Anda di halaman 1dari 16

Review Hasil Penelitian Islam Perspektif Ekonomi

(PARADIGMA EKONOMI ISLAM SYED NAWAB HAIDIR NAQVI)


Oleh : Moh. Mujib Zunun @lmisri

I
PENDAHULUAN DAN METODE PENELITIAN

Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad saw dipilih sebagai seorang
Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang
menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup masyarakat,
selain masalah hokum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi
(muamalat). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah saw,
karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga keimanan yang harus
diperhatikan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda,
“kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”. Maka upaya untuk mengentas
kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan social yang dikeluarkan
Rasulullah saw.
Selanjutnya kebijakan-kebijakan Rasulullah saw menjadi pedoman oleh para
penggantinya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib dalam memutuskan masalah-masalah ekonomi. Al-Qur’an dan Al-Hadits
digunakan sebagai dasar teori ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para
pengikutnya dalam menata kehidupan ekonomi Negara.
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam pada masa Nabi Muhammad saw belum
berkembang, hal ini disebabkan karena masyarkat pada saat itu langsung
mempraktekannya dan apabila menemui persoalan dapat menanyakan langsung
kepada Nabi. Sementara secara kontekstual persoalan ekonomi pada masa itu belum
begitu kompleks. Secara mikro praktek ekonomi yang dilakukan oleh Nabi dan para

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 1
sahabat pada masa itu sarat dengan unsur economic justice dalam kerangka etika
bisnis yang Qur’ani.
Pemikiran ekonomi baru menunjukkan sosoknya sepeninggal Nabi dan kehidupan
social ekonomi masyarakat semakin berkembang. Pemikiran ekonomi Islam mulai
didokumentasikan kurang lebih sejak tiga abad semenjak wafatnya Nabi. Beberapa
yang cukup terkenal antara lain Abu Yusuf1 (731-798), Yahya ibn Adham (818), El-
Hariri (1054-1122), Tusi ((1201-1274), Ibn Taymiyah (1262-1328), Ibn Khaldun
(1332-1406) dan Shah Waliullah (1702-1763). Setelah itu muncul pemikir-pemikir
kontemporer abad ke-20 antara lain Fazlur Rahman, Baqir As-Sadr, Ali Shariati,
Khurshid Ahmad, M. Nejatullah Shiddiqi, M. Umar Chapra, M. Abdul Mannan, Anas
Zarqa, Monzer Kahf, Syed Nawab Haider Naqvi, M. Syafii Antonio. M. Azhar
Basyir.

Sistem ekonomi Islam mempunyai ciri ketuhanan dan moral, selain itu juga
berkarakter kemanusiaan. Mungkin sebagian orang beranggapan bahwa kemanusiaan
bertolak belakang dengan ketuhanan sehingga keduanya tidak bisa digabungkan.
Persepsi tersebut tidak benar. Setidaknya, mereka yang menduga seperti itu lupa
bahwa ide kemanusiaan berasal dari Allah. Allahlah yang memuliakan manusia dan
menjadikannya khalifah di bumi.
Tujuan ekonomi Islam adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan
sejahtera. Yang dimaksud manusia di sini ialah semua golongan manusia, baik
sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat. Jika sistem ekonomi Islam itu
bersandarkan pada nash Al-Qur’an dan as-Sunnah yang berarti nash ketuhanan maka
manusia berperan sebagai yang diserukan dalam nash itu. Dalam ekonomi manusia
adalah tujuan dan sarana. Manusia diwajibkan melaksanakan tugasnya terhadap

1
Dikenal sebagai Qadi (hakim), bahkan Qadi Al-Qudah, Hakim Agung, sebuah jabatan
tertinggi dalam lembaga peradialan . Nama lengkapnya ialah Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansari
lahir di Kufah tahun 113 H. Hadits diperolehnya dari Abu Ishaq al Syaibani, Sulaiman al Taymi,
Yahya bin Said al-Anasari, A’masi, Hisyam bin Urwah, Ata’ bin Sa’ib dan Muhammad Sihaq bin
Yasir. Lihat di Abdullah Mustofa Al-Maraghi,

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 2
Tuhannya, terhadap dirinya, keluarganya, umatnya dan seluruh umat manusia.
Manusialah yang menjadi wakil Allah di bumi ini,2 serta memakmurkannya.3
Dalam buku ini, Prof. Naqvi memperluas metodologinya untuk mengkaji dan
menjelaskan prilaku ekonomi muslim “teladan” dalam sebuah kehidupan nyata dan
khas masyarkat muslim. Ini merupakan langkah maju yang penting menuju
pengembangan ilmu ekonomi Islam suatu disiplin ilmiah. Implikasi pendekatan ini
cukup menantang. Dengan tajam, pendekatan ini menyoroti sejumlah dimensi yang
tetap tersembunyi di bawah metodologi “abstraksi” dan asumsi “universalitas”
prilaku ekonomi.
Dengan demikian, dalam ekonomi Islam, manusia dan faktor kemanusiaan
merupakan unsur utama. Faktor kemanusiaan dalam ekonomi Islam terdapat dalam
kumpulan etika yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadis serta tertulis di dalam
buku-buku klasik (turāts) yang mencakup etika, kebebasan, kemuliaan, keadilan,
sikap moderat, dan persaudaraan sesama manusia.
Islam juga menganjurkan kasih sayang sesama manusia terutama kaum lemah, anak
yatim, miskin papa, dan yang terputus dalam perjalanan. Islam mengajarkan sikap
bertenggang rasa kepada para janda, tua renta, dan orang yang tidak sanggup bekerja.
Buah yang dipetik dari etika ini ialah diakuinya oleh Islam milik individu, dengan
syarat barang itu diperoleh dengan jalan halal. Islam juga menjaga milik individu
dengan segala undang-undang dan etika. Adalah hak manusia untuk menjaga hak
milik dan hartanya dari siapa saja yang ingin merusak.
Salah satu tanda yang jelas tentang ciri kemanusiaan pada ekonomi Islam ialah
penyediaan sarana yang baik untuk manusia. Sebagai tatanan ekonomi, Islam
menganjurkan manusia bekerja dan berusaha. Bekerja dan berusaha yang dilakukan
oleh manusia itu diletakkan Allah pada timbangan kebaikan mereka. Tidak aneh
apabila seorang muslim yang menjunjung kehidupan yang baik ini akan mendapatkan
ganjaran bila ia tekun bekerja. Dalam rangka menjunjung kehidupan, manusia telah

2
QS. al-Bqarah: 30
3
QS. Hūd: 61

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 3
dikaruniai berbagai kenikmatan untuk memenuhi kebutuhannya baik material
maupun spiritual.

II
Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sistem Ekonomi Islam


Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta
benda menurut perpektif Islam4. Ekonomi Islam sebagai ilmu ekonomi didasarkan
atas sumber hukum Islam; Al-Qur’an dan Al-Hadits.5
Secara epistemologis, ekonomi Islam dibagi menjadi dua disiplin ilmu;6 Pertama,
ekonomi Islam normatif, yaitu studi tentang hukum-hukum syariah Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda (al-mâl). Cakupannya adalah: (1) kepemilikan
(al-milkiyah), (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), dan (3)
distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas).
Kepemilikan (al-milkiyah), artinya bahwa Keinginan untuk memiliki harta
mendorong adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Berbagai aktivitas
ekonomi muncul agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang
seiring dengan semakin maju kehidupan masyarakat. Keinginan untuk memiliki harta
yang banyak mendorong seseorang untuk mau bekerja keras dari pagi sampai malam

4
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar
Al-Ummah. Lihat juga : Muhammad Abdul Mannan, (1993) Teori dan Praktek Ekonomi Islam
(terj), Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, 19. Lihat juga : M.M. Metwally (1995), Teori dan Model
Ekonomi Islam (terj), Bangkit Daya Insani, Jakarta, 1
5
Selain Al-Qur’an, Al-Hadits, sumber hukum lain adalah Ijma’ Ijtihad, dan Qiyas,
sedangkan sumber hukum ekonomi Islam lainyang diakui oleh empat madzhab adalah Istihsan,
Istislah, dan Istishab. Lihat Muhammad Abdul Mannan, (1993) Teori dan Praktek Ekonomi
Islam (terj), Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, 34-38. Selain itu Mashlahah Musrsalah dan ‘urf
(adat kebiasaan) merupakan sumber hukum yang juga harus diperhatikan. Lihat Ahamad Azhar
Basyir, (1987) Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, BPFE, Yogyakarta, 16-18
6
Muhammad Abdul Mannan, (1993) Teori dan Praktek Ekonomi Islam (terj), Dana
Bakti Wakaf, Yogyakarta, 9-17. Lihat juga : Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu
Pengantar, Ekonisia UII Yogayakarta, 2002, 53

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 4
pada berbagai bidang ekonomi. Fenomena ini juga ditegaskan oleh Allah Swt dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 14 :
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini
yaitu wanita-wanita, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenagan hidup di dunia dan
disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”
Islam memiliki pandangan yang khas mengenai masalah harta di mana semua bentuk
kekayaan pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. Demikian juga harat atau
kekayaan di alam semesta ini yang telah dianugerhkan untuk semua manusia
sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Islam memiliki suatu pandangan yang khas mengenai masalah
kepemilikan yang berbeda dengan pandangan kapitalisme7 dan sosialisme8, Islam
tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap perilaku
manusia harus dalam kerangka syariah termasuk masalah ekonomi. Islam mengatur
cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Hal ini dikarenakan kepemilikan harta

7
Sistem ekonomi kapitalis dipengaruhi oleh semangat mendapatkan keuntungan
semaksimal mungkin dengan sumber daya yang terbatas. Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-
nilai kebebasan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemahaman ini dadasari oleh filosofi Adam
Smith, bahwa terselenggaranya keseimbangan pasar dikarenakan manusia mementingkan diri
sendiri. Mekanisme pasar yang dimetamorfosiskan dengan tangan gaib (invisible hand) akan
mengatur bagaimana jalannya keseimbangan antara penawaran dan permintaan pasar. Smith
memuji sifat mementingkan diri sendiri sebagai penggerak segala kegiatan ekonomi. Lihat : Pauh-
Heinz Koeters, (1988) Tokoh-Tokoh Ekonomi Mengubah Dunia (terj), Gramedia, Jakarta, 9.
Lihat Juga : Milton Friedman (1972), Capitalism and Freedom, The University of Chicago Press,
California, 26. Lihat juga : Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia
UII Yogayakarta, 2002, 80
8
Sistem ekonomi yang mempunyai tujuan kemakmuran bersama. Filosofi ekonomi
sosialis, adalah bagaimana bersama-sama mendapatkan kesejahteraan. Perkembangan sosialisme
dimulai dari kritik terhadap kapitalisme yang pada waktu itu kaum kapitalis/borjuis mendapat
legitimasi gereja untuk mengeksploitasi buruh. Inilah yang menjadikan Karl Mark mengkritik
system kapitalis sebagai ekonomi yang sesui dengan aspek kemasyarakatan. Lihat Ross Polle
(1997), Moralitas dan Modernitas (terj), Kanisius, Yogyakarta, 37). Lihat juga William
Abenstein dan Edwin Fogelman (1994), Isme-Isme Dewasa ini (terj), Erlangga, Jakarta, 7-8

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 5
pada esensinya hanya sementara, tidak abadi, dan tidak lebih dari pinjaman terbatas
dari Allah.9
Pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah), artinya bahwa kekayaan di bumi
merupakan anugerah dari Allah SWT bagi kemakmuran dan kemaslahatan hidup
manusia.10 Sehingga, kekayaan yang dimiliki baik dalam lingkup pribadi, masyarakat
dan Negara harus benar-benar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan hidup manusia.
Islam sangat menentang sikap hidup masyarakat dan kebijakan negara yang
membiarkan dan menterlantarkan sumber ekonomi dan kekayaan alam.
Distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas), artinya
bahwa sumber-sumber ekonomi yang dianugerahkan Allah SWT bagi manusia adalah
merupakan wujud dari sifat kasih dan sayang-Nya. Sehingga, pemanfaatan sumber-
sumber ekonomi harus benar-benar digunakan bagi kesejahteraan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Islam sangat mencela setiap tindakan yang dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan dan mengancam kelestarian hidup manusia.
Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai (value-bond) atau valuational,
karena diperoleh dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah, melalui
metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber hukum Islam yaitu al-Qur’an
dan as-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
(1990) disebut sistem ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi fi al-Islâm).
Kedua, ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi
barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah)
yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Produksi adalah pekerjaan
berjenjang yang memerlukan kesungguhan usaha manusia, pengorbanan yang besar,
dan kekuatan yang terpusat dalam lingkungan tertentu untuk mewujudkan daya guna

9
Ibrahim Zaid Al-Kailani dkk, Dirosat Fi al-Fikri al-‘Arabi al-Islami, (Amman, Dar al-Fikr,
1995) 194-196. Lihat juga Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan
Tujuan, (Magistra Insania Press : 2004), 56-57
10
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar Al-
Ummah, hal. 59

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 6
material dan spiritual. Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk
usaha keras dalam pengembangan factor-faktor sumber yang diperbolehkan dan
melipatgandakan income dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, menopang
eksistensi serta ketinggian derajat manusia.11 Bagian ini merupakan pemikiran
universal, karena diperoleh dari pengalaman dan fakta empiris, melalui metode
induksi (istiqra’) terhadap fakta-fakta empiris parsial dan generalisasinya menjadi
suatu kaidah atau konsep umum.12 Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep
dari al-Qur’an dan as-Sunnah, tapi cukup disyaratkan tidak boleh bertentangan
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ekonomi Islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani (1990) disebut ilmu ekonomi Islam (al-‘ilmu al-iqtishadi fi al-islam).

Paradigma Ekonomi Islam


Paradigma merupakan istilah yang dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya The
Structure of Scientific Revolution (Chicago: The Univesity of Chicago Prerss, 1970).
Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia
yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Pemikir lain seperti Patton
(1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama dengan Khun, yaitu
sebagai “a world view, a general perspective, a way of breaking down of the
complexity of the real world.” [suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum,
atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata].13 Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani (2001) menggunakan istilah lain yang maknanya hampir sama dengan
paradigma, yaitu al-qa’idah fikriyah, yang berarti pemikiran dasar yang menjadi
landasan bagi pemikiran-pemikiran lainnya.
Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu: Pertama,
paradigma umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-

11
Fahd bin Hamud al-‘Ashimi, Khittotul Islam fi Mawarid al-Islam, hal. 2.
12
Husaini, S. Waqar Ahmed. 2002. Islamic Sciences. New Delhi : Goodwork Book, 35.
13
Fakih, Mansour. 2001. Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 46

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 7
qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem
politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah di sini
dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah (aqidah spiritual), yakni aqidah
yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga
sebagai Aqidah Siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah yang menjadi landasan untuk
mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi.
Kedua, paradigma khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar
dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi
landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Paradigma khusus ini terdiri dari tiga asas
(pilar), yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah, (2) pemanfaatan
kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan (3) distribusi kekayaan
kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas), melalui mekanisme syariah.
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga asas tersebut tidak boleh tidak harus terikat dengan
syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi)
wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Al-Ashlu fi al-
af’âl al-taqayyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar mengenai perbuatan manusia,
adalah wajib terikat dengan syariah Islam).14
Paradigma sistem ekonomi Islam tersebut bertentangan secara kontras dengan
paradigma sistem ekonomi kapitalisme saat ini, yaitu sekularisme. Aqidah Islamiyah
sebagai paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama
dan sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala asek kehidupan tanpa kecuali,
termasuk aspek ekonomi.15
Paradigma Islam ini berbeda dengan paradigma sistem ekonomi kapitalisme, yaitu
sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).16 Paham sekularisme lahir sebagai

14
Ibnu Khalil, Atha`. 2000. Taisir Al-Wushul Ila Al-Ushul. Beirut : Darul Ummah, 27.
15
lihat Qs. al-Mâ’idah [5]: 3; Qs. an-Nahl [16]: 89). LIhat juga : Zallum, Abdul Qadim. 2001.
Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil, Menerapkan, dan Menyebarluaskannya. Bogor :
Pustaka Thariqul Izzah, 36.
16
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasal dan tumbuh di Barat pasca abad
pertengahan (mulai abad ke-15), yang bercirikan adanya kepemilikan individu atas sarana produksi
dan distribusi dan pemanfaatan sarana produksi dan distribusi itu untuk memperoleh laba dalam situasi

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 8
jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yaitu di satu sisi pandangan Gereja dan para
raja Eropa bahwa semua aspek kehidupan harus ditundukkan di bawah dominasi
Gereja. Di sisi lain ada pandangan para filosof dan pemikir (seperti Voltaire,
Montesquieu) yang menolak eksistensi Gereja. Jadi, sekularisme sebagai jalan tengah
pada akhirnya tidak menolak keberadaan agama, namun hanya membatasi perannya
dalam mengatur kehidupan. Agama hanya ada di gereja, sementara dalam kehidupan
publik seperti aktivitas ekonomi, politik, dan sosial, tidak lagi diatur oleh agama.17
Selanjutnya, karena agama sudah disingkirkan dari arena kehidupan, lalu siapa yang
membuat peraturan kehidupan? Jawabnya adalah: manusia itu sendiri, bukan Tuhan,
karena Tuhan hanya boleh berperan di bidang spiritual (gereja). Lalu agar manusia
bebas merekayasa kehidupan tanpa kekangan Tuhan, maka manusia harus diberi
kebebasan (freedom/al-hurriyat) yaitu; kebebasan beragama (hurriyah al-aqidah),
kebebasan berpendapat (hurriyah al-ra`yi), kebebasan berperilaku (al-hurriyah al-
syahshiyah), dan kebebasan kepemilikan (hurriyah al-tamalluk). Bertitik tolak dari
kebebasan kepemilikan inilah, lahir sistem ekonomi kapitalisme. Dari tinjauan
historis dan ideologis ini jelas pula, bahwa paradigma sistem ekonomi kapitalisme
adalah sekularisme.18
Sekularisme ini pula yang mendasari paradigma cabang kapitalisme lainnya, yaitu
paradigma yang berkaitan dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan
distribusi kekayaan (barang dan jasa) kepada masyarakat. Semuanya dianggap lepas
atau tidak boleh disangkutpautkan dengan agama.
Berdasarkan sekularisme yang menafikan peran agama dalam ekonomi, maka dalam
masalah kepemilikan, kapitalisme memandang bahwa asal usul adanya kepemilikan
suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat (utility) yang melekat pada barang itu,
yaitu sejauh mana ia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Jika suatu barang

pasar yang kompetitif. ( Milton H. Spencer, Contemporary Macro Economics, New York : Worth
Publishers, 1977, 62)
17
An-Nabhani. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Mansyurat Hizb Al-Tahrir,
28.
18
An-Nabhani. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Mansyurat Hizb Al-
Tahrir.

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 9
mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka barang itu sah untuk
dimiliki, walaupun haram menurut agama, misalnya babi, minuman keras, dan
narkoba. Ini berbeda dengan ekonomi Islam, yang memandang bahwa asal usul
kepemilikan adalah adanya izin dari Allah SWT (idzn Asy-Syâri’) kepada manusia
untuk memanfaatkan suatu benda. Jika Allah mengizinkan, berarti boleh dimiliki.
Tapi jika Allah tidak mengizinkan (yaitu mengharamkan sesuatu) berarti barang itu
tidak boleh dimiliki. Maka babi dan minuman keras tidak boleh diperdagangkan
karena keduanya telah diharamkan Allah, yaitu telah dilarang kepemilikannya bagi
manusia muslim.19
Dalam masalah pemanfaatan kepemilikan, kapitalisme tidak membuat batasan
tatacaranya (kaifiyah-nya) dan tidak ada pula batasan jumlahnya (kamiyah-nya).
Sebab pada dasarnya sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin dari paham
kekebasan (freedom/liberalism) di bidang pemanfaatan hak milik. Maka seseorang
boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengan cara apa saja.
Walhasil tak heran di Barat dibolehkan seorang bekerja dalam usaha perjudian dan
pelacuran. Sedangkan ekonomi Islam, menetapkan adanya batasan tatacara (kaifiyah-
nya), tapi tidak membatasi jumlahnya (kamiyah-nya). Tatacara itu berupa hukum-
hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan (tasharruf) harta, baik
pemanfaatan yang berupa kegiatan pembelanjaan (infaqul mâl), seperti nafkah, zakat,
shadaqah, dan hibah, maupun berupa pengembangan harta (tanmiyatul mal), seperti
jual beli, ijarah, syirkah, shina’ah (industri), dan sebagainya. Seorang muslim boleh
memiliki harta berapa saja, sepanjang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai syariah
Islam. Maka dalam masyarakat Islam tidak akan diizinkan bisnis perjudian dan
pelacuran, karena telah diharamkan oleh syariah.
Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkannya kepada mekanisme
pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi
penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga berfungsi secara informasional,

19
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar
Al-Ummah. 35

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 10
yaitu memberi informasi kepada konsumen mengenai siapa yang mampu memperoleh
atau tidak memperoleh suatu barang atau jasa. Karena itulah peran negara dalam
distribusi kekayaan sangat terbatas. Negara tidak banyak campur tangan dalam urusan
ekonomi, misalnya dalam penentuan harga, upah, dan sebagainya. Metode distribusi
ini terbukti gagal, baik dalam skala nasional maupun internasional. Kesenjangan kaya
miskin sedemikian lebar. Sedikit orang kaya telah menguasai sebagian besar
kekayaan, sementara sebagian besar manusia hanya menikmati sisa-sisa kekayaan
yang sangat sedikit.20
Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme syariah,
yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang menjamin
pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme syariah ini terdiri
dari mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat
produktif, berupa berbagai kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam
akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk).21 Mekanisme
ini, misalnya ketentuan syariah yang: (1) membolehkan manusia bekerja di sektor
pertanian, industri, dan perdagangan; (2) memberikan kesempatan berlangsungnya
pengembangan harta (tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi, seperti dengan
syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya; dan (3) memberikan kepada rakyat hak
pemanfaatan barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola
negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi
kesejahteraan rakyat.

20
Pada tahun 1985 misalnya, negara-negara industri yang kaya (seperti AS, Inggris,
Perancis, Jerman, dan Jepang) yang penduduknya hanya 26 % penduduk dunia, menguasai lebih
dari 78 % produksi barang dan jasa, 81 % penggunaan energi, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan
dunia (Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga, Jakarta : CIDES, 1999, hlm. 8-9). Pada tahun
1985 juga, pendapatan nasional (GNP) Indonesia besarnya adalah 960 dolar AS per orang
setahunnya, sejumlah 80 % daripadanya merupakan nilai aktivitas ekonomi dari 300 grup
konglomerat saja. Sedangkan selebihnya (hampir 200 juta rakyat) kebagian 20 % saja dari seluruh
porsi ekonomi nasional (Republika, 28 Agustus 2000)
21
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar
Al-Ummah, 85

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 11
Sedang mekanisme non-ekonomi, adalah mekanisme yang berlangsung tidak melalui
aktivitas ekonomi yang produktif, tetapi melalui aktivitas non-produktif. Misalnya
dengan jalan pemberian (hibah, shadakah, zakat, dan lain-lain) atau warisan.
Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yaitu
untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya
mengandalkan mekanisme ekonomi semata, baik yang disebabkan adanya sebab
alamiah seperti bencana alam dan cacat fisik, maupun sebab non-alamiah, misalnya
penyimpangan mekanisme ekonomi (seperti penimbunan).
Mekanisme non-ekonomi bertujuan agar di tengah masyarakat segera terwujud
keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, dan memperkecil jurang perbedaan antara yang
kaya dan yang miskin. Mekanisme ini dilaksanakan secara bersama dan sinergis
antara individu dan negara.
Mekanisme non-ekonomi ada yang bersifat positif (ijabiyah) yaitu berupa perintah
atau anjuran syariah, seperti: (1) pemberian harta negara kepada warga negara yang
dinilai memerlukan, (2) pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada
para mustahik, (3) pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang
yang mampu kepada yang memerlukan, dan (4) pembagian harta waris kepada ahli
waris, dan lain-lain.
Ada pula yang mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan atau
cegahan syariah, misalnya (1) larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan
perak) walaupun telah dikeluarkan zakatnya; (2) larangan peredaran kekayaan di satu
pihak atau daerah tertentu; (3) larangan kegiatan monopoli serta berbagai penipuan
yang dapat mendistorsi pasar; (4) larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan
hadiah kepada para penguasa; yang ujung-ujungnya menyebabkan penumpukan harta
hanya di tangan orang kaya atau pejabat.

Konsep-Konsep Ekonomi Islam

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 12
Sasaran-Sasaran Kebijakan Ekonomi Islam menurut syed Nawab Haedir Naqvi
sebagai berikut :
Kebebasan Individu
Kebebasan absolute hanya milik Tuhan, maka kebebasan manusia hanya bisa bersifat
relative.
Keadilan Distributif
Keadaan social yang benar (secara moral) adalah keadaan yang memprioritaskan
kesejajaran (Qist). Dengan demikian, sebagai suatu aturan, distribusi pendapatan dan
kekayaan yang tidaak sejajar bisa diterima jika distribusi pendapatan yang lebih
sejajar pada masa kini akan menurunkan kesejahteraan di masa yang akan datang.
Pendidikan Universal
Hanya dengan menjadi manusia yang berpengetahuan (alim), manusia bisa
mengklaim superioritas atas makhluk-makhluk Tuhan yang lain. Hal ini karena
pengetahuan merupakan alat untuk membuat barang-barang berharga dan mencapai
keselamatan spiritual secara bersama-sama. Dengan demikian pendidikan, khususnya
sekolah dasar memiliki pengaruh kesejajaran (pendapatan) dan memiliki
kecenderungan untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, jika Negara
tidak memberikan subsidi pada pendidikan, maka pasar akan menyediakan
pendidikan lebih hanya kepada mereka yang mampu membayar. Jadi, untuk
mewujudkan potensi kesejajaran, adalah penting agar pendidikan diberi subsidi,
bahkan dibuat gratis bagi mereka yang tidak bisa membayar. Karena pendidikan yang
lebih tinggi bagi kehidupan manusia bisa menjadikan mereka lebih produktif dan
karenanya mereka bisa memeroleh penghasilan lebih.
Pertumbuhan Ekonomi
Dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan menaikkan gaji riil (dari
tenaga kerja tidak trampil) pertumbuhan ekonomi bisa meningkatkan pendapatan riil.
Ini merupakan syarat yang diperlukan untuk memperbarui distribusi pendapatan dan
kekayaan dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Menciptakan Lapangan Kerja Secara Maksimal

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 13
Pengangguran bukan merupakan masalah yang sangat menekan menurut pemikiran
liberal, yang membela ketergantungan yang besar terhadap hasil-hasil proses pasar
tanpa mempedulikan pengangguran. Dengan demimikian, jika terjadi tingkat
pengangguran yang besar, ini tidak harus menjadi indikasi kegagalan system ekonomi
(kapitalis) yang didasarkan pada pasar bebas, itu lebih merupakan suatu jenis proses
transisional, sehingga problem itu dipandang akan hilang begitu pertumbuhan
ekonomi terjadi.
Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Islam
Institusi Kepemilikan Pribadi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi jika diperoleh melalui kerjanya sendiri;
tetapi Islam berkeberatan dalam hubungannya dengan individu untuk mengambil apa
yang bukan merupakan hak yang tidak berasal dari kerjanya sendiri dan dalam
hubungannya dengan kepemilikan lahan, yang bukan hasil tanamannya sendiri.
Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran penting dalam ekonomi Islam; tetapi paket
kebijakan yang pasti yang diadopsi untuk mencapainya merupakan suatu instrument
penting, khususnya untuk mencapai keadailan distributive.
Sistem Jaminan Sosial
Dalam ekonomi Islam, semua anggota berhak memperoleh tingkat pendapatan
minimum lepas dari tingkat kemampuan yang dimilikinya; yang berarti pemisahan
antara kemampuan untuk memperoleh pendapat dengan hak seseorang untuk
mendapatkan sarana-sarana penghidupan yang minimum.
Masalah Kepemilikan Publik
Sistem pasar bebas tidaklah memadai, bahkan juga tidak cukup mampu, untuk bisa
mengoptimalkan konsumsi dan produksi social.

III
Analisa Kritis

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 14
Demikianlah uraian sekilas paradigma sistem ekonomi Islam. Dengan memahaminya,
diharapkan umat Islam terdorong untuk menerapkannya dan sekaligus mengetahui
perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tengah diterapkan.
Walaupun Syed Nawad Haidir Naqvi sangat vocal dalam mengkritik system ekonomi
kapitalis, namun menurut reviewer ada segi positifnya selain negative. Adapun segi
positifnya adalah :
Kapitalisme itu memberikan kebebasan dan efisiensi. Maksudnya adalah kebebasan
bersaing kepada pelaku bisnis tentang kualitas produk yang dipasarkan, dan
mendorong pemerintah untuk bersikap adil, tidak korup dalam melihat realitas yang
berlangsung dalam kebebasan bersaing di pasar.
Kapitalisme menggairahkan dunia perekonomian dengan mendorong meningkatkan
kualitas produksi, meningkatkan produktifitas kerja, dan memberikan jaminan
kesejahteraan masyarakat. Mereka yang bekerja keras akan mendapatkan upah yang
banyak, sementara yang malas bekerja tidak akan mendapatkan upah sesuai dengan
produktifitas kerja. Persaingan dalam dunia kerja semakin ketat, maka orang akan
berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Mannan, Muhammad, (1993) Teori dan Praktek Ekonomi Islam (terj), Dana
Bakti Wakaf, Yogyakarta.
Abenstein, William, dan Fogelman, Edwin, (1994), Isme-Isme Dewasa ini (terj),
Erlangga, Jakarta.
Al-‘Ashimi, Fahd bin Hamud, Khittotul Islam fi Mawarid al-Islam, Amman, Dar al-
Fikr, 1995
Al-Kailani, Ibrahim Zaid dkk, Dirosah Fi al-Fikri al-‘Arabi al-Islami, (Amman, Dar
al-Fikr, 1995).

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 15
An-Nabhani, Taqiy Al-Din. 1990. An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam.. Beirut : Dar
Al-Ummah.
An-Nabhani. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Mansyurat Hizb Al-
Tahrir.
At-Tariqi, Husain, Abdul, Abdullah, Ekonomi Islam Prinsip, Dasar, dan Tujuan,
(Magistra Insania Press : Yogyakarta : 2004).
Azhar Basyir, Ahamad, (1987) Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, BPFE,
Yogyakarta
Fakih, Mansour. 2001. Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Friedman, Milton, (1972), Capitalism and Freedom, The University of Chicago
Press, California
Husaini, S. Waqar Ahmed. 2002. Islamic Sciences. New Delhi : Goodwork Book.
Ibnu Khalil, Atha`. 2000. Taisir Al-Wushul Ila Al-Ushul. Beirut : Darul Ummah.
Koeters, Pauh Heinz, (1988), Tokoh-Tokoh Ekonomi Mengubah Dunia (terj),
Gramedia, Jakarta
Metwally, M.M., (1995), Teori dan Model Ekonomi Islam (terj), Bangkit Daya
Insani, Jakarta
Polle, Ross, (1997), Moralitas dan Modernitas (terj), Kanisius, Yogyakarta
Strahm, Rudolf H. 1999. Kemiskinan Dunia Ketiga. Jakarta : CIDES
Sudarsono, Heri, SE., Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia UII
Yogayakarta, 2002.
Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, and Society (Menggagas Ilmu
Ekonomi Islam), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Yuliadi, Imamudin, SE., M.Si., Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, (LPPI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta : 2001),
Zallum, Abdul Qadim. 2001. Demokrasi Sistem Kufur : Haram Mengambil,
Menerapkan, dan Menyebarluaskannya. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah.

Review Penelitian Islam Dalam Perspektif Ekonomi Oleh Mujib Zunun @l-Misri@2008 16

Anda mungkin juga menyukai