Dosen Pembimbing :
Dr. Abdul Rahman Sofyan, Lc, MA
Disusun oleh :
KELOMPOK 13
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................3
A. Definisi Asuransi...................................................................................3
B. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional....................................4
C. Dasar Hukum Asuransi Syariah............................................................6
D. Ayat-Ayat Tentang Asuransi Syariah dan Penafsirannya.....................8
E. Prinsip Dasar Asuransi........................................................................14
F. Akad Dalam Asuransi..........................................................................14
G. Pendapat Ulama Tentang Asuransi.....................................................15
BAB III PENUTUP...........................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................18
B. Saran ...................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya, konsep Asuransi adalah konsep klasik yang telah lama
dipakai dalam sejarah tatanan sosial. Konsep ini muncul bersamaan dengan
munculnya konsep tolong-menolong antar individu. Walaupun konsep asuransi
tidak ada nash al-Qur’an atau Hadits Nabi yang menjelaskan tentang teori dan
praktek operasional asuransi yang difahami seperti saat ini, sehingga timbul
wacana tentang asuransi syariah termasuk dalam hukum Islam kontemporer. Pada
zaman awal Islam, yaitu pada zaman Nabi Muhammad Saw dan periode Islam
berikutnya, belum di kenal institusi keuangan asuransi.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam masalah asuransi syariah adalah
sistem operasional dan akad yang digunakan dalam kegiatan asuransi syariah.
Pada masalah akad banyak ditemukan dalam operasional asuransi syariah yang
tidak didasarkan pada satu akad saja, tetapi lebih banyak menggunakan gabungan
dari beberapa akad. Contohnya, produk asuransi syariah yang memakai dua
rekening, rekening saving dan rekening non saving (tabarru’), mendasarkan
akadnya pada akad tabarru’ dan akad tijarah.1
Kehadiran asuransi pada umumnya memilki peranan penting dalam
mendukung kegiatan perekonomian dan keuangan masyarakat.2 Dan asuransi
terkadang dimasukan ke dalam katagori penjaminan terhadap sesuatu yang
tidak diketahui dengan jelas dan penjaminan sesuatu yang belum positif dan
mengikat.3
B. RUMUSAN MASALAH
1
Ibid., hlm. 124
2
Kuat ismanto, Asuransi Perspektif Maqasid Asy-Syariah (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2016), hlm.134.
3
Wahbah Azzuhaili, Fiqih Islam waAdillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 79.
1
1. Apa definisi Asuransi?
2. Apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional?
3. Apa dasar hukum asuransi syariah
4. Apa saja ayat-ayat tentang asuransi dan penafsirannya?
5. Apa saja akad asuransi syariah?
6. Apa pendapat ulama tentang asuransi?
C. TUJUAN PENULISAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI ASURANSI
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai
kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa
disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering(pertanggungan).
Sedangkan asuransi dalam dunia Islam biasa dikenal dengan istilah takaful,
ta’min, atau tadhamun. Dalam bahasa Arab istilah asuransi biasa diungkapkan
dengan kata at-ta’min yang secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa zawalul
khauf, tenangnya jiwa dan hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang yang ikut
dalam kegiatan asuransi, jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut ataupun
was-was dalam menjalani kehidupan, karena ada pihak yang memberikan jaminan
atau pertanggungan. 4
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar: at-
ta’min) adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan
jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa
pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.” Menurut istilah lain,
asuransi juga dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang nomor 2
tahun 1992 (tentang usaha perasuransian), atau merujuk kepada Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Kepailitan, pada bab
kesembilan Pasal 246, yang mana dalam undang-undang tersebut didefiisikan
sebagai berikut:
“Asuransi atau pertanggungan, adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan suatu pergantian kepadanya (tertanggung) karena suatu
4
Muhammad Fadhil Junery, “Asuransi dalam perspektif hukum Islam” Jurnal
Iqtishaduna (Ekonomi Kita), Vol.4 No.2, Desember 2015, hlm.124
3
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.”
4
takaful,tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset
tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.8
2. Pengertian asuransi konvensional sudah sebagaimana yang diuraikan
sebelumnya. Secara etimologi disebut dengan nama pertanggungan, dalam
bahasa Belanda dikenal dengan istilah verzekering, yang melahirkan
istilah assurantie, assuradeur bagi penanggung dan ge assureeder bagi
tertanggung.9
3. Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan
istilah tabarru’ yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesama
manusia, bukan semata-mata untuk komersial dan akad tijarah.
4. Sumber hukum asuransi syariah tentunya berpedoman kepada sumber
hukum Islam seperti alquran, sunnah, ijma’, fatwa sahabat, qiyass, dan
fatwa DSN-MUI. Sementara itu asuransi konvensional mempunyai sumber
hukum yang berasal dari pikiran manusia, falsafah dan kebudayaan.10
5
Perbedaan antara ramalan asuransi dan kenyataan di lapangan menghasilkan
banyak munculnya moral hazard yang mencederai asas good faith dalam asuransi.
Menariknya, saat mengkaji asuransi adalah tentang asas good faith yang bertolak
belakang dengan niat transaksi antara pemegang polis dan perusahaan asuransi.
Good faith dalam teorinya sangat sesuai dengan ajaran Islam dalam ha ta’awun
dan takaful, tetapi sistem asuransi yang menganut asas maksimasi keuntungan,
bertolak belakang dari konsep tersebut. Selain itu, dalam hal investasi dana premi,
asuransi yang berkembang sekarang hanya melihat objek investasi yang paling
menguntungkan. Tidak peduli halal atau haram.12
Adapun dasar hukum asuransi syariah dalam hukum Islam sebagai dasar
suatu asuransi berlandaskan syariah yaitu: 13
1. Al-Qur’an
2. Hadits Nabi Muhammad SAW.
3. Ijtihad
Pembahasan:
1. Al-Qur’an
Apabila dilihat sepintas keseluruhan ayat alquran, tidak terdapat satu
ayatpun yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita kenal pada dewasa
ini seperti At-Ta’min, ataupun At-Takaful. Namun meskipun tidak secara tegas
dijelaskan, terdapat ayat-ayat yang menjelaskan konsep dan muatan mengenai
asuransi. Seperti Q.S An-Nissa’ (4) ayat 9 . Ayat ini menggambarkan kepada
manusia yang berfikir tentang pentingnya planning atau perencanaan yang matang
dalam mempersiapkan hari depan.14
Ayat lain yang bermuatan nilai-nilai yang ada pada praktik asuransi adalah
Al-Qur’an Surat Al-maidah ayat 2 Ayat ini jelas sekali Allah Swt memerintahkan
12
Azharsyah Ibrahim,dkk. Pengantar Ekonomi Islam, (Jakarta: Departemen Ekonomi
dan Keuangan Syariah-Bank Indonesia,2021), hlm.456-457
13
Wetria Fauzi, Hukum Asuransi Di Indonesia, (Padang : Andalas University Press,
2019), hlm. 98
14
Zainuddin, Op.Cit, hlm 21
6
kepada hamba-Nya untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, saling peduli
terhadap sesama, memprmudahkan seseorang yang dalam kesulitan, sesuai
dengan adanya dana tabarru’ yang merupakan dana suka rela dari pemegang
tabarruu’ yang digunakan untuk kepentingan sosial jika terjadi peristiwa tidak
tentu pada salah satu pemegang polis.
7
mempersiapkan bekal untuk keperluan masa depan ahli waris. Asuransi syariah
terbentuk berdasarkan hadis di atas. 15
3. Ijtihad
Pengaturan asuransi syariah boleh di dasarkan pada Ijtihad. Penetapan
Hukum dengan Ijma (ijtihad) dapat menggunakan beberapa cara, antara lain:16
a. Melakukan interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi (qiyas), yaitu
dengan cara mencari perbandingan atau pengibaratannya.
b. Untuk kemaslahatan umum (mashlahah mursalah), yang bertumpu pada
pertimbangan menarik manfaat dan menghindarkan mudharat.
c. Meninggalkan dalil-dalil khusus dan menggunakan dalil-dalil umum yang
dipandang lebih kuat (Istihsan).
d. Dengan melestarikan berlakunya ketentuan asal yang ada kecuali terdapat
dalil yang menentukan laim (Istish-hab)
e. Mengukuhkan berlakunya adat kebiasaan yang tidak berlawanan dengan
ketentuan syariah
Istishsan dalam pandangan ahli ushl fiqh adalah memandang sesuatu itu baik.
Kebaikan dari kebiasaan ‘aqilah di kalangan suku Arab kuno terletak pada
kenyataan bahwa sistem ‘aqilah dapat menggantikan atau menghindari balas
dendam berdarah berkelanjutan.17
15
Wetria Fauzi, Hukum Asuransi Di Indonesia, (Padang: Andalas University Press,
2019), hlm. 99
16
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hlm 259
17
Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ush Fiqh, Dar Al Kuwaitiyah, Kairo, 1968, hlm 79
8
Q.S An-Nisa ayat 9
ض ٰعفًا َخافُوْ ا َعلَ ْي ِه ۖ ْم فَ ْليَتَّقُوا هّٰللا َ َو ْليَقُوْ لُوْ ا ْ ش الَّ ِذ ْينَ لَوْ ت ََر ُكوْ ا ِم ْن
ِ ًخَلفِ ِه ْم ُذرِّ يَّة َ َو ْليَ ْخ
قَوْ اًل َس ِد ْيدًا
، فيسمعه الرجل يوصي بوصية تَضر بورثته،هذا في الرجل يَحْ ضُره الموت
ولينظر لورثته، ويوفقه ويسدده للصواب،فأمر هللا تعالى الذي يسمعه أن يتقي هللا
َض ْي َعة
َّ كما كان يحب أن يصنع بورثته إذا خشي عليهم ال
Ayat ini berbicara tentang seseorang yang hendak meninggal, kemudian temannya
mendengar orang ini berwasiat terkait hartanya, yang itu membahayakan ahli
warisnya. Lalu Allah perintahkan agar orang yang mendengarnya bertaqwa
kepada Allah, dengan membimbing si calon mayit dan meluruskkannya agar
wasiatnya benar. dan hendaknya orang yang mendengar ini memperhatikan
keadaan ahli warisnya. Sebagaimana dia juga ingin agar ahli warisnya terjaga,
karena dia juga khawatir mereka akan terlantar. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/222).
Ini sejalan dengan sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjadi
saksi atas wasiatnya Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah
menceritakan pengalaman sakitnya ketika di Mekah, saat haji wada’,
9
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku ketika haji Wada’, karena
sakit keras. Aku pun berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sakitku sangat
keras sebagaimana yang anda lihat. Sedangkan aku mempunyai harta yang cukup
banyak dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan. Bolehkah saya
sedekahkan 2/3 dari harta itu?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi,
“Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi,
“Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab,
َ َّ إِنَّكَ أَ ْن تَ َذ َر َو َرثَتَكَ أَ ْغنِيَا َء خَ ْي ٌر ِم ْن أَ ْن تَ َذ َرهُ ْم عَالَةً يَتَ َكفَّفُونَ الن، ث َكثِي ٌر
اس ُ َُوالثُّل
Sehingga berdasarkan tafsir pertama, makna ayat adalah hendaknya kalian takut
untuk menelantarkan ahli waris, karena harta ortunya habis diwasiatkan. Karena
itu, solusi di akhir ayat yang Allah sebutkan,
“Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar…”
Maksudnya, ucapkan perkataan yang benar dalam berwasiat. Jangan
sembarangan, pikirkan masa depan ahli waris dengan tidak menghabiskan jatah
warisan untuk wasiat.
10
Karena itu, di lanjutan ayat (an-Nisa: 10), Allah memberi ancaman untuk mereka
yang makan harta anak yatim secara dzalim.
ْ َارًا َو َسي££َونِ ِه ْم ن££ُأْ ُكلُونَ فِي بُط££َا ي£ا إِنَّ َم££ا َمى ظُ ْل ًم££َال ْاليَت
َلَوْ ن£ص َ £أْ ُكلُونَ أَ ْم££َإِ َّن الَّ ِذينَ ي
َ و£
َس ِعيرًا
َ £وْ ِل َغ ْي££ا إِلَى ْال َح££يَّةً أِل َ ْز َوا ِج ِه ْم َمتَا ًع£ ص
ر£ ِ ا َو££ َذرُونَ أَ ْز َوا ًج£ ََوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َوي
ٍ إِ ْخ َر
اج
11
Orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga
setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). (QS. al-Baqarah:
240).
Ayat ini bercerita, bahwa ketika ada seorang suami yang meninggal, istri punya
hak nafkah dan tempat tinggal selama setahun. Sehingga, ketika suami sudah
mendekati kematian, hendaknya dia berwasiat, agar istrinya diberi hak untuk
tinggal selama setahun untuk menjalani masa iddah.
Kara para ulama, hukum dalam ayat ini telah mansukh (dihapus). Mansukh
dengan ayat tentang penjelasan masa iddah wanita yang ditinggal mati suaminya
selama 4 bulan 10 hari dan ayat tentang warisan, di mana seorang istri mendapat
jatah ¼ atau 1/8.
Ibnu Zubair pernah bertanya kepada Utsman, setelah beliau membuat mushaf.
“Mengapa ayat ini tetap ada dalam mushaf al-Quran, sementara dia sudah
dihapus?”
Kemudian, Utsman radhiyallahu ‘anhu,
{ اج ِه ْم َمتَاعًا إِلَى ْال َحوْ ِل َغ ْي َر ِ َوالَّ ِذينَ يُت ََوفَّوْ نَ ِم ْن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا َو
ْ ًصيَّة
ِ ألز َو
ٍ فنسختها آية } إِ ْخ َر،فكان للمتوفى عنها زوجها نفقتها وسكناها في الدار سنة
اج
المواريث فجعل لهن الربع أو الثمن مما ترك الزوج
12
dengan ayat warisan, sehingga mereka mendapatkan ¼ atau 1/8 dari harta warisan
suami. (HR. Ibnu Abi Hatim dan disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 1/658).
Karena hukum pada ayat ini telah dimansukh, maka tidak bisa dijadikan sebagai
dalil.
Allahu a’lam
وتَعاونُوْ ا َعلَى ْالبرِّ والتَّ ْق ٰو ۖى واَل تَعاونُوْ ا َعلَى ااْل ْثم و ْال ُع ْدوان ۖواتَّقُوا هّٰللا ۗا َّن هّٰللا
َ ِ َ َ ِ َ َ ِ ِ َ َ َ َ ِ َ َ َ
ِ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا
ب
Ayat di atas jelas sekali Allah Swt memerintahkan kepada hamba Nya untuk
saling tolong menolong dalam kebaikan, saling peduli terhadap sesama,
mempermudahkan seseorang yang dalam kesulitan, sesuai dengan adanya dana
tabarru’ yang merupakan dana suka rela dari pemegang polis asuransi syariah
dimana dana ini ada dalam rekening tabarruu’ yang digunakan untuk kepentingan
sosial jika terjadi peristiwa tidak tentu pada salah satu pemegang polis. 18 Semua
ini adalah gambaran tolong-menolong. Dalam asuransi ada gambaran sistem yang
lebih kompleks, yang kelak kita akan bahas dan kupas satu per satu.
2019), hlm. 99
13
penyelenggaraan perusahaan asuransi paling tidak harus meliputi 6 unsur prinsip
dasar yang harus terkumpul secara utuh di antaranya :
1. Unsur kepentingan yang dipertanggungkan (insurable interest),
2. Kejujuran sempurna (utmost good faith),
3. Penggantian kerugian (indemnity),
4. Subrogasi (subrogation),
5. Sokongan (contribution), dan
6. Kausa proksimal (proximate cause), yang sudah menjadi rukun bagi
asuransi konvensional.19
Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda
dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika Islami secara
komprehensif dan bersifat major. Hal ini disebabkan karena kajian asuransi
syariah merupakan derivasi (minor) dari konsep ekonomi Islami. Sebagai lembaga
yang Islami, asuransi syariah tetap konsisten pada nilai-nilai normatif Islam,
terlebih pada prinsip dasar pijakannya, mengharuskan menjadi fondasi asuransi
syariah yang kokoh secara konstruksional, di atas bangunan nilai-nilai Islam. Pada
dasarnya asuransi syariah, terbangun atas sepuluh macam prinsip secara Islam,
yaitu: tauhid (unity), keadilan (justice), tolong-menolong (ta’awun), kerja sama
(cooperation), amanah (trustworthy/al-amanah), kerelaan (al-ridha), kebenaran
(al-shidq), larangan riba, larangan judi (maisyir), dan larangan penipuan (gharar).
14
mengelola dana peserta, sementara peserta bertindak sebagai shahibul
maal.
b. Akad tabarru’ yang digunakan merupakan hibah. Dalam akad tabarru’
peserta asuransi syariah memberikan hibah yang digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah, sementara perusahaan
bertindak sebagai pengelola dana hibah.20
20
Burhanuddin S, Aspek hukum lembaga keuangan syariah, Edisi 1, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, hlm 121.
21
Pasal 1 Syarat-Syarat Umum Polis unitlink Allianz Syariah
15
1. Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan
kepada terjamin dengan disertai bunga dan ini adalah riba. Apabila
jangka waktu di dalam polis belum habis, dan perjanjian diputuskan,
maka uang premi dikembalikan dengan dikurangi biaya-biaya
administrasi, Muamalah semacam itu dilarang oleh hukum agama
(syara’)
2. Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya
peristiwa yang disebutkan dalam polis, juga tidak dapat diterima oleh
syara. Karena orang-orang yang mengerjakan asuransi bukan syarikat di
dalam untung dan rugi, sedangkan orang-orang lain ikut memberikan
sahamnya dalam uang yang diberikan kepada terjamin.
3. Maskapai asuransi di dalam kebanyakan usahanya, menjalankan
pekerjaan riba (pinjaman berbunga dan lain-lain).
4. Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada usaha lotere,
dimana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat mengambil
manfaat.
5. Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.
Banyak alasan ruang untuk dicari-cari guna mengorek keuntungan
dengan mengharap datangnya peristiwa yang tiba-tiba.
22
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, Cet 1, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm 71
16
keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan
tenaga di pihak lain.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
18
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi kelas Ekonomi Islam 3 C. Kami
sangat sadar bahwa makalah yang kami sajikan ini jauh sekali dari kata sempurna
dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat ini, dan kami
sangat berharap kritik dan saran dari para pembaca khususnya Bapak Dosen untuk
kiranya memberikan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah yang
akan kami sajikan berikutnya. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau
penulisan dan terimakasih banyak atas perhatiannya, Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
19
DAFTAR PUSTAKA
20