Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh
manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau
moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rizky ke dunia ini
untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh
Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.
Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam
perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba
merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal
ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi
di bidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang
sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Pada dasarnya,
transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk dari
sumber tersebut bisa berupa qardh, buyu' dan lain sebagainya.
Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan
riba, disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya
merugikan orang lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul
serta Ijma' para ulama. Bahkan dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah
menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Beberapa pemikir Islam berpendapat
bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral
melainkan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat.
Sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan
semakin miskin dan tertindas.
Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu
yang bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan
karakteristiknya, tidak pernah merasa puas, sehingga transaksi-transaksi yang
halal susah didapatkan karena disebabkan keuntungannya yang sangat minim,
maka haram pun jadi (riba). Ironis memang, justru yang banyak melakukan
transaksi yang berbau riba adalah kalangan umat Muslim yang notabene
mengetahui aturan-aturan (the rules of syariah) syari'at Islam. Bahwa sarjana
Barat tersebut menemukan banyak orang Islam di Indonesia, tetapi perbuatan
orang Islam di Indonesia sedikit yang Islami, sebaliknya sarjana Barat sedikit
menemukan orang Islam di negara barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya
mencerminkan kebudayaan Muslim (Islamic values). Kalau demikian kondisi
umat Islam, maka celakalah "mereka". Karena seorang muslim sejati hanya
akan "melongok" dunia perekonomian melalui kaca mata Islam yang selalu
mengumandangkan "ini halal dan ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang
ini dimurkai oleh-Nya".
Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya
transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor
meminta tambahan dari modal asal kepada debitur. tidak dapat dinafikkan
bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang

1
yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam
takaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian riba?
2. Apa hukum riba?
3. Apa saja macam-macam riba?
4. Kenapa riba diharamkan?
5. Bagaimana Illat pengharamannya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian riba.
2. Untuk mengetahui hukum riba.
3. Untuk mengetahui macam-macam riba.
4. Untuk mengetahui alasan riba diharamkan.
5. Untuk mengetahui sabab musabab pengharamannya.

D. Metode Penulisan
1. Objek Penulisan
Objek penulisan makalah ini adalah mengenai riba, hukumnya,
macamnya, dan sebab diharamkannya.
2. Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah mencari referensi dari buku dan kitab-kitab kuning yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu
mengenai semua hal tentang riba.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Yang Menjelaskan Tentang Riba:

Dalam kitab Mu’jam Mufahrasy disebutkan:

‫س ۗ ٰذلِكَ بِاَنَّ ُه ْم‬ ِّ ‫ش ْي ٰطنُ ِمنَ ا ْل َم‬َّ ‫ي يَت ََخبَّطُهُ ال‬ ِّ َ‫اَلَّ ِذيْنَ يَأْ ُكلُ ْون‬
ْ ‫الر ٰبوا اَل يَقُ ْو ُم ْونَ اِاَّل َك َما يَقُ ْو ُم الَّ ِذ‬
‫الر ٰبوا ۘ َواَ َح َّل هّٰللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰبوا ۗ فَ َمنْ َجٓا َء ٗه َم ْو ِعظَةٌ ِّمنْ َّربِّ ٖه‬ ِّ ‫قَالُ ۤ ْوا اِنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل‬
َ‫ب النَّا ِر ۚ ُه ْم فِ ْي َها ٰخلِد ُْون‬
ُ ‫ص ٰح‬ْ َ‫ولٓئِ َك ا‬ٰ ُ ‫سلَفَ ۗ َواَ ْم ُر ٗۤه اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َمنْ عَا َد فَا‬ َ ‫فَا ْنت َٰهى فَلَ ٗه َما‬

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah
telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275).

‫ت ۗ َوهّٰللا ُ اَل يُ ِح ُّب ُك َّل َكفَّا ٍر اَثِ ْي ٍم‬


ِ ‫صد َٰق‬
‫يمح ُ هّٰللا‬
َّ ‫ق ُ ال ِّر ٰبوا َويُ ْربِى ال‬ َ َْ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak


menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 276).

‫ص ٰلوةَ َو ٰاتَ ُوا ال َّز ٰكوةَ لَ ُه ْم اَ ْج ُر ُه ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم ۚ َواَل‬


َّ ‫ت َواَقَا ُموا ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬ّ ٰ ‫اِنَّ الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ال‬
َ‫َخ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َواَل ُه ْم يَ ْح َزنُ ْون‬

"Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan,


melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih
hati." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 277).

َ‫ٰۤيـاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذ ُر ْوا َما بَقِ َي ِمنَ ال ِّر ٰۤبوا اِنْ ُك ْنتُ ْم ُّمؤْ ِمنِيْن‬

3
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman." (QS.
Al-Baqarah 2: Ayat 278).
‫هّٰللا‬
َ‫س اَ ْم َوالِ ُك ْـم ۚ اَل تَ ْظلِ ُم ْون‬
ُ ‫س ْولِ ٖه ۚ َواِنْ تُ ْبتُ ْم فَلَـ ُك ْم ُر ُء ْو‬ ٍ ‫فَاِنْ لَّ ْم تَ ْف َعلُ ْوا فَأْ َذنُ ْوا بِ َح ْر‬
ُ ‫ب ِّمنَ ِ َو َر‬
َ‫َواَل تُ ْظلَ ُم ْون‬

"Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari


Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas
pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi
(dirugikan)." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 279).

َ‫ص َّدقُ ْوا َخ ْي ٌر لَّـ ُك ْم اِنْ ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬ َ ‫س َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ْي‬
َ َ‫س َر ٍة ۗ َواَنْ ت‬ ْ ‫َواِنْ َكانَ ُذ ْو ُع‬

"Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah


tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al-
Baqarah 2: Ayat 280).
ٰ ‫هّٰللا‬
َ‫سبَتْ َو ُه ْم اَل يُ ْظلَ ُم ْون‬ ٍ ‫َواتَّقُ ْوا يَ ْو ًما ت ُْر َج ُع ْونَ فِ ْي ِه اِلَى ِ ۗ ثُ َّم تُ َوفّى ُك ُّل نَ ْف‬
َ ‫س َّما َك‬

"Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada


Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan
apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan)." (QS.
Al-Baqarah 2: Ayat 281).

َ‫ضا َعفَةً ۖ َواتَّقُواـ هَّللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحون‬ ْ َ‫يَا أَ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا ال ِّربَا أ‬
َ ‫ض َعافًا ُم‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba


dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran 3 Ayat 130).

َ‫اط ِ‌ل ؕ َواَ ۡعت َۡدنَـا لِ ۡل ٰـكفِ ِر ۡينَ ِم ۡن ُهمۡ َع َذابًا ا‬


ِ َ‫س بِ ۡالب‬
ِ ‫الر ٰبوا َوقَ ۡد نُ ُه ۡوا ع َۡنهُ َواَ ۡكلِـ ِهمۡ اَمۡ َوا َل النَّا‬
ِّ ‫َّواَ ۡخ ِذ ِه ُم‬
‫لِ ۡي ًما‬

“Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka


telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara
mereka azab yang pedih.” (QS. An-Nisa 4: 161).
4
‫هّٰللا‬
َ‫س فَاَل يَ ۡربُ ۡوا ِع ۡن َد ۚ‌ِ َو َم ۤا ٰات َۡيتُمۡ ِّم ۡن ز َٰكو ٍة تُ ِر ۡيد ُۡونَ َو ۡجه‬ ِ ‫َو َم ۤا ٰات َۡيتُمۡ ِّم ۡن ِّربًا لِّيَ ۡربُ َو ۟ا فِ ۡۤى اَمۡ َو‬
ِ ‫ال النَّا‬
َ‫ض ِعفُ ۡون‬ ٰ ُ ‫هّٰللا ِ فَا‬
ۡ ‫ولٓ ِٕٕٮِـكَ ُه ُم ۡال ُم‬

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta


manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Rum 30 Ayat 39).

Dari semua ayat yang telah tadi disebutkan, kami sebagai sebagai
pemakalah mengambil ayatnya yaitu surat Al-Baqarah: 275-181. Serta mengambil
kitab Tafsirnya yaitu dari kitab Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir .

 Tafsir Al-Maraghi surat Al-Baqarah ayat 275-281:

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
 Tafsir Ibnu Katsir
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
 Dalam Kitab Bulughul Maram:

29
 Dalam Kitab Fiqih Sulamut Taufiq
30
B. Pengertian Riba

31
Riba berasal dari akar kata ‫ـو‬
َ ‫ َربَـ‬yang digunakan dalam Al-Qur’an
sebanyak dua puluh kali. Didalam Al-Qur’an yang termasuk riba dapat
dipahami dalam delapan macam arti, yaitu pertumbuhan (growing),
peningkatan (increasing), bertambah (swelling), meningkat (rising), menjadi
besar (being big), dan besar (great), dan juga digunakan dalam pengertian
bukit kecil (hillock).1
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
 Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan
dari sesuatu yang dihutangkan.
 Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah
membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada
orang lain.
 Berlebihan atau menggelembung

Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-


Mal adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak
diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau
dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.

Menurut Abdurrahman Al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah


akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak
menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya.

Syaikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan


riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang
memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan.2

Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul
dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba
karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba

1
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal.9.
2
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2002) hal.57
32
fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan
karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).3

Dalam kitab Fathul Qorib kata riba itu dibaca dengan alif maqshurah.
Menurut bahasa mempunyai arti tambah, sedangkan menurut istilah adalah
penyerahan ganti sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang tidak diketahui
adanya kesamaa menurut timbangan syara’ pada waktu akad-akadan, atau
serta mengakhirkan kedua ganti tukar menukar atau salah satu dari kedua
barang ganti tersebut.

Dalam kitab Sulamut Taufiq riba adalah menjual salah satu dari emas
dan perak dengan yang satunya dengan cara tempo atau tanpa serah terima
secara langsung.

C. Hukum Riba

Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba,


demikian pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang
menerangkan siksa bagi pelaku riba.

َ‫س ۚ ٰ َذلِك‬ َّ ‫الربَا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَت ََخبَّطُهُ ال‬
ِّ ‫ش ْيطَانُ ِمنَ ا ْل َم‬ ِّ َ‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُون‬
ْ‫ظةٌ ِمن‬ ِّ ‫الربَا ۗ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
َ ‫الربَا ۚ فَ َمنْ َجا َءهُ َم ْو ِع‬ ِّ ‫بِأَنَّ ُه ْم قَالُوا إِنَّ َما ا ْلبَ ْي ُع ِم ْث ُل‬
‫اب النَّا ِر ۖ ُه ْم فِي َها‬
ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫سلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َمنْ عَا َد فَأُو ٰلَئِكَ أ‬ َ ‫َربِّ ِه فَا ْنتَ َه ٰى فَلَهُ َما‬
َ‫َخالِدُون‬

Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :


“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

3
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) h.13
33
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S Al Baqarah, ayat 275).

Dalam hadits ke 849 didalam kitab Bulughul Maram, tentang larangan


riba dinyatakan :

‫سلَّ َم آ ِك َل ال ِّربَا َو ُمؤْ ِكلَهُ َو َكاتِبَهُ َوشَا ِه َد ْي ِه‬


َ ‫صلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫عَنْ َجابِ ٍر قَا َل لَ َعنَ َر‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
َ ‫َوقَا َل ُه ْم‬
‫س َوا ٌء‬

Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya :

Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orang-


orang yang suka makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya, orang
yang menyaksikan riba. Rasulullah selanjut bersabda : “mereka semuanya
sama”. (dalam berlaku maksiat dan dosa)4

D. Macam-Macam Riba

1. Riba fudhuli

Fudhuli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang
sejenis yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya,
misalnya : Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,- Menjual 10
kg beras dengan 11 kg beras. Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya
pada barang yang ditimbang ; takaran pada barang yang ditakar ; ukuran pada
barang yang diukur, dan jumlah banyak pada uang yang dipertukarkan dan
sebagainya.

2. Riba Qardi

Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang


menghutangi (qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,-dengan
perjanjian akan membayar kembali kelak Rp. 110.000,-

3. Riba yad

Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang
membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si
penjual, si penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun,

4
Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (semarang : CV. Wicaksana,1998) h.772-773
34
sebab barang yang dibeli dan belum diterima masih dalam ikatan jual-beli
yang pertama.

4. Riba nasa’
Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang
dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang
kalau tunai Rp. 100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp 125.000,-.
Kelebihan membayar Rp. 25.000,-. Inilah yang di namakan riba nasa.5
Adapun Macam-macam Riba menurut Para Ulama:
Menurut Jumhur Ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba
fadhl dan riba nasi’ah.
a. Riba Fadhl
Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta pada
akad jual-beli yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba fadhl adalah
jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya
tambahan pada salah satu benda tersebut. Oleh karena itu, jika
melaksanakan akad jual-beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh
dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.
b. Riba Nasi’ah
Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan
pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan
satu tengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh
jual-beli yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka
dengan dua buah semangka yang akan dibayar setelah sebulan.
Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir,
dan lain-lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba
nasi’ah. Menurut Ulama Syafi’iyah membagi riba menjadi tigas jenis :

a. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah jual-beli yang disertai adanya tambahan salah satu
pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan
berasal dari penukar paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang

5
Ibid, h.775-777

35
sejenis, seperti menjual satu kilogram kentang dengan satu setengah
kilogram kentang.
b. Riba Yad
Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-
cerai antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti
menganggap sempurna jual-beli antara gandum dengan sya’ir tanpa
harus saling menyerahkan dan menerima di tempat akad.
Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni
menambah yang tampak dari utang.
c. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah, yakni jual beli yang pembayarannya diakhirkan, tetapi
ditambahkan harganya.
Menurut ulama Syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah sama-sama
terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba
yad mengakhirkan pemegangan barang, sedangkan riba nasi’ah
mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu
pembayaran diakhirkan meskipun sebentar. Al –Mutawali.
Menambahkan, jenis riba dengan riba Qurdi (mensyaratkan adanya
manfaat). Akan tetapi, Zarkysi menempatkannya pada ribs fadl. 6
E. Konsep Riba dan Dasar Keharamannya
Secara bahasa riba berarti al-ziyadah (tumbuh subur, tambahan). Seluruh
fuquha sepakat bahwasanya hukum riba adalah haram berdasarkan keterangan
yang sangat jelas dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Pernyataan Al-Qur’an tentang larangan riba dan perintah meninggalkan
seluruh sisa-sisa riba yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 276:

ٍ ِ‫ت ۗ َوهَّللا ُ اَل يُ ِح ُّب ُك َّل َكفَّا ٍر أَث‬


‫يم‬ ِ ‫ص َدقَا‬
َّ ‫ق هَّللا ُ ال ِّربَا َويُ ْربِي ال‬
ُ ‫يَ ْم َح‬

Yang artinya “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan


Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.7
Jika illat riba adalah dzulm (penindasan dan pemerasan) dan hikmah
pengharaman riba adalah untuk menumbuh suburkan shadaqah, maka dengan
sendirinya tradisi riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an adalah praktek riba
yang bertentangan dengan seruan shadaqah.8

6
Muhammad Asy-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2001) h.264
7
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) h.92-93
36
F. Illat Pengharaman Riba
Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barang-barang
pokok yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat disingkirkan dari
kehidupan. Emas dan perak adalah dua unsur pokok bagi uang yang
dengannya transaksi dan pertukaran menjadi teratur. Keduanya adalah standar
harga-harga yang kepadanya penentuan nilai barang-barang dikembalikan.
Sementara keempat benda lainnya adalah unsur-unsur makanan pokok yang
menjadi tulang punggung kehidupan.
Apabila riba terjadi pada barang-barang ini makan akan
membahayakan manusia dan menimbulkan kerusakan dalam muamalah. Oleh
karena itu, syariat melarangnya, sebagai bentuk kasih sayang terhadap
manusia dan perlindungan terhadap maslahat-maslahat.
Dari sini tampak jelas bahwa illat pengharaman emas dan perak adalah
keberadaan keduanya sebagai alat pembayaran. Sementara illat pengharaman
benda-benda lainnya adalah keberadaanya sebagai makanan pokok.
Apabila ilat pertama ditemukan pada alat-alat pembayaran lainnya
selain emas dan perak maka hukumnya sama dengan hukum emas dan perak
sehingga tidak boleh diperjualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan
diserahterimakan secara langsung.
Demikian juga, apabila illat kedua ditemukan pada makanan pokok
selain gandum, jelai, kurma, dan garam maka tidak boleh dijualbelikan kecuali
dengan berat yang sama dan diserahterimakan secara langsung. Ma’mar bin
Abdullah meriwayatkan bahwa Nabi SAW melarang untuk menjualbelikan
makanan kecuali dengan berat yang sama.9

G. Syarat Menghindari Riba


Syarat menjual sesuatu barang supaya tidak menjadi riba, yaitu :
 Menjual emas dengan emas, perak dengan perak, makanan dengan makanan
yang sejenis, misalnya beras dengan beras, hanya boleh dilakukan dengan tiga
syarat, yaitu :
a. Serupa timbangan dan banyaknya
b. Tunai
c. Timbang terima dalam akad (Ijab qabul) sebelum meninggalkan majlis akad

 Menjual emas dengan perak dan makanan dengan makanan yang berlainan
jenis, misalnya beras dengan jagung, hanya dibolehkan dengan dua syarat,
yaitu :
a. Tunai
b. Timbang terima dalam akad sebelum meninggalkan majlis akad (taqaabul
qablat-tafaaruq)
Keterangan :

8
Ghufron A. Mas’adi, fiqh muamalah kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) h.151-
152
9
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunnah, (PT. Tinta Abadi Gemilang : 2013) h.108-109
37
Berdasarkan kitab Fathul Qorib yang dikenai hukum riba hanya pada
tiga macam, yaitu emas, perak dan makanan manusia (termasuk makanan yang
bukan obat).10

H. Hikmah diharamkannya Riba


Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang
sangat negatif bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni :
 Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi tulang punggung
gotong-royong atas kebajikan dan takwa.
 Sangat menghalangi kepentingan orang yang menderita dan miskin.
 Melenyapkan manfaat yang wajib disampaikan kepada orang yang
membutuhkan.
 Menjadikan pelakunya malas bekerja keras.
 Menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan terhadap orang
miskin.

Keterangan : Yang dikenal hukum riba hanya ada empat macam, yaitu
emas, perak, makanan manusia dan uang.11

I. Analisis Penafsiran
 Dalam Tafsir Al-Maraghi bahwa dijelaskan Riba itu tambahan yang
merupakan suatu perbuatan yang negatif. Sedangkan menurut Ibnu
Katsir Riba adalah merupakan bab yang sangat sulit sekali untuk
dibahas.
 Dalam Tafsir Al-Maraghi bahwa “Janganlah kalian menjual emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma
dengan kurma, kacang dengan kacang, garam dengan garam.
Melainkan harus dengan timbangan sama sejenis dan di terima tangan
dengan tangan. Hadits ini erdapat dalam kitab Bulughul Maram yang
diriwayatkan oleh Abi Said Al-Khudri.
 Dalam Tafsir Al-Maraghi dan Tafsir Ibnu Katsir lafadz Dhomir
“Mereka” itu adalah orang-orang Yahudi yang menghalal riba.
 Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir dan Kitab Al- bahwa riba itu haram,
bagi semuanya baik yang menyaksikan maupun yang menulisnya.
Terdapat dalam sebuah hadits di Kitab Bulughul Maram yang
diriwayatkan oleh Jabir bahwa pemberi makan riba, dan dua orang
saksinya itu akan di laknat. Dalam kitab Sulamut Taufiq juga bahwa
Riba itu hukumnya haram, yang merekayasa riba juga diharamkan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.777-778
11
Ibid, h.778-779
38
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Riba dapat
timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam
perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena
pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl),
dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan
karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).
Hukum riba adalah haram karena bersifat merugikan pihak yang
lain. Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam
al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir
tentang pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi. Dalam
surat Al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipatgandakan (ad'afan
mudhaafan) uang yang telah dihutangkan, karena dalam kegiatannya
cenderung merugikan orang lain.
Macam-macam riba yaitu riba fudui, riba qardi, riba yad dan riba
nasa’. Jenis-jenis riba ada riba qardh, riba jahiliyyah, riba fadhl, dan riba
nasi’ah. Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barang-
barang pokok yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat
disingkirkan dari kehidupan. Semua itu tidak boleh diperjualbelikan
kecuali dengan berat yang sama dan telah diserahterimakan secara
langsung.
Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang
sangat negatif bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni :
Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi tulang punggung
gotong-royong atas kebajikan dan takwa, sangat menghalangi kepentingan
orang yang menderita dan miskin, melenyapkan manfaat yang wajib
disampaikan kepada orang yang membutuhkan, menjadikan pelakunya
malas bekerja keras, menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan
terhadap orang miskin.

B. Saran
Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini
kurang sempurna, isinya kurang bagus. Kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya karena kami ini masih belajar dan kurang tahu tentang ilmu
pengetahuan. Kami harap para pembaca memakluminya. Kami akhiri
sekian dan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

39
A.Mas’adi Ghufron, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2002.
Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers, 2013.
Syafei Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung : CV Pustaka Setia, 2001.
Rifai Moh, Mutiara Fiqih, Semarang : CV Wicaksana, 1998.
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2012.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah, Jakarta : Gema Insani, 2001.
Nur Diana Ilfi, Hadis-hadis Ekonomi, Malang : UIN-Maliki Press, 2012.
Ismanto Kuat, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015.
Al-Mushlih Abdullah, Ash-Shawi Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta :
Darul Haq, 2004.

40

Anda mungkin juga menyukai