Anda di halaman 1dari 5

Arti, Hakikat, dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

pendidikanekonomia.blogspot.co.id /2014/04/arti-hakikat-dan-ruang-lingkup-ekonomi.html

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti, Hakikat, dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

2.1.1 Arti dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan
rukun Islam.

Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat
At Taubah ayat 105:
dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu

Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan.
(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang memepelajari perilaku manusia dalam
usaha umtuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam lingkup syari’ah.
Beberapa cendekiawan muslim juga mendefinisikan ekonomi islam sebagai berikut:

1. Hasanuzzaman (1984) bahwa ekonomi islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syari’ah yang
mencegah ketidak adilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya material agar memenuhi
kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.
2. Muhammad Abdul Mannan (1986) mendefinisikan bahwa ekonomi islam adalah ilmu social yang
memepelajari masalah masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai islam.
3. Khurshid Ahmad (1992) bahwa ekonomi islam adalah suatu upaya sistematik untuk memahami masalah
ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu dari perspektif islam.
4. Nejatuallah Siddiqi (1992) bahwa ekonomi islam adalah tanggapan pemikir pemikir muslim terhadap
tantangan ekonomi pada jamannya. Dimana dalam upaya ini mereka dibantu oleh al-Qur’an dan as-
Sunnah disertai dengan argumentasi dan pengalaman empiric.
5. Khan (1994) bahwa ekonomi Islam adalah suatu upaya yang memusatkan perhatian pada studi tentang
kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisir sumber daya di bumi atas dasar kerjasama
dan partisipasi.
6. Chapra (1996) bahwa ekonomi islam adalah cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka yang sejalan dengan syariah islam tanpa
membatasi kreativitas individu ataupu menciptakan suatu ketidakseimbangan ekonomi makro atau
ekologis.

Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim
atau negara Muslim sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di
mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan. Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi
1/5
administrasi kekurangan sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam
islam.
Namun, pendapat lain tidak memberikan pembatasan seperti ini, melainkan lebih pada umumnya. Dengan kata
lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah bagaimana Islam memberikan pandangan dan solusi atas berbagai
persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia secara umum.

2.1.2 Hakikat Ekonomi Islam

Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk
menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi
vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (khaliq) nya.
Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam merupakan satu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis dari nilai-
nilai Islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Dengan demikian, Islam adalah suatu dien (way of
life) yang praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang menyangkut aspek ibadah dan
muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya (hablum minallah) dan hubungan antara
manusia dengan manusia (hablum minannas).
Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan
maqasid syariah yaitu menjaga agama (li hifdz al din), jiwa manusia (li hifdz al nafs), akal (li hifdz al 'akl),
keturunan (li hifdz al nasl), dan menjaga kekayaan (li hifdz al mal) (Syatibi, tt. 12) tanpa mengekang kebebasan
individu (Chapra, 2001).

Salah satu definisi yang mengakomodasi unsur-unsur maqasyid asy syariah di atas adalah definisi ekonomi
Islam yang dirumuskan Yusuf al Qardhawi. Ia mengatakan ekonomi Islam memiliki karakteristik tersendiri. Dan
keunikan peradaban Islam yang membedakannya dengan sistem ekonomi lain. Ia adalah ekonomi rabbaniyah,
ilahiyah (berwawasan kemanusiaan), ekonomi berakhlak, dan ekonomi pertengahan.

Sebagai ekonomi ilahiyah, ekonomi Islam memiliki aspek transendensi yang sangat tinggi suci (holy) yang
memadukannya dengan aspek materi, dunia (profanitas). Titik tolaknya adalah Allah dan tujuannya untuk
mencari fadl Allah melalui jalan (thariq) yang tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah.

Ekonomi Islam seperti dikatakan oleh Shihab (1997) diikat oleh seperangkat nilai iman dan ahlak, moral etik bagi
setiap aktivitas ekonominya, baik dalam posisinya sebagai konsumen, produsen, distributor, dan lain-lain
maupun dalam melakukan usahanya dalam mengembangkan serta menciptakan hartanya.

Sebagai ekonomi kemanusiaan, ekonomi Islam melihat aspek kemanusiaan (humanity) yang tidak bertentangan
dengan aspek ilahiyah. Manusia dalam ekonomi Islam merupakan pemeran utama dalam mengelola dan
memakmurkan alam semesta disebabkan karena kemampuan manajerial yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya. Artinya, Allah telah memuliakan anak Adam dan mendesainnya untuk menjadi khalifah di muka
bumi. Dengan desain itu pula Allah menyertakan kepada manusia orientasi spiritual (ruh al ilahiyat) sebagai
aspek yang sangat fundamental dalam diri manusia yang disebut dengan fitrah manusia sebagai "al makhluk al
hanief" atau mahluk oleh Syed Heidar Nawab Naqvi (1981) disebut "Teomorfis".
Manusia sebagai manajer yang diberi mandat untuk memakmurkan dunia beserta isinya di dalam perspektif
ekonomi Islam telah diberi jalan terbaik untuk merealisasikan potensi dan fitrahnya sebagai makhluk teomorfis
dalam aspek ekonomi dengan selalu bersandar pada nilai moral dan spiritual.
Atas dasar maksud tersebut ekonomi Islam tidak mengizinkan adanya marginalisasi atau alienasi spiritual
lantaran aspek material.
Sebagai ekonomi pertengahan, ekonomi Islam dalam istilah Rahardjo (1993) disebut sistem ekonomi yang
mendayung antara dua karang, kapitalisme dan sosialisme. Tapi itu bukan kapitalisme yang mengkultuskan
kebebasan dan kepentingan individu secara mutlak dalam kepemilikan. Bukan pula sosialisme yang mematikan

2/5
kreativitas individual lantaran adanya prinsip sama rata dan sama rasa (Qardhawi, 1995, 25).

2.2 Sumber-Sumber Hukum Ekonomi Islam


Sumber – sumber hukum Ekonomi Islam yang esensial ada dua, tapi para ulama’ melakukan ijtihad kemudian
menentukan manhaj yang berbeda – beda. Di bawah ini adalah sumber – sumber hukum Ekonomi Islam.

Al-Qur’an

Al-qur’an adalah sumber pertama dan utama bagi Ekonomi Islam, di dalamnya dapat kita temui hal ihwal yang
berkaitan dengan ekonomi dan juga terhadap hukum – hukum dan undang – undang ekonomi dalam tujuan
Islam, di antaranya seperti hukum diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli yang tertera pada surah
Al-Baqorah ayat 275:
“......padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang – orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari tuhannnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah di
ambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni – penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

As-Sunah An-Nabawiyah

As-Sunah adalah sumber kedua dalam perundang-undangan islam. Didalamnya dapat kita jumpai khazanah
aturan perokonomian islam. Di antaranya seperti sebab hadis yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan
melindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil harta yang bukan miliknya.
“Sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan kalian
haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, di negeri ini.....”(H.R Bukhori)

Contoh lain misalnya As-Sunah juga menjelaskan jenis – jenis harta yang harus menjadi milik umum dan untuk
kepentingan umnum, tertera pada hadis: “Aku ikut berperang bersama Rasulullah, ada tiga hal yang aku dengar
dari Rasulullah: Orang – orang muslim bersyarikat (sama – sama memiliki) tempat penggembala, air dan api”
(HR. Abu Dawud)

Ijtihad Ulama’

Istilah ijtihad adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil – dalil syara’
secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara mengambil kesimpulan hukum (istimbat) Iman Al-Amidi
mengatakan untuk melakukan ijtihad harus sampai merasa tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuan.
Menurut Imam Al-Ghozali batasan sampai merasa tidak mampu sebagai bagian dari definisi ijtihad sempurna (al
ijtihad attaam)
Imam Syafi’i mengatakan bahwa seorang mujtahid tidak boleh mengtakan “tidak tahu” dalam suatu
permasalahan sebelum ia berusaha dengan sungguh – sungguh untuk menelitinya dan tidak boleh mengatakan
“aku tahu” seraya menyebutkan hukum yang diketahui itu sebelum ia mencurahkan kemampuan dan
mendapatkan hukum itu.
Keberadaan ijtihad sebagai sebuah hukum dinyatakan dalam Al-Qur’an dalam surat an Nisa (4) ayat 83, yang
artinya : “dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil
Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu).

Kitab – kitab Fikih Umum dan Khusus.

Kitab – kitab ini menjelaskan tentang ibadah dan muamalah, di dalamnya terdapat pula bahasan tentang
ekonomi yang kemudian dikenal dengan istilah Al-Mu’amalah Al-Maliyah, isinya merupakan hasil – hasil ijtihad
Ulama terutama dalam mengeluarkan hum – hukum dari dalil – dalil Al-Qur’an maupun hadis yang sahih.
3/5
Adapun bahasan – bahasan yang langsung berkaitan dengan ekonomi Islam adalah: Zakat, Sedekah sunah,
fidyah, zakat fitrah, jual beli, riba dan jual beli uang, dan lain – lain.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan
rukun Islam.
Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk
menepis anggapan bahwa Islam adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyah atau komunikasi
vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah (khaliq) nya. Beberapa ekonom memberikan penegasan bahwa
ruang lingkup dari ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim atau negara Muslim sendiri. Artinya, ia mempelajari
perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan.

Dengan kata lain, kemunculan ekonomi Islam merupakan satu bentuk artikulasi sosiologis dan praktis dari nilai-
nilai Islam yang selama ini dipandang doktriner dan normatif. Dengan demikian, Islam adalah suatu dien (way of
life) yang praktis dan ajarannya tidak hanya merupakan aturan hidup yang menyangkut aspek ibadah dan
muamalah sekaligus, mengatur hubungan manusia dengan rabb-nya (hablum minallah) dan hubungan antara
manusia dengan manusia (hablum minannas).
Sumber – sumber hukum Ekonomi Islam yang esensial ada dua, tapi para ulama’ melakukan ijtihad kemudian
menentukan manhaj yang berbeda – beda. Di bawah ini adalah sumber – sumber hukum Ekonomi Islam.

1. Al-Qur’an
2. As-Sunah An-Nabawiyah
3. Ijtihad Ulama’
4. Kitab – kitab Fikih Umum dan Khusus.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan arti, hakikat, ruang lingkup serta
sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam. Penulis menyadari di dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran kepada para pembaca, demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu), 2007


Naqvi, Syed Nawab Haider., 2003, “Menggagas Ilmu Ekonomi Islam” (terjemahan dari: Islam, Economics, and
Society), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hoetoro, Arif, 2007, “Ekonomi Islam Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi”, BPFE UNIBRAW,
Malang.
Chapra, M. Umer, 2001, “Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam” (terjemahan dari: The Future of
4/5
Economics: An Islamic Perspective), Gema Insani Press, Jakarta.

Artikel Terkait:
mpulan Makalah

Pengembangan Kurikulum
Model Pengembangan Kurikulum
Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Evaluasi Kurikulum
Model dan Konsep Kurikulum
Anatomi dan Desain Kurikulum
Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran
Arti, Hakikat, dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Evaluasi Pembelajaran
Pemilihan Media untuk Pembelajaran
Peralatan Proyeksi
Multimedia Pembelajaran
Media Audio Visual
Penyaluran Pesan Visual Verbal dan Non Verbal
Jenis Media Audio dan Penulisan Naskah Audio
Media Audio
Fungsi Media Pembelajaran
Kondisi Belajar dan Masalah Belajar
Sumber Belajar
Kecerdasan Emosional
Model Personal
Model Pemrosesan Informasi
Model Interaksi Sosial
Teori Belajar dan Kaitannya dengan kurikulum
Teori Belajar

5/5

Anda mungkin juga menyukai