Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah swt.
Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga
dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa
raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih
dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas tentang “ Tafsir Ayat
Tetang Gadai (Rahn)”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal
aalamiin.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR….…………………………………………………………….I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………………..1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GADAI (RAHN)………………………………………………….2
B. DASAR HUKUM RAHN………………………………………………………….3
C. RUKUN DAN SYARAT GADAI (RAHN)………………………………………..3
D. KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN RAHN DALAM ISLAM…………….4
E. APLIKASI DALAM PERBANKAN………………………………………………6
F. TAFSIR AYAT AL-QURAN TENTANG GADAI...................................................6
F. MANFAAT dan RISIKO RAHN......………...……………………………………..9
H. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN GADAI SYARIAH DAN GADAI
KONVENSIONAL ………………………………………………………………9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN......................................................................................................11
B. SARAN...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan
aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah
(hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk
saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka. Karena itulah
sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-
hari, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan sesama manusia, khususnya
berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya.
Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan
fenomena ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga
orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan
hartanya. Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari
uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai
boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi
banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka
yang melakukan gadai asal-asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh
karena itu kami akan mencoba sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Gadai (Rahn) ?
2. Apa saja Dasar Hukum Rahn ?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Gadai (Rahn) ?
4. Bagaimana Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam ?
5. Bagaimana Aplikasi dalam Perbankan ?
6. Jelaskan Tafsir Ayat Al-Quran Tentang Gadai?
6. Apa Manfaat Dan Resiko Rahn ?
8. Bagaimana Perbedaan & Persamaan Gadai Syariah dan Konvensional ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
Gadai (Rahn)
Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan menjadikan suatu benda yang
bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan uang, dimana adanya benda yang
menjadi tanggungan itu di seluruh atau sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum adat
gadai di artikan sebagai menyerahkan tanah untuk menerima sejumlah uang secara tunai,
dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan
jalan menebusnya kembali.1
Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai
disebut rahin dan orang yang mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut
serta menahannya disebut murtahin, sedangkan barang yang di gadaikan disebut rahn
B. DASAR HUKUM RAHN
Akad rahn diperbolehkan oleh syara’ dengan berbagai dalil Al-Qur’an ataupun Hadits
nabi SAW. Begitu juga dalam ijma’ ulama’. Diantaranya:2
2
اGض ٗ ُكم بَ ۡعGض ُ إِ ۡن أَ ِم َن بَ ۡعGَۖة فٞ Gُوض َ ن َّم ۡقبٞ َر ٰهG ْ ۞وإِن ُكنتُمۡ َعلَ ٰى َسفَ ٖر َولَمۡ تَ ِج ُد
ِ Gَ ا فGٗوا َكاتِب َ
ۚ
مٞ ِإِنَّهُۥٓ َءاثG َا فGGَ ٰهَ َدةَ َو َمن يَ ۡكتُمۡ هG لش ْ Gق ٱهَّلل َ َربَّهُۥۗ َواَل تَ ۡكتُ ُم ۡ ۡ
َّ وا ٱG ِ َّ َؤ ِّد ٱلَّ ِذي ٱ ۡؤتُ ِم َن أَ ٰ َمنَتَهۥُ َوليَتG ُفَلي
٢٨٣ يمٞ ِون َعل َ ُق َۡلبُهُۥۗ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ۡع َمل
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan (Al-Baqarah 283).
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a berkata:
ٍّ – ِدرْ عًا لَهُ بِ ْال َم ِدينَ ِة ِع ْن َد يَهُو ِدG لَقَ ْد َرهَنَ النَّبِ ُّى – صل هللا عليه وسلم: س – رضى هللا عنه – قال
ى ٍ َع َْن أَن
ى َوأَ َخ َذ ِم ْنهُ َش ِعيرًا
Artinya: " Rasullulah SAW, telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang
Yahudi di Madina, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk
keluarga itu untuk keluarga beliau". (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah).
Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat gadai yang harus
dipenuhi. Secara bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan.
Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus dipindahkan dan
dilakukan. Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki beberapa rukun, antara
lain:3
3. Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah
keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar.
3 Muhammad dan Sholikhul Hadi, 2003, Pengadaian Syari’ah, Jakarta: Salembadiniyah.
3
Syarat Rahn antara lain :
1. Rahin dan murtahin
Tentang pemberi dan penerima gadai disyaratkan keduanya merupakan orang yang cakap
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari'at Islam yaitu
berakal dan baligh.
2. Sighat
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau
dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika memakai syarat
tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.
3. Marhun bih (utang)
Menyangkut adanya utang, bahwa utang tersebut disyaratkan merupakan utang yang
tetap, dengan kata lain utang tersebut bukan merupakan utang yang bertambah-tambah
atau utang yang mempunyai bunga, sebab seandainya utang tersebut merupakan utang
yang berbunga maka perjanjian tersebut sudah merupakan perjanjian yang mengandung
unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini bertentangan dengan ketentuan syari'at Islam.
Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai hanya merupakan
suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya
maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai
jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-
masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena
itu agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima
4
gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik
bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau
mubazir.
Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di sebabkan tanpa
kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat
bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko sebesar harga barang yang
minimum. Penghitungan di mulai pada saat diserahkannya barang gadai
kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.
Para ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang
gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari
penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama’ Hanafiyah berpendapat
lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai
menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang yang menerima
amanat.
Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan adalah semua barang bergerak dan
tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
Apabila sampai pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga membayar kembali
utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang gadaianya dan
kemudian digunakan untuk melunasi hutangnya.
5
Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual atau
menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan menjual barang
tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi
kewajibanya.
Artinya : Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang
penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu
menyembunyikan kesaksian, Karena barang siapa menyembunyikannya, Dan barang siapa
4 Teungku Muhamad Hasbi Ash-Shiddieqi, Tafsira al-Qur’anul Majid an-Nuur. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra. 2000.
6
yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hati-nya.
Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah:283).
Tafsir Al-Mufrodat:
و ان كنثم عل سفر : (Jika kamu dalam perjalanan) yakni sementara itu mengadakan
utang-piutang.[3]
ر هنGا فGولم تخد وا كا تب : (Sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang jaminan). Dalam keterangan lain ر هنdiartikan menyerahkan barang
untuk dipegang sebagai jaminan atas suatu hak agar dapat dipenuhi pembayaran dengan
harganya bila terjadi halangan dalam mendapatkan hak tersebut (kembali).
مقبو ضة : (Yang dipegang), yang memperkuat kepercayaanmu.
بعضGكمGGإ ن امن بعضGGف : (Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai yang lain)
maksudnya yang berpiutang kepada yang berhutang atas utangnya dan ia tidak dapat
menyediakan jaminan.
ذ ى ا ؤ تمنGGفليؤ د ا ل : (Maka hendaklah yang dipercaya itu memenuhi) maksudnya
orang yang berutang.
ا ما نته : (Amanatnya) artinya hendaklah ia membayar hutangnya.
ق ا هلل ربهGGو ليت : (Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya) dalam
membayar hutangnya itu.
وال تكتموا الشها دة : (Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian) jika kamu
dipanggil untuk mengemukakannya.
ومن يكتمها فإ نه اثم قلب : (Dan barang siapa menyembunyikannya, maka ia adalah orang
yang berdosa hatinya) dikhususkan menyebutkannya di sini, karena hati itulah yang menjadi
tempat kesksian dan juga apabila hati berdosa, maka akan diikuti oleh lainnya, hingga akan
menerima hukuman sebagaimana dialami oleh anggota tubuhnya.
Kandungan Ayat:5
Bolehnya memberi barang tanggungan sebagai jaminan pinjaman, atau dengan kata
lain menggadai, walau dalam ayat ini dikaitkan dengan perjalan, tetapi itu bukan berarti
bahwa menggadaikan hanya dibenarkan dalam perjalanan. Nabi saw. pernah menggadaikan
5 Teungku Muhamad Hasbi Ash-Shiddieqi, Tafsira al-Qur’anul Majid an-Nuur. Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra. 2000.
7
perisai beliau kepada seorang yahudi, padahal ketika itu beliau berada di Madinah. Dengan
demikian penyebutan kata dalam perjalanan, hanya karena seringnya tidak ditemukan
penulis dalam perjalanan. Jika kebetulan orang yang melakukan utang-piutang itu saling
mempercayai, maka hendaklah orang yang dipercayai itu melaksanakan amanatnya dengan
sempurna pada waktu yang telah ditentukan. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan
jangan pernah sampai mengkhianati amanatnya.
Disini jaminan bukanlah berbentuk tulisan atau saksi, tetapi melainkan kepercayaan
dan amanah timbal-balik. Hutang ditetima oleh penghutang, dan barang jaminan diberikan
kepada pemberi hutang. Amanah adalah kepercayaan dari yang memberi terhadap yang
diberi atau dititipi, bahwa sesuatu yang diberikan atau dititipkan kepadanya itu akan
terpelihara sebagaimana mestinya, dan pada saat yang menyerahkan memintanya kembali,
maka ia akan menerimanya utuh sebagaimana adanya tanpa keberatan dari yang dititipi.
Yang menerimanya pun menerima atas dasar kepercayaan dari pemberi bahwa apa yang
diterimanya, diterima sebagaimana adanya, dan kelak si pemberi/penitip tidak akan meminta
melebihi dari apa yang diberikan atau dari kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu
lanjutan ayat itu mengingatkan agar, dan hendaklah ia, yakni yang menerima atau memberi,
bertakwa kepada Allah Tuhan Pemelihara-nya.
Kepada para saksi, yang pada hakikatnya juga memikil amanah kesaksian, diingatkan
janganlah kamu, wahai para saksi, menyembunyikan persaksian, yakni jangan mengurangi,
melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak
maupun yang tidak diketahui oleh-nya. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hati-nya.
Tuhan menyandarkan beberapa pekerjaan tertentu kepada hati, sebagaiman Dia
menyandarkan beberapa pekerjaan kepada pendengaran dan penglihatan. Di antara dosa-
dosa jiwa adalah buruk kasad (niat buruk) dan dengki. Ayat ini menunjukkan bahwa
manusia disiksa karena tidak mau mengerjakan yang ma’ruf, dan mengerjakan yang munkar.
Tujuan menulis surat perjanjian dan menghadirkan saksi untuk memperkuat kepercayaan
antara si pemberi utang dan si pengutang. Secara hukum surat perjanjian lebih kuat daripada
kesaksian. Pemberi utang, yang berutang, dan saksi berpegang pada surat perjanjian.
8
Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya
tidak akan hilang begitu saja. Jika nasabah peminjam ingkar janji, ada suatu asset atau
barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk
adalah:
9
lembaga (perum
penggadaian)
Perlakuan Dijual (kelebihanDilelang
dikembalikan kepada yang
memiliki)
BAB III
10
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rahn adalah “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat dijadikan
pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang”, Rahn termasuk akad yang bersifat
‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna apabila sudah menyerahkan benda yang dijadikan akad,
seperti hibah, pinjam meminajam, titipan dan qirad.Dalam dasar hukum gadai, ada dalil-dalil
yang melandasi di perbolehkannya gadai yang bersal dari Al-Qur’an dan hadis. Rukun gadai
yaitu akad dan ijab Kabul, akid, barang yang di jadikan jaminan (borg).
B. SARAN
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang
kurang. Mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam
penyusunan sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
11
Muhammad dan Sholikhul Hadi, 2003, Pengadaian Syari’ah, Jakarta: Salembadiniyah.
12