Anda di halaman 1dari 90

BENTUK DAN RAGAM HIAS PADA NISAN

MAKAM-MAKAM DI SITUS BENTENG LIPU


KABUPATEN BUTON UTARA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujia Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Arkeologi Pada Jurusan Arkeologi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

HEKTA PLANTIKANO
N1B1 15 114

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
ii
iii
iv
ABSTRAK

HektaPlantikano N1B1 15 114, ”Bentuk dan Ragam Hias Pada Nisan


Makam-makam di Situs Benteng Lipu Kabupaten Buton Utara ”dibimbing oleh
Dr. Syahrun, S.Pd selaku pembimbing I dan Salniwati, S.Pd., M.Hum selaku
pembimbing II.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk dan ragam
hias pada nisan dengan tujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk nisan,
serta mendeskripsikan ragam hias yang ada pada nisan makam-makam di Situs
Benteng Lipu tersebut. Motode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
analitis yang terdiri dari beberapa tahap yaitu studi pustaka berupa buku-buku,
jurnal, skripsi, tesis, artikel dan di tambah dengan data observasi, wawancara dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bentuk nisan terdiri dari beberapa
jenis/bentuk. Bentuk nisan yang terdapat di Situs Benteng Lipu yakni bentuk segi
empat, bentuk segi enam , bentuk limas, bentuk bulat, bentuk pipih dan bentuk
tidak beraturan. Selain dari bentuk nisan terdapat pula seni ragam hias yang
teridentifikasi pada makam nisan di Situs Benteng Lipu yaitu, ragam hias jenis
geometris dan jenis fauna. Jenis geometris dengan bentuk ukiran bentuk tumpal,
bentuk garis-garis horizontal bentuk medalion lingkaran tak beraturan, bentuk
kubah masjid dan bentuk mahkota terbalik. Jenis fauna memiliki bentuk seperti
kerang laut. Dilihat dari bentuk dan ragam hias nisan di Situs Benteng Lipu dapat
disimpulkan bahwa bentuk dan ragam hias nisan mendapat pengaruh budya pra-
Islam (megalitik) yang berkembang sebelum masuknya di wilayah Barata
Kulisusu.

Kata Kunci: Bentuk Nisan, Ragam Hias, Situs Benteng Lipu.

v
ABSTRACT

Hekta Plantikano N1B1 15 114, "The Form and Variety of Ornaments on


Tombstones Tombs at the Fort Lipu Site of North Buton Regency" guided by Dr.
Syahrun, S.Pd as supervisor I and Salniwati, S.Pd., M.Hum as supervisor II.
The problem in this study is how the shape and decoration of gravestones
with the aim to know and explain the shape of gravestones, as well as describing
the various kinds of ornamentation that exist on the graves on the Benteng Lipu
Site. The research method used is descriptive analytical which consists of several
stages, namely the study of literature in the form of books, journals, theses, theses,
articles and supplemented with observational data, interviews and documentation.
The results showed the form of headstone consists of several types / shapes. The
gravestone forms found at the Lipu Benteng Site were rectangular shapes,
hexagon shapes, pyramid shapes, round shapes, flat shapes and irregular shapes.
Aside from the gravestone forms, there were also decorative art identified in the
grave graves at the Lipu Benteng Site, namely, geometric types and fauna types.
Geometric type resembles were carving of a tumpal shape, the shape of horizontal
lines medallion shape of an irregular circle, the shape of the mosque dome and
the shape of the crown upside down. This type of fauna has a shape like sea shells.
Judging from the shape and variety of gravestone decorations at Benteng Lipu
Site, it can be concluded that the shape and variety of gravestone decoration had
a pre-Islamic (megalithic) cultural influence that developed before its entry into
the Barata Kulisusu region.

Keywords: Tombstone Shape, Decorative Variety, BentengLipu Site.

vi
KATA PENGANTAR

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa terimakasih

yang tak ternilai penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang tercinta,

Ayahanda Bakir Rasyid dan Ibunda Jaenab serta saudara penulis Hendrawati,

SKM, Ikhwan Karmawan, S.IP, Murniati Bakir, SE, Pratno Kurniawan, SH

yang selalu memberikan curahan dan kasih sayang, perhatian, do’a serta

dukunganya yang tiada terhingga selama ini, sehingga menjadi bekal dan

dorongan buat penulis dalam menempuh pendidikan sampai saat ini S1. Semoga

Allah swt selalu melimpahkan rahmat-Nya serta diberikan umur panjang, Aamiin.

Selanjutya tak lupa juga penulis ucapkan rasa terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada orang tua penulis dibangku pendidikan tinggi Universitas Halu

Oleo (UHO), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), di Jurusan Arkeologi yang selalu

membimbing dan menasehati penulis sampai ditahap akhir. Terhormat kepada

bapak Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I

selanjutnya diganti oleh Dr. Syahrun, S.Pd.,M.Si sekaligus selaku Ketua Jurusan

Arkeologi, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Tak lupa pula kepada ibu Salniwati, S.Pd.,M.Hum selaku Dosen

Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

vii
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan penulis kepada berbagai

pihak yang langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam

penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun. F. S.Si., M.Si. M.Sc. selaku Rektor

Universitas Halu Oleo,

2. Dr. Akhmad Marhadi, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Halu Oleo,

3. Dr. Syahrun, S.Pd.,M.Si selaku Ketua Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Halu Oleo, yang sudah banyak memberi nasehat dan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Salniwati, S.Pd., M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Arkeologi, Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberika nasehat dan

mempermudah administrasi lingkup jurusan.

5. Drs. H. Abdul Rauf Suleiman, M.,Hum selaku Dosen Jurusan

Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah

memberikan ilmu pengetahuan arkeologi, serta inspirasi dan motivasi

sehingga pola pemikiran dalam penulisan terselesai.

6. Sasadara Hayunira, S.S., M.Sos. selaku Dosen Jurusan Arkeologi,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberikan ilmu

pengetahuan arkeologi.

7. Dr. Abdul Alim, S.Pd., M.Sos yang telah memberikan masukan dan

kritik dalam penyusunan skripsi ini.

viii
8. Nur. Ihsan. D. S.S., M.Hum dan Asyhadi Mufsi. S.S., M.A. yang telah

meluangkan waktunya, memberikan Ilmu Pengetahuan, inspirasi dan

motivasi selama masih duduk dibangku perkuliahan. Di Jurusan

Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo.

9. Seluruh staf Administrasi/Pegawai dalam lingkungan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberikan layanan

administrasi pada penulis.

10. Kepada Balai Arkeologi Makassar dan Badan Pelestarian Cagar

Budaya (BPCB) Makassar. Terimakasih atas ilmunya yang telah di

berikan kepada penulis.

11. Bapak Kasim Terimakasih atas bantuan dan pelayanannya kepada penulis

selama kegiatan penelitian.

12. Teman-teman mahasiswa seperjuangan saya di Jurusan Arkeologi

angkatan 015, penulis mengucapkan salam saudara/saudariku terimakasih

atas kebersaaman dan dukungan kalian selama kurang lebih 4 tahun ini.

13. Terimakasih juga kepada pada teman-teman Marsuki, Asmauliah,

Nengsi, yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dilapangan

dan semoga selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang. Aamiin.

14. Kepada Teman-teman “Borro Squad” Jey Fuad Aljerou, Andi

Adriansyah, Heri Nopiyanto, La Ode Abdul Arafah, Marsuki,

Muktamar, Wardin, La Ode Muhammad Ilham, Itong, Asmauliah,

Nengsi, Margayanti, Eka Juliastuti, Mustika. Terima kasih atas

kebersamaanya selama ini.

ix
15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dalam

membantu penyelesaian skripsi ini, terimakasih.

Dengan ini, penulis hanya bisa memanjatkan doa dan semoga Allah SWT

memberikan balasan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu

penulis, Aamiin. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun dari segi

penyajianya. Oleh karena itu penulis menggharapkan kritik dan saran yang

membangun dari pembaca guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis pada khususnya.

Kendari, 11 Oktober, 2019

Penulis,

Hekta Plantikano
Nim: N1B115114

x
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL ................................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK......................................................... xv


DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi
DAFTAR FOTO .................................................................................... xvii
GLOSARIUM ........................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3.Tujuan Penelitian ....................................................................... 4

1.4.Manfaat Penelitian ..................................................................... 5

1.4.1. Manfaat Teoritis ............................................................. 5

1.4.2. Manfaat Praktis ............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN KONSEPTUAL DAN


KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 6
2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6

2.2. Landasan Konseptual ................................................................ 11

2.3. Kerangka Pikir ......................................................................... 14

xi
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 16

3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 16

3.2. Lokasi Penelitian ...................................................................... 16

3.3. Sumber Data............................................................................. 17

3.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 17

3.5.Teknik Analisis Data ................................................................. 19

3.5.1. Analisis Morfologi .......................................................... 19

3.5.2. Analisis Stilistik .............................................................. 20

3.6.Interpretasi ................................................................................ 20

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................... 21

4.1. Letak Geografis................................................................................. 21

4.2. Topografi .......................................................................................... 22

4.3. Geologis............................................................................................ 22

4.4. Iklim ................................................................................................. 23

4.5. Sekilas Tentang Kabupaten Buton Utara ........................................... 23

4.6. Sekilas Tentang Benteng Lipu ........................................................... 26

4.7. Sejarah Kulisusu ............................................................................... 29

4.8. Sejarah Singkat Tokoh-tokoh Barata Kulisusu................................... 31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 34

5.1.1.Bentuk Nisan Makam-makam di Situs Benteng Lipu ....................... 34

5.1.1.1. Nisan Gaumalanga ............................................................. 34

xii
5.1.1.2. Nisan La Ode-Ode .............................................................. 35

5.1.1.3. Nisan Raja Jin .................................................................... 36

5.1.1.4. Nisan Wa Ode Bilahi .......................................................... 38

5.1.1.5. Nisan Ima Ea ...................................................................... 39

5.1.1.6. Nisan Bunga Eja................................................................. 40

5.1.1.7. Nisan Masyarakat I............................................................. 41

5.1.1.8. Nisan Masyarakat II ........................................................... 42

5.1.1.9. Nisan Masyarakat III .......................................................... 43

5.1.1.10. Nisan Masyarakat IV ........................................................ 44

5.1.1.11. Nisan Masyarakat V ......................................................... 45

5.1.1.12. Nisan Masyarakat VI ........................................................ 46

5.1.1.13. Nisan Masyarakat VII....................................................... 47

5.1.1.14. Nisan Masyarakat VIII ..................................................... 48

5.1.1.15. Nisan Masyarakat IX ........................................................ 49

5.1.1.16. Nisan Masyarakat X ......................................................... 50

5.1.1.17. Nisan Masyarakat XI ........................................................ 51

5.1.1.18. Nisan Masyarakat XII....................................................... 52

5.1.1.19. Nisan Sangia La Ihori ....................................................... 53

5.1.1.20. Nisan Masyarakat XIII ..................................................... 54

5.1.1.21. Nisan Masyarakat XIV ..................................................... 55

5.1.1.22. Nisan Masyarakat XV ...................................................... 56

xiii
5.1.1.23. Nisan La Iji ...................................................................... 57

5.1.1.24. Nisan WaEpu ................................................................... 58

5.1.2. Ragam Hias Yang Ada Pada Nisan di Situs Benteng Lipu .............. 60

5.1.2.1. Nisan La Ode-Ode .............................................................. 60

5.1.2.2. Nisan Raja Jin .................................................................... 61

5.1.2.3. Nisan Bunga Eja................................................................. 61

5.1.2.4. Nisan Masyarakat IX .......................................................... 62

5.1.2.5. Nisan Sangia La Ihori ......................................................... 62

5.1.2.6. Nisan Masyarakat XIV ....................................................... 63

5.1.1.24. Nisan Masyarakat XV ...................................................... 63

5.2. Pembahasan ...................................................................................... 65

BAB VI. PENUTUP ............................................................................... 66

6.1. Kesimpulan ....................................................................................... 67

6.2. Saran ................................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 68

PEDOMAN WAWANCARA ................................................................ 70

DAFTAR NARASUMBER .................................................................... 71

xiv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

Halaman

1. Tabel 4.1. Pembagian Daerah Administrasi Buton Utara ................... 21

2. Tabel 5.2. Bentuk Nisan Pada Makam-makam di Situs Benteng Lipu 59

3. Tabel 5.3. Hasil Deskripsi Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu . 64

4. Tabel 5.4. Jumlah Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu ............. 64

5. Grafik 5.1. Persentasi Bentuk Nisan di Situs Benteng Lipu ............... 60

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian .................................................... 26

Gambar 5.1. Motif Geometris Tumpal................................................ 60

Gambar 5.2. Motif Geometris Tumpal................................................ 61

Gambar 5.3. Motif Geometris Tumpal................................................ 62

Gambar 5.4. Motif Geometris Bulat ................................................... 62

Gambar 5.5. Motif Geometris Tumpal................................................ 63

Gambar 5.6. Motif Geometris Tumpal................................................ 63

Gambar 5.7. Motif Geometris Tumpal................................................ 63

Gambar 5.8. Motif Geometris Tumpal................................................ 64

xvi
DAFTAR FOTO

Halaman

Foto 5.1. Nisan Bentuk Tidak Beraturan............................................. 35

Foto 5.2. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................... 36

Foto 5.3. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................... 36

Foto 5.4. Nisan Bentuk Bulat ............................................................. 37

Foto 5.5. Nisan Bentuk Bulat ............................................................. 37

Foto 5.6. Nisan Bentuk Limas ............................................................ 39

Foto 5.7. Nisan Bentuk Limas ............................................................ 39

Foto 5.8. Nisan Bentuk Tidak Beraturan............................................. 40

Foto 5.9. Nisan Bentuk Bulat ............................................................. 41

Foto 5.10. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................. 41

Foto 5.11. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 42

Foto 5.12. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 43

Foto 5.13. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 43

Foto 5.14. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................. 44

Foto 5.15. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 45

Foto 5.16. Nisan BentukBulat ............................................................ 45

Foto 5.17. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 46

Foto 5.18. Nisan Bentuk Tidak Beraturan........................................... 47

Foto 5.19. Nisan Bentuk Tidak Beraturan........................................... 47

xvii
Foto 5.20. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 48

Foto 5.21. Nisan Bentuk Tidak Beraturan........................................... 49

Foto 5.22. Nisan BentukTidak Beraturan............................................ 49

Foto 5.23. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................. 50

Foto 5.24. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 51

Foto 5.25. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 52

Foto 5.26. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 53

Foto 5.27. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................. 54

Foto 5.28. Nisan Bentuk Segi Empat .................................................. 54

Foto 5.29. Nisan Bentuk Segi Enam ................................................... 55

Foto 5.30. Nisan Bentuk Pipih............................................................ 56

Foto 5.31. Nisan BentukSegi Empat ................................................... 57

Foto 5.32. Nisan Bentuk Segi Pipih .................................................... 58

Foto 5.14. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 59

xviii
GLOSARIUM

1. Ea : Besar
2. Ima E’a : Imam Besar
3. Kulisusu : Kulit Kerang
4. Lakino : Raja / Sultan
5. Lipu : Kota
6. Lipu Tinadeakono Sara : Kota yang di bangun Toko
7. Mancuana : Kepala Adat
8. Pererea : Sunatan
9. Sarano : Sara
10. Suludadu : Panglima Perang
11. Sangia : Sakral

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini warisan keagamaan sejarah Islam nusantara yang kini masih dapat

dilacak sebagai bagian dari budaya yang kelestariannya masih terjaga dalam

rangka memberikan informasi arkeologis kepada generasi meliputi 1). Bangunan/

monument/ fitur: masjid, menara, pesantren, madrasah, rangkang, gapura, istana,

makam, taman kerajaan, benteng, ghunongan, balai karapatan, rumah tinggal

kaumbangsawan dan lain-lain; 2). artefak bergerak: perlengkapan masjid; mimbar,

maksurah, cis dan sebagainya (Tawalinuddin, 2009). Bukti arkeologi tersebut

meninggalkan jejak, termasuk jejak untuk menyusuri awal agama Islam masuk ke

Indonesia yaitu antara abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Arkeolog Uka

Tjandrasasmita, menegaskan pentingnya bukti-bukti arkeologi. Dalam bukunya,

Arkeologi Islam Nusantara, Uka mengungkapkan, data-data arkeologi baik berupa

makam-makam, batu nisan, pecahan keramik, ragam hias, maupun arsitektur

masjid dan keraton merupakan material yang penting sebagai sumber sejarah.

Semua itu bisa dimanfaatkan untuk mengetahui maupun merekonstruksi

bagaimana kedatangan Islam ke tanah air (Tjandrasasmita, 2009).

Lebih lanjut, Ambary menyatakan, sekitar abad pertama tahun Hijriah atau

abad ke-7 M, meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar kawasan Asia

Tenggara mulai berkenalan dengan tradisi Islam. Hal ini terjadi ketika para

pedagang Muslim yang berlayar di kawasan ini singgah untuk beberapa waktu.

Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan

Nusantara, berlangsung beberapa abad kemudian. Dan sejak saat itulah peradaban

1
2

Islam mulai dikenal dan berkembang luas di wilayah nusantara. Upaya

pengenalan ajaran Islam ini dilakukan melalui fase-fase kontak sosial budaya

antara para pedagang Muslim dan penduduk setempat (Ambary, 2001).

Kajian umum terhadap kepurbakalaan monumental dari masa awal

perkembangan Islam dan masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dapat

membawa kepada pemahaman akan bentuk arsitektur, langgam, bahan yang

digunakan, serta kelompok pengguna arsitektur masjid, menara, gapura, istana,

makam dan lainnya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya (Munandar, 2009).

Dalam Islam penggunaan ragam hias atau bagian pelengkap lainnya pada

makam dianggap makruh (Ambary 1998). Tanda pada makam Islam berupa tanah

yang ditinggikan serta nisan kayu atau batu yang ditancapkan pada sisi utara

sebagai tanda bagian kepala. Makam berasal dari kata "maqam" (bahasa Arab)

yang berarti tempat berdiri, kemudian arti makam itu berkembang menjadi

bangunan kecil dan sebuah kuburan yang keramat. Pengertian makam dalam

bahasa Indonesia adalah tempat tinggal atau tempat bersemayam. Secara garis

besar kata makam mengandung arti tempat bersemayam orang yang telah

meninggal. Secara umum makam biasanya didirikan di sebuah lahan datar, lereng

gunung, puncak bukit, atau lahan yang sengaja ditinggikan. Adakalanya makam

didirikan di sekitar mesjid. Makam dapat juga berupa makam individu dan

kompleks.

Keberadaan makam di situs Benteng Lipu menjadi salah satu warisan

kebudayaan fisik yang dapatdilihat saat ini yang juga merupakan Produk Budaya

masa lampau. Dalam hal ini kesenian dapat diartikan sebagai penghias kehidupan
3

sehari-hari, yang dicapai dengan kemampuan tertentu dan mempunyai bentuk-

bentuk yang dapat dilukiskan (described) oleh masyarakat pendukungnya, serta

dapat dianggap sebagai manifestasi segala dorongan yang mengejar keindahan.

Karena itu kesenian akan meningkatkan kesenangan dalam segala tahap

kehidupan (Herkovits, 1963).

Kulisusu adalah salah satu dari empat benteng pertahanan Barata

Patapalena (cadik penjaga keseimbangan perahu negara) di masa Kesultanan

Buton. Barata Kulisusu bersama-sama dengan Barata Muna, Barata Tiworo dan

Barata Kaledupa adalah pintu-pintu pertama pertahanan sebelum musuh masuk ke

dalam wilayah pusat kekuasaan Kesultanan Buton. Oleh karena itu mereka

memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga keselamatan negara. Barata

Kulisusu, Muna, Tiworo dan Kaledupa juga diberi hak otonom untuk mengatur

sendiri daerahnya termasuk memiliki tentara sendiri.

Dalam menjalankan pemerintahannya Barata Kulisusu mengangkat tokoh-

tokoh dalam pemerintahan seperti diangkatnya Raja yang memimpin Barata

Kulisusu dan Panglima perang untuk menjaga perdamaian dan tokoh-tokoh lainya

serta masyarakat yang ikut serta dalam menjaga keamanan Kesultanan Buton.

Seiring berjalannya waktu tokoh-tokoh Barata Kulisusu ( Wa Ode Bilahi, LaOde-

Ode, Raja Jin, Bunga Eja, La Iji, Ima Ea, Gaumalanga, Sangia La Ihori) dan

lainya wafat dan dimakamkan tidak berjauh-jauhan antara satu dan yang lain.

Pada prinsipnya generasi saat ini sangat berhak untuk melihat dan menikmati

hasil karya budaya nenek moyangnya (masyarakat Islam masa Barata kulisusu).

Namun seringkali makam kuno saat ini dipandang hanya sebagai makam biasa
4

tidak berbeda dengan makam yang lainnya/baru,yang menarik untuk diteliti dalam

Situs Benteng Lipu terdapat makam-makam yang mempunyai bentuk nisan yang

berbeda-beda seperti bentuk persegi pipih dan masih banyak bentuk lainnya

dengan ragam hias yang berbeda pula walaupun tidak semua nisan memiliki

ragam hias.

Penelitian tentang bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs

Benteng Lipu dilakukan di Desa Wasalabose Kecamatan Kulisusu Kabupaten

Buton Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs

Benteng Lipu yang diamati satu persatu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk nisan makam-makam di Situs Benteng Lipu?

2. Ragam hias apa saja yang ada pada nisan makam-makam di Situs

Benteng Lipu?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban atas beberapa

permasalahan yang diajukan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk nisan makam-makam di

Situs Benteng Lipu.

2. Untuk mendeskripsikanragam hias yang ada pada nisan makam-

makam di Situs Benteng Lipu.


5

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat

memberikan informasi pengetahuan bentuk dan ragam hias pada nisan

makam-makam di Situs Benteng Lipu.

2. Manfaat Praktis

Semoga bisa membantu dan menjadikan data penelitian ini sebagai sumber

acuan-acuan bagi akademisi dan khusunya Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Buton Utara.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN KONSEPTUAL

DANKERANGKA PIKIR

2.1 Tinjauan Pustaka

Telah banyak akademisi-akademisi yang mengkaji dan meniliti tentang

makam, salah satunya yaitu tulisan Ashari (2013) dengan judul Studi bentuk,

fungsi dan makna ornamen makam di kompleks Makam Raja-raja Bugis. Dalam

penelitian ini dijelaskan ornamen makam kuno Raja-raja Bugis adalah salah satu

produk kesenian dan aset kekayaan kebudayaan masyarakat Bugis dari masa

lampau. Secara morfologis ornamen memiliki karakteristik yang spesifik, unik

dan sederhana. Sesungguhnya ornamen memiliki kaitan yang erat dengan

sejumlah gagasan atau ide serta perilaku masyarakat sehingga eksistensinya

diyakini sebagai ekspresi masyarakat Bugis dalam merepresentasikan nilai-nilai

kebudayaannya.

Penelusuran nilai estetika pada bentuk dan fungsi ornamen makam adalah

untuk menggali makna yang mengendap di balik sebuah karya. Untuk itu

dijelaskan bahwa lahirnya karya seni tidak hanya untuk pemuasan hasrat

keindahannya saja, namun lebih dari itu mengandung makna yang tersirat di balik

nilai artistiknya. Secara filosofis, bangunan makam kuno Raja-raja Bugis

merupakan ekspresi budaya bangsa yang sarat dengan nilainilai filosofis serta

simbol-simbol estetis yang diapresiasikan pada jirat, nisan dan gunungan makam

melalui lambang-lambang tarekat, tauhid, akidah islamiyah serta simbolisasi

budaya.

6
7

Berdasarkan penelitian diatas jelas ada kesamaan dengan apa yang penulis

akan teliti bentuk dan ragam hias pada nisanmakam-makam di Situs Benteng Lipu

karena sama-sama memiliki keterkaitan yaitu bentuk dan ragam hias. Perbedaanya

adalah dipenelitian Meisar Ashari menjelaskan tentang makna dan fungsi dari

setiap ornamen atau ragam hias yang ada pada makam di kompleks Raja-raja

Bugis.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Lindawati, dkk (2016) dengan judul

bentuk dan motif nisan plak-plieng Kerajaan Lamuri Aceh. Bedasarkan hasil

penelitian yang telah melewati berbagai tahap pengolahan data maka dapat

disimpulkan bahwa batu nisan Plak-plieng terbagi dalam dua jenis yaitu ukuran

Plak-plieng besar dan Plak-plieng kecil dan berdasarkan bentuk dan motifnya,

maka dibagi lagi menjadi dua bagian masing-masing sehingga semua batu nisan

Plak-plieng menjadi empat jenis yaitu nisan Plak-plieng A, B, C dan D.

1. Bentuk dari nisan Plak-plieng tipe A yaitu balok berdiri tegak vertikal dengan

ujung kepala nisan berbentuk seperti bawang dan dalam penyebutannya disebut

bentuk atap kuil. Motif yaitu motif bungoeng Seureupeu, bungoeng Awan,

bungoeng puta taloe dua, bungoeng glima, bungoeng Teratai Mekar, dan

bungoeng Gapeuh.

2. Nisan Plak-plieng tipe B memiliki bentuk balok tegak vertikal dengan ujung

kepala nisan berbentuk piramid atau limas segitiga. yaitu bungoeng Seureupeu,

bungoeng Glima, bungoeng Awan, bungoeng Jeumpa, bungoeng Awan

Sitangkee, dan bungoeng Pua Taloe Dua.


8

3. Nisan Plak-plieng tipe C berbentuk balok tegak vertikal dengan ujung kepala

nisan berbentuk piramid atau limas segitiga. motif bungoeng Seuleupo,

bungoeng Awan Sitangkee, bungoeng Puta Taloe Dua dan bungoeng Sagoe.

4. Nisan Plak-plieng tipe D yaitu berbentuk balok berdiri tegak vertikal dengan

ujung kepala nisan berbentuk seperti bawang dan dalam penyebutannya disebut

bentuk atap kuil. motif bungoeng Seureupeu, bungoeng Awan Sitangkee dan

bungoeng Glima.

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah menjelaskan atau

memberi gambaran mengenai bentuk batu nisan dan motif begitu juga dalam

penelitian penulis memberikan gambaran mengenai bentuk dan ragam hias nisan

pada makam-makam di Situs Benteng Lipu. Perbedaannya adalah dipenelitian ini

penulis tidak menggunakan istilah penentuan tipe nisan, penulis hanya

menentukan dari segi bentuk nisanya.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Bahrir (2009) dengan judul

perbandingan bentuk dan ragam hias nisan makam Islam pada wilayah pesisir dan

wilayah pedalaman di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

uraian tentang bentuk dan ragam hiasnisan pada kompleks makam wilayah pesisir

dan wilayah pedalaman di SulawesiSelatan, maka akan ditarik beberapa

kesimpulan yang akumulatif terhadap masalahtersebut. Adapun kesimpulan yang

dimaksud adalah kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan makam di Sulawesi

Selatan telahmenghasilkan batas-batas yang jelas antara kompleks makam

wilayah pesisir dankompleks makam wilayah pedalaman yang berdasarkan

penampang melintang wilayah kepesisiran menurut Snead dan beberapa pusat


9

kerajaan yang bercorakIslam, berada pada letak geografis di wilayah pesisir dan di

muara-muara sungaibesar, demikian juga Kerajaan Gowa dan Tallo yang telah

memainkan peranananbesar dalam menyebarkan agama Islam diseluruh kerajaan

besar yang ada di Sulawesi Selatan di abad XVII, sehingga menjadi landasan tolak

ukur penentuanjarak batas pada wilayah pesisir, terutama pada tinggalan-tinggalan

kedua kerajaan kembar tersebut di atas, yaitu kompleks Makam Raja-raja Gowa

dan Raja-raja Tallo.

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah menjelaskan atau

memberi gambaran mengenai bentuk batu nisan dan motif begitu juga dalam

penelitian penulis memberikan gambaran mengenai bentuk dan ragam hias nisan

pada makam-makam di Situs Benteng Lipu. Perbedaannya adalah dipenelitian

terdahulu membahas tentang perbandingan nisan pesisir dan nisan

pedalamansedangkan dipenelitian ini penulis tidak menbandingkan tetapi hanya

menjelaskan bentuk nisan.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Nazaruddin salah satu alumni

Arkeologi Universitas Halu Oleo (2019) dengan judul Identifikasi nisan pada

kompleks Makam dilingkungan Masjid Agung Keraton Buton) yang menjelaskan

kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-bau merupakan salah satu

kompleks makam tua yang terdapat di wilayah Kelurahan Melai, Kecamatan

Murhum, Kota Baubau dengan jumlah 64 nisan. Berdasarkan hasil identifikasi

yang telah dilakukan pada kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-

bau bahwa secara umum terdapat beberapa hasil yang telah teridentifikasi yaitu

bentuk nisan dan ragam hias.


10

Bentuk-bentuk nisan yang terdiri dari beberapa jenis/tipe yaitu, (A) Jenis

nisan bentuk alam (B) Jenis nisan bentuk gada, (C) Jenis nisan bentuk selindrik,

(D) Jenis nisan bentuk pipih. Selain bentuk nisan terdapat pula seni ragam hias

yang teridentifikasi pada kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-bau

yaitu, ragam hias yang menyerupai ukiran sulur-sulur atau bunga-bunga jawa dan

kaligrafi, ragam hias geometris, berbentuk lingkaran, flora, segi tiga, segi empat,

lengkungan, serta alat kelamin laki-laki.

Hal lain yang terdapat pada kompleks makam Masjid Agung Keraton

Buton Bau-bau adalah sisi unik bentuk, nisan dan seni ragam hias. Sisi unik

bentuk nisan yaitu bentuk nisan pipih yang menyerupai bunga-bunga dan

kaligrafi. Bentuk nisan tersebut hanya terdapat satu dalam kompleks makam

Masjid Agung Keraton Buton Baubau. Sisi unik seni ragam hias yaitu seni ragam

hias yang berbentuk phalus, ukiran kaligrafi. Penggunaan seni ragam hias yang

berbentuk phalus dan ukiran kaligrafi hanya terdapat dua nisan yang

menggunakan ragam hias tersebut. Pembuatan ragam hias tersebut dengan cara

diukir berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas memiliki kesamaan dengan

penelitian penulis bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs

Benteng Lipu yaitu dimana permasalahannya sama-sama memberikan gambaran

bentuk dan ragam hias perbedaanya hanya terletak di penaman tipe bentuk nisan.
11

2.2. Landasan Konseptual

2.2.1 Bentuk

Bentuk ialah satu titik temu antara ruang dan massa. “Bentuk juga

merupakan penjabaran geometris dari bagian semesta bidang yang ditempati oleh

objek tersebut, yaitu ditentukan oleh batas-batas terluarnya namun tidak

tergantung pada lokasi (koordinat) dan orientasi (rotasi)-nya terhadap bidang

semesta yang ditempati. Bentuk objek juga tidak tergantung pada sifat-sifat

spesifik seperti: warna, isi, dan bahan” (Suwandi, 2005 dalam Lindawati, 2016).

Dikaitkan dengan penelitian ini adalah bagaimana nantinya peneliti melihat

bentuk nisan dari setiap makam-makam di situs Benteng Lipu.

2.2.2.Konsep Makam

Makam adalah tempat disemayamkannya manusia setelah meninggal

dunia dimana makam merupakan tempat persinggahan terakhir manusia di dunia

sedang kuburan adalah tempat dikuburkan mayat.

Makam adalah suatu sistem pengkuburan untuk orang muslim.

Pengkuburan merupakan bagian penting dalam ritual kepercayaan, karena dalam

pengkuburan terkandung pengertian masyarakat tentang mati dan kesinambungan

setelah mati sebagai suatu yang gelap dan menakutkan diluar jangkauan

pengetahuan akal manusia (Nurhaidi, 1990. dalam Riswan, 2019).

Makam yang berasal dari masa Islam memiliki dari orientasi ke selatan

dengan posisi kepala di sisi utara dan kaki di sisi selatan, serta jasad dibaringkan

dengan posisi miring ke kanan sehingga menghadap kiblat (Montana 1985).


12

Dapat dikatakan bahwa makam adalah tempat disemayamkamnya manusia

yang dimana kalau makam islam berorientasi utara selatan dengan kepala bagian

utara kaki bagian selatan.

Mengubur merupakan suatu kebudayaan manusia yang bersangkutan

dengan religi (Koentjaraningrat, 1974. dalam Nazaruddin, 2019). Cara

penguburan bagi orang muslim biasanya setelah mayat yang di kubur ditumbuhi

tanah, diatas tanah itu diberi tanda bagi tokoh yang dikuburkan dengan arah utara

selatan, berbentuk segi empat panjang atau yang lebih dikenal dengan nama nisan.

2.2.3. Motif Hias

Motif Hias adalah semua bentuk dekorasi yang dipakai untuk menghias

atau memperindah bidang, baik dalam bentuk 2 dimensi berupa gambar hiasan

dan anyaman ukiran, maupun 3 dimensi yang berupa seni bangunan, perabotan

rumah tangga, kerajinan tangan dan lain sebagainya”. Pada dasarnya motif hias

nusantara masing-masing diciptakan dengan mewakili simbol atau makna tertentu.

Berdasarkan penjabaran mengenai jenis-jenis motif, maka dapat disimpulkan

bahwa dalam setiap penggunaan motif pada benda di dunia ini memiliki ciri khas

motif tertentu sesuai dengan tema motif yang dibudidayakan dalam daerah

tersebut. Misalnya motif fauna yang menggambarkan ilustratif berbagai hewan

ataupun motif tumbuhan yang keseluruhan pola hiasnya menggunakan berbagai

jenis tumbuh-tumbuhan (Suwandi, 2005. dalam Lindawati, 2016).

Dalam dunia Islam, seni hias yang mengambil pola geometri dan

eratkaitannya dengan kaligrafi, adalah hiasan segitiga tumpal, kurawal, segi

empatatau belah ketupat, jalinan tali atau tambang, hiasan bunga Aceh yang
13

disebut boengong awan si tangke, beragam rosetta dan hiasan pola bunga teratai.

Demikian pula seni hias pada puncak nisan-nisan kubur yang

menunjukkanberagam bentuk perlambangan, seperti candi dan stupa (Othman,

1988). Dikaitkan dengan penelitian ini adalah bagaimana nantinya peneliti melihat

ragam hias yang terdapat pada nisan yang ada di kompleks Benteng Lipu.

2.2.4. Nisan

Batu nisan adalah penanda kuburan untuk petanda dimana posisi kepala

dan kaki mayat. Biasanya dibuat dari batu atau dari kayu dan ditulisi dengan nama

orang yang dikuburkan dan tidak sedikit banyak nisan yang di beri ukiran atau

ukiran-ukiran tertentu.

Nisan kubur sebagai salah satu benda arkeologi merupakan salah satu bagian

dari kegiatan situs keagamaan yang berlaku sejak masuknya pengaruh Islam.

Aspirasi manusia selalu ingin menonjolkan karya ciptanya melalui kesenian. Pada

makam-makam Islam hal ini terlihat jelas dalam ragam hias yang diukirkan

(Ambary, 1997 dalam Nazaruddin, 2019).

Secara umum nisan dibagi menjadi empat bagian, yaitu kaki, tubuh, bahu, dan

puncak. Bagian kaki nisan dapat berbetuk persegi panjang, segi delapan, atau

bulat sekaligus menyatu dengan tubuh nisan adapun bagian bahu berbentuk datar

atau runcing sedangkan bagian puncaknya ada yang berbentuk segi tiga, segi

empat, atau bulat. begitupun sama dengan nisan-nisan yang terdapat di Situs

Benteng Lipu mempunyai bentuk dan ragam hias.


14

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Bentuk dan Ragam Hias pada Nisan Makam-makam


di Situs Benteng Lipu Kabupaten Buton Utara

Bentuk Makam Ragam Hias Makam

Landasan Konseptual

1. Bentuk
2. Konsep Makam
3. Motif Hias
4. Nisan

Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
- Studi Pustaka
- Observasi
- Pendokumentasian
- Wawancara
2. Analisis Data
- Analisis Morfologi
- Analisis Stilistik

Hasil Penelitian:
1. Bentuk Nisan: Bulat, Segi Empat, Segi Enam, Tidak
Beraturan, Limas, Pipih.
2. Ragam Hias Nisan: Geometris, Fauna.

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian


15

Kerangka pikir adalah gambaran yang bisa menjawab permasalahan serta

capain tujuan penelitian yang diharapkan. pertama dijelaskan dahulu tentang judul

penelitian, lalu yang kedua Penulis menjelaskan bagaimana bentuk dan ragam hias

pada nisan makam, ketiga untuk memperkuat atau meyakinkan penilis dalam

melihat suatu masalah di lapangan dengan menggunakan konsep bentuk, makam,

motif hias dan konsep makam, keempat tahap penelitian yang dilakukan penulis

dalampengambilan data dilapangan yaitu dengan melakukan observasi,

pendokumentasian dan wawancara selanjutnya dalam menganalisis data

dilapangan penulis menggunakan analisis morfologi dan stilistik untuk menjawab

permasalahan penelitian ini, kelima disini penulis memcoba menjelaskan dan

menggambarkan semua hasil penelitian yang dilakukan. Keenam adalah hasil dari

penelitian yang menjawab tentang bentuk dan ragam hiasa nisan yang ada di Situs

Benteng Lipu.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian ekspilaktif atau deskripsi, yaitu

memberikan gambaran data arkeologi yang ditemukan, baik dalam kerangka

waktu, bentuk, maupun keruangan serta mengungkapkan hubungan diantara

berbagai variabel penelitian dengan jenis penerapan deskriptif-analitis dan

interpretatif (Sukendar 1999). Untuk memberikan gambaran bentuk dan ragam

hias pada nisan makam-makam di Situs Benteng Lipu.

Model penalaran ini adalah penalaran induksi. Induksi adalah penelitian

berdasarkan pengamatan sampai dengan penyimpulan, sehingga terbentuk

generalisasi empirik atau diartiakan pengembangan deskripsi, penulis

mengambarkan secara faktual mengenai konsep penyusun bentuk dan ragam hias

nisan makam. Sementara dalam pengembangan analisis, penulis mengorganisir

semua data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder untuk

dianalisis lebih lanjut. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

menggunakan metode analisis morfologi dan stilistik (Sukendar 1999). Dari

penerapan tiga model analisis ini, diperoleh gambaran mengenai bentuk dan

ragam hias pada nisan makam-makam di Situs Benteng Lipu.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini berada di Desa Wasalabose Kecamatan Kulisusu

Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara lebih tepatnya didalam

16
17

kawasan/situs Benteng Lipu, dimana sebelah utara dari desa ini: Kelurahan

Saraea, timur : laut banda, selatan: Desa Linsowu, barat: Kelurahan Lakonea

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di Situs Benteng Lipu

merupakan tempat pemakaman Raja dan tokoh-tokoh Barata Kulisusu serta

masyarakat lain.

3.3. Sumber Data

3.3.1. Data Primer

Data Primer, adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari

objek utamanya. Yang menjadi objek data primer dalam penelitian ini adalah

bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs Benteng Lipu.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sebagai

penunjang data dari sumber utama. Data sekunder yang dimaksud adalah berupa

buku-buku, skripsi atau artikel yang pernah ditulis oleh para peneliti yang

berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan atas empat

tahapan diantaranya Studi Pustika, observasi, pendokumentasian, wawancara.

3.4.1. Studi Pustaka

Data kepustakaan merupakan data tertulis yang berhubungan dengan objek

yang akan diteliti, baik dari publikasi arkeologis maupun sumber-sumber sejarah

berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dan berbagai jenis informasi mengenai

penelitian terdahulu. dari data kepustakaan tersebut dapat dijadikan rujukan dan
18

penunjang penelitian. Selain itu, data kepustakaan dapat juga berupa gambar foto

dan peta.

3.4.2. Observasi

Observasi adalah pengamatan lansung terhadap objek yang diteliti melalui

metode survei. Pengamatan ini dilakukan langsung pada makam-makam di Situs

Benteng Lipu yang ada di Desa Wasalabose, Kecamatan Kulisusu, Kabupaten

Buton Utara. Pada tahap ini penulis turun langsung dilapangan dalam upaya

pengamatan secara seksama berkenaan dengan objek yang diteliti guna untuk

lebih mengatahui bentuk dan ragam hias pada nisan makam. Hal ini dilakukan

untuk memperoleh gambaran tentang. Adapun yang di observasi pada penelitian

ini adalah tinggalan-tinggalan arkeologi berupa nisan di Situs Benteng Lipu.

3.4.3. Pendokumentasian

Pendokumentasian adalah bentuk perekaman data visual menggunakan

kamera sebagai bukti otentik dalam penelitian ini. Pendokumentasian dilakukan

dengan cara memotret keseluruhan dari setiap nisan-nisan dilapangan yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang objek yang diteliti.

3.4.4. Wawancara

Wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi yang dapat menunjang penelitian. Pertanyaan yang

diajukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode

wawancara terbuka (open interview), berupa pertanyaan yang telah disusun dalam

melengkapi data. Alat perekam yang digunakan dalam melakukan wawancara


19

handphone. Adapun informan yang telah ditentukan penulis adalah petua dan

tokoh adat.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis adalah proses yang memisah-misahkan atau mengelompokan

masing-masing permasalahan yang telah ditemukan dilapangan tersebut didalam

suatu permasalahan pokok yang mengarah untuk menjawab rumusan

permasalahan dalam penelitian ini untuk kemudian diinterpretasikan. Adapun

yang dimaksud dengan interpretasi, yaitu suatu proses pemberian makna terhadap

data peristiwa atau situasi problematis yang telah ditentukan guna memberikan

evaluasi kritis terhadap peristiwa atau situasi problematis tersebut.

3.5.1. Analisis Morfologi

Satuan pengamatan dalam analisis bentuk adalah bentuk umum makam

dan ragam hiasnya. Secara umum bentuk makam dapat dibagi menjadi beberapa

bagian, yaitu jirat/kijing, nisan, dan cungkup. Jirat/kijing umumnya berbentuk

persegi panjang, trapesium atau bersusun, sedangkan orientasinya mengarah ke

utara-selatan. Bentuk nisan secara umum dapat dibagi menjadi empat bagian,

yaitu kaki, tubuh, bahu, dan puncak. Bagian kaki dan tubuh nisan dapat berbentuk

persegi panjang, segi delapan, atau bulat. Bagian bahu ada yang berbentuk datar

atau runcing, sedangkan bagian puncaknya ada yang berbentuk segi tiga,

segiempat atau bulat. Pengukuran pada nisan dilakukan terhadap panjang dan

lebar atau diameter dari bagian-bagian nisan (Sukendar,1999). Analisis Morfologi

digunkan peneliti untuk menganalisis atau melihat bentuk nisan dan ukuran nisan

yang ada pada Situs Benteng Lipu


20

3.5.2. Analisis Stilistik

Variabel pada analisis stilistik dilakukan dengan cara mengamati ragam

hias, baik berupa ragam hias arsitektural maupun dekoratif. Ragam hias pada

makam dapat bermotif flora, fauna, geometris atau kaligrafi. Ragam hias tersebut

terkadang hanya berupa ragam hias dekoratif dan ada pula yang menunjukkan

angka tahun (Sukendar,1999). Analisis stilistik digunakan peneliti untuk melihat

ragam hias yang terdapat di situs Benteng Lipu.

3.6 Interpretasi

Dengan cara menggambungkan data-data yang telah didapat baik

data primer skripsi dan jurnal yang mengangkat nisan maupun data sekunder:

bentuk nisan, ukuran nisan,bahan nisan, serta mengamati ragam hias yang terdapat

di badan nisan . Selanjutnya peneliti menganalisis bentuk dan ragam hias nisan

dimana untuk memjawab pokok permasalahan dalam judul ini yaitu bentuk dan

ragam hias nisan pada makam-makam di Situs Benteng Lipu.


BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Georafis

Kabupaten Buton Utara dengan ibukota di Buranga merupakan salah satu

kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara yang wilayahnya meliputi sebagian

Pulau Buton bagian utara,serta pulau-pulau kecil yang tersebar disekitar kawasan

tersebut.Kabupaten Buton Utara terletak dibagian Selatan khatulistiwa pada garis

lintang 40 06’ Sampai 50 15’ Lintang Selatan, dan dari Barat ke Timur 1220

59’ Bujur Timur sampai dengan 1230 15’Bujur Timur.

Kabupaten Buton Utara terletak dibagian Selatan khatulistiwa pada garis

lintang 40 06’ Sampai 50 15’ Lintan gSelatan, dan dari Barat ke Timur 122059’

Bujur Timur sampai dengan 1230 15’Bujur Timur.

Tabel 4.1
Pembagian Daerah Administrasi Kabupaten ButonUtara, 2017

No Kecamatan Ibukota Desa Kelurahan UPT Jumlah


1 Bonegunu Buranga 13 2 - 15
2 Kambowa Kambowa 10 1 - 11
3 Wakorumba Labuan 11 2 1 14
4 Kulisusu Ereke 16 7 - 23
5 Kulisusu Barat Kotawo 14 - - 14
6 Kulisusu Utara Wa Ode Buri 14 - - 14
Buton Utara Buranga 78 12 1 91
Sumber : BPMD Kabupaten Buton Utara 2018

21
22

4.2. Topografi

Pada bagian wilayah utara pulau Buton terdiri dari barisan pegunungan

yang sedikit melengkung kearah utara-selatan dengan ketinggian antara 300-800

meter di atas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian di atas permukaan air laut,

hampir setengah (92.799 ha) atau sebesar 48,26% luas wilayah Kabupaten Buton

Utara berada diketinggian 100-500 meter di atas permukaan air laut, disusul

ketinggian 25-100 meter diatas permukaan air laut seluas 40.694 ha atau sebesar,

21,16%. Sedangkan wilayah yang memiliki ketinggian 0-7 meter di atas

permukaan laut adalah seluas 13.100 ha, atau 6,81% dari seluruh luas wilayah

Kabupaten Buton Utara.

Berdasarkan kemiringan, wilayah Kabupaten Buton Utara memiliki

kemiringan yang hampir merata pada setiap klasifikasi kemiringan, dimana

kemiringan, 0-2% atau seluas 57.129 hektar (29,71 persen) kemudian disusul

kemiringan 51-40% seluas 55.309 hektar atau 28,76% dari seluruh wilayah

Kabupaten Buton Utara. Selanjutnya kemiringan lebih dari 40% seluas, 50. 875

hektar atau 26,46% serta kemiringan 2-15% seluas 28.990 hektar atau 15, 08%

dari seluruh luas wilayah Kabupaten Buton Utara.

4.3. Geologis

Kondisi wilayah Kabupaten Buton Utara ditinjau dari sudut geologis pada

umumnya, di pulau Buton bagian utara memiliki jenis tanah mediteran, rensiana

dan litosol, sedangkan wilayah Kabupaten Buton Utara bagian selatan memiliki

tanah, podsolik, merah kuning.


23

4.4. Iklim

Kabupaten Buton Utara pada umumnya beriklim tropis dengan suhurata-

rata antara 25ºC - 28ºC. Seperti halnya daerah lain pada bulan Oktober sampai Juli

angin bertiup dari benua asia dan samudera pasifik mengandung banyak uap air

yang menyebabkan terjadinya hujan di sebagian besa rwilayah Indonesia,

termasuk Kabupaten Buton Utara. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan

Agustus dan September, dimana pada bulan ini angin bertiup dari benua Australia

yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. Seperti halnya daerah

Sulawesi Tenggara pada umumnya, di Kabupaten Buton Utara angin bertiup

dengan arah yang tidak menentu, yang mengakibatkan curah hujan yang tidak

menentu pula, dan keadaan ini dikenal sebagai musim pancaroba

4.5. SekilasTentang Kabupaten Buton Utara

Tahun 2007 Kabupaten Buton Utara berpisah dari Kabupaten Muna

membentuk sebuah daerah otonom dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2007 tanggal 2 Januari 2007 ( Lembaran Negara RI tahun 2007 Nomor 16 )

tentang pemekaran Kabupaten Buton Utara dengan Ibukota Buranga yang terdiri

dari 6 (enam) Kecamatan yaitu Kecamatan Kulisusu, Kecamatan Kulisusu Utara,

Kecamatan Kulisusu Barat, Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kambowa dan

Kecamatan Wakorumba Utara.

Menurut sejarah, Kulisusu/Kolencusu/Kalingsusu merupakan salah satu

dari empat benteng pertahanan Barata Patapalena (cadik penjaga keseimbangan

perahu negara) dimasa Kesultanan Buton. Barata Kulisusu bersama-sama dengan

Barata Muna, Barata Tiworo dan Barata Kaledupa merupakan pintu-pintu pertama
24

pertahanan sebelum musuh masuk ke dalam wilayah pusat kekuasaan di Bau-Bau.

Oleh karena itu mereka memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga

keselamatan negara. Mereka juga diberi hak otonom untuk mengatur sendiri

daerahnya termasuk memiliki tentara sendiri namun dengan batasan-batasan

pengaturan yang sudah digariskan oleh pemerintahan pusat yang ada di Bau-Bau.

Lipu Tinadeakono Sara,berdasarkan sejarah Buton Utara adalah negeri

yang didirikan dan dibangun oleh SARA (Penguasa Kampung). Maka pembagian

wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Buton Utara meliputi 6 kecamatan,

yaitu Kecamatan Bonegunu, Kambowa, Wakorumba, Kulisusu, Kulisusu Barat

dan Kecamatan Kulisusu Utara. Lipu Tinadeakono Sara sampai saat ini masih

terlihat di pintu gerbang setiap rumah penduduk di Kabupaten Buton Utara.

Selanjutnya, adapula cerita yang berkembang di masyarakat bahwa pada

masa lalu daerah ini merupakan wilayah barata dari Kesultanan Buton, yang

dimaksud adalah Barata Kulisusu. Istilah Barata ini merujuk pada kerajaan kecil

dibawah naungan Kesultanan Buton namun roda pemerintahannya dijalankanatau

diatur sendiri terkecuali dalam beberapa hal tertentu tetap menjadi tanggung

jawab dari pemerintahan Kesultanan Buton.Penyebutan kulisusu berasal dari

nama kulit kerang yang umum dikenal dengan nama “kima”. Kulisusu atau kulit

kerang ini berada persis di pelataran kiri mesjid keraton kulisusu yang sejak dulu

kala telah mempunyai fungsi sakral yaitu menjadi tempat pelantikan Lakina

(Raja) kulisusu sebelum melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin dan pengayom

bagi masyarakat kulisusu.


25

Desa Wasalabose merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan

Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Pada awalnya Desa Wasalabose merupakan

wilayah Kelurahan Lakonea. Tepat pada tahun 2013 Desa Wasala Bose

mengalami pemekaran serta Kelurahan Lakonea membentuk wilayah tersendiri.

Luas wilayah desa ini adalah 3,75 km² dan secara umum keadaan daerahnya

terdiri dari daratan dan keadaan alamnya berbatu-batu, sedangkan dipesisir pantai

terdapat tebing dan batu karang.

Secara administratif desa ini memiliki batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah utara bebatasan dengan Kelurahan Saraea

- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Linsowu

- Sebelah timur berbatasan dengan laut banda

- Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Lakonea

Berdasarkan letak wilayahnya, tampak bahwa warga masyarakat desa

Wasala Bose, Kecamatan Kulisusu ini kebanyakan berada dalam kawasan benteng

yang dijadikan pemukiman bagi masyarakat Desa Wasalabose dengan jumlah 107

rumah panggung (Raha Ncinadha) dan 11 rumah permanen sedangkan diluar

kawasan benteng ada 13 rumah permanen. Tanah yang berada dalam kawasan

benteng tidak diperkenankan untuk membangun rumah permanen karenah tanah

tersebut merupakan tanah adat serta terdapat aturan adat yang melarang

masyarakat untuk membuat rumah permanen atau rumah batu dalam kawasan

pemukiman (dalam benteng) tersebut. Oleh karena itu kebanyakan masyarakat

membangun rumah panggung (raha Ncinadha) sebagai tempat tinggal. Adapun 11


26

rumah permanen yang ada di dalam kawasan benteng tersebut merupakan rumah

masyarakat yang tidak mengikuti aturan adat setempat.

Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini, untuk

lokasi penelitian ditandai dengan titik kuning

Kulisusu Utara

Kulisusu Barat

Kulisusu

Lokasi
Bonegunu Penelitian

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


Sumber : BPS Buton Utara 2018

4.6. Sekilas Tentang Benteng Lipu

Secara administratif Benteng Lipu masuk dalam wilayah Kampung Lipu

Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara, yang berjarak ±

1 km dari Ibukota Kecamatan Kulisusu. Akses menuju kawasan ini sangat mudah,

yakni dengan menggunakan kendaraan bermotor maupun berjalan kaki karena

letaknya yang berada di tengah kota. Secara astronomi, Benteng Lipu berada pada

titik koordinat 04° 47’ 03.4” LS – 123° 10’ 49.1” BT dengan ketinggian mencapai

43 m diatas permukaan laut. Batas-batas wilayah Benteng Lipu meliputi sisi


27

sebelah Timur benteng yang berbatasan dengan perkebunan jambu mete, sisi

sebelah Barat langsung berbatasan dengan jalan aspal dan wilayah pemukiman,

sebelah Utara berbatasan dengan perkantoran Buton Utara dan sebelah Selatan

berbatasan dengan Desa Linsowu.

Nama Benteng Lipu berasal dari kata “Lipu” yang berarti pusat

pemukiman masyarakat.Dari tempat ini kehidupan masyarakat berkembang sesuai

dengan situasi dan kondisi zamannya. Pemukiman ini muncul sebagai jawaban

atas tuntutan dan tantangan masyarakat yang tadinya hidup berpindah-pindah dari

satu tempat ke tempat lain dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan mereka.

Perkembangan jumlah penduduk dengan berbagai kebutuhan yang harus

dipenuhi adalah tuntutan secara alamiah dan manusiawi untuk

dipenuhi.Pemenuhan tersebut hanya dapat dilaksanakan manakala masyarakat

terintegrasi dalam bentuk organisasi sosial yang terpusat pada suatu ruang atau

tempat yang dianggap strategis. Ini merupakan faktor internal yang merupakan

latar belakang serta motivasi dasar dibangunnya Benteng Lipu. Sejalan dengan hal

tersebut maka pada saat yang bersamaan muncul kebutuhan akan perlunya

stabilitas dan keamanan dalam kehidupan masyarakat dari berbagai tantangan,

ancaman, dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar.

Serangan bajak laut dari utara dan timur yang disebut Tobelo merupakan

gangguan dan ancaman stabilitas yang datangnya dari luar sehingga untuk

melindungi masyarakat Kulisusu yang terkosentrasi di Lipu diperlukan kekuatan

untuk melindungi masyarakat dalam bentuk benteng. Abu Hasan menuturkan


28

bahwa ide awal untuk membangun benteng muncul dari La Kodangku yang

rancangannya lebih luas dari yang ada sekarang dengan mempertimbangkan

berbagai aspek perkembangan masyarakat baik politik, ekonomi, sosial dan

budaya serta pertahanan dan keamanan. Rancangan tersebut membutuhkan waktu,

tenaga, serta biaya yang cukup besar. Oleh tokoh Gaumalanga menganggap

bahwa pemikiran tersebut terlalu ideal sementara kebutuhan masyarakat akan

terbangunnya sebuah benteng semakin mendesak sehingga pada saat La

Kodangku turun ke laut mencari tempat untuk pemasangan sero (toamano bala),

kesempatan itu dimanfaatkan oleh Gaumalanga untuk mengerahkan tenaga guna

membangun benteng tersebut (Abu Hasan, 1989). Namun demikian ukurannya

diperkecil dari ukuran yang telah dirancang oleh La Kodangku yang mencakup

dari ee bula di samping barat hingga ee mataoleo di samping timur masuk dalam

kawasan benteng yang direncanakan oleh Kodangku. Akibat perubahan itu

Kodangku marah besar dan berwasiat kepada syara bahwa kelak ketika ia wafat

jangan dikebumikan di dalam benteng (La Juma, 19 agustus 2019). Karena itu

makam Kodangku masih dapat disaksikan keberadaannya di luar benteng pada

posisi sekitar 150 meter dari Benteng Lipu (Aswad 2019).

Benteng tersebut didirikan melalui panitia (tim) dengan susunan sebagai

berikut; Lakina Kulisusu sebagai penasehat, Kopasarano (panglima perang)

sebagai keamanan, Kodangku sebagai konsultan, Gaumalanga sebagai anggota

dan La Moloku (Tasau Ea) sebagai anggota (Abu Hasan, 1989). Dengan

memperhatikan bahan dan arsisteknya yang terdiri dari batu gunung tanpa

perekat, disusun sedemikian rapi, menyerupai Benteng Kraton Buton yang


29

dilengkapi dengan lubang-lubang pengintaian (bastion), berada pada suatu bukit

pada ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan laut. Desain benteng terbagi

dalam dua bagian. Bagian pertama merupakan induk benteng yang dibangun pada

tahap pertama masa pemerintahan La Ode-Ode, sedangkan bagian kedua

merupakan lapisan luar dari benteng induk. Model benteng yang berlapis dua

dimaksudkan untuk memperkuat fungsi pertahanan (berlapis) dari ancaman

serangan dari luar terutama dari Tobelo yang datang dari tanjung Goram

(Tampunokoro). Hasil karya berupa benteng tersebut menunjukan bahwa

sesungguhnya masyarakat Kulisusu sejak abad XVII telah memiliki tingkat

kebudayaan yang tinggi sesuai dengan sistem pengetahuan masyarakat pada

zamannya.

4.7. Sejarah Kulisusu (Kulit Kerang)

Sebelum terbentuknya Barata Kulisusu, di Buton Utara sedikitnya terdapat

tiga pusat pemukiman utama, yaitu Doule, Bangkudu, dan Lemo.Di tiga pusat

pemukiman inilah yang menjadi asal mula orang Kulisusu pertama kemudian

pindah ke suatu tempat yang dinamakan Lipu.Dalam perkembangan selanjutnya

Lipu kemudian menjadi pusat pemerintahan sejak sebelum berintegrasi ke Buton

hingga terbentuknya Barata Kulisusu. Selain nama Lipu, belakangan muncul pula

nama Kulisusu dan Ereke. Akhirnya Lipu menjadi nama sebuah pusat

pemerintahan, karena itu ada benteng, sedangkan nama Kulisusu menjadi sebutan

suatu unit pemerintahan yang dinamakan Barata Kulisusu, bagian dari

pemerintahan Kesultanan Buton, yang terbentuk pada masa pemerintahan La

Elangi sebagai Sultan Buton IV (1578-1615).


30

Dalam sumber-sumber kuno Buton, nama Lipu dan Kulisusu kurang

begitu dikenal. Dalam versi Buton kawasan ini disebut-sebut sebagai Pulau Ereke

yang dikenal sejak masa pemerintahan Wa Kaa Kaa (1311-1365), itulah sebabnya

ibukota Kecamatan Kulisusu dinamai Ereke. Munculnya nama Kulisusu yang

mendominasi dua nama lainnya, Lipu dan Ereke, awal mulanya terkait dengan

penemuan kima susu (kerang siput laut) oleh seseorang yang bernama La Mahari,

Sangia Yi Doule, saat hendak pergi berburu di Lemo ditemani dengan dua ekor

anjing masing-masing bernama La Sara Bomba dan La Barbantingi. Kedua anjing

tersebut juga yang menemukan ee bula (air putih) tidak jauh dari temuan kima

susu. Dituturkan bahwa kulit sebelah kanan kerang siput laut tersebut dibawa ke

Ternate oleh La Ode Raja Tomba Mbahalo dan istrinya bernama Wa Ode Katanda

disertai dengan 40 rumah tangga, isinya dibawa ke Tolaki oleh Kapita Haluoleo,

dan kulit sebelah kiri disimpan di tempat semula. Orang Kulisusu menamakan

kerang siput laut tersebut dengan istilah “Kima Susu” atau “Tongki-TongkiSusu”

atau “Mata Morawu”. Penamaan Kulisusu bermula dimana ketika anjing

menemukan induk kerang susu yang besar, gonggongan anjing mengeluarkan

kata-kata “Kolingsusu-kolingsusu” untuk beberapa kali (Abu Hasan, 1989). Dari

kata ini muncul istilah Kolencucu, Kolengsusu atau Kolingsusu, lalu berubah

menjadi Kulisusu untuk menyebut nama Barata Kulisusu, Distrik Kulisusu, dan

Kecamatan Kulisusu. Interpretasi lain dapat dijelaskan bahwa kata “kuli”, yang

kemudian melahirkan kata “kulisusu”, boleh jadi berasal dari salah satu bagian

atau belahan (“kulit”) kerang siput laut yang ditemukan oleh Sangia Doule yang

masih tersimpan sampai sekarang di Benteng Lipu. Orang Kulisusu menyebut


31

bagian kulit (luar) dengan kata koleng atau kaleng atau kuli. Jadi kata “kuli”

diambil dari kata “kulit”, maksudnya kulit (bagian luar) kerang siput (kima susu)

tersebut(Abu Hasan, 1989 dalam Aswad 2019).

4.7. Sejarah Singkat Tokoh-tokoh Barata Kulisusu

4.7.1. Wa Ode Bilahi

Sebagaimanayang dijelaskan bapak Kasim bahwa tokoh Wa Ode Bilahi

adalah Istri dari Sultan La Elangi dan ibu dari raja La Ode-Ode.Wa Ode Bilahi

adalah orang yang memberikan bantuan kepada La Ode-Ode dalam menjalankan

roda pemerintahan dan Wa Ode Bilahi ini seorang yang telah menciptakan tari

tradisional Kulisusu yaitu tari lense ( Kasim, 18 Agustus 2019).

4.7.2. Ima Ea (Imam besar)

Sebagaimana telah dijelaskan oleh bapak Nasihi bahwa tokoh Ima Ea

memiliki nama asli Saidi Rabba(La Gama), beliau adalah penyiar Islam pada

periode awal berdirinya Kerajaan Kulisusu, Ima Ea mempunyai tugas utama yakni

imam pada setiap pelaksanaan sholat dan sebagai petugas tetap dalam pelaksanaan

sunatan (pererea) (Nasihi, 18 agustus 2019).

4.7.3. Gaumalanga

Sebagaimana dijelaskan bapak La Juma bahwa tokoh Gaumalanga adalah

seorang penyiar Islam yang salah satu tokoh penggagas rencana untuk mendirikan

benteng Lipu dan Gau Malanga mendirikan satu petak benteng Lipu dengan

tujuan untuk dijadikan tempat perlindungan dari serangan yang datang dari luar

(La Juma 18 agustus 2019).


32

4.7.4. La Ode-Ode

Sebagaimana epe yang dijelaskan bapak Kasim bahwa tokoh La Ode-Ode

adalah Raja pertama Kulisusu (Lakina Kulisusu) merupakan tokoh utama dalam

awal berdirinya Kerajaan Kulisusu. La Ode-Ode adalah anak dari Sultan Buton ke

4, La Elangi yang digelari Sultan Dayanu Iksanudin dengan Wa Ode Bilahi,

seorang bangsawan kulisusu. Setelah dewasa La Ode-Ode menjadi pemersatu dari

tiga wilayah kecil di Kulisusu yang sebelumnya telah memiliki pemimpin masing-

masing. Atas musyawarah ketiga pimpinan wilayah tersebut, La Ode-Ode

kemudian dipilih menjadi Lakina Kulisusu yang membawahi tiga wilayah,

Bangkudu, Koro, dan Doule, yang telah ada dan menjadi kerajaan otonom dari

Kesultanan Buton (Kasim, 18 Agustus 2019).

4.7.5. Raja Jin (La Ode Gure)

Sebagaimana dijelaskan bapak La Juma bahwa tokoh Raja Jin (La Ode

Gure) adalah panglima perang Kulisusu yang memberikan perlindungan kepada

masyarakat dan Raja Jin (La Ode Gure) gugur dalam perang melawan Tobelo

pada masa itu (La Juma, 18 Agustus 2019).

4.7.6. Sangia La Ihori

Sebagaimana yang telah dijelaskan bapak Kasim bahwa tokohSangia La

Ihori merupakan pejuang yang memberikan perlindungan kepada masyarakat

(Kasim, 18 Agustus 2019).

4.7.7. La Iji dan Wa Epu

Seperti yang dijelaskan oleh bapak Kasim bahwa tokohLa Iji dan Wa Epu

adalah orangtua dari Cina Guna yang merupakan perempuan yang ditakuti pada
33

masa Barata Kulisusu karena memiliki kekuatan supranatural namun Cina Guna

dimakamkan di Benteng Bangkudu (Kasim, 18 Agustus 2019).


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis

terdapat tinggalan arkeologis yaitu nisan-nisan yang ada di situs Benteng Lipu

yang terdapat di Desa Wasala Bose Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara

banyak terdapat bentuk yang berbeda dari setiap nisan tokoh barata kulisusu

dengan nisan masyarakat biasa dan begitu pula dengan ragam hias dari setiap

nisan itu berbeda.

5.1.1. Bentuk Nisan Makam-Makam di Situs Benteng Lipu

5.1.1.1. Nisan Makam Gaumalanga

Nisan berbahan batu dengan bentuk bulatini terletak dalam Benteng Lipu

dengan titik koordinat4o47’01.91” S 123o10’52.66” E.Nisan berbentuk bulat

seolah-olah batu masif yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit

dengan tinggi mencapai 30 cm dengan puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan

nisan ini menyerupai menhir. Nisan makam ini berada disebelah timur laut Masjid

Kraton Kulisusu tempatnya sedikit lebih rendah dari makam Wa Ode Bilahi.yang

berada dibagian barat laut makan. Lihat pada foto 5.1 di samping.

34
35

Foto 5.1. Nisan Bentuk tidak beraturan


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.2. Nisan Makam La Ode–Ode

Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu dengan bentuk segi empat

dengan orientasi utara-selatan berada dititik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º

10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki batas yang jelas antara kaki, badan, dan

kepala nisan. Adapun ukuran nisan bagian atas, antara lain: Tinggi nisan 107 cm,

kaki nisan berbentuk segi empat dengan ukuran diameter 80 cm semakin besar ke

atas, badan nisan berdiameter 100 cm semakin kecil ke atas dan bagian kepala

nisan berdiameter 58 cm berbentuk bulat terdapat dua undakan.

Bentuk Nisan bagian bawah berbentuk segi empat dan juga memiliki batas

yang jelas antara kaki badan dan kepala nisan. Tinggi nisan 90 cm, kaki nisan

berbentuk persegi empat dengan diameter 80 semakin kecil ke atas, badan nisan
36

berdiameter 100 cm semakin kecil ke atas dan kepala nisan berdiameter 58 cm.

Makam ini berada satu cungkup dengan makam Raja Jin di sisi utara Benteng

Lipu Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.2 dan 5.3 di bawah ini.

Foto 5.2. Nisan Bentuk Foto 5.3. Nisan Bentuk


Segi Empat (Atas) Segi Empat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.3. Nisan Makam Raja Jin (La Ode Gure)

Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu berbentuk bulat yang telah

dicat putih dengan bentuk bulat dan orientasi utara-selatan dengan titik koordinat

04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki batas yang

jelas antara kaki, badan, dan kepala nisan. Adapun ukuran nisan bagian atas,

antara lain: Tinggi nisan 107 cm. Diantara kaki dan badan nisan terdapat dua

pelipit, kaki nisan berbentuk bulat dengan ukuran diameter 58 cm, badan nisan
37

berdiameter 67 cm semakin kecil ke atas dan bagian kepala nisan berdiameter 50

cm berbentuk setengah bulat.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk bulat dan juga memiliki batas yang

jelas antara kaki badan dan kepala nisan. Tinggi nisan 90 cm, terdapat satu pelipit

diantara kaki dan badan nisan. Kaki nisan berbentuk bulat berdiameter 58 cm,

badan nisan berdiameter 67 cm semakin kecil ke atas dan kepala nisan berbentuk

setengah bulat berdiameter 50 cm. Makam ini berada satu cungkup dengan

makam La Ode-ode di sisi utara Benteng Lipu Masjid Keraton Kulisusu. Lihat

pada foto 5.4 dan 5.5 di bawah ini.

Foto 5.4. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.5. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
38

5.1.1.4. Nisan Makam Wa Ode Bilahi

Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu dengan bentuk limas dan

orientasi utara-selatan dengan titik koordinat 040 47’ 02,4” LS dan 1230 10’

50,7”BT. Adapun ukuran nisan bagian atas, antara lain: Tinggi nisan 60 cm.

Nisan ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan dan kepala nisan saja

dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah

ditambahkan semen,badan nisan berdiameter 66 cm semakin kecil ke atas dan

bagian kepala nisan berdiameter 100 cm berbentuk limas.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk limas tinggi nisan 40 cm. Nisan

juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan, dan kepala nisan saja

dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah

ditambahkan semen badan nisan berdiameter 66 cm semakin kecil ke atas dan

bagian kepala nisan berdiameter 100 cm berbentuk limas. Nisan makam ini berada

disebelah timur laut Masjid Kraton Kulisusu tempatnya paling tinggi

dibandingkan denan makam-makam lainnya yang ada di Situs Benteng Lipu.

Lihat pada foto 5.6 dan 5.7 di samping.


39

Foto 5.6. Nisan Bentuk Limas (Atas) Foto 5.7. Nisan Bentuk Limas (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.5. Nisan Makam Ima Ea (Imam besar)

Nisan Makam dengan bentuk tidak beraturan dan hanya memiliki satu

nisan berada di titik kordinat 4o46’59.80” S 123o10’49” E. Model nisan pada

makam ini berbentuk bulat yang terbelah menjadi dua. Adapun ukuran nisan

antara lain: Tinggi nisan 63 cm, diameter 260 cm. Makam berada 100 m arah

timur laut Makam Sangia La Ihori dan arah barat daya makam La Ode-ode. Lihat

pada foto 5.8 di samping.


40

Foto 5.8. Nisan Bentuk Tidak Beraturan


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.6. Nisan Makam Bunga Eja

Nisan makam Bunga Eja masih dalam keadaan asli dan memiliki dua

nisan, orientasi makam Utara-Selatan dengan titik koordinat 040 47’ 02,4” LS

dan 1230 10’ 50,7”BT. Nisan atas berbetuk bulat dengan ukuran, antara lain:

Tinggi nisan 60 cm, diameter kepala 77 cm, diameter badan 91 cm, diameter kaki

72 cm.

Nisan pada bagian bawah memiliki berbentuk segi empat dengan tinggi 40

cm semakin kecil ke atas, diameter 58, adapun. Makam ini terletak dalam Benteng

Lipu berada disebelah timur masjid Keraton Kulisusu, makam ini dikelilingi oleh

makam-makam masyarakat biasa pada masa barata kulisusu tempatnya berada di

kerendahan. Lihat pada foto 5.9 dan 5.10 di samping.


41

Foto5. 9. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.10. Nisan Bentuk Segi Empat(Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.7. Nisan Makam Masyarakat I Kompleks Bunga Eja

Nisan makam masyarakat I Kompleks Bunga Eja berada di titik kordinat

4o46’59.80” S 123o10’49” E. Nisan berbentuk bulat dengan ukuran nisan antara

lain: Tinggi nisan 35 cm, diameter kepala 32 cm, diameter kaki 50 cm. Nisan ini

tidak memiliki ragam hias. Nisan makam ini berada dikompleks Bunga Eja dan

dikelilingi oleh makam-makam masyarakat lainnya. Lihat pada foto 5.11 di

samping.
42

Foto 5.11. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.8. Nisan Makam Masyarakat II Kompleks Bunga Eja

Makam ini orientasi utara-selatan memiliki dua nisan berbahan batu

berbentuk bulat yang menyerupai menhir tidak memiliki ragam hias dengan titik

koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian

atas antara lain: Tinggi nisan 37 cm dan. Nisan ini hanya memiliki batas yang

jelas antara badan dan kepala nisan saja dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam

kondisi aslinya karena sudah ditambahkan semen, badan nisan berdiameter 48 cm

semakin kecil ke atas dan bagian kepala nisan berdiameter 53 cm.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk limas tinggi nisan 40 cm terdapat

tiga pelipit dibagian badan nisan dan satu pelipit yang berada dikepala nisan.
43

Nisan juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan dan kepala nisan saja

dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah

ditambahkan semen badan nisan berdiameter 55 cm dan bagian kepala nisan

berdiameter 38 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu.

Lihat pada foto 5.12 dan 5.13 di bawah ini.

Foto 5.12. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.13. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.9. Nisan Makam Masyarakat III Kompleks Bunga Eja

Nisan makam masyarakat III Kompleks Bunga Eja berbahan batu dengan

bentuk nisan persegi empat dan hanya memiliki satu nisan yang terletak titik

koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan antara

lain: Tinggi nisan 37 cm, diameter 65 cm. Nisan ini tidak memiliki ragam hias.

Lihat pada foto 5.14 di samping.


44

Foto 5.14. Nisan Bentuk Segi Empat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.10. Nisan Makam Masyarakat IV Kompleks Bunga Eja

Makam ini orientasi utara-selatan memiliki dua nisan berbahan batu

berbentuk bulat tak beraturan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat

04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara

lain: Tinggi nisan 35 cm, nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah

ditambahkan semen, kaki nisan berdiameter 29 cm semakin kecil ke atas dan

bagian kepala nisan berdiameter 22 cm.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk bulat menyerupai gadah tinggi

nisan 40 cm Nisan juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan, dan

kepala nisan saja dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena
45

sudah ditambahkan semen, badan nisan berdiameter 58 cm dan bagian kepala

nisan berdiameter 38 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton

Kulisusu. Lihat pada foto 5.15 dan 5.16 di bawah ini.

Foto 5.15. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.16. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.11. Nisan Makam Masyarakat V Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batu berbentuk bulat seolah-olah batu masif yang

dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit dengan tinggi mencapai 27 cm

dengan diameter 27 cm dengan puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan nisan

ini menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4”

BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto

5.17 di samping.
46

Foto 5.17. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.12. Nisan Makam Masyarakat VI Kompleks Bunga Eja

Makam ini orientasi utara-selatan memiliki dua nisan berbahan batu

berbentuk tidak beraturan dan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat

04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara

lain: Tinggi nisan 34 cm, kaki nisan berdiameter 40 cm semakin kecil ke atas dan

bagian kepala nisan berdiameter 24 cm.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk tidak beraturan berbahan batu tinggi

nisan 18 cm, nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah ditambahkan

semen, pada bagian kaki nisan berdiameter nisan 33 cm.Nisan makam berada

disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.18 dan 5.19 di samping.
47

Foto 5.18. Nisan Bentuk Foto 5.19. Nisan Bentuk


Tidak Beraturan (Atas) Tidak Beraturan (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.13. Nisan Makam Masyarakat VII Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai

batu stalakmit dengan tinggi mencapai 30 cm dengan diameter 51 cm dengan

puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan nisan ini menyerupai menhir dengan

titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Nisan makam berada

disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.20 di samping.
48

Foto 5.20. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.14. Nisan Makam Masyarakat VIII Kompleks Bunga Eja

Makam ini orientasi utara-selatan memiliki dua nisan berbahan batu

berbentuk tidak beraturan dan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat

04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara

lain: Tinggi nisan 45 cm, kaki nisan berdiameter 57 cm semakin kecil ke atas dan

bagian kepala nisan berdiameter 22 cm.

Bentuk nisan bagian bawah berbentuk tidak beraturan berbahan batu tinggi

nisan 12 cm berdiameter nisan 43 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid

Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.21 dan 5.22 di samping.


49

Foto 5.21. Nisan Bentuk Foto 5.22. Nisan Bentuk


Tidak Beraturan (Atas) Tidak Beraturan (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.15. Nisan Makam Masyarakat IX Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batuberbentuk segi empat dan segi enam berada dititik

koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki

batas yang jelas antara kaki, badan, dan kepala nisan dan di badan nisan terdapat

ragam hias. Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 34 cm.Diantara kaki

dan badan nisan terdapat satu pelipit dan antara badan dan kepala nisan terdapat

satu pelipit,kaki nisan berbentuk persegi dengan ukuran diameter 88 cm, badan

nisan berbentuk segi empat berdiameter 64 cm dan bagian kepala nisan berbentuk

segi enam berdiameter 58 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton

Kulisusu. Lihat pada foto 5.23 di samping.


50

Foto 23. Nisan Bentu Segi Empat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.16. Nisan Makam Masyarakat X Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai

batu stalakmit dengan tinggi mencapai 20 cm dengan diameter 36 cm semakin

kecil ke atas dengan puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan nisan ini

menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4”

BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto

5.24 di samping.
51

Foto 5.24. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.17. Nisan Makam Masyarakat XI Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai

batu stalakmit dengan tinggi mencapai 35 cm dengan diameter 47 cm semakin

kecil ke atas dengan puncak tidak meruncing seperti bentuk patahan. Dapat

dikatakan nisan ini menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS

dan 123º 10’ 52,4” BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton

Kulisusu. Lihat pada foto 5.25 di samping.


52

Foto 5.25. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.18. Nisan Makam Masyarakat XII Kompleks Bunga Eja

Nisan berbahan batu dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’

52,4” BT, berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit

dengan tinggi mencapai 18 cm dengan diameter 31 cm semakin kecil ke atas.

nisan ini juga menyerupai menhir. Nisan makam berada disisi timur Masjid

Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.26 di samping.


53

Foto 5.26. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.19. Nisan Makam Sangia La Ihori

Nisan makam Sangia Laihori, memiliki dua nisan berada dititik 4º 47’

01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT. Nisan berbahan batu ini berbentuk segi empat.

Adapun ukuran nisan bagian atas antara lain: Tinggi nisan 56 cm, diameter kepala

56 cm, diameter bahu 60 cm, diameter badan 63, diameter kaki 45 cm, nisan

bagian atas berbentuk segi empat. Ukuran nisan bagian bawah antara lain: Tinggi

nisan 29 cm, diameter kepala 48 cm, diameter bahu 49 cm, diameter badan 47,

diameter kaki 39 cm, nisan bagian bawah berbentuk segi empat. Nisan makam

berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.27 dan 5.28 di

samping.
54

Foto 5.27. Nisan Bentuk Foto 5.28. Nisan Bentuk


Segi Empat (Atas) Segi Empat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.20. Nisan Makam Masyarakat XIIIKompleks Sangia La Ihori

Nisan makam masyarakat XIII Kompleks Sangia La ihori berada dititik 4º

47’ 01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT, nisan berbahan batu dengan bentuk nisan

segi enam dan bulat. Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 98 cm,

diameter kaki 66 berbentuk bulat dan terdapat dua pelipit yang menuju badan

nisan yang berdiameter 92 cm dan diameter kepala 59 cm. Nisan ini tidak

memiliki ragam hias. Nisan makam berada satu cungkup dengan makam Sangia

La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid Keraton Kulisusu dan tempatnya tidak

jauh dari pintu utama benteng. Lihat pada foto 5.29 di samping.
55

Foto 5.29. Nisan Bentuk Segi Enam


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.21. Nisan Makam Masyarakat XIVKompleks Sangia La Ihori

Nisan makam berada dititik 4º 47’ 01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT, nisan

berbahan batu dengan bentuk nisan pipih terdapat ukiran yang mengelilingi badan

nisan . Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 49 cm, diameter kepala 50,

diameter badan dan kaki 82 cm. Nisan makam berada satu cungkup dengan

makam Sangia La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid Keraton Kulisusu.

Lihat pada foto 5.30 di samping.


56

Foto 5.30. Nisan Bentuk Pipih


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.22. Nisan Makam Masyarakat XV Kompleks Sangia La Ihori

Nisan makam berbahan batu dengan bentuk segi empat bagian kaki dan

badan nisan tetapi dibagian kepala nisan berbentuk bulat nisan ini juga memiliki

ragam hias. nisan ini dalam kondisi utuh dengan posisi miring. Adapun ukuran

nisan antara lain: Tinggi nisan 50 cm, diameter kepala 39, diameter bahu 50 cm

semakin kecil ke atas, diameter badan dan kaki 57 cm. Nisan makam berada satu

cungkup dengan makam Sangia La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid

Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.31 di samping.


57

Foto 5.31. Nisan Bentuk Segi Empat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.23. Nisan Makam La Iji

Nisan ini berada di titik koordinat S 04º 47’ 01,3” LS dan 123º 10’

58,3”BT berbentuk pipih berbahan batu dengan tinggi mencapai 57 cm dengan

ketebalan 5 cm. Bagian kaki nisan berbentuk persegi panjang dengan lebar 48 cm.

Di atas alas menuju badan nisan terdapat lekukan cembung. Badan nisan mengecil

pada bagian bahu dengan ukuran lebar 59 cm. diameter bahu 44 cm. kepala nisan

berbentuk nanas dengan diameter 43 cm dan terdapat lengkungn-lengkungan kecil

ujung kecil dibagian kepala nisan. Letak nisan makam berada di ketinggian dan

berada disisi barat utara Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.32 di

samping.
58

Foto 5.32. Nisan Bentuk Pipih


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

5.1.1.24. Nisan Makam Wa Epu

Nisan berbahan batu dengan titik koordinat S 04º 47’ 01,3” LS dan 123º

10’ 58,3”BT, berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit

dengan tinggi mencapai 10 cm dengan diameter 27 cm semakin kecil ke atas.

nisan ini juga menyerupai menhir tidak memiliki ragam hias. Letak nisan makam

berada di ketinggian dan berada disisi barat utara Masjid Keraton Kulisusu.Nisan

makam berada di seblah kanan dari nisan La Iji masih dalam satu jirat dan

cungkup yang sama dan berada disisi utara Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada

foto 5.33 di samping.


59

Foto 5.33. Nisan Bentuk Bulat


Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019

Tabel 5.1
Bentuk Nisan Pada Makam-makam di Situs Benteng Lipu

Bentuk nisan Jumlah Nisan Nisan


Segi Empat 8 LaOde-Ode, Bunga Eja, M III, M IX, M
XV, Sangia La Ihori
Segi Enam 1 M XIII
Limas 2 Wa Ode Bialahi
Bulat 13 Raja Jin, Bunga Eja, Masyarakat I, II, IV,
V, VII, X, XI, XII
Tidak Beraturan 6 Gaumalanga, Ima’Ea, Masyarakat VI, VIII
Pipih 2 Masyarakat XIV, La Iji
60

Grafik 5.1
Persentasi Bentuk Nisan di Situs Benteng Lipu

14

12
Bulat
10
Segi Empat
8 Segi Enam
6 Pipih
Tidak Beraturan
4
Limas
2

5.1.2. Ragam Hias Yang Ada Pada Nisan Di Situs Benteng Lipu

5.1.2.1. Nisan LaOde-Ode

Ragam hias yang terdapat di nisan La Ode-Ode yang berbentuk segi empat

ini memiliki ragam hias geometrisbentuk tumpal yag menghiasi keempat sisi dari

badan nisan dimana semua ragam hias terdapat pada badan nisan seperti yang

digambar 5.1 di bawah dengan bentuk ukiran menyerupai kubah masjid begitupun

ukiran dibawahnya. Pada nisan atas dan bawah La Ode-Ode memiliki ragam hias

yang sama.

Gambar 5.1. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019
61

5.1.2.2. Nisan Raja Jin

Ragam hias yang terdapat di nisan Raja Jin yang berbentuk bulat ini

memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal yang berjumlah empat ukiran yang

sama disetiap sisi-sisi dari badan nisan. Ragam hias terdapat pada badan nisan

seperti yang digambar 5.2 di bawah dengan bentuk ukiran menyerupai mata panah

dan juga menyerupai kubah masjid. Pada nisan atas dan bawah Raja Jin juga

memiliki ragam hias yang sama.

Gambar 5.2. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

5.1.2.3. Nisan Bunga Eja

Ragam hias yang terdapat di nisan Bunga Eja yang berbentuk segi empat

ini memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal yang berjumlah empat

ukiranyang sama disetiap sisi-sisi dari badan nisan. Ragam hias terdapat pada

badan nisan sja seperti yang digambar 5.3 di samping dengan bentuk ukiran

menyerupai kubah masjid dan dikedua sisinya terdapat ukiran yang berbentuk

garis melengkung.
62

Gambar 5.3. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

5.1.2.4. Nisan Masyarakat IX Kompleks Bunga Eja

Ragam hias yang terdapat di nisan masyarakat IX yang berbentuk segi

empat ini memiliki ragam hias geometris bentuk bulat. Disetiap sisi badan nisan

terdapat ukiran ragam hias yang sama seperti yang terlihat digambar 5.4 di bawah

dengan bentuk ukiran menyerupai bulatan-bulatan yang tidak beraturan.

Gambar 5.4. Motif Geometris Bulat


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

5.1.2.5. Nisan Sangia La Ihori

Ragam hias yang terdapat di nisan Sangia La Ihori yang berbentuk segi

empat memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal. ukiran yang berbentuk bulan

sabit yang bersusun tiga seperti yang gambar 5.5 di samping merupakan yang ada

di badan nisan atas, sedangkan ukiran di nisan bawah sepeti yang terlihat

digambar 5.6 di bawah dengan ukiran berbentuk mahkota terbalik.


63

Gambar 5.5. Motif Geometris TumpalGambar 5.6. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

5.1.2.6. Nisan Masyarakat XIVKompleks Sangia La Ihori

Nisan masyarakat XIV nisan berbentuk segi empat ini berbahan batu yang

berada satu cungkup dengan nisan Sangia La Ihori memiliki ragam hias geometris

dan fauna bentuk kerang dimana pada bagian tengah nisan terdapat ukiran garis-

garis kecil menyerupai jaring dan dibagian kedua sisi nisan terdapat ukiran garis

melengkung dan dibagian atas dari garis-garis kecil ini terdapat ukiran bentuk

tumpal, jika dilihat secara menyeluruh ragam hias ini berbentuk buah nanas yang

telah dikupas seperti yang di lihat pada gambar 5.7 di bawah.

Gambar 5.7. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

5.1.2.7. Nisan Masyarakat XVKompleks Sangia La Ihori

Nisan masyarakat XV yang berbentuk segi empat berada juga dicungkup yang

sama dengan nisan Sangia La Ihori terdapat ukiran ragam hias geometris yang

unik dibagian badan nisan terdapat ukiran bulat menyerupai medalion dan ukiran-
64

ukiran yang lainya kemungkinan berfungsi sebagai pengisi bidang seperti gambar

5.8 di bawah.

Gambar 5.8. Motif Geometris Tumpal


Digambar Oleh: Hekta Plantikano 2019

Tabel 5.3
Hasil Deskripsi Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu

Ragam Hias Nisan Jumlah


Geometris berupa kubah masjid La Ode-Ode, Bunga
3
Eja, Raja Jin
Geometris berupa mata panah Raja Jin 1
Geometris berupa bulatan tak beraturan Masyarakat IX 1
Geometris berupa berbentuk bulan sabit Sangia La Ihori 1
Geometris berupa mahkota terbalik Sangia La Ihori 1
Geometris berupa garis-garis kecil horizontal Masyarakat XIV 1
Geometris berupa Medalion Masyarakat XV 1
Fauna berupa kulit kerang Masyarakat XIV 1
(Sumber: Hasil Analisis Hekta Plantikano 2019)

Tabel 5.4
Jumlah Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu

Ragam Hias Nisan Jumlah


Geometris La Ode-Ode,Raja Jin, Bunga Eja, Sangia La Ihori,
9
Masyarakat XIV, Masyarakat XV
Fauna Masyarakat XIV 1
(Sumber: Diolah Hekta Plantikano 2019)
65

5.2. Pembahasan

Situs Benteng Lipu merupakan salah satu situs benteng yang memiliki

tinggalan-tinggalan makam tua yang memiliki bentuk dan ragam hias yang

bermacam-macam. Situs ini bereda di Desa Wasalabose, Kecamatan Kulisusu,

Kabupaten Buton Utara dengan jumlah 33 nisan. Berdasarkan hasil identifikasi

yang telah dilakukan pada Situs Benteng Lipu bahwa secara umum terdapat

beberapa hasil yang telah teridentifikasi yaitu bentuk nisan dan ragam hias.

Cara penguburan bagi orang muslim biasanya setelah mayat yang di kubur

ditumbuhi tanah, diatas tanah itu diberi tanda bagi tokoh yang dikuburkan dengan

arah utara selatan, berbentuk segi empat panjang atau yang lebih dikenal dengan

nama nisan (Koentjaraningrat, 1974). Banyak dari nisan-nisan biasanya bentuk

dekorasi yang dipakai untuk menghias atau memperindah nisan, biasanya dengan

gambar hiasan atau ukiran. Pada dasarnya motif hias masing-masing diciptakan

dengan mewakili simbol atau makna tertentu. Berdasarkan penjabaran mengenai

jenis-jenis motif, maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap penggunaan motif

pada benda di dunia ini memiliki ciri khas motif tertentu sesuai dengan tema motif

yang dibudidayakan dalam daerah tersebut (Suwandi, 2005).

Bentuk nisan terdiri dari beberapa jenis/bentuk. Bentuk nisan yang

terdapat di Situs Benteng Lipu yakni Bentuk segi empat, bentuk segi enam,

bentuk limas, bentuk bulat, bentuk tidak beraturan, bentuk pipih. Selain dari

bentuk nisan terdapat pula seni ragam hias yang teridentifikasi pada Situs Benteng

Lipu yaitu, ragam hias jenis geometris dan jenis fauna. Jenis geometris

menyerupai ukiran bentuk tumpal, bentuk garis-garis horizontal bentuk


66

medalionlingkaran tak beraturan, bentuk kubah masjid, bentuk mahkota terbalik.

Jenis fauna menyerupai kerang laut.

Hal lain yang terdapat pada Situs Benteng Lipu adalah sisi unik bentuk,

nisan dan seni ragam hias. Sisi unik bentuk nisan yaitu bentuk nisan segi enam

yang menyerupai gadah. Bentuk nisan tersebut hanya terdapat satu dalam

Kompleks Situs Benteng Lipu. Sisi unik seni ragam hias yaitu seni ragam hias

yang berbentuk medalion, ukiran kerang laut. Penggunaan seni ragam hias yang

berbentuk medalion dan ukiran fauna hanya terdapat satu nisan yang

menggunakan ragam hias tersebut. Pembuatan ragam hias tersebut dengan cara

diukir berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan.

Sebagaimana jika dilihat dari hasil dan pembahasan di atas dengan

penelitian-penelitian terdahulu jelas memiliki perbedaan dan kesamaan. Pada

penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk bentuk dan ragam hias

pada nisan tidak mendalam atau sampai kepemaknaan seperti penelitian Ashari

2013 mengkaji tentang makna dari setiap bentuk dan ornament makam, atau pada

penelitian Bahrir yang mengkaji tentang perbandingan bentuk dan ragam hias

nisan pesisir dan pedalaman. Penelitian ini hanya sebatas penelitian deskriptif atau

menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk dan ragam hias nisan di Situs Benteng

Lipu Kabupaten Buton Utara.


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilihat pada nisan makam-makam

yang ada di situs Benteng Lipumaka akan ditarik kesimpulan. Adapun kesimpulan

yang dimaksud sebagai berikut:

1. Bentuk nisan yang terdapat di Situs Benteng Lipu adalah bentuk segi empat,

segi enem, limas, pipih, bulat, dan bentuk tidak beraturan. Ragam hias yang

terdapat di Situs Benteng Lipu adalah bentuk geometris dan bentuk fauna.

2. Bentuk dan ragam hias nisan makam di Situs Benteng Lipu telah menghasilkan

gambaran tentang bentuk dari setiap nisan yang ada yaitu dari segi bentuk,

ukuran, bahan yang berbeda-beda begitupun dengan ragam hiasnya walaupun

tidak semua nisan makam mempunyai ragam hias,yang mempunyai ragam hias

hanya terdapat dienam nisan saja.

6.2 Saran.

Berdasarkan uraian hasil penelitian yang dijelaskan dalam pembahasan,

maka saran yang dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Untuk masyarakat Buton Utara khususnya yang berada dikawasan cagar

budaya agar seharusnya dapat ikut serta mengambil perandalam

melestarikan dan menjaga tinggalan-tinggalan bersejarah di Situs Benteng

Lipu.

2. Dan pemerintah daerah Kabupaten Buton Utaradiharapkan setiap situs

mendapat tenaga pemiliaharaan (penjaga situs) agar keamanan,

kelestarian, dan kebersihan situs dapat terjaga.

67
68

DAFTAR PUSTAKA

Abu hasan, 1989, Peranan Benteng Lipu Sebagai Sejarah dan Budaya
Masyarakat Kulisusu. Skripsi Universitas Haluoleo. Tidak Diterbitkan.
Ambary, Hasan Muarif. 2001. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis
dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ambary, Hasan Muarif. (1998).Menemukan Peradaban: Arkeologi Islam Di
Indonesia, Jakarta: Pusliterkenas.
Ashari, Meisar. 2013. Studi Bentuk, Fungsi dan Makna Ornamen Makam Di
Kompleks Raja-raja Bugis. Universitas Muhammadiyah Makasar.
Makassar.
Aswad, Muhamad. 2019. Tinggalan Arkeologis Di Situs Benteng Lipu Di
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara.
Universitas Halu Oleo. Kendari.
Bahrir, Samsir. 2009. Perbandingan Bentuk dan Ragam Hias Nisan Makam
Islam pada Wilayah Pesisir dan Wilayah Pedalaman di Sulawesi
Selatan.Universitas Hasanuddin, Makassar.

BPS Buton Utara. 2017. Badan Pusat Staistik. BPS Kabupaten Buton Utara/BPS-
Statistic Of Buton Utara Regency.

Haris, Tawalinuddin. 2009. Masjid-Masjid diDunia Melayu-Nusantara, Diklat


Penelitian Arkeologi I Ciputat Agustus. Jakarta: Puslektur Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama.

Herkovits, Melville J, 1963. Mand and His Works. The Science of Cultural
Antropology Alfred A. Knopf. New York, Academy ofScience.
Iqbal, Muhammad Johansyah. (2009). Nisan Kompleks Makam Sunan Gunung
Jati Halaman 1,2, dan 3: Hubungannya Degan Status Sosial. Skripsi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Lindawati. dkk. 2016. Dan Motif Nisan Plak-Plieng Kerajaan Lamuri Aceh.
Jurnal Ilmiah Vol. 1, Nomor 1:64. Aceh.

Munandar, Agus Aris. 2009. Peran Penting Pernaskahan dan Benda Khazanah
Keislaman Lainnya dalam Kajian Arkeologi Islam di Indonesia. Jurnal
Lektur Keagamaan Vol. 7,Nomor 1, tahun 2009. Jakarta: Puslitbang Lektur
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat RI.

Montana, Suwandi. (1990).”Tradisi Penguburan Setelah Agama Islam Di


Indonesia”, PIA I jilid I, Jakarta: Pusliterkenas, hal:197-222.
69

Nazaruddin, La Ode Ahlun. 2019. Identifikasi Nisan Pada Kompleks Makam Di


Lingkungan Masjid Agung Keraton Buton Kota Baubau Provinsi Sulawesi
Tenggara, Skripsi Universitas Halu Oleo, Kendari.

Nurhadi. 1990. “Arkeologi Kubur Islam di Indonesia”. Dalam Analisis Hasil


Penelitian Arkeologi I. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.Jakarta.
Sukendar Haris, dkk. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional.
Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Kepustakaan
GramediaPopuler (KPG).
Sumber Lain :

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcpsulsel/455/(diakses tanggal 4 Mei 2019)


70

PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman wawancara merupakan sebuah acuan di lapangan dalam

melakukan wawancara dengan narasumber, untuk mengetahui informasi tentang

tinggalan-tinggalan yang terdapat dalam lokasi penelitian.Narasumber tersebut

diataranya Tokoh Adat, Agama, maupun masyarakt yang bebas/nonformal.

Namun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti tetap mengacu pada

permasalahan penelitian. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti

pada saat melakukan wawancara adalah sebagai berikut:

a. Identitas diri

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :

b. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana sejarah Benteng Lipu ?

2. Apa saja tinggalan-tinggalan yang terdapat di Benteng lipu?

3. Siapa sajakah yang dimakamkan di Benteng Lipu?

4. Apa peran-peran datau gelar yang diberikan kepada tokoh-tokoh

Barata

5. Siapakah yang menemukan Kulisusu?


71

DAFTAR NARASUMBER

1. Nama : Kasim

Usia : 54 tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Wasalabose

Keterangan : Tokoh Adat

2. Nama : La Juma

Usia : 50 tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jl. Keraton

Keterangan : Toko Adat

3. Nama : Nasihii

Usia : 61 tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Wasalabose

Keterangan

Anda mungkin juga menyukai