani kewajiban membangun dan menjaganya, yaitu, sebuah
aktifitas berkelanjutan dan terus berkembang yang menuntut
pengembangan seluruh potensinya disertai keseimbangan penggunaan
sumber daya yang ada. Artinya, Islam memandang penting
pengembangan potensi manusia selama berada dalam batas
penggunaan sumber daya secara wajar. Sehingga, kebutuhan dalam
prespektif Islam adalah, keinginan manusia menggunakan sumber daya
yang tersedia, guna mendorong pengembangan potensinya dengan
tujuan membangun dan menjaga bumi dan isinya.
b) Kegunaan atau Kepuasan (manfaat)
Sebagaimana kebutuhan di atas, konsep manfaat ini juga tercetak
bahkan menyatu dalam konsumsi itu sendiri. Para ekonom
menyebutnya sebagai perasaan rela yang diterima oleh konsumen
ketika mengkonsumsi suatu barang. Rela yang dimaksud di sini adalah
kemampuan seorang konsumen untuk membelanjakan pendapatannya
pada berbagai jenis barang dengan tingkat harga yang berbeda.
Ada dua konsep penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian rela
di atas, yaitu pendapatan dan harga. Kedua konsep ini saling
mempunyai interdependensi antar satu dengan yang lain, mengingat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 122


Modul Ekonomi Syariah

kemampuan seseorang untuk membeli suatu barang sangat tergantung


pada pemasukan yang dimilikinya. Kesesuaian di antara keduanya akan
menciptakan kerelaan dan berpengaruh terhadap penciptaan prilaku
konsumsi itu sendiri. Konsumen yang rasional selalu membelanjakan
pendapatannya pada berbagai jenis barang dengan tingkat harga
tertentu demi mencapai batas kerelaan tertinggi.
Sekarang bagaimanakah Islam memandang manfaat, apakah sama
dengan terminologi yang dikemukakan oleh para ekonom pada
umumnya ataukah berbeda? Beberapa ayat al-Qur’an mengisyaratkan
bahwa manfaat adalah antonim dari bahaya dan terwujudnya
kemaslahatan. Sedangkan dalam pengertian ekonominya, manfaat
adalah nilai guna tertinggi pada sebuah barang yang dikonsumsi oleh
seorang konsumen pada suatu waktu. Bahkan lebih dari itu, barang
tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Jelas bahwa manfaat adalah terminologi Islam yang mencakup
kemaslahatan, faidah dan tercegahnya bahaya. Manfaat bukan sekedar
kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh anggota tubuh semata,
namun lebih dari itu, manfaat merupakan cermin dari terwujudnya
kemaslahatan hakiki dan nilai guna maksimal yang tidak berpotensi
mendatangkan dampak negatif di kemudian hari.

1.5 Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami


Imam Shatibi menggunakan istilah 'maslahah', yang maknanya lebih luas
dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional.
Maslahah merupakan tujuan hukum syara' yang paling utama.
Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa
yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka
bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992). Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni:
kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan (al-
din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan
jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut di
atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 123


Modul Ekonomi Syariah

Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi


hakim bagi masing masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan
suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility,
kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua
individu. Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga bank memberi
maslahah bagi diri dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman
bunga bank, maka penilaian individu tersebut menjadi gugur. Maslahah orang per
seorang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda
dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana seseorang tidak
dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan
penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
a) Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat,
baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi.
Dengan demikian seorang individu Islam akan memiliki dua jenis pilihan:
Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah jenis
pertama dan berapa untuk maslahah jenis kedua
b) Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis pertama: berapa bagian
pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan dunia (dalam rangka mencapai 'kepuasan' di akhirat) dan berapa
bagian untuk kebutuhan akhirat. Pada tingkat pendapatan tertentu,
konsumen Islam, karena memiliki alokasi untuk hal-hal yang menyangkut
akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit daripada non-muslim. Hal
yang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut di atas. Tidak semua
barang/jasa yang memberikan kepuasan/utility mengandung maslahah di
dalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak dikonsumsi
oleh umat Islam. Dalam membandingkan konsep 'kepuasan' dengan
'pemenuhan kebutuhan' (yang terkandung di dalamnya maslahah), kita
perlu membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara' yakni
antara daruriyyah, tahsiniyyah dan hajiyyah.

1.6 Prinsip-Prinsip Konsumsi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 124


Modul Ekonomi Syariah

Menurut Abdul Mannan, dalam melakukan konsumsi terdapat lima prinsip


dasar, yaitu:
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan
tidak dilarang hukum. Artinya, sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara
halal dan tidak bertentangan dengan hukum. Berkonsumsi tidak boleh
menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum agama, serta
menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan
tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi” (Qs al-Baqarah,2 : 169). Keadilan yang dimaksud adalah mengkonsumsi
sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh).
Kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika
tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh memakan makanan yang
terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.
2. Prinsip Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang
dapat merusak fisik dan mental manusia, misalnya: makanan harus baik dan cocok
untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
Sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah.
Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan kemubaziran atau
bahkan merusak.
“Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah
memakannya” (HR Tarmidzi). Prinsip kebersihan ini bermakna makanan
yang dimakan harus baik, tidak kotor dan menjijikkan sehingga merusak
selera. Nabi juga mengajarkan agar tidak meniup makanan: ”Bila salah
seorang dari kalian minum, janganlah meniup ke dalam gelas” (HR
Bukhari).
3. Prinsip Kesederhanaan
Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan
pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi. Sikap berlebih-lebihan ini
mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 125


Modul Ekonomi Syariah

memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru


menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi
yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien
dan efektif secara individual maupun sosial.
“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan; Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs al-A’raf, 7: 31). Arti penting
ayat-ayat ini adalah bahwa kurang makan dapat mempengaruhi jiwa dan tubuh,
demikian pula bila perut diisi dengan berlebih-lebihan tentu akan berpengaruh
pada perut.
4. Prinsip Kemurahan hati.
Allah dengan kemurahan hati-Nya menyediakan makanan dan minuman
untuk manusia (Qs al-Maidah, 5: 96). Maka sifat konsumsi manusia juga harus
dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang
yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan
yang ada pada kita, kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat
membutuhkannya.
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika
mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena
kemurahan-Nya. Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah maka Allah elah memberikan anugrah-Nya
bagi manusia.
5. Prinsip Moralitas.
Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus
dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata –
mata memenuhi segala kebutuhan. Allah memberikan makanan dan minuman
untuk keberlangsungan hidup umat manusia agar dapat meningkatkan nilai-nilai
moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah
sebelum makan dan menyatakan terimakasih setelah makan.

1.7 Kaidah-Kaidah Konsumsi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 126


Modul Ekonomi Syariah

Konsumen non muslim tidak mengenal istilah halal atau haram dalam
masalah konsumsi. Karena itu dia akan mengkonsumsi apa saja, kecuali jika dia
tidak bisa memperolehnya, atau tidak memiliki keinginan untuk
mengkonsumsinya.
Adapun konsumen muslim, maka dia komitmen dengan kaidah-kaidah dan
hukum-hukum yang disampaikan dalam syariat untuk mengatur konsumsi agar
mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal mungkin, dan mencegah
penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharatnya, baik bagi
konsumen sendiri maupun yang selainnya.
Berikut ini merupakan kaidah-kaidah terpenting dalam konsumsi:
1. Kaidah Syariah
Yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan
konsumsi di mana terdiri dari:
a. Kaidah akidah, yaitu mengetahui hakikat konsumsi adalah sebagai sarana
untuk ketaatan/ beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai
makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang
nantinya diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya. Jika seorang
muslim menikmati rizki yang dikaruniakan Allah kepadanya, maka
demikian itu bertitik tolak dari akidahnya bahwa ketika Allah memberikan
nikmat kepada hamba-hamba-Nya, maka Dia senang bila tanda nikmat-Nya
terlihat pada hamba-hamba-Nya.
b. Kaidah ilmiah, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu
tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukam-hukum yang berkaitan
dengannya, apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau
dari zat, proses, maupun tujuannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
c. Kaidah amaliah, yaitu merupakan aplikasi dari kedua kaidah yang
sebelumnya, maksudnya memperhatikan bentuk barang konsumsi. Sebagai
konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi islami
tersebut, seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia
akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang halal atau
syubhat.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 127


Modul Ekonomi Syariah

2. Kaidah Kuantitas
Yaitu tidak cukup bila barang yang dikonsumsi halal, tapi dalam sisi kuantitas
(jumlah) nya harus juga dalam batas-batas syariah, yang dalam penentuan
kuantitas ini memperhatikan beberapa faktor ekonomis, sebagai berikut:
a. Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara
menghamburkan harta (boros) dengan pelit, tidak bermewah-mewah,
tidak mubadzir, hemat. Boros dan pelit adalah dua sifat tercela, dimana
masing-masing memiliki bahaya dalam ekonomi dan sosial. Karena itu
terdapat banyak Nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mengecam kedua
hal tersebut, dan karena masing-masing keluar dari garis kebenaran
ekonomi yang memiliki dampak-dampak yang buruk.
b. Kesesuaian antara konsumsi dan pemasukan, artinya dalam
mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya,
bukan besar pasak daripada tiang. P
c. Penyimpanan (menabung) dan pengembangan (investasi), artinya tidak
semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk
kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.
3. Kaidah Memperhatikan Prioritas Konsumsi
Yaitu, di mana konsumen harus memperhatikan urutan kepentingan yang harus
diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
a. Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat
hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya, dunia dan agamanya serta
orang terdekatnya, yakni nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang dapat
mewujudkan lima tujuan syariat (yakni memelihara jiwa, akal, agama,
keturunan dan kehormatan). Tanpa kebutuhan primer kehidupan manusia
tidak akan berlangsung. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan makan,
minum, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan dan pernikahan.
b. Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas
hidup yang lebih baik, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan
kehidupan, agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi
sebelum kebutuhan primer terpenuhi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 128


Modul Ekonomi Syariah

c. Tersier, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan


kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini
tergantung pada bagaimana pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder.
4. Kaidah Sosial
Yaitu mengetahui faktor-faktor sosial yang berpengaruh dalam kuntitas dan
kualitas konsumsi, yakni memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya
sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
a) Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sebagaimana
bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada salah satu anggotanya,
maka anggota badan yang lain juga akan merasakan sakitnya.
b) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi
apalagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat yang banyak mendapat
sorotan di masyarakatnya.
c) Tidak membahayakan orang lain yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak
merugikan dan memberikan madharat ke orang lain.
5. Kaidah Lingkungan
Yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung
sumber daya alam yang ada di bumi dan keberlanjutannya (hasil olahan dari
sumber daya alam), serta tidak merusak lingkungan, baik bersifat materi
maupun non materi.
6. Kaidah Larangan mengikuti dan Meniru
Yaitu tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi islami, seperti mengikuti dan meniru pola
konsumsi masyarakat kafir dan larangan bersenang-senang (hedonis),
misalnya: suka menjamu dengan tujuan bersenang-senang atau memamerkan
kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.

1.8 Model Keseimbangan Konsumsi Islam


Keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan pada prinsip
keadilan distribusi. Jika tuan A mengalokasikan pendapatannya setahun hanya
untuk kebutuhan materi, dia tidak berlaku adil karena ada pos yang belum

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 129


Modul Ekonomi Syariah

dibelanjakan, yaitu konsumsi sosial. Jika demikian, sesungguhnya dia hanya


bertindak untuk jalannya diakhirat nanti.
Secara sederhana Metwally (1995: 26-23) telah memberikan kontribusi
yang sangat berarti dalam perumusan keseimbangan konsumsi Islami.
Dimana :
S : Sedekah
H : Harga barang dan jasa
BR : Barang
JS : Jasa
Z : Zakat (25%)
P : Jumlah pendapatan

1.9 Batasan Konsumsi Dalam Syari’ah


Dalam Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan.
Peranan keimanan menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara
pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yang dalam
bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikap – sikap terhadap sesama manusia,
sumberdaya, dan ekologi. Keimanan sangat mempengaruhi sifat kuantitas, dan
kulitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan materil maupun spiritual. Dalam
konteks inilah kita dapat berbicara tentang bentuk – bentuk halal dan haram,
pelarangan terhadap israf, pelarangan terhadap bermewah – mewahan dan
bermegah – megahan, konsumsi sosial, dan aspek – aspek normatif lainnya. Kita
melihat batasan konsumsi dalam Islam sebagaimana diurai dalam Alqur’an surah
Al-Baqarah [2]: 168 -169 :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah – langkah setan;
karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu. Sesungguhnya setan
hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui.
Sedangkan untuk batasan terhadap minuman merujuk pada firman Allah
dalam al qur’an surah Al-Maidah[5] : 90 :

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 130


Modul Ekonomi Syariah

Hai orang – orang yang beriman, sesungguhnya (minuman khamer,


berjudi,(berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan – perbuatan itu
agar kamu beruntung.

Konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan.


Kebutuhan konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya
merupakan insentif pokok bagi kegiatan – kegiatan ekoniminya sendiri. Mereka
mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk
meningkatkannya. Hal ini berarti pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting
dan hanya para ahli ekonomi yang mempertunjukkan kemampuannya untuk
memahami dan menjelaskan prinsip produksi dan konsumsi. Perbedaan antara
ekonomi modern dan ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara
pendekatan dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui
kegemaran materialistis semata – mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha
mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini.

1.10 PERILAKU KONSUMEN MUSLIM


Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan
yang tak terbatas. Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia dapat meliputi ;
keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia,
Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak ditengah – tengah (moderity) dan
sederhana (simpelicity). Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang
digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan melakukan dengan cara rasional.
isharf dilarang dalam al – Qur’an. Tabzir berarti membelanjakan uang ntuk sesuatu
yang dilarang menurut hukum Islam. Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah swt.
1. Dasar Hukum Perilaku konsumen
Hasan sirry menyatakan bahwa sumber hukum konsumsi yang tercactum
dalam Al-Qur’an adalah;
Makanlah dan minumlah,namun janganlah berlebih – lebihan,
Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang – orang berlebih – lebihan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 131


Modul Ekonomi Syariah

Sumber yang berasal dari Hadits Rasul adalah,


Abu Said Al – Chodry r.a. berkata: ketika kami dalam bepergian bersama
Nabi saw. Mendadak datang seseorang berkendara, sambil menoleh
kekanan kekiri seolah – olah mengharapkan bantuan makanan, maka
bersabda Nabi: “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus
dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang
mempunyai kelebihan bekal harus dibantu kepada yang tidak berbekal.”
Kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga
kita merasa seseorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari
kebutuhan hajatnya..
2. Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami
Dalam pandangan Islam kepuasan didasarkan pada suatu konsep yang
disebut dengan maslahah. Imam Shatibi menggunakan istilah 'maslahah', yang
maknanya lebih luas dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi
konvensional. Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan
barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan
manusia di muka bumi ini. Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni:
kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan (al-
din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan
jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut di
atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah. Kegiatan-kegiatan
ekonomi meliputi produksi, konsumsi dan pertukaran yang menyangkut maslahah
tersebut harus dikerjakan sebagai suatu ‘religious duty‘ atau ibadah. Tujuannya
bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat. Semua aktivitas
tersebut, yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut ‘needs’ atau
kebutuhan. Dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi. Mencukupi kebutuhan – dan
bukan memenuhi kepuasan/keinginan – adalah tujuan dari aktivitas ekonomi
Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam
beragama.
Adapun sifat-sifat maslahah sebagai berikut:
1. Maslahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi
hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 132


Modul Ekonomi Syariah

merupakan suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda


dengan konsep utility, kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah
dan sifatnya mengikat bagi semua individu.
2. Maslahah orang per seorang akan konsisten dengan maslahah orang
banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum,
yaitu keadaan optimal di mana seseorang tidak dapat meningkatkan
tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan
kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
3. Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam
masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran
dan distribusi.
Berdasarkan kelima elemen di atas,maslahah dapat dibagi dua jenis:
pertama, maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut kehidupan dunia
dan akhirat, dan kedua: maslahah terhadap elemen-elemen yang menyangkut
hanya kehidupan akhirat. Dengan demikian seorang individu Islam akan memiliki
dua jenis pilihan:
1. Berapa bagian pendapatannya yang akan dialokasikan untuk maslahah
jenis pertama dan berapa untuk maslahah jenis kedua.
2. Bagaimana memilih di dalam maslahah jenis pertama: berapa bagian
pendapatannya yang akan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan dunia (dalam rangka mencapai ‘kepuasan’ di akhirat) dan
berapa bagian untuk kebutuhan akhirat.
Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen Islam, karena memiliki alokasi
untuk hal-hal yang menyangkut akhirat, akan mengkonsumsi barang lebih sedikit
daripada non-muslim. Hal yang membatasinya adalah konsep maslahah tersebut di
atas. Tidak semua barang/jasa yang memberikan kepuasan/utility mengandung
maslahah di dalamnya, sehingga tidak semua barang/jasa dapat dan layak
dikonsumsi oleh umat Islam. Dalam membandingkan konsep ‘kepuasan’ dengan
‘pemenuhan kebutuhan’ (yang terkandung di dalamnya maslahah), kita perlu
membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara’ yakni antara daruriyyah,
tahsiniyyah dan hajiyyah. Penjelasan dari masing-masing tingkatan itu sebagai
berikut:

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 133


Modul Ekonomi Syariah

1) Daruriyyah: Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus ada dan


mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu
mencakup terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa,
keyakinan atau agama, akal/intelektual, keturunan dan keluarga serta
harta benda. Jika tujuan daruriyyah diabaikan, maka tidak akan ada
kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian
yang nyata di akhirat.
2) Hajiyyah: Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan
kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk
memelihara lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan
dan berhati-hati terhadap lima hal pokok tersebut.
3) Tahsiniyyah: syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di
dalamnya. Terdapat beberapa provisi dalam syariah yang dimaksudkan
untuk mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi
dari daruriyyah dan hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju
yang nyaman dan indah.

1.11 Perbedaan Perilaku Konsumen Muslim dengan Perilaku Konsumen


Konvensional
Konsumen Muslim memiliki keunggulan bahwa mereka dalam memenuhi
kebutuhannya tidak sekadar memenuhi kebutuhan individual (materi), tetapi juga
memenuhi kebutuhan sosial (spiritual). Konsumen Muslim ketika mendapatkan
penghasilan rutinnya, baik mingguan, bulanan, atau tahunan, ia tidak berpikir
pendapatan yang sudah diraihnya itu harus dihabiskan untuk dirinya sendiri, tetapi
karena kesadarannya bahwa ia hidup untuk mencari ridha Allah, sebagian
pendapatannya dibelanjakan di jalan Allah (fi sabilillah). Dalam Islam, perilaku
seorang konsumen Muslim harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah
(hablu mina Allah) dan manusia (hablu mina an-nas).
Konsep inilah yang tidak kita dapati dalam ilmu perilaku konsumen konvensional.
Selain itu, yang tidak kita dapati pada kajian perilaku konsumsi dalam perspektif
ilmu ekonomi konvensional adalah adanya saluran penyeimbang dari saluran
kebutuhan individual yang disebut dengan saluran konsumsi sosial. Alquran

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 134


Modul Ekonomi Syariah

mengajarkan umat Islam agar menyalurkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat,
sedekah, dan infaq. Hal ini menegaskan bahwa umat Islam merupakan mata rantai
yang kokoh yang saling menguatkan bagi umat Islam lainnya .

C. LATIHAN SOAL
1. Konsumsi adalah upaya pemenuhan kebutuhan manusia dari sumber daya yang
dimilikinya. Dalam ekonomi konvensional dinyatakan bahwa kebutuhan
manusia tidak terbatas sedangkan sumberdaya terbatas, maka manusia
mengalami masalah kelangkaan sumberdaya sehingga harus melakukan
berbagai upaya dalam rangka maksimalisasi kepuasan dalam konsumsi.
Jelaskan pandangan Islam tentang hal itu !
2. Bagaimana pandangan Asy Syatibi tentang maslahah dalam Islam dan
bagaimana implementasinya dalam teori konsumsi dan perilaku konsumen !
3. Jelaskan ayat-ayat maupun hadis yang menerangkan perilaku konsumsi Islami !
4. Bagaimana korelasi konsep maslahah dalam teori konsumsi modern?
Bagaimana perbandingannya dengan teori kepuasan konsumen ? bagaimana
cara maksimalisasi konsumsi dalam Islam antara barang halal dan barang
haram ?
5. Bagi umat Islam Indonesia yang akan melaksanakan ibadah haji wajib diberi
suntikan vaksin kesehatan untuk mencegah terjangkit penyakit. Ternyata
vaksin yang dipakai tersebut dalam proses pembuatannya menggunakan enzim
babi dalam prosesnya. Bagaimana pandangan anda mengenai kehalalan vaksin
tersebut ?

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 135


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Islam Indonesia. Diakses


dari http://www.dilibrary.net/images/topics/Materi%20-20Adiwarman.pdf.
Tanggal 30 Januari 2007.
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan.
(Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004)
Cf. The Muqaddimah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dri bhasaArab
oleh Franz Rosenthal (3 jilid) diterbitkan oleh Bollingen Foundation Inc.,
New York
Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam Adiwarman
Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT Indonesia, Jakarta,
2003
Durant, Will, The Age of Faith, New York, Simon and Schuster, Encyclopaedia of
Islam, New Editoin, 1950
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2002), hal. 149. Penulis buku ini menkompilasi dari Sumber M. Najatullah
Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995), dan A. Karim (2001).
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari
Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek
Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta,
1985, hal. 100-111.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika
Aditama : Bandung.
Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby
Schumpeter, Joseph. A., History of Economic Analysis, Oxford University Press
(New York), 1954
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Jakarta, Alpabet,2000,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 136


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 6:
TEORI PRODUKSI DAN PERILAKU PRODUSEN
DALAM EKONOMI ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Teori produksi dan perilaku
produsen dalam ekonomi syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan konsep Produksi dan perilaku produsen dalam
ekonomi Islam
1.2 Menilai secara kritis teori Produksi dan perilaku Produsen dalam
ekonomi Islam.

B. URAIAN MATERI
Produksi adalah bagian terpenting dari ekonomi Islam bahkan dapat
dikatakan sebagai salah satu dari rukun ekonomi disamping konsumsi, distribusi,
redistribusi, infak dan sedekah. Karena produksi adalah kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfa’atkan oleh konsumen.
Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan
konsumsi dapat dilakukan dengan manusia secara sendiri. Artinya seseorang
memproduksi barang/jasa kemudian dia mengonsumsinya. Akan tetapi seiring
dengan berjalannya waktu dan beragamnya kebutuhan konsumsi serta
keterbatasan sumber daya yang ada (kemampuannya), maka seseorang tidak dapat
lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, akan tetapi
membutuhkan orang lain untuk menghasilkannya.
Oleh karena itu kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-
pihak yang berbeda. Dan untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan
produktifitas lahirlah istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi dan
penggunaan tehnologi produksi. Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi
bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari
keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 137


Modul Ekonomi Syariah

secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya).
Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi

1.1 Pengertian Produksi


Produksi didefinisikan sebagai penciptaan guna dan penambahan nilai
pada guna. Menurut Fraser “ jika mengkonsumsi berarti mengambil guna, maka
produksi berarti menaruh guna. Allah adalah pencipta sejati, manusia hanyalah
dapat mengubah bentuk materi serta menggunakanya untuk memenuhi
keinginannya.
Tanah, tenaga kerja, modal, dan perusahaan pada umumnya di sebut faktor
produksi. Di dalam ekonomi, produksi mencangkup rantai yang panjang yang
mencangkup industri dan jasa, sperti : penggalian tambang, memancing ikan,
pertanian, pengolahan yang merubah bahan mentah menjadi barang jadi, jasa
perdagangan semacam jual beli, transportasi, perbankan dan ansurasi, serta jasa-
jasa yang dari sektor yang banyak jenisnya sperti pelayan, pekerja, dokter, insiyur,
ahli hukum dan guru.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi”
dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan
ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu
mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu
zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam
perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi
fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi.
Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi
berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang
bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 138


Modul Ekonomi Syariah

mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi


(ekstraktif).
Jadi, produksi merupakan mata rantai konsumsi, yaitu menyediakan
barang dan jasa yang merupakan kebutuhan konsumen. Produsen bertujuan untuk
memperoleh mashlahah maksimum melalui aktivitasnya. Jadi, produsen dalam
perspektif ekonomi islam bukanlah seorang pemburu laba minimal melainkan
pemburu mashlahah. Ekspresi mashlahah dalam produksi adalah keuntungan dan
berkah sehingga produsen akan menentukan kombinasi antara berkah dan
keuntungan yang memberikan mashklahah maksimal.
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan
untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan
mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai
tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan
keuntungan ditambah dengan berkah.
Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang
diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah
berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen
sendiri dan manusia secara keseluruhan.
1.2 Atribut Fisik dan Nilai dalam Produk
Sebuah produk yang dihasilkan oleh produsen menjadi berharga atau
bernilai karena adanya berbagai atribut fisik dari produk semata, tetapi juga
karena adanya nilai (value) yang dipandang berharga oleh konsumen.
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Kelvin Lanscarter pada tahun
1966 M. maka sebelum teori atribut fisik ini dilahirkan, teori-teori sebelumnya
masih menggunakan asumsi bahwa yang diperhatikan oleh konsumen adalah
produknya. Maksud atribut fisik dalam suatu barang adalah; bahan baku barang,
kualitas keawetan barang, bentuk atau desain barang dan lain-lain. Atribut suatu
barang pada esensinya sangat menentukan peran fungsional dari barang tersebut
dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Sedangkan nilai suatu barang akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 139


Modul Ekonomi Syariah

memberikan kepuasan pesikis kepada konsumen sebagai pemanfaat produk


barang tersebut. Sedangkan nilai ini berbentuk dalam citra atau merk barang
tersebut, sejarah, reputasi produsen, dan lain-lain.
Misalkan; dua barang yang memiliki atribut fisik sama belum tentu
memiliki harga sama di hadapan konsumen kerena perbedaan nilai yang ada
dalam barang tersebut. Contoh saja dua stickolahraga golf yang memiliki
spesifikasi teknis sama, tetapi harganya berbeda karena merknya
berbeda. Stick olahraga golf bermerk terkenal harganya lebih mahal dibandingkan
yang tidak terkenal, meskipun bahannya sama, desain modelnya sama dan tentu
saja fungsinya sama. Tekadang harga barang bisa jauh melampui nilai
fungsionalnya karena tingginya nilai non-fisik yang ada padanya. Sebagai contoh
adalah stick pegolf terkenal tingkat dunia yang dilelang dengan harga yang sangat
tinggi dan tidak masuk akal untuk sebuah stick olahraga golf. Maka dalam hal ini,
konsumen tidak melihat stick golf ini sebagai atribut fisik yang berfungsi untuk
olahraga golf saja, akan tetapi nilai sejarah yang melekat pada stick golf tersebut
sebagai penyandang puncak kesuksesan pemiliknya. Maka dengan adanya nilai
sejarah pada stick golf inilah yang menjadikan harga stick golf ini menjadi sangat
mahal dan sangat berharga bagi konsumen.
Atribut fisik suatu produk pada dasarnya bersifat objektif yang dapat
dikomparasikan dengan jenis produk lainnya, akan tetapi nilai produk itu bernilai
subjektif sehingga faktor inilah yang membedakan harga suatu produk. Dalam
pandangan ekonomi Islam produk merupakan kombinasi dari atribut fisik dan
nilai (value). Konsep ekonomi Islam tetang atribut fisik suatu produk tidak
berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional pada umumnya
Dengan demikian setiap barang dan jasa dalam Islam adalah bernilai dan
bermartabat, maka barang/jasa itu mengandung keberkahan dan akibatnya
membawa kemaslahatan bagi manusia. Maka setiap produk (barang/jasa) yang
tidak bernilai, maka produk (barang/jasa) tidak mengandung keberkahan sehingga
tidak dapat memberikan kemaslahatan, sebab berkah merupakan elemen penting
dalam konsep maslahah.
Gambaran tentang hal di atas misalnya adanya dua merk stick golf yang
mana satu jenisstick golf diproduksi oleh sebuah perusahaan M yang melakukan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 140


Modul Ekonomi Syariah

eksploitasi terhadap tenaga kerjanya, sedangkan perusahaan yang lainnya T sangat


menghargai tenaga kerjanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa eksploitasi
terhadap tenaga kerja sangat bertentangan dengan nilai-nilai dalam ekonomi
Islam. Meskipun atribut fisik kedua stick golf tersebut sama, tetapi kedua raket
tersebut akan dihargai berbeda. Stick golf yang diproduksi oleh perusahaan M
tidak mengandung berkah karena proses produksinya tidak sesuai dengan syariah
yaitu dengan melakukan bentuk eksploitasi, maka produk ini tidak berharga
sehingga tidak mengandung maslahah, sehingga para konsumen emoh
memilihnya.
Dengan demikian sangat jelas bahwa suatu produk harus memiliki atribut
fisik yang halal dan proses pembuatan produksi juga halal, sehingga akan
menjadikan berkah yang membawa kemaslahatan bagi manusia dan
lingkungannya. Dengan penjelasan di atas kuantitas produk dapat diekspresikan
dalam sebuah rumus, sebagai berikut:
QM = qF + qB
Dimana
QM : Barang yang memiliki maslahah
qF : Atribut fisik barang
qB : Berkah barang tersebut.

1.3 Input Produksi dan Berkah


Kegiatan produksi membutuhkan berbagai jenis sumber daya ekonomi
yang lazim disebut input atau faktor produksi, yaitu semua bentuk faktor yang
memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah
proses produksi. Maka faktor-faktor produksi ini terdeskripsikan dalam faktor
sumber daya alam, faktor finansial, faktor sumber daya manusia dan faktor waktu.
Misalkan dalam sebuah perusahaan produksi mobil. Pemroduksian mobil tidak
bisa dibuat hanya dengan tersedianya besi atau karet saja, atau ada tenaga kerja
saja, atau ada pengusaha mobil saja, tetapi merupakan kombinasi antara berbagai
faktor produksi sebagai input produksi. Sebuah mobil dapat sampai ke tangan
konsumen didukung oleh kombinasi dari berbagai macam faktor produksi
diantaranya harus tercukupinya bahan-bahan; besi, karet, aluminium dan lain-lain

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 141


Modul Ekonomi Syariah

yang diolah secara manual maupun dengan dibantu mesin, dan kemudian setelah
menjadi mobil dijual atau disalurkan oleh para distributor kepada konsumen.
Maka dalam proses pemroduksian mobil tersebut selain membutuhkan
koordinasi manajerial seorang manajer dan juga gagasan-gagasan dan ide-ide para
usahawan yang dalam hal ini adalah masuk dalam faktor sumber daya manusia.
Dan untuk menggerakkan semua faktor itu membutuhkan modal finansial dalam
rangka membiayai semua proses produksi tersebut. Demikian pula barang-barang
sederhana lainnya yang bernilai rendah, misalnya benang jahit, sesungguhnya
juga membutuhkan proses yang panjang dengan melibatkan berbagai faktor
produksi untuk menghasilkannya.
Pada dasarnya, faktor produksi atau input ini secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu; input manusia (human input) dan input
non-manusia (non human input). Yang termasuk dalam input manusia adalah
semua bentuk manajerial, ide-ide, gagasan pemikiran, tenaga, perasaan dan hati
yang bersumber dari diri manusia. Sedangkan yang termasuk dalam input non-
manusia adalah sumber daya alam (natural resources), kapital (financial capital),
mesin, alat-alat, gedung dan input-input fisik lainnya (physical capital). Maka
klasifikasi input menjadi input manusia dan non-manusia ini didasarkan pada
argumen-argumen sebagai berikut, yaitu:
a) Manusia adalah faktor produksi terpenting dari faktor-faktor produksi
lainnya. Dan manusia juga dikatakan sebagai faktor produksi utama (main
input), karena manusia adalah sebagai faktor produksi yang dapat
menggerakkan semua faktor produksi lainnya termasuk menggerakkan
faktor produksi manusia lainnya untuk dapat memberdayakan semua
potensi ekonomi yang dimilikinya sehingga dapat bekerja sesuai dengan
kompetensinya. Maka manusia adalah faktor produksi yang memiliki
inisiatif atau ide, mengorganisasi, memproses dan memimpin semua faktor
produksi sehingga menghasilkan suatu produk yang bermanfa’at untuk
memenuhi kebutuhan. Sedangkan faktor non-manusia adalah input
pendukung (supporting input) sebagai faktor terpenting kedua setelah
manusia. Karena manusia tidak dapat hidup dan berekonomi kecuali
didukung oleh faktor non-manusia (Faktor materiil). Oleh karena itu,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 142


Modul Ekonomi Syariah

dalam menghasilkan output secara maksimal manusia membutuhkan


faktor produksi materiil, akan tetapi tanpa manusia barang dan jasa tidak
akan optimal dalam memberikan manfa’at. Misalnya: Petroleom yang
masih berada di dasar bumi dalam bentuk aslinya tidak akan memberikan
manfa’at apabila tidak ditambang dan diolah oleh manusia. Demikian juga
tambang batu bara yang masih berada di perut bumi tidak akan dapat
memberikan kebermanfa’atan tanpa sentuhan tangan-tangan terampil
manusia. Demikian juga tambang emas yang masih di dalam perut bumi
tidak menjadi perhiasan yang berharga tinggi apabila tidak diolah dan
dikelola oleh manusia yang terampil. Oleh karena itu usaha manusia
adalah faktor terpenting dalam pengelolaan barang dan jasa sehingga
benar apa yang dikatakan Ibnu Khaldun (1263-1328) yang menganggap
bahwa manusia adalah faktor terpenting dan merupakan sumber utama
nilai barang dan jasa.
b) Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki berbagai macam
karakteristik yang tidak dimiliki oleh faktor-faktor produksi lainnya.
Manusia adalah ciptaan Allah yang diberikan kemulyaan Allah sebagai
khalifah di muka bumi ini. Sehingga memiliki karakteristik yang sangat
istimewa yang membedakan faktor-faktor produksi lainnya. Manusia pasti
tidak dapat disamakan dengan sumber daya alam, gedung, uang dan faktor
produksi fisik lainnya. Secara umum sumber daya non-manusia dapat
diperdagangkan sesuai dengan mekanisme pasar maka sumber daya non-
manusia dapat disebut sebagai barang/jasa. Sedangkan manusia adalah
manusia yang tidak berupa harta benda (barang/jasa) maka tidak dapat
diperjual-belikan dalam mekanisme pasar.

1.4 Kemuliaan Harkat Kemanusiaan Sebagai Karakter Produksi


Tujuan produksi dalam Islam adalah untuk memberikan kemaslahatan
yang optimum kepada konsumen dan manusia secara umum. Dengan
kemaslahatan yang optimum ini, bertujuan untuk mendapat falah sebagai tujuan
akhir dari kegiatan ekonomi yang juga merupakan tujuan akhir hidup manusia.
Yang hal ini telah dijelaskan secara detail pada pembahasan terdahulu,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 143


Modul Ekonomi Syariah

danfalah adalah bentuk keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat yang akan
memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia. Dan kebahagiaan yang
hakiki inilah merupakan wujud dari tercapainya kemulyaan bagi kehidupan
manusia. Maka dengan memahami alur tujuan kegiatan produksi ini, dapat
diambil sebuah kesimpulan bahwa karakter penting produksi dalam ekonomi
Islam adalah perhatiannya terhadap kemuliaan harkat dan martabat manusia, yaitu
mengangkat kualitas dan derajat hidup kemanusiaan manusia. Kemuliaan harkat
kemanusiaan harus mendapat perhatian besar dan utama dalam semua aktifitas
produksi, maka keseluruhan kegiatan produksi yang tidak sesuai dengan
pemuliaan harkat kemanusiaan dapat dikatakan kontradiktif atau bertentangan
dengan ajaran-ajaran Islam.
Penjelasan karakter produksi yang seperti diatas akan membawa implikasi
penting dalam teori produksi, sebagai contohnya dalam memandang kedudukan
manusia khususnya tenaga kerja (human capital) dengan modal finansial
(financial capital). Dalam perspektif konvensional, tenaga kerja dan kaptal
finansial memiliki kedudukan yang setara dimana keduanya adalah substitusi
sempurna. Artinya penggunaan tenaga kerja sama dengan harga dalam
penggunaan kapital finansial yang dapat dipergunakan secara penuh berdasarkan
pertimbangan efesiensi dan produktifitas. Seandainya penggunaan teknologi padat
kapital (capital intensive) lebih murah daripada teknologi padat tenaga kerja
(labor intensive), maka produsen akan memilih dan mempergunakan teknologi
yang padat kapital. Sebaliknya, jika teknologi padat tenaga kerja lebih
menguntungkan, maka produsen akan lebih memilihnya daripada teknologi padat
kapital. Dalam praktek empiris, implementasi konsepsi substitusi ini telah
menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi sosial yang kompleks. Eksploitasi
upah buruh, pemutusan hubungan kerja dan berbagai bentuk dehumanisasi
kegiatan produksi merupakan implikasi nyata dari konsep substitusi ini.
substitusi antara manusia/tenaga kerja dengan kapital dibagi menjadi dua
jenis, yaitu: (1) Substitusi natural dan (2) Substitusi yang dipaksakan (forced
substitution).
Dengan kualifikasi manusia yang sudah tinggi seperti ini, maka menjadi
tidak bijaksana jika manusia-manusia dengan kualifikasi tinggi ini digunakan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 144


Modul Ekonomi Syariah

untuk memproduksi barang-barang yang remeh, bernilai rendah. Mereka tentu


akan diarahkan untuk memproduksi barang-barang yang mempunyai nilai tinggi
sehingga bisa meningkatkan harkat hidup dan kemanusiaan. Pada tahap ini maka
akan timbul masalah, yaitu ketika setiap manusia sudah dimanfa’atkan untuk
produksi yang menciptakan nilai kemaslahatan yang tinggi, maka siapa yang akan
menangani pekerjaan-pekerjaan yang remeh atau bernilai rendah di atas?.
Disinilah manusia menciptakan peralatan, yang notabene sebagai kapital, untuk
menggantikan manusia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan remeh yang sudah
ditinggalkan manusia. Kalau kita melihat pada titik terakhir ini saja tanpa melihat
proses yang terjadi di belakangnya, maka kita hanya bisa melihat bahwa telah
terjadi substitusi dari kapital untuk manusia (tenaga kerja). Namun, jika kita lihat
dalam perspektif yang panjang sebagaimana yang dipaparkan di muka maka
sebenarnya yang tampak sebagai substitusi ini hanyalah equipping.
Dengan mendasarkan diri pada hal ini, maka perlu dicari atau dibentuk
suatu konsep produksi yang mendudukkan manusia sebagai pusat dari semua
kegiatan produksi. Substitusi natural prosesnya terjadi dalam jangka waktu yang
sangat panjang. Oleh karena itu, konsep produksi yang menunjukkan adanya
substitusi natural antara kapital dan manusia (tenaga kerja) adalah merupakan
konsep dengan horison waktu jangka sangat panjang. Sementara paradigma
berproduksi sebenarnya adalah paradigma jangka pendek atau bahkan jangka
sangat pendek. Dengan demikian, menjadi tidak tepat jika konsep produksi jangka
sangat panjang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang sebenarnya
jangka pendek.

1.5 Eksplorasi dan pembentukan konsep produksi


Semangat produksi untuk menghasilkan mashlahah maksimum perlu
dituntun dengan nilai dan prinsip ekonomi islam. Nilai dan prinsip pokok dalam
produksi adalah amanah, prinsip kerja dan amanah.
a. Amanah untuk Mewujudkan Maslahah Maksimum
Sifat amanah adalah salah satu nilai penting dalam Islam, yang
diambil dari nilai dasar kekhilafahan, yang harus terus dijunjung tinggi.
Pengertian amanah dalam konteks ini adalah penggunaan sumber daya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 145


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu keberuntungan (falah).


Sedangkan sumber daya yang ada di alam semesta ini oleh Allah
diamanahkan kepada Manusia. Selanjutnya, pemanfa’atan sumber daya
tersebut tidak boleh digunakan untuk usaha-usaha yang bertentangan
dengan tujuan khilafah, yaitu: terciptanya kemakmuran di atas bumi. Untuk
mewujudkan kemakmuran, manusia diberi hak penguasaan dan kebebasan
dalam memanfa’atkan sumber daya yang semua itu akan
dipertanggungjawabkan kepada Allah, swt. sebagai pemberi amanah. Secara
singkat, dapat diatakan bahwa amanah di sini dimaknai sebagai usaha untuk
memanfa’atkan sumber daya yang ada dengan cara yang sebaik-baiknya
dalam arti sesuai dengan syariah untuk mencapai kemakmuran manusia di
muka bumi.
b. Profesionalisme
Dalam ajaran Islam, setiap muslim dituntut untuk menjadi pelaku
produksi yang profesional, yaitu memiliki profesionalitas dan kompetensi di
bidangnya. Segala sesuatu harus dikerjakan dengan baik, karenanya setiap
urusan harus diserahkan kepada ahlinya. Hal ini memberikan implikasi
bahwa setiap pelaku produksi Islam harus mempunyai keahlian standar
untuk bisa melaksanakan kegiatan produksi. Implikasi lebih jauh dari hal ini
adalah bahwa produsen harus mempersiapkan karyawannya agar memenuhi
standar minimum yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan produksi.
c. Pembelajaran sepanjang waktu untuk Efisiensi
Meskipun setiap tenaga kerja telah memenuhi standar minimum dalam
melaksanakan produksi, namun ia harus selalu belajar terus untuk
meningkatkan kemampuannya dalam hal-hal yang terkait dengan produksi.
Pembelajaran ini merupakan amanat sepanjang hidup (long life
learning)dari ajaran islam, artinya bahwa setiap agen muslim harus terus
menerus belajar.

1.6 Produksi Dengan Teknologi Konstan


Berdasarkan semua pembahasan di atas, didapatkan bahwa konsep
produksi yang sesuai dengan nilai Islam adalah konsep yang menganggap bahwa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 146


Modul Ekonomi Syariah

teknologi berproduksi adalah sudah‘given’ atau konstan, dalam arti bahwa


teknologi yang digunakan adalah teknologi yang memanfa’atkan sumber daya
manusia sedemikian rupa sehingga manusia-manusia tersebut mampu
meningkatkan harkat kemanusiaannya. Selain itu sebagai implikasi dari nilai
amanah, maka kegiatan produksi harus menggunakan input setempat (locality)
yang melimpah.
Sebagai konsekuensi dari premis dasar di atas, maka permasalahan
produksi tidaklah mencari teknologi produksi sedemikian rupa sehingga
memberikan keuntungan maksimum, melainkan mencari jenis ouput apa, dari
berbagai kebutuhan manusia, yang bisa diproduksi dengan teknologi yang sudah
ada tersebut. Permasalahan produksi akan memfokus pada pemilihan kombinasi
output, berapa jumlah output yang satu dan yang lainnya harus diproduksi
sehingga dapat memperoleh nilai maslahah yang maksimum. Pengertian
maksimum di sini tentu saja ada faktor kendalanya, yaitu input yang jumlahnya
sudah tertentu. Dengan lebih tegas bisa dikatakan bahwa permasalahan produksi
di sini adalah mencari kombinasi produk yang bisa dihasilkan dengan sumber
daya yang ada guna memperoleh maslahah yang maksimum. Misalnya, adanya
sumber daya yang tersedia berupa batu hitam.
Alternatif produk yang bisa diproduksi dengan menggunakan batu
tersebut adalah bermacam-macam, antara lain adalah untuk digunakan sebagai
sebagai batu pondasi rumah, untuk koral campuran aspal, koral campuran beton
cor, pasir giling sebagai bahan campuran cor kualitas tinggi sampai digunakan
untuk batu aksesoris dinding atau lantai rumah. Pemilihan mengenai produk mana
dan dengan kuantitas berapa yang akan diproduksi dengan batu tersebut tentu
akan didasakan pada alternatif maslahah yang terbaik yang bisa dihasilkan.

1.7 Faktor-Faktor Produksi


Faktor-faktor dalam produksi yaitu :
1. Tanah
Pengertian tanah mengandung arti yang luas termasuk sumber semua yang kita
peroleh dari udara, laut, gunung dan sebagainya, sampai dengan keadan
geografi, angina dan iklim terkandung dalam tanah. Al Qu’an menggunakan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 147


Modul Ekonomi Syariah

kata tanah dengan maksud ayang berbeda. Manusia diingatkan akan sumber
kekyaan untuk dipergunakan . manusia boleh menggunakansumber yang
tersembunyi dan potensi untuk memuaska kehendak yang tidak terbatas.
2. Tenaga kerja
dalam islam tenaga bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa yang abstrak
yang ditaawarkan untuk dijual pada pencari tenaga kerja manusia. Mereka yang
memperkerjakan buruh punya tanggung jawab moral dan sosial. Tenaga kerja
secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
a) Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan, pandai
besi, dan sebagainya. Allah memuliakan hambanya meskipun yang
bekerja sebagai pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang
membahas tentang kegiatan para nabi terkait dengan peghargaan
terhadap para pekerja kasar –pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud
dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
b) Tenaga kerja terdidik. Dalam al Qur’an disebutkan tentang tenaga
ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang diakui pengetahuan dan
kejujurannya oleh raja yang mempercayakan tugas mengurus dan
menjaga gudang padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa
faktor keahlian dan pendidikan menjadi sangat penting dalam bekerja.
3. Modal
Modal meupakan asset yang digunakan untuk membantu distibusi asset
berikutnya. Menurut Thomas, miilik individu dan Negara yang digunakan
dalam menghasilkan asset berikutnya selain tanah dan modal.
4. Organisasi
Organisasi memerankan peranan penting dan dianggap sebagai factor
produksi yang paling penting. Dalam organisasi tentu ada yang
menjalankan dan dalam bisnis yaitu seorang usahawan. Bisnis tidak akan
berjalan tanpa adanya usahawan dalam sebuah organisasi. Dengan adanya
usahawan proses perencanaan, pengorganisasin, pengktualisasian dan
proses evaluasi akan berjalan dalam bisnis.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 148


Modul Ekonomi Syariah

1.8 Tujuan Produksi


Tujuan dari kegiatan produksi mencapai dua hal pokok pada tingkat
pribadi muslim dan umat Islam adalah :

1) Memenuhi kebutuhan setiap individu. Di dalam ekonomi Islam kegiatan


produksi menjadi sesuatu yang unik dan istimewa sebab di dalamnya
terdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah dan ihsan yan
g diwajibkan Allah atas segala sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim,
tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
2) Merealisasikan kemandirian umat, hendaknya umat memiliki berbagai
kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya
kebutuhan material dan spiritual.
Dalam upaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan
umat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan seperti
disyari’atkanoleh Nabi Yusuf adalah selama 15 tahun. Perencana
annya mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
b. Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
c. Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
d. Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
e. Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.

1.9 Etika Produksi dalam Islam


Kegiatan produksi dalam Islam di gerakkan oleh sistem moral(moral
driver), moral menjadi acuan ( frame of reference) untuk menghasilkan barang
dan jasa, mengefisiensikan kenerja dan produktifitas, meningkatkan profit, sera
menumbuh kembangkannya secara luas. Urgensi moral dalam produksi bermakna
pengagungan manusia sebagai makhluk Tuhan aktualusasi kemampuannya
sebagai khalifah, serta menjalankan fungsi sosial bagi masyarakat.
Argumen ini membanatah eksistensi manusia hanya sebagai homo
economicus. Dalam persefektifhomo economicus, moral terpisah dari ekonomi.
Sebalikny adalam Islam, perilaku produksi adalah manivestasi ibadah, moralitas,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 149


Modul Ekonomi Syariah

dan ketundukan manusia pada Tuhannya. Meniadakan dimensi moral


menyebabkan aliansi eonomi dari kehidupan manusia. Produsen dalam Islam
mengimplementasikan nilai moral dalam Alquran dan Assunah dalam hal
memenuhi perrmintaan konsumen, proses produksi, memperoleh modal,
pertumbuhan usaha, serta diversifikasi produk untuk kelangsungan usaha. Karena
ridak lepas dari nilai moral, produksi berpengaruh langsung pada kehidupan soial.
Tujuan penting merumuskan etika produksi dalam Islam adalah :
1) Sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan assunah mengandung dimensi
moral yang dominan melalui petunjuk pada manusiauntuk bertindak
dan berakhlak mulia. Hal ini bertujuan untuk mengangkat harkat dan
martabat mannusian itu sendiri.
2) Dalam kegiatan produksi, peran moral bertujan memberi arah ayang
jels tentang manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mengelola
sumberdaya ekonomi, meningkatkan tarafkesejahteraan hidup dan
menggas kesejahteraan bagi masyarakat luas.
3) Peran moral dalam kaegitan produksi adalah kjeberpihakan
pada kehidupan manusia, alam, dan Tuhan serta mendorongnya unytuk
memanfaatkan sumberdaya ekonomi sesuai dengan tuntunan Allah
SWT.
4) Dalam kegiatan produksi , aksioma etika menjadi dasardalam memberi
arah dengan mempertimbangkan tatanan nilai dan norma Islam seperti
hak dan kewajiban manusia dalam hidup, kewajiban produsen/ pemilik
modal, hak dan kewajiban karyawan, kewajiban menjaga umber daya
alam, produksi barang yang mempromosi keluhuran manusia, serta
mengembangkan mekanisme produksi yangf erfisien.

1.10 Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam


Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip produksi
sebagai berikut:
1) Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan
bumi dengan ilmu dan amalnya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 150


Modul Ekonomi Syariah

2) Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi melalui peneli


tian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan produksi.
3) Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4) Dalam berinovasi dan bereksperimen prinsipnya Islam menyukai
kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
a) Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
b) Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi,
memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
c) Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat serta mencapai kemakmuran.
d) Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian
umat.
e) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual,
mental dan fisik.

1.11 Biaya Produksi


Biaya Produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh
faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang
produksi oleh perusahaan tersebut. Untuk analisis biaya produksi perlu
diperhatikan dua jangka waktu yaitu:
1) Jangka panjang yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi
mengalami perubahan.
2) Jangka pendek yaitu dimana sebagian faktor produksi dapat berubah dan
sebagian lainnya dapat berubah.
Biaya produksi dapat dibedakan di dalam dua macam, yaitu:
1) Biaya tetap (fixed cost)
2) Biaya variabel (variable cost)
Dalam analisis biaya produksi perlu memperhatikan:
a) Biaya produksi rata-rata, yang meliputi biaya produksi total rata-rata,
biaya produksi tetap rata-rata dan biaya produksi variabel rata-rata.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 151


Modul Ekonomi Syariah

b) Biaya produksi marjinal, yaitu tambahan biaya produksi yang harus


dikeluarkan untuk menambah satu unit produksi.
Dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengat output, biaya produksi
dapat dibagi ke dalam:
1) Biaya total (total cost = TC), yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan produksi.
2) Biaya Tetap Total (total fixed cost = TFC). adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah
jumlahnya.
3) Biaya Variabel Total (total variable cost = TVC). Biaya variabel total
adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor
produksi variabel. Contoh biaya variabel : upah tenaga kerja, biaya
pembelian bahan baku, pembelian bahan bakar mesin, dan sebagainya.
4) Biaya tetap rata-rata (average fixed cost=AFC) adalah biaya tetap total
dibagi dengan jumlah produksi.
5) Biaya Variabel Rata-Rata ( Average Variable Cost = AVC). Biaya
variabel rata-rata adalah biaya variabel total dibagi dengan jumlah
produksi.
6) Biaya Total Rata-Rata ( Average Total Cost = AC). Biaya total rata-rata
adalah biaya total dibagi dengan jumlah produksi.
7) Biaya marginal (marginal cost=MC) adalah tambahan biaya produksi yang
digunakan untuk menambah satu unit produksi.
Penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya.
Terdapat tiga konsep penting tentang revenue yang perlu diperhatikan untuk
analisis perilaku produsen.
1) Total Revenue (TR), yaitu total penerimaan produsen dari hasil penjualan
outputnya. Jadi, TR = Pq Q, dimana Pq = harga output per unit; Q =
jumlah output.
2) Average Revenue (AR), yaitu penerimaan produsen per unit output yang
dijual.
3) Marginal Revenue (MR), kenaikan TR yang disebabkan oleh tambahan
penjualan satu unit output.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 152


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL
1. Teori produksi dalam ekonomi Islam bukan hanya mengepankan prinsip
maksimalisasi laba, jelaskan tujuan produksi dalam ekonomi Islam !
2. Islam memisahkan dan membedakan antara financial capital dan physical
capital, jelaskan pengertian kedua istilah tersebut dan apa perbedaannya
dengan konsep kapitalis !
3. Jelaskan etika produksi dalam Islam, dan apakah perilaku produsen saat ini
sudah mencerminkan etika Islami dalam produksi !
4. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep monopoli, waralaba,
outsourching dalam pandangan Islam !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 153


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Refleksi dan Proyeksi Ekonomi Islam Indonesia. Diakses


dari http://www.dilibrary.net/images/topics/Materi%20-
%20Adiwarman.pdf. Tanggal 30 Januari 2007.
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar dan Tujuan.
(Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004)
Cf. The Muqaddimah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dri bhasaArab
oleh Franz Rosenthal (3 jilid) diterbitkan oleh Bollingen Foundation Inc.,
New York
Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam
Adiwarman Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT
Indonesia, Jakarta, 2003
Durant, Will, The Age of Faith, New York, Simon and Schuster, Encyclopaedia of
Islam, New Editoin, 1950
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2002), hal. 149.
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari
Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek
Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta,
1985, hal. 100-111.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika
Aditama : Bandung.
Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby
Schumpeter, Joseph. A., History of Economic Analysis, Oxford University Press
(New York), 1954
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Jakarta, Alpabet,2000,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 154


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 7:
MEKANISME PASAR DAN TEORI HARGA DALAM
EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pasar, dan pandangan
para tokoh ekonomi syariah tentang mekanisme pasar dan teori harga dalam Islam.
Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian mekanisme pasar secara tepat
1.2 Menjelaskan pemikiran para tokoh ekonom muslim terhadap ekonomi
pasar dan teori harga
1.3 Menjelaskan metode kebijakan ekonomi syariah yang tepat dalam
model perekonomian modern saat ini

B. URAIAN MATERI

1.1 Pasar Dalam Perspektif Kapitalis dan Sosialis


Pasar, negara, individu dan masyarakat selalu menjadi diskursus
hangat dalam ilmu ekonomi. Menurut ekonomi kapitalis (klasik), pasar
memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Ekonomi
kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi,
mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Semboyan kapitalis adalah lassez
faire et laissez le monde va de lui meme (Biarkan ia berbuat dan biarkan ia
berjalan, dunia akan mengurus diri sendiri). Maksudnya, biarkan sajalah
perekonomian berjalan dengan wajar tanpa intervensi pemerintah, nanti akan ada
suatu tangan tak terlihat (invisible hands) yang akan membawa perekonomian
tersebut ke arah equilibrium. Jika banyak campur tangan pemerintah , maka pasar
akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian pada ketidakefisienan
(inefisiency) dan ketidakseimbangan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 155


Modul Ekonomi Syariah

Menurut konsep tersebut, pasar yang paling baik adalah persaingan bebas
(free competition), sedangkan harga dibentuk oleh oleh kaedah supply and
demand. Prinsip pasar bebas akan menghasilkan equilibrium dalam masyarakat, di
mana nantinya akan menghasilkan upah (wage) yang adil, harga barang (price)
yang stabil dan kondisi tingkat pengangguran yang rendah (full employment).
Untuk itu peranan negara dalam ekonomi sama sekali harus diminimalisir, sebab
kalau negara turun campur bermain dalam ekonomi hanya akan menyingkirkan
sektor swasta sehingga akhirnya mengganggu equilibrium pasar. Maka dalam
paradigma kapitalisme, mekanisme pasar diyakini akan menghasilkan suatu
keputusan yang adil dan arif dari berbagai kepentingan yang bertemu di
pasar. Para pendukung paradigma pasar bebas telah melakukan berbagai upaya
akademis untuk meyakinkan bahwa pasar adalah sebuah sistem yang mandiri (self
regulating).
Sementara itu, sistem ekonomi sosialis yang dikembangkan oleh Karl
Max menghendaki maksimasi peran negara. Negara harus menguasai segala sektor
ekonomi untuk memastikan keadilan kepada rakyat mulai dari means of production
sampai mendistribusikannya kembali kepada buruh, sehingga mereka juga
menikmati hasil usaha. Pasar dalam paradigma sosialis, harus dijaga agar tidak
jatuh ke tangan pemilik modal (capitalist) yang serakah sehingga monopoli means
of production dan melakukan ekspolitasi tenaga buruh lalu memanfaatkannya
untuk mendapatkan prifit sebesar-besarnya. Karena itu equilibrium tidak akan
pernah tercapai, sebaliknya ketidakadilan akan terjadi dalam perekonomian
masyarakat. Negara harus berperan signifikan untuk mewujudkan equilibrium dan
keadilan ekonomi di pasar.
Menurut faham ini, harga-harga ditetapkan oleh pemerintah, penyaluran
barang dikendalikan oleh negara, sehingga tidak terdapat kebebasan pasar. Semua
warga masyarakat adalah ”karyawan” yang wajib ikut memproduksi menurut
kemampuannya dan akan diberi upah menurut kebutuhannya. Seluruh kegiatan
ekonomi atau produksi harus diusahakan bersama. Tidak ada usaha swasta, semua
perusahaan, termasuk usaha tani, adalah perusahaan negara (state entreprise). Apa
dan berapa yang diproduksikan ditentukan berdasarkan perencanaan pemerintah
pusat (central planning) dan diusahakan langsung oleh negara.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 156


Modul Ekonomi Syariah

Kedua ajaran sistem ekonomi di atas cukup berkembang dalam pemikiran


ekonomi kontemporer, walaupun akhirnya sistem ekonomi sosialis
mengalami kemunduran dan mulai ditinggalkan. Lalu bagaimana konsep ekonomi
Islam tentang mekanisme pasar tersebut, Bagaimana ajaran Nabi Muhammad dan
para ulama tentangnya. Bolehkah negara intervensi harga (pasar) dan sejauhmana
kebolehan tersebut. Dan apa saja jenis distorsi pasar yang dilarang Islam. ? Inilah
yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Mekanisme Pasar : Perspektif Islam


Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada
dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah
satunya menjadi dominan dari yang lain. Pasar dijamin kebebasannya dalam
Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada
gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun dalam
kenyataannya sulit ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil (fair).
Distorasi pasar tetap sering terjadi, sehingga dapat merugikan para pihak.
Pasar yang dibiarkan berjalan sendiri (laissez faire), tanpa ada yang
mengontrol, ternyata telah menyebabkan penguasaan pasar sepihak oleh pemilik
modal (capitalist) penguasa infrastruktur dan pemilik informasi. Asymetrik
informasi juga menjadi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh pasar.
Negara dalam Islam mempunyai peran yang sama dengan dengan
pasar, tugasnya adalah mengatur dan mengawasi ekonomi,
memastikan kompetisi di pasar berlangsung dengan sempurna, informasi
yang merata dan keadilan ekonomi. Perannya sebagai pengatur tidak lantas
menjadikannya dominan, sebab negara, sekali-kali tidak boleh mengganggu pasar
yang berjalan seimbang, perannya hanya diperlukan ketika terjadi distorsi dalam
sistem pasar.
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits
Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan
adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dengan hadits ini terlihat
dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun) mengajarkan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 157


Modul Ekonomi Syariah

konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Dalam hadits tersebut
diriwayatkan sebagai berikut :

‫ ان هللا هو الخالق القابض الباسط‬: ‫غال السعر فسعر لنا رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫الرازق المسعر وانى أرجوا أن ألقى ربى وليس أحد منكم يطلبنى بمظلمة ظلمتها اياه بدم‬
(‫وال مال (رواه الدارمى‬

“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu


mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah
hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW.
berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan
dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak
aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu
menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”

Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam


hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga
itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah
menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan,
karena Allah-lah yang menentukannya.
Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman
ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar
itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and
demand.
Menurut pakar ekonomi Islam kontemporer, teori inilah yang diadopsi
oleh Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands.
Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan
(invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God
Hands (tangan-tangan Allah).
Oleh karena harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di
pasar, maka harga barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan
harga tergantung pada hukum supply and demand.
Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang pada
kondisi tertentu untuk melalukan intervensi harga (price intervention) bila para

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 158


Modul Ekonomi Syariah

pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan


konsumen.
Di masa Khulafaur Rasyidin, para khalifah pernah melakukan intrevensi
pasar, baik pada sisi supply maupun demand. Intrevensi pasar yang dilakukan
Khulafaur Rasyidin sisi supply ialah mengatur jumlah barang yang ditawarkan
seperti yang dilakukan Umar bin Khattab ketika mengimpor gandum dari Mesir
untuk mengendalikan harga gandum di Madinah.
Sedang intervensi dari sisi demand dilakukan dengan menanamkan sikap
sederhana dan menjauhkan diri dari sifat konsumerisme. Intervensi pasar juga
dilakukan dengan pengawasan pasar (hisbah). Dalam pengawasan pasar ini
Rasulullah menunjuk Said bin Said Ibnul ‘Ash sebagai kepala pusat pasar
(muhtasib) di pasar Mekkah. Penjelasan secara luas tentang peranan wilayah
hisbah ini akan dikemukakan belakangan.

1.3 Mekanisme Pasar Menurut Ilmuwan Muslim Klasik


Kajian tentang mekanisme pasar telah banyak di bahas oleh para ulama
klasik jauh sebelum para ekonom Barat membahasnya. Ulama yang pertama kali
membahas mekanisme pasar secara empirik adalah Abu Yusuf, yang hidup di awal
abad kedua Hijriyah (731-798). Dia telah membahas tentang hukum supply and
demand dalam perekonomian.
Pemahaman yang berkembang ketika itu mengatakan bahwa bila tersedia
sedikit barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang, maka
harga akan murah. Dengan kata lain, pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang
hubungan harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva permintaan. Abu Yusuf
membantah pemahaman seperti ini, karena pada kenyataannya persediaan barang
sedikit tidak selalu dikuti dengan kenaikan harga, dan sebaliknya persediaan
barang melimpah belum tentu membuat harga akan murah. Abu Yusuf
mengatakan,” Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal, dan kadang-
kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.
Adalah benar bahwa tingkat harga tidak hanya bergantung pada
penawaran semata, namun kekuatan permintaan juga penting. Oleh karena itu
kenaikan atau penurunan tingkat harga tidak selalu harus berhubungan dengan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 159


Modul Ekonomi Syariah

kenaikan dan penurunan produksi saja. Dalam mempertahankan pendapat ini Abu
Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa variabel dan alasan lainnya yang bisa
mempengaruhi, tetapi ia tidak menjelaskan secara detail, mungkin karena alasan-
alasan penyingkatan. Mungkin variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan
atau jumlah uang yang beredar di suatu negara atau penimbunan dan penahanan
barang. Dalam konteks ini Abu Yusuf mengemukakan bahwa tidak ada batasan
tertentu tentang rendah dan mahalnya harga barang. Hal tersebut ada yang
mengaturnya. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal
bukan disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah.
Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi berkomentar,
Telaahan Abu Yusuf tentang mekanisme pasar harus diterima sebagai pernyataan
hasil pengamatannya saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan antara
melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga
murah.
Dengan demikian meskipun Abu Yusuf tidak mengulas secara rinci
tentang mekanisme pasar (yakni tentang variabel-variabel lain), Namun
pernyataannya tidak menyangkal pengaruh supply dan demand dalam penentuan
harga.
Berbeda dengan Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah melakukan kajian
yang menyeluruh tentang permasalahan mekanisme pasar. Dia
menganalisa masalah ini dari perspektif ekonomi dan memaparkan secara detail
tentang kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi tingkat harga. Jadi, Sekitar lima
abad sebelum kelahiran Adam Smith (1776), Ibnu Taymiyah (1258) telah
membicarakan mekanisme pasar menurut Islam, Melalui konsep teori harga dan
kekuatan supply and demand dalam karya-karyanya, seperti yang termuat dalam
kitab Al-Hisbah. Padahal Ibnu Taymiyah sama sekali belum pernah membaca buku
terkenal The wealth of Nation, karangan Bapak ekonomi Klasik, Adam Smith,
karena memang Ibnu Taymiyah lahir lima ratus tahun sebelum Adam Smith.
Ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga
merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si
penjual, atau mengkin sebagai akibat manipulasi pasar, Ibnu Taymiyah langsung

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 160


Modul Ekonomi Syariah

membantahnya. Dengan tegas ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh


kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand).
Dalam pandangannya yang lebih luas, Ibnu Taimiyyah lebih lanjut
mengemukakan tentang konsep mekanisme pasar didalam bukunya “Al-Hisbah fil
Islam”. Beliau mengatakan, bahwa di dalam sebuah pasar bebas (sehat), harga
dipengaruhi dan dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
(supply and demand). Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan
dalam produksi atau adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan.
Dan sebaiknya ia mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya
“penurunan jumlah barang yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah
penduduk” mengindikasikan terjadinya peningkatan permintaan.
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu
disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang dari penjual. Bisa jadi penyebabnya
adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurun jumlah impor
barang-barang yang diminta, atau juga tekanan pasar.
Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sementara
penawaran menurun, maka harga barang akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika
permintaan menurun, sementara penawaran meningkat, maka harga akan turun.
(kelangkaan atau melimpahnya barang mungkin disebabkan tindakan yang adil dan
mungkin juga disebabkan ulah orang tertentu secara tidak adil/zalim
Kelangkaan minyak tanah misalnya, bisa terjadi disebabkan ulah oknum-
oknum tertentu dengan mengekspor keluar negeri, sehingga pasar minyak tanah di
dalam negeri menjadi langka.
Selanjutnya Ibnu Taymiyah menyatakan, penawaran bisa dari produksi
domestik dan impor. Terjadinya perubahan dalam penawaran, digambarkan
sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan,
sedangkan perubahan permintaan (naik atau turun), sangat ditentukan oleh selera
dan pendapatan konsumen. Di sini Ibnu Taymiyah benar-benar telah berhasil
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengruhi naik turunnnya harga. Besar
kecilnya kenaikan harga, tergantung pada besar kecilnya perubahan penawaran
atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga
yang terjadi merupakan kehendak Allah atau sunnatullah (hukum supply and

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 161


Modul Ekonomi Syariah

demand). Adam Smith menyebutnya dengan istilah invisible hands. Permintaan


akan barang sering berubah-ubah. Perubahan itu disebabkan beberapa faktor,
antara lain besar kecilnya jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya
dan besar kecilnya kebutuhan terhadap barang tersebut, selera, harga barang itu
sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan perkapita, dsb.
Ibnu Taymiyah membedakan pergeseran kurva penawaran dan
permintaan, yakni tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan zalim dari penjual,
misalnya penimbunan (iktikar).
Selanjutnya Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa, faktor-faktor yang
mempengaruhi harga adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan, atau
melimpahnya barang, kondisi kepercayaan dan diskonto pembayaran
tunai. Demand terhadap barang seringkali berubah. Perubahan
tersebut dikarenakan jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya,
dan besar kecilnya kebutuhan terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar,
Ibnu Taymiyah telah mengasosiakan harga tinggi dengan intesnsitas kebutuhan
sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total kebutuhan pembeli. Jika
kebutuhan besar, harga akan naik, jika kebutuhan kecil maka harga akan turun.
Selanjutnya, harga juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan terhadap
orang-orang yang terlibat dalam transaksi. Bila seseorang terpercaya dan dianggap
mampu dalam membayar kredit, maka penjual akan senang melakukan transaksi
dengan orang tersebut. Tapi bila kredibilitas seseorang dalam masalah kredit telah
diragukan, maka penjual akan ragu untuk melakukan transaksi dengan orang
tersebut dan cenderung memasang harga tinggi Selanjutnya Ibnu Taymiyah
memaparkan kredit dengan penjualan dan pengaruhnya terhadap harga. Ketika
memetapkan harga, penjual memperhitungkan resiko dan ketidakpastian
pembayaran pada masa mendatang. Ia juga menjelaskan kemungkinan penjual
menawarkan diskon untuk transaksi tunai. Argumen Ibnu Taymiyah, bukan hanya
menunjukkan kesadarannya mengenai kekuatan penawaran dan permintaan,
melainkan juga perhatiannya terhadap intensif, disinsentif, ketidakpastian dan
resiko yang terlibat dalam transaksi terhadap analisis ekonomi, tidak saja bagi
orang yang hidup di zaman Ibnu Taymiyah, tetapi juga pada masa kini.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 162


Modul Ekonomi Syariah

Ibnu Taymiyah menentang adanya intervensi pemerintah dengan


peraturan yang berlebihan saat kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk
menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan pasar tidak
sempurna, ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan
menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan harga modal, padahal orang
membutuhkan barang itu, maka penjual diharuskan menjualnya pada tingkat harga
ekuivalen (Ibnu Taymiyah, Al-Hisbah Fil Islam, p. 25). Secara kebetulan, konsep
ini bersinonim dengan apa yang disebut dengan harga yang adil.
Lebih jauh, bila ada unsur-unsur monopoli (khususnya dalam
pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya), pemerintah harus melarang
kekuatan monopoli. Maka dalam hal ini, intervensi pemerintah menjadi keharusan.
Seperti yang telah disebutkan, ketentuan ini hanya berlaku jika pasar
dalam keadaan normal/adil. Akan tetapi apabila pasar tidak dalam keadaan sehat
atau terjadi di dalamnya tindak kezaliman, seperti adanya kasus penimbunan,
monopoli, riba, penipuan, dan lain-lain. maka menurut pandangan Ibn Taimiyah, di
sinilah letak peranan pemerintah yang sangat urgen untuk melakukan regulasi
harga pada tingkat yang adil antara produsen dan konsumen, dengan tidak ada
pihak yang dirugikan atau diekploitasi kepentingannya oleh pihak lain. Jelaslah di
sini, bahwa menurut konsep Ibn Taimiyah, pemerintah hanya memiliki
kewenangan menetapkan harga apabila terjadi praktek kezaliman di dalam pasar.
Sedangkan di dalam pasar yang adil (sehat), harga diserahkan kepada mekanisme
pasar atau tergantung pada kekuatan supply dan demand.
Kalau Ibnu Taymiyah, yang hidup lima ratus tahun sebelum Adam Smith,
sudah membicarakan teori harga, ternyata al-Ghazali (1058-1111) yang hidup
tujuh ratus tahun sebelum Smith, juga telah membicarakan mekanisme pasar yang
mencakup teori harga dan konsep supply and demand.
Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, juga telah membahas secara detail
peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai
dengan kekuatan penawaran dan permintaan. Menurutnya, pasar merupakan bagian
dari keteraturan alami.
Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran
dalam terminologi modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 163


Modul Ekonomi Syariah

bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran “yang naik dari
kiri bawah ke kanan atas”, dinyatakan dalam kalimat, “Jika petani tidak
mendapatkan pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya pada harga yang lebih
murah. Sementara untuk kurva permintaan, “yang turun dari atas ke kanan bawah,
dijelaskan dengan kalimat, harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan
Pemikiran al-Ghazali tentang hukum supply and demand, untuk konteks
zamannya cukup maju dan mengejutkan dan tampaknya dia paham betul tentang
konsep elastisitas permintaan. Ia menegaskan, “Mengurangi margin keuntungan
dengan menjual pada harga yang lebih murah, akan meningkatkan volume
penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Bahkan ia telah
pula mengidentifikasikan produk makanan sebagai komoditas dengan kurva
permintaan yang inelastis. Komentarnya, “karena makanan adalah kebutuhan
pokok, maka perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong agar tidak
semata dalam mencari keuntungan. Dalam bisnis makanan pokok harus dihindari
eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar.
Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan
merupakan kebutuhan pokok.
Imam al-Ghazali, sebagaimana ilmuwan muslim lainnya dalam
membicarakan harga selalu mengkaitkannya dengaan keuntungan. Dia belum
mengkaitkan harga barang dengan pendapatan dan biaya-biaya.
Bagi al-Ghazali, keuntungan (ribh), merupakan kompensasi dari kesulitan
perjalanan, resiko bisnis dan ancaman keselamatan si pedagang. Meskipun al-
Ghazali menyebut keuntungan dalam tulisannya, tetapi kita bisa paham, bahwa
yang dimaksudkannya adalah harga. Artinya, harga bisa dipengaruhi oleh
keamanan perjalanan, resiko, dsb. Perjalanan yang aman akan mendorong
masuknya barang impor dan menimbulkan peningkatan penawaran, akibatnya
harga menjadi turun. Demikian pula sebaliknya.
Dalam kajian ini perlu ditambahkan sedikit pemikiran al-Ghazali
mengenai konsep keuntungan dalam Islam. Menurutnya, motif berdagang adalah
mencari keuntungan. Tetapi ia tidak setuju dengan keuntungan yang besar sebagai
motif berdagang, sebagaimana yang diajarkan kapitalisme. Al-Ghazali dengan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 164


Modul Ekonomi Syariah

tegas menyebutkan bahwa keuntungan bisnis yang ingin dicapai seorang pedagang
adalah keuntungan dunia akhirat, bukan keuntungan dunia saja.
Yang dimaksud dengan keuntungan akhirat agaknya adalah, Pertama,
harga yang dipatok si penjual tidak boleh berlipat ganda dari modal, sehingga
memberatkan konsumen, Kedua, berdagang adalah bagian dari realisasi ta’awun
(tolong menolong) yang dianjurkan Islam. Pedagang mendapat untung sedangkan
konsumen mendapatkan kebutuhan yang dihajatkannya. Ketiga, berdagang dengan
mematuhi etika ekonomi Islami, merupakan aplikasi syari`ah, maka ia dinilai
sebagai ibadah.
Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah dan al-Ghazali, intelektual muslim
yang juga membahas teori harga adalah Ibnu Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah,
ia menulis secara khusus bab yang berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi
jenis barang kepada dua macam, pertama, barang kebutuhan pokok, kedua barang
mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah,
maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok mendapat prioritas, sehingga
penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi turun. Sedangkan untuk
barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat, sejalan dengan
perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah
menjadi naik.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengemukakan mekanisme penawaran dan
permintan dalam menentukan harga keseimbangan. Pada sisi permintaan demand,
ia memaparkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan
barang. Sedngkan pada sisi penawaran (supply) ia menjelaskan pula pengaruh
meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain dikota
tersebut.
Selanjutnya ia menjelaskan pengaruh naik turunnya penawaran terhadap
harga. Menurutnya, ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga
akan naik. Namun, bila jarak antara kota dekat dan amam, maka akan banyak
barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga-
harga akan turun Paparan itu menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana Ibnu
Taymiyah telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai
penentu keseimbangan harga.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 165


Modul Ekonomi Syariah

Masih berkaitan dengan teori supply and demand, Ibnu Khaldun


menjelaskan secara lebih detail. Menurutnya keuntungan yang wajar akan
mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah,
akan membuat lesu perdagangan, karena pedagang kehilangan motivasi.
Sebaliknya bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan
membuat lesu perdagangan, karena lemahnya permintaan (demand) konsumen.
Apabila dibandingkan dengan Ibnu Taymiyah yang tidak menggunakan
istilah persaingan, Ibnu Khaldun menjelaskan secara eksplisit elemen-elemen
persaingan. Bahkan ia juga menjelaskan secara eksplisit jenis-jenis biaya yang
membentuk kurva penawaran, sedangkan Ibnu Taymiyah menjelaskannya secara
implisit saja.
Selanjutnya Ibnu Khaldun mengamati fenomena tinggi rendahnya harga
diberbagai negara, tanpa mengajukan konsep apapun tentang kebijakan kontrol
harga. Inilah perbedaan Ibnu Khaldun dengan Ibnu Taymiyah. Ibnu Khaldun lebih
fokus pada penjelasan fenomena aktual yang terjadi, sedangkan Ibnu Taymiyah
lebih fokus pada solusi kebijakan untuk menyikapi fenomena yang terjadi.
Oleh karena itu, terlihat bahwa Ibnu Taymiyah tidak menjelaskan secara
rincih pengaruh turun-naiknya permintaan dan penawaran terhadap harga
keseimbangan. Ia hanya menjelaskan bahwa pemerintah tidak perlu melakukan
intervensi harga dengan menentukan harga selama mekanisme pasar berjalan
normal. Bila mekanisme pasar berjalan normal, pemerintah dianjurkan melakukan
kontrol harga
Berdasarkan kajian para ulama klasik tentang mekanisme pasar, maka
Muhammad Najatullah Shiddiqi, dalam buku The Economic Entreprise in Islam,
menulis,
“Sistem pasar di bawah pengaruh semangat Islam berdasarkan dua
asumsi,….Asumsi itu adalah rasionalitas ekonomi dan persaingan
sempurna. Berdasarkan asumsi ini, sistem pasar di bawah pengaruh
semangat Islam dapat dianggap sempurna. Sistem ini menggambarkan
keselarasan antar kepentingan para konsumen.”

Yang dimaksud dengan rasionalitas ekonomi, adalah upaya-upaya yang


dilakukan oleh produsen (penjual) dan konsumen (pembeli) dalam rangka
memaksimumkan kepuasannya masing-masing. Pencapaian terhadap kepuasan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 166


Modul Ekonomi Syariah

sebagaimana tersebut tentunya haruslah diproses dan ditindak lanjuti secara


berkesinambungan, dan masing-masing pihak hendaknya mengetahui dengan jelas
apa dan bagaimana keputusan yang harus diambil dalam pemenuhan kepuasan
ekonomi tersebut.
Sedangkan persaingan sempurna ialah munculnya sebanyak mungkin
konsumen dan produser di pasar, barang yang ada bersifat heterogen (sangat
variatif) dan faktor produksi bergerak secara bebas. Adalah satu hal yang sulit bagi
kedua asumsi tersebut untuk direalisasikan dalam kenyataan di pasar. Namun
demikian, Islam memiliki norma tertentu dalam hal mekanisme pasar.
Menurut pandangan Islam yang diperlukan adalah suatu regulasi secara
benar serta dibentuknya suatu sistem kerja yang bersifat produktif dan adil demi
terwujudnya pasar yang normal. Sifat produktif itu hendaklah dilandasi oleh sikap
dan niat yang baik guna terbentuknya pasar yang adil. Dengan demikian, model
dan pola yang dikehendaki adalah sistem operasional pasar yang normal. Dalam
hal ini Muhammad Nejatullah ash Shiddiqi menyimpulkan bahwa ciri-ciri penting
pendekatan Islam dalam hal mekanisme pasar adalah:

a. Penyelesaian masalah ekonomi yang asasi (konsumsi, produksi,


dan distribusi), dikenal sebagai tujuan mekanisme pasar.
b. Dengan berpedoman pada ajaran Islam, para konsumen
diharapkan bertingkah laku sesuai dengan mekanisme pasar,
sehingga dapat mencapai tujuan yang dinyatakan di atas.
c. Jika perlu, campur tangan negara sangat urgen diberlakukan untuk
normalisasi dan memperbaiki mekanisme pasar yang rusak. Sebab
negara adalah penjamin terwujudnya mekanisme pasar yang
normal.

1.4 Intervensi Pemerintah


Menurut Islam negara memiliki hak untuk ikut campur (intervensi) dalam
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu-individu, baik untuk mengawasi
kegiatan ini maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan
ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh individu-individu. Keterlibatan
negara dalam kegiatan ekonomi pada permulaan Islam sangat kurang, karena

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 167


Modul Ekonomi Syariah

masih sederhananya kegiatan ekonomi yang ketika itu, selain itu disebabkan pula
oleh daya kontrol spiritual dan kemantapan jiwa kaum muslimin pada masa-masa
permulaan yang membuat mereka mematuhi secara langsung perintah-perintah
syariat dan sangat berhati-hati menjaga keselamatan mereka dari penipuan dan
kesalahan. Semua ini mengurangi kesempatan negara untuk ikut campur
(intervensi) dalam kegiatan ekonomi.
Seiring dengan kemajuan zaman, kegiatan ekonomi pun mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Namun perkembangan yang ada cenderung
menampakkan kompleksitas dan penyimpangan-penyimpangan etika dalam
kegiatan ekonomi. Atas dasar itulah, maka Ibnu Taimiyah, memandang perlu
keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka
melindungi hak-hka rakyat/masyarakat luas dari ancaman kezaliman para pelaku
bisnis yang ada, dan untuk kepentingn manfaat yang lebih besar. Dalam kaitan ini,
maka intervensi negara dalam kegiatan ekonomi bertujuan:
Menurut Ibnu Taimiyah, menghapuskan kemiskinan merupakan
kewajiban negara. Beliau tidak memuji adanya kemiskinan. Dalam
pandangannnya, seseorang harus hidup sejahtera dan tidak tergantung pada orang
lain, sehingga mereka bisa memenuhi sejumlah kewajibannya dan keharusan
agamanya. Menjadi kewajiban sebuah negara untuk membantu penduduk agar
mampu mencapai kondisi finansial yang lebih baik. Dalam kaitannya dengan daftar
pengeluaran publik dari sebuah negara, ia menulis:
“Merupakan sebuah konsensus umum bahwa siapa pun yang tak mampu
memperoleh penghasilan yang tidak mencukupi harus dibantu dengan
sejumlah uang, agar mampu memenuhi kebutuhannnya sendiri, tak ada
perbedaan apakah mereka itu para peminta-minta atau tentara, pedagang,
buruh ataupun petani. Pengeluaran untuk kepentingan orang miskin
(sedekah) tak hanya berlaku secara khusus bagi orang tertentu. Misalnya
seorang tukang yang memiliki kesempatan kerja, tetapi hasilnya tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhannnya. Atau anggota tentara yang
hasil tanah garapannya (iqta’) tak mencukupi kebutuhannya. Semuanya
berhak atas bantuan sedekah”.

1.5 Regulasi harga dan pasar


Sebagaimana yang telah dibahas di awal, bahwa masalah pengawasan
atas harga muncul pada masa Rasulullah SAW sendiri sebagaimana yang telah
diceritakan dalam hadits bahwa Rasulullah menolak menetapkan harga. Beliau

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 168


Modul Ekonomi Syariah

menolak dan berkata: “Allah mengakui adanya kelebihan dan kekurangan. Dialah
yang membuat harga berubah dan membuat harga yang sebenarnya (musa’ir). Saya
berdoa agar Allah tak membiarkan ketidakadilan menimpa atas seseorang dalam
darah atau hak miliknya”.
Ibnu Qudamah al-Maqdisi, salah seorang pemikir terkenal dari mazhab
Hambali mengatakan: “Imam (pemimpin pemerintahan) tidak memiliki wewenang
untuk mengatur harga bagi penduduk. Penduduk boleh menjual barang-barang
mereka dengan harga berapa pun yang mereka sukai”. Ibnu Qudamah mengutip
hadits tersebut di atas dan memberikan dua alasan tidak diperkenalkan
mengatur/menetapkan harga. Pertama: Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan
harga, meskipun penduduk menginginkannya. Bila itu dibolehkan, pastilah
Rasulullah akan melaksanakannya. Kedua: menetapkan harga adalah suatu
ketidakadilan (kezaliman) yang dilarang. Ini melibatkan hak milik seseorang, yang
di dalamnya setiap orang memiliki hak untuk menjual pada harga berapa pun, asal
ia bersepakat dengan pemiliknya.
Ibnu Qudamah selanjutnya mengatakan bahwa ini sangat nyata apabila
adanya penetapan, dan regulasi serta pengawasan harta dari pihak pemerintahan
akan mendorong terjadinya kenaikan harga-harga barang semakin melambung
(mahal). Sebab jika para pedagang dari luar mendengar adanya kebijakan
pengawasan harga, mereka tak akan mau membawa barang dengannya ke suatu
wilayah dimana ia dipaksa menjual barang dagangannya diluar harga yang
diinginkan. Dan para pedagang lokal, yang memiliki barang dagangan akan
menyembunyikan barang dagangannya. Para konsumen yang membutuhkan akan
meminta barang-barang dagangan dengan tidak dipuaskan keinginannya, karena
harganya melonjak mahal/tinggi. Harga akan meningkat dan kedua belah pihak
menderita. Para penjual akan menderita karena dibatasi menjual barang dagangan
mereka, dan para pembeli menderita karena keinginan mereka tak bisa dipenuhi
dan dipuaskan. Inilah alasan mengapa Ibnu Qudamah melarang regulasi harga oleh
pemerintah.
Negara memiliki kekuasaan untuk mengontrol harga dan menetapkan
besarnya upah pekerja, demi kepentingan publik. Ibnu Taimiyah tidak menyukai
pengawasan harga dilakukan dalam keadaan normal. Sebab pada prinsipnya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 169


Modul Ekonomi Syariah

penduduk bebas menjual barang-barang mereka pada tingkat harga yang mereka
sukai. Melakukan penekanan atas masalah ini akan melahirkan ketidakadilan dan
menimbulkan dampak negatif, di antaranya para pedagang akan menahan diri dari
penjual barang pun atau menarik diri dari pasar yang ditekan untuk menjual
dengan harga terendah, selanjutnya kualitas produk akan merosot yang akan
berakibat munculnya pasar gelap.
Penetapan harga yang tidak adil akan mengakibatkan timbulnya kondisi
yang bertentangan dengan yang diharapkan, membuat situasi pasar memburuk
yang akan merugikan konsumen. Tetapi harga pasar yang terlalu tinggi karena
unsur kezaliman, akan berakibat ketidaksempurnaan dalam mekanisme pasar.
Usaha memproteksi konsumen tak mungkin dilakukan tanpa melalui penetapan
harga, dan negaralah yang berkompeten untuk melakukannya. Namun, penetapan
harga tak boleh dilakukan sewenang-wenang, harus ditetapkan melalui
musyawarah. Harga ditetapkan dengan pertimbangan akan lebih bisa diterima oleh
semua pihak dan akibat buruk dari penetapan harga itu harus dihindari.
Kontrol atas harga dan upah buruh, keduanya ditujukan untuk
memelihara keadilan dan stabilitas pasar. Tetapi kebijakan moneter bisa pula
mengancam tujuan itu, negara bertanggungjawab untuk mengontrol ekspansi mata
uang dan untuk mengawasi penurunan nilai uang, yang kedua masalah pokok ini
bisa mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Negara harus sejauh mungkin
menghindari anggaran keuangan yang defisit dan ekspansi mata uang yang tidak
terbatas, sebab akan mengakibatkan terjadinya inflasi dan menciptakan
ketidakpercayaan publik atas mata uang yang bersangkutan. Mata uang koin yang
terbuat dari selain emas dan perak, juga bisa menjadi penentu harga pasar atau alat
nilai tukar barang. Karena itu otoritas ekonomi (negara) harus mengeluarkan mata
uang berdasarkan nilai yang adil dan tak pernah mengeluarkan mata uang untuk
tujuan bisnis. Ibnu taimiyah sangat jelas memegang pandangan pentingnya
kebijakan moneter bagi stabilitas ekonomi. Uang harus dinilai sebagai pengukur
harga dan alat pertukaran. Setiap upaya yang merusak fungsi-fungsi uang akan
berakibat buruk bagi ekonomi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 170


Modul Ekonomi Syariah

1.6 Peranan Lembaga Hisbah


Lembaga yang bertugas dalam melakukan kontrol harga disebut dengan
hisbah. Rasulullah, sebagaimana dijelaskan diawal, memandang penting arti dan
peran lembaga hisbah (pengawasan pasar). Para muhtasib (orang-orang yang
duduk di lembaga hisbah), pada masa Rasul sering melakukan inspeksi ke pasar-
pasar. Tujuan utamanya untuk mengontrol situasi harga yang sedang berkembang,
apakah normal atau terjadi lonjakan harga, apakah terjadi karena kelangkaan
barang atau faktor lain yang tidak wajar. Dari inspeksi ini tim pengawas
mendapatkan data obyektif yang bisa ditindak lanjuti sebagai respons. Jika terjadi
kelonjakan harga akibat keterbatasan pasok barang, maka tim pengawasan
memberikan masukan kepada rasulullah dengan target utama untuk segera
memenuhi tingkat penawaran, agar segera tercipta harga seimbang. Namun, tim
inspeksi juga tidak akan menutupi bahwa jika faktor kelonjakan harga karena
faktor lain (mungkin penimbunan, ihtikar maka rasulullah langsung mengingatkan
agar tidak melakukan praktek perdagangan yang merugikan kepentingan
masyarakat konsumen. Terjunnya Rasulullah Saw, segera direspons positif
dalam bentuk penurunan harga. Sementara pedagang Yahudi dan paganis ada
tidak berdaya menolak imbauan Rasul. Dari realitas itu terlihat bahwa lembaga
hisbah sejak masa nabi cukup efektif dalam membangun dinamika harga yang di
satu sisi memperhatikan kepentingan masyarakat konsumen dan di sisi lain tetap
menumbuhkan semangat perniagaan para pelaku ekonomi di pasar-pasar itu.
Setelah Rasulullah Saw wafat, peranan lembaga hisbah diteruskan oleh
Khulafaur Rasyidin. Bahkan ketika khalifah Umar, lembaga hisbah lebih agresif
lagi. Hal ini didasarkan oleh perkembangan populasi yang memaksa pusat-pusat
perbelanjaan juga meningkat jumlahnya. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi
dengan sistem kontrol yang ketat dan bijak, akan menjadi potensi ketidak
seimbangan harga yang tentu merugikan masyarakat konsumen.
Menyadari potensi resiko ini, para khalifah yang empat memandang
penting peran lembaga hisbah. Sejarah mencatat bahwa pada masa khalifah yang
empat, masalah harga dapat dikontrol dan pada barang tertentu dapat dipatok
dengan angka minimum-maksimum yang wajar. Maknanya, di satu sisi,
kepentingan konsumen tetap dilindungi, dan di sisi lain, kepentingan kaum

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 171


Modul Ekonomi Syariah

pedagang tetap diberi kesempatan mencari untung, tetapi dirancang untuk


menjauhi sikap eksploitaasi dan kecurangan.
Yang perlu dicatat, adalah keberhasilan lembaga hisbah dalam kontrol
harga dan pematokan harga wajar (normal). Keberhasilan ini disebabkan efektifitas
kerja tim lembaga hisbah yang commited terhadap missi dan tugas pengawasan di
lapangan. Komitmen ini menjauhkan seluruh anggota tim untuk melakukan kolusi
dan menerima risywah (suap).
Lebih lanjut di dalam salah satu bagian dari bukunya “Fatawa”, Ibn
Taimiyah mencatat beberapa hal menyangkut persoalan harga di dalam pasar,
hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi demand dan supply sebagai
berikut :
1) Keinginan konsumen (raghbah) terhadap jenis barang yang beraneka
ragam atau sesekali berubah. Keinginan tersebut karena limbah ruahnya
jenis barang yang ada atau perubahan yang terjadi karena kelangkaan
barang yang diminta (mathlub). Sebuah barang sangat diinginkan jika
ketersediaannya berlimpah, dan tentu akan berpengaruh terhadap naiknya
harga.
2) Perubahan harga juga tergantung pada jumlah para konsumen. Jika jumlah
para konsumen dalam satu jenis barang dagangan itu banyak maka harga
akan naik, dan terjadi sebaliknya harga akan turun jika jumlah permintaan
kecil.
3) Harga akan dipengaruhi juga oleh menguatnya atau melemahnya tingkat
kebutuhan atas barang karena meluasnya jumlah dan ukuran dari
kebutuhan, bagaimanapun besar ataupun kecilnya. Jika kebutuhan tinggi
dan kuat, harga akan naik lebih tinggi ketimbang jika peningkatan
kebutuhan itu kecil atau lemah.
4) Harga juga berubah-ubah sesuai dengan siapa pertukaran itu dilakukan
(kualitas pelangan). Jika ia kaya dan dijamin membayar hutang, harga yang
rendah bisa diterima olehnya, dibanding dengan orang lain yang diketahui
sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran atau diragukan
kemampuan membayarnya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 172


Modul Ekonomi Syariah

5) Harga itu dipengaruhi juga oleh bentuk alat pembayaran (uang) yang
digunakan dalam jual beli. Jika yang deigunakan umum dipakai, harga akan
lebih rendah ketimbang jika membayar dengan uang yang jarang ada di
peredaran.
6) Suatu obyek penjualan (barang), dalam satu waktu tersedia secara fisik dan
pada waktu lain terkadang tidaj tersedia. Jika obyek penjualan tersedia,
harga akan lebih murah ketimbang jika tidak tersedia. Kondisi yang sama
juga berlaku bagi pembeli yang sesekali mampu membayar kontan karena
mempunyai uang, tetapi sesekali ia tak memiliki dan ingin
menangguhnkannya agar bisa membayar. Maka harga yang diberikan pada
pembayaran kontan tentunya akan lebih murah dibanding sebaliknya.

Ibnu Taimiyah memiliki interpretasi yang berbeda dari penafsiran yang


dikemukakan oleh Ibnu Qudamah terhadap sabda Rasullullah SAW yang berkaitan
dengan peristiwa melambungnya harga pada zaman beliau.
Menurut pandangan Ibnu Taimiyah peristiwa di dalam hadits tersebut
adalah sebuah kasus khusus dan bukan merupakan aturan umum. Hal ini bukan
merupakan dalil yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau
melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi
konpensasi yang wajar. Masih menurut Ibnu Taimiyah bahwa hadits itu
menunjukkan adanya kenaikan harga disebabkan karena kekuatan pasar atau
terjadi sesuia dengan mekanisme pasar yang ada ketika itu, dan bukan karena
disebabkan oleh kezaliman dari pasar.
Ia (Ibnu Taimiyah) membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri
menetapkan harga yang adil jika terjadi perselisihan antar dua orang. Contoh kasus
pertama adalah kasus pembebasan budak. Rasululllah SAW mendekritkan bahwa
harga yag adil dari budak itu harus dipertimbangkan tanpa ada tambahan atau
pengurangan, setiap orang harus diberi bagian yang layak dan budak itu harus
dibebaskan .
Kasus yang kedua menceritakan ketika terjadi perselisihan antar dua
orang, satu pihak memiliki satu pohon yang sebagian cabang-cabangnya tumbuh
ditanah orang lain. Pemilik tanah menemukan adanya jejak langkah pemilik pohon

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 173


Modul Ekonomi Syariah

menemukan adanya jejak langkah pemilik pohon di atas tanahnya yang digarap
sangat mengganggu. Ia (pemilik tanah) mengajukan masalah itu kepada Rasulullah
SAW. Rasulullah SAW memerintahkan pemilik pohon itu untuk menjual sebagian
cabang pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima kompensasi atau ganti rugi
yang adil darinya. Orang tersebut (pemilik pohon) ternyata tidak melakukan apa-
apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang
pohon tersebut dan ia (pemilik tanah) memberikan kompensasi harganya kepada
pemilik pohon.
Setelah menceritakan dua kasus yang berbeda tempat itu dalam bukunya
“Al-Hisbah”, Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa inilah dalil yang kuat untuk
menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menetapkan harga (regulasi).
Kemudian ia melanjutkan penjelasannya, bahwa jika harga itu bisa ditetapkan
untuk memenuhi kebutuhan satu dua orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal
yang sama ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan,
pakaian, dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting ketimbang
kebutuhan seorang individu.
Salah satu alasan lagi mengapa Rasulullah SAW menolak menetepkan
harga? Menurut Ibnu Taimiyah adalah karena pada waktu itu tidak ada kelompok
yang secara khusus, melainkan hanya menjadi pedagang/penjual yang berada di
kota Madinah. Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual sesuatu. Karena
penjualannya tidak bsa diedentifikasi secara khusus, kepada siapa penetapan harga
itu akan diberlakukan? Itu sebabnya, penetapan harga hanya mungkin dilakukan
jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis,
atau melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan
kondisi ini mengindikasikan hal tersebut tidak bisa dikenakan kepada seseorang
yang tidak akan berarti apa-apa atau tidak adil.
Menurut Ibnu Taimiyah, barang-barang yang dijual di kota Madinah
sebagian besar berasal dari impor. Kontrol apapun yang dilakukan atas barang itu,
akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan supply dan situasi memburuk. Jadi
Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi.
Dari keterangan di atas tampak sekali bahwa penetapan harga hanya
dianjurkan bila para pemegang barang atau para perantara kegaitan ekonomi itu

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 174


Modul Ekonomi Syariah

berusaha menaikkan harga melalui kezaliman (tidak adil). Jika seluruh kebutuhan
akan barang mengantungkan harga, tetapi membiarkan penduduk meningkatkan
suplai dari barang-barang dagangan yang dibutuhkan. Sehingga menguntungkan
kedua belah pihak. Tidak membatasi impor dapat diharapkan bisa meningkatkan
supply dan menurunkan harga.

C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan Konsep Pasar dalam Ekonomi Islam, Kapitalis dan Sosialis !
2. Jelaskan Pandangan Ibnu Taimiyyah, Al Ghazali, dan Abu Yusuf mengenai
teori penawaran dan permintaan !
3. Bagiamana Pandangan Ibnu Taimiyah dan Al Ghazali dan Umar bin
Khattab mengenai langkah-langkah yang harus diambil pemerintah ketika
terjadi krisis ekonomi !
4. Dalam pandangan ekonomi Kapitalis, pasar akan mencapai titik
keseimbangan (equilibrium) dengan sendirinya melalui kekuatan
permintaan dan penawaran, apakah anda setuju dengan pandangan ini ?
bagaimana pandangan para tokoh ekonomi Islam mengenai mekanisme
pasar yang adil ?

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 175


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005.
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers, 1995.
Ibn Qudâmah, Al-Mughnî ‘alâ Mukhtashar al-Kharqî, Lubnân: Dâr al-Maktab al-
‘Ilmiyyah, 1994.
Ibn Taymiyyah, al-Hisbah fi al-Islâm, Lubnan: Dâr al-Kitâb al-Islâmiyyah, 1996.
---------------, Majmû‘ Fatâwâ, Riyâdh: Matbi’ Riyâdh, 1993.
Islahi, A.A., Konsepsi Pemikiran Ekonomi Ibn Taymiyyah, Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1997.
Kahf, Monzer, The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning on the
Islamic Economic System, Plainfield in Muslim Studies Association of
U.S.and Canada, 2008.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT-Indonesia, 2002.
Kuswanto, Adi, Pengantar Ekonomi, Depok: Gunadarma, 1993.
Qaradhawi, Yusuf, Peran Nilai dalam Perekonomian Islam, diterjemahkan Didin
Hafidudin, Jakarta: Robbani Press, 1977.
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala, Teori Ekonomi Mikro Suatu
Pengantar, Jakarta: LPFEUI, 1999.
Schumpeter, Joseph A., History of Economic Analysis, New York: Oxford
University Press, 1954.
Shiddiqi, M. Nejatullah, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
1996.
Stiglizt, Joseph E., The Roaring Nineties: Seeds of Destruction, London: Allen
Lane, 2003.
Syâthibî, al-, Abû Ishâq Ibrâhîm, al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkam, al-Qâhirah:
Musthafâ Muhammad, t.th, jilid II.
Thurow, Lester C, The Dangerous Currents: The State of Economics, New York:
Random House, 1983.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 176


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 8:
STRUKTUR PASAR DALAM EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian Pasar, dan pandangan
para tokoh ekonomi syariah tentang mekanisme pasar dan teori harga dalam Islam.
Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian struktur pasar ekonomi syariah secara
tepat
1.2 Menjelaskan bentuk-bentuk pasar persaingan sempurna dan pasar
persaiangan tidak sempurna dalam perspektif ekonomi syariah
1.3 Menjelaskan pemikiran tokoh-tokoh ekonomi Islam mengenai
struktur pasar Islami

B. URAIAN MATERI
Struktur pasar
Struktur pasar memiliki suatu pengertian yaitu penggolongan produsen
kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-cirinya misalnya, seperti jenis
produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam suatu industri, mudah
tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan
industri. Maka dalam teori ekonomi struktur pasar itu dibedakan menjadi dua yaitu
: Pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna (yang meliputi
monopoli, oligopoli, monopolistik dan monopsoni
Pasar Persaingan Sempurna
Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan
bebas (perfect competition). Namun bukan berarti kebebasan itu mutlak, tetapi
kebebasan itu harus sesuai dengan aturan syari’ah. Pasar persaingan sempurna
adalah jenis pasar dengan jumlah penjual dan pembeli yang sangat banyak dan
produk yang dijual bersifat homogen atau sama dan tidak dapat dibedakan. Suatu
harga terbentuk karena mekanisme pasar dan pengaruh hasil dari suatu penawaran

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 177


Modul Ekonomi Syariah

dan permintaan sehingga penjual dan pembeli di pasar tidak dapat mempengaruhi
harga dan hanya berperan sebagai penerima harga (price-taker) saja. Pasar
persaingan sempurna adalah struktur pasar yang paling ideal Karena sistem pasar
ini dianggap bisa menjamin adanya kegiatan memproduksi barang atau jasa yang
tinggi. Akan tetapi, pada prakteknya tidak mudah untuk mewujudkan sebuah pasar
yang mempunyai struktur persaingan sempurna.

Pasar Persaingan Tidak Sempurna


Pasar persaingan tidak sempurna adalah kebalikan dari pasar persaingan
sempurna. Dimana antar penjual dan pembeli, jumlahnya relative. Terkadang ada
pasar yang jumlah penjualnya sedikit, bahkan ada yang jumlah penjualnya hanya
satu. Dan bisa juga kebalikannya ada yang jumlah pembelinya sedikit bahkan
adapula yang jumlah pembelinya hanya satu. Pasar tidak sempurna dibagi menjadi
beberapa macam yaitu :
a. Pasar Monopoli (ihtikar) Adalah suatu bentuk pasar di mana dalam
pasar hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Dan seorang monopolis
adalah sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikkan
atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 178


Modul Ekonomi Syariah

diproduksi semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang
tersebut, begitu pula sebaliknya. Dalam Islam keberadaan satu penjual di pasar
atau yang tidak ada pesaingnya, tidaklah dilarang dalam Islam akan tetapi, dia
tidak boleh melakukan ihtikar. Karena ihtikar adalah mengambil suatu keuntungan
di atas keuntungan yang normal yang dengan cara menjual sedikit jumlah suatu
barang agar mendapatkan harga yang tinggi. Maka pasar seperti ini dilarang dalam
Islam sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

ٍ ‫ُ إِ ْن َس ِم َع بِر ُْخ‬،‫س ال َع ْب ُد ْال ُمحْ تَ ِكر‬


.‫ص َسا َءهُ َوإِ ْن َس َم َع بِ َغالَ ٍء فَ ِر َح‬ َ ‫ بِ ْئ‬:‫ال‬ ِ ‫َوع َْن اَن‬
َ َ‫َس ب ِْن َمالِ ٍك ق‬

“Dari Anas, ia berkata: Sejelek-jelek hamba adalah penimbun barang.


Jika ia mendengar barang murah ia tidak senang dan jika barang
menjadi mahal ia sangat bergembira”
Dan juga Abu Hurairah r.a meriwayatkan hadis Nabi SAW tentang
dilarangnya ihtikar adalah sebagai berikut :

‫ َم ِن احْ تَ َك َر‬:‫صلَّى اهللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ض َي اهللاُ َع ْنهُ ق‬


َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل اهللا‬ ِ ‫ع َْن َم ْع َم ِر ب ِْن َع ْب ِد اهللاِ َر‬
ِ َ‫فَه َُو خ‬
"‫اط ِئ‬

Diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah ra, dari Rasulullah SAW.:


Beliau bersabda: “Barang siapa yang melakukan ihtikar untuk merusak
harga pasar sehingga naik secara tajam, maka ia berdosa”

Ihtikar adalah mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan


cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah
ekonominya disebut dengan monopoly’s rent. Suatu kegiatan masuk dalam
ketegori ihtikar apabila tiga unsur berikut terdapat dalam kegiatan tersebut :
a.Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock
atau mengenakan entry barriers. b.Menjual dengan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan. c.Mengambil
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan
2 dilakukan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 179


Modul Ekonomi Syariah

Kriteria Pasar Islami menurut Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M), dalam


kitab al Hisbah dan Majmu’ Fatawa, antara lain :
 Orang-orang harus bebas keluar masuk pasar (free entry and exit).
 “Memaksa penduduk menjual barang-barang tanpa ada dasar
kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan tidak adil dan
ketidakadilan itu dilarang”
 Tingkatan informasi yang cukup mengenai kekuatan pasar dan barang yang
diperdagangkan adalah perlu (perfect information).
 Pemerintah wajib menjaga agar informasi secara sempurna diterima
oleh pelaku pasar.
 Unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar
 Pemerintah boleh campur tangan dan menentukan harga jika unsur
monopolistik ini muncul
 Homogenitas dan standarisasi produk sangat dianjurkan.
 Hal ini dikemukakan Ibnu Taimiyyah ketika mencela pemalsuan
produk, penipuan, dan kecurangan dalam mempresentasikan
barang-barang tersebut.
 Penyimpangan dari kebebasan ekonomi yang Islami adalah dilarang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 180


Modul Ekonomi Syariah

 Pelaku pasar tidak diperkenankan memproduksi dan


memperdagangkan barang dagangan yang tercela baik dari sisi
kesehatan maupun norma islam.

b. Pasar Oligopoli Adalah pasar dimana penawaran satu jenis barang


dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua
tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan
dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, dimana keuntungan
yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga
semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan
sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing
mereka. Praktek oligopoli biasanya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
menahan perusahaan-perusahaan untuk masuk ke dalam pasar, dan tujuan
perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli adalah sebagai salah satu usaha untuk
menikmati suatu keuntungan dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga
menyebabkan persaingan harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktik
oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada
industri-industri yang memiliki modal yang tinggi, seperti, industri semen, industri
mobil, dan industri kertas.
Secara harfiah oligopoly berarti ada beberapa penjual di pasar. Boleh
dikatakan oligopoli merupakan pertengahan dari monopoly dan monopoloistik
competition. Suatu ologopoli adalah industri yang terdiri atas dua atau beberapa
perusahaan, dedikitnya satu di antaranya menghasilkan sebagian cukup besar dari
keluaran toral industri. Bila ada rasio konsentrasi yang tinggi untuk perusahaan-
perusahaan yang melayani satu pasar tertentu, pasar tersebut oligopolistik. Dalam
pasar ologopoli di mana ada sedikit penjual yang menjual barang sama, maka aksi
penjual harus memerhatikan reaksi penjual lain. Ada dua aksi yang dapat diambil
penjual yaitu:

1) Menentukan berapa kuantitas yang akan diproduksinya. Model yang


menjelaskan hal ini adalah Cournot Quantity Competition. Cournot
mengembangkan model ini pada tahun 1835 dengan asumsi hanya ada dua
penjual barang yang sama. Katakanlah di pasar hanya ada dua penjual air

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 181


Modul Ekonomi Syariah

mineral, Arthes (perusahaan 1) dan Aqua (perusahaan 2). Kedua


perusahaan memproduksi produk yang identik, sehingga meraka terdorong
untuk menawarkan harga yang sama.
2) Menentukan berapa harga yang akan ditawarkannya. Model yang
menjelaskan hal ini adalah Betrand Price Competition. Model Bertrand
dikembangkan oleh Joseph Bertrand pada tahun 1883, dalam model ini,
penjual menentukan harga yang memperoleh keuntungan maksimal,
dengan memperhitungkan harga yang ia duga akan ditetapkan oleh
pesaingnya. Dalam model ini, penjual tidak memperhitungkan bahwa
pesaingnya akan bereaksi bila telah mengetahui harganya, jadi penjual
menganggap harga pesaingnya tetap.

c. Monopolistik Adalah salah satu bentuk pasar dimana terdapat banyak


produsen yang menghasilkan barang yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam
beberapa aspek. Penjual dalam pasar monopolistik tidak terbatas, namun setiap
produk yang dihasilkan pasti memiliki ciri tersendiri yang membedakannya dengan
produk lainnya. Pada pasar monopolistik, produsen memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi harga walaupun pengaruhnya tidak sebesar produsen dari pasar
monopoli atau oligopoli. Kemampuan ini berasal dari sifat barang yang dihasilkan.
Karena perbedaan dan ciri khas dari suatu barang, konsumen tidak akan mudah
berpindah ke merek lain, dan tetap memilih merek tersebut walau produsen
menaikkan harga. Misalnya, pasar sepeda motor di Indonesia. Produk sepeda
motor memang cenderung bersifat homogen, tetapi masing-masing memiliki ciri
khusus sendiri. Sebut saja sepeda motor Honda, ciri khususnya adalah irit bahan
bakar. Sedangkan Yamaha memiliki keunggulan pada mesin yang stabil dan jarang
rusak. Akibatnya tiap-tiap merek mempunyai pelanggan setia masing-masing. Oleh
karenanya, perusahaan yang berada dalam pasar monopolistik harus aktif
mempromosikan produk sekaligus menjaga citra perusahaannya.
Edward Chamberlin memperkenalkan istilah Monopolistic Competition
di tahun 1933 dengan karakteristik sebagai berikut: 1.Ada banyak penjual. Setiap
penjual menganggap tindakan yang diambilnya tidak akan secara signifikan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 182


Modul Ekonomi Syariah

mempengaruhi penjual lainnya. Misalnya bila satu penjual menurunkan harga baju
dagangannya, tidak serta merta penjual lain akan beraksi dengan menyesuaikan
harga baju dagangannya. 2.Setiap penjual menjual produk yang terdifirensiasi.
Produk A dikatakan berbeda dengan produk B dengan harga yang sama, ada
sebagian pembeli yang lebih menyukai produk A, dan ada sebagian yang menyukai
produk B.
Istilah monopoli dalam terminologi Islam tidak ditemukan secara konkrit
namun dalam muamalat terdapat satu ungkapan yang disinyalir “hampir mirip”
dengan monopoli yaitu al-Ihtikar. Al-Ihtikar merupakan bahasa Arab yang
definisinya secara etimologi ialah perbuatan menimbun, pengumpulan (barang-
barang) atau tempat untuk menimbun. (W.J.S Poerwadarminta, 1994: 307)
Dalam kajian fikih al-Ihtikar bermakna menimbun atau menahan agar
terjual. (Ahmad Warson Munawir, 1994:307). Adapun al-Ihtikar secara
terminologis adalah menahan (menimbun) barang-barang pokok manusia untuk
dapat meraih keuntungan dengan menaikkan harganya. (Yusuf Qasim, 1986:75).
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami obyek yang ditimbun yaitu:
kelompok pertama mendefinisikan al-Ihtikar sebagai penimbunan yang hanya
terbatas pada bahan makanan pokok (primer) dan kelompok yang kedua
mendefinisikan al-Ihtikar secara umum yaitu menimbun segala barang-barang
keperluan manusia baik primer mapun sekunder.
Kelompok ulama yang mendefenisikan al-Ihtikar terbatas pada makanan
pokok antara lain adalah Imam al-Gazali (ahli fikih mazhab asy-Syafi’i) dimana
beliau berpendapat bahwa yang dimaksud al-Ihtikar hanyalah terbatas pada bahan
makanan pokok saja. Sedangkan selain bahan makanan pokok (sekunder) seperti,
obat-obatan, jamu-jamuan, wewangian, dan sebagainya tidak terkena larangan
meskipun termasuk barang yang dimakan. Alasan mereka adalah karena yang
dilarang dalam nash hanyalah makanan. Menurut mereka masalah ihtikar adalah
menyangkut kebebasan pemilik barang untuk menjual barangnya. Maka larangan
itu harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash.
Sedangkan kelompok ulama yang mendefinisikan al-Ihtikar lebih luas
dan umum diantaranya adalah imam Abu Yusuf (ahli fikih mazhab Hanafi). Beliau
menyatakan bahwa larangan ihtikar tidak hanya terbatas pada makanan, pakaian

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 183


Modul Ekonomi Syariah

dan hewan, tetapi meliputi seluruh produk yang dibutuhkan masyarakat. Menurut
mereka, yang menjadi ‘ilat (motivasi hukum) dalam larangan melakukan ihtikar
tersebut adalah kemudaratan yang menimpa orang banyak. Oleh karena itu
kemudaratan yang menimpa orang banyak tidak hanya terbatas pada makanan,
pakaian dan hewan, tetapi mencakup seluruh produk yang dibutuhkan orang.
(Abdul Aziz Dahlan (ed) 1996: 655).
As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan al-Ihtikar sebagai
membeli suatu barang dan menyimpannya agar barang tersebut berkurang di
masyarakat sehingga harganya meningkat sehingga manusia akan mendapatkan
kesulitan akibat kelangkaan dan mahalnya harga barang tersebut. (As-Sayyid
Sabiq, 1981: 162).
Fathi ad-Duraini mendefinisikan ihtikar dengan tindakan menyimpan
harta, manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan memberikannya kepada orang
lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan
persediaan barang terbatas atau stok barang hilang sama sekali dari pasar,
sementara rakyat, negara, ataupun hewan (peternakan) amat membutuhkan produk,
manfaat, atau jasa tersebut. Al-Ihtikar menurut ad-Duraini, tidak hanya
menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas dan bahkan jasa dari
pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang dilakukan para pedagang dan pemberi
jasa ini bisa memuat harga pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa
tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat, negara, dan lain-lain. Misalnya,
pedagang gula pasir di awal Ramadhan tidak mau menjual barang dagangannya,
karena mengetahui bahwa pada minggu terakhir bulan Ramadhan masyarakat
sangat membutuhkan gula untuk menghadapi lebaran. Dengan menipisnya stok
gula di pasar, harga gula pasti akan naik. Ketika itulah para pedagang gula menjual
gulanya, sehingga pedagang tersebut mendapat keuntungan (profit) yang berlipat
ganda. (Abdul Aziz Dahlan (ed) 1996: 655).
Adiwarman Karim mengatakan bahwa al-Ihtikar adalah mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang
untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s
rent. (Adiwarman Karim, 2000:154)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 184


Modul Ekonomi Syariah

Sedangkan yang dimaksud dengan monopoli dalam istilah ekonomi


adalah hak menguasai secara tunggal perdagangan dimana pihak lain tidak boleh
ikut campur, sehingga monopolis (pemegang hak monopoli) dapat melakukan
produksi dan penawaran harga sekehendaknya. (Dahlan al-Barry, 1994: 482)
Monopoli juga merupakan suatu bentuk pasar dimana hanya ada satu firma saja
dan firma tersebut menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti
yang sangat dekat. (Sadono Sakirno, 2001: 261) Pemegang hak monopoli memiliki
hak untuk memproduksi barang-barang usahanya sesuai dengan kehendaknya,
sehingga di saat tertentu bisa saja stok yang ada dalam perusahaan ditahan dan
tidak dipasarkan dengan maksud untuk menaikkan harga dan meningkatnya
permintaan dari konsumen, sehingga akan meningkatkan kelangkaan suatu barang.
Ada tiga macam bentuk monopoli yang terjadi dalam pasar, yaitu:
Natural Monopoly, yaitu monopoli yang terjadi secara alamiah atau
karena mekanisme pasar murni. Pelaku monopoli merupakan pihak yang secara
alamiah menguasai produksi dan distribusi produk tertentu.
Monopoly by Struggle, yaitu monopoli yang terjadi setelah adanya proses
kompetisi yang cukup panjang dan ketat. Persaingan berjalan fair, tidak terjadi
proses-proses yang melanggar aturan pasar terbuka. Berbagai pelaku bisnis yang
terlibat dalam sektor tersebut telah melakukan kompetisi yang yang panjang dan
ketat melalui berbagai situasi dan hambatan
Monopoly by decree, yaitu proses monopoli yang terjadi karena adanya
campur tangan pemerintah yang melakukan regulasi dengan memberikan hak
istimewa kepada pelaku ekonoi tertentu untuk menguasai pasar suatu produk
tertentu. (Iswardono SP, 1990:104)
Berbeda dengan oligopoli, perusahaan oligopoli tidak dapat begitu saja
menaikkan harga karena jika hal ini dilakukan maka pembeli tidak akan membeli
barang yang akan dijualnya, juga tidak diperkenankan menurunkan harga karena
perusahaan lain akan turut menurunkan harga yang sama dan tidak akan ada satu
perusahaan yang memperoleh keuntungan maksimum akan harga barang tersebut
melebihi keuntungan perusahaan yang lain. Dalam sistem ini terjadi persaingan
pasar yang sehat dan kompetitif. Firma-firma yang ada memproduksi jenis barang
yang sama dan bersaing untuk mendapatkan simpati konsumen, sehingga

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 185


Modul Ekonomi Syariah

diharapkan terjadi stabilitas ekonomi pasar dan lebih mengutamakan pelayanan


yang prima.
Dari terminologi di atas dapat dipahami bahwa al-Ihtikar dalam dataran
konseptual berbeda dengan monopoli, namun jika dilihat dari dataran faktualnya
memiliki banyak persamaan, sedangkan perbedaannya adalah sangat tipis sekali.
Adapun persamaannya adalah:

1. Monopoli dan al-ihtikar sama-sama memiliki unsur kepentingan sepihak


(motivasi yang kuat) dalam mempermainkan harga (price maker).
2. Pelaku monopoli dan al-ihtikar sama-sama memiliki hak opsi untuk
menawarkan barang-barang ke pasaran atau tidak.
3. Monopoli dan Ihtikar dapat mengakibatkan polemik dan ketidakpuasan
pada masyarakat.
4. Monopoli dan ihtikar merupakan salah satu cara golongan orang kaya
untuk mengeksploitasi (Zulm) golongan miskin.

Sedangkan diantara perbedaan monopoli dan ihtikar adalah:


1) Bahwa monopoli terjadi jika seseorang memiliki modal yang besar
dan dapat memproduksi suatu barang tertentu di pasaran yang
dibutuhkan oleh masyarakat, sedangkan Ihtikar tidak hanya bisa
dilakukan oleh pemilik modal besar namun masyarakat menengah
dengan modal alakadarnya pun bisa melakukannya
2) Suatu perusahaan monopolis cenderung dalam melakukan aktifitas
ekonomi dan penetapan harga mengikuti ketentuan pemerintah
(adanya regulasi standard pemerintah), sedangkan ihtikar dimana
dan kapan pun bisa dilakukan oleh siapa saja, sebab penimbunan
sangat mudah untuk dilakukan.
3) Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, dalam ihtikar
kelangkaan barang dan kenaikan harga suatu barang terjadi dalam
waktu dan tempo yang tentitif dan mendadak dan dapat
mengakibatkan inflasi. Sementara dalam monopoli kenaikan harga
biasanya cenderung dipengaruhi oleh mahalnya biaya produksi dan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 186


Modul Ekonomi Syariah

operasional suatu perusahaan walaupun kadang-kadang juga


dipengaruhi oleh kelangkaan barang.
4) Praktek monopoli adalah legal dan bahkan di negara tertentu
dilindugi oleh undang-undang atau aturan suatu negara, sedangkan
ihtikar merupakan aktifitas ekonomi yang ilegal.

Menurut prinsip hukum Islam, barang apa saja yang dihalalkan Allah
untuk memilikinya, maka halal pula dijadikan sebagai obyek perdangan. Demikian
pula segala bentuk yang diharamkan untuk memilikinya maka haram pula
memperdagangkannya. Namun terdapat ketentuan hukum Islam bahwa barang itu
pada dasarnya halal, akan tetapi karena sikap serta perbuatan para pelakunya yang
bertentangan dengan syara’ maka barang tersebut menjadi haram. Dalam al-Qur’an
secara langsung tidak ada disebutkan mengenai al-Ihtikar (Monopolistic rent).
Tetapi ada ayat yang menyebutkan mengenai penimbunan emas dan perak, yaitu:
‫والذين يكنزون الذ هب والفضة والينفقو نها فى سبيل هللا فبشر هم بعذاب اليم‬

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak


menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang sangat pedih” QS (9): 34.

Walaupun tidak ditemukan secara jelas dalam al-Qur’an tentang al-Ihtikar


(Monopoli) tetapi ia mempunyai hubungan dengan riba. Dalam riba terdapat unsur
zulmun (menganiaya) orang lain diakibatkan karena ketidakmampuan peminjam
untuk membayarkan utangnya tepat waktu maka secara otomatis harga menjadi
naik melebihi pokok pinjamannya dan hal ini memberatkan yang mengakibatkan
sipeminjam teraniaya dan secara terpaksa harus membayarkan tambahan modal
tersebut. Sementara ihtikar walaupun secara implisit, juga menagandung zulmun
(menzhalimi) dan masyarakat akan merasakan akibat fatalnya. Sebab al-Ihtikar
bertujuan untuk mencari keuntungan yang lebih banyak, dengan menimbun barang
yang beredar di pasaran dapat mengakibatkan kelangkaan dan tentunya akan
terjadi kenaikan harga secara otomatis di atas normal. Sehingga masyarakat yang
biasanya tidak kekurangan barang dan dapat membelinya sesuai kehendaknya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 187


Modul Ekonomi Syariah

tanpa merasakan kesulitan, namun karena akibat ihtikar tersebut mereka jadi
kekurangan barang dan sulit untuk menjangkau harga agar dapat memnuhi
kebutuhan mereka, namun karena sudah terdesak akan kebutuhan pokok dan hidup
sehari-hari barang yang langka tersebut akhirnya dibeli juga walaupn terpaksa.
Pada kasus ini terdapat unsur menganiaya dan memaksa bagi si pelaku Ihtikar dan
teraniaya serta keterpaksaan bagi masyarakat walaupun ia tidak berlaku secara
eksplisit. Firman Allah:
‫………الﺗﻆلمونوالتﻆلمون‬
“….kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya….” QS (1):278
‫واحل هللا البيع وحرم الربا‬
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba” QS
(2):275”
Dalam beberapa hadis Nabi juga menyinggung mengenai al-Ihtikar di
antaranya:
.‫اليحتكر االخاطىﺀ‬
“Tidaklah seorang penimbun kecuali ia orang yang berdosa”, At-
Turmudzi 307: 1980
Larangan dalam hadis tersebut, menunjukkan adanya tuntutan untuk
meninggalkan, menjauhi dan menghindari. Sementara cercaan atau predikat bagi
orang yang melakukan penimbunan dengan sebutan khati’ berarti orang yang
berdosa dan berbuat maksiat merupakan suatu indikasi yang menunjukkan bahwa
tuntutan untuk meninggalkan tersebut bermakna tegas (keras). Orang yang berbuat
maksiat dengan sengaja berarti telah berbuat suatu pengingkaran terhadap ajaran
syara’ dan mengingkari ajaran syara’ merupakan perbuatan yang diharamkan.
Dengan demikian perbuatan al-Ihtikar termasuk perbuatan yang diharamkan.
Namun larangan yang sangat tegas tentang penimbunan barang berdasarkan hadis:

.‫الجالب مرزوق المحتكر ملعون‬


Seorang saudagar (importer) akan diberi rezki dan seorang penimbun
(monopolis) akan dilaknat” (Ibnu Majah 768: 978)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 188


Modul Ekonomi Syariah

Adapun hadis berikut menjelaskan mengenai penimbunan terhadap bahan


makanan:
.‫من احتكر على المسلمين طعاماضرب هللا بالجلد ام واالفالس‬
“Barang siapa yang menimbun bahan makanan terhadap orang-orang
muslim, maka Allah akan menjadikan dia dalam kebangkrutan” (Ibnu
Majah 768: 978)
Sedangkan hadis lain yang menjelaskan tentang perdagangan dengan
menaikkan harga dari suatu bahan pokok untuk memonopolisasi harga dijelaskan
oleh Nabi dalam hadisnya:

‫من دخل في شئ من اسعار المسلمين ليغليه عليهم كان حقا على هللا ان يقعده بعظم من النار‬
.‫يوم القيا مة‬
“Barang siapa yang menaikkan harga suatu bahan pokok kaum Muslimin
agar ia lebih kaya daripada mereka maka Allah berhak untuk
menempatkannya di neraka jahannam pada hari qiamat” (Abu Dawud)

Kriteria al-Ihtikar dalam Islam


Dalam hal ini para ulama berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan
penimbunan yang haram adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Bahwa barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya,


berikut tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seseorang
boleh menimbun untuk persediaan nafkah dirinya dan keluarganya dalam
tenggang waktu selama satu tahun.
2) Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang
agar dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena orang
sangat membutuhkan barang tersebut kepadanya.
3) Bahwa penimbunan dilakukan pada saat dimana manusia sangat
membutuhkan barang yang ditimbun, seperti makanan, pakaian dan lain-
lain. Jika barang-barang yang ada di tangan para pedagang tidak
dibutuhkan manusia, maka hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 189


Modul Ekonomi Syariah

karena tidak mengakibatkan kesulitan pada manusia.(Ali Abd ar-Rasul,


1980: 1980, dan As-Sayyid Sabiq, 1981: 100)

Dari ketiga syarat itu, jika dianalisa aspek keharamannya maka dapat
disimpulkan, bahwa penimbunan yang diharamkan adalah kelebihan dari keperluan
nafkah dirinya dan keluarganya dalam masa satu tahun. Hal ini berarti apabila
menimbun barang konsumsi untuk mengisi kebutuhan keluarga dan dirinya dalam
waktu satu tahun tidaklah diharamkan sebab hal itu adalah tindakan yang wajar
untuk menghindari kesulitan ekonomi dalam masa paceklik atau krisis ekonomi
lainnya. Sedangkan syarat terjadinya penimbunan, adalah sampainya pada suatu
batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang yang tertimbun
semata karena fakta penimbunan tersebut tidak akan terjadi selain dalam keadaan
semacam ini. Kalau seandainya tidak menyulitkan warga setempat membeli barang
tersebut, maka penimbunan barang tidak akan terjadi kesewenangan-wenangan
terhadap barang tersebut sehingga bisa dijual dengan harga yang mahal.
Atas dasar inilah, maka syarat terjadinya penimbunan tersebut adalah
bukan pembelian barang. Akan tetapi sekedar mengumpulkan barang dengan
menunggu naiknya harga sehingga bisa menjualnya dengan harga yang lebih
mahal. Dikatakan menimbun selain dari hasil pembeliannya juga karena hasil
buminya yang luas sementara hanya dia yang mempunyai jenis hasil bumi tersebut,
atau karena langkanya tanaman tersebut. Bisa juga menimbun karena induustri-
industrinya sementara hanya dia yang mempunyai industri itu, atau karena
langkanya industri seperti yang dimilikinya.
Menurut Yusuf al-Qardawi penimbunan itu diharamkan jiak memiliki
keriteria sebagai berikut:

a. Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab


adanya penimbunan tersebut.
b. Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa
susah dan supaya ia dapat keuntungan yang berlipat ganda. .(Yusuf al-
Qardawi, 2000: 358)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 190


Modul Ekonomi Syariah

Monopoli dan al-Ihtikar : Sebuah Refleksi


Penimbun adalah orang yang mengumpulkan barang-barang sehingga
barang tersebut menjadi langka dipasaran dan kemudian menjualnya dengan harga
yang sangat tinggi sehingga warga setempat sulit untuk menjangkaunya. Hal ini
bisa dipahami bahwa apabila tersedia sedikit barang maka harga akan lebih mahal.
Apalagi jika barang yang ditimbun itu merupakan kebutuhan primer manusia
seperti bahan makanan pokok (semisal sembako).
Al-Ihtikar yang dilakukan oleh sebagian pelaku pasar (sebagaimana disebutkan)
mempunyai kesamaan dengan praktek monopoli. Yang mana monopoli biasanya
mengacu pada penguasaan terhadap penawaran harga. Suatu monopoli sempurna
terlihat bila sebuah perusahaan tunggal memproduksi suatu komoditi yang tidak
dikeluarkan oleh perusahaan lainnya. Praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan tidak sehat dan dapat merugikan orang lain. (Nejatullah
as-Siddieqy, 1991:45) Sehingga dengan motif ingin memaksimumkan keuntungan,
maka perusahaan monopoli akan dengan mudah menetapkan harga barang sesuai
dengan keinginannya. Oleh karena pada umumnya, produksi monopoli lebih
rendah daripada produksi kompetitif, dan harga monopoli lebih tinggi daripada
harga kompetitif. (Abdul Manan, 1997:151).
Al-Ihtikar begitu juga sebagian monopoli yang dilakukan oleh sebagian
pelaku pasar sengaja mengupayakan agar barang yang ditimbun menjadi langka di
pasar. Dengan demikian masyarakat akan kesulitan menemukan barang tersebut di
pasar dan kalaupun ada namun harga yang ditawarkan sangatlah mahal dan tidak
dapat dijangkau oleh masyarakat. Sehingga dalam keadaan seperti ini konsumen
berusaha mencari barang pengganti yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
dan pendapatannya, dengan mengganti barang-barang yang kurang berguna dengan
barang-barang hanya memerlukan pengeluaran kecil. Para konsumen juga tidak
mampu mengurangi kuantitas yang dibeli dengan segera setelah harga suatu barang
naik. Pada mulanya mereka tidak akan sadar akan adanya barang-barang pengganti

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 191


Modul Ekonomi Syariah

yang potensial. Namun demikian, selang berapa waktu konsumen akan menyimak
beberapa barang pengganti yang muncul di pasar.
Suatu pasar dapat dikatakan monopoli apabila: Pertama, hanya terdapat
satu produsen dalam industri, kedua, produknya tidak ada barang pengganti,
ketiga, ada hambatan untuk masuknya produsen baru, (Abdul Manan, 1997: 151)
dapat menguasai penentuan harga, dan promosi iklan tidak terlalu diperlukan.
(Sadono Sakirno, 2001: 262) Dalam kenyataan struktur pasar monopoli yang
memenuhi kriteria di atas sulit dijumpai. Banyak produsen mempunyai saingan
dalam bentuk barang pengganti yang dihasilkan oleh produsen lain. Misalnya,
perusahaan kereta api di Indonesia, kelihatannya monopoli negara. Namun jika
dikaitkan dengan ciri monopoli yang kedua, (tidak ada barang pengganti) maka
perusahaan tidak murni merupakan monopoli.
Lebih khusus Hendre Anto menguraikan bahwa sebenarnya monopoli
tidak selalu merupakan suatu keadaan pasar yang buruk bagi perekonomian,
bahkan beberapa jenis usaha memang lebih baik jika diupayakan secara monopoli
seperti dalam natural monopoly. Adanya natural monopoly yang sebenarnya justru
menguntungkan konsumen, sebab konsumen akan mendapatkan barang dengan
harga yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan dalam pasar bersaing.
Tetapi, salah satu keburukan terbesar dari monopoli adalah penguasaannya
terhadap harga (price maker) sehingga dapat mempengaruhi atau bahkan
menentukan harga pada tingkat yang sedemikian rupa sehingga memaksimumkan
laba, tanpa memperhatikan keadaan konsumen. Produsen monopolis dapat
mengambil keuntungan di atas normal (normal profit) sehingga merugikan
masyarakat. (Hendri Anto, 2002 : 310)
Islam melarang praktek yang seperti ini karena hal tersebut dapat
menimbulkan kerugian pada orang lain. Begitu juga dengan menimbun terhadap
barang-barang kebutuhan pokok sangat dikecam dalam Islam karena biasanya
apabila harga barang-barang kebutuhan pokok naik maka akan berpengaruh frontal
terhadap harga-harga barang lainnya, sehingga harga barang menjadi tidak stabil
dan dapat mengakibatkan krisis.
Di dalam teori ekonomi kepuasan seorang dalam mengkonsumsi suatu
barang dinamakan utility atau nilai guna. Maka apabila kepuasan semakin tinggi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 192


Modul Ekonomi Syariah

maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Seorang muslim untuk mencapai tingkat
kepuasannya perlu mempertimbangkan bahwa barang yang dikonsumsi bukan
merupakan barang haram termasuk di dalamnya yang diperoleh melalui al-Ihtikar
dan monopoli yang semena-mena. Karena kepuasan seorang muslim hendaknya
bukan hanya berpatok atas banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi. Tapi lebih
pada apa yang dilakukannya sebagai ibadah dengan memenuhi apa yang di
perintahkan oleh Allah dan menjauhi segala larangannya.
Apabila seseorang telah melakukan penimbunan barang atau memonopoli
komoditi dengan semena-mena, maka orang yang bersangkutan pada hakekatnya
telah menarik barang dari pasar sehingga persediaan barang di pasar menjadi
berkurang dan langka. Perbuatan semacam ini menunjukkan adanya motivasi
mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan bencana dan mudharat yang akan
menimpa orang banyak, asalkan dengan cara itu dapat mengeruk untung yang
sebanyak-banyaknya. Kemudharatan ini akan bertambah berat jika si pengusaha
itulah satu-satunya orang yang menjual barang tersebut atau terjadi kesepakatan
dari sebagian pengusaha yang memproduksi maupun menjual barang tersebut
untuk mengurangi atau menimbunnya, sehingga kebutuhan masyarakat akan
barang tersebut semakin meningkat sehingga harga pun dinaikkan setinggi-
tingginya. Bagaimanapun juga dalam hal bahan pokok masyarakat (konsumen)
yang sangat membutuhkan akan tetap membelinya meskipun dengan harga yang
tinggi dan tidak layak.
Dalam pandangan Islam harga harus mencerminkan keadilan (price
equvalence), baik dari sisi produsen maupun dari sisi konsumen. Dalam situasi
pasar yang bersaing sempurna harga yang adil ini dapat dicapai dengan sendirinya,
sehingga tidak perlu ada intervensi dari pemerintah. Jika para produsen monopolis
dibiarkan begitu saja menentukan harganya sendiri, besar kemungkinan harga yang
terjadi bukanlah harga yang adil sebab ia akan mencari monopolist rent. Itulah
sebabnya Islam melarang keras al-Ihtikar (penimbunan) yang mempunyai tujuan
mencari monopolist rent. Untuk itu pemerintah perlu bahkan wajib melakukan
intervensi sehingga harga yang terjadi adalah harga yang adil. Dan Islam sangat
menjunjung tinggi keadilan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 193


Modul Ekonomi Syariah

Pada dasarnya Islam menerima perdagangan bebas. Dalam arti


bermuamalah ada kebebasan untuk melakukan aktivitas (freedom to act). Setiap
individu dapat melakukan aktivitas ekonominya dengan bebas, kebebasan dalam
perspektif ekonomi Islam tentu saja kebebasan yang tidak melanggar kaidah-
kaidah yang telah diatur dalam al-Qur’an, as-Sunnah dan Qiyas para ulama.
Karena diharapkan instrumen-instrumen yang dijalankan dengan sitem ekonomi
Islam mampu menciptakan simetrisitas antara kesejahteraan individu dengan
kesejahteraan masyarakat.
Menurut penulis pada dasarnya Islam tidak melarang monopoli secara
mutlak apalagi yang melakukan monopoli adalah negara, namun pandangan Islam
berhati-hati terhadap mekanisme penentuan harga didalam monopoli yang
cenderung berpotensi menghasilkan kerugian bagi konsumen. Sebab harga
ditentukan lebih berorientasi kepada kepentingan produsen saja. Artinya bahwa
monopoli jika di asumsikan sebagai al-Ihtikar dengan pengertian pelangkaan
barang terhadap barang produksi kebutuhan utama masyarakat dengan menaikkan
harta ketika permintaan meningkat maka hal ini adalah di haramkan (monopolistic
rent). Dengan ungkapan yang sangat sederhana bahwa Islam pada dasarnya tidak
mempermasalahkan apakah suatu perusahaan monopolis atau oligopolis sepanjang
tidak mengambil keuntungan di atas normal. namun Islam secara jelas melarang
Ihtikar (penimbunan) yaitu mengambil keuntungan di atas normal dengan cara
menjual lebih sedikit barang untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, atau
dalam Istilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent-seeking.
Dalam perdagangan Islam harga harus mencerminkan keadilan, baik dari posisi
produsen maupun konsumen. Jika para produsen monopolis dibiarkan begitu saja
menentukan harganya sendiri tanpa ada kontrol masyarakat dan lembaga
pemerintahan, besar kemungkinan harga yang terjadi bukanlah harga yang adil
sebab sangat terbuka peluang untuk melakukan monopolistic rent. Itulah sebabnya
Islam melarang keras al-Ihtikar dan bahkan menyamakannya dengan monopoli,
sebab ihtikar merupakan perbuatan monopolistic rent. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa praktek monopoli kurang mendapat simpati dalam Islam karena hal ini
sangat rentan mempermainkan harga barang sehingga dapat merugikan konsumen.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 194


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan yang dimaksud Monopoli, Oligopoli, monopolistik dan apa yang


menjadi penyebabnya !
2. Dalam Terminologi Islam terkai dengan monopoli terdapat dua istilah yaitu
Ihtikar dan Kanz Maal, Jelaskan pengertian kedua istilah tersebut dan
bagaimana Islam mengaturnya ?
3. Sebutkan jenis-jenis pasar monopoli beserta contohnya !
4. Di Indonesia sudah ada undang-undang anti monopoli akan tetapi masih
banyak usaha yang dimonopoli oleh segelintir orang, contohnya indomaret,
alfamart, carrefour dan lain yang mengakibatkan toko-toko kecil bangkrut.
Menurut anda kebijakan apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menjaga
terjadinya persaingan yang sehat dalam usaha !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 195


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Sri, Ekonomi Mikro, Yogyakarta, BPEF, 1999


al-Barry, M Dahlan Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: ARKOLA, 1994
al-Qardawi, Yusuf, Halal Haram Dalam Islam, (Terj), Surabaya: PT Bina Ilmu,
2000
as-Siddieqy, Nejatullah, Aspek-Aspek Ekonomi Islam, (Terj), Solo: CV
Ramadhani, 1991
At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, “Kitab al-Buyu’”, Kairo: Mustafa al-Babi, 1980
Dahlan, Abdul, Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru, 1996
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomiu Islam Suatu Pengantar, Yogyakarta: Ekonisia,
2000
Karim,Adiwarman Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: IIIT Indonesia, 2000
Majah, Ibnu, Sunan Ibni Majah, “Kitab at-Tijarah”, Semarang : Toha Putra, tt
Mannan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Terj), Yogyakarta: PT. Dana
Bakti Wakaf, 1997
Munawwir,Ahmad, Warson, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan
Buku Pondok Pesantren “al-Munawwir”, 1994
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka,
1976
Qasim,Yusuf, At-Ta’mil at-Tijariyyi fi Mijan asy-Syari’ah, Kairo: Dar an-
Nahdhoh al-‘Arabiyyah, 1986
Sabiq, As-Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Libanon: Dar al-Fikr, 1981
Sakirno, Sadono, Prengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakrta: PT. Radja Grafindo,
2001
Subhan, Imam (ed), Siasat Gerakan Kota dan Jalan Untuk Masyrakat Baru,
Yogyakarta: Labda, 2003
Yanggo, Khuzaimah, Tahido, dkk, Problematika Hukum Islam Kontemporer,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 196


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 9:
SISTEM FINANSIAL ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai sistem finansial dalam ekonomi
syariah dan pandangan para tokoh ekonomi syariah tentang sistem finansial dalam
Islam. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan konsep Keuangan dalam ekonomi Islam
1.2 Menilai secara kritis teori Keuangan dalam ekonomi Islam.

B. URAIAN MATERI

Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi


jangka panjang dan memaksilkan kesejahteraan manusia (falah). Falah berarti
terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan
keseimbangan kepentingan sosial, keseimbangan, ekologi dan tetap
memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma dalam masyarakat. Sebagai
konsekuensinya, diperlukan sejumlah etika pokok dalam ekonomi
sehingga falah itu terwujud. Etika-etika tersebut adalah:
Kesatuan(Tauhid), Keseimbangan/kesejajajran (Equilibrium), Kehendak
Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Resposibility)
Sistem Keuangan Islam diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam
sistem keuangan islam memilik dampak makr yang cukup signifikan, karena
bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun
prinsip investasi tak langsung juga harus bebas dari bunga. Perbankan sebagai
lembaga perantara keuangan (financial intermediary), namun juga sebagai
industri penyedia jasa keuangan (financial industry)dan instrumen kebijakan
moneter yang utama.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 197


Modul Ekonomi Syariah

Sistem Keuangan Islam, dengan prinsip bagi hasil sebagai pengganti


prinsip bunga , menempatkan perbankan tidak hanya sebagai lembaga
intermediasi keuangan, tetapi lebih pada lembaga intermediasi
investasi (investment intermediary). Hal ini disebabkan karena hubungan antara
Bank Islam dengan nasabah lebih dominan pada huungan pemodal-pengusaha
atau modal ventura daripada kreditur-debitur. Oleh karenanya, sistem keuangan
Islam yang ideal akan ditandai oleh sinergi antara sektor keuangan dan sektor riil.
Melemahnya produktivitas sektor riil akan secara langsung dirasakan pula oleh
sektor keuangan karena bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan akan
menurun. Begitu juga, bagi hasil yang akan diberikan oleh perbankan Islam
kepada pemodal juga akan menurun. Sebaliknya, jika sektor riil mengalami
peningkatan produksi, maka dampaknya akan langsung dirasakan oleh sektor
keuangan. Dengan demikian, jika sistem bagi hasil ini dapat berjalan dengan
efisien, maka pertumbuhan ekonomi semu tidak akan terjadi dan investasi akan
menuju pada proyek-proyek yang profitable. Tentunya hal ini akan terwujud jika
sistem ekonomi didukung oleh budaya masyarakat dan sisem legal serta
administrasi yang sesuai dengan syari’ah islam.

Sistem Keuangan Islam


Sebelum kita membahas teori uncertainity dalam keuangan Islam, akan
kita bahas lebih dulu secara singkat sebagai pengantar sistem keuangan dalam
Islam.
Keuangan Islam adalah sebuah sistem yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah, serta dari penafsiran para ulama terhadap usmber-sumber wahyu tersebut.
Dalam berbagai bentuknya , struktur keuangan islam telah tampil sebagai salah
satu implementasi modern dari sistem hukum Islam yang paling penting dan
berhasil, dan sebagai ujicoba bagi pembaruan dan perkembangan hukum Islam
pada masa mendatang.
Meskipun demikian, keuangan Islam tetap menimbulkan kesalahpahaman
di kalangan orang Islam sendir maupun non-Muslim. Misalny, umum diketahui
bahwa keuangan Islam melarag pengenaan bunga terhadap dana pinjaman, namun

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 198


Modul Ekonomi Syariah

hukum Islam sebenarnya tidak menolak gagasan tentang nilai waktu dalam
uang (time value of money) .
Sebagai contoh, jika uang dipercayakan kepada pihak lain untuk
digunakan selama jangka waktu tertentu, maka besarnya imbalan atas pembiayaan
tersebut tidak boleh ditetapkan dimuka berdasrkan persetujuan pihak lain terhadap
kontrak tersebut. Sebagai gantinya imbalan tersebut haruslah merupakan bagi
hasil dari keuntungan riil usaha tersebut. Uang tidak diperlakukan sebagai
komoditas, sebagaimana di ekonomi konvensional, namun uang sebagai pembawa
resiko sehingga tunduk pada ketidakpastian yang sama dengan ketidakpastian
yang dihadapi oleh mitra lain dari usaha tersebut.
Dengan mempertimbangkan cara-cara perolehan imbalan yang sah atas
pembiayaan di atas, istilah keuntungan perbankan (profit banking) merupakan
cara yang sangat membantu untuk menjelaskan sistem perluasan kredit dalam
dunia Islam. Aturan-aturan Islam memperbolehkan kegiatan bisnis untuk
memanfaatkan kredit dan tidak menetapkan bahwa semua kegiatan isnis harus
dibiayai sepenuhnya dengan modal sendiri.

Fungsi dan Tujuan Sistem Keuangan Islam


Peran utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif
untuk alokasi yang efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan
kompetisi dan tujuan menembus ruang dan waktu. Sistem keuangan yang
berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi dan mendanai
kesempatan usaha yang baik, memobilisasi tabungan, memantau kinerja manajer,
memberikan kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi
resiko, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Fungsi-fungsi ini
menentukan pada alokasi sumber daya yang efisien, akumulasi modal fisik dan
manusia yang cepat, dan kemajuan teknologi yang lebih cepat, yang akhirnya
mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan ekonomi dengan
kesempatan kerja penuh (full employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, keadilan sosioekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang
wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 199


Modul Ekonomi Syariah

pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi


hasil) kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga dari fungsi tersebut dapat
disimpulkan, bahwa menurut perspektif Islam, tujuan perbankan dan keuangan
Islam adalah :

1) penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan


pembaharuan semua aktivitas keuangan dan perbankan agar sesuai
dengan prinsip Islam
2) pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, dan
3) promosi pembangunan ekonomi.
Dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan sistem keuangan Islam
maka dapat terbentuk sistem keuangan Islam yang efisien diharapkan dapat
menampilkan beberapa fungsi. Pertama, sistem tersebut harus memfasilitasi
perantaraan keuangan yang efisien untuk mengurangi biaya informasi dan alokasi.
Kedua, sistem tersebut harus didasarkan pada sistem pembayaran tetap/stabil.
Ketiga, seiring dengan peningkatan globalisasi dan permintaan atas integrasi
keuangan, sistem keuangan harus menciptakan pasar modal dan uang yang cair,
efisien, dan likuid. Dan pada akhirnya, sistem tersebut harus memiliki pasar yang
berkembang dengan baik untuk memperdagangkan risiko, dimana para pelaku
ekonomi bisa membeli dan menjual perlindungan terhadap resiko kejadian (event
risk) dan juga resiko keuangan.Risiko selalu ada dalam semua sistem keuangan,
risiko sering diasosiasikan dengan fiduciary money, piutang yang gagal bayar,
kesalahan operasional, bencana alam dan kesalahan karena faktor manusia. Sistem
keuangan Islam mengandung semua risiko tersebut, dan yang paling unik di
sistem keuangan Islam adalah risiko yang timbul dari penerapan prinsip profit and
loss sharing (PLS). Namun ada dua alasan : Pertama, ada tuntutan moral untuk
menolak kehadiran bunga dalam sistem keuangan. Keyakinan seorang muslim
tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kedua, terdapat kepuasan tersendiri ketika
ketentuan Tuhan ini bisa membantu merealisasikan tujuan-tujuan kemanusian,
yang salah satu unsur terpentingnya dalah penerapan prinsip-prinsip keadilan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 200


Modul Ekonomi Syariah

Ketangguhan Sistem Ekonomi Islam


1. Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu sektor riil dan sektor
non riil, yang aktivitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa
yang akan terjadi pada ekonomi riil. Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi
riil. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar
perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas. Larangan terhadap
adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal di
sektor ekonomi rill, karena Menggerakkan ekonomi riil. penanaman modal di
sektor lain (non-riil; seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam
syariah. Kalaupun masih ada yang berusaha menaruh sejumlah modal sebagai
tabungan atau simpanan di bank (yang tentunya juga tidak akan memberikan
bunga), modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan ke sektor riil bisa
dalam bentuk kerjasama (syarikah), sewa menyewa, maupun transaksi
perdagangan halal di sektor riil lainnya. Walhasil, setiap individu yang
memiliki lebih banyak kelebihan uang bisa menginvestasikan-nya di sektor
ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat karena berputarnya uang dari
orang ke orang yang lain. Sebaliknya, keberadaan bunga, pasar keuangan, dan
judi secara langsung adalah faktor-faktor yang menghalangi perputaran harta.
2. Menciptakan stabilitas keuangan dunia.
Dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan
dirham, larangan riba6 dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang
melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif7) akan tercipta stabilitas
keuangan dunia. Setelah lebih dari 14 abad daya beli/nilai tukar dinar memiliki
nilai yang tetap. Hal ini terbukti dengan daya beli 1 dinar pada zaman
Rasulullah saw. yang bisa ditukarkan dengan 1 ekor kambing. Pada saat ini pun
1 dinar dapat ditukarkan dengan 1 ekor kambing (1 dinar sekarang sekitar Rp
800.000) (Iqbal, 2007, hlm. 55).
3. Tidak mudah diintervensi asing/mandiri.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 201


Modul Ekonomi Syariah

Negara yang menerapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif—


sebagaimana telah diuraikan—akan melaksanakan politik swasembada;
mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap
barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri;
serta meningkatkan ekspor komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan
komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan
pembayaran dalam bentuk emas dan perak atau dengan mata uang asing yang
diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan sistem keuangan Islam global yang komprehensif negara
menjadi kuat dan mandiri. Niscaya hal tersebut akan menjadikan negara tidak
mudah diintervensi oleh pihak asing.

Sistem keuangan Islam bertujuan untuk memberikan jasa keuangan yang


halal kepada komunitas muslim, disamping itu juga diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang layak bagi tercapanya tujuan sosio-ekonomi Islam.
Target utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi dan distribusi
pendapatan, kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta
investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan
jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat.
Tampaknya, dimensi religius harus dikemukakan sebagai tujuan terakhir,
dalam arti bahwa peluang melakukan operasi keuangan yang halal jauh lebih
penting dibanding model operasi keuangan itu sendiri. Validitas tujuan-tujuan
umum ini jarang dipersoalkan, namun tak pernah ada kesepakatan tentang struktur
ideal sistem keuangan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan tersebut.
Dari perspektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan Islam dapat
disimpulkan sebagai berikut.:

a. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaruan


semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
b. Distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
c. Kemajuan dalam bidang pembangunan ekonomi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 202


Modul Ekonomi Syariah

Struktur Ideal Sistem Keuangan Islam


Literatur Ekonomi Islam mengungkapkan dua model sistem keuangan
yang Islami. Salah satunya yang dijalankan oleh M. Umer Chapra (1985) dan M.
Nejatullah Shiddiqi (1983), sedangkan yan kedua dikemukakan oleh Abdul halim
Ismail (1986). Mereka berbeda pendapat mengenai prilaku apa yang mestinya
ditunjukkan oleh institusi model masing-masing.
Chapra mengajukan sebuah sistem yang meliputi beberapa institusi
berikut: bank sentral, bank komersial, lembaga keuagan non-bank, lembaga kredit
khusus, korporasi asuransi deposito dan korporasi audit investasi. Sekilas, struktur
ini tidak ada bedanya dengan struktur sistem keuangan konvensional. Namun
Chapra melihat ada beberapa perbedaan dalam fungsi, ruang lingkup, dan
tanggung jawa setiap institusi. Tiap-tiap institusi dianggap sebagai komponen
penting dari suatu sistem integral yang diperlukan untuk mencapai tujuantujuan
yang diinginkan.
Ciri utama model keuanga Isla yang dikemukakan Chapra adalah
penyebaran tanggung jawab kesejahteraan sosial dan kepentingan agama ke
seluruh komponen sistem keuangan, dari mulai bank sentral sampai fungsi
obyektif agen-agen keuangan Islam. Penulis lain yang mengajukan kerangka
alternatif bagi sistem keuangan Islam adalah Abdul Halim Ismail (1986), yang
mengusulkan pembagian tanggung jawab yang lebih cermat. Ia membuat sketsa
sistem Ekonomi Islam yang terdir dari tiga sektor: yaitu sektor politik
(pemerintah), yang meliputi dana publik dan bank sentral, sektor sosial yang
bertanggung jawab atas administras pajak, dan sektor komersial yang meliputi
semua aktivitas komersial swasta. Setiap sektor memilik beragam bentuk
lembaga, yang semuanya bekerja mengikuti prinsip umum syari’ah dalam operasi-
operasi tertentu. Sistem keuangan Islam menopang lembaga-lembaga dalam
ketiga sektor tersebut.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 203


Modul Ekonomi Syariah

Menurut sketsa Ismail , bank-bank komersial Islam jelas terasuk dalam


sektor komersial, tanggung jawab mereka dengan demikian terbatas pada
aktivitas-aktivitas komersial. Mereka tidk dibebani tugas untuk menjamin
distribusi pendapatan yang wajar , karena hal itu merupakan tugas pemerintah.
Demikian juga pengumpulan dan pajak bukan menjadi tugas bank komersial,
melainkan menjadi tanggung jawab lembaga sosial.
Dengan demikian kita melihat ada perbedaan penting antara kedua model
tersebut. Menurut chapra tiap-tiap lembaga dalam sistem ekonomi Islam
bertanggung jawab memenuhi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial secara umum,
kadang-kadang dengan mengorbankan profitabilitas individu. Konsekuensinya,
sistem keuangan Islam lebih memilih proyek-proyek yang secara sosial
menguntungkan, meskipun tidak demikian secara ekonomi.
Sebaliknya, menurut model Ismail, bank-bank Islam adalah lembaga
komersial yang bertanggung jawab terutama kepada par pemegang saham dan
deposan, mereka melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masing-
masing, memperbesar laba dan pendapatan, serta distribusi zakat. Akibat yang
mungkin muncul dari perbedaan kedua pendekatan ini adalah bahwa setiap bank
dalam masing-masing model akan menetapkan cara operasi yang berbeda satu
sama lain. Meskipun perangkat operasi dan praktik pendanaan yang sah itu
merupakan hal yang lazim untuk kedua keadaan dan berlaku bagi semua lembaga
Islam, beberapa aktivitas bisa jadi lebih disukai daripada aktivitas lainnya,
tergantung pada tujuannya. Karena itu, penelitian tentang kerja yang
sesungguhnya dari praktik Bank Islam harus dikaji seraya memperhatikan
perbedaan-perbedaan tersebut.

Di dalam sitem ekonomi Islam, disamping berisi tentang aturan-aturan


ekonomi di sektor riil, tentu juga ada pengaturan dalam sistem keuangannya.
Bangunan dasar dari sistem keuangan Islam adalah bahwa Islam mewajibkan
bagi negara untuk mencetak mata uang yang terbuat dari emas dan perak. Namun
demikian, disamping adanya kewajiban dalam pencetakan mata uang emas dan
perak bagi negara tersebut, Islam juga memberikan ketentuan bagi negara untuk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 204


Modul Ekonomi Syariah

melakukan penjagaan terhadap mata uang tersebut agar penggunaannya


senantiasa sesuai dengan aturan syara’, yaitu:
1) Hanya menggunakan mata uang sebagai alat tukar dan alat berjaga-jaga
saja (tidak untuk aktivitas spekulasi).
2) Wajib memungut zakat maal ke atas harta kekayaan (termasuk di
dalamnya adalah mata uang yang disimpan), yang sudah sampai nishob
dan haulnya.
3) Larangan menimbun mata uang (kanzul maal), yaitu menyimpan uang
tanpa ada hajat tertentu untuk pembelanjaannya.
4) Larangan mengambil riba nashiah (riba dalam utang-piutang).
5) Larangan mengambil riba fadhl (riba dalam tukar-menukar atau jual beli
pada barang tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’, seperti: jual beli
mata uang, saham dsb. secara tidak kontan dan tidak berada di tempat).
6) Larangan jual beli yang mengandung unsur judi (maysir), yaitu: jual beli
mata uang, saham dsb. yang mengandung unsur spekulasi dan dilakukan
secara tidak kontan dan tidak berada di tempat.
7) Larangan jual beli barang dan jasa yang haram (tabdzir).
8) Larangan menggunakan harta untuk berfoya-foya (tarif).
9) Larangan untuk kikir (taqtir) dalam membelanjakan hartanya.

Hutang, Bunga dan Krisis Finansial dalam Pandangan Islam


Masih ingatkah kita dengan kasus mega skandal bank century? Pada tahun
2008 lalu, untuk menyelamatkan bank Century dari kebangkrutan, sebagai dampak
dari krisis finansial yang terjadi di Amerika, bank Indonesia memberikan dana
talangan sebesar 6,7 triliun untuk bank kecil seperti bank Century. Meskipun telah
diberikan suntikan dana sebesar itu, bank tersebut masih saja bangkrut, dan
membuat nasabahnya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Dana talangan
tadi disinyalir mengalir ke kantong orang-orang tertentu, dan sampai saat ini, siapa
sebenarnya pihak yang paling bertanggung-jawab atas skandal ini, masih belum
juga bisa ditangkap.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 205


Modul Ekonomi Syariah

Sebelumnya, ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia, pada tahun 1998,


bank Indonesia juga memberikan bantuan kepada bank-bank di Indonesia, melalui
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang besarnya mencapai ratusan triliun
rupiah.
Meskipun demikian, tulisan ini tidak ingin mengkritisi tentang kinerja
pemerintah dalam mengatasi kasus-kasus tersebut. Namun tulisan ini lebih ingin
mengkritisi mengenai penyebab dari krisis finansial yang menjadi penyebab
diberikannya dana talangan yang menjadi potensi korupsi.
Hyman Philip Minsky, seorang profesor ekonomi di Universitas
Wasihington, seorang ekonom neo-Keynesian memberikan analisis yang cukup
menarik tentang penyebab krisis. Menurut beliau, ekonomi kapitalisme, memiliki
tendensi untuk mengalami krisis. Sehingga krisis menjadi suatu hal yang lumrah
dan akan senantiasa berulang didalam sistem ekonomi kapitalisme. Teori beliau
menganggap bahwa penyebab utama krisis ialah akumulasi hutang.
Menurut Minsky, ketika ekonomi tengah dalam kondisi yang baik, bisnis
berkembang, optimisme muncul, dan akhirnya merubah persepsi tentang level
hutang yang masih bisa diterima. Harga aset- aset finansial terus naik, dan
spekulasi meningkat.
Dengan meminjam uang lebih banyak, maka para pebisnis menganggap
lebih banyak keuntungan yang bisa dihasilkan. Karena keuntungan yang terus
meningkat, hal ini menarik investor lain untuk meminjamkan uangnya dan secara
otomatis meningkatkan level hutang perusahaan tadi. Karena ekonomi berjalan
dengan baik, dan kondisi finansial dari perusahaan peminjam tadi menunjukan
pertumbuhan yang baik, hal ini membuat para pemilik uang tadi dengan antusias
meminjamkan uang. Dengan berjalannya waktu, ternyata laju pertambahan hutang
meningkat begitu cepat, melebihi kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali hutangnya.
Istilah hedge, speculative,dan Ponzi digunakan oleh Minsky untuk
menggambarkan kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar kembali
hutang-hutangnya. Hedge artinya perusahaan tersebut mampu untuk membayar
semua kewajiban hutangnya melalui arus kas perusahaan tadi. Speculative, artinya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 206


Modul Ekonomi Syariah

perusahaan yang hanya mampu membayar bunga pinjaman, namun harus memutar
kembali hutangnya, yaitu berhutang kembali kepada pihak lain, sebagai upaya
agar dapat membayar cicilan pokok hutangnya. Ponzi, digunakan untuk
menunjukan perusahaan yang tidak mampu membayar baik bunga maupun hutang
pokoknya. Perusahaan seperti ini bergantung pada naiknya nilai aset mereka untuk
bisa membayar kembali hutang mereka. Minsky berargumentasi, bahwa ada
kecenderungan semakin banyaknya perusahaan speculative, dan Ponzi, seiring
dengan naiknya suku bunga.
Dalam kondisi dimana perekonomian telah menjadi sangat rapuh, sedikit
guncangan dan hal tidak biasa, bisa menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. “hal
yang tidak biasa” yang dimaksud bisa berupa kebangkrutan sebuah perusahaan
raksasa, bangkrutnya bank, dll. Hal ini berakibat pada perasaan optimistik yang
sebelumnya ada hilang. Namun mengingat bahwa perekonomian kapitalisme pada
dasarnya tidak stabil, kemunculan hal seperti ini bakal sering terjadi.
Dengan demikian dapat terlihat beberapa sifat dan karakteristik yang
menjadi bagian tak terpisahkan dari kapitalisme, karakteristik tersebut ialah,
adanya hutang yang mengandung riba. Mereka mengambil hutang dengan
adanya bunga hal ini berakibat pada bertambahnya jumlah uang yang beredar,
yang tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah barang dan jasa. Hal ini
mengakibatkan perekonomian terlihat besar, namun sebenarnya rapuh,
sebagaimana yang dikatakan oleh Minsky.
Pertanyaan selanjutnya ialah, bagaimana pandangan islam terhadap hutang
dan bunga yang menjadi penyebab utama dari krisis ekonomi tersebut?Untuk itu
akan dibahas tentang riba dan bunga, serta kaitan antara keduanya.
Riba dari segi bahasa berarti tambahan. Riba dalam istilah syari ialah
tambahan yang didapat dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat. Para
ulama membedakan riba menjadi dua jenis, yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Riba
nasiah ialah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran hutang. Riba
fadhl ialah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang-barang riba.
Syafi’i Antonio menjelaskan tentang karakteristik dari bunga yaitu a.
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung, b.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 207


Modul Ekonomi Syariah

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan, c.


Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi,d.jumlah pembayaran
bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang booming .
Dengan demikian, pada dasarnya bunga dalam hutang tadi ialah riba
nasiah, karena merupakan tambahan dari hutang. Mengenai keharaman riba telah
jelas didalam al-Quran.

“Padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al


Baqarah 275)”.
Ash-Shabuni dalam Shafawatut Tafasir menafsirkan firman Allah ini
dengan, “Allah menghalalkan jual-beli karena ada transaksi tukar menukar hal-hal
yang bermanfaat, dan mengharamkan riba karena dapat membahayakan individu
dan masyarakat. Riba merupakan kelebihan harta hasil jerih-payah orang si
penghutang.”
Didalam Al-Quran dan Hadist, tidak cukup Allah hanya menyatakan
keharaman dari riba, Allah juga telah menjelaskan tentang celaan dan ancaman
bagi para pemakan riba, misalnya didalam ayat yang sama, Allah swt berfirman

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila(Al Baqarah 275)” ,
Asy-Syahid Sayyid Quthb berkata bahwa ayat ini merupakan ancaman agar
sampai kepada perasaan, seakan-akan menjadi gambaran nyata, yaitu gambaran
orang yang menderita penyakit gila akibat kemasukan setan. Sebagaian ahli tafsir
berpendapat bahwa lafadz qiyam (berdiri sempoyongan) yaitu terjadi pada Hari
Kiamat. Akan tetapi, dalam realita yang terjadi di bumi ini banyak manusia yang
tersesat kemasukan setan seperti orang gila atau tertekan. Menurut hukum Allah,
dunia yang kita tempati saat ini adalah dunia kekacauan, kegelisahan, stres dan
lain sebagainya, meskipun dunia ini telah berada dipuncak peradaban materi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 208


Modul Ekonomi Syariah

Melihat realita yang ada, sepertinya banyak para pemakan riba yang kini
seperti orang gila, hal ini dikarenakan mereka sangat menginginkan agar mereka
bisa mendapatkan untung dari uang mereka, tanpa harus melakukan usaha apapun
dan memeras hasil keringat orang lain.Dilain pihak ada juga pihak
yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
,bahkan dengan mengambil hutang yang mengandung riba, bahkan mereka
menjadi pihak-pihak yang dalam posisi speculative dan Ponzi. Disisi lain,
kekhawatiran mereka dengan uang yang mereka dapatkan dari riba akan
menghilang, ataupun berkurang karena krisis ekonomi yang merupakan akibat dari
perbuatan mereka sendiri.

Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengutuk orang yang


menerima riba, orang yang membayarnya, orang yang mencatatnya, dan
dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda “Mereka itu sama” (HR
Muslim),

Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Masud bahwa Nabi saw bersabda,


“Riba itu mempunyai 73 pintu; yang paling rendah (dosanya) sama
dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”
Bahkan Allah swt telah memberikan ancaman:

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka


ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu(Al Baqarah
279)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud ayat ini ialah,
barangsiapa yang tetap melakukan praktek riba dan tidak melepaskan diri darinya
maka wajib atas imam kaum muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia mau
melepaskannya darinya, maka keselematan baginya, dan jika ia menolak maka ia
harus dipenggal lehernya.
Dengan kondisi yang demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi
kapitalisme mempunyai cacat bawaan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 209


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi ini, yaitu riba. Perekonomian berbasis riba ini, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Minsky, mengakibatkan rapuhnya perekonomian, dan rawannya
terjadi krisis ekonomi. Terbukti pada abad ke 20, telah terjadi sekitar 20 kali krisis
besar. Dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Paul MCcCulley krisis subprime
mortgage yang menjadi pemicu terjadinya krisis finansial di Amerika, bahkan
yang diyakini menjadi pemantik dari krisis hutang di Eropa, terjadi sebagaimana
yang diprediksi oleh Minsky. Dengan demikian, jelaslah krisis finansial akan
senantiasa berulang terjadi didalam sistem ekonomi kapitalisme sekarang.

7 Prinsip Mengelola Finansial Secara Islami

Islamic financial atau pengelolaan finansial secara islami sudah selayaknya


dilakukan oleh semua umat Islam. Terutama dalam lembaga keluarga, pengaturan
finansial adalah hal yang sangat krusial. Ini adalah solusi terbaik yang tentunya
diridai oleh Allah Swt.
Saat ini, kondisi perekonomian yang sangat tidak menentu menuntut setiap
keluarga untuk memiliki kemampuan mengelola finansial dengan cerdas.
Kebutuhan keluarga memang perlu direncanakan dengan sangat hati-hati.
Perencanaan finansial secara Islam terbukti tepat guna dan akan menyelamatkan
keuangan Anda.
Nah, bagaimanakah prinsip-prinsip mengelola finansial secara islami?
Prinsip perencanaan finansial secara islami ini diperkenalkan oleh Hijrah Strategic
Advisory Group Sdn. Bhd yang berada di Malaysia. Ada 7 prinsip utama dalam
menjalankan finansial keluarga sesuai syariat agama Islam. Jika 7 prinsip ini
dilaksanakan untuk merencanakan kebutuhan keluarga, tidak diragukan lagi
kesejahteraan akan tercapai.
Nah, inilah 7 prinsip mengelola finansial secara islami:
1. Pendapatan
Islam mengajarkan, sebagai imam keluarga, suami haruslah menafkahi
istri dan keluarganya dari sumber yang halal. Rasulullah Saw. bersabda:

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 210


Modul Ekonomi Syariah

“Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik saja.” (HR.
Muslim).
Pendapatan yang akan dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pokok,
seperti makan dan minum yang akan dikonsumsi, akan mengalir di dalam darah
kita. Jadi usaha apa pun yang Anda lakukan haruslah halal, agar membawa berkah
bagi keluarga dan terhindar dari murka Allah.
2. Pengeluaran
Ada peribahasa mengatakan “besar pasak daripada tiang” yang perlu
dihindari oleh diri setiap muslim. Jangan sampai pengeluaran lebih besar daripada
pemasukan.
Buatlah daftar anggaran bulanan yang dapat mengontrol pengeluaran agar
tidak berlebih. Namun jangan lupa, infakkanlah sebagian di jalan, sebagai bekal
amal saleh Anda.
3. Perencanaan Jangka Panjang
Manusia hanya bisa berencana, namun pada akhirnya Allahlah yang
menentukan. Untuk menyiasati kebutuhan yang tak terduga di masa mendatang,
perlu adanya komitmen.
Selain itu, bagi muslim di seluruh dunia, menjalankan Rukun Iman yang
kelima, yaitu pergi haji ke Tanah Suci Mekah juga merupakan suatu kewajiban
jika telah mampu.
Untuk mewujudkannya, Anda harus mempersiapkannya sedini mungkin
dengan perencanaan finansial yang baik.
4. Asuransi
Asuransi adalah salah satu tindakan yang tepat untuk melindungi harta
yang dimiliki dan anggota keluarga saat sakit. Dengan niatan yang baik, tidak ada
salahnya mengikuti asuransi syariah untuk meminimalkan risiko terhadap
kejadian buruk yang tak terduga.
5. Pengelolaan Utang
Utang yang diharamkan dalam Islam adalah utang yang mengandung
unsur riba, seperti berutang yang berbunga. Dewasa ini, banyak pilihan bank

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 211


Modul Ekonomi Syariah

syariah yang menawarkan modal usaha dengan sistem pengelolaan yang merujuk
kaidah menurut hukum Islam.
Jadi, tidak perlu menghawatirkan lagi sumber-sumber finansial yang bisa
Anda pergunakan. Meskipun kita tetap mesti secara teliti mencermati akad-
akadnya.
6. Investasi
Investasi dalam bentuk emas, deposito, ataupun saham adalah hal yang
sah-sah saja untuk dilakukan. Kesempatan membuka peluang usaha saat ini dan
masa yang akan datang dapat dimulai dengan menginvestasikan modal secara
islami.
7. Zakat
Zakat bertujuan untuk menyucikan harta. Allah mewajibkan hamba-Nya
untuk mengeluarkan zakat setiap tahunnya. Poin zakat ini mesti wajib dimasukkan
dalam perhitungan dan perencanaan keuangan secara Islam.

Kesimpulan
Dalam hukum syari’ah, ada dua macam kaidah, yaitu dalam ibadah dan
muamalah. Dalam ibadah, kaidah hukum yang berlaku adalah semua hal dilarang,
kecuali yang ada ketentuannya dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Sedangkan dalam
muamalah, semua hal diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Hal ini
berarti, ketika ada suatu transaksi baru yang muncul, dan belum dikenal
sebelumnya dalam rukun islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima,
kecuali bila terdapat implikasi dari Al-Qur’an dan sunnah yang melarangnya, baik
secara eksplisit maupun implisit.
Dengan demikian untuk mengidentifikasi transaksi yang dilarang oleh
islam, dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor sebagai berikut :

1) Haram dzat atau barangnya (Haraam lidzatihi), meliputi : Babi, Minuman


keras, Bangkai, Darah
2) Haram selain dzatnya (haraam lighoirihi), mencakup
:Tadlis, Taghrir (Gharar), Ihtikar (monopoli), Bai’
najasi, Riba, Maysir, Risywah (suap menyuap).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 212


Modul Ekonomi Syariah

3) Tidak sah (lengkap) akadnya, mencakup :Rukun dan syaratnya tidak


terpenuhi, Terjadi ta’alluqatau ketergantungan suatu akad dengan akad
yang lain, Terjadi two in one

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan prinsip-prinsip dasar dalam sistem finansial ekonomi syariah !


2. Bagaimana model keuangan Islam yang ideal menurut Umar Chapra !
3. Terdapat pandangan bahwa sistem finansial global akan cenderung stabil
apabila mata uang dinar dan dirham diberlakukan sebagai satuan nilai.
Jelaskan pandangan anda mengenai penggunaan dinar dan dirham sebagai
standar satuan nilai dalam Islam !
4. Jelaskan bagaimana ekonomi syariah mengatasi krisis finansial !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 213


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Dawam Raharjo, Menegakan Syariat Islam di Bidang Ekonomi, dalam


Adiwarman Karim, Bank Islam: analisis fiqh dan Keuangan, IIIT
Indonesia, Jakarta, 2003
Durant, Will, The Age of Faith, New York, Simon and Schuster, Encyclopaedia of
Islam, New Editoin, 1950
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia,
2002), hal. 149. Penulis buku ini menkompilasi dari Sumber M.
Najatullah Siddiqi (1995), M. Aslam Hannaef (1995), dan A. Karim
(2001).
Javed Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari
Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: Suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek
Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullh dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta,
1985, hal. 100-111.
Mardani, 2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Penerbit PT Refika
Aditama : Bandung.
Muhammad Abdul Mannan. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Abu Zahrah, Abu`Hani`fah, Cairo, Dar al-Fikr al-‘Araby
Schumpeter, Joseph. A., History of Economic Analysis, Oxford University Press
(New York), 1954
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah, Jakarta, Alpabet,2000,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 214


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 10:
SISTEM MONETER ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai sistem Moneter dalam ekonomi
syariah dan pandangan para tokoh ekonomi syariah tentang sistem Moneter dalam
Islam. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan konsep kebijakan moneter dalam ekonomi Islam
1.2 Menilai secara kritis kebijakan moneter dalam ekonomi Islam.

B. URAIAN MATERI
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan
dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk
upaya “memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil). Al-qur’an
dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta
secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi :

‫اس بِاْ ِإل ْث ِم‬ ِ ‫اط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا إِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَأْ ُكلُوا فَ ِريقًا ِّم ْن أَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬ ِ َ‫َوالَ تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْالب‬
}188 :‫َوأَنتُ ْم تَ ْعلَ ُمونَ {البقرة‬
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui.”

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 215


Modul Ekonomi Syariah

Oleh karena itu, makalah ini mengupas mengenai pandangan Islamdan


perbandingannya dengan moneter konvensional mengenai dalam rangka menjaga
keadilan, ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
Dimana Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting
dalam perekonomian modern, dimana dalam perekonomian modern terdapat dua
kebijakan perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam
menstabilkan perekonomian suatu negara, yang pertama adalah Kebijakan
Fiskal, yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan
pendapatannya dalam merealisasi tujuan-tujuan ekonomi. Yang kedua adalah
kebijakan moneter. Kebijakan Moneter adalah langkah pemerintah untuk
mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Pada makalah ini saya sebagai
penulis, akan mencoba menyajikan konsep-konsep dasar dan perbandingan antara
sistem ekonomi moneter konvensional dengan sistem ekonomi moneter islam.
Dalam beberapa pemikiran masih “terkungkungi” cara berfikir ekonomi
konvensional, yaitu cara berfikir ribawi, sehingga ada kalanya tidak pas dengan
konsep ekonomi islam sesungguhnya, namun ekonomi konvensionaldapat jadikan
bahan komparasi untuk melihat sempurnanya agama islam sebagai sebuah ajaran
sekaligus sebagai sistem.
Hal ini sekaligus diharapkan memberikan jawaban atas keruwetan yang
dimiliki konsep-konsep ekonomi konvensional bahwa ada satu sistem ekonomi
yang menguntungkan, adil dan menentramkan, yaitu konsep Ekonomi
Islam.

1.1 KONSEP EKONOMI MONETER KONVENSIONAL


Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas
tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat
kegiatan ekonomi dalam suatu negara.

a) Peranan Uang Dalam Ekonomi Konvensional


Dalam ekonomi, uang di definisikan sebagai “anything that is generally
accepted as a medium of exchange” atau segala sesuatu yang dapat dipergunakan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 216


Modul Ekonomi Syariah

sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang
dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima
sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu
dapat digunakan sebagai alat tukar.

b) Fungsi Uang
Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai
refleksi dari nilai sebuah barang atau jasa. Berikut ini adalah fungsi uang
berdasarkan pandangan konvensional:
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah :
1) Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai
alat untuk mempermudah pertukaran.
2) Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/
harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan
barang lain.
3) Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam
bentuk uang atau barang.

c) Tujuan Memegang Uang


· Tujuan transaksi. Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang
akan mereka lakukan.
· Tujuan Berjaga-jaga. Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang
mungkin timbul di masa yang akan datang.
· Tujuan Spekulasi. Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi
konvensional ini, maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk
spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang
berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka
masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat
imbalan bunga.

d) Teori Perilaku Uang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 217


Modul Ekonomi Syariah

Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam
ekonomi konvensional, antara lain:
Ø Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori
kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga,
tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Ø Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada
tiga tujuan yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-
jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh
tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku
bunga.
Ø Konsep Time Value of Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya
konsep ini adalah : presence of inflation dan preference present consumption to
future consumption.

e) Teori Economic Value Of Time Vs Time Value Of Money


Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding
uang di masa depan (time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman
bahwa uang adalah sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam
suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko
berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam
bentuk surat berharga, pemilik uang akan mendapatkan bunga yang diperkirakan
diatas inflasi yang terjadi. Teori time value of money ini tampak tidak akurat,
karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan mendapat hasil positif,
negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal
dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu
menghadapi masalah inflasi, keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan
munculnya negative time value of money ini diabaikan oleh teori konvensional.
Sedangkan dalam Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki
nilai ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al
Ashr:1-3, yaitu:

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 218


Modul Ekonomi Syariah

ِّ ‫صوْ ا بِ ْال َح‬


َ ‫ق َوتَ َو‬
‫اصوْ ا‬ َ ‫ت َوتَ َوا‬ ٍ ‫) إِ َّن اإل ْنسَانَ لَفِي ُخس‬١( ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ِ ‫) إِال الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬٢( ‫ْر‬
َّ ‫بِال‬
)٣( ‫صب ِْر‬
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran”.
Selanjutnya terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka
tidak bisa dipisahkan dengan Kebijakan Moneter.
Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah dalam mengatur
penawaran uang dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral. Bentuk
Kebijakan Moneter ini terdiri dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan
Moneter Kualitatif.
Kebijakan Moneter Kuantitatif adalah merupakan suatu kebijakan umum
yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga
dalam perekonomian. terdiri dari:
1. Operasi pasar terbuka
Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar
terbuka dengan melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga
kelebihan uang di Bank Umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada
masa deflasi.
2. Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat Disconto
Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam
stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat
melakukan kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar
di masyarakat akan berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu
pula sebaliknya pada masa deflasi.
3. Mengubah Tingkat Cadangan Minimum
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
mengubah cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah
mengambil kebijakan untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 219


Modul Ekonomi Syariah

oleh bank umum, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan
berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.
Sedangkan Kebijakan Moneter kualitatif dapat berupa :
1. Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan
dan mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-
bank umum.
2. Pembujukan Moral
Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, melalui
forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang
dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral
dari bank-bank umum untuk mensukseskan kebijakan tersebut.
3. Mengambil asumsi
Bahwa berbicara tentang ekonomi moneter terkait tentang dua hal :
(1). Tentang uang dan aspek yang terpengaruh olehnya dan
(2). adalah tentang tingkat bunga dan semua aspeknya.

1.2 Konsep Ekonomi Moneter Syariah


Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga.
Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter
dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali.
Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang,
bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan
dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab
dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia
disebut Jalur Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur
Dagang Utara-Selatan.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi
terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 220


Modul Ekonomi Syariah

Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat
Arab.
Dinar dan Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa
bebas diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan
dirham.
Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan
promissory notes lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau
menggunakan instrumen ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang
baru diimpor dari Mesir ke Madinah.
Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an,
telah dikenal pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari
unsur bunga.
Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor.
Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi
dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah
derived market dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di
pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama
dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis
sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan
dinar berarti penawaran uang elastis.
Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak
(dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai
tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar – dirham
1 : 10. Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk
transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai berikut :Md = Mdtr + Md pr ;
apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar dari romawi, dirham dari
parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan perak
pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value)
uangnya. Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis. Tinggi rendahnya
permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 221


Modul Ekonomi Syariah

Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Kanz (larangan menimbun


uang). Demand money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor
ketika demand meningkat.

1.2.1 PERSPEKTIF UANG DALAM EKONOMI ISLAM

1. Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan


semuanya secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan
untuk mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau
jasa yang dihasilkannya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal
yang tidak praktis jika untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus
menunggu atau mencari orang yang mempunyai barang atau jasa yang
dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang
dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai
media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi.
Jauh sebelum bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia
Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al
Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan
perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut
sebagai dinar dan dirham.
Uang dalam bahasa Arab disebut “Maal”, asal katanya berarti condong,
yang berarti menyondongkan mereka kearah yang menarik, dimana uang sendiri
mempunyai daya penarik, yang terbuat dari logam misalnya-tembaga, emas, dan
perak. Menurut fiqh ekonomi Umar RA diriwayatkan[1], uang adalah segala
sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai alat pembayaran dalam muamalah
manusia. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah SAW. mata uang
menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak) demikian juga pada
masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah. Dalam pandangan Islam mata uang
yang dibuat dengan emas (dinar) dan perak (dirham) merupakan mata uang yang

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 222


Modul Ekonomi Syariah

paling stabil dan tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama
dengan nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa arab sebelum datangnya
Islam.
Dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang
dan keabsahan penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang
menunjukkan pengertian ‘uang’ dalam al-Qur’an ada beberapa macam, yaitu :
a) Dinar ( ‫) د ينا ر‬, yaitu QS. Ali Imran : 75
b) Dirham ( ‫د ر هـم‬/ ‫) د را هـم‬, yaitu QS. Yusuf : 20
c) Emas dan perak ( ‫ذ هـب‬/ ‫)فضـة‬, penggunaan kata-kata emas dan perak ini
banyak terdapat dalam al-Qur’an antara lain pada QS. At-Taubah : 34.
d) Waraq atau uang tempahan perak ( ‫)و ر ق‬, yaitu pada QS al-Kahfi ayat 19
e) Barang-barang niaga yang biasa dijadikan alat tukar ( ‫) بضـا عـة‬, tersebut
antara lain pada QS. Yusuf ayat 88.

Ekonomi Islam secara jelas telah membedakan antara money dan


capital. Dalam Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh
karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi
jumlah uang beredar. Implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian
terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia
cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal
(zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang
tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang
penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana
telah disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:

ُ َ‫اس بِ ْالبَا ِط ِل َوي‬ ْ


َّ ‫يل‬
ِ‫َّللا‬ ِ ِ‫ص ُّدونَ ع َْن َسب‬ ِ َّ‫ان لَيَأ ُكلُونَ أَ ْم َوا َل الن‬ ِ َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َّن َكثِي ًرا ِمنَ األحْ ب‬
ِ َ‫ار َوالرُّ ْهب‬
)٣٤( ‫ب أَلِ ٍيم‬ َّ ِ‫َب َو ْالف‬
َّ ‫ضةَ َوال يُ ْنفِقُونَهَا فِي َسبِي ِل‬
ٍ ‫َّللاِ فَبَ ِّشرْ هُ ْم ِب َع َذا‬ َ ‫َوالَّ ِذينَ يَ ْكنِ ُزونَ ال َّذه‬
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 223


Modul Ekonomi Syariah

menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa


mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

‫َار َجهَنَّ َم فَتُ ْك َوى بِهَا ِجبَاهُهُ ْم َو ُجنُوبُهُ ْم َوظُهُو ُرهُ ْم هَ َذا َما َكن َْزتُ ْم أل ْنفُ ِس ُك ْم فَ ُذوقُوا َما ُك ْنتُ ْم‬
ِ ‫يَوْ َم يُحْ َمى َعلَ ْيهَا فِي ن‬
)٣٥( َ‫تَ ْكنِ ُزون‬
”Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,
maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam
Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu
Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang
dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media
penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya,
adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai
yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komoditi.
Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi
dapat merefleksikan semua warna. Maknanya adalah uang tidak mempunyai
harga, tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik
disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility
function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka
barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah”
yang ditulis oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara
tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh
tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila
suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan
refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka uang yang melimpah
tersebut tidak ada nilainya. Sektor produksi merupakan motor penggerak
pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 224


Modul Ekonomi Syariah

pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi


lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui
kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-
mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan
(demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya,
jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka
harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga
semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan
mencari harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya
naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun
kembali.
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang
menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik
uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan
uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil
terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali
juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya
daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan
mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali
uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya
dalam jangka waktu yang lebih panjang.

2. Fungsi Uang dalam Ekonomi Syariah vs Konvensional


Menurut konsep Ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital,
sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu
jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers,
uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam
konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan
merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private
goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap
merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 225


Modul Ekonomi Syariah

Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam
ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring
dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan
masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konseppublics
goods tercermin dalam sabda Rasulullah Shalallahu alaihiwasalam, yakni
“Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput”.
Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi
Islam:
a. Dalam penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran
dalam melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan
dengan konsep ekonomi syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai
optimum bila peredarannya berlaku optimal. Akibatnya segala kegiatan yang
mengganggu pemakaian uang dalam transaksi ekonomi tidak sesuai dengan
Syariah Islam. Sehingga pada saat emas dipakai sebagai uang, maka
penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang terganggu (kanzul
maal) dilarang oleh Syariah Islam.
b. Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka
penggunaan uang tidak bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama
uang tersebut masih bisa dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan.
Oleh karena itu diperlukan adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga
keuangan) yang menerima simpanan uang dari pihak yang ingin menyimpan
nilai dan kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang ingin
melakukan transaksi sehingga uang tersebut masih dapat dipergunakan dalam
transaksi walaupun nilai yang disimpan oleh pemilik asal tidak berkurang.
c. Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan
Syariah Islam, baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena
spekulasi umumnya berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme
pasar yang wajar guna mendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasi
juga mengakibatkan ketidak stabilan nilai dari mata uang itu sendiri karena
fluktuasi harga pada hakekatnya adalah fluktuasi nilai (daya beli) dari uang itu
sendiri.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 226


Modul Ekonomi Syariah

Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional


adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit
of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi
lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi
motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah
satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah
memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi
uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang
dapat berfungsi sebagai uang”.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi
utilitas karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung,
melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang
menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar
dan satuan nilai mejadi komoditi dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan
teori “Bubble Gum Economic”.

1.3 KEBIJAKAN MONETER DALAM PANDANGAN SISTEM


EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki
keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.[5] Untuk
mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping
harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali
sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu
oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara
saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar
AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 227


Modul Ekonomi Syariah

karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi
kestabilan mata uang tersebut.
Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar
saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing)
dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi
peminjaman atau penyimpanan uang.
Persoalan kedua relatif bisa selesai andai saja semua bentuk transaksi yang
di dalamnya terdapat unsur riba dinyatakan dilarang. Lembaga keuangan syariah,
termasuk bank syariah, menjadi satu-satunya anak tunggal yang sah beroperasi di
negeri ini menggantikan bank-bank konvensional.Dengan melarang semua
transaksi ribawi, berarti telah menghilangkan factor utama penyebab labilitas
moneter. Sebaliknya, tetap membiarkan bank-bank konvensional berjalan
(sekalipun pada saat yang sama juga beroperasi bank-bank syariah) sama saja
memelihara penyakit yang sewaktu-waktu akan memporak-porandakan kembali
bangunan ubuh ekonomi Indonesia.
Sementara itu, persoalan pertama diatasi dengan cara mengkaji ulang mata
uang kertas yng selama beberapa puluh tahun terakhir diterima begitu saja tanpa
reserve (taken for granted), seolah tidak ada persoalan di dalamnya. Berapa
banyak diantara kita yang menyangka bahwa uang kertas yang setiap hari ada di
kantong kita menyimpan sebuah persoalan begitu mendasar?
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas.
Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah
sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara[6].
Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar
keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah)dimana kepada satuan itu
dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar
keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem
uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak. Bila
satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan
sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap
dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 228


Modul Ekonomi Syariah

dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua
logam, harus ditentukan suatu perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat
maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak. Sehingga bisa
diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai
tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan 1 dirham
perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika
itu kendati menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak
mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar Romawi dan
dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak
eksklusif hanya dilakukan oleh ummat Islam). Demikian seterusnya, sistem dua
logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham khusus dengan
corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata
uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang
berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu
emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain.
Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan
mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1
dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non ekonomi yang
memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti sekarang ini
Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau dirham memang
masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal
dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat
ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali
kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya
memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi
besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan
segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke
pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 229


Modul Ekonomi Syariah

emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. Disinilah pentingnya ketentuan


emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras
dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya
tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan
menimbun harta (kanzu al-mal, bukan idzkar atau saving) dimana harta yang
dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut dalam Surah At
Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara
pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk
dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar
keuangan (monetary standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas
dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan
sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan
menggantinya dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam
ekspor dan impor emas[7]. Pemanfaatan emas sebagai mata uang tentu akan
mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran) untuk
mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.

2. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan


Syari’ah.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan moneter
adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas
moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan
moneter merupakan instrumen Bank Sentral yang sengaja dirancang sedemikian
rupa untuk mempengaruhi variable-variabel finansial seperti suku bunga dan
tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara
kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas
nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi
realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan
kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 230


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.


Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata
yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………‫وا ْال َك ْي َل َو ْال ِمي َزانَ بِ ْالقِ ْس ِط‬
ْ ُ‫…… َوأَوْ ف‬.
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al
Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam
perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa
pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk
sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan
barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas
moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan
dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok
dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
a. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli
atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank
sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli
obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka
bank sentral akan menjual obligasi.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank
sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai
(reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa
disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan
angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat
menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 231


Modul Ekonomi Syariah

c. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi


bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir
(the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral
dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit
jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank
sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi
tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari
bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga
pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk
meminjam dari bank sentral.
d. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa
himbauan/bujukan moral kepada bank.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam
pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang
konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang
mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak
membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku
bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan
moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah
tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran
operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua
instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat
berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu
instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates,
discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan
didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis
Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut
sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan
kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral
suasion and change in monetary base.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 232


Modul Ekonomi Syariah

Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak
dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral
Islammemerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan
ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa
instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk
meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak
menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam
ekonomi IslaM, antara lain :
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh
bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang
beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang
dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu
sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit
sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan
depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam
ekonomi.
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio
dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk
memberikan pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai
suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 233


Modul Ekonomi Syariah

instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang
beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah
akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank
sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas
untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment
Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka
komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri
Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam
jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di
terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan
system bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate.
Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakansingle
banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan
dan menggunakan instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat
berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi
syariah[10] yang digunakan antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah,
Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
a. Prinsip Wadiah
Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan
Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA).
b. Prinsip Musyarakah
Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal
sebagai Government Musharakah Certificate (GMC)
dan Central BankMusharakah Certificate (CMC).
c. Prinsip Mudharabah
Negara yang menggunakan adalah Republik Iran dikenal dengan National
Participation Paper (NPP), dan Negara Malaysia dengan Mudharabah Money
Market Operations

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 234


Modul Ekonomi Syariah

d. Prinsip Al Ijarah
Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain
Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan
menggunakannya sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah
Malaysia dan Bahrain.

3. Strategi Kebijakan Ekonomi Islam


Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir
terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada
umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap
uang karena motif spekulatif pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga
pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi
dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan
untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali
berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus
dalam jumlah uang yang dipegang oleh publik. Penghapusan bunga dan
kewajiban membayar zakat dengan laju 2,5 persen per tahun tidak saja akan
meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku
bunga ”terkunci”, tetapi juga akan memberikan stabilitas yang lebih besar bagi
permintaan total terhadap uang. Hal ini lebih jauh akan diperkuat oleh sejumlah
faktor antara lain sebagai berikut :
a. Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian
Islam, sehingga orang yang hanya memegang dana likuid menghadapi
pilihan apakah tidak mau terlibat dengan resiko dan tetap memegang
uangnya dalam bentuk cash tanpa memperolah keuntungan, atau turut
berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil
sehingga mendapatkan keuntungan.
b. Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan
resiko akan tersedia bagi para investor tanpa memandang apakah mereka
adalah pengambil resiko tinggi atau rendah, sejauh mana resiko yang dapat
diperkirakan akan diganti dengan laju keuntungan yang diharapkan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 235


Modul Ekonomi Syariah

c. Barangkali dapat diasumsikan bahwa --kecuali dalam keadaan resesi-- tak


akan ada pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa
uangnya setelah dikurangi oleh keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-
jaga selama ia dapat menggunakan sisanya yang menganggur untuk
melakukan investasi pada aset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak
sebagian efek erosif zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah
perekonomian Islam.
d. Laju keuntungan --bebeda dari laju suku bunga-- tidak akan ditentukan di
depan. Satu-satunya yang akan ditentukan di depan adalah rasio bagi hasil,
ini tidak akan mengalami fluktuasi, seperti halnya suku bunga karena ia
akan didasarkan pada konvensi ekonomi dan sosial, dan setiap ada
perubahan didalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan-kekuatan pasar
sesudah terjadi negosiasi yang cukup lama. Jika prospek ekonomi cerah,
keuntungan secara otomatis akan meningkat. Karena itu, tidak ada apa pun
yang didapat dengan menunggu.

4. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa
arab, baik sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang
tersebut memiliki nilai uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam
perputaran uang. Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham
lebih umum digunakan daripada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan
penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia.
Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil dikuasai oleh
tentara Islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang
tersebut diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume
dinar dan dirham yang diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung
kepada volume komoditas yang diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-
wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor
jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami kenaikan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 236


Modul Ekonomi Syariah

Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permintaan uang mengalami


penurunan.
Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang
impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan
internal. Pada sisi lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama
dengan nilai nominal (face value) uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat
perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada awal
periode Islam, penawaran uang (money suply) terhadap pendapatan , sangat
elastis.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan
uang. Karena itu motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah
permintaan transaksi (transaction demand). Sementara itu adanya peperangan
antara kaum Quraisyi dan kaum muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32
sariyah yang berarti rata-rata 5 kali perang dalam setiap tahunnya), telah
menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary
demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan terhadap
uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan
pencegahan. Larangan penimbunan, baik uangmaupun komoditas, dan talqqi
rukhban tidak memberikan kesempatan kepadapenggunaan uang dengan selain
kedua motif tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah
populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta
rampasan perang (ghonimah) dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga
standar hidup dan pendapatan mereka meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi
Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya, meningkatkan kemampuan
produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin secara terus menerus. Keseluruhan
faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang dalam perekonomian
periode awal islam.
Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena tidak ada hambatan
terhadap impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan.
Disisi lain, ketika penawaran akan naik, penawaran berlebih (exces supply) akan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 237


Modul Ekonomi Syariah

diubah secara mudah menjadi ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada
penawaran atau permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak sehinga
pasar akan selalu tetap pada keseimbangan(equilibrium). Oleh karena itu, nilai
uang tetap stabil.

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan maksud dan tujuan kebijakan moneter dalam suatu system


perekonomian !
2. Jelaskan kebijakan moneter yang dijalankan pada masa awal Islam !
3. Jelaskan Kebijakan moneter dalam ekonomi konvensional yang diterapkan
di negara Indonesia, dan apa dampaknya terhadap perekonomian Indonesia
pada masa orde baru maupun masa reformasi !
4. Ketika tidak ada bunga bank central dalam kebijakan moneter Syariah,
instrumen kebijakan moneter apakah yang dipakai dalam ekonomi
Syariah. Dan Apakah instrumen moneter syariah tersebut akan efektif
dalam mengendalikan keuangan suatu negara

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 238


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Abdul Husein At-Tariqy, Al-Iqtishad Al-Islami, Ushuluhu wa Mubaun


wa Ahdaf, Dar An-Nafais, Kuwait, 1999
Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam. Terj. Doktrin Ekonomi Islam,
Dana Bhakti Waqaf, Yogyakarta, 1995,
Hasan Al-Banna, Majmu’at at-Rasail, Alexandaria, Darud Dakwah, 1989
Kursyid Ahmad, Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Islam, dalam Etika
Ekonomi Politik, Risalah Gusti, Jakarta, 1997
M.Abdul Mannan, Islamic Economiys, Theory and Practice, terj. M.Nastangin,
Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bakti Waqaf, 1997
M.Umer Chapra, Islam and Economic Development, USA, The Internasional
Institute of Islamic Though (IIIT), 1992
Masudul Alam Choudhuri, Contributions to Islamic Economic Theory, New York
: St.Martin’s, Press, 1986
Muhammad M.Akram Khan, Economic Message of Quran, (Kuwait, Islamic
Book Published, 1996)
Munawar Iqbal, Financing Economic Development, dalam bukuAbul Hasan
Muhammad Sadeq
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 199, edisi II.
Taqyuddin An-Nabhani, An-Nizaham al-Iqtishad Al-Islami, Darul

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 239


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 11:
KEBIJAKAN FISKAL ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Kebijakan Fiskal dalam ekonomi
syariah dan pandangan para tokoh ekonomi syariah tentang Kebijakan dalam
Islam. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam.
1.2 Menilai secara kritis Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam dan
Ekonomi Konvensional

B. URAIAN MATERI
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang
bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia
yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga
sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem
campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah
yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut
prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam
perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 240


Modul Ekonomi Syariah

1. Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari


praktek sehat dalam perekonomian pasar.
2. Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta
pemerintah dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang
menyediakan barang atau jasa jasa dalam kehidupan masyarakat.
Contoh: Perusahaan Air Minum
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan didalam
bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, Kedua kebijakan ini
merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada
dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada
pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka
mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi
sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya
tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi
penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk
menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi
pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha
pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan
pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian
besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan
langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian
nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestic.
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, dengan segala kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki, sistem ekonomi Islam dianggap sebagai smart solution
dari berbagai sistem ekonomi yang ada karena secara etimologi maupun secara
empiris, terbukti sistem ekonomi Islam menjadi sistem ekonomi yang mampu
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang nyata dalam penerapannya
pada saat zaman Rasullah Muhammad SAW dan pada masa Khalifah Islamiyah
karena sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai
keadilan dan kejujuran yang merupakan refleksi dari hubungan vertikal antara
manusia dengan Allah SWT.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 241


Modul Ekonomi Syariah

1.1 Pengertian kebijakan Fiskal


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh
pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan
pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan
pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan
pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah.Kebijakan Fiskal berbeda dengan kebijaka moneter, yang
bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar.Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Kebijakan Fiskal yang sering disebut “politik fiskal” atau “fiscal policy”
biasa diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang
anggaran belanja Negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya
perekonomia. Anggran belanja Negara terdiri dari penerimaan berupa haasil
pungutan pajak dan pengeluaran yang dapat berupa “government expenditure”
dan “government transfer’’, maka sering pula dikatakan bahwa kebijakan fiskal
meliputi semua tindakan pemerintah yang berupa tindakan memperbesar atau
memperkecil jumlah pungutan pajak memperbesar atau memperkecil
“government expenditure” dan atau memperbesar atau memperkecil “government
transfer” yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Sadono Sukirno, 2003 Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam
perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 242


Modul Ekonomi Syariah

Menurut Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang


pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara
(APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila
penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah
mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ;
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran.
Sedangkaan menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari
perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk
mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa
dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan
juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat
kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada
sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum
dalam APBN.

1.2. Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian


Peranan kebijakan fiskal dalam perekonomian dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa volume transaksi yang diadakan oleh pemerintah di
kebanyakan Negara dari tahun ke tahun bertendensi untuk meningkat lebih cepat
daripada meningkatnya pendapatan Nasional. ini berarti bahwa peranan dari
tindakan fiskal pemerintah dalam turut menentukan tingkat pendapatan nasional
lebih besar. Untuk Negara-negara yang sudah maju perekonomiannya, peranan
tindakan fiskal pemerintah semakin besar dalam mekanisme pembentukan tingkat
pendapatan nasional terutama dimaksudkan agar supaya pemerintah dapat lebih
mampu dalam mempengaruhi jalannya perekonomian. Dengan demikian

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 243


Modul Ekonomi Syariah

diharapkan bahwa dengan adanya kebijakan fiskal, pemerintah dapat


mengusahakan terhindarnya perekonomian dari keadaan-keadaan yang tidak
diinginkan seperti misalnya keadaan dimana banyak pengangguran, inflasi, neraca
pembayaran internasional yang terus menerus deficit, dan sebagainya.
Bagi Negara-negara yamg sedang berkembang, pemerintah pada umumnya
menyadari akan rendahnya investasi yang timbul atas inisiatif dari masyarakat
sendiri. Dari bagian 1 kita telah mengetahui bahwa untuk meningkatnya tingkat
hidup suatu masyarakat, kapasitas produksi nasional perlu ditingkatkan. Untuk
memperbesar kapasitas produksi nasional dibutuhkan adanya capital formation.
Dengan demikian berarti masyarakat perlu mengadakan investasi yang cukup
besar untuk terwujudnya capital formation yang dibutuhkan tersebut.

1.3. Bentuk-bentuk kebijakan fiskal


Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan : penstabil
otomatik (bentuk-bentuk sistem fiskal yang sedang berlaku yang secara otomatik
cenderung untuk menimbulkan kestabilan dalam kegiatan ekonomi) dan kebijakan
fiskal diskresioner (langkah-langkah dalam bidang pengeluaran pemerintah dan
perpajakan yang secara khusus membuat perubahan ke atas sistem yang ada, yang
bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi).
Penstabil otomatik adalah sistem perpajakan yang progresif dan
proporsional, kebijakan harga minimum, dan sistem asuransi pengangguran. Pajak
progresif dan pajak proporsional, pajak ini biasanya digunakan dalam memungut
pajak pendapatan individu dan praktekkan hampir disemua negara. Pada
pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar
pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan, semakin besar pajak dikenakan ke
atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Dibeberapa negara sistem pajak
proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan
perusahaan-perusahaan korporat, yaitu pajak yang harus dibayar adalah
proporsional dengan keuntungan yang diperoleh.
Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 244


Modul Ekonomi Syariah

a) Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance)


kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat
berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan
bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b) Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach)
kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan
pinjaman untuk mencapai ekonomi yang mantap.
c) Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget)
kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat
besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program.
Jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah
pengeluaran, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a. Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang
menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan.
b. Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan.
c. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan.
d. Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara
terus menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga
semakin lama semakin besar (tidak statis).

1.4. Dampak kebijakan fiskal terhadap keseimbangan pasar barang-jasa


Kebijakan fiscal dapat menggerakkan perekonomian, karena peningkatan
pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak mempunyai efek multiplier
dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah
tangga. Begitu pula halnya apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 245


Modul Ekonomi Syariah

sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable


income dan akhirnya mempengaruhi permintaan..

1.5. Tujuan kebijakan fiskal


Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalannya memperkecil pengeluaran
konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx)
yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan
nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan
pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan
semakin kompleknya struktur ekonomi perdagangan dan keungan. Maka semakin
rumit pula cara penanggulangan infalsi. Kombinasi beragam harus digunakan
secara tepat seperti kebijakan fiskal, kebijakan moneter, perdagangan dan
penentuan harga.
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan
ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi
disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat
dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu.
Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi berencana di
sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan
tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela,
tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari
masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing
yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal
memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan
inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong
dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 246


Modul Ekonomi Syariah

yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan


incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan
diantaranya; control fisik langsung, peningkatan tariff pajak yang ada,penerapan
pajak baru, surplus dari perusahaan Negara, pinjaman pemerintah yang tidak
bersifat inflationer dan keuangan deficit.
2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara
sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang
menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan
modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan
pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal
pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk
mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui
pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan
langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga
diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan
internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan
stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam
rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus
diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok
yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada
impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat
penggunaan daya beli tambahan.
5. Untuk menanggulangi inflasi.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya
adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 247


Modul Ekonomi Syariah

pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar
tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan
nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan
mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila
adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan
regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.

1.6. Pengaruh kebijakan Fiskal terhadap Perekonomian


Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa
dalam dua tahap yang berurutan, yaitu :
a) Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu
APBN
b) Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat
pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya :
PENERIMAAN
o Pajak (berbagai macam)
o Pinjaman dari Bank Sentral
o pinjaman dari masyarakat dalam negeri
o Pinjaman dari luar negeri
PENGELUARAN
o Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
o Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
o Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment

Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan


anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 248


Modul Ekonomi Syariah

kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget),


anggaran surplus (surplus budget).
Kebijakan anggaran emplisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada
perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran yaitu pembelian
pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau belanja pemeritah
berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional. Contohnya pemerintah
mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah
membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain
proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan
orang yang bekerja di situ bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan
maupun kelemahan, salah satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada
angka defisit dan nilai tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa
diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan
kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi fiskal dan
menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi.
Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif. .
Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan peminjaman/hutang, dahulu
pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak
utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah
inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat
sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari
rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman
pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri.
Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran
defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran
surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai
memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 249


Modul Ekonomi Syariah

Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah


kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggara surplus adalah
kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat pemerintah dari pendapatan
pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya
untuk melunasi beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran
akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan
investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi
modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

1.7 Kebijakan Fiskal Dalam Islam


Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat
yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan
nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak
peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal
ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a. Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding
dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b. Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap
muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan
digunakan untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam QS Al-
Taubah: 60.
c. Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam
peranan pengelolaan utang publik. Hal ini karena utang dalam Islam
adalah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai
dari pajak atau berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran
utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibanding
ekonomi konvensioanal (Istanto, 2013: 1).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 250


Modul Ekonomi Syariah

Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan


fiskal dalam ekonomi islam.
a. Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih
tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya tidak boleh hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja. “ Prinsip ini menegaskan
bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya dapat memperoleh akses
yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan usaha yang jujur.
b. Islam melarang pembayaran bunga dalam berbagai bentuk pinjaman.
Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak dapat memanipulasi tingkat
suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar
uang (yaitu anatara penawaran dan permintaan terhadap uang). Dengan
demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk
mencapai equilibrium ini.
c. Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi
masyarakat yang kurang berkembang dan untuk menyebarkan pesan
dan ajaran Islam seluas mungkin. Oleh karena itu, sebagaian dari
pengeluaran pemerintah seharusnya digunakan untuk berbagai aktivitas
yang mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim
di negara-negara yang kurang berkembang (Istanto, 2013: 1).
Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn oleh
Rasulullahndan Khulafaurrasyidin, maka kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam
dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:
a. Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:
1) Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber
utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik.
2) Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana
pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap
barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang menarik dari kebijakan
Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan
agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir
sehingga perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 251


Modul Ekonomi Syariah

mengatakan bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor


di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
3) Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang
disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di
baitul maal.
4) Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal
tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang
meninggalkan negerinya.
5) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada
kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara
selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang tabuk.
6) Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode
sebelum Islam.
7) Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada
acara keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi
pada orang-orang muslim yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban
seperti seorang yang sedang hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan
puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin, 2013: 1).

b. Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:


1) Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang dibayarkan oleh
orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai jaminan perlindungan
jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer.
2) Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak tanah yang
dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar ditaklukkan. Tanahnya
diambil alih oleh orang muslim dan pemilik lamanya menawarkan untuk
mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan bersedia
memberikan sebagian hasil produksi kepada negara. Prosedur yang sama
juga diterapkan di daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang
penting.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 252


Modul Ekonomi Syariah

3) ‘Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar
hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang
nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin, 2013: 1).

c. Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan langsung
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di antara golongan yang berhak
menerima pendapatan (distribusi pendapatan) adalah berdasarkan atas kreteria
langsung dari Allah S.W.T yang tergambar di dalam al-Qur’an QS. At-Taubah
Ayat 90:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk
hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Biajaksana. (QS. 9:60)
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal dengan
sebutan delapan ashnaf. Delapan asnab ini langsung mendapat
rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa
membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-orang
yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci dibandingkan
dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang secara umum di-
inklud-kan kepada orang-orang miskin saja (Sirojuddin, 2013: 1).

Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah.Kebijakan fiskal dapat dibedakan kepada dua golongan :
penstabil otomatik dan kebijakan fiskal diskresioner. Jika dilihat dari
perbandingan jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal
dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :Kebijakan Anggaran Seimbang,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 253


Modul Ekonomi Syariah

Kebijakan Anggaran Defisit, Kebijakan Anggaran Surplus, Kebijakan Anggaran


Dinamis.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mencegah pengangguran dan
menstabilkan harga, implementasinya untuk menggerakkan pos penerimaan dan
pengeluaran dalam anggran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa
dalam dua tahap yang berurutan, yaitu : bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal
diterjemahkan menjadi suatu APBN dan bagaimana APBN tersebut
mempengaruhi perekonomian. Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk
menciptakan masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan
dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan
fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi
konvensional

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 254


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan Pengertian Kebijakan Fiskal dan manfaatnya dalam


pembangunan ekonomi suatu negara !
2. Jelaskan Sumber-sumber pendapatan negara dalam sistem ekonomi
syariah !
3. Jelaskan Pandangan para tokoh ekonomi Islam mengenai model kebijakan
fiskal yang tepat pada zaman sekarang !
4. Apabila zakat diwajibkan bagi seluruh raakyat Indonesia yang beragama
Islam, apakah fungsi distribusi kekayaan dan pendapatan di Indonesia
akan tercapai sehingga terwujud masyarakat yang adil makmur dan
sejahtera? Berikan pandangan anda

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 255


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA
Soediyono Reksoprayitno, “Pengantar Ekonomi Makro edisi 6”, BPFE-
Yogyakarta.2000
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-kebijakan-fiskal.html
Prathama rahardja dan Mandala manurung, “Teori Ekonomi Makro dan
Suatu Pengantar edisi 3”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.2005
Boediono, “Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro
edisi 4”BPFE-Yogyakarta.1982.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 256


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 12 :
PENDAPATAN NASIONAL DALAM ISLAM

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Teori Pendapatan Nasional dalam
ekonomi syariah dan pandangan para tokoh ekonomi syariah tentang Pendapatan
Nasionaldalam Islam. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Menjelaskan teori pendapatan Nasional dalam Ekonomi Islam.
1.2 Menilai secara kritis teori pendapatanNasional dalam Ekonomi
Islam dan Ekonomi Konvensional

B. URAIAN MATERI

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya


dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan
ekonomi ( economic growth ) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan
nasional ( produksi nasional ) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari
pendapatan nasional ( national income ) ini merupakan gambaran dari aktivitas
ekonomi secara nasional pada periode tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya
barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat
menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara.
Baik negara yang sedang berkembang maupun negara – negara maju, semua
mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

1.1 Konsep Pendapatan Nasional


Pendapatan seorang individu dapat diartikan sebagai jumlah penghasilan
yang diperolehnya dari jasa-jasa produksi yang diserahkannya pada suatu waktu

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 257


Modul Ekonomi Syariah

tertentu atau yang diperolehnya dari harta kekayaannya. Pendapatan nasinal tidak
lebih daripada penjumlahan dari semua pendapatan individu.
Pendapatan nasional atau GNP dapat diartikan sebagai jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau
dapat diartikan pula bahwa pendapatan nasional adalah jumlah penghasilan yang
diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya
dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Terdapat tiga pendekatan dalam mengukur besarnya GNP, yakni dihitung
berdasarkan ( Nopirin, 2000 ):
1. Pengeluaran untuk membeli barang dan jasa
2. Nilai barang dan jasa akhir.
3. Dari pasar factor produksi dengan menjumlahkan penerimaan yang
diterima oleh pemilik faktor produksi ( upah + bunga + sewa + keuntungan
)
Perhitungan pendapatan nasional dapat memberikan perkiraan seluruh
produk yang dihasilkan di dalam negeri (GDP) secara teratur yang merupakan
ukuran dasar dari performansi perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa
serta memberikan pemahaman terhadap kerangka kerja hubungan antara variabel
makroekonomi yaitu output, pendapatan, dan pengeluaran.
Terdapat tida element penting dalam konsep ini antara lain produk
domestik bruto (gross domestic product/ GDP), produk nasional bruto (gross
nasional product/ GNP) dan product nasional netto (net national product/ NNP).
Jika diperbandingkan antara GDP dan GNP maka terdapat kondisi yang
mungkin terjadi pada suatu negara: GDP > GNP, berarti penghasilan penduduk
suatu negara yang berkerja di luar negeri akan lebih sedikit bila dibandingkan
dengan penghasilan orang asing di negara itu dan menunjukkan perekonomian
negara belum maju, karena pembayaran ke luar negeri lebih besar bila dibanding
dengan pendapatan dari luar negeri yang berarti pula bahwa investasi negara asing
lebih besar dibanding investasi negara tersebut di luar negeri. GDP < GNP, berarti
penghasilan penduduk suatu negara yang berkerja di luar negeri akan lebih besar
bila dibandingkan dengan penghasilan orang asing di negara tersebut dan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 258


Modul Ekonomi Syariah

menunjukkan bahwa perekonomian negara relatif maju, karena pembayaran ke


luar negeri lebih kecil dibanding pendapatan dari luar negeri serta menunjukan
investasi negera tersebut di luar negeri lebih besar. GDP = GNP, berarti
penghasilan akan sama besar antara penduduk yang berkerja di dalam dan di luar
negeri.
Adapun produk nasional netto (NNP) adalah nilai pasar barang dan jasa
yang dihasilkan selama satu tahun dikurangi penyusutan atau depresiasi dan
penggantian modal (replacement). NNP dapat dirumuskan dengan persamaaan
sebagai berikut : NNP = GNP – (penyusutan + replacement).
1. Perhitungan Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan
barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan: (1)
Pendekatan produksi (production approach), (2) Pendekatan pendapatan (income
approach), (3) Pendekatan pengeluaran (expenditure approach).
1) Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (production approach).
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh
dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added), dari semua
sektor produksi. Penggunaan konsep ini dilakukan guna menghindari
terjadinya perhitungan ganda (double accounting). Adapun nilai tambah
adalah selisih harga jual produk dengan biaya produksi.
Perhitungan pendapatan dengan pendekatan produksi di Indonesia
dilakukan dengan menjumlahkan semua sektor industri yang ada, sektor
industri tersebut diklasifikasikan menjadi 11 sektor atas dasar Internasional
Standard Industrial Clasification. Kemudian, dalam perkembangannnya
perhitungan dengan pendekatan metode ini di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan 9 sektor yang meliputi sektor produksi (1) pertanian,
perternakan dan kehutanan (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri
pengolahan (4) listrik, gas, dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan,
hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan,
perseawan dan jasa perusahaan lain, Dan (9) jasa-jasa.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 259


Modul Ekonomi Syariah

Metode produksi dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut :


Y = ∑ NTb1-9 atau Y = NTb1 + NTb2 + NTb3 ……………….+NTb9
Keterangan
Y = Pendapatan nasional
NTb = Nilai Tambah
2). Pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (income
approach).
Metode ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua pengeluaran oleh
masyarakat maupun pemerintah, atau dilakukan dengan menjumlahkan
permintaan akhir unit-unit ekonomi. Pendekatan ini sering disampaikan
dengan persamaan sebagai berikut : Y = C + I + G + (X-M)
Keterangan
Y : pendapatan nasional
C (consumption) : pengeluaran masyarakat berupa konsumsi
I (investment) : investasi
G (government) : pengeluaran pemerintah
X-M (export-import) : ekspor netto diambil dari selisih ekspor dan impor
(X= ekspor dan M= impor)
3). Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan (expenditure
approach)
Pengertian pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah
seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas
penyerahan faktor-faktor produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai
dengan satuan nilai uang.
Dengan demikian penghitungan ini merupakan penjumlahan dari sewa
tanah, gaji upah, bunga modal atau bagi hasil investasi dan laba
pengusaha. Secara matematis dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut : Y = W + I + R + P
Keterengan :
Y = pendapatan nasional
W (wages) = upah

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 260


Modul Ekonomi Syariah

I (interest/ invesment) = bunga (konvensional) atau bagi hasil (syariah)


R (Rent) = sewa
P (profit) = laba pengusaha

1.2 Pendapatan Nasional dalam Teori Islam


Dalam ekonomi islam terdapat parameter al-falah. Falah adalah
kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana
komponen-komponen ruhaniah masuk kedalam pengertian falah ini. Ekonomi
Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi atau( midhom al-iqtishad)merupakn
sebuah sistem yang dapat mengantarkan umat manusia kepada real welfare /falah,
kesejahteraan yang sebenarnya diwujudkan pada peningkatan GNP yang tinggi
yang kalau dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan per capita
income yang tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalisme moderen akan
mendapat angka maksimal. Akan tetapi pendapatan perkapita yang tinggi bukan
satu-satunya komponen pokok yang menyusun kesejahteraan. Ia hanya merupakan
necessary condition dalam isu kesejahteraan dan bukan sufficien condition. Al-
falah dalam pengertian Islam mengacu kepada konsep Islam tentang manusia itu
sendiri.
Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kesejahteraan pada angka
GNP, akan mengabaikan aspek rohani manusia. Pola dan proses pembangunan
ekonomi diarahkan semata-mata untuk mendapatkan pendapatan perkapita. Ini
akan mengarahkan manusia pada konsumsi fisik yang cenderung hedonis
sehingga menghasilkan produk-produk yang dilemparkan ke pasaran tanpa
mempertimbangkan dampak negatifnya pada aspek kehidupan lain. Seringkali
barang-barang ini sebenarnya tidak perlu diproduksi berdasarkan kegunaan dan
tingkat urgensinya, namun karena alasan-alasan ekonomi dan bisnis, barang-
barang tersebut tetap dipasok ke pasaran.
Dalam Islam, esensi manusia ada dalam rohaninya. Karena itu seluruh
kegiatan duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk
memenuhi tuntutan fisik jasadiah melainkan juga memenuhi kebutuhan rohani di
mana roh merupakan esensi manusia. Konsep ekonomi kapitalis yang hanya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 261


Modul Ekonomi Syariah

mengukur kessejahteraan berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek


rohani umat manusia. Pola dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-
mata untuk meningkatakan pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia
pada konsumsi fisik yang cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-
produk yang dilempar kepasaran tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya
bagi aspek kehidupan lain.
Maka dari itu selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis
kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional Islam juga harus mampu
mengenali bagaimana interaksi instrument-instrumen wakaf ,zakat, dan sedekah
dalam meningkatakan kesejahteraan umat.
Pada intinya ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk
mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasrkan sistem
moral dan sosial Islam. Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur
dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga
tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jenih:
a) Pendapatan nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan
individu rumah tangga
penghitungan pendapatan nasional Islami harus dapat mengenali
penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah
nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa musuk. Jika penyebaran
pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka
akan dengan mudahBdikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di
bawah garis kemiskinan. Seperti pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono
meberikan Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) kepada rakyat miskin, terjadi
banyak ketidakpuasan, karena daftar yag nyata dari rakyat yang
dikategorikan miskin sangat tidak akurat.
b). Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan
Tidak mudah mengukur secara akurat produksi komoditas subsisten,
namun juga perlu satu kesepakatan untuk memasukkan angka produksi
komoditas yang dikelola secara subsistem tersebut ke dalam penghitungan
pendaptan nasional. Komoditas subsisten ini, khususnya pangan, sangatlah

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 262


Modul Ekonomi Syariah

penting di negara-negara muslim yang baru dalam beberapa dekade ini


masuk dalam peraturan perekonomian dunia.
c). Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi islam

Angka rata-rata pendapatan per kapita tidak menyediakan kepada


kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahtraan yang
sesugguhnya.
Merupakan hal yang sangat penting untuk mengekspresikan kebutuhan
efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa, sebagai persentase total
konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan,
pendidikan, air bersih, rekreasi dan pelayanan publik lainnya,
sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahtraan dari
suatu negara atau bangsa.
d). Penghitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan
sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan
sedekah
GNP adalah ukuran moneter dan tidak memasukkan transfers payments
seperti sedekah. Namun haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang
signifikan di dalam masyarakat Islam. Dan ini bukan sekedar pemberian
suka rela
kepada orang lain namun mer upakan bagian dari kepatuhan dalam
menjalankankehidupan beragama. Di dalam masyarakat Islam, terdapat
satu kewajibanmenyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan
ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya mengukur
nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat
bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang
mengakar di masyarakat islam.
Di sejumlah negara muslim, jumlah dan kisaran dari kegiatan dan transaksi
yang didasarkan pada keinginan untuk melakukan amal kebajikan,
memiliki peran lebih penting dibanding negara barat. Tidak hanya karena

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 263


Modul Ekonomi Syariah

luasnya kisaran dari kegiatan ekonomi yang diambil alih oleh keluarga
maupaun suku, tetapi juga ada begitu banyak ragam kewajiban santunan di
antara anggota keluarga. Tidak semuanyamelibatkan jumlah uang yang
besar, karena yang terjadi kadang-kadang hanya merupakan hibah berupa
barang atau jasa yang kecil nilainya.
Ada satu kesenjangan keterikatan antara jasa dan pembayaran, misalnya
donasi untuk pemeliharaan masjid, menggaji imam masjid, kegiatan
pedesaan, dan lain-lain.

1.3 Klasifikasi Aset Negara


Dalam hal ini asset dalam pemerintahan islam diera global seperti ini dapat
digolongkan dari beberapa kategori diantaranya adalah :
1. Sadaqah
2. Pajak
Kedua kategori ini sesuai dengan ajaran Islam. Dan seluruh asset Negara
akan difokuskan dalam kas Negara dan dianggarkan untuk dana subsidi
kesejahteraan rakyat dan program pemerintah.
Sebagian besar penghasilan pemerintahan Islam di era perkembangan
seperti ini pendapatannya diperoleh dari shadaqqah, kerena pemerintah islam
kerap melakukan ekspansi kebeberapa wilayah. Selain itu juga pendapatannya
juga diperoleh dari pembayaran pajak (mencakup pajak property dan pajak
penghasilan untuk masyarakat non muslim). Penghasilan dari shadaqah tersebut
dikhususkan untuk kemaslahatan umat dan sebagiannya akan dianggarkan untuk
menjalankan roda pemerintahan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Untuk
efisiensi administrasi Negara akan dibagi dalam dua kategori yang pertama adalah
sumber penghasilan yang bersifat semi-state “ shadaqqah “ dan pajak fill-state
“pajak”.
1. Sadaqqah
Sadaqah adalah suatu komponen terpenting dalam metode penanggulangan
kesejahteraan rakyat, dan zakat hanya diwajibkan bagi keluarga yang mampu.
Zakat disini adalah penetralisir ekonomi masyarakat yang lebih penting dari

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 264


Modul Ekonomi Syariah

sumber penghasilan yang lainnya dimana bagi keluarga yang mampu meneluarkan
zakatnya untuk para fakir miskin yang menjadi penitralisir keadaan ekonomi
masyarakat. Zakat memiliki kedudukan penting didalam struktur ekonomi-
keagamaan dari mekanisme keuangan islam. Dan nabi menyebutnya sebagai salah
satu rukun islam, hadist berbunyi : “islam ditegakkan atas lima hal- kesaksian
bahwa tiada tuhan selain Allah Muhammad adalah utusan Allah, tegakkan sholat,
pembayaran zakat pelaksanaan haji dan puasa pada bulan Ramadhan.
a. Penetapan zakat
Zakat dibedakan atas emas, perak dan barang dagangan. Didasarkan atas
dasar nilai komersial dengan syarat telah mancapai nishab. Nisab dan zakat teleh
ditentukan dalam hadist, “ tidak ada zakat atas emas hingga ia mencapai dua
puluh dirham (85 gram), dan jika mencapai jumlah ini setengah dinar akan
diambil sebagai zakatnya. Begitu juga, tidak ada zakat atas perak hingga
mencapai duaratus dirham (595 gram), jika ia mencapai jumlah ini lima dirham
diambil sebagai zakatnya. Hadist nabi ini mengisyaratkan bahwa jumlah zakat
dapat ditetapkan pada jumlah yang melampaui nishab diatas adalah dua setengah
persen keekayaan.
Karena emas bukanlah satu-satunya jenis kekayaan yang memiliki nilai
komersial dan mempunyai potensi untuk berkembang, zakat dapat ditetapkan pada
bentuk kekayaan lain yang memiliki nilai komersial. Abu Ubay berpendapat
bahwa karena barang-bagang dagangan diperdagangkan untuk memperoleh
keuntungan dan meningkatkan uang, mereka dikenai beban zakat, sebagaimana
ternak yang dapat menyusui juga kan dikenakan zakat.
Kategori kedua adalah dalam pembayaran zakat hasil produksi agrikultur
umumnya adalah zakat buah-buahan, biji-bijian, kacang, padi, gandum dan
lainnya. Diperbolehkan dalam pembayaran produksi agrikultur dengan barang
hasil panennya, dan ororitas zakat dalam ketegori hasil produksi agrikultur berasal
dari ayat suci al-Qur’an yang berarti “bersedekah ketika hari penen. Dan ketegori
ketiga adalah pembayaran zakat untuk hewan ternak zakat ini masuk kedalam
kategori yang berbeda, bagi keluarga yang mampu untuk para fakir miskin atau
para mustahiq yang telah ditentukan dalam hadist Rosulullah. Hasil produksi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 265


Modul Ekonomi Syariah

perternakan tidak lain adalah adalah seperti daging, susu, dan susu kambing dan
hadis tersebut telah diriwayatkan oleh Abu Dhar mengisahkan “saya mendengar
rosulallah s.a.w bersabda : “ untuk shadaqqah (zakat), dan untuk sapi shadaqqah
dan untuk kambing hshadaqqah.” Kategori yang keempat adalah zakat barang
tambang dan mineral lainnnya, beberapa perbedaan mengenai standart untuk
barang tambang atau bahan mineral, menurut abu yusuf dan ulama hanafiyah
berpendapat bahwa standart zakat barang tambang adalah sama dengan ghanimah
yaitu seperlima dari total produksi. Kategori kelima adalah tentang administrasi
zakat, kewajiban membayar zakat adalah perintah agama, dan dizaman rosulallah
beliau yang bertanggung jawab dalam pengumpulan zakat dan pendistribusiannya
dibantu dengan dengan para sahabat. Abu yusuf meriwayatka : ” seorang muslim
akan ditimbang amal kebaikannya dari shadaqqah hewan ternak dan lainnya
pada hari akhir atau pada hari yaumul qiyamah”.Disamping menekannkan
administrasi zakat yang dipertanggung jawabkan juga harus berlandaskan hadist-
hadist rosulallah “seluruh umat muslim harus membayar zakat dan menjaga etika
dalam kehidupan barmasyarakat” kewajiban untuk membayar zakat untuk
sumber penghasilan dapat membedakan antara uyang legal dan non-legal, dan
sumber penghasilan yang dikenakan pada zama rosulallah adalah perternakan,
perniagaan dan pertanian. Disamping untuk membantu kas Negara, zakat juga
berperan dalam menstabilkan ekonomi nasional seperti pajak property (barang
tambang) yang dapat mendukung kegiatan ekonomi nasional ketika menghadapi
krisis ekonomi. Dan dampak inilah yang harus diketahui oleh mansyarakat agar
tidak terjadi kesalah fahaman antara pemerintah dengan masyarakat.
2. Pajak
Pajak adalah merupakan suatu pembayaran yang dibebankan kepada
hak suatu tanah yang mana dapat dinamakan dengan fay. Sebagai sebuah Negara
yang ekonominya berbasis agrikultur, sumbe-sumber daya dari tanah adalah
sumber penghasilan utama dari Negara-negara islam dalam
zaman dahulu.dari sudut pandang pajak, semua tanah yang dikuasai pemerintahan
muslim yang mana, pajak tersebut akan dibedakan atas dua hal yaitu pajak ushr
dan pajak fay. Pendapatan pada pajak fay akan digunakan untuk biaya-biaya

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 266


Modul Ekonomi Syariah

umum Negara. Pada sistem fiskal Islam, pendapatan dari fay merupakan tiang
utama dari pendapatan Negara. Untuk memberikan paparan yang lebih jelas
tentang apa yang dimaksut dengan fay, Abu Yusuf mengatakan bahwa sesuai
dengan ayat-ayat al-Qur’an, semua muslim yang disebut di dalam ayat-ayat
pendapatan untuk Negara mempunyai hak bersama atas tanah-tanah tersebut. Hal
ini menjelaskan tentang hak populasi pada saat sekarang dan pada saat yang akan
datang. Untuk memperjelas gagasan Abu Yusuf beliau telah mengutip khalifah
umar dengan mengatakan “ biarlah tanah-tanah dan aliran airnya diberikan bagi
para pekerja, supaya mereka dapat mengarapnya untuk menyediakan sumber-
sumber pendapatan bagi kaum muslimin. Bila engkau membagi tanah-tanah ini
maka tidak akan ada lagi yang tersisa bagi generasi yang akan datang. Hal ini
menunjukkan, bagi Abu Yusuf, motif dan tindakan khalifah Umar adalah untuk
manciptakan sebuah sumber daya permanen bagi kekuatan dan kekuasaan bagi
Negara Islam.

Kesimpulan
Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi atau( nidhom al-
iqtishad)merupakan sebuah system yang dapat mengantarkan umat manusia
kepada real welfare /falah, kesejahteraan yang sebenarnya namun lebih sering
kesejahteraan itu diwujudkan pada peningkatan GNP yang tinggi yang kalau
dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan perkapita income yang tinggi.
Akan tetapi pendapatan perkapita yang tinggi bukan satu-satunya komponen
pokok yang menyusun kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary condition
dalam isu kesejahteraan dan bukan sufficien condition.
Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kessejahteraan
berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek rohani umat manusia.
Pola dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk
meningkatakan pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia pada
konsumsi fisik yang cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-produk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 267


Modul Ekonomi Syariah

yang dilempar kepasaran tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi aspek


kehidupan lain.
Ada 4 hal yg semestinya bisa mengukur kesejahteraan ekonomi dan
kesejahteraan sosial :
a) Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan
individu rumah tangga.
b) Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
c) Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi yang
Islami.
d) Perhitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial
Islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah.
Pengukuran Pendapatan Nasional dapat diukur melalui tiga pendekatan,
yaitu :
1. Pendekatan produksi (production approach )
2. Pendekatan pendapatan (income approach)
3. Pendekatan pengeluaran (expenditure approach)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 268


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL

1. Jelaskan cara menghitung pendapatan nasional dalam ekonomi


konvensional ! menurut anda faktor manakah yang paling dominan dalam
mengukur pendapatan nasional di Indonesia ?
2. Jelaskan cara perhitungan Pendapatan Nasional dalam ekonomi Islam !
3. Jelaskan efektifitas zakat dalam menyumbang pendapatan Nasional dan
bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi !
4. Apakah dengan zakat, sedekah dan wakaf akan tercapai fungsi dari
pemerataan pendapatan nasional di Indonesia dengan jumlah umat Islam
terbesar ! berikan argumentasi anda !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 269


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA
Saddam, Muhammad. Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media, 2003.
Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta : Ekonisia, 2004.
Daud Ali, Muhammad. System Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Jakarta :
Universitas Indonesia Perss, 1988.
Nasution, Edwin Mustafa. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam.Jakarta : Kencana,
2007.
http://indonesia-syariah.blogspot.com/2011/04/pendapatan-nasional-dalam-
teori.html
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/2367

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 270


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 13:
EKONOMI PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF
SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian, Tujuan, Sejarah dan
Perkembangan Ekonomi Syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan pengertian Ekonomi Pembangunan dalam Islam
secara tepat
1.2 Menjelaskan Konsep pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam
Islam
1.3 Menjelaskan pemikiran tokoh-tokoh ekonomi Syariah dalam kajian
ekonomi pembangunan

B. URAIAN MATERI
Dalam Ekonomi Pembangunan, kajian mengenai pertumbuhan ekonomi
(economic growth) dan pembangunan ekonomi (economic development)
menempati posisi yang cukup penting di kalangan para ekonom. Kajian ini
setidaknya dimulai ketika ekonom mengamati fenomena-fenomena penting yang
dialami dunia dalam dua abad belakangan ini. Perkembangan perekonomian dunia
selama dua abad ini telah menimbulkan dua efek yang sangat penting, yaitu :
pertama, kemakmuran atau taraf hidup yang semakin meningkat yang dicapai oleh
masyarakat dunia, kedua, terciptanya kesempatan kerja baru kepada penduduk
yang semakin bertambah jumlahnya.
Ekonomi pembangunan pada dasarnya telah melewati tiga fase yang
berbeda. Fase pertama, adalah Ekonomi Pembangunan klasik yang dikembangkan
oleh para ekonom klasik yang mencoba menjelaskan ekonomi jangka panjang
dalam kerangka kerja kapitalisme dengan slogannya yang terkenal laisssez

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 271


Modul Ekonomi Syariah

faire. Fase ini bertahan lebih kurang satu abad sejak publikasi The Wealth of
Nation, karya Adam Smith tahun 1776.
Fase kedua, dimulai setelah perang dunia kedua dan ketika sejumlah
negara dunia ketiga memperoleh kemerdekaannya. Oleh karena banyak negara-
negara yang baru merdeka, maka analisis masalah yang berkenaan dengan negara-
negara tersebut mulai menarik perhatian. Pada fase ini fokus perhatian berpindah
dari ekonomi liberalisme klasik kepada Neo Klasik. Strategi yang dipegang adalah
ketergantungan yang lebih kecil kepada pasar dan peranan yang lebih besar dari
pemerintah dalam perekonomian. Kapitalisme laissez faire telah kehilangan peran
ketika itu, akibat peristiwa Great Depression (1929-1932) . Ekonom yang sangat
berperan dalam fase ini adalah John Maynard Keynes dengan bukunya The
General Theory of Employment, Interest and Money yang diterbitkan tahun 1936.
Pada fase inilah ekonomi Keynesys dan sosialis memperoleh momentum di dunia
Barat.
Sedangkan fase ketiga memiliki fokus yang berbeda dengan fase kedua.
Dalam fase ketiga ini perhatian Ekonomi Pembangunan cendrung anti kekuasaan
(negara) dan kembali pro kepada kebebasan pasar. Fase ini terjadi mulai tahun
1970-an, yaitu ketika pelaksanaan startegi Keynes dan sosialis mulai melemah.
Pada fase ini ekonomi neoklasik muali ”comeback” dan menjadi paradigma yang
dominan. Mereka berkeyakinan bahwa liberalisasi pasar dengan pengurangan
peran pemerintah dalam bidang ekonomi adalah sangat penting untuk
menyelesaikan masalah negara berkembang. Fase ini juga dianggap sebagai era
kebangkitan liberalisme dan ekonomi neoklasik.
Ketiga fase tersebut, menunjukkan inkonsistensi dan ketidakpastian
dalam program pembangunan di negara-negara berkembang, khususnya di negara-
negara muslim. Inkonsisten tersebut melahirkan analisis dan resep kebijakan yang
bertentangan dan ini sangat membahayakan pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang. Dengan kata lain, negara-negara berkembang yang hendak
melaksanakan pembangunan dengan model barat mengalami kebingungan karena
pertentangan-pertentangan konsep antara neo klasik ala Keynes dengan liberalisme
klasik (ekonomi pasar yang mereduksi peran negara dalam ekonomi) yang
diajarkan Adam Smith. Kebingungan negara-negara berkembang itu juga

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 272


Modul Ekonomi Syariah

dipengaruhi oleh konsep-konsep pembangunan dari negara-negara yang


menerapkan sistem sosialis.
Karena itu, maka tugas yang dihadapi negara berkembang sangat rumit.
Mereka tidak hanya harus mengembangkan ekonomi dengan cara yang tepat
dengan tingkat efisien dan keadilan yang tinggi dalam penggunaan sumberdaya,
tetapi juga harus mengubah ketidakseimbangan pembangunan yang ditimbulkan
oleh resep yang salah itu.
Karena ekonomi klasik, neoklasik, dan sosialis, semuanya lahir dari
pandangan dunia enlightenment, pendekatan mereka untuk mewujudkan
kesejahteraan manusia dan analisis mereka tentang problem-problem manusia
adalah sekuler. Dalam pembangunan, mereka lebih mementingkan konsumsi dan
pemilikan materi sebagai sumber kebahagiaan manusia. Mereka tidak
mengindahkan peranan nilai moral dalam reformasi indidivu dan sosial, dan
terlalu berlebihan menekankan peranan pasar atau negara. Mereka tidak memiliki
komitmen kepada persaudaraan (brotherhood) dan keadilan sosio-ekonomi dan
tidak pula memiliki mekanisme filter nilai-nilai moral yang disetujui masyarakat.
Walau demikian, harus diakui bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah
berlangsung beberapa waktu lalu dan sampai saat ini berlangsung, juga banyak
memberikan konstribusi dalam menciptakan keajaiban-keajaiban ekonomi.
Kekuatan pertumbuhan ekonomi untuk mentransformasi masyarakat dari
kemiskinan menuju kemakmuran tidak dapat dipungkiri. Pada tahun 1970-1980,
rata-rata pendapatan perkapita tumbuh menjadi rata-rata 7% pertahun. Standart
hidup ratusan juta orang telah meningkat. Tingkat pendidikan masyarakat lebih
tinggi. Tingkat kematian bayi anak-anak dan ibu melahirkan menurun pesat.
Jurang perbedaan gender dalam kemampuan dasar manusia semakin menyempit.
Analisis yang sama dikemukakan oleh Chapra. Menurutnya, peristiwa
depresi hebat telah memperlihatkan secara jelas kelemahan logika Hukum Say dan
konsep laissez faire. Ini dibuktikan oleh ekonomi pasar yang hampir tidak mampu
secara konstan menggapai tingkat full employment dan kemakmuran. Ironisnya, di
balik kemajuan ilmu ekonomi yang begitu pesat, penuh inovasi, dilengkapi dengan
metodologi yang semakin tajam, model-model matematika dan ekonometri yang
semakin luas untuk melakukan evaluasi dan prediksi, ternyata ilmu ekonomi tetap

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 273


Modul Ekonomi Syariah

memiliki keterbatasan untuk mengambarkan, menganalisa maupun


memproyeksikan kecenderungan tingkah laku ekonomi dalam perspektif waktu
jangka pendek.
Dengan kata lain, ilmu ekonomi, bekerja dengan asumsi-asumsi ceteris
paribus. Dalam konteks ini, Keynes pernah mengatakan, “Kita terkungkung dan
kehabisan energi dalam perangkap teori dan implementasi ilmu ekonomi kapitalis
yang ternyata tetap saja mandul untuk melakukan terobosan mendasar guna
mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup umat manusia di muka bumi ini”.
Kesimpulannya, konsep dan kebijakan ekonomi yang berdasarkan
kapitalisme dan sosialisme, terbukti telah gagal mewujudkan perekonomian yang
berkeadilan. Akibat berpegang pada kedua faham tersebut terjadilah
ketidakseimbangan makroekonomi dan instabilitas nasional.
Dengan melihat realita di atas, jelas ada ”something wrong” dalam
konsep-konsep yang selama ini diterapkan di berbagai negara, karena kelihatan
masih jauh dari yang diharapkan. Konsep-konsep tersebut terlihat tidak memiliki
konstribusi yang cukup signifikan, bahkan bagi negara-negara pencetus konsep
tersebut. Ini terbukti dari ketidakmampuan direalisasikannya sasaran-sasaran yang
diinginkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kesempatan kerja penuh (full
employment) dan distribusi pendapatan dan kekayaan merata.
Konsep-konsep tersebut juga dianggap gagal, karena menyuburkan
budaya eksploitasi manusia atas manusia lainnya, kerusakan lingkungan serta
melupakan tujuan-tujuan moral dan etis manusia. Singkatnya, konsep yang
ditawarkan Barat, bukanlah pilihan tepat apalagi dijadikan prototype bagi negara-
negara yang sedang berkembang. Namun demikian kita tak boleh menafikan
bahwa pengalaman dari ekonomi pembangunan yang telah berkembang itu banyak
yang bermanfaat dan penting bagi kita dalam membangun, meskipun relevansinya
sangat terbatas.
Sistem kapitalis maupun sosialis jelas tidak sesuai dengan sistem nilai
Islam. Keduanya bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia
bukan sebagai manusia. Kedua sistem itu juga tidak mampu menjawab tantangan
ekonomi, politik, sosial dan moral di zaman sekarang. Hal ini bukan saja
dikarenakan ada perbedaan ideologis, sikap moral dan kerangka sosial politik,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 274


Modul Ekonomi Syariah

tetapi juga karena alasan-alasan yang lebih bersifat ekonomis duniawi, perbedaan
sumberdaya, stuasi ekonomi internasional yang berubah, tingkat ekonomi masing-
masing dan biaya sosial ekonomi pembangunan.
Teori pembangunan seperti yang dikembangkan di Barat, banyak
dipengaruhi oleh kakrakteristik unik dan spesifik, juga dipengaruhi oleh nilai dan
infra struktur sosial politik ekonomi Barat. Teori demikian jelas tidak dapat
diterapkan persis di negara-negara Islam. Terlebih lagi, sebagian teori
pembangunan Barat lahir dari teori Kapitalis. Karena kelemahan mendasar inilah,
maka teori tersebut tidak mampu menyelesaikan persoalan pembangunan di
berbagai negara berkembang.
Ilmu Ekonomi Pembangunan sekarang ini menghadapi masa krisis dan
re-evaluasi. Ia menghadapi serangan dari berbegai penjuru. Banyak ekonom dan
perencana pembangunan yang skeptis tentang pendekatan utuh ilmu ekonomi
pembangunan kontemporer. Menurut Kursyid Ahmad, sebagian mereka
berpendapat bahwa teori yang didapat dari pengalaman pembangunan Barat
kemudian diterapkan di negara-negara berkembang, jelas tidak sesuai dan merusak
masa depan pembangunan itu sendiri.
Pada akhirnya, kita memerlukan suatu konsep pembangunan
ekonomi yang tidak hanya mampu merealisasikan sasaran-sasaran yang ingin
dicapai dalam suatu pembangunan ekonomi secara tepat, teruji dan bisa diterapkan
oleh semua negara-negara di belahan bumi ini, tetapi juga yang terpenting adalah
kemampuan konsep tersebut meminimalisasir atau bahkan menghilangkan segala
negative effect pembangunan yang dilakukan. Konsep tersebut juga harus mampu
memperhatikan sisi kemanusiaan tanpa mulupakan aspek moral.
Kesadaran akan pentingnya nilai moral dalam ekonomi pembangunan
telah banyak dikumandangkan oleh para ilmuwan ekonomi. Fritjop Capra dalam
bukunya, ”The Turningt Point, Science, Society, and The Rising Culture,
menyatakan, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang paling bergantung pada nilai dan
paling normatif di antara ilmu-imu lainnya. Model dan teorinya akan selalu
didasarkan atas nilai tertentu dan pada pandangan tentang hakekat manusia
tertentu, pada seperangkat asumsi yang oleh E.F Schummacher disebut ”meta
ekonomi” karena hampir tidak pernah dimasukkan secara eksplisit di dalam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 275


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi kontemporer. Demikian pula Ervin Laszlo dalam bukunya 3rd Millenium,
The Challenge and the Vision mengungkapkan kekeliruan sejumlah premis ilmu
ekonomi, terutama resionalitias ekonomi yang telah mengabaikan sama sekali
nilai-nilai dan moralitas. Menurut mereka kelemahan dan kekeliruan itulah yang
antara lain menyebabkan ilmu ekonomi tidak berhasil menciptakan keadilan
ekonomi dan kesejahteraan bagi umat manusia. yang terjadi justru sebaliknya,
yaitu ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara berkembang (yang
miskin) dengan negara-negara dan masyarakat kaya. Lebih lanjut mereka
menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan tidak ada jalan lain kecuali
dengan merobah paradigma dan visi, yaitu melalukan satu titik balik peradaban.
Kebutuhan akan suatu konsep baru pembangunan ekonomi dunia saat ini
terasa lebih mendesak dilakukan, terutama dalam era globalisasi. Mark Skousen
dalam bukunya Economic on Trial : Lies, Myths and Reality banyak mengkritik
mainstream ekonomi yang selama ini dianut oleh negara-negara dunia. Dia juga
selanjutnya memberikan beberapa resep bagaimana seharusnya kita memulai abad
baru ini dengan menerapkan 7 (tujuh) prinsip ekonomi yang harus menjadi acuan
dalam bergerak. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Produksi harus diprioritaskan dari konsumsi
2. Pengeluaran defisit dan hutang nasional yanhg terlalu besar merupakan hal
yang membahayakan bagi masyarakat.
3. Kebijakan yang memacu konsumsi ketimbang tabungan dan menggalakkan
hutang merupakan hal yang bisa merusak pertumbuhan ekonomi dan
standart hidup masyarakat
4. Perencanaan terpusat (Centrak Planning) dan totalitarianisme terbukti tidak
bisa berfungsi
5. Diperlukan suatu sistem finansial baru untuk menciptakan kerangka
kerja finansial yang tanggung dalam meminimalisir inflasi dan
ketidakpastian
6. Harus ada kebijakan jangka panjang berkaitan dengan kesejahteraan dengan
memberikan kebebasan terjadinya pergerakan modal (capital movement)
uang dan orang dari satu tempat ke tempat lain.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 276


Modul Ekonomi Syariah

7. Dalam upaya meningakatkan produktifitas dan standar hidup masyarakat,


suatu negara juga harus tetap memperhatikan lingkungan dengan
mengurangi sebanyak mungkin polusi dan eksternalitas negatif lainnya yang
mungkin terjadi.

Pengertian Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi dalam ekonomi modern adalah perkembangan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat meningkat yang selanjutnya diiringi dengan peningkatan
kemakmuran masyarakat. Dalam kegiatan ekonomi yang sebenarnya, pertumbuhan
ekonomi berarti perkembangan ekonomi fiskal yang terjadi di suatu negara seperti
pertambahan jumlah dan produksi barang industri, infra struktur, pertambahan
jumlah sekolah, pertambahan produksi kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada
dan beberapa perkembangan lainnya. Dalam analisis makro ekonomi, tingkat
pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dengan perkembangan
pendapatan nasional riil yang dicapai oleh suatu negara yaitu Produk Nasional
Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto.
Sedangkan istilah pembangunan ekonomi (economic development)
biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.
Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut, ”economic
development is growth plus change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan
corak kegiatan ekonomi).
Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan
ekonomi, ekonom bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan
nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada
usaha perombakan sektor pertanian yang tradisional, mempercepat pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Dalam berbagai literatur tentang ekonomi Islam, kedua istilah ini juga
ditemukan. Ekonomi Islam pada dasarnya memandang bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah bagian dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
didefenisikan dengan a suistained growth of a right kind of output which can

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 277


Modul Ekonomi Syariah

contribute to human welfare. (Pertumbuhan terus-menerus dari factor produksi


secara benar yang mampu memberikan konstribusi bagi kesejahteraan manusia).
Berdasarkan pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam
merupakan hal yang sarat nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh faktor
produksi tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut
misalnya memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan
membahayakan manusia.
Sedangkan istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam
adalah the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and
decency in life (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan
ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan)
Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam
bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya
bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan
akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral.

Potensi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Ekonomi Islam


Dalam pertumbuhan ekonomi ada beberapa faktor yang akan
mempengaruhi pertumbuhan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Sumberdaya yang dapat dikelola (invistible resources)
2. Sumberdaya manusia (human resources)
3. Wirausaha (entrepreneurship)
4. Teknologi (technology)

Islam juga melihat bahwa faktor-faktor di atas juga sangat penting dalam
pertumbuhan ekonomi.
1.SDM yang dapat dikelola (investable resources)

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 278


Modul Ekonomi Syariah

Pertumbuhan ekonomi sangat membutuhkan sumberdaya yang dapat


digunakan dalam memproduksi asset-asset fisik untuk menghasilkan pendapatan.
Aspek fisik tersebut antara lain tanaman indutrsi, mesin, dsb. Pada sisi lain, peran
modal juga sangat signifikan untuk diperhatikan. Dengan demikian, proses
pertumbuhan ekonomi mencakup mobilisasi sumberdaya, merubah sumberdaya
tersebut dalam bentuk asset produktif, serta dapat digunakan secara optimal dan
efisien. Sedangkan sumber modal terbagi dua yaitu sumber domestik/internal serta
sumber eksternal.
Negara-negara muslim harus mengembangkan kerjasama ekonomi dan
sedapat mungkin menahan diri untuk tidak tergantung kepada sumber eksternal.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir beban hutang yang berbasis bunga dan
menyelamatkan generasi akan datang dari ketergantungan dengan Barat. Oleh
karena itu perlu upaya untuk meningkatkan sumberdaya domestik seperti
tabungan dan simpanan sukarela, pajak ataupun usaha lain berupa pemindahan
sumberdaya dari orang kaya kepada orang miskin.

2.SDM (human resuources)


Faktor penentu lainnya yang sangat penting adalah sumberdaya manusia.
Manusialah yang paling aktif berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Peran mereka
mencakup beberapa bidang, antara lain dalam hal eksploitasi sumberdaya yang
ada, pengakumulasian modal, serta pembangunan institusi sosial ekonomi dan
politik masyarakat.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka perlu
adanya efisiensi dalam tenaga kerja. Efisiensi tersebut membutuhkan kualitas
professional dan kualitas moral. Kedua kualitas ini harus dipenuhi dan tidak
dapat berdiri sendiri. Kombinasi keduanya mutlak dipadukan dalam batas-batas
yang rasional
Prinsip Islam terlihat berbeda dengan mainstream ekonomi
konvensional yang hanya menekankan pada aspek kualitas profesional dan
mengabaikan kualitas moral. Moral selama ini dianggap merupakan rangkaian
yang hilang dalam kajian ekonomi. Maka Islam mencoba mengembalikan nilai

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 279


Modul Ekonomi Syariah

moral tersebut. Oleh karena itu, menurut Islam untuk dapat menjadi pelaku
ekonomi yang baik, orang tersebut dituntun oleh syarat-syarat berikut :

a) Suatu kontrak kerja merupakan janji dan kepercayaan yang tidak boleh
dilanggar walaupun sedikit. Hal ini memberikan suatu jaminan moral
seandainya ada penolakan kewajiban dalam kontrak atau pelayanan yang
telah ditentukan.
b) Seseorang harus bekerja maksimal ketika ia telah menerima gaji secara
penuh. Ia dicela apabila tidak memberi kerja yang baik.
c) Dalam Islam kerja merupakan ibadah sehingga memberikan implikasi
pada seseorang untuk bekerja secara wajar dan profesional.

3. Wirausaha (entrepreneurship)
Wirausaha merupakan kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dan
sangat determinan. Wirausaha dianggap memiliki fungsi dinamis yang sangat
dibutuhkan dalam suatu pertumbuhan ekonomi. Nabi Muhammad Saw, dalam
beberapa hadits menekankan pentingnya wirausaha. Dalam hadits riwayat Ahmad
beliau bersabda, ”Hendaklah kamu berdagang (berbisnis), karena di dalamnya
teedapat 90 % pintu rezeki”. Dalam hadits yang lain beliau bersabda,
”Sesungguhnya sebaik-baik pekerjaan adalah perdagangan (bisnis)”.
Menurut M.Umer Chapra, dalam buku Islam and Economic
Development, bahwa salah satu cara yang paling konstruktif dalam mempercepat
pertumbuhan yang berkeadilan adalah dengan membuat masyarakat dan individu
untuk mampu semaksimal mungkin mengunakan daya kreasi dan artistiknya secara
profesional, produktif dan efisien
Dengan demikian, semangat entrepreneurship (kewirausahaaan) dan
kewiraswastsaan harus ditumbuhkan dan dibangun dalam jiwa masyarakat.
Dr.Muhammad Yunus telah menekankan pentingnya pembangunan jiwa
wirausaha dalam pembangunan eknonomi di negara-negara muslim yang tergolong
miskin. Dalam hal ini ia mengatakan, : ”Upah buruh bukanlah satu jalan mulus
bagi pengurangan kemiskinan, justru wirausahalah yang mempunyai potensi lebih
besar dalam meningkatkan basis-basis asset individual daripada yang dimiliki
oleh upah kerja.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 280


Modul Ekonomi Syariah

Karena itu, tidak mengherankan apabila saat ini muncul kesadaran yang
meluas bahwa strategi industrialisasi modern yang berskala besar pada dekade
terdahulu secara umum telah gagal memecahkan masalah-masalah keterbelakangan
global dan kemiskinan. Litte, Scietovsky dan Scott telah menyimpulkan bahwa
industri-industri modern yang berkla besar biasanya kurang dapat menghasilkan
keuntungan daripada industri-industri kecil, di samping itu industri besar lebih
mahal dalam hal modal dan lebih sedikit menciptakan lapangan pekerjaan. Karena
itulah Usaha Mikro (Industri kecil) secara luas dipandang sebagai suatu cara yang
efektif untuk meningkatkan konstribusi sektor swasta, baik untuk tujuan-tujuan
pertumbuhan maupun pemerataan bagi negara-negara berkembang.. Banyak para
sarjana meragukan konstribusi industri-industri besar dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara signifikan dibanding industrui kecul dan usaha
mikro.
Karena itulah Hasan Al-Banna memberikan dan mengembangkan industri
rumah tangga yang utama dalam pembahasan tentang reformasi ekonominya sesuai
dengan jaran Islam. Hal itu beliau tekankan karena akan membantu penyediaan
lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat miskin, dengan demikian
akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

4.Teknologi
Para ekonom menyatakan bahwa kemajuan teknologi merupakan sumber
terpenting pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap tidak mengikuti
proses sejarah secara gradual, tidak terjadi terus-menerus dalam suatu keadaan
yang tidak bisa ditentukan. Dinamika dan diskontiniuitas tersebut berkaiatan erat
dan ditentukan oleh inovasi-inovasi dalam bidang teknologi.
Kemajuan teknologi mencakup dua bentuk, yaitu inovasi produk dan
inovasio proses. Inovasi produk berkaitan dengan produk-produk baru yang
sebelumnya tidak ada atau pengembangan produk-produk sebelumnya. Sedangkan
inovasi proses merupakan penggunaan teknik-teknik baru yang lebih murah dalam
memproduksi produk-produk yang telah ada.
Islam tidak menantang konsep tentang perubahan teknologi seperti
digambarkan di atas, bahkan dalam kenyataannya Islam mendukung kemajuan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 281


Modul Ekonomi Syariah

teknologi. Perintah Al-quran untuk melakukan pencarian dan penelitian cukup


banyak dalam Al-Quran. Dalam terma ekonomi bisa disebut dengan penelitian dan
pengembangan (research and development) yang menghasilkan perubahan
teknologi. Dalam Al-quran juga ada perintah untuk melalukan eksplorasi segala
apa yang terdapat di bumi untuk kesejahteraan manusia. Eksplorasi ini jelas
membutuhkan penelitian untuk menjadikan sumberdaya alam tersebut berguna dan
bermanfaat bagi manusia.

Integrasi Pertumbuhan dengan Pemerataan (Growth With Equity)


Dr.Muhammad Qal’ah Jey dalam buku Mabahits fi Al-Iqtishad al-Islamy
mengatakan bahwa salah satu tujuan ekonomi Islam adalah mewujudkan
pertumbuhan ekonomi. Tetapi dalam point ini terdapat sebuah pertanyaan besar
yaitu, apakah yang menjadi prioritas dalam pertumbuhan ekonomi itu pemerataan
(growth with equity) atau pertumbuhan itu sendiri (growth) an sich. Jawaban
pertanyaan tersebut adalah bahwa Islam membutuhkan kedua aspek tersebut. Baik
pertumbuhan (growth) maupun pemerataan (equity), dibutuhkan secara simultan.
Islam tidak akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi, karena memang
pertumbuhan (growth) sangat dibutuhkan.Pada sisi lain, Islam juga tetap
memandang pentingnya pemerataan, karena pertumbuhan ekonomi tidak
menggambarkan kesejahteraan secara menyeluruh, terlebih apabila pendapatan dan
faktor produksi banyak terpusat bagi sekelompok kecil masyarakat.
Karena itu, teknik dan pendekatan baru yang harus dilakukan dalam
pembangunan menurut perspektif ekonomi Islam, adalah bahwa kita harus
meninggalkan penggunaan model-model pertumbuhan agregatif yang lebih
menekankan maksimalisasi tingkat pertumbuhan sebagai satu-satunya
indeks perencanaan pembangunan. Karena itu, pertumbuhan ekonomi dan
perkapita yang tinggi, bukan menjadi tujuan utama. Sebab apalah artinya perkapita
tinggi, tapi berbeda sama sekali dengan kondisi riil, kemiskinan menggurita dan
kesenjangan tetap menganga. Sebagai contoh, kita bisa melihat PDB Indonesia
pada tahun 2000. menurut perhitungan Badan Statistik, selama tahun 2000 itu,
PDB tumbuh 4,8%. Pendapatan perkapita Indonesia, telah meningkat 14,49 % dari
tahun sebelumnya. Berdasarkan perhitungan BPS tersebut, PDB penduduk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 282


Modul Ekonomi Syariah

Indonesia tahun lalu, mencapai US$.700 perkapita. Bila dirupiahkan angka


tersebut sekitar Rp. 6,3 Juta dalam perkapita pertahun. Dengan peningkatan
perkapita menjadi Rp. 6,3 juta, peringkat Indonesia di Asia Tenggara mengalami
perbaikan dibanding dengan saat krisis ekonomi memuncak. Pendapatan rata-rata
penduduk Indonseia setidaknya masih lebih tinggi dari Vietnam (US$. 370),
Kamboja (US$. 280) dan Laos (US$. 263). Namun peringkat Indonesia masih
dibawah Myanmar (US$. 765), Philipina (US$. 1046), Thailand (US$. 1909) dan
sangat jauh dibawah Malaysia (US$. 3248), Brunai (US$. 20.400) dan Singapura
(US$. 22.710).
Dari data pertemuan ekonomi Indonesia yang tampak membaik itu, kita
tidak boleh langsung bergembira dan menyatakan bahwa pemulihan ekonomi
rakyat Indonesia mulai berhasil. Harus dicatat, meskipun pertumbuhan ekonomi
Indonesia setinggi langit, misalnya mencapai 20%, dan perkapita mencapai US$.
3.200, seperti Malaysia. Hal ini belum tentu menggembirakan kita, bila ditinjau
dari perspektif ekonomi Islam, karena mungkin saja pertumbuhan yang tinggi
berada di tangan segelintir konglomerat tertentu.
Menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi melalui indikator PDB
Domestik Bruto dan perkapita semata, tidaklah tepat. Dalam paradigma ekonomi
Islam pertumbuhan haruslah sejalan dengan keadilan dan pemerataan pendapatan.
Perhitungan perkapita merupakan perhitungan agregat yang belum tentu
mencerminkan kondisi riil. Angka rata-rata itu diperoleh berdasarkan pembagian
atas Produk Domestik Bruto oleh jumlah penduduk. Sehingga jumlah penduduk
sebagai faktor pembagi makin besar, sudah tentu hasil angka perkapita yang
diperoleh semakin kecil, demikian pula sebaliknya. Wilayah Jabotabek misalnya,
angka pendapatan perkapitanya pasti akan sangat besar, sebab pertumbuhan
ekonomi lebih terkonsentrasi di wilayah itu. Tetapi bila seluruh penduduk yang
mayoritas tinggal di desa disertakan sebagai faktor pembagi tadi, maka perkapita
secara nasional menjadi berkurang. Jadi kesimpulannya, PDB dan perkapita tidak
dapat menggambarkan kondisi riil. Karena itu, PDB yang tinggi belum cukup
menggambarkan perbaikan ekonomi rakyat secara adil. Hal ini karena masih
banyak penduduk Indonesia tidak memiliki penghasilan tetap, dan malah dibawah
garis kemiskinan, misalnya penduduk Indonesia di kawasan timur dan kawasan-

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 283


Modul Ekonomi Syariah

kawasan lainnya sebagai contoh di kawasan pegunungan Cartenz, daerah operasi


PT. Freeport Indonesia, kawasan yang tampak makmur, hanyalah Tembaga Pura.
Di luar wilayah itu, banyak penduduk yang belum mendapat kesempatan
memperoleh penghasilan tetap. Namun dalam perhitungan PDB perkapita, mereka
yang fuqara’ dan masakin ini dimasukkan kedalam faktor pembagi, sehingga
seolah-olah mereka memperoleh penghasilan tetap mencapai Rp. 6,3 juta pertahun
(sekitar Rp. 525.000) perbulan. Mereka seolah-oleh pula menikmati kue
pembangunan. Padahal sejatinya, mereka hidup dibawah garis kemiskinan.
Kondisi ini sekaligus menjadikan gambaran yang jelas, betapa
kesenjangan antara yang kaya dan miskin di negeri ini telah sedemikian hebatnya.
Realita disparitas ekonomi ini tidak saja terjadi di Indonsia dan negara – negara
berkembang lainnya, tetapi juga negara – negara maju yang menjadi pendekar
kapitalisme, seperti Amerika Serikat.
Berdasarkan kondisi ketimpangan internasional dan labilnya pasar, maka
negara Islam, organisasi dan lembaga Islam lainnya turut serta secara aktif
mencapai tujuan khusus ekonomi pembangunan yaitu growth with equity.
Pertumbuhan : suatu keniscayaan
Jadi, Meskipun Islam menekankan keadilan sosio – ekonomi dalam
pertumbuhan, hal ini tidak berarti bahwa Islam tidak mementingkan pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi merupakan tuntutan obyektif dan harus dilakukan dengan
cepat dan dalam proporsi yang besar. Tanpa pertumbuhan ekonomi, keadilan
memang dapat dirasakan, tetapi masih sulit untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagian, karena proporsi kue ekonomi yang dibagikan masih kurang cukup.
Dalam rangka pencapaian keadilan sosio – ekonomi yang dapat
membahagiakan itulah realisasi pertumbuhan ekonomi memang sangat diperlukan.
Tetapi tetap tak bisa terlepas dari sistem distribusi kue ekonomi yang berdimensi
keadilan, baik untuk jangka sekarang maupun mendatang.
Untuk mewujudkan pemerataan, menurut M. Umer Chapra, setidaknya
ada lima unsur utama yang harus dilakukan. Pertama, mengadakan pelatihan dan
menyediakan lowongan kerja bagi pencari kerja, sehingga terwujud full
employment. Kedua, memberikan sistem upah yang pantas bagi karyawan. Ketiga,
mempersiapkan asuransi wajib untuk mengurangi penganguran, kecelakaan kerja,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 284


Modul Ekonomi Syariah

tunjangan hari tua dan keuntungan – keuntungan lainnya. Keempat, memberikan


bantuan kepada mereka yang cacat mental dan fisik, agar mereka hidup layak.
Kelima, mengumpulkan dan mendayagunakan zakat, infaq, dan sedaqah, melalui
undang – undang sebagaimana undang – undang pajak.
Dengan upaya upaya itu, maka kekayakan tidak terpusat pada orang –
orang tertentu. Al–Qur’an dengan tegas mengatakan, “kekayaan hendaknya tidak
terus – menerus beredar di kalangan orang – orang kaya saja”. ( QS. 59 : 7 ).
Selanjutnya menurut Umer Chapra ada lima tindakan kebijakan
pembangunan ekonomi (economic development) yang disertai dengan keadilan dan
stabilitas, yaitu :
1. Memberikan kenyamanan kepada faktor manusia
2. Mereduksi konsentrasi kekayaan
3. Melakukan restrukturisasi ekonomi
4. Melakukan restrukturisasi keuangan, dan
5. Rencana kebijakan strategis

Gambar 2 : Economic Development with Equity and Stability

Manusia merupakan elemen pokok dari setiap program pembangunan.


Mereka adalah tujuan sekaligus sebagai sasaran pembangunan. Apabila mereka
tidak dipersiapkan secara tepat untuk dapat memberikan konstribusi positif
terhadap pembangunan, tidak mungkin akan berhasil mengaktualisasikan tujuan-
tujuan pokok Islam dalam pembangunan. Karena itu, tugas yang paling
menantang di depan setiap negara muslim adalah memotivasi faktor manusia

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 285


Modul Ekonomi Syariah

untuk melakukan aktivitas konstruktif bagi pembangunan yang berkeadilan. Setiap


individu harus memberikan apa yang terbaik dengan bekerja keras dan efisisen
yang disertai integritas, kejujuran, disiplin dan siap berkorban untuk mengatasi
hambatan hambatan dalam perjalanan pembangunan.

Prinsip Pembangunan Ekonomi Menurut Islam


Pada uraian terdahulu telah dipaparkan bahwa ekonomi pembangunan
modern telah mengalami fase-fase perkembangan yang cukup signifikan.
Walaupun fase-fase tersebut dilalui dengan cukup lama, namun tidak memberikan
dampak positif bagi pembangunan ekonomi dunia yang sejahtera dan adil.
Ketika Islam menawarkan konsep pembangunannya yang berdasarkan
Alquran dan Sunnah, maka alasan pertama munculnya konsep ekonomi
pembangunan ini adalah didasari adanya kebutuhan akan suatu konsep alternatif
yang layak diterapkan bagi pembangunan negara-negara mulim. Hal ini diperkuat
dengan kenyataan bahwa konsep pembangunan ekonomi model Barat yang selama
ini diterapkan hampir dua abad di hampir seluruh negara-negara dunia ternyata
tidak cocok dengan jiwa dan prinsip-prinsip yang dianut oleh negara-negara
muslim. Itu terlihat pada realita pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang. Maka tidak aneh, jika banyak kritik yang menyatakan bahwa konsep
pembangunan Barat yang lahir dari teori kapitalis malah bisa merusak masa depan
pembangunan negara-negara muslim tersebut.
Islam sangat memperhatikan masalah pembangunan ekonomi, namun
tetap menempatkannya pada persoalan pembangunan yang lebih besar, yaitu
pembangunan umat manusia. Fungsi utama Islam adalah membimbing manusia
pada jalur yang benar dan arah yang tepat. Semua aspek yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi harus menyatu dengan pembangunan ummat manusia
secara keseluruhan.
Dr. Abdullah Abdul Husein At-Tariqy mengungkapkan, ”Banyak ahli
ekonomi Islam dan para fuqaha yang memberikan perhatian terhadap persoalan
pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi bukan hanya aktivitas
produksi material saja. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi merupakan aktivitas
menyeluruh dalam bidang produksi yang terkait erat dengan keadilan distribusi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 286


Modul Ekonomi Syariah

Pertumbuhan ekonomi bukan hanya diukur dari aspek ekonomi, melainkan


sktivitas manusia yang ditujukan untuk pertumbuhan dan kemajuan sisi material
dan spiritual manusia sekaligus.
Dari kajian para ulama dapat dirumuskan dasar-dasar filosofis
pembangunan ekonomi ini, yaitu : 1. Tauhid rububiyah, yaitu menyatakan dasar-
dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur model pembangunan yang
berdasarkan Islam. 2. Keadilan, yaitu pembanguan yang tidak pincang (senjang),
tetapi pembangunan ekonomi yang merata (growth with equity) 3. Khilafah, yang
menyatakan bahwa manusia adalah wakil Allah Allah di muka bumi untuk
memakmurkan bumi dan bertangung jawab kepada Allah tentang pengelolaan
sumberdaya yang diamanahkan kepadanya. dan 4. Tazkiyah.yaitu mensucikan
manusia dalam hubugannya dengan Allah., sesamanya dan alam lingkungan,
masyarakat dan negara.
Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas dapat diperjelas bahwa prinsip
pembangunan ekonomi menurut Islam adalah :
1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan
mengandung unsur spiritual, moral dan material. Pembangunan merupakan
aktivitas yang berorientasi pada tujuan dan nilai. Aspek material, moral,
ekonomi, sosial spiritual dan fiskal tidak dapat dipisahkan. Kebahagian
yang ingin dicapai tidak hanya kebahagian dan kesejahteraan material di
dunia, tetapi juga di akhirat.
2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya.
Ini berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang
menegaskan bahwa wilayah operasi pembangunan adalah lingkungan fisik
saja. Dengan demikian Islam memperluas wilayah jangkauan obyek
pembangunan dari lingkungan fisik kepada manausia.
3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua
usaha harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak
menimbulkan ketimpangan.
4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada,
a. Pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat
manusia dan lingkungannya semaksimal mungkin.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 287


Modul Ekonomi Syariah

b. Pemanfaatan sumberdaya tersebut melalui pembagian,


peningkatannya secara merata berdasarkan prinsip keadilan dan
kebenaran. Islam menganjurkan sikap syukur dan adil dan
mengutuk sikap kufur dan zalim.

Gambar 3 : Dasar-Dasar Filosofi Pembangunan Ekonomi versi


Kursyid Ahmad

Dasar-dasar filosofi di atas hampir sama dengan yang dirumuskan oleh


Masudul Alam Choudhury dengan prisma ekonomi Islam. Thesa prisma ekonomi
Islam yang dikemukan Choudury sebagai prinsip-prinsip pembangunan ekonomi
yang harus diberlakukan oleh perancang ekonomi pembangunan dalam
membangun perekonomian negara dann masyarakat sebagaimana terlihat pada
gambar

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 288


Modul Ekonomi Syariah

Gambar 4 : Prisma Ekonomi Islam versi ChoudhuryProfessor


M.A.Mannan menilai bahwa konsep pembangunan dalam Islam memiliki
keunggulan dibandingkan konsep modern tentang pembangunan. Keunggulan
tersebut terletak pada motivasi pembangunan ekonomi dalam Islam, tidak hanya
timbul dari masalah ekonomi manusia semata-mata tetapi juga dari tujuan ilahi
yang tertera dalam Al-quran dan Hadits.
Memang harus diakui bahwa pertumbuhan perkapita sangat tergantung
kepada sumberdaya alam. Namun sumberdaya alam saja bukan syarat yang
cukup untuk pembangunan ekonomi. Masih dibutuhkan satu syarat lain yang
utama yaitu perilaku manusia. Perilaku ini memainkan peran yanag sangat penting
dalam pembangunan ekonomi. Untuk itu harus ada upaya menempa perilaku
manusia tersebut ke arah yang mendukung pembangunan. Dalam hal ini negara-
negara muslim pada dasarnya lebih berpotensi dan tidak mengalami kesulitan
seperti dialami oleh negara-negara sekuler dalam upaya menempa perilaku
manusia tersebut. Untuk itu peran ulama juga sangat dibutuhkan.
Model Pembangunan Ibnu Khaldun, 1332-1404 M
Model pembangunan Ibnu Khaldun dapat ditunjukkan dalam hubungan
fungsional berikut:
G = f (S, N, W, g, j)
G menjadi variabel dependent karena fokus analisis Ibnu Khaldun adalah
menjelaskan jatuh bangun-nya sebuah negara atau peradaban.
Menurut Ibnu Khaldun, kekuatan dan kelemahan suatu pemerintahan
bergantung pada kekuatan dan kelemahan otoritas politik (wazi’) yang
dikandungnya. Dalam jangka panjang, otoritas politik (G) harus menjamin
kesejahteraan rakyat (N) dengan menyediakan lingkungan yang kondusif untuk
pembangunan (g), distribusi pendapatan (W), dan penegakan keadilan (j) melalui
implementasi syariah (S). Ibnu Khaldun menjelaskan perlunya pembangunan yang
terdiri atas pengembangan syariah (S), pengembangan masyarakat (N),
peningkatan kekayaan (W), penegakan keadilan dan pembangunan (j&g), dan
peran pemerintah (G).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 289


Modul Ekonomi Syariah

M. Umar Chapra memformulasikan pemikiran Ibnu


Khaldun dalam suatu siklus yang berurutan, lengkap dengan hubungan sebab
akibat antar komponen pembangunan. Menurut Chapra kelima komponen itu
bergerak dalam dua siklus, yaitu siklus kemajuan dan siklus kemunduran  Siklus
Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, 2000.
Siklus kemajuan: syariah (S)  masyarakat (N)  kekayaan (W) 
keadilan dan pembangunan (j&g)  pemerintah (G)  syariah (S).
Siklus kemunduran: keadilan dan pembangunan (j&g)  kekayaan (W)
 masyarakat (N)  syariah (S)  pemerintah (G)  keadilan dan pembangunan
(j&g)

Dalam siklus kemajuan arahnya: syariah (S)  masyarakat (N) 


kekayaan (W)  keadilan & pembangunan (j&g)  pemerintah (G)  syariah
(S).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 290


Modul Ekonomi Syariah

 Tanamkan kesadaran syariah (S), kemudian kembangkan


masyarakat sehingga terciptalah masyarakat (N) yang paham
syariah.
 Langkah selanjutnya adalah meningkatkan kekayaan (W)
masyarakat paham syariah ini.
 Bila ini tercapai maka aspek pembangunan lainnya tidak dapat
diabaikan dan yang terpenting adalah penegakan keadilan dan
pembangunan (j&g).
 Pada tahap ini kita memiliki masyarakat paham syariah yang kaya
dan berkeadilan.
 Tahap selanjutnya adalah menegakkan pemerintahan yang kuat (G).

Dalam siklus kemunduran arahnya: keadilan & pembangunan (j&g) 


kekayaan (W)  masyarakat (N)  syariah (S)  pemerintah (G)  keadilan &
pembangunan (j&g). Jika keadaan anarkis dan chaos, dimana hukum tidak
ditegakkan dan pembangunan tidak berorientasi pada keadilan (j&g)  maka
kekayaan yang telah terakumulasi akan sirna (W) terjarah oleh tindakan anarkis
 lapangan kerja dan kegiatan masyarakat menyusut (N)  syariah terasa seperti
utopia (S)  dan akhirnya melemahnya pemerintahan (G). Dengan strategi yang
tepat, siklus kemunduran ini dapat dibalik menjadi siklus kemajuan. Misalkan,
menyusutnya kegiatan mayarakat dan lapangan kerja menjadi titik balik
kesadaran masyarakat untuk kembali kepada syariah (S). Ramainya kesadaran
untuk kembali kepada syariah akan mendorong bangkitnya lagi masyarakat,
sehingga siklusnya berubah menjadi siklus kemajuan.
Model Ibnu Khaldun G = f (S, N, W, g, j) tidak selalu berputar searah,
namun bisa menjadi hubungan sebab akibat multi-arah dan saling bergantung.
Variabel independen dapat menjadi variabel dependen dan yang lainnya menjadi
variabel independen. Dengan kata lain, mekanisme pemicu kejatuhan suatu
peradaban (yang dalam model Ibnu Khaldun disebabkan oleh kegagalan G), tidak
selalu sama bagi semua masyarakat. Disintegrasi keluarga, yang merupakan bagian
dari N, dapat memicu kemerosotan SDM (N) yang merupakan elemen dasar

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 291


Modul Ekonomi Syariah

pembangun peradaban. Kelemahan dalam perekonomian (W) dapat dipicu oleh


sistem ekonomi yang cacat (S) atau nilai-nilai dan institusi yang tidak berguna (S).

C. LATIHAN SOAL
1. Apa yang dimaksud dengan teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
? Bagaimana kriteria pertumbuhan ekonomi dalam pandangan ekonomi
kapitalis, sosialis dan Islam !
2. Tujuan pembangaunan ekonomi adalah keadilan bagi seluruh warga negara,
jelaskan konsep keadilan ekonomi dalam pandangan kapitalis, sosialis dan
Islam !
3. Jelaskan bagaimana model pembangunan ekonomi Islam yang dikemukan
oleh Umar Chapra yang diadopsi dari pemikiran Ibnu Khaldun !
4. Ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam ekonomi pembangunan
antara lain diukur dengan pendapatan per kapita, bagaimana pandangan
anda mengenai parameter pertumbuhan ekonomi suatu negara ini !

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 292


Modul Ekonomi Syariah

D. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Abdul Husein At-Tariqy, Al-Iqtishad Al-Islami, Ushuluhu wa Mubaun


wa Ahdaf, Dar An-Nafais, Kuwait, 1999
Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam. Terj. Doktrin Ekonomi Islam,
Dana Bhakti Waqaf, Yogyakarta, 1995,
Hasan Al-Banna, Majmu’at at-Rasail, Alexandaria, Darud Dakwah, 1989
Kursyid Ahmad, Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Islam, dalam Etika
Ekonomi Politik, Risalah Gusti, Jakarta, 1997
M.Abdul Mannan, Islamic Economiys, Theory and Practice, terj. M.Nastangin,
Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bakti Waqaf, 1997
M.Umer Chapra, Islam and Economic Development, USA, The Internasional
Institute of Islamic Though (IIIT), 1992
Masudul Alam Choudhuri, Contributions to Islamic Economic Theory, New York :
St.Martin’s, Press, 1986
Muhammad M.Akram Khan, Economic Message of Quran, (Kuwait, Islamic Book
Published, 1996)
Munawar Iqbal, Financing Economic Development, dalam bukuAbul Hasan
Muhammad Sadeq
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta, PT.Raja Grafindo
Persada, 199, edisi II.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 293


Modul Ekonomi Syariah

PERTEMUAN 14:
PERDAGANGAN INTERNASIONAL DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI SYARIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Pengertian, Tujuan, Sejarah dan
Perkembangan Ekonomi Syariah. Melalui Risetasi, Anda harus mampu :
1.1 Mendefinisikan Perdagangan Internasional secara tepat
1.2 Menjelaskan perdagangan internasional dalam ekonomi syariah
1.3 Menjelaskan perbedaan model perdagangan internasional
konvensional dan perdagangan internasional dalam ekonomi syariah

B. URAIAN MATERI
Secara umum perdagangan internasional merupakan sarana untuk
melakukan pertukaran barang dan jasa internasional. Dalam lima puluh tahun
terakhir, perdagangan internasional telah tumbuh dan berkembang secara drastis
dan dalam ukuran yang besar. Hal ini disebabkan oleh adanya kerjasama yang
dilakukan oleh berbagai negara untuk menghilangkan proteksi perdagangan dan
adanya keinginan untuk mempromosikan perdagangan barang dan jasa secara
bebas.
Perdagangan internasional merupakan elemen penting dari proses
globalisasi. Membuka perdagangan dengan berbagai negara di dunia akan
memberikan keuntungan dan membawa pertumbuhan ekonomi dalam negeri, baik
secara langsung berupa pengaruh yang ditimbulkan terhadap alokasi sumber daya
dan efesiensi, maupun secara tidak lansung berupa naiknya tingkat investasi.
Setiap bentuk hambatan dan proteksi merupakan sumber distorsi pada perdagangan
internasional yang harus dihindari dan dihapuskan.
Pada tahun 1995 terbentuk organisasi perdagangan dunia WTO (World
Trade Organization). WTO berperan besar dalam mempromosikan perdagangan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 294


Modul Ekonomi Syariah

bebas dalam proses globalisasi. Tujuan utama dari didirikanya WTO adalah untuk
mendorong dan mengembangkan liberalisasi perdagangan dan menyediakan
sebuah sistem perdagangan dunia yang aman. Disamping itu, WTO berperan besar
dalam menjalankan setiap aturan yang telah ditetapkan dalam setiap perjanjian
perdagangan dunia seperti Uruguay Round Second dan perjanjian pada
GATT(General Agreement on Tarriffs and Trade).
Salah satu konsekuensi dari lahirnya perjanjian dalam WTO adalah
bahwa setiap negara yang ada didunia akan berada dalam level dan tingkat yang
sama dalam perdagangan internasional. Keadaan ini menjadikan negara-negara
yang sedang berkembang berada dalam skenario ekonomi global dan bersaing
dengan negara-negara maju. Liberalisasi perdagangan merupakan tantangan bagi
negaranegara miskin dan negara yang sedang berkembang untuk bisa
mempertahankan ekonominya dan ikut dalam persaingan global (Afrinaldi, 2006).

Pengertian Perdagangan Internasional


Definisi Perdagangan Internasional Secara etimologis, perdagangan
adalah segala bentuk kegiatan menjual dan membeli barang atau jasa di suatu
tempat, yang di sana terjadi keseimbangan antara kurva permintaan dengan
penawaran pada satu titik yang biasa dikenal dengan nama titik ekuilibrium.
Sedangkan internasional berarti dunia yang luas dan global, bukan parsial ataupun
satu kawasan tertentu.
Maka, perdagangan internasional dapat diartikan, sejumlah transaksi
perdagangan/jual beli di antara pembeli dan penjual (yang dalam hal ini satu
negara dengan negara lain yang berbentuk ekspor dan impor) pada suatu pasar,
demi mencapai keuntungan yang maksimal bagi kedua belah pihak.
Hampir dapat dikatakan saat ini tidak ada satupun negara di dunia yang
tidak menjalin hubungan dengan negara lain. Hubungan antarnegara umumnya
dilakukan oleh negara-negara di dunia dengan cara mendirikan perwakilan negara
tersebut di negara lain seperti Kedutaan Besar, Konsulat Jenderal. Dalam bidang
ekonomi, hubungan dengan negara lain diwujudkan dalam bentuk saling
mengadakan kegiatan perdagangan atau yang dikenal sebagai perdagangan
internasional. Perdagangan internasional adalah hubungan perdagangan barang dan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 295


Modul Ekonomi Syariah

jasa antar dua negara atau lebih. Batasan lain tentang perdagangan internasional
adalah proses tukar-menukar barang dan jasa kebutuhan antara dua negara atau
lebih yang berbeda hukum dan kedaulatan dengan memenuhi peraturan yang
diterima secara internasional.
1. Perdagangan internasional memberikan keuntungan bagi negara-negara
pelakunya, karena negara dapat menjual barang-barangnya ke luarnegeri
yang dapat meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan penduduknya.
Perbedaan-perbedaan dalam sifat dan cara-cara antara perdagangan
internasional dengan perdagangan dalam negeri disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:Perbedaan negara, menyebabkan adanya perbedaan dalam
hukum peraturan jual beli, uang, peraturan bea, dan sebagainya.
2. Perbedaan bangsa dan daerah, menyebabkan perbedaan dalam kebiasaan,
adat istiadat, kesukaan, musim dan kondisi pasar
3. Perbedaan yang disebabkan oleh keadaan politik, sosial, ekonomi dan
kultural.

Manfaat Perdagangan Internasional


1. Manfaat perdagangan internasional bagi suatu negara, antara
lain:Memenuhi kebutuhan suatu barang yang tidak dapat diproduksi di
dalam negeri
2. Menerima devisa dari bea impor dan ekspor barang
3. Terjadi alih tekhnologi yang saling menguntungkan
4. Memperluas pasar bagi barang-barang hasil produksi dalam negeri
5. Mempercepat pertumbuhan ekonomi
6. Mempererat hubungan persahabatan antar negara

Hambatan dalam Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara tidak lepas dari
kemungkinan adanya faktor-faktor penghambat. Hambatan-hambatan perdagangan
internasional antara lain sebagai berikut:
 Kebijakan Proteksi. Kebijakan proteksi adalah tindakan pemerintah yang
membatasi masuknya barang impor ke dalam negeri. Kebijakan ini

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 296


Modul Ekonomi Syariah

dilakukan untuk melindungi (protection) industri dalam negeri dari


kemungkinan bangkrut sebagai akibat serbuan pasar barang sejenis dari
luar negeri.
 Penetapan Tarif Impor. Penetapan tarif impor adalah pembebanan bea
masuk (import duties) terhadap barang-barang yang melewati batas suatu
negara. Jenis-jenisnya ialah bea ad valorem (bea harga), bea specific,
danbea compound (bea specific ad valorem). Tarif impor akan dibebankan
pada harga jual barang atau jasa yang akan dibeli konsumen, sehingga
menyebabkan harga barang atau jasa bertambah tinggi.
 Penetapan Kuota. Kuota adalah pembatasan jumlah barang impor yang
masuk ke dalam negeri. Penetapan kuota akan berpengaruh terhadap
terbatasnya jumlah barang atau jasa di pasar negara tersebut.
 Politik Dumping. Politik dumping adalah pemberlakuan harga jual lebih
murah di pasar negara importir dibanding harga di negara ekspotir. Tujuan
penerapan poltik dumping adalah untuk meningkatkan jumlah ekspor
barang ke negara lain.
 Pemberian Subsidi. Subsidi adalah pemberian dana atau fasilitas dari
pemerintah kepada produsen dalam negeri. Tujuan subsidi berupa dana atau
fasilitas kepada produsen dalam negeri adalah untuk meningkatkan
kapasitas ekspor.

Alasan Negara-Negara Melakukan Hubungan dengan Negara Lain


Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional, di antaranya sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 297


Modul Ekonomi Syariah

5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain.
8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat
hidup sendiri.

Beberapa ratus tahun yang lalu, aliran Merkantilis mengira bahwa


perdagangan internasional merupakan transaksi untung-rugi atau win-lose deal.
Menurut aliran ini, ekspor adalah sesuatu yang menguntungkan (win) sedangkan
impor adalah sebuah hal yang merugikan (lose) sehingga negara harus mengejar
ekspor dan menghindari impor. Namun, sejak permulaan abad ke-19, para ekonom
pasar berpendapat sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa perdagangan
internasional merupakan transaksi yang saling menguntungkan atau win-win deal,
karena beberapa alasan berikut:

1. Perdagangan internasional menyangkut dua transaksi ketika dua


negara saling melakukan ekspor dan impor yang saling menguntungkan.
Sebagai contoh, jika Indonesia sama sekali tidak mengimpor barang dari
Australia, maka Australia pun tidak dapat membeli barang yang kita ekspor
ke negara tersebut, karena Australia tidak memiliki uang rupiah. Uang
rupiah ini baru diperoleh jika Australia mengekspor barang atau jasa ke
Indonesia.
2. Perdagangan internasional memberikan keanekaragaman barang dan
jasa. Kita dapat membayangkan jika Indonesia tidak mempunyai hubungan
perdagangan internasional dengan negara lain di dunia. Keanekaragaman
barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar dalam negeri Indonesia akan
sangat terbatas. Misalnya, kita tidak menemui komputer buatan Amerika,
tidak ada jam tangan buatan Swiss, atau mobil dari Jepang. Sekalipun
Indonesia dapat mengembangkan industri substitusi impor untuk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 298


Modul Ekonomi Syariah

memproduksi mobil sendiri, biaya produksinya akan melebihi harga mobil


impor dari Jepang.
3. Perdagangan internasional dapat mendatangkan efisiensi. Suatu negara
yang mencoba memenuhi segala kebutuhan barang dan jasanya sendiri
(selfsufficient economies) tidak akan mencapai efisiensi dalam
perekonomiannya. Hanya dengan perdagangan internasional, maka
efisiensi dapat dihasilkan dan kedua negara akan saling mendapat
keuntungan karena faktor-faktor berikut: aneka sumber daya alam, skala
ekonomi, dan perbedaan selera. Ketiga faktor tersebut merupakan
pandangan umum (common views) yang menjelaskan mengapa
perdagangan internasional antara dua negara dapat saling mendatangkan
keuntungan. Selain pandangan umum ini, masih ada pandangan spesifik
(specific views) yang menjelaskan mengapa perdagangan internasional
harus terjadi dan tidak dapat dielakkan. Pandangan spesifik tersebut adalah
spesialisasi.

Konsep Ekonomi Modern tentang International Trade


a. Konsep Spesialisasi
Perdagangan internasional antara dua negara dapat berlangsung karena
masing-masing negara ingin memanfaatkan keuntungan yang ditimbulkan oleh
perdagangan internasional itu sendiri, yaitu spesialisasi. Konsep spesialisasi
digunakan David Ricardo pada tahun 1817 untuk menunjukkan manfaat dalam
perdagangan internasional. Setiap negara harus menspesialisasikan diri pada
komoditas yang dapat diproduksi secara efisien untuk diekspor ke negara lain,
mengimpor komoditas yang tidak dapat diproduksi secara efisien dari negara lain.
Agar konsep ini dapat lebih dipahami, berikut digunakan contoh dua negara,
Thailand dan Indonesia dengan dua komoditas berbeda, misal beras dan semen.
Tabel 1. Batas Kemungkinan Produksi (dalam ton)
Negara Beras Semen
Thailand 200 100
Indonesia 80 80

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 299


Modul Ekonomi Syariah

Tabel di atas menunjukkan ’batas kemungkinan produksi’ antara


Thailand dan Indonesia. Thailand mempunyai keunggulan absolut atas Indonesia
di kedua produksi barang, yaitu beras dan semen, karena Thailand dianugerahi
sumber alam yang cocok untuk memproduksi kedua komoditas tersebut lebih
banyak dari Indonesia.

Jika Thailand menggunakan seluruh faktor produksinya yang terdiri atas


tanah, kapital, dan tenaga kerja untuk memproduksi beras, maka Thailand dapat
menghasilkan 200 ton beras. Di lain pihak, jika Indonesia memakai seluruh faktor
produksinya untuk menghasilkan beras, maka Indonesia dapat menghasilkan 80
ton beras. Pada grafik di atas juga ditunjukkan bahwa jika Thailand
mengalokasikan seluruh faktor produksinya ke produksi semen, maka Thailand
dapat menghasilkan 100 ton semen. Di sisi lain, jika Indonesia menggunakan
seluruh faktor produksinya untuk membuat semen, maka Indonesia dapat
menghasilkan 80 ton semen.
Jika kita melihat, ternyata Thailand memiliki keunggulan absolut atas
Indonesia dalam produksi beras dan semen. Namun, keunggulan absolut yang
dimiliki Thailand ini bukan berarti bahwa Indonesia tidak dapat mengekspor
barang apapun ke Thailand. Jenis barang yang harus diproduksi dan diekspor
Indonesia ke Thailand adalah barang yang bersifat dan sesuai dengan prinsip
keunggulan komporatif (comparative adventages).

b. Prinsip Keunggulan Komparatif

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 300


Modul Ekonomi Syariah

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, perdagangan ekspor dan impor


antarnegara terjadi bukan karena satu negara mempunyai keunggulan absolut atas
negara lain, tetapi karena satu negara mempunyai keunggulan komparatif.
Keunggulan abolut adalah kemampuan suatu negara untuk memproduksi barang
yang lebih banyak dari negara lain dengan menggunakan jumlah input yang sama.
Adapun keunggulan komparatif adalah kemampuan suatu negara untuk
memproduksi barang dengan biaya kesempatan (opportunity cost) yang lebih
murah dari negara lain.
Dalam perhitungan biaya kesempatan, kita harus melihat kembali grafik
yang lalu tentang batas kemungkinan produksi. Sebagi contoh, biaya kesempatan
yang hilang (opportunity cost foregone) jika Thailand mengkhususkan diri
memproduksi 100 ton semen adalah tidak memproduksi 200 ton beras. Secara
matematis, 1 ton bernilai sama dengan 2 ton beras (200/100 ton). Di lain pihak,
biaya kesempatan yang hilang jika Indonesia mengkhususkan diri memproduksi 80
ton semen adalah tidak memproduksi 80 ton beras. Secara matematis, 1 ton semen
bernilai sama dengan 1 ton beras (40/40 ton).
Jika nilai 1 ton semen di Thailand sama dengan 2 ton beras, sementara
nilai 1 ton semen di Indonesia sama dengan 1 ton beras, maka secara komparatif,
biaya kesempatan produksi semen di Thailand lebih mahal dibandingkan dengan di
Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus mengkhususkan diri pada produksi
semen dan mengekspor sebagian semennya ke Thailand, sebaliknya Thailand
mengkhususkan diri pada produksi beras dan mengekspor sebagian berasnya ke
Indonesia.
Dalam prakteknya, prinsip keunggulan komparatif lebih kompleks karena
menyangkut tidak hanya dua barang dan dua negara. Selain itu, berbagai faktor
seperti: pemasaran, transportasi, dan produktivitas dapat mempengaruhi
spesialisasi yang harus diproduksi dan diekspor sesuai dengan prinsip keunggulan
komparatif (Hartono, 2006).

Problematika Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional berbeda dengan perdagangan domestik.
Perdagangan domestik yang berlangsung di dalam sebuah negara hampir tidak

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 301


Modul Ekonomi Syariah

memiliki hambatan apapun. Hal itu berbeda dengan perdagangan internasional.


Paling tidak, ada dua hambatan besar yang menyebabkan perdagangan
internasional tidak dapat berlangsung dengan lancar, yakni problematika
proteksionisme ekonomi oleh negara maju (melalui beberapa alatnya: embargo,
tarif, kuota), dan masalah exchange rates.
a. Proteksionisme.
Dalam perdagangan internasional, proses pertukaran barang dan jasa akan
melibatkan banyak negara. Masalah akan muncul apabila ada
kepentingankepentingan kelompok domestik tertentu yang berkeberatan atas
berlangsungnya perdagangan internasional tersebut. Untuk melindungi
kepentingan kelompok domestik dari ancaman arus barang dan jasa dari luar negeri
tersebut, maka negara akan menghadangnya dengan kebijakan politik berupa
penerapan tarif dan kuota. Inilah yang dikenal dengan istilah proteksionisme. Jika
setiap negara di dunia ini memiliki berbagai kebijakan protektif yang berbeda-
beda, maka hal itu akan menjadi penghambat bagi berlangsungnya proses
perdagangan internasional.

b. Exchange rates.
Exchange rates biasa dikenal dengan istilah kurs atau nilai tukar. Hampir
semua negara di dunia memiliki mata uang nasionalnya sendiri. Dari sinilah
masalah kurs akan muncul. Sebagai contoh, Jepang mengekspor mobilnya ke
Amerika. Pihak Amerika akan membayarnya dengan dolar Amerika, sedangkan
pihak Jepang ingin dibayar dengan yen. Adanya perbedaan mata uang yang ada di
berbagai negara itu membuat perdagangan internasional tidak dapat berlangsung
dengan mudah.
Dua masalah di atas dianggap sebagai jantung dari permasalahan
ekonomi internasional sampai saat ini, walaupun dalam perkembangannya,
masalah perdagangan internasional terus mengalami perkembangan yang semakin
kompleks. Untuk menjawab berbagai permasalahan perdagangan internasional
tersebut berbagai teori ekonomi internasional sudah dikembangkan. Bahkan, secara
khusus pasca Perang Dunia II telah dibentuk lembaga-lembaga internasional yang
diharapkan dapat mengatasi permasalahan ekonomi internasional tersebut. Ada

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 302


Modul Ekonomi Syariah

empat lembaga ekonomi utama yang diharapkan dapat menjadi sokoguru ekonomi
dunia, yaitu:
1. GATT (General Agreement on Tariffs and Trade).
2. Sistem kurs Bretton Woods.
3. Dana Moneter Internasional (IMF-International Monetary Fund).
4. Bank Dunia (World Bank).
Walaupun berbagai teori telah dikembangkan dan berbagai lembaga
internasional telah didirikan, dalam kenyataannya persoalan perdagangan
internasional tetap saja menjadi mimpi buruk, khususnya bagi negara-negara
miskin dan negara berkembang seperti Indonesia. Bahkan banyak pihak yang
semakin curiga terhadap keberadaan lembaga-lembaga internasional tersebut.
Lembaga itu dianggap didirikan hanya sebagai kedok untuk melestarikan
imperialisme negara industri maju terhadap negara-negara miskin dan berkembang
daripada sebagai solusi untuk mewujudkan tata ekonomi dunia yang berkeadilan.

Globalisasi dan International Trade


Isu-isu perdagangan global akhir-akhir ini semakin menonjol, terutama
setelah Konferensi WTO ke-III di Seattle tahun 1999. Kenyataannya, perdagangan
yang diatur oleh GATT (General Agreement on Trade and Tariffs) dengan yang
sekarang diatur oleh WTO (World Trade Organization) mengalami perubahan luar
biasa. Perdagangan yang diatur oleh WTO sejak berdirinya, 1994, merambah ke
bidang-bidang non-perdagangan. Ini dapat dilihat dari adanya TRIPs (Trade
Related Aspect of Intellectual Property’s Rights), TRIMS (Trade Related
Investment Measures), AOA (Agreement on Agriculture) maupun New Issues
yang sejak Konferensi WTO I di Singapura, terus menerus coba dipaksakan oleh
negara maju, yaitu Government Procurement (Belanja Pemerintah), Investasi,
Competition Policy (Kebijakan Persaingan), Lingkungan Hidup dan Perburuhan.
Dengan melebarnya lingkup kerja WTO, ditambah dengan kekuatan legal
binding dari agreements yang dihasilkannya, membuat WTO menjadi lembaga
dunia yang sangat berkuasa. Para anggota WTO kini harus tunduk sepenuhnya
pada agreements tersebut yang intinya membuat mereka harus meliberalisasikan
perekonomiannya secara terjadwal, disiplin, mengikat, progresif dan total. Ini

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 303


Modul Ekonomi Syariah

membuat ekonomi negara berkembang harus menyerahkan sepenuhnya kegiatan


ekonominya kepada mekanisme pasar bebas dan liberalisme ekonomi. Tidak ada
lagi kebebasan dan kemandirian untuk merancang dan menyusun sendiri model
perekonomiannya yang cocok dengan situasi dan kondisi negaranya
masingmasing. Di lain pihak, berbagai implementasi agreements tersebut
kenyataannya lebih banyak merugikan negara berkembang dan sementara itu
sangat sulit untuk diterapkan. Ini akan memposisikan mereka dalam keadaan kalah
dan lemah dalam menghadapi perekonomian negara maju. Hal ini nampak dari
ketidakpuasan para delegasi negara berkembang di dalam Konferensi WTO III di
Seattle tahun 1999 dan Konferensi WTO IV di Doha, Qatar tahun 2001 yang lalu.
Perundingan-perundingan yang terus berlangsung hingga kini,
nampaknya tidak membawa banyak kemajuan. Apa yang terjadi di WTO telah
membawa kepada dimensi internasional baru, yaitu kesadaran akan ketimpangan
dan ketidakadilan di WTO. Kekritisan orang terhadap WTO kini mulai terbuka,
berkat perlawanan terus menerus masyarakat sipil internasional terhadap WTO dan
terhadap agen-agen globalisasi lainnya. WTO adalah bukan sekedar masalah
perdagangan global, melainkan masalah power dan dominasi negara maju ke
negara berkembang.
Implementasi WTO menggambarkan adanya ketidakadilan dan
ketimpangan yang semakin lebar antara negara-negara maju dengan negaranegara
berkembang dan miskin (LDC). Negara berkembang meminta adanya tinjauan atas
implementasi yang ada, sehingga di dapat kesimpulan bagi pembenahan-
pembenahan. Akan tetapi hal tersebut selalu ditolak oleh negaranegara maju.
Implementasi yang terjadi bahkan menunjukkan kecurangankecurangan dari
negara maju. Hal ini nampak dalam berbagai negosiasi, klausul dan aturan-aturan
yang pada kenyataannya hanya menguntungkan negara maju dan memberi jalan
bagi kepentingan bisnis dan korporasi-korporasi raksasa di negara maju. Berbagai
manuver dan move terus menerus diupayakan negara maju yang semakin
mengarah pada ketidak-seimbangan luar biasa dan gap disparitas yang semakin
melebar (Setiawan, 2006).

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 304


Modul Ekonomi Syariah

Konsep Islam tentang International Trade


Islam memiliki pandangan yang khas dan sama sekali berbeda
dibandingkan dengan teori-teori yang ada. Pandangan Islam dalam persoalan
perdagangan internasional antara lain adalah:
a. Asas Perdagangan Didasarkan pada Pedagangnya, bukan Komoditi
Dalam permasalahan perdagangan, baik perdagangan domestik maupun
internasional, Islam menjadikan pedagang sebagai asas yang akan dijadikan titik
perhatian dalam kajian maupun hukum-hukum perdagangannya. Status hukum
komoditi yang diperdagangkan akan mengikuti status hukum pedagangnya.
Hukum dagang/jual-beli adalah hukum terhadap kepemilikan harta, bukan hukum
terhadap harta yang dimilikinya. Dengan kata lain, hukum dagang/jual-beli adalah
hukum untuk penjual dan pembeli, bukan untuk harta yang dijual atau yang dibeli.
Allah Swt. berfirman:
Allah telah menghalalkan jual-beli. (QS al-Baqarah [2]: 275).
Maknanya adalah, Allah telah menghalalkan jual-beli untuk manusia.
Rasulullah saw. juga bersabda:
Dua orang orang yang berjual-beli boleh memilih (akan meneruskan
jual-beli
mereka atau tidak) selama keduanya belum berpisah (dari tempat aqad).
(HR alBukhari dan Muslim).
Hukum bolehnya untuk memilih (khiyar) pada hadis di atas adalah untuk
penjual dan pembeli, bukan untuk komoditi yang diperjualbelikan.
Nabi saw. telah melarang jual beli dengan kerikil (lemparan) dan jual
beli
gharar. (HR Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa'i).
Larangan dalam hadis di atas merupakan pengharaman terhadap jenis
aktivitas jual-beli tertentu yang dilakukan oleh manusia, bukan larangan terhadap
komoditi yang diperjualbelikan manusia. Dari pandangan yang khas inilah
selanjutnya Islam memberikan berbagai aturan yang menyangkut perdagangan,
termasuk perdagangan internasional.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 305


Modul Ekonomi Syariah

b. Perdagangan Internasional Mengikuti Politik Luar Negeri


Menurut pandangan Islam, status pedagang internasional mengikuti
kebijakan politik luar negeri Islam. Dalam politik luar negeri Islam, negara-negara
di luar Darul Islam dipandang sebagai darul harbi. Darul harbi dibagi dua, yaitu
darul harbi fi'lan, yaitu negara yang secara real (de facto) sedang memerangi Islam,
dan darul harbi hukman, yaitu negara yang secara de facto tidak sedang berperang
dengan Islam. Berlandaskan pada pandangan politik luar negeri itulah, maka status
pedagang dapat dikelompokkan menjadi 4:

1. Pedagang yang berstatus sebagai warga negara. Warga negara Islam, yaitu
Muslim maupun non-Muslim (kafir dzimmi), mempunyai hak untuk
melakukan aktivitas perdagangan di luar negeri, sebagaimana kebolehan
untuk melakukan aktivitas perdagangan di dalam negeri. Mereka bebas
melakukan ekspor-impor komoditi apapun tanpa harus ada izin negara, juga
tanpa ada batasan kuota, selama komoditi tersebut tidak membawa dharar.
2. Pedagang dari negara harbi hukman. Pedagang dari negara harbi hukman,
baik yang Muslim maupun yang nonMuslim, memerlukan izin khusus dari
negara jika mereka akan memasukkan komoditinya. Izin bisa untuk pedagang
dan komoditinya, dapat juga hanya untuk komoditinya saja. Jika pedagang
dari negara harbi hukman tersebut sudah berada di dalam negara, maka dia
berhak untuk berdagang di dalam negeri maupun membawa keluar komoditi
apa saja selama komoditi tersebut tidak membawa
dharar.
3. Pedagang dari negara harbi hukman yang terikat dengan perjanjian.
Pedagang kafir mu'âhad, yaitu pedagang yang berasal dari negara harbi
hukman yang terikat perjanjian dengan Negara Islam, diperlakukan sesuai
dengan isi perjanjian yang diadakan dengan negara tersebut, baik berupa
komoditi yang mereka impor dari Negara Islam maupun komoditi yang
mereka ekspor ke Negara Islam.
4. Pedagang dari negara harbi fi'lan. Pedagang dari negara harbi fi'lan, baik
Muslim maupun non-Muslim, diharamkan secara mutlak melakukan ekspor
maupun impor. Perlakuan terhadap negara yang secara real memerangi Islam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 306


Modul Ekonomi Syariah

adalah embargo secara penuh, baik untuk kepentingan ekspor maupun impor.
Pelanggaran terhadap embargo ini dianggap sebagai perbuatan dosa.

c. Ketentuan Tarif/Bea Cukai


Dalam perdagangan internasional, Islam telah memberikan ketentuan
terhadap penetapan tarif, baik untuk ekspor maupun impor, yang biasa dikenal
dengan bea cukai. Menurut hukum Islam, bea cukai haram diambil untuk pedagang
warga negara terhadap komoditi apapun. Nabi saw. bersabda:
Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai. (HR Abu
Dawud,
Ahmad, al-Hakim).
Sesungguhnya orang yang memungut bea cukai itu berada dalam neraka.
Rasul
berkata, "Yakni Al-'Asyir." (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Adapun pedagang warga negara asing diperlakukan sesuai dengan yang
telah dikenakan terhadap pedagang warga Negara Islam ketika memasuki negara
asing tersebut. Jika pedagang warga Negara Islam memasukkan barang dagangan
dikenakan tarif bea masuk sebesar 10% (misalnya), maka bagi pedagang asing
yang masuk ke negara Islam juga dikenakan 10%. Tarif bea masuk 10%
diberlakukan sebagai balasan terhadap apa yang telah diperlakukan terhadap
pedagang warga Negara Islam di negara asing tersebut.

d. Ketentuan Sistem Kurs (Exchange Rates)


Ketika negara-negara di dunia masih menjalankan sistem mata uang
emas, persoalan kurs mata uang tidak pernah muncul. Dengan sistem emas ini,
perdagangan internasional mencapai puncak kemudahannya. Proses ekspor-impor
dapat berlangsung tanpa ada kendala apapun. Dalam sistem ini, satuan mata uang
terikat dengan emas dalam kadar tertentu yang diukur menurut berat
timbangannya. Ekspor dan impor yang dilakukan dengan menggunakan mata uang
emas hukumnya adalah mubah. Siapapun boleh memiliki mata uang emas, emas
batangan, bijih emas, perhiasan emas, dan bebas pula untuk mengekspor dan
mengimpornya. Namun demikian, saat ini sistem tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Seluruh dunia saat ini menggunakan mata uang kertas yang berbeda-beda untuk

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 307


Modul Ekonomi Syariah

setiap negara yang mengeluarkannya. Dengan adanya perbedaan mata uang


tersebut, menurut teori, ada tiga kemungkinan sistem kurs yang dapat
diberlakukan:
1. Sistem kurs tetap (fixed exchange rates).
2. Sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange
rates).
3. Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rates).
Dari tiga sistem kurs tersebut, ternyata Islam telah memiliki ketentuan
berbeda dari ketiganya. Sistem kurs dalam Islam sepintas hampir mirip dengan
sistem kurs mengambang bebas, karena Islam memberikan kebebasan penuh bagi
rakyatnya untuk melakukan transaksi berbagai valuta asing secara bebas (suka
sama suka). Akan tetapi, aturan tersebut tidak berhenti sampai di situ, karena masih
ada syarat lanjutannya, yaitu harus dilakukan secara kontan dan dalam satu tempat.
Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), "Juallah emas dengan perak
sesuka kalian, dengan (syarat harus) kontan." Emas dan perak yang dituju oleh
hadis tersebut adalah emas dan perak sebagai mata uang yang diberlakukan pada
masa Nabi saw. Ketentuan tersebut berlaku umum untuk transaksi-transaksi mata
uang sebagaimana yang berlaku saat ini (Triono, 2005).
Tujuan Kebijakan Ekonomi Eksternal
Beberapa tujuan kebijakan dapat diturunkan dari prinsip-prinsip dasar
Islam terkait hubungan internasional sebuah negara (Siddiqi, 1992):
 Melindungi dan mempromosikan kepentingan ekonomi penduduk
lokal, dengan prioritas pada pemenuhan kebutuhan dasar.
 Menjalankan aturan-aturan syariah yang berhubungan dengan
transaksi ekonomi untuk menjamin keadilan dan pemerataan.
 Memperkuat ummat dan menjalankan misi ummat Islam dalam
bekerjasama untuk memajukan kehidupan umat manusia pada skala
global.
Prioritas tertinggi ada pada tujuan ketiga dimana ia mendefinisikan raison
d’etre dari ummat.
Perdagangan Internasional Masa Awal Islam

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 308


Modul Ekonomi Syariah

 Mendorong trade creation dengan menghapus hambatan-hambatan


perdagangan
 Sebelum Islam datang, setiap suku di pedesaan biasa membayar
pajak (ushr) jual-beli (maqs) sebesar 10% dari nilai barang atau satu
dirham untuk setiap transaksi.
 Setelah negara Islam berdaulat di seluruh semenanjung Arab, Nabi
Muhammad SAW menghapus semua bea masuk antar provinsi yang
masuk dalam wilayah kekuasaan negara Islam.
 Pada masa Umar bin Khattab, pemerintahan Islam memungut ushr
sebagai tindakan balasan karena pedagang-pedagang Muslim
dikenakan pajak sepersepuluh di negeri harbi.
 Sistem uang dinar-dirham dengan kurs tetap
 Mata uang yang digunakan dalam transaksi internasional adalah
dinar untuk wilayah kekaisaran Romawi dan dirham untuk wilayah
kekuasaan Persia (single currency).
 Uang emas dinar dari Kekaisaran Romawi “is accepted
everywhere from end to end of the earth. It is admired by all
men and in all kingdoms, because no kongdom has a
currency that can be compared to it.” (Cosmas
Indicopleustes).
 Dinar dan dirham memiliki berat dan kandungan yang tetap dengan
nilai 1 dinar = 10 dirham.

Dalam perdagangan internasional Imam Al Ghazali (1058-1111 M)


berpendapat;
 Pertukaran ekonomi dilakukan atas dasar “mutualitas” yang
mengharuskan adanya spesialisasi dan pembagian kerja menurut
daerah dan sumber daya.
 Perdagangan memberikan nilai tambah terhadap barang-barang
karena perdagangan membuat barang-barang dapat dijangkau pada
waktu dan tempat yang tepat.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 309


Modul Ekonomi Syariah

Sedangkan Ibnu Khaldun (1332-1404 M) dalam kaitannya dengan


perdagangan intersional berpendapat :
 Perlu adanya spesialisasi kerja internasional yang akan memberikan
produktivitas yang tinggi, dimana pembagian ini tidak didasarkan
kepada sumber daya alam dari negeri-negeri, tetapi didasarkan pada
ketrampilan penduduknya.
 Dengan produktivitas yang tinggi, akan dimungkinkan adanya
surplus yang dapat di ekspor sehingga kemakmuran akan
meningkat.
 Di lain pihak, kemakmuran yang tinggi ini akan meningkatkan
permintaan penduduk terhadap barang dan jasa.

Tentang Ide Pasar Bersama Islam


Ide untuk membangun kesepakatan perdagangan bebas multilateral (free
trade agreements) di kalangan negara Islam sudah lama diserukan. Ide ini juga
mengemuka lagi dalam pertemuan World Islamic Economic Forum (WIEF/Forum
Ekonomi Islam Dunia) yang digelar akhir tahun lalu, dimana Perdana Menteri 16
Pakistan, Shaukat Aziz mengajak negara Islam untuk segera membentuk pasar
bersama dan mengembangkan ekonomi umat.
Usaha untuk membentuk pasar bersama Islam sebenarnya telah dirintis
sejak beberapa tahun yang lalu. Organisasi Ekonomi Dunia Islam yang diikuti oleh
lebih dari 500 wakil dari 44 negara, sebelumnya juga telah melakukan pertemuan
membahas hal yang sama. Pada tahun 2004, Bidang Perdagangan OKI juga
mengadakan sidang serupa di Kuala Lumpur. Namun demikian semua
pembicaraan mengenai pembentukan pasar bersama Islam itu hingga kini masih
belum terealisasi.
Adapun rencana perdagangan bebas akan diwujudkan secara bertahap
dimulai di tingkat sub-regional, regional hingga semua negara Islam menjalin
perdagangan bebas. Investasi dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya,
telekomunikasi dan listrik di negara Islam juga disebut dalam deklarasi bersama
tersebut. Juga, kerja sama untuk pendidikan dan pelatihan bagi pengusaha Muslim
dan pengusaha Muslimah serta pengembangan bidang teknologi informasi.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 310


Modul Ekonomi Syariah

Dalam deklarasi konferensi ini, 57 negara anggota OKI menyerukan agar


penandatanganan nota kesepakatan perdagangan bebas bisa dilakukan sesuai target
yang telah ditetapkan, melalui perundingan- perundingan regional, sehingga
diharapkan proses ini bisa berlanjut kepada pembentukan pasar bebas negaranegara
Islam. Selain itu, deklarasi konferensi ini juga menyebutkan tentang pembentukan
organisasi pengusaha perempuan muslim, dan pembentukan lembaga pendidikan
untuk aktivitas di bidang ilmu dan teknologi informasi.
Iran merupakan salah satu pencetus ide pembentukan pasar bersama
Islam ini dan atas prakarsa Iran pula dalam konferensi OKI di Tehran tahun 1997,
disepakati Resolusi Tehran yang di antaranya berisi penekanan atas pentingnya
pembentukan pasar bersama Islam. Iran sendiri telah menerapkan langkah nyata
dalam masalah ini. Dewasa ini, volume impor Iran 35 persennya berasal dari
negara-negara Islam dan 55 persen volume ekspor Iran juga ke negara-negara
Islam. Selain itu, Iran juga sudah menjalin kerjasama dengan 14 negara Islam,
termasuk Indonesia, dalam hal kemudahan perdagangan.
Dengan memiliki visi bersama dan semangat kerjasama yang tinggi
diharapkan dunia Islam akan dapat menjadi kekuatan penyeimbang baru dalam
percaturan ekonomi internasional, yang sekarang didominasi oleh AS, Uni Eropa,
Jepang dan Cina.

Kelebihan dan Kelemahan


Dalam membahas hal ini, kita harus melihat dua sisi utama, yaitu
kelemahan dan kelebihan dari ide pembentukan pasar bersama Islam ini. Kelebihan
dalam hal ini adalah kayanya sumber-sumber alam yang dimiliki oleh negara-
negara Islam, terutama sumber energi seperti minyak dan gas, luasnya wilayah
negara-negara Islam, serta jumlah penduduk yang besar, sehingga bila pasar
bersama Islam bisa terwujud, akan memiliki konsumen sebanyak 5,1 milyar
orang.
Namun, di samping kelebihan itu, juga ada titik lemah, yaitu
ketidakseimbangan tingkat perekonomian di antara negara-negara Islam, kemiripan
hasil produksi industri di antara mereka, tidak adanya UU perdagangan yang sama,

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 311


Modul Ekonomi Syariah

kelemahan investasi, dan ketergantungan yang sangat besar terhadap impor produk
negara-negara non muslim.
Tantangan lainnya adalah masih besarnya hegemoni Barat terhadap
sebagian negara-negara Islam, sehingga seringkali perjanjian yang menguntungkan
sesama negara Islam, namun merugikan negara Barat, akan menemui jalan buntu.
Oleh karena itu, salah satu langkah penting yang harus dilakukan dalam
mewujudkan pasar bersama Islam adalah penguatan posisi politik negara-negara
Islam agar berani mengambil keputusan yang menguntungkan negaranya sendiri,
bukan tunduk pada tekanan negara-negara adidaya.
Dari 800 milyar dolar volume perdagangan negara-negara Islam, hanya
90 milyar dolar atau 11 persen yang dipakai untuk perdagangan di antara negara-
negara Islam sendiri. Sementara itu, Eropa justru menjadi produsen terbesar untuk
kebutuhan negara-negara Islam, di mana 40 persen barang impor di negaranegara
Islam berasal dari Eropa.
Umat Islam hari ini memiliki jumlah SDI sekitar 19 persen dari total
penduduk dunia. Dari segi sumber daya alam, dunia Islam juga amat potensial,
dimana Timur Tengah saja menguasai 66 persen cadangan minyak dunia, secara
total dunia Islam menguasai 77 persen. Ini cukup untuk kebutuhan 75 tahun
mendatang. Selain itu 90 persen cadangan hidro karbon dunia berada di Dunia
Islam.
Sayangnya potensi yang besar ini tidak diikuti dengan kinerja ekonomi
yang membaik. Di mana GDP negara Islam baru sekitar 8 persen atau 1,7 triliun
dolar AS dibanding ekonomi global. Selain itu total perdagangan di negara Islam
hanya 7-8 persen dari perdagangan internasional. Sementara, angka perdagangan
bilateral hanya 13 persen dari total perdagangan negara Islam. Hal inilah kemudian
yang juga menyebabkan berbagai persoalan ekonomi yang menjangkiti dunia Islam
terutama kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan pendapatan.

Tahapan Pembangunan Kawasan


Sebagaimana sudah diingatkan oleh Ibnu Khaldun (w.808/1406)
kekayaan sumber daya yang melimpah cenderung memerangkap bangsa-bangsa
untuk bergantung dan tidak produktif. Dalam pemikiran Ibnu Khaldun, bahwa

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 312


Modul Ekonomi Syariah

kekayaan dan pembangunan sebuah bangsa tidak bisa hanya bergantung pada
keberadaan tambang emas dan perak. (kekayaan sumberdaya). Kekayaan dan
pembangunan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh aktivitas ekonomi yang
mencakup keluasan jumlah dan pembagian tenaga kerja, luasnya pasar, kecukupan
tunjangan dan fasilitas yang disediakan oleh negara, serta riset dan teknologi yang
pada gilirannya tergantung pada investasi dari hasil tabungan atau surplus yang
dihasilkan setelah memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin banyak aktivitas
ekonomi yang dilakukan maka pendapatan negara akan semakin besar. 19
Pendapatan yang besar akan memberikan kontribusi terhadap tingkat tabungan
yang lebih tinggi dan investasi yang lebih besar untuk riset dan teknologi dan
dengan demikian akan ada kontribusi yang lebih besar di dalam pembangunan dan
kesejahteraan sebuah bangsa.
Pertama, pembangunan kawasan dapat mulai dijalankan secara bertahap.
Pembentukan kawasan bebas perdagangan bisa dirintis dari sub-sub regional
seperti di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara sehingga nanti
akan memudahkan tahapan integrasi berikutnya. Hubungan perdagangan ini
diharapkan saling menguntungkan dan mengoptimalkan keunggulan sumberdaya
dan produksi masing-masing. Pembentukan blok perdagangan regional dan kutub
ekonomi regional, merupakan sebuah proses yang banyak terjadi dalam era
globalisasi ini. Menurut pendapat sebagian besar pengamat ekonomi, pembentukan
blok-blok perdagangan regional akan menciptakan keseimbangan hubungan
ekonomi di antara berbagai kawasan dunia. Dalam konteks ini, negara-negara
Islam memiliki dua kelebihan, pertama posisi geografisnya yang strategis dan
kedua, potensi ekonomi yang sangat besar, termasuk cadangan sumber daya alam
yang kaya.
Kedua, perdagangan dan investasi di dunia Islam membutuhkan
keberpihakan aliran dana-dana Islam yang dimiliki investor muslim. Salah satu
kenyataan hari ini menunjukan, dana-dana surplus milik investor muslim terutama
dari negeri-negeri petro dolar yang besar hari ini belum mengalir ke Dunia Islam.
Sebagai contoh bukti, konfirmasi negara terbanyak berinvestasi di Indonesia
misalnya adalah Singapura senilai 509,4 miliar dollar AS, Perancis 224,3 miliar
dollar AS, Korea Selatan (173,4 miliar dollar AS), Belanda (163,9 miliar dollar

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 313


Modul Ekonomi Syariah

AS), Jepang (133,6 miliar dollar AS), Inggris (69,5 miliar dollar AS). Lalu dimana
dana-dana Timur Tengah yang disimpan di bank Amerika yang telah ditarik keluar
dari AS pasca peristiwa 9/11 lalu ? Dana yang ditarik investor Arab dari Amerika
diperkirakan mencapai 1,4 triliun dolar AS (sekitar Rp 12.600 triliun). Ada khabar
yang mengecewakan bahwa dana tersebut ternyata malah 20 mengalir kewilayah
Cina, Vietnam dan Korea sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Ketiga, untuk mendukung pasar bersama ini tentunya dibutuhkan mata
uang bersama. Negara anggota OKI sudah saatnya menggunakan mata uang
bersama dalam bentuk dinar emas. Ini seperti yang dilakukan negara-negara Eropa
dengan Euro-nya. Tiap-tiap negara OKI bisa memiliki mata uang dinar sendiri,
misal dinar Saudi, dinar Iran, dan dinar Indonesia yang nilainya sama dan berlaku
di seluruh dunia. Dengan konversi dari ketergantungan dolar AS ke dinar emas
akan mengurangi kebutuhan akan dolar AS sehingga bisa mengamankan nilai tukar
mata uang negara-negara OKI. Selama ini salah satu penyebab keterpurukan
ekonomi Dunia Islam juga diakibatkan melemahnya nilai tukar mata uang masing-
masing terhadap dolar AS karena permintaan dolar yang makin tinggi. Dalam
sistem ekonomi global ini, siapa yang bisa menguasai mata uang dialah yang akan
menguasai ekonomi. Akhirnya penguasa ekonomi adalah juga penguasa dunia,
inilah yang dilakukan Amerika saat ini dengan menjadikan dan menguasai dolar
sebagai mata uang dunia.
Berikutnya, yang keempat dunia Islam perlu segera membangun sistem
keuangan Islam yang terintegrasi. Baik perbankan, pasar modal dan institusi
keuangan syariah lainnya. Kita membutuhkan penguatan pendanaan dan peran
Islamic Development Bank (IDB), sebagai World Bank-nya Dunia Islam. Selain
itu kita juga membutuhkan Dana Moneter Islam Internasional (semacam IMF),
yang skema pembiayaanya bebas bunga. Dengan demikian integrasi sistem
perekonomian akan semakin kokoh.
Selanjutnya yang kelima dan sangat mendesak, Dunia Islam harus
mampu keluar dari perangkap konsep negara bangsa (nation state). Batas-batas
nation state selama ini telah memisah-misahkan dunia Islam semakin jauh dari
kerbersamaan dan medorong egoisme yang tinggi bagi kepentingan masingmasing
negara. Selain itu kebanyakan negara-negara Islam juga masih menghadapi

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 314


Modul Ekonomi Syariah

permasalahan konflik kepentingan masing-masing elit penguasa untuk menangguk


keuntungan dan keberlanjutan kekuasaan di negara masing-masing. Sehingga
mengakibatkan terlantarnya agenda-agenda pengingkatan pembangunan Dunia
Islam dan peningkatan kesejahteraan umat secara keseluruhan.
Jika pembahasan perdagangan internasional sampai di sini, sekilas
tampaknya sistem Islam terlihat sama dengan politik ekonomi pasar bebas. Ini
tentu merupakan kesimpulan yang salah. Sebab, jika pembahasan perdagangan
internasional dilihat dalam perspektif negara, maka politik perdagangan
internasional dalam Islam akan berbeda, karena harus tetap tunduk pada
kepentingan politik luar negeri Islam.
Dalam politik luar negeri Islam, Negara Islam dipandang sebagai pihak
yang paling bertanggung jawab untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru
dunia. Bahkan syariat Islam mengizinkan penggunaan kekuatan militer untuk
menumpas segala bentuk halangan fisik yang dapat mengganggu kelancaran
penyebaran dakwah tersebut.
Oleh karena itu, segala bentuk perdagangan luar negeri yang dilakukan
oleh Negara harus dalam rangka menyukseskan kepentingan dakwah tersebut dan
tidak boleh hanya untuk kepentingan ekonomi semata. Agar risalah dakwah dapat
berjalan dengan mantap, dibutuhkan berbagai kebijakan khusus untuk melindungi
kepentingan Negara sekaligus memperkuat kemampuan Negara. Sebagai contoh:

1. Negara harus mengupayakan segala kebutuhan bahan baku yang sangat


diperlukan bagi pasokan industri militernya, walaupun harus mengimpor
dari luar negeri. Meskipun secara ekonomi tidak menguntungkan (karena
terjadi defisit neraca perdagangan dengan negara tersebut), Negara tetap
harus mengimpor bahan baku tersebut.
2. Negara harus senantiasa mengupayakan agar segala kebutuhan pokok
rakyat tetap dalam kondisi yang aman dan tidak ada ketergantungan
terhadap negara asing. Bahkan jika perlu, Negara harus sampai memiliki
kemampuan untuk menghadapi segala kemungkinan embargo yang akan
diterapkan oleh negara-negara asing
3. Jika untuk menundukkan sebuah negara harbi diperlukan embargo BBM,
maka ekspor BBM ke negara tersebut harus dihentikan; walaupun secara

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 315


Modul Ekonomi Syariah

ekonomi ekspor BBM ke negara tersebut sebelumnya sangat


menguntungkan.
4. Jika dalam negara Islam transaksi perdagangannya sudah menggunakan
emas dan perak, sedangkan negara-negara lain tidak menggunakannya,
maka untuk melindungi Negara dari ancaman hilangnya emas dan perak
ke luar negeri, yang dapat menimbulkan lumpuhnya perekonomian
Negara, maka Negara berhak untuk memproteksi perdagangan emas dan
perak ke luar negeri.

Aturan Syariah Terkait Transaksi Internasional Modern


 Pemerintah dan Bank Sentral diperbolehkan untuk melakukan intervensi
dalam rangka melindungi kepentingan publik (prinsip maslahah).
 Seluruh transaksi berbasis Riba adalah terlarang.
 Hukum riba terkait emas dan perak, berlaku pula untuk mata uang.
 Hanya transaksi spot yang diperbolehkan dalam transaksi
valas.
 Transaksi forward, futures, options dan swap cenderung tidak
mendapatkan pembenaran dari prinsip-prinsip Islam.
 Transaksi dalam bentuk deferred payment (bai-muajjal) dan
deferred delivery (bai-salaam) yang melibatkan barang fisik adalah
diperbolehkan.
 Seluruh transaksi-transaksi yang mengandung gharar adalah terlarang.
 Gharar merujuk pada ketidakpastian yang timbul dari kurang-nya
informasi tentang kuantitas dan kualitas barang oleh satu atau dua
pihak dalam transaksi.
 Spekulasi murni yang tidak berbasis pada pertimbangan
fundamental ekonomi termasuk dalam kategori ini.
 Transaksi berikut juga terlarang karena terkait gharar
 Future sale (barang atau mata uang) dimana delivery dan
payment ditunda sampai waktu tertentu di masa depan.
 Menjual sesuatu yang bukan dalam kepemilikan.
 Menjual dayn (utang atau kewajiban) untuk utang atau uang adalah
terlarang.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 316


Modul Ekonomi Syariah

 Dalam hal ketiadaan alternatif Islami, kaidah fiqh dapat membuat sesuatu
yang terlarang menjadi boleh dipergunakan.
Pelaku dan Transaksi di Pasar Valas

Transaksi Valas menjadi kebutuhan dalam perekonomian modern. Untuk


itu dalam sistem perekenomian syariah beberapa hal yang terkait dengan pelaku
dan transaksi di Pasar valas, antara lain :
 Aktivitas spekulator yang tidak berbasis pada pertimbangan fundamental
ekonomi, jatuh dalam kategori maysir dan terlarang dalam Islam.
 Transaksi forward dimana delivery dan payment di lakukan di masa depan,
dilarang dalam Islam.
 Future dan options memiliki karakteristik sama dengan forward dengan
tambahan elemen bunga.
 Swap mengandung dua kontrak dalam satu kontrak.
Transaksi SPOT yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling
lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap
tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak
bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
Transaksi FORWARD yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas
yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram,
karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan
penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 317


Modul Ekonomi Syariah

tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam
bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas
yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur
maisir (spekulasi).
Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit
valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya
haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). (Fatwa Dewan Syari'ah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli
Mata Uang (Al-Sharf))

Transaksi dalam Neraca Pembayaran

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 318


Modul Ekonomi Syariah

Perdagangan internasional juga mencakup neraca pembayaran antar


negara, untuk itu aturan main yang diajarkan oleh ekonomi syariah antara lain :
 Pembiayaan berbasis bunga terlarang dalam Islam. Aturan hukum ini
menetapkan bahwa seluruh utang berbasis bunga, tidak diperbolehkan.
 Menjual utang tidak diperbolehkan, sehingga menjual/membeli obligasi
berbasis bunga juga terlarang.
 Implikasi-nya penerimaan/pembayaran bunga tidak boleh ada dalam neraca
berjalan berbasis syariah.
 Transaksi berbasis bunga lainnya (seperti pinjaman bank, utang
pemerintah, dan sumber lainnya) di neraca modal juga tidak boleh ada
dalam perekonomian Islam.
Apabila seluruh aturan hukum yang ditetapkan oleh ajaran Islam ini
diterapkan dalam model perdagangan internasional, maka akan memberikan
implikasi positif dalam perekonomian. Implikasi positif tersebut antara lain :

a) Resiko nilai tukar akan terhapus secara total. Tidak ada kebutuhan
hedging dengan forward, future, option atau swap.
b) Meningkatkan perdagangan dan kesejahteraan.
c) Menghapus spekulasi dan arbitrase antar mata uang. Mendorong
stabilitas nilai tukar sehingga meniadakan krisis mata uang dan
mendorong stabilitas perekonomian.
d) Mendorong efisiensi. Tidak ada lagi kebutuhan terhadap pasar valuta
asing.
e) Mendorong sinkronisasi siklus bisnis antar negara sehingga
menurunkan opportunity cost dari kebijakan moneter nasional serta
merupakan kerangka institusional yang efisien untuk menangani
masalah kredibilitas

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 319


Modul Ekonomi Syariah

C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan pengertian Perdagangan Internasional dan sebutkan kelebihan dan
kelemahannya !
2. Dalam sejarah Islam juga sudah dikenal perdagangan Internasional
semenjak masa Nabi Muhammad, jelaskan kebijakan yang dijalankan oleh
Nabi Muhammad dan Para Sahabatnya dalam menjalankan perdagangan
internasional !
3. Sebutkan macam-macam transaksi Valas, dan bagaimana ekonomi Islam
mengaturnya ?
4. Indonesia sudah memasuki era perdagangan bebas dengan negara lain
melalui MEA, NAFTA, AFTA, dan APEC. Bagaimana pandangan anda
mengenai keikut sertaan Indonesia dalam perdagangan bebas antar negara
tersebut ?

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 320


Modul Ekonomi Syariah

D. Daftar Pustaka

Afrinaldi. 2006. Penerapan Uang Dinar dalam Perdagangan Internasional dan


Pengaruhnya terhadap Sistem Moneter Indonesia.Skripsi pada Sekolah
Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, Bogor.
Al-Maliki, Abdurrahman, 2001, Politik Ekonomi Islam, Terj. Ibnu Sholah,
AlIzzah, Bangil. An-Nabhani, Taqyuddin, 1990, an-Nizhâm al-Iqtishâdi
fî al-Islâm, Darul Ummah, Beirut, Lebanon, Cet. IV.
Hartono, Tony. 2006. Mekanisme Ekonomi dalam Konteks Ekonomi Indonesia.
Bandung: Rosdakarya.
Krugman, Paul R. & Maurice Obstfeld, 1999, Ekonomi Internasional - Teori
danKebijakan, Terj. Faisal H. Basri, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Salvatore, Dominick. 1997.
Erlangga. Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Makroekonomi,
Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta. 24 Setiawan,
Bonnie. 2006. Globalisasi dan Pengaruhnya terhadap Ekonomi Indonesia dan
Kritiknya. Triono, Dwi Condro. 2005. Perdagangan Internasional. Zain,
Samih
Athif, 1988, Syariat Islam dalam Perbincangan Ekonomi, Politik dan Sosial
sebagai Studi Perbandingan, Terj. Mudzakir As., Hussaini, Bandung.

S1 Akuntansi Universitas Pamulang 321

Anda mungkin juga menyukai