Anda di halaman 1dari 24

AYAT-AYAT AL-QUR’AN

TENTANG RIBA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
yang Diampu Oleh :
Moh. Nadhir Mu’ammar, S.Th.I., M.Ud

Di Susun Oleh:
Kelompok 5
Cecep Abdul Salam 192001007
Ding Aisyah Fabillah 192001008
Salma Azmilah 192001019

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MANGGALA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan


kepada Rasulullah SAW Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Filsafat
Ilmu.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Tafsir ayat
ekonomi“ayat-ayat al-quran tentang riba”. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya para Mahasiswa/i Sekolah Tinggi Agama Islam Manggala.

Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu kami meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di  masa  yang  akan  datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Pacet, 09 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Pengertian dan Macam-Macam Riba....................................................................4
B. Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Riba.......................................................................7
C. Cara Menghindari Riba dalam Kehidupan..........................................................12
BAB III PENUTUP........................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULLUAN

A. Latar Belakang

Islam merumuskan suatu sistem ekonomi yang berbeda dari sistem-sistem


ekonomi lainnya. Hal ini karena ekonomi Islam memiliki akar dari syariah yang
menjadi sumber dan panduan bagi setiap muslim dalam melaksanakan
aktifitasnya. Islam memiliki tujuan-tujuan syariah (maqasid asy-syari’iyyah).
Tujuan-tujuan itu sendiri selain mengacu kepada kepentingan manusia untuk
mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, juga memiliki nilai yang
sangat penting bagi persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi serta menuntut
tingkat kepuasan yang seimbang antara kepuasan jasmani dan rohani.

Ekonomi Islam secara jelas membedakan antara uang (money) dengan modal
(capital). Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept, sedangkan capital
adalah stock concept. Dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar akan
berdampak pada semakin baiknya tingkat ekonominya. Dalam kerangka pikir
inilah, Islam menganjurkan qardh dan sedekah yang secara makro akan
mempercepat perputaran uang dalam perekonomian.[CITATION Adi01 \p 24 \l 1057 ]

Dalam konsep ekonomi Islam tidak dikenal motif kebutuhan uang untuk
spekulasi, karena spekulasi tidak dibolehkan. Kebalikan dari sistem ekonomi
konvensional yang memberikan bunga atas modal. Ekonomi Islam malah
menjadikan modal sebagai objek zakat. Dalam ekonomi Islam, uang adalah
barang public, sedangkan capital  adalah barang pribadi. Karenanya, penimbunan
uang (dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang yang beredar.
Bila diibaratkan darah, perekonomian akan kekurangan darah alias kelesuan
ekonomi alias stagnasi. Berkembangnya bank-bank syariah di negeri-negeri Islam
berpengaruh ke Indonesia, pada awal periode 1980-an. Diskusi tentang ekonomi
syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan, para tokoh yang terlibat

1
2

dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo,


A.M Saefudin, M. Amien Azis dan lain-lain.

Akan tetapi, perakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di


Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya “Bunga Bank dan
Perbankan” di Cisarua, Bogor Jawa Barat. Kemudian, ditindaklanjuti dalam
Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-
25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas ke IV MUI dibentuk kelompok
kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia, yang kemudian melahirkan Bank
Muamalat Indonesia (BMI) dengan akte pendirian tanggal 1 November 1990.
Dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis
juga didasari oleh kenyataan akan praktek bunga pada bank konvensional yang
“tumbang” akibat Negative Spread yang dialami, dan juga diperkuat dengan
fatwa-fatwa ulama, bank di tingkat nasional maupun internasional akan
pengharaman bunga bank, maka muncullah berbagai lembaga keuangan syariah
yang dewasa ini telah cukup berkembang dengan pesatnya. Dengan pesatnya
perkembangan ekonomi syariah, saat ini tidak hanya perbankan saja yang syariah
akan tetapi Asuransi, Obligasi, Reksadana, Saham, Lembaga Pembiayaan, Gadai,
dan Hotel.[CITATION Muh03 \p 25 \l 1057 ]

Akan tetapi, memahami kembali ayat tersebut secara cermat termasuk


mengkaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya secara komprehensif, secara
pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh akan sampai
pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak
diharamkan. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan di atas mengangkat judul
“Tafsir Ayat Ekonomi Tentang Riba”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan macam-macam riba?
2. Apa saja ayat-ayat al-Quran yang membahas tentang riba?
3. Bagaimana cara menghindari riba dalam kehidupan?
3

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dan macam-macam riba.
2. Untuk mengetahui tentang ayat-ayat Al-Quran yang membahas riba.
3. Untuk mengetahui tentang cara menghindari riba dalam kehidupan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Macam-Macam Riba


1. Pengertian Riba

Secara etimologi riba berarti tambahan. Tambahan yang dimaksud adalah


tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam
satu transaksi.  Beda halnya dengan dagang. Perdagangan itu halal. Karena dalam
perdagangan terdapat ijab dan qabul serta kerelaan dua belah pihak. Sehingga
apabila di dalam jual beli terdapat paksaan  maka hukumnya tidak sah.
Riba menurut bahasa berarti tambahan yang diberikan oleh debitur kepada
kreditur atas pinjaman pokoknya, sebagai imbalan atas tempo pembayaran yang
telah disyaratkan. Atau bisa juga diartikan suatu penambahan yang diambil tanpa
adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Yang
dimaksud  transaksi pengganti yaitu transaksi bisnis komersial yang melegitimasi
adanya penambahan tersebut secara adil. Jika ada transaksi penyeimbang maka
diperbolehkan. Contoh: transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena
adanya manfaat sewa yang dinikmatinya, termasuk menurunnya nilai ekonomis
suatu barang karena penggunaan si penyewa.
Dalam Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an al-Karim dapat ditemui
beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang riba dan tidak kurang disebut
sebanyak dua puluh kali. Riba (‫ )الربا‬secara bahasa bermakna ziyadah (‫ادة‬NN‫زي‬ –
tambahan) dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan
membesar.[CITATION Muh03 \p 37 \l 1057 ] Dalam istilah syara’ pengertian riba
adalah sebagai berikut :
a. Abdurrahman Al-Jaziri mengemukakan riba adalah salah satu dari dua
penukaran yang sejenis tanpa adanya imbalan untuk tambahan itu.
b. Hanabilah sebagaimana dikutip oleh Wahbah Zuhaili riba adalah tambahan
dalam perkara-perkara tertentu.

4
5

c. Kamalludin bin Al-Hammam dari Hanafiah riba adalah kelebihan yang sunyi
(tidak disertai) dengan imbalan yang disyaratkan dalam jual beli.
d. Syafi’iyah riba adalah akad atas ‘iwadh (penukaran) tertentu yang tidak
diketahui persamaannya dalam ukuran syara’ pada waktu akad atau dengan
mengakhirkan (menunda) kedua penukaran tersebut atau salah satunya.

Dalam riba terkandung 3 unsur, yaitu :


a. Kelebihan dari pokok pinjaman.
b. Kelebihan pembayaran sebagai imbalan tempo pembayaran.
c. Jumlah tambahan yang disyaratkan di dalam transaksi.
Maka setiap transaksi yang mengandung tiga unsur ini dinamakan
riba.
2. Macam-Macam Riba
Adapun macam-macam riba terbagi kedalam dua kelompok, yaitu:
a. Riba utang-piutang
1) Riba Qardh
Adanya persyaratan kelebihan pengembalian pinjaman yang dilakukan di
awal akad perjanjian hutang-piutang oleh pemberi pinjaman terhadap yang
berhutang tanpa tahu untuk apa kelebihan tersebut digunakan. 
Contohnya seperti rentenir yang meminjamkan uang 10 juta kepada
peminjam, kemudian peminjam harus mengembalikan 11 juta tanpa
dijelaskan kelebihan dana tersebut untuk apa. Tambahan 1 juta pada kasus
inilah yang disebut sebagai riba qardh dan hanya akan merugikan peminjam
plus menguntungkan si rentenir.

2) Riba Jahiliyyah
Adanya tambahan nilai hutang karena adanya tambahan tempo
pembayaran hutang disebabkan peminjam tidak mampu membayar hutang
pada waktunya. Praktik riba seperti ini banyak diterapkan pada masa
jahiliyah. Contohnya pemberi hutang berkata kepada pihak penerima hutang
saat jatuh tempo, “kamu lunasi hutang sekarang sesuai jumlah kamu
5

berhutang atau membayar dikemudian hari dengan syarat adanya tambahan


jumlah hutang”
6

Contoh lainnya adalah penggunaan kartu kredit. Saat pengguna kartu


kredit membeli barang senilai 1 juta dan tidak mampu membayar penuh saat
jatuh tempo, maka penguna diharuskan membayar bunga atas tunggakan kartu
kreditnya tersebut.

b. Riba Jual Beli


1) Riba Fadhl

Pertukaran atau jual beli barang ribawi dengan kuantitas, kualitas, atau
kadar takaran yang berbeda. Barang ribawi itu sendiri disebutkan dalam
hadits sebagai emas, perak, gandum, gandum merah, garam, dan kurma.
Dalam hadits lain disebutkan sebagai emas, perak, dan bahan makanan.
Sehingga dalam Islam, untuk barang barang tersebut pertukaran yang
dilakukan harus lah memenuhi jumlah dan kualitas yang sama. 

Contoh praktik riba fadhl misalnya seseorang menukar 10 gram emas  (20
karat) dengan 11 gram emas (19 karat). Contoh lainnya 2 kilo gandum
berkualitas baik ditukar dengan 3 kilo gandum berkualitas buruk.

2) Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan
jenis barang ribawi lainnya. Riba ini mirip dengan riba fadhl hanya saja ada
perbedaan pada serah terima barang jual beli.
Contohnya dua orang saling bertukar emas. Satu orang memiliki emas 24
karat ingin ditukar dengan emas 24 karat dengan timbangan yang sama. Akan
tetapi emas 24 karat yang satunya baru diserahkan satu bulan setelah
perjanjian transaksi disetujui masing-massing pihak padahal harga emas bisa
saja berubah sewaktu-waktu.[CITATION Muh03 \p 41 \l 1057 ]
7

B. Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Riba

Di dalam al Qur’an terdapat epat surat yang membahas tntang riba.


Empat surat tersebut yaitu: al Baqarah, Ali Imron, an-Nisa, ar Ruum. Tiga 
surat pertama merupakan surat Madaniyah, sedangkan ar Ruum adalah
surat Makiyah. Terhapusnya riba dalam ekonomi Islam dipaparkan oleh al
Qur’an secara bertahap, yaitu QS. Ar Ruum: 39, QS. An Nisa: 160-161,
QS. Ali Imran: 130, QS. A; Baqarah: 278-279. Mari kita membbahas surat
tersebut satu persatu. Dimulai dari surat ar Ruum.
1. Qs Ar-Ruum ; 39

”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Disini Allah menrangkan bahwa riba memang menambah harta orang
yang mengambilnya. Riba yang diperoleh dari tambahan atas
pengembalian pokok pinjaman dan pertukaran barang ribawi dengan nilai
yang berbeda benar-benar menambah hata orang yang menganbilnya.
Namun tidak menambah pahala di sisi Allah sebagaimana orang
bersedekah. Oleh karena itu, Allah langsung membandingkan dengan
zakat yang dapat menambah pahala di sisi Allah sekaligus membersihkan
harta manusia. Sebagaimana telah diterangkan bahwa Allah memusnahkan
riba dan menyuburkan shadakah ,”yamhaqullahur-riba wa yurbish-
shadaqati .” (QS. Al Baqarah: 276).
Perbandingan antara riba dan zakat menunjukkan bahwa riba terkesan
mengambil harta orang lain tanpa ada transaksi penyeimbang, sedangkan
7

zakat memberikan harta kepada orang lai sebagai wujud kepedulian.


Keduanya dapat
8

melipat gandakan, riba melipat gandakan harta sedangkan zakat melipat gandakan
pahala.

2. Qs. An-Nisa : 160-161

160. “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami


haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah,”
161.  “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya
mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa Allah akhirnya
mengharamkan makanan yang dulunya dihalalkan bagi mereka.
Pengharaman tersebut dilakukan kareana perilaku zalim orang-orang
Yahudi kepada sesame manusia. Terebih lagi mereka seringdengan
sengaja menghangi manusia dari jalan Allah. Sebagaimana juga telah
diterangkan dalam QS. At Taubah:34, bahwa sesungguhnya sebagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang bahil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah.
Juga disebabkan karena mereka memakan riba dengan terang-
terangan. Padahal sudah dijelaskan bahwa perilaku tersebut dilarang. Oleh
8

karena itu, Allah telah menyediakan untuk orang-orang kafir dan berbuat
aniaya tersebut siksa yag pedih.
9

3. Qs. Ali-Imron : 130

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”
Ayat diatas merupakan penegasan kepada orang-orang yang beriman
untuk tidak memakan riba. Terlebih lagi apabila riba tersebut berlipat
ganda. Riba yang dimaksud disini adalah riba nasi’ah. Menurut sebagian
besar ulama bahwa riba nasi’ah selamanya hukumnya haram, meskipun
tidak berlipat ganda. Sebagaimana telah diterangkan bahwa Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh karena itu Allah
memberikan perintah kepada orang-orang beriman supaya
bertakwadengan meniggalkan riba tersebut. Dengan begitu mereka yang
taat akan mendapatkan keberuntungan.
4. Qs. Al-Baqarah: 278-279

278. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.”
279. “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan
9

jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok


hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
10

Ayat tersebut akan sempurna untuk dijelaskan jika diketahui asbabun


nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath Thabari meriwayatkan,
“Kaum Tsaqif,penduduk kota Thaif, telah membuat suatu kesepakatan
dengan Rasulullah SAW. Bahwa semua hutang mereka, demikian juga
piutang ( tagihan ) mereka yang berdasakan riba agar dibekukan dan
dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah
SAW menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Mekah yang juga
meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya.
Bani Amr bin  Umair bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan
uang secara riba kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyah Bani Amr
Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba.
Setelah kedatangan Islam hal seperti itu masih berlanjut. Dan pada suatu
ketika ketika Bani Amr menagih hutang kepada bani Mughirah seperti biasanya.
Tetapi bani Mughirah setelah memeluk Islam menolak untuk memberikan
ribatersebut. Dilaporkanlah masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid.
Menanggapi masalah ini, Gubernur Itab bin Usaid langsung menulis surat kepada
Rasulullah SAW dan turunlah ayat tersebut.Rasulullah SAW lantas menulis surat
balasan, “Jika ,mereka ridha atas ketentuan Allah di atas maka itu baik. Tetapi jika
mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.
Bedasar asbabun nuzul tersebut, makaAllah memerintahkan kepada seluruh
orang yang beriman untuk meninggalkan sisa riba dari setiap piutang. Perintah
tersebut akan menunjukkan siapa yang benar-benar orang yang beriman dan
bertakwa. Jika benar-benar masih melakukan transaksi riba maka Allah dan
Rasul-Nya akan memerangi mereka. Karenaya, tidak bertransaksi lagi dengan riba
namun tetap mendapatkan hak kembali ata setiap piutang yakni pokoknya saja.
Perintah tersebut merupakan keadilan social supaua tidak ada manusia yang
menganiaya dan dianiaya.
10
11

5. Tafsir Ayat-Ayat Riba


a. Qs Ar-Ruum : 39
Dalam tafsir Jalalayn:
(Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu
yang diberikan atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain
memberi kepadanya balasan yang lebih banyak dari apa yang telah ia berikan;
pengertian sesuatu dalam ayat ini dinamakan tambahan yang dimaksud dalam
masalah muamalah (agar dia menambah pada harta manusia) yakni orang-
orang yang memberi itu, lafal yarbuu artinya bertambah banyak (maka riba
itu tidak menambah) tidak menambah banyak (di sisi Allah) yakni tidak ada
pahalanya bagi orang-orang yang memberikannya. (Dan apa yang kalian
berikan berupa zakat) yakni sedekah (untuk mencapai) melalui sedekah itu
(keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan) pahalanya
sesuai dengan apa yang mereka kehendaki. Di dalam ungkapan ini
terkandung makna sindiran bagi orang-orang yang diajak bicara atau
mukhathabin.
Dalam tafsir quraish shihab : Harta yang kalian berikan kepada orang-
orang yang memakan riba dengan tujuan untuk menambah harta mereka,
tidak suci di sisi Allah dan tidak akan diberkahi. Sedekah yang kalian berikan
dengan tujuan untuk mengharapkan ridha Allah, tanpa riya dan
mengharapkan upah, maka itulah orang-orang yang memiliki kebaikan yang
berlipat ganda.
b. Qs. An-nisa :160-161
Dalam tafsir Jalalayn:
(Dan karena memakan riba padahal telah dilarang daripadanya) dalam
Taurat (dan memakan harta orang dengan jalan batil) dengan memberi suap
dalam pengadilan (dan telah Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksa
yang pedih) atau menyakitkan.
Dalam Tafsir quraish shihab: Karena mereka memberlakukan riba--
padahal Allah telah mengharamkan--dan karena memakan harta orang secara
tidak benar, agama memberikan hukuman berupa pengharaman makanan
11

yang baik-baik kepada mereka. Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi


orang kafir siksa yang menyakitkan.
12

c. Qs. Ali Imron: 130


Dalam tafsir jalalayn:
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda) bacaannya ada yang memakai alif dan ada pula yang tidak,
maksudnya ialah memberikan tambahan pada harta yang diutang yang
ditangguhkan pembayarannya dari tempo yang telah ditetapkan (dan
bertakwalah kamu kepada Allah) dengan menghindarinya (supaya kamu
beroleh keberuntungan) atau hasil yang gemilang.
d. Qs. Al-Baqarah :278-279
Dalam tafsir jalalayn:
(Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
tinggalkanlah), maksudnya jauhilah (sisa yang tinggal dari riba, jika kamu
beriman dengan sebenarnya, karena sifat atau ciri-ciri orang beriman adalah
mengikuti perintah Allah. Ayat ini diturunkan tatkala sebagian sahabat masih
juga menuntut riba di masa lalu, walaupun riba itu sudah dilarang.
C. Cara Menghindari Riba dalam Kehidupan

1. Kenali bahaya riba


Sudah jelas jika di dalam Islam riba merupakan hal yang haram. Riba
membuat seseorang banyak dililit hutang akibat tingkat bunga yang tinggi.
Keberadaan riba membuat hidup kurang nyaman dan tidak tentram akibat
banyaknya hutang yang menumpuk dan harus di bayar.
2. Cara yang halal bertransaksi
Dalam hal ini tentu anda diharuskan mengerti betul bagaimana transaksi
jual beli yang haram ataupun yang halal dalam Islam. Jual beli yang
diperbolehkan dalam Islam yaitu, Jual Beli dengan Dasar Sukarela adalah
kedua belah pihak menyetujui aturan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Dalam hal ini tentu tidak boleh ada paksaan sehingga salah satu pihak merasa
dirugikan dan tertekan.
Kedua, berkompeten. Kecakapan atau kompetensi tentu diperlukan dalam
jual beli. Hal ini diperlukan agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat kurang
kompeten sehingga pihak lain akan mengambil keuntungan darinya. Dalam hal
ini tentu kejujuran kedua belah pihak merupakan hal yang penting.
13

Ketiga, Barang yang Dijual Telah Memiliki Ijin. Dalam hal ini adalah
kondisi barang yang diperjualbelikan merupakan barang pribadi dan bukannya
milik orang lain. Adapun ketika barang tersebut merupakan milik orang lain,
hendaknya orang yang akan menjualnya telah mendapatkan ijin dari si pemilik.
Asal usul keberadaan barang harus jelas dan bukanlah barang hasil curian.
Terakhir, Barang Halal. Anda tidak boleh menjual barang haram yang
memberi dampak buruk bagi si penjual maupun pembeli. Beragam barang
haram yang tidak boleh diperjualbelikan adalah barang hasil curian, babi,
patung, minuman keras, anjing dan barang-barang haram lainnya.
3. Lakukan transaksi yang diperbolehkan
Transaksi yang diperbolehkan dalam Islam ada beberapa jenis transaksi,
dimana salah satunya adalah transaksi mudharabah. Transaksi yang satu ini
diperbolehkan untuk menghindari datangnya riba. Jenis transaksi lain yang
dapat dilakukan untuk menghindari riba yaitu dengan cara salam dan muajjal.
Transaksi salam adalah ketika jual beli dilakukan dengan cara melakukan
pembayaran terlebih dahulu sementara barang yang diinginkan akan diberikan
belakangan. Untuk transaksi muajjal, transaksi jenis ini dapat dilakukan dengan
cara menaikan harga saat berlangsungnya transaksi.
4. Berhutang pada lembaga khusus
Sekarang telah ada beberapa lembaga khusus yang menangani utang
piutang tanpa riba. Hal ini dilakukan dalam rangka mewujudkan solidaritas
antar umat. Selain masalah hutang piutang, maka bagi anda yang ingin
menyimpan uang sebaiknya tidak menggunakan bank yang memberi bunga di
dalamnya. Carilah bank syariah yang dijalankan dengan cara islami.
5. Saling membantu
Saling bantu merupakan hal baik yang dapat dilakukan untuk menghindari
riba. Perbanyak sedekah dan membantu orang fakir merupakan hal baik yang
tidak menyebabkan uang atau harta kita berkurang dan malah kebalikannya.
6. Menanamkan sifat qonaah pada diri sendiri
Sifat qonaah dapat dilakukan dengan senantiasa bersyukur atas apapun
yang diberikan kepada anda. Berhenti menatap keatas dan mulailah melihat
kebawah. Hal ini menghindarkan anda dari rasa kurang dan akan mulai
bersyukur anda tidak berada pada kondisi yang sangat kekurangan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologi riba berarti tambahan. Riba menurut bahasa berarti


tambahan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur atas pinjaman pokoknya,
sebagai imbalan atas tempo pembayaran yang telah disyaratkan. Dalam riba
terkandung 3 unsur, yaitu : (1)Kelebihan dari pokok pinjaman. (2) Kelebihan
pembayaran sebagai imbalan tempo pembayaran. (3)Jumlah tambahan yang
disyaratkan di dalam transaksi. Maka setiap transaksi yang mengandung tiga
unsur ini dinamakan riba.
Adapun macam-macam riba terbagi kedalam dua kelompok, yaitu: (1) Riba
utang-piutang diantaranya riba qardh dan riba jahiliyah, (2) Riba jual beli
diantaranya riba fadhl dan riba nasi’ah.
Cara mengatasi/ menghindari riba dalam kehidupan diantaranya yaitu Kenali
bahaya riba, Cara yang halal bertransaksi, Lakukan transaksi yang diperbolehkan,
Berhutang pada lembaga khusus, Saling membantu, Menanamkan sifat qonaah
pada diri sendiri.

B. Saran

Kami menyarankan kepada pembaca supaya lebih memahami dan


mempelajari lagi tentang ayat-ayat riba, karena hal ini sangat berhubungan
erat dengan kehidupan kita baik disosial dan lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim. (2001). Ekonomi Islam suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Press.

Antonio, M. S. (2003). Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.

https://kaba12.co.id/2020/02/05/ingin-terhindar-dari-riba-ini-yang-perlu-dilakukan/.
(t.thn.). dikutip pada tanggal 07 Februari 2021 pukul 19:07

15

Anda mungkin juga menyukai