Anda di halaman 1dari 17

Pendidikan Kewarganegaraan

(MGU1003)

Oleh :
Rahmad Maulana
NPM.2006020142
Dosen Pengampuh:
Dr.Hj.Sulastini, Msi
Asisten Dosen:
1. Anovan Ashari, S.IP., MAP
2. Adhi Surya, ST, MT
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MAB
2021
BAB XII
Bhinneka Tunggal Ika dan Kearifan Lokal

ABSTRAK
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan topik sentral yang memiliki peran strategis
dalam pendidikan multikultural namun demikian modus dan isi pembe-lajaran PKn yang
ada di perguruan tinggi selama ini menunjukkan fenomena yang kurang menghargai dan
mengeksplorasi nilai-nilai multikultural berbasis kearifan lokal (local genius) yang
merupakan esensi kultur demokrasi di ruang kuliah dan di masyarakat secara sinergis,
bahkan cenderung bersifat paradoks. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana model
pengembangan Pendidikan Kewargane-garaan multikultural berbasis kearifan lokal dalam
fenomena sosial pasca reformasi di perguruan tinggi. Penelitian ini menggunakan dua
pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan pola “the dominantless dominan design” dan
desain penelitian research and development (R & D). Penelitian dilakukan dengan tiga
tahapan: (1) Studi Pendahuluan (Exploration study) (2) Pengembangan model (Action
Research) dan (3) Pengujian (experimental study) yang menggunakan kuasi eksperimen.
Pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi, angket (test), dan FGD
Analisis data dengan cara diskriptif kualitatif dipadukan dengan diskriptif
kuantitatif serta uji t dan uji F menggunakan program SPSS. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Pengembangan PKn multikultural menja-di kebutuhan bangsa
Indonesia yang majemuk dan beranekaragam serta. menjadi sebuah keniscayaan bagi
wahana desimenasi pemahaman multikulturalisme melalui jargon pendidikan
multikultural. (2) Substansi materi pembelajaran Identitas Nasional cocok untuk
pengembangan nilai-nilai multikulturalisme dan penumbuhan identitas budaya bangsa
yang bersumber dari budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. (3) Proses atau
modus pembelajaran yang berupa syntaks model pembelajaran inkuiri sosial dituangkan
dalam ikhtisar model pengembangan PKn MBKL di perguruan tinggi ke dalam enam
langkah dan pembelajarannya dilakukan secara berkelompok dengan tugas/resitasi. (4)
Hasil uji coba menunjukkan terjadinya peningkatkan produk hasil pembelajaran, berupa
peningkatan kompetensi multikultural di kalangan mahasiswa dengan harga F sebesar
4.585 yang memiliki signifi kansi lebih kecil dari 0,05. Secara substansial hasil ini
menunjukkan bahwa PKn MBKL efektif untuk meningkatkan kompe-tensi multikultural
mahasiswa. Di samping itu penerapan PKn MBKL juga memberikan pengaruh yang
positif terhadap aktivitas, motivasi belajar dan dampak pengiring lainnya dalam sebuah
model proyek belajar kewarganegaraan (project citizen) melalui “Procit Bhinneka
Tunggal Ika” di perguruan tinggi.
Dalam setting pendidikan formal atau informal, langsung atau tidak langsung.
Pendidikan multikultural diarahkan untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, pemahaman,
dan pengetahuan yang mempertimbangkan perbedaan kultural, dan juga perbedaan dan
persamaan antar budaya dan kaitannya dengan pandangan dunia, konsep, nilai, keyakinan,
dan sikap (Lawrence J. Saha dan Aly, 2005).
Sementara itu menurut James A. Bank (2001) pendidikan multikultural adalah
konsep atau ide sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang
mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam membentuk gaya
hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari
individu, kelompok maupun negara. Pendidikan itu sangat diperlukan terutama oleh
negara demokrasi baru seperti Indonesia, untuk melakukan rekontruksi sosial dengan
mengembangkan civic skill, yakni keterampilan menjadi warga dari masyarakat
demokratis yang di antaranya mampu bersikap toleran dan mengakomodasi berbagai jenis
perbedaan untuk kesejahteraan bersama.
Tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan aspek sikap (attitudinal
goals) adalah untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural,
penghargaan terhadap identitas kultural, sikap responsive terhadap budaya, keterampilan
untuk menghindari dan meresolusi konfl ik. Tujuan pendidikan multikultural yang
berkaitan dengan aspek pengetahuan (cognitive goals) adalah untuk memperoleh
pengetahuan tentang bahasa dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis
dan menerjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan tentang kesadaran perspektif
kultural.
Sedangkan tujuan pendidikan multikultural yang berkaitan dengan pembelajaran
(instructional goals) adalah untuk memperbaiki distorsi, stereotipe, dan kesalahpahaman
tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media pembelajaran; memberikan berbagai
strategi untuk mengarahkan perbedaan di depan orang, memberikan alatalat konseptual
untuk komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal;
memberikan teknikteknik evaluasi; membantu klarifi kasi nilai; dan menjelaskan
dinamika kultural.
Fakta sosial empiris yang ada menunjukkan bahwa sebagai masyarakat multikultural,
bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan yang bersifat lokal dan global. Tarik menarik
nilai-nilai etnisitas di tingkat lokal dan nilai-nilai kosmopolitanisme di tingkat global jika
tidak dikelola dengan baik akan menjadi sesuatu yang bersifat disharmoni dan merusak
keutuhan dan kesatuan bangsa. Dilihat dari segi pendidikan di lingkungan perguruan tinggi,
tantangan tersebut belum dapat dijawab dengan kurikulum yang ada.
Pendidikan Kewarganegaraan Multikultural dapat menjadi elemen yang ku-at dalam
kurikulum Indonesia untuk mengembangkan kompetensi dan ketram-pilan hidup (life
skills), di tengah masyarakat Indonesia yang multikultur dan mencakup berbagai macam
perspektif budaya yang berbeda terutama dalam bingkai kearifan lokal. Persoalannya
adalah bentuk pendidikan kewarganegaraan multikultural apa yang sesuai untuk situasi dan
kondisi Indonesia pasca reformasi? Persoalan utama dalam pendidikan kewarganegaraan di
perguruan tinggi adalah pada belum adanya model pengembangan Pendidikan Kewarga-
negaraan yang dapat meningkatkan kompetensi multikultural mahasiswa dan begitu
rendahnya kesadaran multikultural warga negara yang dibangun atas dasar nilai-nilai
kearifan lokal dalam fenomena sosial pasca reformasi sebagai upaya memperkokoh
integrasi bangsa dalam konsepsi Bhinneka tunggal ika. Untuk itu maka peneliti tertarik
untuk mengembangkan sebuah model pendidikan kewarganegaraan multikultural berbasis
kearifan lokal di lingkungan perguruan tinggi.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang penuh dengan keanekaragaman, yang terdiri
atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dan
lain-lain. Indonesia dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dimana kata ini berasal
dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi
tetap satu”. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Pengertian Adat adalah gagasan
kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan
hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Dalam ilmu hukum dan teori, secara
formal dikenal Masyarakat Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat
asli Indonesia menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya
menyangkut hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan. Sedangkan
pengertian Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah
kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua, yang sekarang sebagian besar
merupakan wilayah negara Indonesia. Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
masyarakat multi kultural/majemuk sebagai pilar nasionalisme, sekaligus untuk memberi
wacana dan sumbang saran kepada semua pihak, terutama para pelaksana dan penentu
kebijakan diberbagai instansi tekait, agar dapat dijadikan tambahan acuan dalam menentukan
peraturan berkaitan dengan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
oleh masyarakat multikultural sebagai pilar nasionalisme
B. PEMBAHASAN
1. Kajian tentang Bhinneka Tunggal Ika, Adat, Masyarakat Adat, dan Nusantara.
a. Definisi Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuno dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi
tetap satu”.
Diterjemahkan per kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbedabeda.
Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata
"aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu".
Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah
satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Kalimat ini
merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan
Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.
b. Definisi Adat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila
adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis
oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang.
Menurut Jalaluddin Tunsam (seorang yang berkebangsaan Arab yang tinggal di
Aceh dalam tulisannya pada tahun 1660). "Adat" berasal dari bahasa Arab‫ عـاداـت‬, bentuk
jamak dari ‫ ) َةعاد‬adah), yang berarti "cara", "kebiasaan".
Di Indonesia kata "adat" baru digunakan pada sekitar akhir abad 19. Sebelumnya
kata ini hanya dikenal pada masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan
agama Islam pada sekitar abad 16-an. Kata ini antara lain dapat dibaca pada Undang-
undang Negeri Melayu.
c. Definisi Masyarakat Adat
Masyarakat Adat merupakan istilah umum yang dipakai di Indonesia untuk
paling tidak merujuk kepada empat jenis masyarakat asli yang ada di dalam negara
bangsa Indonesia. Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat
Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli Indonesia
menolak dikelompokkan sedemikian mengingat perihal adat tidak hanya menyangkut
hukum, tetapi mencakup segala aspek dan tingkatan kehidupan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa secara praktis dan untuk kepentingan
memahami dan memaknai Deklarasi ini di lapangan, maka kata "Masyarakat Adat"
dan "Masyarakat/Penduduk Pribumi" digunakan silih berganti dan mengandung
makna yang sama. Pandangan yang sama dikemukakan dalam merangkum konsep
orang-orang suku dan populasi/orang-orang asli dari Departemen Urusan Ekonomi
dan Sosial PBB dengan merujuk kepada Konvensi ILO 107 (1957) dan 169 (1989).
Sem Karoba menyatakan dalam bukunya yang menerjemahkan Deklarasi
Masyarakat Hak Asasi Adat (atau Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak
Asasi Masyarakat Adat, atau disebut juga Deklarasi Masyarakat Adat) menyatakan
"secara praktis ternyata mereka yang menyebut dirinya sebagai orang asli atau orang
suku menyetujui agar kedua istilah ini digunakan secara sinonim:
“Many of these peoples refer to themselves as “INDIGENOUS” in order to fall
under discussions taking place at the United Nations. For practical purposes the terms
“INDIGENOUS” and “TRIBAL” are used as synonyms in the UN system when the
peoples concerned identify themselves under the indigenous agenda.”
“Kebanyakan dari mereka yang menyebut diri sebagai "BUMIPUTRA" agar
mereka dapat dimaksukkan ke dalam diskusi-diskusi yang sedang belangsung di
tingkat PBB. Untuk tujuan praktis istilah "BUMIPUTRA" dan "Masyarakat Adat"
dipakai sebagai sinonim dalam sistem PBB, saat orang-orang yang bersangkutan
mengidentifikasi diri mereka di bawah agenda masyarakat asli.”
2. Hubungan Bhinneka Tunggal Ika dengan Adat
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki karakteristik
yang unik ini dapat dilihat dari budaya gotong royong, teposliro, budaya
menghormati orang tua (cium tangan), dan lain sebagainya.
Bhinneka Tunggal Ika seperti kita pahami sebagai motto Negara, yang
diangkat dari penggalan kitab Sutasoma karya besar Mpu Tantular pada jaman
Kerajaan Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi
satu (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Motto ini digunakan sebagai ilustrasi dari
jati diri bangsa Indonesia yang secara natural, dan sosial-kultural dibangun diatas
keanekaragaman.
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tercantum dan menjadi
bagian dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila. Sebagai semboyan
bangsa, artinya Bhinneka Tunggal Ika adalah pembentuk karakter dan jati diri
bangsa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai pembentuk karakter dan jati diri bangsa ini
tak lepas dari campur tangan para pendiri bangsa yang mengerti benar bahwa
Indonesia yang pluralistik memiliki kebutuhan akan sebuah unsur pengikat dan jati
diri bersama.
Bhinneka Tunggal Ika pada dasarnya merupakan gambaran dari kesatuan
geopolitik dan geobudaya di Indonesia, yang artinya terdapat keberagaman dalam
agama, adat isitiadat, ideologis, suku bangsa dan bahasa
3. Bhinneka Tunggal Ika sebagai perwujudan adat-adat
Sejak awal berdirinya negara Indonesia, para pendiri negara menghendaki
persatuan di negara ini diwujudkan dengan menghargai terdapatnya perbedaan di
dalamnya, termasuk perbedaan adat. Namun kenyataannya begitu banyak masalah
yang terjadi diantara adat-adat yang ada bumi Nusantara ini, mulai dari perselisihan
diantar adat yang berbeda, saling ketersinggungan satu diantara lain, dan masih banyak
lagi masalah yang terjadi. Maka dari itu dipandang perlu untuk melakukan upaya
menciptakan langkah yang dapat meredam masalah-masalah tersebut. Mengingat
keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan suatu hal yang sudah sama-
sama dimengerti. Dengan meminjam istilah yang digunakan oleh Clifford Geertz,
masyarakat majemuk adalah merupakan masyarakat yang terbagi-bagi kedalam sub-
sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dalam mana masing-masing sub
sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial. (Geertz,1963: 105
dst). Apa yang dikatakan sebagai ikatan primordial disini adalah ikatan yang muncul
dari perasaan yang lahir dari apa yang ada dalam kehidupan sosial, yang sebagian
besar berasal dari hubungan kelurga, ikatan kesukuan tertentu, keanggotaan dalam
keagamaan tertentu, yang membawakan ikatan yang sangat kuat dalam kehidupan
masyarakat.
Pada pasal 4 ayat 1 ditentukan: “Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran lebar 23 dua-pertiga dari panjang serta bagian
atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama”. b Pasal 25, mengatur tentang Bahasa Negara Pasal 25 ayat 1
ditentukan : “Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resminegara dalam
Pasal 36 Undang-Undang Dasar NegaraKesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
bersumberdari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928 sebagai bahasa persatuan yangdikembangkan sesuai dengan dinamika
peradabanbangsa”. c Pasal 46 yang mengatur tentang Lambang Negara ditentukan :
“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentukGaruda Pancasila yang
kepalanya menoleh lurus ke sebelahkanan, perisai berupa jantung yang digantung
dengan rantaipada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ikaditulis di atas
pita yang dicengkeram oleh Garuda”. d Pasal 58 mengatur tentang Lagu kebangsaan
Pasal 56 ayat 1 ditentukan : “Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang
digubaholeh Wage Rudolf Supratman. Pasal 56 ayat 2 ditentukan : “Lagu Kebangsaan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan
dariUndang-Undang ini”.
Menurut Attamimi, Bhinneka Tunggal Ika harus dimaknai dengan benar
karena jika salah dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya, di
dalam implementasinya juga keliru. Attamimi memaknai semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai : “meskipun satu, tetapi hakikatnya adalah berbeda-beda,
beraneka ragam”. Maksudnya, bahwa meskipun bangsa Indonesia hidup dalam
satu negara yakni dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun
hakikatnya adalah berbeda-beda atau beragam. Berbeda dalam suku bangsa,
berbeda dalam budaya, berbeda adat istiadat, budaya dan sebagainya, semua
itu merupakan suatu realitas, suatu kenyataan yang tak terbantahkan. Namun
demikian perlu diingat, bahwa bangsa yang beragam ini telah bersumpah
dan bertekad untuk hidup sebagai satu bangsa dan dalam satu wadah yaitu
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
Daftar Pustaka
Jurnal Penelitian:
MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MULTIKULTURAL
BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM FENOMENA SOSIAL PASCA REFORMASI DI PERGURUAN TINGGI

BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PERWUJUDAN IKATAN ADAT-ADAT MASYARAKAT ADAT


NUSANTARA

Buku Referensi:
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Kearifan Lokal Bangsa Indonesia

Bhinneka Tunggal Ika sebagai Kearifan Lokal Bangsa Indonesia

Website Link
http://jurnal.upi.edu/file/6_Nurul_zuriah.pdf

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/4866-11107-1-PB.pdf

https://
text-id.123dok.com/document/dzx64g24z-bhinneka-tunggal-ika-sebagai-kearifan-lokal-bangsa-in
donesia.html
https://www.edukasippkn.com/2017/11/bhinneka-tunggal-ika-sebagai-kearifan.html
Profil Mahasiswa

Nama : Rahmad Maulana


Tempat, Tanggal lahir : Purwosari 1, 21 Juni 2001
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat Asal : Jl.Purwosari 1 Rt.10 Rw.02 No.03 Kec.Tamban Kab.
Batola
Alamat Tinggal : Jl.Purwosari 1 Rt.10 Rw.02 No.03 Kec.Tamban Kab.
Batola
Program Studi : (S-1) Teknik Sipil
NPM : 206020142
No HP : 08884511971
E-mail : 2006020142rahmadmaulana@gmail.com
Moto hidup : Terus berkarya dan ciptakan hal baru yang berguna.
PENDIDIKAN
TK : Puji Rahayu
SD : SDN Sidorejo (2008-2014)
SMP/MTs : MtsN 6 Barito Kuala (2014-2017)
SMA : SMAN 1 Tamban (2017-2020)
UNIVERSITAS : UNISKA MAB BANJARMASIN (2020-SEKARANG)

Anda mungkin juga menyukai