Anda di halaman 1dari 35

BAB 4

SELAYANG PANDANG EKONOMI MIKRO ISLAM

A. Pendahuluan
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ekonomi yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam, yang berpedoman pada Al-Qur`an dan hadits. Sistem ekonomi
Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, sosialisme, komunisme maupun fasisme.
Hal yang membedakan adalah dalam sistem Islam, ekonomi yang dibangun bertujuan untuk
kesejahteraan semua pihak, tidak satu pihak atau satu golongan saja, tidak untuk memperkaya
satu pihak, artinya konsep keadilan harus ditegakkan senyata-nyatanya. Pentingnya ekonomi
Islam untuk terciptanya masyarakat dunia yang adil dan makmur, maka sudah saatnya
masyarakat memahami dengan seksama konsep ekonomi Islam yang sesungguhnya.
Dalam kajian keilmuan, ekonomi dapat dikelompokan ke dalam, ekonomi mikro, dan
ekonomi makro. Ekonomi mikro mempelajari bagaimana perilaku tiap-tiap individu dalam
setiap unit ekonomi yang dapat berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik tanah,
atau pun yang lain. Atau perilaku dari sebuah industri. Ekonomi mikro menjelaskan, how =
mengapa, dan why = bagaimana sebuah pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi
Setelah mempelajari mikro ekonomi Islam, akan mendapatkan keyakinan yang kuat
tentang teori ekonomi mikro Islam yang relevan, dan dapat diterapkan dalam dunia nyata.
Tujuannya adalah bagaimana menerapkan prinsip-prinsip ekonomi mikro Islam dalam
pengambilan keputusan agar mendapakan solusi terbaik, yaitu solusi yang akan
menguntungkan kita, dan tidak menzalimi orang lain.
Pembahasan ekonomi mikro konvensional didasarkan ada perilaku individu-individu yang
secara nyata terjadi disetiap unit ekonomi.
Simak firman Allah dalam surah Al Baqarah (2:275)

           
            
           
             
orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

B. Pengertian Ekonomi Islam dan Ekonomi Mikro Islam


1. Pengertian Ekonomi Islam

139
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun ilmu dan rukun Islam, sehingga Islam sebagai satu-satunya agama
yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan
perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah haila yang ada pada
kita, sesungguhnya bukan milik manusia melainkan hanya titipan dari Allah SWT. Agar
dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang akhirnya semua akan
kembali pada Allah SWT untuk di pertanggungjawabkan. Bekerja merupakan kewajiban
karena Allah SWT memerintahkanya sebagaimana firman SWT dalam surah at-Taubah
(9:105):
       
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu

Menurut Islam, karena kerja membawa kepada keampunan sebagaimana sabda rasulullah
SAW, “Barang siapa di waktu sorenya kelelahan karena kerja tanganya, maka di waktu sore
itu ia mendapat ampunan “ (HR. Thabroni dan Baihagi)
Dalam hal ini ada beberapa orang mengarahkan bahwa ekonomi Islam merupakan suatu
ilmu yang banyak mengetahui perilaku manusia dalam usaha dalam suatu dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Dengan alat pemenuhan kebutuhan terbatas dalam kerangka syariah Islam.
Ada juga pengertian lain merumuskan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari
perilaku seorang Muslim dalam suatu kelompok masyarakat Islam yang dibingkai dengan
syariah Islam.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam
ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau
definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih
tepat lagi worldview yang digunakan sebagai landasan nilai. Sedang ekonomi adalah masalah
menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan
fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter).
Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.
Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli :
a) S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-
ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan
pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan
memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan
masyarakat.”
b) M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang
mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.”

140
c) Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah “suatu upaya sistematis untuk mencoba
memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan
permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam.”
d) M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon “para pemikir muslim terhadap
tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al
Qur’an dan As Sunnah maupun akal dan pengalaman.”
e) M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia
(falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar
kerjasama dan partisipasi.”
f) Louis Cantori, “ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan
ilmu ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses
individualisme dalam ilmu ekonomi klasik.
Dawam Rahardjo (1999), memilah istilah ekonomi islam kedalam tiga kemungkinan
pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan
nilai atau ajaran islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi islam adalah sistem. Sistem
menyangkut pengaturan yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau
negara berdasarkan suatu cara atau metode tertentu. Adapun pilihan ketiga adalah ekonomi
islam dalam pengertian perekonomian umat islam.
Dalam pengertian yang lengkap harus dapat mengadopsikan beberapa prasyarat, yaitu
karakteristik dari pandangan hidup Islam. Yang paling penting dari itu adalah syarat utama
adalah memasukan nilai-nilai Islam dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu
sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang mesti
dimasukan dalam analisis keadaan ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang
dibingkai dalam syariah islam.
Dari uraian di atas pengertian ekonomi Islam tersebut mengandung atau mempunyai suatu
kelemahan sebab menghasilkan konsep yang tidak kompertibel dan tidak universal. Dan ada
sebutan lain bahwa “ Ekonomi Islam” menimbulkan banyak alasan yang beragam, sebagian
kalangan “kata Islam” memposisikan ekonomi Islam pada tempat sangat ekskulif sehingga
menghilangkan nilai ke fitrahannya sebagai tatanan bagi semua manusia sebagian lainnya.
Ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan
sosialis, sehingga ciri khas khusus yang di miliki oleh ekonomi Islam itu sendiri hilang,
padahal yang sesungguhnya ekonomi Islam adalah satu sistem yang mencerminkan fitrah dan
ciri khasnya sekaligus. Dengan fitrahnya, ekonomi Islam merupakan satu sistem yang dapat
mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh umat, sedangkan dengan ciri khasnya, ekonomi
Islam dapat mewujudkan jati dirinya dengan semua kelebihannya pada setiap sistem yang di
miliki.
Ekonomi Islam sebagai ilmu yang multidimensi/interdisiplin, komprehensif, dan saling
terintegrasi, meliputi ilmu Islam yang bersumber dari Al qur’an dan sunah dan juga ilmu
rasional (hasil pemikiran dan pengalaman manusia), dengan ilmu ini manusia dapat
mengatasi masalah-masalah keterbatasan sumber daya untuk mencapai falah (kebahagiaan)

141
Falah (kebahagiaan) yang dimaksud adalah mencangkup keseluruhan aspek kehidupan
manusia, yang meliputi aspek spritualitas, moralitas, ekonomi, sosial, budaya, serta politik,
baik yang dicapai di dunia maupun di akhirat (Mustafa Edwin Nasution, dkk). Ekonomi Islam
ekonomi yang memiliki empat nilai utama, yaitu rabbaniyyah, akhlak, kemanusiaan, dan
pertengahan, di mana nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan atau keunikan yang utama bagi
ekonomi Islam. Nilai-nilai ekonomi Islam itu adalah:
a) Ekonomi Illahiyyah, karena titik awalnya dari Allah, tujuannya mencari ridho Allah dan
cara-caranya tidak bertentangan dengan syariatnya. Kegiatan ekonomi, baik produksi,
konsumsi, penukaran dan distribusi, diikatkan pada prinsip Illahiyah dan pada tujuan
Illahiyah, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Mulk(67:15):
            
  
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.

Ekonomi menurut pandangan Islam bukanlah tujuan, tetapi merupakan kebutuhan dan
sarana yang lazim bagi manusia agar bisa bertahan hidup dan bekerja untuk mencapai
tujuannya yang tinggi. Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi
pelayan bagi akidah dan risalahnya. Islam adalah system yang sempurna bagi kehidupan,
baik kehidupan pribadi mapun umat, dan semua segi kehidupan seperti pemikiran, jiwa
dan akhlak. Juga pada kehidupan di bidang ekonomi, sosial, maupun politik.
Ekonomi adalah bagian dari Islam. Ia adalah bagian yang dinamis dan bagian yang sangat
penting, tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan Islam, bukan titik pangkal ajarannya,
bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya.
Ekonomi Islam yaitu ekonomi yang memiliki pengawasan internal atau hati nurani, yang
ditumbuhkan oleh iman di dalam hati seorang Muslim, dan menjadikan pengawas bagi
dirinya. Hati nurani seorang Muslim tidak akan mengizinkan untuk mengambil yang
bukan haknya, memakan harta orang lain dengan cara yang batil, juga tidak
memanfaatkan keluguan dan kelemahan orang yang lemah, kebutuhan orang yang
mendesak, atau memanfaatkan krisis makanan, obat-obatan dan pakaian dalam
masyarakat. Seorang Muslim tidak akan memanffatkan kesempatan untuk meraup harta
dan kekayaan yang melimpah dari kelaparan orang yang lapar dan penderitaan orang yang
menderita, sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Baqarah (2: 188):
        
        
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

142
b) Ekonomi akhlak, bahwa ekonomi Islam memadukan antara ilmu dan akhlak, karena
akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan Islam. Karena risalah adalah risalah akhlak,
sesuai sabda Rasulullah SAW:”Sesungguhnya tiadalah aku diutus,melainkan hanya untuk
menyempurnakan akhlak“, (Al-Hadis). Sesungguhnya islam sama sekali tidak
mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi diatas pemeliharaan
nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Kesatuan antara ekonomi dan akhlak ini akan
semakin jelas pada setiap langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan
produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang Muslim baik secara pribadi
maupun secara bersama-sama, tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya atau
apa yang mengguntungkannya.
Masyarakat Muslim juga tidak bebas dalam memproduksi berbagai macam barang,
mendistribusikan, mengeluarkan, dan mengonsumsinya, tetapi terikat oleh undang-undang
Islam dan hukum syariatnya.
c) Ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam adalah ekonomi yamg berwawasan kemausiaan,
mengingat tidak ada pertentangan antara aspek Ilahiyyah dengan aspek kemanusiaan,
karena menghargai kemanusian adalah bagian dari prinsip Ilahiyyah yang memuliakan
manusia dan menjadikannya sebagai Khalifah di muka bumi ini. Jika prinsip ekonomi
islam berlandaskan kepad Al-qur’an dan sunah, yang merupakan nash-nash Ilahiyyah,
maka manusia adalah pihak yang mendapatkan arahan (mukhathah) dari nash-nash
tersebut. Manusia berupaya memahami, menafsirkan, menyimpulkan hukum, dan
melakukan analogi (qiyas) terhadap nash-nash tersebut. Manusia pula yang
mengusahakan terlaksananya nash-nash tersebut dalam realitas kehidupan. Manusia
dalam system ekonomi adalah sasaran, sekaligus merupakan sarana.
Ekonomi Islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya yang di syariatkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan yang Rabbani
sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya,
kepada dirinya, kepada keluarganya, dan kepada sesama manusia, sebagaimana firman
Allah dalam Surah Al-Baqarah (2:30):
           
           
      
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."

Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai yang ditujukkan
Islam di dalam Al-Qur’an dan sunah. Dengan nilai tersebut muncul warisan yang berharga
dan peradaban yang istimewa.

143
d) Ekonomi pertengahan, artinya bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan
pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang adil. Islam menyeimbangkan antara
dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat. Di dalam individu diseimbangkan
antara jasmani dan rohani, antara akal dan hati, antara realita dan fakta .
Dalam bidang ekonomi ditemukan pelaksanaan prinsip keseimbangan pada semua
bidang.Ia menyeimbangkan antara modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi,
antara barang-barang yang diproduksi yang satu dengan yang lainnya.Ekonomi islam
tidak pernah melupakan unsur materi, pentingnya materi bagi kemakmuran dunia,
kemajuan umat manusia, realisasi kehidupan yang baik baginya dan membantu
melaksanakan kewajibannya. Akan tetapi, Islam senantisa mempertegas bahwa kehidupan
ekonomi yang baik bukanlah tujuan akhir walaupun merupakan tujuan Islam yang dicita-
citakan. Tujuan akhir, pada hakikatnya adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih
besar dan lebih jauh.
Ekonomi Islam menjadikan tujuan dibalik kesenangan dan kesejahteraan kehidupan
adalah meningkatkan jiwa dan ruh manusia kepada Tuhannya. Manusia tidak boleh
disibukkan hany a oleh usaha pencarian kemenangan dan materi, sehinnga lupa akan
Ma’rifah kepada Allah, ibadah kepadanya, berhubungan baik dengan-nya dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang lebih baik dan lebih kekal.
2. Pengertian Ekonomi Mikro Islam
Ilmu Ekonomi Mikro dalam islam merupakan penerapan ilmu ekonomi dalam perilaku
individual sebagai konsumen, produsen maupun sebagai tenaga kerja, serta implikasi
kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku tersebut. Sedangkan Ilmu Ekonomi
Makro adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian
secara keseluruhan (agregat).
Ekonomi islam dibangun atas dasar agama islam, karenanya ia merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama islam. Sebagai derivasi dari agama islam, ekonomi islam
akan mengikuti agama islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah system kehidupan (way
of life), dimana islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan
berlaku permanen, sementara beberapa yang bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan
kondisi. Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi
panjang di kalangan ilmuwan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini adalah
sebuah keniscayaan.
Merupakan kelemahan ilmu ekonomi konvensional adalah tidak adanya hubungan yang
jelas antara tujuan-tujuan makro ekonomi dan mikro ekonomi. Ilmu Ekonomi Islam berusaha
mengatasi kelemahan ini dengan membangun fondasi mikro bagi makro ekonominya. Namun
usaha ini belum sepenuhnya terpenuhi, ilmu mikro ekonomi Islam masih meraba-raba di
permukaan dan baru membicarakan sejumlah konsep kunci, diantaranya soal self-interest,
kepentingan sosial, kepemilikan individu, preferensi individu, mekanisme pasar, persaingan,
laba, utilitas dan rasionalitas. Konsep-konsep ini secara bahasa sama dengan yang dikemukan

144
ekonomi konvensional sehingga cenderung memberi kesan tidak ada perbedaan, tetapi
sebenarnya landasan filosofi pandangan dunia Islam telah memberikan makna dan
signifikansi yang berbeda
Dalam hal ekonomi mikro konvesional didasarkan pada perilaku individu-individu yang
secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasan syariah yang
digunakan, maka perilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan bertindak
dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan menurut persepsinya masing-masing. Oleh
karena itu, Ekonomi Mikro Konvesional memandang bahwa memasukkan tatanan norma
tertentu. Dalam pembahasan perilaku dalam memenuhi kebutuhan ekonominya menjadi tidak
relevan. Dalam ekonomi konvesional, kita tidak akan pernah menemukan bagaimana perilaku
seorang konsumen apabila ia memasukkan unsur pelarangan bunga dan kewajiban untuk
mengeluarkan zakat dalam setiap pengambilan keputusannya. Karena pelarangan bunga dan
kewajiban membayar zakat adalah sebuah bentuk tatanan syariah yang tidak semua orang
menganutnya. Maka pembahasan perilaku konsumsi dalam ekonomi konvesional hanya
memerhatikan perubahan-perubahan pada variable ekonomi, seperti harga dan pendapatan.
Dalam kenyataannya, banyak kondisi objektif yang terjadi tidak mampu dijelaskan secara
akurat dalam ekonomi konvesional dank arena memang tidak dijelaskan
Mengapa seorang individu rela mengeluarkan pendapatannya untuk kepentingan sosial
(Adiwarman Karim 2012) seperti membantu orang yang terkena musibah. Mengapa tingkat
konsumsi berbeda antara musim lebaran dan bukan musim lebaran, mengapa suhu bunga
dianggap sebagai Revenue Sharing atau Profil Sharing diperbolehkan dalam Islam, yang
jelas pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak menjadi perhatian dalam Ekonomi Mikro
Konvesional.
Berbeda dengan Ekonomi Mikro Konvesional, dalam pembahasan ekonomi mikro Islam,
faktor moral atau norma yang terangkum dalam tatanan syari’ah akan ikut menjadi variable
yang penting, dan perlu dijadikan sebagai alat analisis, Ekonomi Mikro Islam menjelaskan
bagaimana sebuah keputusan diambil oleh setiap unit ekonomi dengan memasukkan batasan-
batasan syari’ah sebagai variable yang utama. Dalam Ekonomi Mikro Islam, kita menganggap
bahwa basik ekonomi (variable-variabel ekonomi) hanya memenuhi segi Necessary
Condition, sedangkan moral dan tatanan syari’ah akan memenuhi unsur Sufficient Condition
dalam ruang lingkup pembahasan ekonomi mikro.
Ekonomi dalam kajian keilmuan dapat dikelompokan ke dalam ekonomi mikro, dan
ekonomi makro. Ekonomi mikro mempelajari bagaimana perilaku tiap-tiap individu dalam
setap unit ekonomi, yang dapat berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik tanah,
atau resources yang lain, perilaku dari sebuah industry. Ekonomi mikro menjelaskan how dan
why sebuah pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi. Contohnya: ekonomi mikro
menjelaskan bagaimana seorang konsumen membuat keputusan dan memilih terhadap sesuatu
produk ketika ada perubahan pada harga, ataupun pendapatan.
C. Masalah Utama Ekonomi dan Ekonomi Mikro Islam

145
Menurut pandangan ekonom konvesional bahwa ilmu ekonomi lahir karena adanya
tujuan untuk mengalokasikan dan menggunakan sumber daya yang langka. Karena sumber
daya yang terbatas maka kemampuan untuk memproduksikan barang dan jasa juga terbatas,
tidak ada orang yang dapat menggunakan waktunya di atas 24 jam sehari, tidak ada orang
yang dapat mengeluarkan pendapatan melebihi dari yang ia miliki. Karena kelangkaan inilah,
kemudian setiap individu akan dihadapkan pada berbagai pilihan tentang apa yang harus
diproduksi, bagaimana memproduksi, untuk siapa, bagaimana membagi produksi dari waktu
ke waktu serta mempertahankan dan menjaga tingkat pertumbuhan produksi tersebut.
Berdasarkan pandangan atas kebutuhan dan persyaratan apa yang dibutuhkan untuk
memenuhinya, akan berlanjut kepada kelangkaan relatif atas pemenuhan kebutuhan dalam
rangka pencapaian nilai yang lebih tinggi dan pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam
pandangan ekonomi konvensional “ilmu ekonomi adalah studi tentang pemanfaatan sumber
daya yang langka atau terbatas (scarcity) untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas
Ada lagi satu asumsi yang digunakan oleh ekonomi konvesional adalah adanya keinginan
manusia yang tidak terbatas. Dalam perekonomian pasar (tidak adanya intervensi pemerintah
dalam mengendalikan kegiatan ekonomi), permasalahan kelangkaan dan tidak terbatasnya
keinginan diserahkan pada mekanisme harga.
Sementara itu pemikiran beberapa ekonom dari kalangan muslim menyatakan bahwa
permasalahan ekonomi tidaklah Linear seperti apa yang didefinisikan oleh ekonomi
konvesional, para ekonomi Muslim menyatakan tidak selamanya benar, bahwa kelangkaan
menjadi sebab utama dari permasalahan ekonomi dan ketidakterbatasan, keinginan manusia
terhadap kebutuhan barang dan jasa masih menjadi perdebatan. Waktu demikian, dalam
literatur ekonomi Islam ditentukan beberapa mazhab yang memberikan definisi yang berbeda
tentang permasalahan ekonomi tersebut.
Masalah ekonomi dalam islam adalah masalah menjamin berputarnya harta di antara
manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai
falah di dunia dan akhirat (hereafter). Hal ini berarti bahwa aktivitas ekonomi dalam islam
adalah aktivitas kolektif, bukan individual.
Bagir As Sadr berpendapat bahwa sumber daya hakikatnya melimpah dan tidak terbatas,
pendapat ini didasari oleh Dahil yang menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh
Allah dengan ukuran yang secepat-cepatnya. Dengan demikian karena segala sesuatu sudah
terukur dengan sempurna, maka pasti Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi
seluruh manusia ini, bagi As Sadr juga menolak pendapat yang menyatakan bahwa keinginan
manusia tidak terbatas. Ia berpendapat bahwa manusia akan berhenti mengkonsumsi suatu
barang atau jasa apabila tingkat kepuasan terhadap barang atau jasa tersebut menurun atau
nol. Namun yang menjadi perhatian dan permasalahan utama dari ilmu ekonomi adalah
adanya ketimpangan sumber daya yang tidak merata diantara manusia.
Oleh sebab itu, sistem harga yang dipercaya oleh ekonomi konvesional mampu mengatasi
permasalahan ekonomi tidaklah cukup. Sehingga perlu adanya mekanisme tambahan yang

146
bertujuan untuk mengatasi permasalahan distribusi. Pendapat ini diperkuat dari adanya hadis
Nabi yang menyebutkan bahwa diantara sebagian harta kita ada hak untuk orang lain. Dalam
ekonomi Islam, mekanisme distribusi ini dilengkapi dengan instrument kewajiban
pembayaran zakat bagi para mustahik dan mekanisme lain yang termuat dalam syari’ah.
Berbeda dengan Bagir As-Sadr, bagi kebanyakan ekonomi Muslim yang aktif di IDB
(Islamic Development Bank) mendefinisikan bahwa masalah ekonomi bersumber dari adanya
kelangkaan sumber daya yang terbatas. Dapat dikatakan bahwa pemikiran mazhab kedua ini
hampir sama dengan pemikiran dikalangan ekonomi konvesional. Namun mazhab ini
memberikan penekanan terhadap optimalisasi sumber daya yang terbatas. Karena manusia
sebagai khalifah dimuka bumi, maka manusia bertanggung jawab untuk mengolah dan
mengoftimalkan sumber daya yang telah diberikan oleh Allah.
Dalam mengelola manusia, tidak dapat bertindak sesuatu dengan kehendaknya sendiri,
melainkan juga harus memperhatikan landasan syari’ah yang mengaturnya. Hal ini dilakukan
karena manusia sebagai khalifah, dan seorang khalifah pasti akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Setiap perekonomian, apakah kaya atau miskin, kapitalis, sosialis, ataukah campuran
keduanya harus melaksanakan 3 tugas pokok; Pertama ia harus menentukan barang-barang
dan jasa-jasa apa yang dibutuhkan dan masing-masing berapa banyak, dimana (di daerah
mana) serta dengan cara apa barang dan jasa dihasilkan secara paling baik. Kedua ia harus
mengalokasikan keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan, yaitu Gross Domestic Produc
atau GDP diantara para konsumen perorangan individual (makanan, sepeda, alat pemotongan
rambut, radio, pakaian, dan sebagainya) konsumen masyarakat seluruhnya dalam bentuk
pengeluaran pemerintah (pengamanan polusi, pertahanan nasional, pengadaan air bersih dan
sanitasi, kontruksi jalan, fasilitas pendidikan dan kesehatan dll). Penggantian barang-barang
modal yang selama berlangsungnya proses produksi (bangunan, jalan-jalan, mesin, peralatan
dan sebagainya). Serta pertumbuhan ekonomi dimasa mendatang melalui investasi baru atau
tambahan “Net” untuk cadangan modal. Ketiga harus menetapkan bagaimana pendistribusian
semua keuntungan (pendapatan nasional) diantara anggota-anggota masyarakat, dalam bentuk
gaji, pembayaran bunga, sewa dan pembagian laba (apakah pemerintah, swasta atau kedua-
duanya).
Sementara itu masalah ekonomi mikro terkait dengan tiga masalah pokok, yaitu barang
apa yang diproduksi dan berapa jumlahnya? Bagaimana cara memproduksinya? Dan untuk
siapa barang tersebut diproduksi.
1. Apa dan Berapa yang Diproduksi?
 Masalah ini menyangkut jenis barang dan jumlah yang akan diproduksi. Pertanyaan ini
berkaitan dengan pengalokasian sumber daya yang langka di antara berbagai alternatif
penggunaannya. Karena sumber daya terbatas, masyarakat harus memilih dan memutuskan
barang apa yang akan diproduksi: apakah kita akan memproduksi makanan, pakaian, mesin
industri, atau sarana transportasi. Sangat tidak mungkin untuk memproduksi semua jenis
benda pemuas kebutuhan tersebut sejumlah yang diinginkan oleh masyarakat. Setelah

147
ditentukan apa yang akan diproduksi, masyarakat harus memutuskan berapa jumlah barang
tersebut harus diproduksi sehingga dapat ditentukan berapa sumber daya yang harus
dialokasikan untuk makanan, berapa untuk obat-obatan, berapa untuk mesin-mesin industri.
Jika kita ingin memproduksi lebih banyak makanan, sumber daya untuk memproduksi obat-
obatan akan berkurang. Demikian juga sebaliknya.
Keputusan mengenai barang apa yang akan diproduksi, harus dipertimbangkan dengan
cermat. Dalam pengalokasian dana pembangunan, terutama dalam memproduksi barang-
barang, kita harus dapat mengajukan alasan mengapa barng itu diproduksi. Kita harus dapat
menjawab mengapa pembangunan diarahkan ke sektor pertanian? Mengapa bukan ke sektor
industri, misalnya. Setelah memprioritaskan ke sektor pertanian, selanjutnya harus ditentukan
apakah kita akan memproduksi bahan pangan atau bahan untuk ekspor. Jika sudah diputuskan
barang apa yang diproduksi, maka masalah berikutnya adalah berapa jumlah barang yang
harus diproduksi. Mengenai barang apa yang diproduksi dan berapa jumlahnya tergantung
pada kondisi ekonomi dan sistem ekonomi negara bersangkutan.
2. Bagaimana Memproduksinya?
Masalah dalam hal ini adalah teknologi atau metode produksi apa yang digunakan untuk
memproduksi suatu barang: barang jumlah tenaga kerja, jenis mesin apa, serta bahan mentah
apa yang akan digunakan. Produksi dengan teknologi padat karya banyak menggunakan
tenaga manusia, tetapi jumlah produksinya terbata. Jika yang digunakan adalah teknologi
padat modal, maka yang menjadi masalah adalah dari mana akan diperoleh modal. Masalah
kedua yang harus ditangani adalah bagaimana mengombinasikan faktor-faktor produksi yang
ada agar berhasil guna dan berdaya guna. Hal yang berkaitan dengan masalah metode
produksi ini adalah bagaimana melakukan proses produksi tersebut seefisien mungkin
sehingga produksi dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan, baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Selain itu, ada tiga pertanyaan lain terkait dengan maslaah ini. Ketiga pertanyaan itu
adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana memanfaatkan sumber daya dalam produksi barang dan jasa yang diinginkan
oleh masyarakat dan bagaimana mencegah penggunaan sumber daya dalam memproduksi
barang dan jasa jika tidak diinginkan oleh masyarakat. Contohnya, jika perekonomian
telah memutuskan untuk hanya memproduksi kain dan tepung roti, maka harus dijamin
bahwa faktor-faktor produksi (sumber daya) hanya memproduksi tepung roti serta kain
dan bukan barang-barang lainnya.
b) Bagaimana memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang dan
jasa tersebut mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan.
c) Bagaimana memastikan metode tertentu sebagai kombinasi yang paling efisien dari
sumber daya sangat diperlukan karena setiap komoditas dapat diproduksi menggunakan
lebih dari satu metode. Setiap metode memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri.
Mekanisasi atau pengingkatan teknologi meningkatkan kualitas serta kuantitas, tetapi ini

148
dapat menimbulkan pengangguran. Contohnya, dalam memproduksi kain, apakah
menggunakan mesin tenun tradisional atau menggunakan mesin modern.
2. Untuk siapa Diproduksi?
 Permasalahan di sini adalah siapa yang memerlukan barang tersebut dan siapa saja yang
menikmati hasilnya. Dengan kata lain, bagaimana pendistribusiannya. Apakah barang-barang
yang diproduksi tersebut akan didistribusikan menurut ukuran pendapatan, kekayaan, atau
kelompok tertentu dari masyarakat? Sistem ekonomi pasar berpendapat bahwa sedikit atau
banyaknya distribusi tergantung pada persaingan. Jadi, distribusi tergantung pada mekanisme
pasar. Sedangkan pada sistem ekonomi komando, produksi dan distribusi diatur oleh
pemerintah.
D. Prinsip Ekonomi Islam
1. Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Ekonomi Islam memilki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut
ekonomi Rabbani karena dengan sarat arahan dan nilai-nilai ilahiah. Dikatakan ekonomi insan
karena system ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Keimanan sangat penting dalam ekonomi Islam karena secara langsung akan
memengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera,dan
prefensi manusia. Berbeda dengan paham naturalis yang menempatkan sunber daya sebagai
faktor terpenting atau paham monetaris yang menempatkan model financial sebagai yang
terpenting, dalam ekonomi Islam sumber daya insan menjadi faktor terpenting. Manusia
menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada.
Dalam Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah
kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam
produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk
orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung
jawabkan di akhirat nanti.
Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan
alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan
masyarakat. Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi
usaha yang menghancurkan masyarakat.
Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang Muslim, apakah ia
sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan, dan sebagainya, harus
berpegang pada tuntunan Allah seperti firman-Nya dalam Alqur’an Surah an-Nisaa’ (4: 29):
          
              
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.

149
Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produktif yang akan
meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al
qur’an dalam Surah al-Hasyr (59: 7) Allah mengungkapkan bahwa:
           
          
              
  
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan
Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Oleh karena itu, system ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaaan yang
dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan system ekonomi kapitalis,
di mana kepemilikan industry didominasi oleh monopoli dan oligopoly, tidak terkecuali
industry yang merupakan kepentingan umum. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan
penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari sunnah
Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masayarakat punya hak yang sama atas air, padang
rumput, dan api” (AlHadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri
ekstraktif yang ada hubungan dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan
harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk perluan dalam
negara dan industry tidak boleh dikelola oleh individu. Orang Muslim harus takuk kepada
Allah dan hari kiamat, seperti dijelaskan dalam surah al-Baqarah (2: 281):
              
 
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna
terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).

Oleh karena itu, Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak
jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan
membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai
sanksi atas penguasaan hara tersebut), yang tujuannya untuk orang miskiin dan orang-rang
yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim ulama, zakat dikenakan 2,5% untuk semua
kekayaan yang tidak produktif (idle asset), termasuk didalamnya adalah uang, kas, deposit,
emas, perak, permata, pendapatan bersih dari transaksi (net from transaction), dan 10% dari
pendapatan bersih investasi.

150
Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman, perusahan perorangan, pemerintah ataupun instritusi lainnya.
Al-Qur`an secara bertahap, namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini
dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al-Qur`an secara berturut-turut dari surah an-Nisaa` (4:
160-161):
          
          
        
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
di antara mereka itu siksa yang pedih.

Selanjutnya simak pula firman Allah SWT dalam surah ali Imran (3: 130-131):
          
        
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah
dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.

Dan demikian pula dalam Surah al-Baqarah (2: 275-281):


           
            
           
             
             
        
           
             
           
             
             
          
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala
di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba

151
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang
itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. Dan peliharalah
dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan
kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa
yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

2. Konsep Kehidupan Dalam Islam


Keberadaan peradaban Islam yang mandiri di masa yang akan datang tergantung pada
cara masyarakat Islam masa kini menanganinya. Konsep Islam yang diharapkan dapat
digunakan dalam rangka membentuk cita-cita Muslim, sebagai hasil seminar tentang
Pengetahuan dan Nilai-Nilai di Stochlom. 1991 dengan bantuan International Federation of
Institutes od Advance Study (IFIAS) antara lain sebagai berikut:

a) Paradigma Dasar
1) Tauhid, menyakini hanya ada satu Tuhan, dan kebenaran itu datang dari-Nya.
2) Khilafah, kami berada di bumi sebagai wakil Allah, segalanya sesuai keinginan-Nya.
3) Ibadah (pemujaan), keseluruhan hidup manusia harus selaras dengan ridha Allah.
b) Sarana
`Ilm, tidak menghentikan pencarian ilmu untuk hal-hal yang bersifat materiil, tetapi juga
metafisi, seperti dijelaskan Yusuf Al-Qardawi dalam Sunnah dan Ilmu Pengetahuan.
c) Penuntun
1) Halal (diizinkan)
2) `Adl (keadilan), semua ilmu bisa berpijak pada nilai, janganlah kebencian kamu
terhadap suatu kamu membuatmu berlaku tidak adil (Al-Qur`an dalam Surah al-Maa-
idah (5: 8):
         
           
        
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.

3) Istishlah (kepentingan umum)


d) Pembatasan
1) Haram (dilarang)
2) Zhulm (melampaui batas)

152
3) Dzyz` (pemborosan), “janganlah boros, meskipun berwudhu dengan air laut”
Dengan demikian, ekonomi Islam tidak hanya berbicara individu sosial, melainkan
juga manusia dengan bakat religiusnya. Hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan
dan kurangnya sarana, maka timbullah masalah ekonomi. Masalah ini pada dasarnya
sama, baik ekonomi kapitalis maupun ekonomi Islam. Namun, perbedaan timbul
berkenaan dengan pilihan. Ilmu ekonomi Islam dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam
dan ilmu ekonomi kapitalis sangat dikuasai oleh kepentingan diri individu.
Hendaknya dipahami bahwa yang membuat ilmu ekonomi Islam benar-benar berbeda
dengan ekonomi konvesnional adalah dalam hal system pertukaran dan transfer satu arah
yang terpadu memengaruhi alokasi kekurangan sumber-sumber daya, sehingga proses
pertukaran langsung relevan dengan kesejahteraan menyeluruh yang berbeda hanya dari
kesejahteraan ekonomi
e) Faktor Produksi dan Konsep Pemilikan
Produksi berarti meningkatkan manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan
secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorangpun dapat menciptakan benda.
Manusia hanya dapat membuat barang-barang menjadi berguna. Prinsip fundamental yang
harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Tidak
ada perbedaan sudut pandang apa yang menjadi faktor-faktor produksi dalam pandangan
ekonomi kapitalis dengan ekonomi Islam, yakni tanah, tenaga kerja, modal, dan organisasi
dipandang sama sebagai faktor-faktor produksi. Perbedaan keduannya adalah dari sudut
pandang perlakuan faktor-faktor tersebut.
Alam pandangan kapitalisme, tanah merupakan hak milik mutlak, sementara dalam
pandangan sosialis dan komunis, tanah hanya dimiliki negara, sementara Islam
memandang tanah sebagai milik mutlak Allah. Sehingga baik negara maupun masyarakat
tidak dapat mengkalim sebidang tanah bila keduanya mengabaikan tanah tersebut
melewati batas waktu 3 tahun. Pemanfaatan atas tanah dalam Islam bukan pada
kemampuan seseorang untuk menguasainya, tetapi atas dasar pemanfaatanya. Sehingga
fungsi tanah dalam Islam adalah sebagai hak pengelolaan bukan pada penguasaan.
Masalah krusial hingga kini adalah berkaitan dengan tenaga kerja, dalam pandangan
Marx, ketidakadilan yang dilakukan para kapitalis terletak pada pemenuhan upah yang
tidak wajar. Sebagai contoh, para pemilik modal menetapkan jam kerja 12 jam. Padahal,
pekerjaan yang bersangkutan dalam memproduksi nilai yang sama dengan upah
subsitensinya dalam 7 jam, maka sisa 5 jam merupakan nilai surplus yang secara harfiah
dicuri oleh para kapitalis. Islam sangat memperhatikan terhadap posisi tenaga kerja.
Rasulullah bersabda, “Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” Sabda
rasulullah tersebut mengisyaratkan betapa hak-hak pekerja harus mendapat jaminan yang
cukup. Islam tidak memperkenankan pekerja bekerja pada bidang-bidfang yang tidak
diizinkan oleh syariat. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa
abstrak yang ditawarka untuk dijual pada para pencari kerja manusia. Mereka yang
mempekerjakan buruh mempunyai tanggungjawab moral dan sosial. Dengan demikian,

153
sebuah lembaga Islam yang mempekerjakan buruh atau pekerja tidak diperkenankan
membayar gaji mereka dengan tidak sewajarnya (ukuran wajar dapat diukur dengan
standar hidup layak). Betapa besar dosanya bila sebuah lembaga Islam yang dengan
sengaja tidak mau membayar upah buruhnya dengan standar kebutuhan, apalagi bila
membujuknya dengan kata-kata bahwa nilai pengorbanan si buruh tersebut merupakan
pahala baginya. Padahal, dibalik itu pemilik modal (si pejabat) melakukan pemerasan
dengan berkedok agama. Baik si pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras.
Tanggungjawab seorang buruh tidak berakhir ketika ia meninggalkan pabrik/usaha
majikanya. Akan tetapi, ia juga mempunyai tanggungjawab moral untuk melindungi
kepentingan yang sah, baik kepentingan majikan maupun para pekerja yang kurang
beruntung.
Suatu system ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba), riba merupakan
pemerasan kepada oyang yang hidupnya susah (terdesak oleh kebutuhan). Islam sangat
mencela penggunaan modal yang mengandung riba. Dengan alasan inilah, modal telah
mendudukin tempat yang khusus dalam ilmu ekonomi Islam. Negara Islam mempunyai
hak untuk turun tangan bila modal swasta digunakan untuk merugikan masyarakat.
Tersedia hukuman yang berat bagi mereka yang menyalagunakan kekayaan untuk
merugikan masyarakat. Hanya system ekonomi Islam yang dapat menggunakan modal
dengan benar dan baik, karena dalam system kapitalis modern manfaat kemajuan teknik
yang dicapai oleh ilmu pengetahuan hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang relatif
kaya, yang pendapatannya melebihi batas pendapatan untuk hidup sehari-hari. Mereka
yang hidup sekadar cukup hanya untuk makan sehari-hari terpaksa harus tetap menderita
kemiskinan abadi, karena hanya dengan mengurangi konsumsi hari ini ia dapat
menyediakan hasil yang kian bertambah bagi hari esok. Kita tidak bias berbuat demikian,
kecuali bila pendapatan kita sekarang ini bersisa sedikit di atas keperluan hidup sehari-
hari.
Islam melindungi kepentingan kaum dhuafa dengan memberikan tanggungjawab
moral terhadap si kaya untuk memerhatikan kaum dhuafa. Islam mengakui system hak
milik pribadi secara terbatas. Islam mengutuk setiap usaha apa saja yang mengarah ke
penumpukkan kekayaan yang tidak layak dalam tangan segelintir orang. Al-Qur`an
menyatakan agar si kaya mengeluarkan sebagian dari rezekinya untuk kesejahteraan
masyarakat, karena kekayaan harus tersebar dengan baik. Dengan cara ini, Islam
menyetujui pembentukan modal yang berlawanan, yaitu konsumsi sekarang yang
berkurang dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian, memungkinkan
modal memaikan peranan yang sesungguhya dalam proses produksi. Karena itu,
keuntungan pada usaha ekonomi yang khusus antara lain dapat digunakan sebagai salah
satu sarana penentuan modal.
Beriktu ini ciri-ciri khusus yang dapat ditelaah untuk memahami peranan organisasi
dalam ekonomi Islam. Pertama; dalam ekonomi Islam pada hakikatnya lebih berdasarkan
ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (load-based). Para menajer

154
cenderung mengola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi
dividen di kalangan pemegang saham dan berbagi keuntungan antara mitra suatu usaha
ekonomi. Kekuatan-kekuatan kooperatif melalui berbagai bantuk investasi berdasarkan
persekutuan dalam bermacam-macam bentuk (mudharabah, musyarakah, dan lain-lain).
Kedua; pengertian keuntungan bisa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka
ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak diperkenankan. Modal manusia yang
diberikan harus diintegrasikan dengan modal yang berbentuk uang. Pengusaha penanam
modal dan usahawan menjadi bagian terpadu dalam organisasi di mana keuntaugnan
menjadi urusan bersama.
Ketiga; karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral,
ketetapan, dan kejujuran dalam perakunan (accounting) barangkali jauh dari diperlukan
daripada dalam organisasi sekular mana saja, dimana para pemilik modalnya mungkin
bukan merupakan bagian dari manajemen. Islam menekankan kejujuran, ketepatan, dan
kesungguhan dalam urusan perdagangan, karena hal itu mengurangi biaya supervise dan
pengawasan. Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha barangkali mempunyai
signifikasi lebih diakui dibanding dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan
pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
System produktif dalam Islam harus dikendalikan dengan kriteria objektif maupun
subjektif. Kriteria objektif diukur dengan kesejahteraan material, sadangkan kriteria
subjektif harus tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai dari segi etika ekonomi
Islam.
Dalam Islam, faktor produksi tidak hanya tunduk pada proses perubahan sejarah yang
didesak oleh banyaknya kekuatan berlatar belakang penguangan tenaga kerja, tanah dan
modal, timbulnya negara nasional dari kerajaan feodal, dan sebagainya, tetapi juga pada
kerangka moral dan etika abadi sebagaimana disyariatkan dalam Islam. Tanah tidak
dianggap sebagai hak istimewah dari negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai
sarana untuk meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan
masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam bersifat unik, dalam arti bahwa pemilik mutlak
segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah, manusia hanyalah khalifah di
muka bumi. Pada umumnya, terdapat ketentuan syariat Islam yang mengatur hak milik
pribdi. Pada umumnya terdapat ketentuan syariat Islam yang mengatur hak milik pribadi.
Beberapa aspek pembiayaan (Nasution, 2006) dalam Islam cukup bervariasi, jika
dalam ekonomi modern pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai,
dan pungutan, maka Islam lebih memperkayanya dengan zakat, jizyah, kharaj (pajak
bumi) atau rampasan perang. Meskipun nilai nominal zakat lebih kecil dari pajak dalam
ekonomi modern tetapi pemberlakuan distribusinya lebih efektif.
Keunggulan pembangunan Islam lebih ditujukan dan mengacu pada peningkatan
output dari setiap jam kerja yang dilakukan, bila dibandingkan dengan konsep modern ,
disebabkan karena keinginan pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya timbul dari

155
masalah ekonomi abadi manusia, tetapi juga dari anjuran Ilahi dalam Al-Qur`an dan
sunah. Pertumbuhan output per kapita, disatu pihak tergantung pada sumber saya alam
dan dilain pihak pada perilaku manusia. Tetapi sumber daya alam saja bukan merupakan
kondisi yang cukup untuk pembangunan ekonomi, juga bukan sesuatu yang mutlak
diperlukan. Perilaku manusia memainkan peranan yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi. Namun, pembentukan perilaku manusia di negara terbelakang
adalah suatu proses yang menyakitkan karena memerlukan penyesuaian dengan lembaga-
lembaga sosial, ekonomi, hukum, politik, berbeda dengan agama lainnya, Islam
mengakui kebutuhan metafisik maupun material dari kehidupan. Karena itu, masalah
penempatan perilaku manusia disuatu negara tidaklah sesulit di negara sekuler
E. Karakteristik Ekonomi Islam
Karakteristik utama Islam adalah keteraturan dan keserasian. Satu-satunya agama di dunia
yang memiliki system dan konsep penataan kehidupan yang paling lengkap adalah agama
Islam. Bayangkan, mulai dari bangun tidur dipagi hari hingga tidur kembali di malam hari,
dalam kehidupan seorang Muslim ada aturan dan tata cara yang harus dikerjakan. Mulai dari
masalah akidah, ibadah, akhlak, keluarga, pendidikan, budaya, muamalah, dan segala aspek
kehidupan manusia baik meteriil atau nonmateriil. Kelengkapan aturan ini sering dengan
keserasian dengan karakteristik, sifat, dan tingkah laku manusia. Ajaran Islam yang
diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad sudah dirancang agar sesuai bagi seluruh umat
manusia karena system ini sesuai dengan kepribadian manusia.
Patut disadari (Rusydiana,dkk 2009) bahwa pengembangan ekonomi islam masih berkutat
pada perbaikan sektor finansial dan hal ini bukan tanpa masalah. Konsep dan aplikasi sistem
keuanagn islam tetaplah “pemain baru” di tengah existing system yang sudah menggurita.
Ketika sistem keuangan kapitalisme dibangun atas tiga fondasi: bunga (interest), uang kertas
(fiat money), dan cadangan sebagian pada bank sentral (fractional reserve system), sistem
keuangan islam hanya baru merevisi interest dengan bagi hasil, itupun belum sepenuhnya.
Meskipun ketika sistem uang emas dan cadangan penuh (full reserve system) belum
ditetapkan, kita tidak bisa mengatakan bahwa nilai kesyariahan sistem keuangan islam saat ini
hanya “sepertiga” saja. Maka, menyempurnakan sistem keuangan islam menjadi pekerjaan
yang harus segera digarap.
Kegiatan ekonomi pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari konsep ajaran Islam. Dalam Islam, aktivitas ekonomi yang diniatkan dan ditujukan untuk
kemaslahatan dinilai sebagai ibadah. Oleh karena itu, mempelajari ekonomi Islam dan
menjalankan aktivitas ekonomi secara Islam menjadi suatu keharusan bagi umat Islam
Karakteristik ekonomi Islam:
1. Harta kepunyaan Allah dan manusia merupakan khalifah atas harta
Adapun sumber karekteritisk ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga
asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam,
yaitu asas kaidah. Akhlak dan asas hukum (muamalah).

156
Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mausu`ah
Al-Ilmiyyah wa Al-Amaliyya Al-Silamiyyah yang dapat diringkas sebagai berikut: “Harta
kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atau harta”.
a) Harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah)
Simak firman Allah dalam Surah Al-Baqarah (2: 284):
              
             
  
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan
jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan,
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dari ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa pengertian tentang kesempurnaan keesaan
Allah, dalam hal ini: (1) Esa dalam kekuasaan-Nya; dan (2) Esa dalam mengetahui
segala yang terjadi di alam ini.
Allah Esa dalam mengetahui seluruh makhluk, maksudnya hanya Allah sajalah
mengetahui yang besar dan yang kecil, yang tampak dan yang tidak tampak oleh
manusia. Segala yang terjadi, yang wujud di alam ini, maka wujudnya itu tidak lepas
dari pengetahuan Allah, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Allah Esa dalam kekuasaan-Nya, maksudnya apa yang terjadi di alam ini adalah atas
kehendak Allah, tidak ada sesuatu pun yang dapat mengubah kehendak-Nya. Apabila
Dia menghendaki adanya sesuatu, maka sesuatu tersebut ada, sebaliknya apabila Dia
menghendaki lenyapnya sesuatu, maka sesuatu itu lenyap. Hanya Dialah yang dapat
mengetahui perbuatan-Nya, serta mengampuni atau mengazabnya dan keputusan yang
adil hanyalah ditangan-Nya saja.
Yang ada di dalam hati manusia itu ada dua macam: (1). Sesuatu yang ada di
dalam hati yang datang dengan sendirinya tergerak tanpa ada yang menggerakkan,
terlintas di dalam hati dengan sendirinya. Gerakan yang demikian tidak berdasarkan
iradah (kehendak) dan ikhtiar (pilihan) manusia, hanya timbul saja dalam hatinya. Hal
yang seperti ini tidak dihukum dan dihisab Allah, kecuali hatinya yang timbul dengan
usaha, pikiran, hasil renungan, dan sebagainya. Gerak yang seperti ini berubah
menjadi cita-cita keinginan yang kuat, sehingga timbullah iradah, niat, dan ikhtiar
untuk melaksanakannya. Gerak hati yang seperti inilah yang dihisab dan dijadikan
dasar dalam menentukan balasan pekerjaan manusia.
Imam Al- Ghazali meletakan harta benda dalam urutan terakhir karena harta
bukanlah tujuan itu sendiri. Ia hanyalah satu perantara (alat), meskipun sangat penting,
untuk merealisasikan kebahagiaan manusia. Harta benda tidak dapat mengantarkan
tujuan ini, kecuali bila dialokasikan dan didistribusikan secara merata.

157
Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar manusia selalu mengawasi, meneliti,
dan merasakan apa yang ada di dalam hatinya. Bila yang ada itu sesuai dengan
perintah Allah dan tidak berlawanan dengan larangan-Nya, maka jalankanlah sehingga
mewujudkan amal yang baik. Sebaliknya, bila yang ada di dalam hati itu bertentangan
dengan perintah Allah atau memungkinkan seseorang mengerjakan larangan-Nya,
hapuskan segera sehingga tidak sampai mewujudkan perbuatan dosa. Hendaklah
manusia waspada terhadap kemungkinan masuknya sesuatu yang tidak baik di dalam
hatinya sehingga mewujudkan perbuatan dosa.
Sebagai contoh ialah rasa dengki, pada mulanya tumbuh karena tidak senang
kepada seseorang. Perasan ini bertambah setiap ada peritiwa yang menyuburkannya.
Kemudian timbullah marah, dendam, ingin membalas dan sebagainya. Jika telah
demikian perasaannya, sukarlah untuk menghilangkannya dengan segera. Bahkan,
dikhawatirkan dapat melahirkan perbuatan dosa. Akan tetapi, bila dipadamkan
perasaan itu pada saat ia mulai tumbuh, maka rasa dengki itu tidak akan timbul,
kalaupun timbul dapat dihilangkan dengan mudah.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata; “Tatkala
Allah menurunkan ayat dalam surah al Baqarah (2: 284) ini kepada Rasulullah, maka
sahabat merasa bebannya bertambah berat, lalu mereka datang menghadap Rasulullah
dan berkata; “Kami telah dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sanggup kami
mengerjakannya, yaitu shalat, puasa, jihad, sedekah, dan kini telah turun pada ayat ini
yang kami tidak sanggup melaksanakannya. Maka Rasulullah bersabda: “Apakah
kamu hendak mengatakan seperti perkataan ahli kitab sebelum kamu, mereka
mengatakan; “Kami dengar dan kami durhaka.” Katakanlah; “Kami dengar dan
kami taat, kami memohon ampunan-Mu ya Tuhan kami, dan hanya kepada Engkaulah
kami kembali. Maka tatkala Rasulullah membacakan ayat ini kepada mereka, lidah
mereka mengikutinya. . Lalu Allah SWT berfirman dalam surah al Baqarah (2: 285):
           
          
       
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan):
"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-
rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka
berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

Selanjutnya berkata Abu Hurairah; ”Tatkala para sahabat telah mengerjakan yang
demikian Allah menghilangkan kekhawatiran mereka terhadap ayat itu dan Dia
menurunkan ayat berikutnya. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2: 286):
             
            
             

158
           
  
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir."

Dengan turunnya ayat (2: 286) di atas, hati para sahabat merasa tenang dan
tenteram, karena mereka telah yakin bahwa segala larangan dan perintah Allah itu
adalah sesuai dengan batas kemampuan manusia. Tidak ada perintah dan larangan
Allah yang tidak sanggup manusia melakukan atau menghentikannya. Hanya orang-
orang yang ingkar kepada Allah sajalah yang merasa berat menghentikan larangan-
larangan-Nya. Dan mereka telah yakin pula bahwa pekerjaan buruk yang terlintas di
dalam pikiran mereka dan mereka benci pula kepada pekerjaan itu, telah mereka
usahakan menghilangkannya, karena itu mereka tidak akan dihukum Allah.
Berfirmanlah dalam Surah Al-Baqarah (2: 225):
           
   
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja
(untuk bersumpah) oleh hatimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun

Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia menghisab (menghitung) apa yang ada
di dalam hati manusia, baik yang disembunyikan atau yang dinyatakan dan dengan
perhitungan-Nya itu, Dia membalas perbuatan manusia dengan adil karena
perhitungan dan pembalasan itu dilandasi dengan sifat Allah Maha Pengasih kepada
hamba-hamba-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa dengan karunia-Nya, dia mengampuni hamba-
Nya dan mengazabnya dengan adil serta memberi pahala yang berlipat ganda kepada
orang yang mengerjakan amal saleh.
Akhirnya Allah menyatakan bahwa Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari ayat itu
dipahami bahwa karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka mintalah
pertolongan kepada-Nya agar dapat melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menghentikan larangan-Nya, memohon taufik dan hidayah-Nya.
b) Manusia adalah khalifah atas harta miliknya.
Diantara ayat yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah atas harta firman
Allah dalam Surah Al-Hadid (57: 7):

159
         
      
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.

Adapun yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan
secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan
hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu
tidaklah boleh kikir dan boros.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah yang juga mengemukakan peran manusia
sebagai khalifah. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada
ditangan manuisa pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dialah menciptakannya.
Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya. Dengan
kata lain sesungguhnya Islam sangat menghomati hal milik pribadi, baik itu terhadap
barang-barang konsumsi maupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak
boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain.
Dalam Islam menurut Ariful Hikami bahwa kepemilikan pribadi sangan dihormati
dalamislam, kendatipun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula
dengan ajaran Islam. Sementara dalam system kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak
dan pemanfaatanya pun bebas. Sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya,
kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh Negara
2. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam.
Tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang
disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan
syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah.
Sedangkan diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam adalah:
a) Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan
kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Sabda Rasulullah “ Tidak
boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad)
b) Larangan melakukan penipuan dalam transaksi, ditegaskan dalam Sabda Rasulullah
“Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”. Islam
mengharamkan seluruh jenis penipuan, baik dalam masalah jual beli maupun dalam
seluruh macam muamalah. Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh
urusannya sebab keikhlasan dalam beragama nilainya lebih tinggi daripada seluruh
usaha duniawi
c) Larangan menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya sehingga dapat
mencegah peredaran uang dan menghambat fungsinya dalam memperluas lapangan
produksi, simak firman Allah SWT dalam surah at Taubah (9: 34)”

160
         
          
         
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan
jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-
orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih,
d) Larangan melakukan pemborosan karena dapat menghancurkan individu dalam
masyarakat.
3. Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan.
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap
aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupan kelak di akhirat. Oleh karena
itu, aktivitas keduniaan kita tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Islam
menghendaki adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di
dunia ini hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini jelas berbeda
dengan prinsip system ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk
kehidupan dunia saja.
Ekonomi Islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan
umum. Artinya keseimbangan dalam system sosial Islam adalah Islam tidak mengakui
hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu termasuk
dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara
batasan-batasan yang ditetapkan dalam system Islam untuk kepemilikan individu dan
umum.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya tidak
boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan
masyarakat secara umum.
4. Kebebasan individu dijamin dalam Islam.
Segenap individu dalam perekonomian kapitalis diberikan kebebasan untuk beraktivitas
baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan
tersebut tidak boleh melanggar aturan yang telah digariskan oleh Allah dalam Al-Qur`an
maupun hadits. Dengan demikian, kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak.
5. Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian.
Islam memperkenankan negara mengatur masalah perekonomian sehingga kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional.
Dalam Islam, negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang maupun dari negara lain. negara juga
berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara
layak. Peran negara dalam perekonomian pada system Islam ini jelas berbeda dengan

161
system kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Berbeda pula dengan sistem
sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara
mutlak.
6. Anjuran Allah melarang manusia hidup mewah dan bersikap angkuh.
Petunjuk investasi tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, Al-
Mawsu`ah Al-Ilmiyah wa al-amaliyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan
Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu; (a) Proyek yang
baik menurut Islam; (b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat;
(c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan; (d) Memelihara dan
menumbuhkembangkan harta; dan (e) Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
7. Zakat
Bukanlah tujuan zakat itu hanya terbatas dalam memerangi kefakiran dengan
pertolongan yang sementara atau tertentu, akan tetapi di antara tujuanya adalah untuk
meluaskan kaidah pemilikan dan memperbanyak jumlah pemilik harta, dan merobah
keadaan sebagianbesar manusia fakir dan miskin, menjadi orang yang berkecukupan dan
memiliki sesuatu, sepanjang waktu. Hal itu, oleh karena tujuan zakat itu memberi
kecukupan kepada orang-orang fakir., dengan sesuatu kadar yang mudah dihasilkannya,
dan mengeluarkannya dari keadaan membutuhkan pada keadaan mencukupkan yang
bersifat kekal.
Hal itu terjadi dengan memberikan pemilikan kepada setiap orang yang membutuhkan,
apa yang patut dan mecukupkan, seperti memberikan pemilikan kepada pedagang benda
yang bisa diperdagangkan dan segala apa yang perlu, dan kepada petani diberikan
pemilikan tanah dan apa yang menghasilkan, demikian pula pekerja diberi pemilikan alat-
alat bekerja dan kebutuhan lain, sebagaimana hal ini telah kami jelaskan pada sebagian
sasaran zakat.
Zakat dengan ini berfungsi untuk merealisir tujuan yang agung, yaitu memperkecil
jumlah peminta dan memperbanyak jumlah pemilik. Itu semua merupakan salah satu
tujuan dari tujuan dari tujuan islam yang besar, di bidang ekonomi dan kemsyarakatan,
yaitu bersamanya manusia dalam kebijakan dan kemanfaatan yang dititipkan Allah pada
penciptaan bumi ini serta menyatakan dan perputarannya tidak hanya oleh sekelompok
kecil orang kaya saja, sementara yang lain tidak mendapatkan apa-apa.
Allah SWT berfirman dalam surah al baqarah (2: 29):
            
       
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu.

Kata (jamian/semuanya) pada ayat tersebut, (Yusuf Qardhawi, 2011) sah berfungsi
sebagai penguat kata ilma fil ardhi/apa yang ada di muka bumi, atau penjual pada kata

162
manusia yang dukhatab (lakum). Tidak ada halangan untuk mengartikan kedua arti itu
secara bersama-sama.
Dengan demikian, (Yusuf Qardhawi, 2011) islam mengakui adanya perbedaan antara
manusia dalam kehidupan dan rizkinya, karena tanpa diragukan lagi itu semua merupakan
akibat dari adanya perebdaan fitrah manusia dalam anugrah dan miliknya, dalam kekuatan
dan kemampuannya. Yang harus diyakini bahwa pengaturan adanya perbedaan dan
kelebihan itu, artinya bukan islam membiarkan si kaya tambah kaya dan si fakir tambah
fakir, sehingga semakin luas jurang antara keduanya dan si kaya dalam masyarakat yang
ditakdirkan hidup dalam istana yang megah, saling mewariskan kenikmatan dan
kekayaan, sedang si fakir (merupakan belas tertentu) yang ditakdirkan beku dalam
pondok-pondok, bergelimang dalam kesengsaraan dan serba kekurangan.
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak
terdapat dalam perekonomian lain. System perekonomian di luar Islam tidak mengenal
tuntutan Allah kepada pemilik harta agar menyisikan sebagian harta tertentu sebagai
pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
8. Larangan Riba
Diantara rujuksn terkensl yang paling kuno tentang usury (riba) ditemukan dalam
manuskrip agama india kuno dan jain (1929) menyajikan ringkasan dengan baik tentang
riba tersebut dalam karyanya pada indigenous banking in india. Dokumen yang paling
awal berasal dari teks vedic india kuno (2000-1400 SM), yang mana usurer (kusidin)
disebut beberapa kali dan diinterpretasikan sebagai setiap orang meminjamkan dengan
memungut bunga.
Dalam agama yahudi, kitab taurat (bahasa yahudi untuk hukum musa atau pentateuch,
lima kitab pertama perjanjian lama) melarang riba di kalangan bangsa yahudi, sementara
paling tidak satu orang ahli melihat dalam talmud (hukum lisan yang melengkapi kitab
tertulis untuk kaum yahudi ortodoks) suatu bias yang konsisten terhadap kemunculan riba
atau laba’ (Neusner, 1990).
Dalam agama kristen, (Mohamad Suyanto, 2009) pelarangan yang keras atas riba
berlaku selama lebih dari 1400 tahun. Secara umum, semua kontrol ini menunjukkan
bahwa penarikan bunga apa pun dilarang. Tetapi secara berangsur-angsur hanya bunga
yang terlalu tinggi yang dianggap sebagai mengandung riba, dan undang-undang riba
yang melarang bunga berlebihan semacam itu masih berlaku hingga saat ini di banyak
negara barat dan beberapa negara muslim bagi umat kristen abad pertengahan,
pengambilan apa yang sekarang kita sebut bunga adalah usury (bunga yang berlebih-
lebihan), dan usury adalah dosa, dikutuk dengan kata-kata yang keras. Bagi kaum muslim,
pelarangan riba dalam al-Qur’an juga sangat jelas.
Pelarangan riba telah disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits. Islam adalah satu-
satunya agama besar yang mampu mempertahankan pelarangan riba. Islam menentang
keras pemahaman yang melegalkan perilaku orang yang memungut riba dan
menghalalkan jual beli hal ini dipertegas dengan ayat (Al-Baqarah: 275) yang berbunyi;

163
          
            
           
            
 
orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu[ (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.

Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal,


yaitu sebagai fasilitas transaksi dan sebagai alat penilaian barang. Diantara faktor yang
menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
Selanjutnya hal-hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan
ekomomi sosialis maupun kapitalis adalah:
a) Dialektika nilai-nilai spiritualisme dan materialisme. System perekonomian
kontemporer hanya peduli terhadap peningkatan utilitas dan nilai-nilai materialisme
suatu barang, tanpa menyentuh nilai-nilai spiritualisme dan etika kehidupan
masyarakat. System kapitalisme memisahkan intervensi agama dari berbagai kegiatan
dan kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi
perkembangan peradaban dan perekonomian masyarakat. Dalam ekonomi Islam
terdapat dialektika antara nilai-nilai spiritualisme dan materialism
b) Kebebasan berekonomi. Dalam kerangka merealisasikan konsep kebebasan individu
pada kegiatan ekonomi, kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap
individu masyarakat dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan.
Realitanya konsep kebebasan tersebut menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi
pendapatan dan kekayaan. Selain itu, system tersebut secara otomatis
mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemilik modal dan para
pekerja. Dalam konsep sosialisme, masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikitpun
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak ada
kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdangangan. Dalam
ekonomi Islam kebijakan pemerintah merupakan sebuah keniscayaan ketika
perekonomian dalam kondisi darurat, selama hal ini dibenarkan secara syara’. Pada
sisi lain, kepemilikan dan kebebasan individu dibenarkan sepanjang tetap pada koridor
syariah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk beramal dan
berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat.

164
c) Dualisme kepemilikan. Pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah semata.
Manusia hanya wakil Allah dalam rangka memakmurkan dan mensejahterakan bumi.
Kepemilikan manusia merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki. Untuk itu,
setiap langkah dan kebijakan ekonomi yang diambil oleh manusia untuk
memakmurkan alam semesta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang
digariskan oleh Allah yang maha memiliki. Konsep keseimbangan merupakan
karakteristik dasar ekonomi Islam, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu
dengan seimbang. Salah satu wujud keseimbangan kepemilikan manusia adalah
adanya kepemilikan publik sebagai penyeimbang kepemilikan individu. Kepemilikan
publik merupakan kepemilikan yang secara pokok telah ditentukan oleha syariat. Asas
dan pijakan, kepemilikan publik adalah kemaslahatan bersama. Segala komoditas dan
jasa yang dapat menciptakan ataupu menjadi keseimbangan dan kemaslahatan
bersama merupakan barang publik yang tidak boleh dimiliki secara individu.
Kepemilikan mempunyai nilai-nilai amanah dan tanggungjawab yang dapat
dibenarkan oleh syariah.
d) Menjaga kemaslahatan individu dan bersama. Kemaslahatan dari individu dan
masyarakat merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan ekonomi. Hal inilah yang
menjadi karakteristik ekonomi Islam, dimana kemaslahatan individu dan bersama
harus saling mendukung dan didikotomikan. Maksudnya, kemaslahatan individu tidak
boleh dikorbankan demi kemaslahatan bersama dan sebaliknya. Dalam mewujudkan
kemaslahatan kehidupan bersama, negara mempunyai hak intervensi apabilan terjadi
eksploitas atau kezaliman dalam mewujudkan sebuah kemaslahatan. Negara harus
bertindak jika terjadi penyimpanghan operasional yang merugikan hak-hak
kemaslahatan. Untuk mengatur dan menjaga kemaslahan masyarakat, diperlukan
sebuah instansi yang mendukung. Al-Hisbah merupakan instansi keuangan dalam
pemerintah Islam yang berfujngsi sebagai pengawas atas segala kegiatan ekonomi.
Lembaga tersebut bertugas mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam
mekanisme pasar. Apabila dalam mekanisme terjadi penyimpangan operasional maka
Al-Hisbah berhak melakuan intervensi. Selain itu Al-Hisbah mempunyai wewenang
untuk mengatur semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya kemaslahatan
bersama. Lembaga zakat merupakan sebuah kelaziman bagi terciptanya bangunan
ekonomi Islam. Institusi zakat merupakan elemen yang berfungsi untuk menampung
dana zakat dari muzakki (pembayar zakat). Institusi zakat memunyai otoritas penuh
dalam pengelolaan dan pendistribusian dana zakat. Juga mempunyai wewenang untuk
menarik zakat dari para muzakki (pemberi zakat) dan berkewajiban untuk
mendistribusikan kepada mustahik.
Empat karakteristik dasar yang telah diuraikan merupakan elemen utama yang
membedakan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi kontemporer. Dari beberapa
literatur yang ada juga dapat ditemukan karakteristik lain sebagai rujukan atau prinsip
dasar ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut;

165
a) Saling menjaga kemaslahatan bersama dan saling mengasihi satu sama lain. Hal
tersebut dapat direalisasikan dengan penetapan harga yang adil dan upah yang sesuai
dengan pekejaan serta aplikasi konsep sedekah dan zakat.
b) Mengajak untuk menggunakan uang sebagi medium of exchange, bukan sebagai
komoditas yang dapat menggiringi seorang terjerumus dalam transaksi ribawi.
Menciptakan mekanisme pasar yang jauh dari praktik ikhtikar ( monopoli), penipuan,
dan tindak kezaliman.
c) Mengajak untuk bersama-sama meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan
ekonomi dengan cara bekerja secara professional dan mendorong bangkitnya sektor
produksi. Disamping itu, harus dijauhkan sifat boros dan bermewah-mewahan di
dalam membelanjakan harta.
d) Memprioritaskan kemaslahatan bersama. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan
mewajibkan pajak, ta’sir (penentuan harga), menentukan kaidah berkonsumsi,
mengelola harta orang safih (tidak mengetahui kalkusi matematis ekonomi), serta
menumbuhkan sektor produksi.
F. Kerangka Ekonomi Islam
Sebaimana definisi tentang ekonomi Islam yang telah dikemukakan di tas bahwa beberapa
ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di
dalam kerangka syariah Islam. Definisi lain merumuskan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu
yang mempelajari perilaku seorang Muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai
dengan syariah Islam. Definisi yang lebih lengkap musti mengakomodasikan sejumlah
prasyarat, yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utamanya adalah
memasukkan nilai-nilai syariah Islam dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu
yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif
yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan
keputusan yang dibingkai syariah Islam. Jadi definisi ekonomi Islam di atas mengandung
kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompetibel dan tidak universal
1. Islam Sebagai Sistem Kehidupan Manusia
Islam sebagai konsep atau sistem hidup bersifat integratif dan komrehensif (sempurna), Ia
mengintegrasikan semua aspek kehidupan manusia di dunia, baik dalam kehidupan pribadi
maupun interaksi kolektif. Ia juga meliputi semua sisi detil kehidupan (komprehensif),
sehingga mencerminkan kelengkapan dan kesempurnaan Islam sebagai sebuah sistem atau
konsep hidup. Imam Syahid Hasan Al Banna dengan sangat jelas menerangkan posisi Islam
bagi kehidupan dalam karya besarnya Majma’atu Rasail (Risalah Pergerakan). Al Banna
menggambarkan bahwa Islam meliputi semua aspek kehidupan, dimana Islam adalah negara
dan tanah air, pemerintah dan ummat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan,
peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam,
penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana juga ia
adalah akidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
Simak firman Allah dalam surah Al Maa-idah (5: 44) :

166
           
         
            
         
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-
nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta
mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.

Simak Firman Allah dalam surah Al Baqarah (185) :


          
             
            
         
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu,
Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Berbiicara tentang aktivitas dan perilaku ekonomi tidak terlepas dari karakteristik
manusianya. Pola perilaku, bentuk aktivitas, dan pola kecenderungan terkait dengan
pemahaman manusia terhadap makna kehidupan itu sendiri. Dalam pandangan Islam bahwa
kehidupan manusia di dunia merupakan rangkaian kehidupan yang telah ditetapkan Allah
kepada setiap makhluk-Nya tersebut untuk nanti dimintai pertanggungjawabannya di akhirat
kelak.
Telah menjadi suatu ketetapan  dan kehendak Allah bahwa manusia diciptakan juga
sekaligus diberikan tuntunan hidup agar dapat menjalani kehidupan di dunia sebagai hamba
Allah untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya.
Agama Islam yang diturunkan Allah melalui para Nabi dan Rasulnya dan disempurnakan
ajarannya melalui Nabi terakhir, yaitu Muhammad adalah suatu sistem kehidupan yang
bersifat integral dan komprehensif mengatur semua aspek kehidupan manusia agar mencapai
kehidupan yang sejahtera baik didunia maupun akhirat, sebagaimana firman Allah dalam
Surah Al-Baqarah (2:132):
           
    

167
Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub.
(Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini
bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".

Untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang baik harus dimulai dari
pembinaan kualitas kehidupan secara individual. Karena dari sekumpulan individu-individu
itulah yang nanti dapat memberikan warna dan pengaruh perubahan yang lebih baik dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat. Kualitas seseorang ditentukan oleh kualitas kepribadiannya
yang akan melahirkan berbagai aktivitas di tengah masyarakat. Jika kualitas kepribadiannya
baik dan sehat maka akan melahirkan aktivitas amaliah yang cenderung baik dan sebaliknya.
Di sinilah pentingnya pembinaan kualitas kepribadian seorang muslim agar benar-benar
memahami secara benar tentang nilai-nilai Islam kemudian dapat memberikan warna dan
pengaruh perubahan terhadap lingkungan di sekitarnya. 
Pembentukan kepribadian Islam pada diri seseorang ditempuh melalui dua tahap yaitu,
Pertama, mengintroduksikan aqidah Islamiyah pada diri seseorang agar dia jadikan aqidah
atau pandangan hidupnya. Kedua, seorang muslim yang telah memiliki aqidah Islamiyah itu
bertekad menjadikan aqidah Islamiyah sebagai landasan dalam melakukan proses berfikir
yang Islami dan sekaligus menjadikan aqidah Islamiyah dalam mengatur dan mengendalikan
tingkah lakunya.
Untuk dapat memiliki kualitas berfikir yang berlandaskan aqidah Islamiyah atas berbagai
fenomena kehidupan ini, maka seorang muslim harus mencurahkan kemampuannya untuk
mempelajar ilmu-ilmu ke-Islaman baik ilmu tentang aqidah Islamiyah (ilmu tawhid), ilmu Al-
Qur’an dan tafsirnya (‘ulumul Qur’an), Ilmu Hadist, Fikih dan Ushul Fiqih, ilmu bahasa Arab
dsb. Jadi seorang muslim harus meningkatkan kualitas fikirnya melalui penguasaan terhadap
informasi-informasi Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Assunnah.
Disamping itu juga harus dibarengi dengan keseriusan dalam memahami perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kontemporer seperti ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu
pengetahuan alam, ilmu budaya, ilmu hukum, ilmu filsafat dsb. Keseimbangan dalam
penguasaan ilmu baik ilmu-ilmu ke-Islaman dan ilmu pengetahuan kontemporer akan
melahirkan sosok seorang muslim yang cerdas, bijaksana dan santun dalam menghadapi
perubahan yang terjadi.
Namun aspek olah fikir (kognitif) dan olah rasa (afeksi) saja tidak cukup untuk
melahirkan seseorang memiliki kepribadian Islam tetapi perlu ditunjang dengan pembinaan
aspek perilaku kehidupan sehari-hari (psikomotorik).  Agar seseorang dapat senantiasa
meningkatkan ketaatan dirinya terhadap Allah SWT sebagai Dzat yang menciptakannya,
maka dia harus memahami eksistensi dirinya sebagai makhluk Allah yang diberi anugerah
berupa kelebihan-kelebihan baik secara fisik, mental, emosional dan intelektual dibandingkan
makhluk Allah lainnya.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, harus memahami bahwa
dirinya memiliki berbagai macam potensi atau naluri kehidupan yang meliputi naluri

168
mempertahankan hidup, naluri melangsungkan keturunan dan naluri beragama.  Masing-
masing naluri kehidupan tersebut kemudian akan melahirkan berbagai macam bentuk
aktivitas manusia di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk kecenderungan
hidup tersebut harus senantiasa diatur dan dikendalikan sesuai dengan aturan yang telah
ditentukan oleh Allah SWT agar martabatnya sebagai hamba Allah tidak jatuh ke jurang
kehinaan. Islam telah mengatur semua kehidupan manusia baik menyangkut persoalan
ekonomi, politik, budaya, hukum, seni, baik kehidupan secara individual maupun social, 
permasalahan hidup di dunia maupun akhirat.
Seorang muslim senantiasa berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan dan
naluri tersebut berdasarkan atas aqidah Islamiyah bukan pada azas, ideologi, pandangan
hidup, budaya lainnya. Jadi disiniliah letak dan hakekat kepribadian seorang muslim yang
ditentukan oleh sejauh mana kemampuan berfikir atas segala fenomana kehidupan ini dan
kemampuan berperilaku yang didorong oleh berbagai macam naluri dan kebutuhan yang
senantiasa didasarkan atas aqidah Islamiyah.  Dalam aktivitas ekonomi seorang muslim tidak
hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik saja tapi juga sekaligus merupakan bagian
dari ibadah kepada Allah SWT. Sehingga dalam setiap tahap dan proses aktivitas ekonomi
selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Islam untuk mendapatkan keberkahan dalam kehidupan di
dunia dan akhirat.
Motif ibadah dalam setiap aktivitas ekonomi selalu menuntun setiap langkahnya untuk
selalu berada di jalan-Nya. Seorang muslim akan selalu berusaha untuk tidak melakukan
kegiatan ekonomi yang tidak dibenarkan menurut syariat Islam meskipun secara fisik material
mungkin menguntungkan seperti korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), mengurangi
timbangan, menipu, transaksi narkoba, prostitusi, praktek aborsi, manipulasi proyek, bisnis
pornografi dan pornoaksi dsb. Seorang muslim melihat setiap persoalan dalam perspektif dan
dimensi yang luas karena dia yakin kehidupan ini tidak berhenti hanya pada kehidupan di
dunia saja tetapi merupakan kontinuitas kehidupan yang akan dilanjutkan dengan kehidupan
di akhirat dimana setiap individu harus berhadapan dengan mahkamah keadilan Allah untuk
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya. Di sinilah implikasi keimanan seorang
muslim terhadap hari akhir akan berdampak pada perilaku kehidupan sehari-hari karena dia
yakin  bahwa Allah selalu mengawasi setiap langkah dan aktivitas hamba-Nya.
Perlu ditegaskan disini adanya perbedaan pengertian antara ilmu ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam merupakan suatu kajian (studi) yang terikat
dengan rambu-rambu metodologi ilmiah. Sehingga dalam proses perkembangannya
senantiasa mengakomodasikan berbagai aspek dan variabel dalam analisis ekonomi. Ilmu
ekonomi Islam dalam perspektif  metodologi ilmiah tidak berbeda dengan ilmu ekonomi pada
umumnya yang mengenal pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun berbeda halnya
dengan sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian dari kehidupan seorang muslim. Sistem
ekonomi Islam merupakan suatu bagian dalam kehidupan seorang muslim dalam upaya untuk
mengimplementasikan ajaran Islam dalam aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam
merupakan salah satu aspek dalam sistem Islam yang integral dan komprehensif. Aplikasi

169
nilai Islam dan sistem ekonomi Islam bagi seorang muslim merupakan bagian dari ketaatan
dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad
SAW.
Islam sebagai sistem kehidupan yang integral dan komprehensif telah memberikan aturan
pada semua aspek kehidupan manusia baik aspek politik, budaya, ekonomi, sosial, hukum,
seni, manajemen dsb. Sistem syariah Islam meliputi semua aspek kehidupan manusia untuk
menjaga ketertiban, keseimbangan dan kelestarian hidup manusia sehingga tercapai
kebahagiaan hidup manusia di dunia sampai di akhirat.
Kesempurnaan Islam sebagai pandangan hidup (ideologi) dan sistem nilai menjadi suatu
tuntutan manusia di tengah arus globalisasi dan modernitas yang dihadapkan pada berbagai
persoalan yang semakin kompleks. Hal ini telah diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya
dalam surah al baqarah (2: 208):
         
      
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Dari ayat di atas secara eksplisit dan implisit terdapat perintah Allah SWT kepada orang-
orang yang beriman untuk mengikuti semua aturan-aturan yang telah diturunkan Allah secara
totalitas dan jangan mengambil jalan hidup (way of life) dan sistem kehidupan (manhaj)
selain dari Islam agar hidup manusia mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Dalam suatu
hadist Rasulullah  SAW pernah menyampaikan pesan kepada seluruh umat manusia untuk
selalu berpegang teguh kepada syariat Islam yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan Assunnah.
“Aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalian
berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya” (HR. Malik)
Sistem ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem Islam yang mengatur masalah-
masalah ekonomi agar berjalan dalam aturan syariah Islam. Pengertian sistem ekonomi
terletak pada aturan keseluruhan yang menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi bagi semua
unit ekonomi yang ada dalam suatu masyarakat atas dasar prinsip-prinsip tertentu dan untuk
mencapai tujuan tertentu pula.
Kegiatan dan perilaku ekonomi umat Islam tidak terlepas dari karakteristik manusianya,
mengingat perilaku merupakan bentuk aktivitas, dan pola kecenderungan terkait dengan
pemahaman manusia terhadap makna kehidupan itu sendiri. Dalam pandangan Islam bahwa
kehidupan manusia di dunia merupakan rangkaian kehidupan yang telah ditetapkan Allah
kepada setiap makhluk-Nya untuk nanti dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Telah menjadi suatu ketetapan (kodrat) dan kehendak (iradat) Allah bahwa manusia
diciptakan juga sekaligus diberikan tuntunan hidup agar dapat menjalani kehidupan didunia
sebagi hamba Allah untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini sesuai dengan kehendak-
Nya.

170
Ada tiga hal pokok diperlukan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan hidup
adalah
a) Falah sebagai tujuan Hidup
Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja Aflaha –yuflihu yang berarti kesuksesan,
kemuliaan atau kemenangan. Dalam pengertian literal, Falah adalah kemuliaan dan
kemenangan yaitu kemulian dan kemenangan dalam hidup. Falah mencakup aspek yang
lengkap dan menyeluruh bagi kehidupan manusia. Aspek ini secara pokok meliputi
spritualitas dan moralitas, eknomi, social dan budaya serta politik. Untuk kehidupan
dunia, Falah mencakup tiga penegrtian yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan
serta kekuatan dan kehormatan sedangkan untuk kehidupan akhirat falah mencakup
pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi dan
pengetahuan abadi (bebas dari segala kebodohon).
b) Mashlahah sebagai tujuan antara untuk mencapai Falah
Islam mengajarkan agar manusia menjalani kehidupannya secara benar, sebagimana telah
diatur oleh Allah. Bahkan, usaha untuk hidup secara benar dan menjalani hidup secara
benar inilah yang menjadikan hidup seseorang bernilai tinggi. Ukuran baik buruk
kehidupan sesungguhnya tidak diukur dari indicator indicator lain melainkan dari sejauh
mana seorang manusia membuthkan suatu pedoman tentang kebenaran dalam hidup yaitu
agama (dien). Seorang Muslim yakin bahwa islam adalah satu satunya agam yang benar
dan di ridhai Allah. Islam telah mencakup seluruh ajaran kehidupan secara komprehensif.
Jadi agama merupakan kebutuhan manusia yang paling penting. Islam mengajarkan
menuntun keyakinan, memberikan ketentuan atau aturan berkehidupan serta membangun
moralitas manusia. Oleh karena tu, agama diperlukan oleh manusia kapanpun dan
dimanapun berada.
c) Permasalahan dalam mencapai Falah
Dalam upaya mencapai falah manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan
ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya.
Adanya berbagai keterbatasan, kekurangan dan kelemahan yang ada pada manusia serta
kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan sering kali menjadi
permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah. Permasalahan lain adalah kurangnya
sumber daya yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam
rangka mencapai falah.
2. Komparasi Teori dan Sistem Ekonomi
Kendati menurut Karim (2001) bahwa semua ekonom mengenal dan mengagukan ajaran
Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations, hanya sedikit yang mencermati secara teliti.
Dalam buku Wealth of Nations yang diterbitkan Oxford University Press, tahun 1993, Adam
Smith mengutip perjalanan Doktor Pocock yang menjelaskan rahasia kesuksesan para
pedagang Arab. Tepatnya, ia menulis, “ketika mereka memasuki sebuah kota, mereka
mengundang orang-orang di jalan, baik kaya maupun miskin, untuk makan bersama dengan

171
duduk bersila. Mereka memulai makan dengan mengucap bismillah dan mengakhirinya
dengan ucapan hamdallah.”
Apabila dicermati lebih mendalam buku The Wealth of Nations diduga banyak mendapat
inspirasi dari buku Al-Anwal yang bahasa Inggrisnya The Welath karangan Abu Ubaid (839
M). Banyak dari teori ekonomi modern yang merupakan inspirasi dari pemikiran ekonomi
Islam. Beberapa system ekonomi dari masyarakat Muslim yang ditiru barat antara lain adalah
syirkah (serikat dagang), suftaja (bill of exchange), hiwala (letter of credit), dar-ut Tiraz
(BUMN), ma’una ( bank swasta).
Dengan mengkaji dan mempelajari secara seimbang antara literature Islam dengan
literature barat akan meningkatkan pemahaman kita bahwa sangat besar peran pemikir
ekonomi Islam terhadap inspirasi para pemikir barat. Hal tersebut menjadikan kita tidak perlu
terkesima dengan teori-teori barat yang sering kita agungkan berlebihan, disamping akan
menambah pengakuan peran pemikir ekonomi Islam terhadap kemajuan ekonomi modern
dewasa ini.
Dalam aplikasinya selaku Muslim harus menggunakan prinsip ekonomi nur (kahir), yaitu
prinsip ekonomi yang didasarkan atas konsep ketuhanan secara fungsional. Lawan dari hal di
atas adalah prinsip ekonomi zulumat/syar, yaitu prinsip ekonomi yang melandaskan pada pola
pikir materialisme, yang menempatkan manusia sebagai segala-galanya.
Kemakmuran yang ingin dicapai oleh system ekonomi Islam adalah kemakmuran duniawi
dan ukhrawi, sedangkan system yang lain hanyalah kemakmuran duniawi. Dalam system
ekonomi sosialis pemerataam dapat terwujud, tetapi keadilan diabaikan, sebaliknya dalam
system kapitalis keadilan dapat terwujud, sedangkan pemerataan bertentangan dengan
ideologi yang ditanamkan. Secara normatif dengan ekonomi Islam stabilitas dapat terwujud
karena tanpa riba sehingga stabilitas moneter dapat terkendali.
Persatuan, keserasian, perdamaian, kelestarian sumber daya alam sejak awal sangat
diperhatikan dalam Islam. Sementara system lain tidak pernah membahas tentang kelestarian
alam, baru pada akhir-akhir ini muncul kesadaran pentingnya kelestarian alam setelah banyak
terjadi kerusakan di bumi dan bencana yang ditimbulkannya. Ekonomi Islam sangat
menekankan kemandirian melalui persuasi kultural.
Berdasarkan uraian di atas sistem ekonomi Islam merupakan system ideal dan terbaik
secara normatif, tetapi realitas menunjukkan bahwa pada abad ini perwujudan tersebut tidak
berhasil. Hal ini disebabkan karena umat Islam sendiri masih meragukan system ekonomi
Islam karena terpesona dengan kehebatan system ekonomi yang lain.
Berkaitan dengan hal diatas, Allah berfirman dalam Surah al-Insan (76: 27):
        
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak
memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).

Demikian pula firman Allah SWT dalam Surah An-Najm (53: 29):
           

172
Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan kami, dan
tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.
Kita mencoba lagi untuk mencari tanda lain agar dapat membedakan antar system
ekonomi yang ada. Sistem ekonomi kapitalis mempunyai prinsip setiap orang akan
mendapatkan penghasilan sesuai dengan karyanya ( from its according to his equality to is
according his ). Sistem ekonomi komunis mempunyai prinsip setiap orang akan mendapatkan
hasilnya sesuai dengan kebutuhannya (from its according to his equality to is according to his
need). Sementara ekonomi Islam dengan bersumber pada Al-Qur`an dan Hadits membangun
nilai egalitarianism (kesejahteraan bersama), sebagimana firman Allah dalam Surah al-
Hujurat (49: 13):
         
            
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Disamping itu, Nabi Muhammad bersabda “tidak beriman salah seorang diantar kamu
sehingga dia mencintai saudaranya sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri”.
G.H Jansen seorang non Muslim dan bukan ahli ekonomi dalam bukunya Islam Militan,
bahwa sejak 1960-1970 an sudah ada ratusan jilid buku ditulis oleh para sarjana Pakistan,
Syria, Mesir, dan dunia Islam lainnya tentanag teori ekonomi Islam yang langsung
dipraktikkan, sesungguhnya memang benar. Tetapi Jansen mempertanyakan, masalahnya
mengapa hingga saat ini teori ekonomi Islam itu tidak dipraktikan. Jansen menjawab sendiri,
bahwa para pemimpin dunia Islam belun mempunyai “Political Willing” (Rais ,1995)
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ekonomi yang
dipahami oleh nilai-nilai Islam, yakni berpedoman pada Al-Quran, dan Hadits. System
ekonomi Islam tentu berbeda dengan system ekonomi kapitalis, sosoalis, komunis, maupun
pasisme. Dalam hal ini membedakan adalah dalam system Islam, ekonomi yang dibangun
bertujuan untuk kesejahteraan semua pihak, tidak hanya satu pihak ataui golongan saja, tidak
untuk memperkaya satu pihak, yang konsepnya keadilan harus dijalankan atau harus
ditegaakan senyata-nyatanya atau setranpsaran mungkin. Ekonomi Islam sangat penting
supaya terciptanya masyarakat memahami dengan seksama konsep ekonomi Islam yang
sesungguhnya.
Ekonomi Islam bukan merupakan kawasan ilmu yang berada dititik tengah untuk
mengakomodasi kapitalis. Ekonomi Islam mempunyai karakteristiknya seandainya sampai
pada sisi kesamaan tentunya dalam mekanismenya dengan ekonomi konvensional.
Membicarakan ekonomi Islam bukan soal Bank Islam, akn tetapi mencangkup ekonomi
makro, ekonomi mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskan, pembayaran pablik hingga
pembangunan.

173

Anda mungkin juga menyukai