Anda di halaman 1dari 9

MINI RISET

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester


Pada Mata Kuliah SPI

Dosen Pengampu : Dr. Zaini Dahlan M.Pd.I

Disusun Oleh

Fiza Raudhoh
(0301202021)
PAI 8 Semester II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
TA.2021/2022
A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangunan Bersejarah yang bercirikan Islam yang berada di kota
Tanjungbalai adalah Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah. Mesjid ini adalah salah satu
mesjid peninggalan kesultanan Asahan yang masih ada sampai sekarang. Mesjid
ini letaknya di Jln. Mesjid Kota Tanjungbalai provinsi Sumatera Utara. Mesjid ini
didirikan oleh Sultan Ahmadsyah pada tahun 1884. Dulunya mesjid ini dijadikan
sebagai kerajaan dan sekarang dijadikan sebagai cagar budaya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang menjadi peninggalan sejarah yang bercirikan Islam di Kota
Tanjungbalai
2) Siapa pendiri Mesjid kesultanan tersebut ?
3) Dimana letak Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah ?
4) Kapan mulai didirikannya Mesjid ini ?
5) Berapa lama proses pembangunan mesjid tersebut ?
6) Mengapa nama dari Mesjid Raya ini ialah Mesjid Raya Sultan
Ahmadsyah?
7) Bagaimana ciri bangunan tersebut ?

1.3 Tujuan penelitian


1) Penelitian ini dilakukan guna terselesaikannya Tugas Akhir Semester yang
diberikan oleh Bapak dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam yaitu Bapak Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I. Serta,
2) melatih penulis dalam melakukan penelitian (observasi) langsung
kelapangan yang diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai apa
yang diamati.

1.4 Manfaat Penelitian


1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam hal
mengetahui peninggalan sejarah yang bercirikan Islam di daerah/ domisili
masing-masing. Dan,
2) Agar lebih mengenal tempat bersejarah Islam di Kota kelahiran sendiri

B. PEMBAHASAN
Masjid Raya Sultan Ahmadsyah merupakan bangunan bersejarah
bercirikan Islam yang berada di Jalan Mesjid, Kelurahan Indra Sakti, Kecamatan
Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Mesjid ini dibangun oleh Sultan Ahmadsyah yang merupakan Sultan Asahan
kesembilan, dengan luas bangunan 1000 meter persegi dan luas bangunan 1000
meter persegi. Bangunan ini sudah berumur lebih dari satu abad, yang mulai
didirikan pada tahun 1884 dan selesai dibangun pada tahun 1886. Konon masjid
ini paling tua dari masjid-masjid lainnya yang berada di provinsi Sumatera Utara,
yakni Masjid Raya Al-Mahsun yang berdiri sejak tahun 1909 di kota Medan. Dan
Masjid Raya Sulimaniya sejak tahun 1894 di kabupaten Serdang Bedagai
Sultan Ahmadsyah bergelar Marhum Maharaja Indrasakti memerintah
kesultanan asahan mulai tahun 1854-1888. Sultan Ahmadsyah naik tahta
menggantikan ayah nya yaitu Sultan Husein Syah (1813-1854) dari tahun
pembangunan Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah. Pada pemerintahannya, Sultan
Ahmadsyah dikenal dengan seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Dan tak
hanya itu ia juga dikenal sebagai sultan yang tak pernah mau tunduk kepada
Belanda. Ia bahkan sempat diasingkan selama 21 tahun ke Riau.
Tidak dapat diketahui seberapa banyak biaya yang telah dikeluarkan oleh
Sultan Ahmadsyah untuk membangun masjid beserta kompleks istana Asahan ini.
Namun perluasan dan diversifikasi tanaman perkebunan ke daerah Selatan jadi
dasar perbaikan ekonomi Sultan Ahmadsyah dari Asahan. Diperkirakan
pendapatan Sultan Asahan IX pasca pemulihan kekuasaannya dari konsesi tanah
sudah lebih dari cukup untuk membangun kembali Ibukota Kesultanan Negeri
Asahan.
Ciri dari bangunan masjid ini adalah Melayu, yang terlihat dari bentuk
bangunannya yang berbentuk persegi panjang seperti bangunan Melayu
kebanyakan. Pada pinggir atap nya terdapat ciri khas bangunan Melayu yakni
pucuk rebung.Mesjid ini dibangunnya tanpa pilar dibagian dalam masjid yang
bermakna Allah tidak memerlukan penyangga untuk berdiri. Selain itu maknanya
agar Syaf shalat tidak terhalang oleh pilar. Namun bagian teras dari Masjid ini
memiliki banyak sekali pilar penyangga. Bangunan dasar dari masjid ini juga
tidak memakai semen melainkan pakai pasir dan tanah liat serta batu bata. Kubah
masjidnya tidak terletak dibagian tengah tetapi dibagian depan Masjid. Didalam
Masjid terdapat mimbar yang berornamen China. Mimbar ini didatangkan
langsung oleh Sultan dari China. Terdapat bendera berwarna kan hijau. Belakang
mimbar terpancang kokok panji hijau kembar seperti kebanyakan masjid-masjid
kesultanan lainnya. Dibagian depan mimbar terpahat kaligrafi dengan gaya khas
yang amat indah. Yang mana kaligrafinya bertuliskan dua bait syair yang berisi
ajaran tentang rukun khutbah. Jum’at dalam mazhab imam Syafi’i. Dua bait syair
itu kira-kira bermakna rukun khutbah Jum’at menurut imam-imam kita ada 5,
ketahuilah wahai sidang Jum’at yang mulia yaitu membaca pujian, kemudian
sholawat dan berwasiat taqwa yaitu membaca pujian, kemudian sholawat dan
berwasiat taqwa. Lalu membaca ayat, dan doa sebagai penutup khutbah kita.
Selain itu juga ada tangga putar untuk naik ke menara masjid yang terletak tepat
di belakang mimbar.
Bangunan utama Masjid Raya Sultan Ahmadsyah belum pernah
direnovasi. Namun bangunan pendukung banyak diganti atau ditambah, seperti
tempat wudhu yang berbentuk qullah dan dapur masjid diganti dengan pendopo.
Sedangkan gerbang dan menara utamanya dibangun kemudian sehingga masjid
ini memiliki dua menara.
Penampilan Masjid Raya Sultan Ahmadsyah di kota Tanjungbalai jelas
mengisahkan sebuah perjalanan panjang dari sebuah bangunan masjid yang
menjadi saksi bisu sebagian perjalanan sejarah kesultanan Asahan dan Kota
Tanjungbalai khususnya. Masjid ini juga menjadi saksi bisu kerusuhan sosial
dibulan Maret tahun 1946, yang meluluhlantakkan kesultanan-kesultanan di
wilayah Kesultanan Asahan. Di halaman masjid ini terdapat satu makam yang
merupakan pemakaman massal 73 korban tewas dalam kerusuhan sosial tersebut.
Kuburan tersebut ditandai dengan batu prasasti berpahatkan 73 nama-nama
korban penyerbuan dan pembantaian yang terjadi di Asahan pada bulan Maret
1946. Jasad-jasad yang ada dikuburan ini pada mulanya ditemukan dalam bentuk
tulang belulang yang berserakan disungai lendir tahun 2003, yang merupakan
sebuah kampung di Asahan, yang untuk sampai kesana harus menggunakan
perahu atau boat. Mereka yang terbunuh merupakan para petinggi kesultanan
Melayu Asahan beserta cerdik pandai dan masyarakat umum, termasuk dua orang
Mandailing bermarga Siregar dan Nasution. Kuburan 73 korban tersebut letaknya
dibagian depan masjid Raya Sultan Ahmadsyah. Selain kuburan tersebut dibagian
belakang mesjid juga terdapat makam para Sultan Asahan dan kerabatnya serta
kuburan keluarga imam dan nazir masjid. Kuburan tersebut rata-rata dilengkapi
dengan nisan dari batu pualam yang berasal dari Penang, Malaysia. Dengan nisan
berpahatkan nama-nama para mendiang dengan tulisan Arab Melayu gundul yang
indah.
Salah satu sultan Asahan yang dimakamkan di halaman masjid ini adalah
Tengku Muhammad Husain Syah yang lahir pada tanggal 3 Dzulhijjah 1278 dan
wafat pada 25 Sya’ban sanah 1333. Beberapa nisan bahkan bertulisan tahun yang
lebih tua ratusan tahun dari itu. Saat ini pendopo masjid juga terdapat tiga buah
meriam peninggalan Kesultanan Asahan. Sultan Asahan lainnya yang
dimakamkan di halaman masjid ini ialah Sultan Syaibun Abdul Jalil Rahmadsyah,
yang merupakan sultan Asahan terakhir yang wafat pada tahun 1980.
Mesjid Raya Sultan Ahmadsyah mengalami perkembangan sejak tahun
1970 sehingga mengalami perubahan yang menjadikannya sebagai aset
kebudayaan kota Tanjungbalai.
Sebenarnya fungsi didirikannya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ini bukan
hanya semata-mata sebagai tempat ibadah, melainkan juga tempat bagi
pengembangan masyarakat. Didalamnya dilakukan penyusunan strategi,
perencanaan dan aksi didalam kerangka penyebaran Islam ditengah kehidupan
masyarakat. Selain sebagai ibadah keagamaan, masjid ini juga memiliki
kepentingan politis untuk melawan penjajah.

Kisah kerusuhan yang terjadi pada tahun 1946


Kerusuhan ini terjadi sebab ada Revolusi Sumatra Timur / gerakan sosial
oleh rakyat melawan seorang penguasa kesultanan Melayu pada tahun 1946.
Kejadian ini dikarenakan oleh adanya gerakan komunis yang hendak meniadakan
sistem pemerintahan dengan sikap anti feodalisme. Revolusi ini melibatkan massa
sehingga terjadi pembunuhan terhadap keluarga keturunan kesultanan Melayu.
Karena sulit untuk berkomunikasi serta bertransportasi maka proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus langsung dibawakan oleh Bapak Tengku
Muhammad Hasan, Gubernur Sumatera dan Bapak Amir antara saya wakil
Gubernur Sumatera dan diumumkan di lapangan Fukereido / lapangan merdeka.
Pada tanggal 6 Oktober 1945 0asukan AFNEI di pimpin oleh Brigadir Jendral
TED Kelly mendarat di Belawan. Kedatangan tim AFNEI didampingi oleh tim
NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan dan membebaskan
tawanan perang Belanda di Medan. Pada pertengahan abad ke 19 perkebunan
tembakau tumbuh sangat pesat di Kesultanan Deli. Sehingga mengakibatkan
migrasi tenaga kerja perkebunan / kuli yang dibawa untuk dipekerjakan oleh
Belanda . Pada awal abad ke 20, hampir separuh penduduk Sumatera Timur
adalah buruh migran yang jumlahnya di kirim langsung oleh Belanda.
Pecahnya revolusi sosial Sumatera Utara ini tak lepas dari sikap para
Sultan, Raja, dan Kaum Foedal pada umumnya yang tidak begitu antusias dengan
kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang
mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan perkebunan diambil alih oleh
para pekerja. Para bangsawan tidak mendapatkan hak-hak mereka sehingga
mereka memisahkan diri dari partai pro republik .
Sementara itu, kaum pro-Republik mendesak komite Nasional Sumatera
Timur untuk menghapuskan daerah-daerah khusus seperti pemerintahan sendiri
dengan mengganti pemerintahannya menjadi pemerintahan demokrasi rakyat yang
dilandasi semangat perjuangan kemerdekaan. Namun partai pro-republik sendiri
terpecah menjadi dua kubu, yakni kubu moderat yang ingin pendekatan koperatif
demi membujuk aristokrasi, serta kubu radikal yang mendukung persilangan
kekerasan dengan mobilisasi massa buruh perkebunan.
Di Tanjungbalai Asahan, tepatnya tanggal 3 Maret 1946 sejak pagi ribuan
orang berkumpul . Mereka mendengar bahwa Belanda akan datang ke
Tanjungbalai. Namun masyarakat berpikiran untuk mengepung keraton Sultan
Asahan. Untuk pertama kalinya gerakan masa dihadang oleh TRI, namun karena
jumlahnya sedikit massa berhasil dalam menyerbu Istana Sultan. Keesokan
harinya semua bangsawan pria Melayu di Timur Laut ditangkap dan dibunuh.
Hanya dalam beberapa hari 140 orang ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
Itu termasuk pada kepala suku, pendidik Belanda, dan beberapa bangsawan kelas
Tengku. Di Tanjungbalai dan di Tanjung Pasir hampir semua kelas bangsawan
dibunuh. Sementara itu, di Simalungun, Macan Liar membunuh Raja
Pane. Gerakan ini juga memakan korban yang terjadi di Tanah Karo. Di wilayah
kesultanan luhur, Deli, Serdang, dan Langkat Persatuan Perjuangan
memenangkan pertandingan. Serdang yang memiliki sejarah anti Belanda ini tidak
banyak dibenci masyarakat dan juga diamankan karena markas TRI di
Perbaungan. Sementara keraton Sultan Deli diamankan karena poros benteng
pertahanan tentara sekutu di Ajang, sedangkan keraton Langkat juga terlalu kuat
untuk diserbu.
Kerusuhan sosial berlanjut pada 8 Maret. Sultan Bilah dan Sultan Langkat
ditangkap dan dibunuh. Berita paling ironis adalah pemerkosaan dua putri Sultan
Langkat, pada malam keruntuhan keraton, 9 Maret 1946 dan eksekusi penyair
terkemuka Tengku Amir Hamzah. Meskipun pemerkosa ditangkap dan dibunuh,
revolusi telah berjalan jauh. Sementara keraton Sultan Deli diamankan karena
poros benteng pertahanan tentara sekutu di Ajang, sedangkan keraton Langkat
juga terlalu kuat untuk diserbu. Gerakan tersebut dengan cepat menyebar ke
seluruh pelosok Sumatera Timur oleh para aktivis PKI, PNI dan Pesindo. Lusinan
orang yang berkomunikasi dengan pemerintahan sendiri ditahan dan dipenjarakan
oleh tentara yang berafiliasi dengan Volksfront .
Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa
pengawalnya. Istri mereka juga ditangkap dan ditahan di sel isolasi.Pada tanggal 5
Maret, Wakil Gubernur Bpk. Amir mengumumkan bahwa gerakan itu adalah
"Revolusi Sosial". Keterlibatan aktivis Partai Komunis dalam revolusi sosial di
Sumatera Timur memberikan kontribusi besar; Apalagi pada tanggal 6 Maret
1946, Wakil Gubernur Dr. Amir resmi mengangkat M. Joenoes Nasoetion yang
juga Ketua PKI Sumatera Timur untuk Residen Sumatera Timur. Untuk
meminimalisir korban Revolusi Sosial, Residen Sumatera Timur M. Joenoes
Nasution untuk sementara bekerja sama dengan BP.KNI dan Volksfront , dan
Bpk. Luat Siregar diangkat menjadi Peacemaker (Pasifikator) untuk seluruh
wilayah Sumatera Timur dengan kewenangan yang seluas-luasnya.

C. PENUTUP
Kesimpulan
Bangunan bersejarah yang bercirikan Islam di daerah Kota Tanjungbalai
ialah Mesjid peninggalan Kesultanan Asahan, yaitu Masjid Raya Sultan
Ahmadsyah yang ada di jalan masjid kota Tanjungbalai Kelurahan Indra Sakti
Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Sumatera Utara.
Masjid ini meninggalkan sejarah yang cukup mengerikan karena keluarga
kesultanan Asahan meninggal dan yang menjadi saksi bisunya ialah masjid ini,
banyak korban jiwa yang tewas akibat kerusuhan sosial yang terjadi pada bulan
Maret tahun 1946. Sehingga masjid ini terdapat makam tempat bersemayamnya
raja-raja kesultanan dan 73 korban tragedi 1946 itu. Makam raja-raja di bagian
belakang masjid, sementara makam 73 korban di depan masjid raya tersebut.
Masjid ini bercirikan Melayu, bangunan dan ornamen-ornamen yang
bercirikan Melayu pada umumnya, seperti pucuk rebung. Banyak keunikan yang
terdapat pada Masjid ini, yakni tidak adanya pilar penyangga pada bagian dalam
masjid itu memiliki arti bahwa Allah tidak butuh penyangga untuk berdiri , tetapi
berbeda dengan bagian teras masjid yang banyak sekali pilar penyangganya.
Keunikan lainnya ialah bangunan ini tidak dibangun dengan semen melainkan
pasir, tanah liat serta batu bata.
fungsi didirikannya Masjid Raya Sultan Ahmadsyah ini bukan hanya
semata-mata sebagai tempat ibadah, melainkan juga tempat bagi pengembangan
masyarakat. Didalamnya dilakukan penyusunan strategi, perencanaan dan aksi
didalam kerangka penyebaran Islam ditengah kehidupan masyarakat. Selain
sebagai ibadah keagamaan, masjid ini juga memiliki kepentingan politis untuk
melawan penjajah.

Saran
Dengan selesainya Mini riset ini dikerjakan diharapkan dapat menambah
wawasan kita bersama tentang sejarah-sejarah yang ada didaerah asal kita atau
bahkan sejarah-sejarah yang lebih luas lagi. Jika terdapat kesalahan dalam
penyusunan penulis mohon maaf . Bila ada masukan dan saran yang membangun
untuk kemajuan kerja saya ini diperkenankan. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai