SKRIPSI
HEKTA PLANTIKANO
N1B1 15 114
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan rasa terimakasih
yang tak ternilai penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang tercinta,
Ayahanda Bakir Rasyid dan Ibunda Jaenab serta saudara penulis Hendrawati,
yang selalu memberikan curahan dan kasih sayang, perhatian, do’a serta
dukunganya yang tiada terhingga selama ini, sehingga menjadi bekal dan
dorongan buat penulis dalam menempuh pendidikan sampai saat ini S1. Semoga
Allah swt selalu melimpahkan rahmat-Nya serta diberikan umur panjang, Aamiin.
Selanjutya tak lupa juga penulis ucapkan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada orang tua penulis dibangku pendidikan tinggi Universitas Halu
Oleo (UHO), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), di Jurusan Arkeologi yang selalu
selanjutnya diganti oleh Dr. Syahrun, S.Pd.,M.Si sekaligus selaku Ketua Jurusan
Arkeologi, yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Tak lupa pula kepada ibu Salniwati, S.Pd.,M.Hum selaku Dosen
Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
vii
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan penulis kepada berbagai
2. Dr. Akhmad Marhadi, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Budaya Universitas Halu Oleo, yang sudah banyak memberi nasehat dan
Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberika nasehat dan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan arkeologi.
7. Dr. Abdul Alim, S.Pd., M.Sos yang telah memberikan masukan dan
viii
8. Nur. Ihsan. D. S.S., M.Hum dan Asyhadi Mufsi. S.S., M.A. yang telah
11. Bapak Kasim Terimakasih atas bantuan dan pelayanannya kepada penulis
atas kebersaaman dan dukungan kalian selama kurang lebih 4 tahun ini.
dan semoga selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang. Aamiin.
ix
15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dalam
Dengan ini, penulis hanya bisa memanjatkan doa dan semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, Aamiin. Penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun dari segi
penyajianya. Oleh karena itu penulis menggharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga
Penulis,
Hekta Plantikano
Nim: N1B115114
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ................................................................................................
xi
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 16
3.6.Interpretasi ................................................................................ 20
4.3. Geologis............................................................................................ 22
xii
5.1.1.2. Nisan La Ode-Ode .............................................................. 35
xiii
5.1.1.23. Nisan La Iji ...................................................................... 57
5.1.2. Ragam Hias Yang Ada Pada Nisan di Situs Benteng Lipu .............. 60
xiv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Halaman
3. Tabel 5.3. Hasil Deskripsi Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu . 64
4. Tabel 5.4. Jumlah Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu ............. 64
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
DAFTAR FOTO
Halaman
xvii
Foto 5.20. Nisan Bentuk Bulat ........................................................... 48
xviii
GLOSARIUM
1. Ea : Besar
2. Ima E’a : Imam Besar
3. Kulisusu : Kulit Kerang
4. Lakino : Raja / Sultan
5. Lipu : Kota
6. Lipu Tinadeakono Sara : Kota yang di bangun Toko
7. Mancuana : Kepala Adat
8. Pererea : Sunatan
9. Sarano : Sara
10. Suludadu : Panglima Perang
11. Sangia : Sakral
xix
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini warisan keagamaan sejarah Islam nusantara yang kini masih dapat
dilacak sebagai bagian dari budaya yang kelestariannya masih terjaga dalam
meninggalkan jejak, termasuk jejak untuk menyusuri awal agama Islam masuk ke
Indonesia yaitu antara abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Arkeolog Uka
masjid dan keraton merupakan material yang penting sebagai sumber sejarah.
Lebih lanjut, Ambary menyatakan, sekitar abad pertama tahun Hijriah atau
abad ke-7 M, meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar kawasan Asia
Tenggara mulai berkenalan dengan tradisi Islam. Hal ini terjadi ketika para
pedagang Muslim yang berlayar di kawasan ini singgah untuk beberapa waktu.
Nusantara, berlangsung beberapa abad kemudian. Dan sejak saat itulah peradaban
1
2
pengenalan ajaran Islam ini dilakukan melalui fase-fase kontak sosial budaya
Dalam Islam penggunaan ragam hias atau bagian pelengkap lainnya pada
makam dianggap makruh (Ambary 1998). Tanda pada makam Islam berupa tanah
yang ditinggikan serta nisan kayu atau batu yang ditancapkan pada sisi utara
sebagai tanda bagian kepala. Makam berasal dari kata "maqam" (bahasa Arab)
yang berarti tempat berdiri, kemudian arti makam itu berkembang menjadi
bangunan kecil dan sebuah kuburan yang keramat. Pengertian makam dalam
bahasa Indonesia adalah tempat tinggal atau tempat bersemayam. Secara garis
besar kata makam mengandung arti tempat bersemayam orang yang telah
meninggal. Secara umum makam biasanya didirikan di sebuah lahan datar, lereng
gunung, puncak bukit, atau lahan yang sengaja ditinggikan. Adakalanya makam
didirikan di sekitar mesjid. Makam dapat juga berupa makam individu dan
kompleks.
kebudayaan fisik yang dapatdilihat saat ini yang juga merupakan Produk Budaya
masa lampau. Dalam hal ini kesenian dapat diartikan sebagai penghias kehidupan
3
Buton. Barata Kulisusu bersama-sama dengan Barata Muna, Barata Tiworo dan
dalam wilayah pusat kekuasaan Kesultanan Buton. Oleh karena itu mereka
memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga keselamatan negara. Barata
Kulisusu, Muna, Tiworo dan Kaledupa juga diberi hak otonom untuk mengatur
Kulisusu dan Panglima perang untuk menjaga perdamaian dan tokoh-tokoh lainya
serta masyarakat yang ikut serta dalam menjaga keamanan Kesultanan Buton.
Ode, Raja Jin, Bunga Eja, La Iji, Ima Ea, Gaumalanga, Sangia La Ihori) dan
lainya wafat dan dimakamkan tidak berjauh-jauhan antara satu dan yang lain.
Pada prinsipnya generasi saat ini sangat berhak untuk melihat dan menikmati
hasil karya budaya nenek moyangnya (masyarakat Islam masa Barata kulisusu).
Namun seringkali makam kuno saat ini dipandang hanya sebagai makam biasa
4
tidak berbeda dengan makam yang lainnya/baru,yang menarik untuk diteliti dalam
Situs Benteng Lipu terdapat makam-makam yang mempunyai bentuk nisan yang
berbeda-beda seperti bentuk persegi pipih dan masih banyak bentuk lainnya
dengan ragam hias yang berbeda pula walaupun tidak semua nisan memiliki
ragam hias.
Penelitian tentang bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs
2. Ragam hias apa saja yang ada pada nisan makam-makam di Situs
Benteng Lipu?
Adapun manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat
2. Manfaat Praktis
Semoga bisa membantu dan menjadikan data penelitian ini sebagai sumber
DANKERANGKA PIKIR
makam, salah satunya yaitu tulisan Ashari (2013) dengan judul Studi bentuk,
fungsi dan makna ornamen makam di kompleks Makam Raja-raja Bugis. Dalam
penelitian ini dijelaskan ornamen makam kuno Raja-raja Bugis adalah salah satu
produk kesenian dan aset kekayaan kebudayaan masyarakat Bugis dari masa
kebudayaannya.
Penelusuran nilai estetika pada bentuk dan fungsi ornamen makam adalah
untuk menggali makna yang mengendap di balik sebuah karya. Untuk itu
dijelaskan bahwa lahirnya karya seni tidak hanya untuk pemuasan hasrat
keindahannya saja, namun lebih dari itu mengandung makna yang tersirat di balik
merupakan ekspresi budaya bangsa yang sarat dengan nilainilai filosofis serta
simbol-simbol estetis yang diapresiasikan pada jirat, nisan dan gunungan makam
budaya.
6
7
Berdasarkan penelitian diatas jelas ada kesamaan dengan apa yang penulis
akan teliti bentuk dan ragam hias pada nisanmakam-makam di Situs Benteng Lipu
karena sama-sama memiliki keterkaitan yaitu bentuk dan ragam hias. Perbedaanya
adalah dipenelitian Meisar Ashari menjelaskan tentang makna dan fungsi dari
setiap ornamen atau ragam hias yang ada pada makam di kompleks Raja-raja
Bugis.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Lindawati, dkk (2016) dengan judul
bentuk dan motif nisan plak-plieng Kerajaan Lamuri Aceh. Bedasarkan hasil
penelitian yang telah melewati berbagai tahap pengolahan data maka dapat
disimpulkan bahwa batu nisan Plak-plieng terbagi dalam dua jenis yaitu ukuran
Plak-plieng besar dan Plak-plieng kecil dan berdasarkan bentuk dan motifnya,
maka dibagi lagi menjadi dua bagian masing-masing sehingga semua batu nisan
1. Bentuk dari nisan Plak-plieng tipe A yaitu balok berdiri tegak vertikal dengan
ujung kepala nisan berbentuk seperti bawang dan dalam penyebutannya disebut
bentuk atap kuil. Motif yaitu motif bungoeng Seureupeu, bungoeng Awan,
bungoeng puta taloe dua, bungoeng glima, bungoeng Teratai Mekar, dan
bungoeng Gapeuh.
2. Nisan Plak-plieng tipe B memiliki bentuk balok tegak vertikal dengan ujung
kepala nisan berbentuk piramid atau limas segitiga. yaitu bungoeng Seureupeu,
3. Nisan Plak-plieng tipe C berbentuk balok tegak vertikal dengan ujung kepala
bungoeng Awan Sitangkee, bungoeng Puta Taloe Dua dan bungoeng Sagoe.
4. Nisan Plak-plieng tipe D yaitu berbentuk balok berdiri tegak vertikal dengan
ujung kepala nisan berbentuk seperti bawang dan dalam penyebutannya disebut
bentuk atap kuil. motif bungoeng Seureupeu, bungoeng Awan Sitangkee dan
bungoeng Glima.
memberi gambaran mengenai bentuk batu nisan dan motif begitu juga dalam
penelitian penulis memberikan gambaran mengenai bentuk dan ragam hias nisan
perbandingan bentuk dan ragam hias nisan makam Islam pada wilayah pesisir dan
uraian tentang bentuk dan ragam hiasnisan pada kompleks makam wilayah pesisir
dimaksud adalah kajian terhadap bentuk dan ragam hias nisan makam di Sulawesi
kerajaan yang bercorakIslam, berada pada letak geografis di wilayah pesisir dan di
muara-muara sungaibesar, demikian juga Kerajaan Gowa dan Tallo yang telah
besar yang ada di Sulawesi Selatan di abad XVII, sehingga menjadi landasan tolak
kedua kerajaan kembar tersebut di atas, yaitu kompleks Makam Raja-raja Gowa
memberi gambaran mengenai bentuk batu nisan dan motif begitu juga dalam
penelitian penulis memberikan gambaran mengenai bentuk dan ragam hias nisan
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Nazaruddin salah satu alumni
Arkeologi Universitas Halu Oleo (2019) dengan judul Identifikasi nisan pada
kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-bau merupakan salah satu
yang telah dilakukan pada kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-
bau bahwa secara umum terdapat beberapa hasil yang telah teridentifikasi yaitu
Bentuk-bentuk nisan yang terdiri dari beberapa jenis/tipe yaitu, (A) Jenis
nisan bentuk alam (B) Jenis nisan bentuk gada, (C) Jenis nisan bentuk selindrik,
(D) Jenis nisan bentuk pipih. Selain bentuk nisan terdapat pula seni ragam hias
yang teridentifikasi pada kompleks makam Masjid Agung Keraton Buton Bau-bau
yaitu, ragam hias yang menyerupai ukiran sulur-sulur atau bunga-bunga jawa dan
kaligrafi, ragam hias geometris, berbentuk lingkaran, flora, segi tiga, segi empat,
Hal lain yang terdapat pada kompleks makam Masjid Agung Keraton
Buton Bau-bau adalah sisi unik bentuk, nisan dan seni ragam hias. Sisi unik
bentuk nisan yaitu bentuk nisan pipih yang menyerupai bunga-bunga dan
kaligrafi. Bentuk nisan tersebut hanya terdapat satu dalam kompleks makam
Masjid Agung Keraton Buton Baubau. Sisi unik seni ragam hias yaitu seni ragam
hias yang berbentuk phalus, ukiran kaligrafi. Penggunaan seni ragam hias yang
berbentuk phalus dan ukiran kaligrafi hanya terdapat dua nisan yang
menggunakan ragam hias tersebut. Pembuatan ragam hias tersebut dengan cara
penelitian penulis bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs
bentuk dan ragam hias perbedaanya hanya terletak di penaman tipe bentuk nisan.
11
2.2.1 Bentuk
Bentuk ialah satu titik temu antara ruang dan massa. “Bentuk juga
merupakan penjabaran geometris dari bagian semesta bidang yang ditempati oleh
semesta yang ditempati. Bentuk objek juga tidak tergantung pada sifat-sifat
spesifik seperti: warna, isi, dan bahan” (Suwandi, 2005 dalam Lindawati, 2016).
2.2.2.Konsep Makam
setelah mati sebagai suatu yang gelap dan menakutkan diluar jangkauan
Makam yang berasal dari masa Islam memiliki dari orientasi ke selatan
dengan posisi kepala di sisi utara dan kaki di sisi selatan, serta jasad dibaringkan
yang dimana kalau makam islam berorientasi utara selatan dengan kepala bagian
penguburan bagi orang muslim biasanya setelah mayat yang di kubur ditumbuhi
tanah, diatas tanah itu diberi tanda bagi tokoh yang dikuburkan dengan arah utara
selatan, berbentuk segi empat panjang atau yang lebih dikenal dengan nama nisan.
Motif Hias adalah semua bentuk dekorasi yang dipakai untuk menghias
atau memperindah bidang, baik dalam bentuk 2 dimensi berupa gambar hiasan
dan anyaman ukiran, maupun 3 dimensi yang berupa seni bangunan, perabotan
rumah tangga, kerajinan tangan dan lain sebagainya”. Pada dasarnya motif hias
bahwa dalam setiap penggunaan motif pada benda di dunia ini memiliki ciri khas
motif tertentu sesuai dengan tema motif yang dibudidayakan dalam daerah
Dalam dunia Islam, seni hias yang mengambil pola geometri dan
empatatau belah ketupat, jalinan tali atau tambang, hiasan bunga Aceh yang
13
disebut boengong awan si tangke, beragam rosetta dan hiasan pola bunga teratai.
1988). Dikaitkan dengan penelitian ini adalah bagaimana nantinya peneliti melihat
ragam hias yang terdapat pada nisan yang ada di kompleks Benteng Lipu.
2.2.4. Nisan
Batu nisan adalah penanda kuburan untuk petanda dimana posisi kepala
dan kaki mayat. Biasanya dibuat dari batu atau dari kayu dan ditulisi dengan nama
orang yang dikuburkan dan tidak sedikit banyak nisan yang di beri ukiran atau
ukiran-ukiran tertentu.
Nisan kubur sebagai salah satu benda arkeologi merupakan salah satu bagian
dari kegiatan situs keagamaan yang berlaku sejak masuknya pengaruh Islam.
Aspirasi manusia selalu ingin menonjolkan karya ciptanya melalui kesenian. Pada
makam-makam Islam hal ini terlihat jelas dalam ragam hias yang diukirkan
Secara umum nisan dibagi menjadi empat bagian, yaitu kaki, tubuh, bahu, dan
puncak. Bagian kaki nisan dapat berbetuk persegi panjang, segi delapan, atau
bulat sekaligus menyatu dengan tubuh nisan adapun bagian bahu berbentuk datar
atau runcing sedangkan bagian puncaknya ada yang berbentuk segi tiga, segi
empat, atau bulat. begitupun sama dengan nisan-nisan yang terdapat di Situs
Landasan Konseptual
1. Bentuk
2. Konsep Makam
3. Motif Hias
4. Nisan
Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
- Studi Pustaka
- Observasi
- Pendokumentasian
- Wawancara
2. Analisis Data
- Analisis Morfologi
- Analisis Stilistik
Hasil Penelitian:
1. Bentuk Nisan: Bulat, Segi Empat, Segi Enam, Tidak
Beraturan, Limas, Pipih.
2. Ragam Hias Nisan: Geometris, Fauna.
capain tujuan penelitian yang diharapkan. pertama dijelaskan dahulu tentang judul
penelitian, lalu yang kedua Penulis menjelaskan bagaimana bentuk dan ragam hias
pada nisan makam, ketiga untuk memperkuat atau meyakinkan penilis dalam
motif hias dan konsep makam, keempat tahap penelitian yang dilakukan penulis
menggambarkan semua hasil penelitian yang dilakukan. Keenam adalah hasil dari
penelitian yang menjawab tentang bentuk dan ragam hiasa nisan yang ada di Situs
Benteng Lipu.
BAB III
METODE PENELITIAN
mengambarkan secara faktual mengenai konsep penyusun bentuk dan ragam hias
semua data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder untuk
dianalisis lebih lanjut. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
penerapan tiga model analisis ini, diperoleh gambaran mengenai bentuk dan
16
17
kawasan/situs Benteng Lipu, dimana sebelah utara dari desa ini: Kelurahan
Saraea, timur : laut banda, selatan: Desa Linsowu, barat: Kelurahan Lakonea
masyarakat lain.
Data Primer, adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari
objek utamanya. Yang menjadi objek data primer dalam penelitian ini adalah
bentuk dan ragam hias pada nisan makam-makam di Situs Benteng Lipu.
penunjang data dari sumber utama. Data sekunder yang dimaksud adalah berupa
buku-buku, skripsi atau artikel yang pernah ditulis oleh para peneliti yang
yang akan diteliti, baik dari publikasi arkeologis maupun sumber-sumber sejarah
berupa buku, jurnal, laporan penelitian, dan berbagai jenis informasi mengenai
penelitian terdahulu. dari data kepustakaan tersebut dapat dijadikan rujukan dan
18
penunjang penelitian. Selain itu, data kepustakaan dapat juga berupa gambar foto
dan peta.
3.4.2. Observasi
Buton Utara. Pada tahap ini penulis turun langsung dilapangan dalam upaya
pengamatan secara seksama berkenaan dengan objek yang diteliti guna untuk
lebih mengatahui bentuk dan ragam hias pada nisan makam. Hal ini dilakukan
3.4.3. Pendokumentasian
3.4.4. Wawancara
wawancara terbuka (open interview), berupa pertanyaan yang telah disusun dalam
handphone. Adapun informan yang telah ditentukan penulis adalah petua dan
tokoh adat.
yang dimaksud dengan interpretasi, yaitu suatu proses pemberian makna terhadap
data peristiwa atau situasi problematis yang telah ditentukan guna memberikan
dan ragam hiasnya. Secara umum bentuk makam dapat dibagi menjadi beberapa
utara-selatan. Bentuk nisan secara umum dapat dibagi menjadi empat bagian,
yaitu kaki, tubuh, bahu, dan puncak. Bagian kaki dan tubuh nisan dapat berbentuk
persegi panjang, segi delapan, atau bulat. Bagian bahu ada yang berbentuk datar
atau runcing, sedangkan bagian puncaknya ada yang berbentuk segi tiga,
segiempat atau bulat. Pengukuran pada nisan dilakukan terhadap panjang dan
digunkan peneliti untuk menganalisis atau melihat bentuk nisan dan ukuran nisan
hias, baik berupa ragam hias arsitektural maupun dekoratif. Ragam hias pada
makam dapat bermotif flora, fauna, geometris atau kaligrafi. Ragam hias tersebut
terkadang hanya berupa ragam hias dekoratif dan ada pula yang menunjukkan
3.6 Interpretasi
data primer skripsi dan jurnal yang mengangkat nisan maupun data sekunder:
bentuk nisan, ukuran nisan,bahan nisan, serta mengamati ragam hias yang terdapat
di badan nisan . Selanjutnya peneliti menganalisis bentuk dan ragam hias nisan
dimana untuk memjawab pokok permasalahan dalam judul ini yaitu bentuk dan
Pulau Buton bagian utara,serta pulau-pulau kecil yang tersebar disekitar kawasan
lintang 40 06’ Sampai 50 15’ Lintang Selatan, dan dari Barat ke Timur 1220
lintang 40 06’ Sampai 50 15’ Lintan gSelatan, dan dari Barat ke Timur 122059’
Tabel 4.1
Pembagian Daerah Administrasi Kabupaten ButonUtara, 2017
21
22
4.2. Topografi
Pada bagian wilayah utara pulau Buton terdiri dari barisan pegunungan
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian di atas permukaan air laut,
hampir setengah (92.799 ha) atau sebesar 48,26% luas wilayah Kabupaten Buton
Utara berada diketinggian 100-500 meter di atas permukaan air laut, disusul
ketinggian 25-100 meter diatas permukaan air laut seluas 40.694 ha atau sebesar,
permukaan laut adalah seluas 13.100 ha, atau 6,81% dari seluruh luas wilayah
kemiringan, 0-2% atau seluas 57.129 hektar (29,71 persen) kemudian disusul
kemiringan 51-40% seluas 55.309 hektar atau 28,76% dari seluruh wilayah
Kabupaten Buton Utara. Selanjutnya kemiringan lebih dari 40% seluas, 50. 875
hektar atau 26,46% serta kemiringan 2-15% seluas 28.990 hektar atau 15, 08%
4.3. Geologis
Kondisi wilayah Kabupaten Buton Utara ditinjau dari sudut geologis pada
umumnya, di pulau Buton bagian utara memiliki jenis tanah mediteran, rensiana
dan litosol, sedangkan wilayah Kabupaten Buton Utara bagian selatan memiliki
4.4. Iklim
rata antara 25ºC - 28ºC. Seperti halnya daerah lain pada bulan Oktober sampai Juli
angin bertiup dari benua asia dan samudera pasifik mengandung banyak uap air
termasuk Kabupaten Buton Utara. Sedangkan musim kemarau terjadi antara bulan
Agustus dan September, dimana pada bulan ini angin bertiup dari benua Australia
yang sifatnya kering dan sedikit mengandung uap air. Seperti halnya daerah
dengan arah yang tidak menentu, yang mengakibatkan curah hujan yang tidak
Tahun 2007 tanggal 2 Januari 2007 ( Lembaran Negara RI tahun 2007 Nomor 16 )
tentang pemekaran Kabupaten Buton Utara dengan Ibukota Buranga yang terdiri
Barata Muna, Barata Tiworo dan Barata Kaledupa merupakan pintu-pintu pertama
24
Oleh karena itu mereka memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga
keselamatan negara. Mereka juga diberi hak otonom untuk mengatur sendiri
pengaturan yang sudah digariskan oleh pemerintahan pusat yang ada di Bau-Bau.
yang didirikan dan dibangun oleh SARA (Penguasa Kampung). Maka pembagian
dan Kecamatan Kulisusu Utara. Lipu Tinadeakono Sara sampai saat ini masih
masa lalu daerah ini merupakan wilayah barata dari Kesultanan Buton, yang
dimaksud adalah Barata Kulisusu. Istilah Barata ini merujuk pada kerajaan kecil
diatur sendiri terkecuali dalam beberapa hal tertentu tetap menjadi tanggung
nama kulit kerang yang umum dikenal dengan nama “kima”. Kulisusu atau kulit
kerang ini berada persis di pelataran kiri mesjid keraton kulisusu yang sejak dulu
kala telah mempunyai fungsi sakral yaitu menjadi tempat pelantikan Lakina
wilayah Kelurahan Lakonea. Tepat pada tahun 2013 Desa Wasala Bose
Luas wilayah desa ini adalah 3,75 km² dan secara umum keadaan daerahnya
terdiri dari daratan dan keadaan alamnya berbatu-batu, sedangkan dipesisir pantai
Wasala Bose, Kecamatan Kulisusu ini kebanyakan berada dalam kawasan benteng
yang dijadikan pemukiman bagi masyarakat Desa Wasalabose dengan jumlah 107
kawasan benteng ada 13 rumah permanen. Tanah yang berada dalam kawasan
tersebut merupakan tanah adat serta terdapat aturan adat yang melarang
masyarakat untuk membuat rumah permanen atau rumah batu dalam kawasan
rumah permanen yang ada di dalam kawasan benteng tersebut merupakan rumah
Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini, untuk
Kulisusu Utara
Kulisusu Barat
Kulisusu
Lokasi
Bonegunu Penelitian
1 km dari Ibukota Kecamatan Kulisusu. Akses menuju kawasan ini sangat mudah,
letaknya yang berada di tengah kota. Secara astronomi, Benteng Lipu berada pada
titik koordinat 04° 47’ 03.4” LS – 123° 10’ 49.1” BT dengan ketinggian mencapai
sebelah Timur benteng yang berbatasan dengan perkebunan jambu mete, sisi
sebelah Barat langsung berbatasan dengan jalan aspal dan wilayah pemukiman,
sebelah Utara berbatasan dengan perkantoran Buton Utara dan sebelah Selatan
Nama Benteng Lipu berasal dari kata “Lipu” yang berarti pusat
dengan situasi dan kondisi zamannya. Pemukiman ini muncul sebagai jawaban
atas tuntutan dan tantangan masyarakat yang tadinya hidup berpindah-pindah dari
kehidupan mereka.
terintegrasi dalam bentuk organisasi sosial yang terpusat pada suatu ruang atau
tempat yang dianggap strategis. Ini merupakan faktor internal yang merupakan
latar belakang serta motivasi dasar dibangunnya Benteng Lipu. Sejalan dengan hal
tersebut maka pada saat yang bersamaan muncul kebutuhan akan perlunya
Serangan bajak laut dari utara dan timur yang disebut Tobelo merupakan
gangguan dan ancaman stabilitas yang datangnya dari luar sehingga untuk
bahwa ide awal untuk membangun benteng muncul dari La Kodangku yang
tenaga, serta biaya yang cukup besar. Oleh tokoh Gaumalanga menganggap
Kodangku turun ke laut mencari tempat untuk pemasangan sero (toamano bala),
diperkecil dari ukuran yang telah dirancang oleh La Kodangku yang mencakup
dari ee bula di samping barat hingga ee mataoleo di samping timur masuk dalam
Kodangku marah besar dan berwasiat kepada syara bahwa kelak ketika ia wafat
jangan dikebumikan di dalam benteng (La Juma, 19 agustus 2019). Karena itu
dan La Moloku (Tasau Ea) sebagai anggota (Abu Hasan, 1989). Dengan
memperhatikan bahan dan arsisteknya yang terdiri dari batu gunung tanpa
pada ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan laut. Desain benteng terbagi
dalam dua bagian. Bagian pertama merupakan induk benteng yang dibangun pada
merupakan lapisan luar dari benteng induk. Model benteng yang berlapis dua
serangan dari luar terutama dari Tobelo yang datang dari tanjung Goram
zamannya.
tiga pusat pemukiman utama, yaitu Doule, Bangkudu, dan Lemo.Di tiga pusat
pemukiman inilah yang menjadi asal mula orang Kulisusu pertama kemudian
hingga terbentuknya Barata Kulisusu. Selain nama Lipu, belakangan muncul pula
nama Kulisusu dan Ereke. Akhirnya Lipu menjadi nama sebuah pusat
pemerintahan, karena itu ada benteng, sedangkan nama Kulisusu menjadi sebutan
begitu dikenal. Dalam versi Buton kawasan ini disebut-sebut sebagai Pulau Ereke
yang dikenal sejak masa pemerintahan Wa Kaa Kaa (1311-1365), itulah sebabnya
mendominasi dua nama lainnya, Lipu dan Ereke, awal mulanya terkait dengan
penemuan kima susu (kerang siput laut) oleh seseorang yang bernama La Mahari,
Sangia Yi Doule, saat hendak pergi berburu di Lemo ditemani dengan dua ekor
tersebut juga yang menemukan ee bula (air putih) tidak jauh dari temuan kima
susu. Dituturkan bahwa kulit sebelah kanan kerang siput laut tersebut dibawa ke
Ternate oleh La Ode Raja Tomba Mbahalo dan istrinya bernama Wa Ode Katanda
disertai dengan 40 rumah tangga, isinya dibawa ke Tolaki oleh Kapita Haluoleo,
dan kulit sebelah kiri disimpan di tempat semula. Orang Kulisusu menamakan
kerang siput laut tersebut dengan istilah “Kima Susu” atau “Tongki-TongkiSusu”
kata ini muncul istilah Kolencucu, Kolengsusu atau Kolingsusu, lalu berubah
menjadi Kulisusu untuk menyebut nama Barata Kulisusu, Distrik Kulisusu, dan
Kecamatan Kulisusu. Interpretasi lain dapat dijelaskan bahwa kata “kuli”, yang
kemudian melahirkan kata “kulisusu”, boleh jadi berasal dari salah satu bagian
atau belahan (“kulit”) kerang siput laut yang ditemukan oleh Sangia Doule yang
bagian kulit (luar) dengan kata koleng atau kaleng atau kuli. Jadi kata “kuli”
diambil dari kata “kulit”, maksudnya kulit (bagian luar) kerang siput (kima susu)
adalah Istri dari Sultan La Elangi dan ibu dari raja La Ode-Ode.Wa Ode Bilahi
roda pemerintahan dan Wa Ode Bilahi ini seorang yang telah menciptakan tari
memiliki nama asli Saidi Rabba(La Gama), beliau adalah penyiar Islam pada
periode awal berdirinya Kerajaan Kulisusu, Ima Ea mempunyai tugas utama yakni
imam pada setiap pelaksanaan sholat dan sebagai petugas tetap dalam pelaksanaan
4.7.3. Gaumalanga
seorang penyiar Islam yang salah satu tokoh penggagas rencana untuk mendirikan
benteng Lipu dan Gau Malanga mendirikan satu petak benteng Lipu dengan
tujuan untuk dijadikan tempat perlindungan dari serangan yang datang dari luar
4.7.4. La Ode-Ode
adalah Raja pertama Kulisusu (Lakina Kulisusu) merupakan tokoh utama dalam
awal berdirinya Kerajaan Kulisusu. La Ode-Ode adalah anak dari Sultan Buton ke
tiga wilayah kecil di Kulisusu yang sebelumnya telah memiliki pemimpin masing-
Bangkudu, Koro, dan Doule, yang telah ada dan menjadi kerajaan otonom dari
Sebagaimana dijelaskan bapak La Juma bahwa tokoh Raja Jin (La Ode
masyarakat dan Raja Jin (La Ode Gure) gugur dalam perang melawan Tobelo
Seperti yang dijelaskan oleh bapak Kasim bahwa tokohLa Iji dan Wa Epu
adalah orangtua dari Cina Guna yang merupakan perempuan yang ditakuti pada
33
masa Barata Kulisusu karena memiliki kekuatan supranatural namun Cina Guna
terdapat tinggalan arkeologis yaitu nisan-nisan yang ada di situs Benteng Lipu
yang terdapat di Desa Wasala Bose Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara
banyak terdapat bentuk yang berbeda dari setiap nisan tokoh barata kulisusu
dengan nisan masyarakat biasa dan begitu pula dengan ragam hias dari setiap
Nisan berbahan batu dengan bentuk bulatini terletak dalam Benteng Lipu
seolah-olah batu masif yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit
nisan ini menyerupai menhir. Nisan makam ini berada disebelah timur laut Masjid
Kraton Kulisusu tempatnya sedikit lebih rendah dari makam Wa Ode Bilahi.yang
berada dibagian barat laut makan. Lihat pada foto 5.1 di samping.
34
35
Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu dengan bentuk segi empat
dengan orientasi utara-selatan berada dititik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º
10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki batas yang jelas antara kaki, badan, dan
kepala nisan. Adapun ukuran nisan bagian atas, antara lain: Tinggi nisan 107 cm,
kaki nisan berbentuk segi empat dengan ukuran diameter 80 cm semakin besar ke
atas, badan nisan berdiameter 100 cm semakin kecil ke atas dan bagian kepala
Bentuk Nisan bagian bawah berbentuk segi empat dan juga memiliki batas
yang jelas antara kaki badan dan kepala nisan. Tinggi nisan 90 cm, kaki nisan
berbentuk persegi empat dengan diameter 80 semakin kecil ke atas, badan nisan
36
berdiameter 100 cm semakin kecil ke atas dan kepala nisan berdiameter 58 cm.
Makam ini berada satu cungkup dengan makam Raja Jin di sisi utara Benteng
Lipu Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.2 dan 5.3 di bawah ini.
Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu berbentuk bulat yang telah
dicat putih dengan bentuk bulat dan orientasi utara-selatan dengan titik koordinat
04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki batas yang
jelas antara kaki, badan, dan kepala nisan. Adapun ukuran nisan bagian atas,
antara lain: Tinggi nisan 107 cm. Diantara kaki dan badan nisan terdapat dua
pelipit, kaki nisan berbentuk bulat dengan ukuran diameter 58 cm, badan nisan
37
Bentuk nisan bagian bawah berbentuk bulat dan juga memiliki batas yang
jelas antara kaki badan dan kepala nisan. Tinggi nisan 90 cm, terdapat satu pelipit
diantara kaki dan badan nisan. Kaki nisan berbentuk bulat berdiameter 58 cm,
badan nisan berdiameter 67 cm semakin kecil ke atas dan kepala nisan berbentuk
setengah bulat berdiameter 50 cm. Makam ini berada satu cungkup dengan
makam La Ode-ode di sisi utara Benteng Lipu Masjid Keraton Kulisusu. Lihat
Foto 5.4. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.5. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
38
Makam ini memiliki dua nisan berbahan batu dengan bentuk limas dan
orientasi utara-selatan dengan titik koordinat 040 47’ 02,4” LS dan 1230 10’
50,7”BT. Adapun ukuran nisan bagian atas, antara lain: Tinggi nisan 60 cm.
Nisan ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan dan kepala nisan saja
dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah
Bentuk nisan bagian bawah berbentuk limas tinggi nisan 40 cm. Nisan
juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan, dan kepala nisan saja
dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah
bagian kepala nisan berdiameter 100 cm berbentuk limas. Nisan makam ini berada
Foto 5.6. Nisan Bentuk Limas (Atas) Foto 5.7. Nisan Bentuk Limas (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
Nisan Makam dengan bentuk tidak beraturan dan hanya memiliki satu
makam ini berbentuk bulat yang terbelah menjadi dua. Adapun ukuran nisan
antara lain: Tinggi nisan 63 cm, diameter 260 cm. Makam berada 100 m arah
timur laut Makam Sangia La Ihori dan arah barat daya makam La Ode-ode. Lihat
Nisan makam Bunga Eja masih dalam keadaan asli dan memiliki dua
nisan, orientasi makam Utara-Selatan dengan titik koordinat 040 47’ 02,4” LS
dan 1230 10’ 50,7”BT. Nisan atas berbetuk bulat dengan ukuran, antara lain:
Tinggi nisan 60 cm, diameter kepala 77 cm, diameter badan 91 cm, diameter kaki
72 cm.
Nisan pada bagian bawah memiliki berbentuk segi empat dengan tinggi 40
cm semakin kecil ke atas, diameter 58, adapun. Makam ini terletak dalam Benteng
Lipu berada disebelah timur masjid Keraton Kulisusu, makam ini dikelilingi oleh
Foto5. 9. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.10. Nisan Bentuk Segi Empat(Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
lain: Tinggi nisan 35 cm, diameter kepala 32 cm, diameter kaki 50 cm. Nisan ini
tidak memiliki ragam hias. Nisan makam ini berada dikompleks Bunga Eja dan
samping.
42
berbentuk bulat yang menyerupai menhir tidak memiliki ragam hias dengan titik
koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian
atas antara lain: Tinggi nisan 37 cm dan. Nisan ini hanya memiliki batas yang
jelas antara badan dan kepala nisan saja dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam
tiga pelipit dibagian badan nisan dan satu pelipit yang berada dikepala nisan.
43
Nisan juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan dan kepala nisan saja
dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah
berdiameter 38 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu.
Foto 5.12. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.13. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
Nisan makam masyarakat III Kompleks Bunga Eja berbahan batu dengan
bentuk nisan persegi empat dan hanya memiliki satu nisan yang terletak titik
koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan antara
lain: Tinggi nisan 37 cm, diameter 65 cm. Nisan ini tidak memiliki ragam hias.
berbentuk bulat tak beraturan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat
04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara
lain: Tinggi nisan 35 cm, nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah
nisan 40 cm Nisan juga ini hanya memiliki batas yang jelas antara badan, dan
kepala nisan saja dikarenakan kaki nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena
45
nisan berdiameter 38 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton
Foto 5.15. Nisan Bentuk Bulat (Atas) Foto 5.16. Nisan Bentuk Bulat (Bawah)
Sumber: Dok. Hekta Plantikano 2019
ini menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4”
BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto
5.17 di samping.
46
berbentuk tidak beraturan dan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat
04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara
lain: Tinggi nisan 34 cm, kaki nisan berdiameter 40 cm semakin kecil ke atas dan
Bentuk nisan bagian bawah berbentuk tidak beraturan berbahan batu tinggi
nisan 18 cm, nisan sudah tidak dalam kondisi aslinya karena sudah ditambahkan
semen, pada bagian kaki nisan berdiameter nisan 33 cm.Nisan makam berada
disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.18 dan 5.19 di samping.
47
Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai
puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan nisan ini menyerupai menhir dengan
titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Nisan makam berada
disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.20 di samping.
48
berbentuk tidak beraturan dan tidak memiliki ragam hias dengan titik koordinat
04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Adapun ukuran nisan bagian atas antara
lain: Tinggi nisan 45 cm, kaki nisan berdiameter 57 cm semakin kecil ke atas dan
Bentuk nisan bagian bawah berbentuk tidak beraturan berbahan batu tinggi
nisan 12 cm berdiameter nisan 43 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid
Nisan berbahan batuberbentuk segi empat dan segi enam berada dititik
koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4” BT. Bentuk nisan ini memiliki
batas yang jelas antara kaki, badan, dan kepala nisan dan di badan nisan terdapat
ragam hias. Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 34 cm.Diantara kaki
dan badan nisan terdapat satu pelipit dan antara badan dan kepala nisan terdapat
satu pelipit,kaki nisan berbentuk persegi dengan ukuran diameter 88 cm, badan
nisan berbentuk segi empat berdiameter 64 cm dan bagian kepala nisan berbentuk
segi enam berdiameter 58 cm. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton
Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai
kecil ke atas dengan puncak tidak meruncing. Dapat dikatakan nisan ini
menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’ 52,4”
BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto
5.24 di samping.
51
Nisan berbahan batu berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai
kecil ke atas dengan puncak tidak meruncing seperti bentuk patahan. Dapat
dikatakan nisan ini menyerupai menhir dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS
dan 123º 10’ 52,4” BT. Nisan makam berada disisi timur Masjid Keraton
Nisan berbahan batu dengan titik koordinat 04º 46’ 58,7” LS dan 123º 10’
52,4” BT, berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit
nisan ini juga menyerupai menhir. Nisan makam berada disisi timur Masjid
Nisan makam Sangia Laihori, memiliki dua nisan berada dititik 4º 47’
01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT. Nisan berbahan batu ini berbentuk segi empat.
Adapun ukuran nisan bagian atas antara lain: Tinggi nisan 56 cm, diameter kepala
56 cm, diameter bahu 60 cm, diameter badan 63, diameter kaki 45 cm, nisan
bagian atas berbentuk segi empat. Ukuran nisan bagian bawah antara lain: Tinggi
nisan 29 cm, diameter kepala 48 cm, diameter bahu 49 cm, diameter badan 47,
diameter kaki 39 cm, nisan bagian bawah berbentuk segi empat. Nisan makam
berada disisi timur Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.27 dan 5.28 di
samping.
54
47’ 01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT, nisan berbahan batu dengan bentuk nisan
segi enam dan bulat. Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 98 cm,
diameter kaki 66 berbentuk bulat dan terdapat dua pelipit yang menuju badan
nisan yang berdiameter 92 cm dan diameter kepala 59 cm. Nisan ini tidak
memiliki ragam hias. Nisan makam berada satu cungkup dengan makam Sangia
La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid Keraton Kulisusu dan tempatnya tidak
jauh dari pintu utama benteng. Lihat pada foto 5.29 di samping.
55
Nisan makam berada dititik 4º 47’ 01,2” LS dan 123º 10’ 47,7” BT, nisan
berbahan batu dengan bentuk nisan pipih terdapat ukiran yang mengelilingi badan
nisan . Adapun ukuran nisan antara lain: Tinggi nisan 49 cm, diameter kepala 50,
diameter badan dan kaki 82 cm. Nisan makam berada satu cungkup dengan
makam Sangia La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid Keraton Kulisusu.
Nisan makam berbahan batu dengan bentuk segi empat bagian kaki dan
badan nisan tetapi dibagian kepala nisan berbentuk bulat nisan ini juga memiliki
ragam hias. nisan ini dalam kondisi utuh dengan posisi miring. Adapun ukuran
nisan antara lain: Tinggi nisan 50 cm, diameter kepala 39, diameter bahu 50 cm
semakin kecil ke atas, diameter badan dan kaki 57 cm. Nisan makam berada satu
cungkup dengan makam Sangia La Ihori dan berada disisi barat laut Masjid
Nisan ini berada di titik koordinat S 04º 47’ 01,3” LS dan 123º 10’
ketebalan 5 cm. Bagian kaki nisan berbentuk persegi panjang dengan lebar 48 cm.
Di atas alas menuju badan nisan terdapat lekukan cembung. Badan nisan mengecil
pada bagian bahu dengan ukuran lebar 59 cm. diameter bahu 44 cm. kepala nisan
ujung kecil dibagian kepala nisan. Letak nisan makam berada di ketinggian dan
berada disisi barat utara Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada foto 5.32 di
samping.
58
Nisan berbahan batu dengan titik koordinat S 04º 47’ 01,3” LS dan 123º
10’ 58,3”BT, berbentuk bulat yang dijadikan nisan yang meyerupai batu stalakmit
nisan ini juga menyerupai menhir tidak memiliki ragam hias. Letak nisan makam
berada di ketinggian dan berada disisi barat utara Masjid Keraton Kulisusu.Nisan
makam berada di seblah kanan dari nisan La Iji masih dalam satu jirat dan
cungkup yang sama dan berada disisi utara Masjid Keraton Kulisusu. Lihat pada
Tabel 5.1
Bentuk Nisan Pada Makam-makam di Situs Benteng Lipu
Grafik 5.1
Persentasi Bentuk Nisan di Situs Benteng Lipu
14
12
Bulat
10
Segi Empat
8 Segi Enam
6 Pipih
Tidak Beraturan
4
Limas
2
5.1.2. Ragam Hias Yang Ada Pada Nisan Di Situs Benteng Lipu
Ragam hias yang terdapat di nisan La Ode-Ode yang berbentuk segi empat
ini memiliki ragam hias geometrisbentuk tumpal yag menghiasi keempat sisi dari
badan nisan dimana semua ragam hias terdapat pada badan nisan seperti yang
digambar 5.1 di bawah dengan bentuk ukiran menyerupai kubah masjid begitupun
ukiran dibawahnya. Pada nisan atas dan bawah La Ode-Ode memiliki ragam hias
yang sama.
Ragam hias yang terdapat di nisan Raja Jin yang berbentuk bulat ini
memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal yang berjumlah empat ukiran yang
sama disetiap sisi-sisi dari badan nisan. Ragam hias terdapat pada badan nisan
seperti yang digambar 5.2 di bawah dengan bentuk ukiran menyerupai mata panah
dan juga menyerupai kubah masjid. Pada nisan atas dan bawah Raja Jin juga
Ragam hias yang terdapat di nisan Bunga Eja yang berbentuk segi empat
ini memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal yang berjumlah empat
ukiranyang sama disetiap sisi-sisi dari badan nisan. Ragam hias terdapat pada
badan nisan sja seperti yang digambar 5.3 di samping dengan bentuk ukiran
menyerupai kubah masjid dan dikedua sisinya terdapat ukiran yang berbentuk
garis melengkung.
62
empat ini memiliki ragam hias geometris bentuk bulat. Disetiap sisi badan nisan
terdapat ukiran ragam hias yang sama seperti yang terlihat digambar 5.4 di bawah
Ragam hias yang terdapat di nisan Sangia La Ihori yang berbentuk segi
empat memiliki ragam hias geometris bentuk tumpal. ukiran yang berbentuk bulan
sabit yang bersusun tiga seperti yang gambar 5.5 di samping merupakan yang ada
di badan nisan atas, sedangkan ukiran di nisan bawah sepeti yang terlihat
Nisan masyarakat XIV nisan berbentuk segi empat ini berbahan batu yang
berada satu cungkup dengan nisan Sangia La Ihori memiliki ragam hias geometris
dan fauna bentuk kerang dimana pada bagian tengah nisan terdapat ukiran garis-
garis kecil menyerupai jaring dan dibagian kedua sisi nisan terdapat ukiran garis
melengkung dan dibagian atas dari garis-garis kecil ini terdapat ukiran bentuk
tumpal, jika dilihat secara menyeluruh ragam hias ini berbentuk buah nanas yang
Nisan masyarakat XV yang berbentuk segi empat berada juga dicungkup yang
sama dengan nisan Sangia La Ihori terdapat ukiran ragam hias geometris yang
unik dibagian badan nisan terdapat ukiran bulat menyerupai medalion dan ukiran-
64
ukiran yang lainya kemungkinan berfungsi sebagai pengisi bidang seperti gambar
5.8 di bawah.
Tabel 5.3
Hasil Deskripsi Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu
Tabel 5.4
Jumlah Ragam Hias Nisan di Situs Benteng Lipu
5.2. Pembahasan
Situs Benteng Lipu merupakan salah satu situs benteng yang memiliki
tinggalan-tinggalan makam tua yang memiliki bentuk dan ragam hias yang
yang telah dilakukan pada Situs Benteng Lipu bahwa secara umum terdapat
beberapa hasil yang telah teridentifikasi yaitu bentuk nisan dan ragam hias.
Cara penguburan bagi orang muslim biasanya setelah mayat yang di kubur
ditumbuhi tanah, diatas tanah itu diberi tanda bagi tokoh yang dikuburkan dengan
arah utara selatan, berbentuk segi empat panjang atau yang lebih dikenal dengan
dekorasi yang dipakai untuk menghias atau memperindah nisan, biasanya dengan
gambar hiasan atau ukiran. Pada dasarnya motif hias masing-masing diciptakan
jenis-jenis motif, maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap penggunaan motif
pada benda di dunia ini memiliki ciri khas motif tertentu sesuai dengan tema motif
terdapat di Situs Benteng Lipu yakni Bentuk segi empat, bentuk segi enam,
bentuk limas, bentuk bulat, bentuk tidak beraturan, bentuk pipih. Selain dari
bentuk nisan terdapat pula seni ragam hias yang teridentifikasi pada Situs Benteng
Lipu yaitu, ragam hias jenis geometris dan jenis fauna. Jenis geometris
Hal lain yang terdapat pada Situs Benteng Lipu adalah sisi unik bentuk,
nisan dan seni ragam hias. Sisi unik bentuk nisan yaitu bentuk nisan segi enam
yang menyerupai gadah. Bentuk nisan tersebut hanya terdapat satu dalam
Kompleks Situs Benteng Lipu. Sisi unik seni ragam hias yaitu seni ragam hias
yang berbentuk medalion, ukiran kerang laut. Penggunaan seni ragam hias yang
berbentuk medalion dan ukiran fauna hanya terdapat satu nisan yang
menggunakan ragam hias tersebut. Pembuatan ragam hias tersebut dengan cara
penelitian ini menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk bentuk dan ragam hias
pada nisan tidak mendalam atau sampai kepemaknaan seperti penelitian Ashari
2013 mengkaji tentang makna dari setiap bentuk dan ornament makam, atau pada
penelitian Bahrir yang mengkaji tentang perbandingan bentuk dan ragam hias
nisan pesisir dan pedalaman. Penelitian ini hanya sebatas penelitian deskriptif atau
menjelaskan dan mendeskripsikan bentuk dan ragam hias nisan di Situs Benteng
yang ada di situs Benteng Lipumaka akan ditarik kesimpulan. Adapun kesimpulan
1. Bentuk nisan yang terdapat di Situs Benteng Lipu adalah bentuk segi empat,
segi enem, limas, pipih, bulat, dan bentuk tidak beraturan. Ragam hias yang
terdapat di Situs Benteng Lipu adalah bentuk geometris dan bentuk fauna.
2. Bentuk dan ragam hias nisan makam di Situs Benteng Lipu telah menghasilkan
gambaran tentang bentuk dari setiap nisan yang ada yaitu dari segi bentuk,
tidak semua nisan makam mempunyai ragam hias,yang mempunyai ragam hias
6.2 Saran.
Lipu.
67
68
DAFTAR PUSTAKA
Abu hasan, 1989, Peranan Benteng Lipu Sebagai Sejarah dan Budaya
Masyarakat Kulisusu. Skripsi Universitas Haluoleo. Tidak Diterbitkan.
Ambary, Hasan Muarif. 2001. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis
dan Historis Islam Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ambary, Hasan Muarif. (1998).Menemukan Peradaban: Arkeologi Islam Di
Indonesia, Jakarta: Pusliterkenas.
Ashari, Meisar. 2013. Studi Bentuk, Fungsi dan Makna Ornamen Makam Di
Kompleks Raja-raja Bugis. Universitas Muhammadiyah Makasar.
Makassar.
Aswad, Muhamad. 2019. Tinggalan Arkeologis Di Situs Benteng Lipu Di
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara.
Universitas Halu Oleo. Kendari.
Bahrir, Samsir. 2009. Perbandingan Bentuk dan Ragam Hias Nisan Makam
Islam pada Wilayah Pesisir dan Wilayah Pedalaman di Sulawesi
Selatan.Universitas Hasanuddin, Makassar.
BPS Buton Utara. 2017. Badan Pusat Staistik. BPS Kabupaten Buton Utara/BPS-
Statistic Of Buton Utara Regency.
Herkovits, Melville J, 1963. Mand and His Works. The Science of Cultural
Antropology Alfred A. Knopf. New York, Academy ofScience.
Iqbal, Muhammad Johansyah. (2009). Nisan Kompleks Makam Sunan Gunung
Jati Halaman 1,2, dan 3: Hubungannya Degan Status Sosial. Skripsi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Lindawati. dkk. 2016. Dan Motif Nisan Plak-Plieng Kerajaan Lamuri Aceh.
Jurnal Ilmiah Vol. 1, Nomor 1:64. Aceh.
Munandar, Agus Aris. 2009. Peran Penting Pernaskahan dan Benda Khazanah
Keislaman Lainnya dalam Kajian Arkeologi Islam di Indonesia. Jurnal
Lektur Keagamaan Vol. 7,Nomor 1, tahun 2009. Jakarta: Puslitbang Lektur
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat RI.
PEDOMAN WAWANCARA
a. Identitas diri
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Alamat :
b. Pertanyaan Penelitian
Barata
DAFTAR NARASUMBER
1. Nama : Kasim
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Petani
2. Nama : La Juma
Usia : 50 tahun
Pekerjaan : Petani
3. Nama : Nasihii
Usia : 61 tahun
Pekerjaan : Petani
Keterangan