Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AKIDAH AKHLAK

Tentang:

Iman Kepada Qada’, Qadar, dan Takdir

Dosen Pengampu: Dea Tara Ningtyas, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 09

1. DESI LUTFIANA RAMADANI (1701050008)


2. INTAN DIAH PRAMESTI (1701050061)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan
(tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak
satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah
terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-
bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah
longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa
kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT. Dengan bekal keyakinan
terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak
pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri
dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia.
Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini,
maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh, dan berusaha keras
untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat
Rabbul’alamin dan menjadi penghuni surga.

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang


terakhir adalah beriman terhadap qadha’ dan qadar atau takdir Allah, baik takdir
yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir
dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat
beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah
takdir ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis berikhtiar untuk menelusuri konsepsi


iman kepada qadha’ qadar dan takdir, yang bersifat lebih mencerahkan dan
semoga menjadi solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan umat saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Qadha’, Qadar, dan Takdir
2. Iman Kepada Qadha’, Qadar, dan Takdir
3. Ikhtiar dan Berdoa serta Hubungannya dengan Takdir
4. Tawakal (Berserah Diri)
5. Peringatan tentang Qadha’, Qadar, dan Takdir
6. Pengaruh Keimanan terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Qadha’, Qadar, dan Takdir
2. Untuk Mengetahui Iman Kepada Qadha’, Qadar, dan Takdir
3. Untuk Mengetahui Ikhtiar dan Berdoa serta Hubungannya dengan Takdir
4. Untuk Mengetahui Tawakal (Berserah Diri)
5. Untuk Mengetahui Peringatan tentang Qadha’, Qadar, dan Takdir
6. Untuk Mengetahui Pengaruh Keimanan terhadap Takdir dalam Kehidupan
Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadha’, Qadar, dan Takdir
Secara bahasa, qadha’ mengandung beberapa makna yang berbeda sesuai
konteks kalimatnya. Diantaranya berarti:
a. Memutuskan hukum (al-hukmu), Qadha yaqdhi qadhaan, berarti menghukumi.
b. Perintah (al-amr). Allah Ta’ala berfirman:

…ُ‫ض ٰى َرب َُّك أ َ اَّل تَ ْعبُدُوا إِ اَّل إِيااه‬


َ َ‫َوق‬

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia…” (QS. Al-Isra’: 23)
c. Kabar, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

‫صبِ ِحين‬
ْ ‫طوعٌ ُّم‬ ٓ َ ‫ض ْينَا ٓ إِلَ ْي ِه ٰذَ ِل َك ْٱْل َ ْم َر أ َ ان دَابِ َر ٰ َٓهؤ‬
ُ ‫َُّل ِء َم ْق‬ َ َ‫َوق‬

Artinya: “Dan telah kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu
bahwa mereka akan ditumpas habis diwaktu subuh.” (QS. Al-Hijr:
66)

Dan maksud qadha’ disini ialah makna pertama: memutuskan hukum.


Menurut istilah qadha’ merupakan ketentuan akan kepastian yang datangnya dari
Allah Swt terhadap segala sesuatu yang sejak zaman azali, yaitu sejak zaman
sebelum segala sesuatu itu terjadi.

Sedangkan qadar secara bahasa memiliki makna, peraturan, ukuran, serta


kepastian. Dan menurut istilah, qadar perwujudan dari qadha’ yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Allah Ta’ala berfirman dalam (QS. Fushshilat: 10)1 :

...‫َو قَد َار ِف ۡي َہ ۤا ا َ ۡق َوات َ َہا‬

Artinya: “Dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan


(penghuni)nya.” (QS. Fushshilat: 10)

1
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Kitab Tauhid, Aqwam, Jakarta, 2013, hlm. 285
Maksud dari qadar disini adalah perwujudan terhadap ketetapan terhadap
segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya yang telah ditetapkan sejak
zaman azali sesuai dengan kehendak Allah Swt. Hubungan antara qadha’ dan
qadar sangat kuat, qadha’ merupakan rencana, ketetapan atau hukum Allah SWT
yang ditetapkan sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari
hukum atau ketetapan Allah SWT. Jadi, qadha’ dan qadar dapat diibaratkan
seperti rencana dan pelaksanaan. Maka dari itu qadha’ dan qadar disatukan
menjadi istilah yang disebut takdir. Ketentuan takdir segala sesuatu sebelum
terjadi dan penulisannya di Lauh Mahfuzh.

Hukum yang Allah berlakukan bagi alam dan dijadikan berjalan sesuai dengan
konsekwensinya merupakan sunnatullah yang Dia hubungkan dengan sebab
akibat semenjak Dia menghendakinya hingga selamanya. Jadi, segala yang terjadi
dialam ini sesuai dengan takdir terdahulu yang telah Allah atur dan tentukan.
Adapun yang tidak terjadi, berarti tidak ditakdirkan dan diputuskan.2

Takdir secara bahasa berasal dari kalimat Qoddaro-Yuqoddiru-Taqdiiroon


yang artinya ketentuan, ukuran, ketetapan. Menurut istilah takdir yaitu
“menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” maksudnya adalah
segala sesuatu yang dijadikan Allah Swt diberinya perlengkapan-perlengkapan
dan persiapan-persiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-
masing dalam hidup. Segala sesuatu yang terjadi atas rencananya pasti serta tentu,
namun manusia diberi hak untuk berusaha sekuat tenaga. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia, takdir merupakan ketentuan atau ketetapan Allah SWT yang
telah ditetapkan sejak zaman azali. Akan tetapi manusia tetap berusaha serta
bertawakal, selebihnya diserahkan kepada Allah SWT.
Sesuai dengan rukun iman yang keenam, maka wajib bagi setiap muslim dan
muslimat untuk beriman kepada qadha dan qadar (takdir) baik maupun yang
buruk. Karena semua itu adalah rencana dan keputusan Allah Swt yang telah
tertulis dalam kitab lauh mahfuzh sebelum kejadian.

2
Ibit., hlm. 286
Berdasarkan ketentuannya takdir dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Takdir Muallaq
Takdir muallaq adalah takdir yang masih dapat berubah melalui upaya,
ikhtiar, dan doa sesuai denhga kemampuannya masing-masing. Manusia
diwajibkan mempergunakan tenaga, akal dan pikirannya untuk berusaha
mencapai kehendak dan keinginan disertai dengan segala syarat-syarat dan
perhitungan sebab-akibat. Seperti; kekayaan, kepandaian, dan kesehatan.
b. Takdir Mubram
Takdir mubram adalah takdir yang terjadi pada manusia yang terjadi
pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan dan tidak dapat ditawar-tawar
lagi oleh manusia. Seperti; kematian, jodoh, jenis kelamin bayi yang lahir,
dan kedatangan hari kiamat. Allah Swt Berfirman dalam (Q.S. Yunus/10:
49.)3

‫ّللاُ ۗ ِل ُك ِل أ ُ ام ٍة أ َ َج ٌل ۚ ِإذَا َجا َء أ َ َجلُ ُه ْم‬ َ ‫ض ًّرا َو ََّل نَ ْفعًا ِإ اَّل َما‬
‫شا َء ا‬ َ ‫قُ ْل ََّل أَ ْم ِلكُ ِلنَ ْفسِي‬
َ‫عةً ۖ َو ََّل يَ ْست َ ْق ِد ُمون‬ َ َ‫فَ ََل يَ ْستَأ ْ ِخ ُرون‬
َ ‫سا‬
Artinya: Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan
dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa
yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal.
Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukan(nya).(QS. Yunus/10: 49)
B. Iman Kepada Qadha’, Qadar, dan Takdir
Iman kepada qadha’ dan qadar merupakan rukun iman yang keenam,
sebagaimana jawaban Rasulullah Saw saat Jibril bertanya kepada beliau tentang
iman. Beliau bersabda, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir, serta takdir-Nya; yang
baik maupun yang buruk.”4

3
Diakses dari http://web.ipb.ac.id/~kajianislam/pdf/TAQDIR.pdf pada tanggal 29 Oktober 2018
pukul 09:26
4
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, loc.cit. hlm. 286
Iman kepada qadha’ dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati
bahwa Allah Swt telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya. Menurut
Yasin, iman kepada qadha’ dan qadar adalah “mengimani adanya ilmu Allah Swt
yang qadim dan mengimani adanya kehendak Allah Swt yang berlaku serta
kekuasaan-Nya yang menyeluruh”. Setiap muslim wajib mengimani qadha’ dan
qadar Allah Swt, yang baik ataupun yang buruk. Firman Allah Swt:

َ ‫ب ۚ ِإ ان ٰذَ ِل َك‬
‫علَى ا‬
ِ‫ّللا‬ ٍ ‫ض ۗ ِإ ان ٰذَ ِل َك فِي ِكتَا‬
ِ ‫اء َو ْاْل َ ْر‬ ‫أَلَ ْم ت َ ْعلَ ْم أ َ ان ا‬
‫ّللاَ َي ْعلَ ُم َما ِفي ال ا‬
ِ ‫س َم‬
‫ِير‬
ٌ ‫يَس‬

Artinya: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah


mengetahui apa saja yang ada dilangit dan dibumi?; bahwasanya
yang demikian itu terdapat dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Q.S. Al-
Hajj/22:70)
Iman kepada qadha dan qadar meliputi empat prinsip, sebagai berikut:
a. Iman kepada ilmu Allah Swt yang qadim (tidak berpermulaan), dan dia
mengetahui perbuatan manusia sebelum mereka melakukannya.
b. Iman bahwa semua qadar Allah Swt telah tertulis di Lauh Mahfuzh.
c. Iman kepada adanya kehendak Allah Swt yang berlaku dan kekuasaan-Nya
yang bersifat menyeluruh.
d. Iman kepada Allah Swt adalah zat yang mewujudkan makhluk. Allah Swt
adalah sang pencipta dan yang lain adalah makhluk.
Qadha dan qadar bisa disebut dengan satu kata “takdir”. Bagi manusia dan
makhluk lain, ada pandangan takdir baik dan buruk, tetapi dalam pandangan Allah
Swt semua takdir itu baik, karena keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah Swt
ilmu Allah Swt, kehendak-Nya, catatan-catatan-Nya, dan penciptaan-Nya semua
itu adalah kebijaksanaan, keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Keburukan
bukanlah sifat Allah Swt dan bukan pula pekerjaan-Nya.5

5
Marzuki dan Yusuf A. Hasan, Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti, Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbut, Jakarta, 2015, hlm. 23
Berkaitan dengan makna beriman kepada qadha dan qadar, dapat diketahui
bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia
hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan
sendirinya.6

Makna iman kepada takdir ialah percaya penuh bahwa segala kejadian yang
baik dan yang buruk adalah sesuai dengan qadha dan qadar Allah Swt. Segala
yang ditakdirkan oleh Allah pasti mengandung paling tidak sebuah hikmah yang
hanya diketahui oleh-Nya. Allah tidak akan menciptakan keburukan murni yang
tidak membuahkan satu kemaslahatan. Keburukan yang murni tidak dinisbatkan
kepada-Nya. Akan tetapi, ia termasuk dalam makhluk Allah secara umum.

Apabila segala sesuatu disandarkan kepada Allah, maka ia adalah keadilan,


hikmah, dan rahmat. Keburukan murni sama sekali tidak masuk dalam sifat-sifat
dan perbuatan-Nya. Dia-lah pemilik kesempurnaan mutlak. Dalil hal ini adalah
firman Allah Ta’ala:

َ ۚ ‫سيِئ َ ٍة فَ ِم ْن نَ ْفس‬
‫ِك‬ َ َ ‫ّللاِ َو َما أ‬
َ ‫صابَ َك ِم ْن‬ َ َ ‫َما أ‬
َ ‫صابَ َك ِم ْن َح‬
‫سنَ ٍة فَ ِمنَ ا‬

Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
(QS. An-Nisa: 79)

Maksutnya, segala kebaikan dan kenikmatan yang diterima manusia semua


berasal dari Allah Swt. Dan segala keburukan yang menimpanya disebabkan
karena dosa-dosa dan kemaksiatannya. Tidak seorang pun yang bisa berlari dari
takdir yang telah ditetapkan untuknya. Sebab, Allah-lah pencipta seluruh hamba.
Tiada yang terjadi didalam kekuasaan-Nya selain yang diinginkan-Nya. Dan dia
tidak meridhai kekufuran untuk hamba-Nya. Dia telah mengaruniai mereka
kemampuan dan ikhtiar sehingga perbuatan mereka terjadi karena kemampuan
dan iradah (keinginan) mereka. Denga rahmat-Nya Dia memberi hidayah kepada

6
Ibit., hlm. 27
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan dengan kebijakan-Nya Dia menyesatkan siapa
yang dikehendaki-Nya. Dia tidak ditanyai mengenai apa diperbuat-Nya sedang
mereka pasti akan ditanyai.7

C. Ikhtiar dan Berdoa serta Hubungannya dengan Takdir


Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam
menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt menetukan takdir, kita sebagai manusia
berkewajiban melakukan ikhtiar. Firman Allah Swt dalam Q.S.Al-Anbiyaa’/21:90

ِ ‫ارعُونَ فِي ْال َخي َْرا‬


‫ت‬ ِ ‫س‬َ ُ‫إِنا ُه ْم َكانُوا ي‬

Artinya: “Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam


(mengerjakan)perbuatan-perbuatan baik”.( Q.S.Al-Anbiyaa’/21:90)
Dari ayat diatas, Allah Swt mendorong manusia untuk berusaha, berlomba,
berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha dengan
sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan. Pepatah arab
mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya: “Siapa pun orang yang bersungguh-
sungguh akan memperoleh keberhasilan”.
Rasulullah saw bersabda: “Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan
sebelum dihadapkab pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunghu kekafiran
yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggerogoti,
penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah dajjal, kejahatan buruk
yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?” (H.R. At-
Tirmidzi).8
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang
meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi
yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam permohonan orang yang
bersungguh-sungguh memohon.
Firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Baqarah/2:186

ُ ‫أ ُ ِج‬
َ َ‫يب دَع َْوة َ الدااعِ ِإذَا د‬
‫عان‬

7
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, op.cit. hlm. 289
8
Marzuki dan Yusuf A. Hasan, op.cit. hlm. 28
Arinya: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia
berdoa kepada-Ku,..”(Q.S. Al-Baqarah/2:186)
Jika sudah dikhtiarkan dan berdoa namun kegagalan yang diperoleh, maka
dalam hubungannya dengan takdir inilah letak “rahasia ilahi”. Meskipun begitu,
Allah Swt tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun
gagal.
Berdasarkan penjelasan diatas, jelaslah kenapa Allah Swt mewajibkan manusia
berikhtiar dan berdoa. Walaupun sudah ditentukan qada dan qadarnya, dipundak
manusia lah kunci keberhasilan dan keberuntungan hidupnya. Disamping itu,
bagitu banyak anugerah yang telah Allah Swt berikan kepada manusia berupa:
naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah
bekal yang dimiliki manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.9
D. Tawakal (Berserah Diri)
Setelah meyakini dan mengimani qadha’, qadar, dan takdir, kemudian
dibarengi dengan ikhtiar dan doa, maka tibalah manusia mengambil sikap
tawakal.
Secara etimologis kata tawakal diambil dari bahasa Arab At-tawakkul dari akar
kata wakala yang berarti menyerahkan atau mewakilkan. Kata tawakal dapat
dijumpai juga dalam berbagai kamus dengan variasai sebagai berikut: dalam
Kamus al-munawwir, disebut ‫( تو كَل على هللا‬bertawakal, pasrah kepada Allah).
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, Tawakkal berarti berserah (kepada
kehendak Tuhan), dengan segenap hati percaya kepada Tuhan terhadap
penderitaan, percobaan dan lain-lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
tawakkal adalah pasrah diri kepada kehendak Allah dan percaya sepenuh hati
kepada Allah. Sedangkan dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia, tawakal
berarti jika segala usaha sudah dilakukan maka harus orang menyerahkan diri
kepada Allah yang Maha Kuasa.
Secara terminologis berbagai definisi tawakal dikemukakan oleh para ulama.
Definisi tersebut antara lain:
1. Amin Syukur dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Studi Islam” dengan
singkatan menyatakan, tawakal artinya memasrahkan diri kepada Allah.

9
Ibit., hlm. 29
Dalam buku lainnya yang berjudul “Tasawuf Bagi Orang Awam”
merumuskan “tawakal” adalah membebaskan hati dari ketergantungan
kepada selain yang Allah SWT, dan menyerahkan segala keputusan hanya
kepada-Nya. Allah berfirman dalam (QS. Hud/11:123) yaitu:

َ ‫ض َوإِلَ ْي ِه ي ُْر َج ُع ْاْل َ ْم ُر ُكلُّهُ فَا ْعبُ ْدهُ َوتَ َو اك ْل‬


ۚ ‫علَ ْي ِه‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ِ ‫س َم َاوا‬
‫ْب ال ا‬ َ ِ‫َو ِ اّلِل‬
ُ ‫غي‬
َ‫ع اما ت َ ْع َملُون‬
َ ‫َو َما َرب َُّك ِبغَا ِف ٍل‬

Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di


bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan
semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah
kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa
yang kamu kerjakan.”(QS. Hud/11:123)

2. Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal adalah pengendalan hati kepada Tuhan


Yang Maha Pelindung karena segala sesuatu tidak keluar dari ilmu dan
kekuasaan-Nya, sedangkan selain Allah tidak dapat memnahayakan dan
tidak dapat manfaat.
3. Menurut TM. Hasbi-Ash-Shiddieqy, tawakal adalah menyerahkan diri
kepada Allah dan berpegang teguh kepadanya.10

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa tawakal adalah
penyerahan segala perkara, ikhtiar, dan usaha yang dilakukan kepada Allah SWT
serta berserah sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan kemaslahatan atau
menolak kemudlaratan.

Dasar pengertian tawakal diambil dari peristiwa yang terjadi pada zaman
Rasulullah saw: Pada suatu hari datang seorang sahabat ke kediaman Rasulullah
dengan mengendarai unta. Sesampainya di depan rumah beliau, (ada peristiwa
ganjil menurut pandangan Rasulullah), sehingga beliau berkata: “Kenapa unta
kalian tidak di tambatkan?” Ia menjawab: “Tidak ya Rasulallah, karena saya

10
Diakses dari http://eprints.stainkudus.ac.id/10/02/5/FILE%205%20BAB%20II.pdf, pada tanggal
26 Oktober 2018 pukul 11.28
telah bertawakal.” Kemudia Rasulallah berakata: “Tambatkan dulu unta kalian
baru bertawakal!”

Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh


dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga
memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat
disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar.

Pepatah arab menjelaskan bahwa barang siapa yang bersungguh-sungguh


maka dia akan mendapatkan segala yang dia inginkan. Namun, tidak semua
keinginan manusi dianggap baik oleh Allah Swt. Hasil usaha maksimal harus dia
kembalikan kepada Allah Swt Yang Maha Penguasa.

Tawakal harus senantiasa tertanam kuat setelah melakukan usaha yang


maksimal. Bertawakal berarti pasrah kepada Allah Swt setelah berusaha dengan
maksimal. Perhatikan firman Allah Swt berikut:

‫الر ِحيم‬
‫يز ا‬ِ ‫علَى ْالعَ ِز‬
َ ‫َوتَ َو اك ْل‬

Artinya: “Dan bertawakallah kepada (Allah) yang maha perkasa, maha


penyayang.” (Q.S. Asy-Syu’ara’/26: 217)

Tawakal memiliki fungsi adalah sebagai berikut:


1. Tidak mudah putus asa jika gagal dalam usaha.
2. Lebih tenang dalam menjalani kehidupan.
3. Terhindar dari rasa sedih yang berkepanjangan.
4. Jika berhasil dalam usaha tidak bergembira yang berlebihan.
5. Tidak menjadi orang yang takabur.11
E. Peringatan tentang Qadha’ dan Qadar
Masalah takdir ini merupakan masalah yang rumit, apabila kita salah
pemahaman kita akan terjerumus kedalam kesalahan aqidah yang dalam.
Umumnya, masalah takdir ini terdapat kekeliruan pemahaman bahwa bahagia,
sengsara, baik, buruk, hidup, mati, semua berasal dari Allah SWT. sehingga

11
Marzuki dan Yusuf A. Hasan, loc.cit. hlm. 29
manusia hanya bertindak seperti robot atau wayang yang bertindak sesuai dengan
takdir Allah SWT. yang harus diterima dengan ikhlas. Maka dari itu perlu untuk
manusia dilandasi ilmu dan iman. Apabila masalah takdir hanya ditinjau dari satu
sisi makna akan memunculkan masalah dimana letak keadilan Allah SWT.
Masalah ini yang menjadi polemik kaum mutakallimin yaitu kaum jabariyah,
murji’ah, mu’tazilah, dan asy’ariyah. Begitu sulit membahas masalah keadilan
jika berdasarkan sudut pandang manusia karena manusia lebih bersifat subjektif
dalam pemikirannya.
Maka dari itu, sudah sunnatullah jika setiap kejadian yang terjadi mengandung
hikmah serta tujuan, dan pasti ada sebab dan akibat yang ditimbulkannya.
Misalnya, seseorang yang ingin kaya maka harus bekerja, jika ingin pintar maka
harus belajar, dan sebagainya. Mustahil jika seseorang bisa pintar tanpa belajar
dan mustahil jika cita-cita akan tercapai jika orang yang bersangkutan hanya
duduk melamun diatas kursi saja. Setelah seseorang itu berikhtiar hendaklah
mereka tawakkal yaitu berserah diri kepada Allah SWT. atas seluruh usaha yang
dilakukan secara maksimal tersebut. Maksudnya, menyerahkan seluruh yang
terjadi pada diri kita kepada Allah SWT. dengan tetap berusaha semaksimal
mungkin.12
F. Pengaruh Keimanan terhadap Takdir dalam Kehidupan Manusia
Pengaruh keimanan terhadap takdir dalam kehidupan manusia dengan beriman
kepada takdir dengan benar, seseorang akan giat berusaha dan berjuang. Sebab
tanpa adanya usaha dan perjuangan sesuai tujuan yang kita inginkan tidak akan
tercapai. Selain itu kita juga harus berpijak dengan Sunnatullah. Dengan
memahami takdir dalam bentuk yang tepat manusia akan terhindar dari
kejerumusan berupa bencana ataupun kesengsaraan. Maka dari itu, seseorang
harus beribadah, berusaha, serta berjuang dengan bertumpu pada Sunnah yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. agar cita-cita kita dapat tercapai sesuai dengan
rencana kita tanpa keluar dari ajaran agama.13

12
Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 198-199
13
Ibit., hlm. 199-200
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Qadha’ merupakan rencana, ketetapan atau hukum Allah SWT yang ditetapkan
sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah pelaksanaan dari hukum atau ketetapan
Allah SWT. Jadi, qada dan qadar dapat diibaratkan seperti rencana dan
pelaksanaan. Maka dari itu qada dan qadar disatukan menjadi istilah yang disebut
takdir. Takdir merupakan ketentuan atau ketetapan Allah SWT yang telah
ditetapkan sejak zaman azali.

Sebagai penutup, kami katakan bahwa seorang mukmin harus ridha kepada
Allah SWT sebagai Tuhannya, dan termasuk kesempurnaan ridha-Nya yaitu
mengimani adanya qadha dan qadar serta meyakini bahwa dalam masalah ini
tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan manusia, rizki yang dia
usahakan dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya adalah sama, sudah tertulis
dan ditentukan. Dan setiap manusia dimudahkan menurut takdir yang ditentukan
baginya. Manusia juga harus hidup dengan ikhtiar untuk memahami qada dan
qadar. Dalam kehidupan kita sehari-hari takdir Allah SWT berkaitan erat dengan
usaha yang dilakukan oleh manusia. Usaha manusia harus maksimal serta optimal
dan diiringi dengan doa serta tawakal.
DAFTAR PUSTAKA

Al Fauzan, Shalih bin Fauzan. 2013. Kitab Tauhid. Jakarta: Aqwam.

Anwar, Rosihon. 2008. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.

http://eprints.stainkudus.ac.id/10/02/5/FILE%205%20BAB%20II.pdf, diakses
pada tanggal 26 Oktober 2018 pukul 11.28.
http://web.ipb.ac.id/~kajianislam/pdf/TAQDIR.pdf, diakses pada tanggal 29
Oktober 2018 pukul 09:26.
Marzuki dan Yusuf A. Hasan. 2015. Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti.
Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbut.

Anda mungkin juga menyukai