Anda di halaman 1dari 125

HISTORIOGRAFI

ISLAM DUNIA
KELAS A
2019

ii
DAFTAR NAMA KELOMPOK

No. Nama NIM


Siti Nur Rafidah A72218078
1. Muhyi Saiful Ihsan A92218111
Thesar Reza Pahlevi A92218129
Muhammad Alwi Hassan A92218117
2. Nur Wasi’a A92218121
Rifky Nur Fauzi A92218124
Mar’atus Sholikha A92218055
Nur Auliya Shoffa A92218120
3.
Muhammad Nasir A92218114
Taqiyuddin Jamilus Shiyam A92218128
Ablly Riwanto A02218003
Melda Dwi Pangestu A92218056
4.
Siti Choirun Nisaq A92218126
Achmad Umar Zein A02218005
Firman Aldi Setyawan A02218015
Ardin Gempar Mudinar A72218043
5.
Rizkita Putri Sa’diyah A72218072
Siti Khumairotul Lutfiyah A92218127
May Zunanda Rayvaldo A92218108
Aldatus Nafiroh A72218039
6.
Ali Imran A92218039
Mohammad Firdiansyah Afandi A92218111
Mohammad Andharu Gunawan A02218027
7. Alfrida Fajar Qotrunada A72218040
Naufal Tito Fajrian A92218119
Lilla Kartika Afifah A72218052
8. Ahmad Robith Al Hanan A92218085
Muhammad Izzuddin Fadlu Ilmi A92218112
Sierly Ulya Maulida A02218034
9. Nur Awaliyah Rohmatun Nikmah A72218069
Zakiyatul Khusna A92218132

iii
Ainur Fatimatuzzuhriyah A72218038
10. Anggun Rosaliah A72218042
Bella Ayu Saputri A92218094
Silmi Aufi Nawawi A72218076
11. Atsna Zakiyah A92218093
Erny Mulyati W A72218046
Hikmah Nurul Islami A72218050
12. Rizki Indah Safitri A72218071
Adelia Fikriyah R A92218082

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang yang telah memberikan nikmat, taufik, inayah, serta hidayah-Nya
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas ini berjudul “Historiografi
Islam Dunia” dengan tepat waktu.
Buku ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Historiografi
Islam Dunia yang telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerja keras
dan bantuan dari berbagai pihak. Kami juga mengucapkan terima kasih
terhadap Bapak Abdur Rahman, M. Hum, selaku dosen pengampu kami
dalam pembelajaran Historiografi Islam.
Meski demikian, kami menyadari bahwa masih banyak sekali
kekurangan dan kekeliruan di dalam penulisan buku ini, baik dari segi tanda
baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan
saran yang positif yang dapat membangun dari pembaca sekalian.
Dengan demikian yang bisa kami sampaikan, semoga buku ini dapat
menambah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat yang nyata untuk
pembaca.

Surabaya, 01 Desember 2019

v
DAFTAR ISI

DAFTAR NAMA KELOMPOK ................................................................. iii


KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vi
BAB I : Pengantar Historiografi Islam Dunia ......................................... 1
BAB II : Memahami Hakikat, Dimensi dan Prinsip Epistemologi Ilmu
Pengetahuan ............................................................................ 10
BAB III : Epistimologi Ilmu Sejarah, Prinsip Logika Kebenaran Ilmiah
Dan Historiografi Islam Dunia ................................................ 22
BAB IV : Historiografi Islam Pada Masa Klasik .................................... 30
BAB V : Historiografi Islam Pada Masa Abad Pertengahan.................. 41
BAB VI : Perkembangan Historiografi Masa Pra Islam dan Modern ...... 59
BAB VII : Sejarah Sebagai Isi, Pendekatan, Model, Kebenaran Dan
Kausalitas Dalam Historiografi ............................................... 71
BAB IX : Aliran-aliram Historiografi Islam Masa Awal ........................ 80
BAB X : Pendekatan Dan Metodologi Historiografi Islam .................... 86
BAB XI : Pandangan Sejarawan Barat (Orientalisme)Terhadap Dunia
Islam........................................................................................ 92
BAB XII : Historiografi Islam Nusantara ................................................ 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 116

vi
BAB I
Pengantar Historiografi Islam Dunia

A. Pengertian Historiografi

Menurut bahasa, Historiografi berasal dari bahasa sanskerta yang


terdiri dari dua kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang
berarti penulisan. Sedangkan Menurut Istilah, Historiografi adalah
penulisan sejarah yang didahului oleh penelitian (Analisis) terhadap
peristiwa-peristiwa dimasa lampau. Historiografi merupakan tahapan
terakhir dalam sebuah metodologi penelitian sejarah, setelah melalui
tahapan heuristik, kritik, verifikasi, dan interpretasi yang dilakukan oleh
seorang sejarawan sehingga menghasilkan sebuah karya sejarah berupa
buku, film, diorama dan sebagainnya. 1

Tujuan Historiografi yaitu :

1. Menjelaskan akar-akar historiografi Islam sebagai bagian dari


analisis jejak-jejak penulisan atau rekontruksi sejarah Islam dan
memaknai identitas kesadaran sejarah keislaman masa lalu untuk
penghayatan umat pada masa depan.
2. Sehingga perkembangan sejarah umat Islam senantiasa tersusun
dalam kerangka kejujuran, orisinalitas, autentitas, objektivitas, dan
sejalan dengan asas logika realitas (periatiwa-fakta-faktualitas-
konten).
3. Menguraikan secara kritis perbedaan ciri-corak-struktur yang
menjadi dasar orientasi bibliografi dan historiografi Islam sesuai
dengan jiwa zamannya.2

1
Sjamsuddin dan Ismaun, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: B3PTKSM, 1996), 10.
2
Ibid, 13.

1
B. Fungsi Historiografi
1. Fungsi Genetis
Fungsi Genetis untuk mengungkapkan bagaimana asal usul dari
sebuah peristiwa. Fungsi ini terlihat pada sejumlah penulisan sejarah
seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, dan Prasasti Kutai.
2. Fungsi Didaktis
Fungsi Didaktis merupakan fungsi yang mendidik artinya dalam
karya-karya sejarah banyak memuatpelajaran, hikmah dan suri teladan
yang penting bagi para pembacanya.
3. Fungsi Pragmatis
Fungsi yang berkaitan dengan upaya untuk melegitimasi suatu
kekuasaan agar terlihat kuat dan berwibawa.

C. Ruang Lingkup Historiografi

Historiografi membahas tentang penulisan sejarah dalam konteks


yang praktis, mempelajari bagaimana manusia menuliskan sejarahnya
dari periode tertentu. Selain itu, historiografi juga menelaah seputar
bagaimana suatu karya itu bisa ditulis serta sebab-sebab yang
melatarbelakangi penulisan tersebut.3

D. Jenis-Jenis Historiografi
1. Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional merupakan ekspresi kultural dari
usaha untuk merekam sejarah. Dalam historiografi tradisional
terjalinlah dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif
dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan sebagai
uraian peristiwa pada masa lampau, seperti tercermin dalam babad
atau hikayat. Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya
ialah sejarah Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad
Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura, dan
masih banyak lagi.

3 Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), 6.

2
Ciri-ciri Historiografi Tradisional :
a. Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja
atau keluarga raja (keluarga istana), maka sering juga
disebut istana sentris atau keluarga sentris atau dinasti
sentris.
b. Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan
hanyalah kehidupan kaum bangsawan feodal, tidak ada
sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut tidak memuat
riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi
sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
c. Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan
dan hal-hal yang gaib.
d. Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi
tradisional banyak dipengaruhi daerah asal cerita,
misalnya cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa di
daerah tersebut dan lain-lain.4
2. Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial sering di sebut sebagai Eropa Sentris,
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial
merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan
Belanda atas Bangsa Indonesia. Penulisan tersebut dilakukan oleh
orang-orang Belanda dan banyak di antara penulisnya yang tidak
pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang dipergunakan berasal
dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia).5

Ciri-ciri Historiografi Kolonial :


a. Menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberi
tekanan pada aspek politis, ekonomis, dan institusional.
b. Berisi perlawanan terhadap pemerintah kolonial yang di
lakukan oleh pahlawan nasional.
c. Menonjolkan semangat nasionalisme para tokoh pergerakan
Nasional.

4 Sjamsuddin dan Ismaun, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: B3PTKSM, 1996), 14.
5
Ibid., 16.

3
3. Historiografi Modern
Historiografi modern ini tercipta karena adanya tuntutan teknik
untuk mendapatkan berbagai fakta sejarah. Fakta sejarah ini diperoleh
dengan cara menetapkan metode penelitian, menggunakan ilmu-ilmu
bantu, terdapatnya teknik pengarsipan dan rekonstruksi melalui
sejarah secara lisan.

Ciri-ciri Historiografi Modern:


a. Bersifat Metodologis, sejarawan diharuskan menggunakan
kaidah kaidah ilmiah.
b. Bersifat kritik historis, yang mana dalam penelitian sejarah
menggunakan pendekatan multidimensional.
c. Suatu kritis terhadap historiografi nasional, lahir sebagai
kritis atas historiografi nasional yang beranggapan memiliki
kecenderungan menghilangkan unsur asing dalam proses
pembentukan ke Indonesia.
d. Munculnya peran peran-rakyat kecil.
E. Urgensi Mempelajari Historiografi Islam

Historiografi Islam dimaksudkan untuk menguatkan dan menjaga


autentisitas, orisinalitas dan kualitas sumber-sumber rujukan ajaran islam.
Sejarah perkembangan penulisan sejara peradaban Islam telah turut andil
memberikan dasar bagi konstruksi bangunan paradigma ilmu-ilmu social
dan humaniora (ilmu al’umran), yakni ilmu yang merekontruksi penulisan
sejarah perjalanan aktifitas kehidupan manusia yang penuh dengan
keunikan, pengalaman, keanekaragama. Ini dimaksudkan untuk
memaknainya kembali sesuai dinamika sosial minat dan sudut pandang
yang berbeda, sistematis, teoretis, dan tepat objektif.

F. Sejarah Perkembangan Historiografi Islam

Pada masa awal, para sejarawan islam pada umumnya membuat


karya sejarah hanya sebagai bahan perenungan. Karya sejarah pada waktu
itu lebih mengisahkan tentang kisah kisah umat terdahulu, kisah
penciptaan bumi, dan kisah nabi nabi terdahulu. Kemunculan
Historiografi pada waktu itu dipelopori oleh para Muhadditsun. Pada

4
masa itu, muncul kesadaran dan kepedulian mereka terhadap kemurnian
dan kelestarian misi historis nabi Muhammad yang mendorong mereka
untuk memulai sebuah kajian studi Hadits. Melalui hadits ini pula
memberikan banyak bahan untuk penulisan sejarah kehidupan Nabi
dalam bentuk Maghazi dan sirah yang selanjutnya diikuti dengan
pengumpulan orang orang yang terlibat dalam transmisi hadits. Maghazi,
Sirah dan Asma Al Rijal adalah bentuk historiografi paling awal dalam
sejarah islam dan dunia.
Ilmu historiografi di dataran Arab sendiri semakin lama semakin
maju. Yang pada mulanya masih berkaitan dengan metode penulisan
hadits, perlahan lahan mulai lepas dan mengembangkan ke lingkup yang
lebih luas lagi. Pada sekitar abad ke 9 M, ilmu historiografi mulai
berkembang pesat. Sumber sumber sejarah pada waktu itu mencakup 4
hal yakni Sirah, Akhbar, Dokumen dokumen resmi, karya karya
terjemahan, kesaksian kesaksian dan sumber lisan. Banyak para ulama
dan fuqaha tertarik dan terdorong untuk mengkaji dan menulis ilmu
sejarah.
Puncak dari perkembangan historiografi islam pada masa
kesultanan Mamluk. Kesultanan Mamluk tampaknya melanjutkan tradisi
penulisan sejarah universal. Historiografi ini bergerak ke lebih luas lagi
dengan menambahkan beberapa aspek yakni sosial dan politik.

G. Periodisasi Historiografi Islam


1. Masa permulaan (al-ayyam, silsilah, al-nasab, ghozwah, futuh,
hijrah/rihlah, memori hagiografi, biografi, al-Diwan).
2. Masa kerajaan-kerajaan besar (Ummayah, Abbasyiah, dan Turki
Utsmani .
3. Modern/historiografi ilmiah (histori/historiografi sainfik; al-
Mas’udi, al-Biruni, dan Ibn Khaldun).
4. Historiografi modern-ilmiah yang universal dan multidimensional
(al-Jabari, al-Tontowi Jauhari, Muhammad Rasyid Ridlo,
Mohammad Abduh, Mohammad Iqbal, al-Mahdudi, dan Isma’il
Raji al-Faruqi).

5
H. Filosofi dan konsepsi historiografi riwayat dan dirayat.

1. Metode historiografi dengan Riwayat adalah metode yang


menghubungkan suatu informasi sejarah (Riwayat) dengan sumber-
sumbernya yang menurut ukuran sekarang dapat dipandang telah
memenuhi secara ideal dalam penelitian historis dan ilmiah.
2. Metode histiografi dengan Dirayat adalah metode sejarah yang
menaruh perhatian terhadap pengetahuan secara langsung dari satu
segi dan interprestasi rasional dari segi lainnya.6

I. Historiografi Islam Aliran Yaman, Madinah, dan Irak.


1. Aliran Yaman
Yaman adalah sebuah negeri yang terletak di bagian Jazirah
Arab, karena itu sering juga disebut sebagai Arab Selatan. Riwayat-
riwayat tentang Yaman kebanyakan dalam bentuk hikayat (al-
qashash, cerita) sebagaimana al-ayyam dikalangan Arab Utara yang
isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan.

2. Aliran Madinah
Aliran Madinah yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam,
yang banyak memperhatikan al- Maghazi (perang-perang yang
dipimpin langsung oleh Rasulullah saw) dan biografi Nabi (al-Sirah
al-Nabawiyah).

3. Aliran Irak
Sejarah Aliran Irak, seperti disebutkan Badri Yatim, Aliran
ini menurut sejarawan lebih luas cakupan kajiannya dibandingkan
dua aliran sebelumnya. Hal itu karena aliran ini di samping
memperhatikan arus sejarah sebelum islam juga memperhatikan
masa islam dan sangat memperhatikan sejarah kekhalifahan. Pada
masa ini pula, sejarah mulai melepaskan diri dari cerita-cerita mitos
seperti aliran Yaman dan melepaskan diri dari pengaruh ilmu hadist
seperti aliran Madinah. Sehingga, menurut mayoritas sejarawan,

6
Fajriudin, Historiografi Islam : Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah dalam Islam,
(Jakarta : Prenadamedia Group, 2018), 88-90.

6
aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan pertama sejarah
sebagai ilmu mandiri.

J. Macam Macam Karya Historiografi


1. Hikayat
Hikayat berasal dari Bahasa Arab, khaka, yahki, hikayatan,
yang mempunyai arti kisah, cerita, atau sejarah. Hikayat merupakan
salah satu bentuk historiografi tradisional Indonesia (Melayu) yang
sangat sulit diterka kapan mulai muncul di ranah sastra melayu. 7
Contoh hikayat yang sangat terkenal adalah hikayat Hang Tuah.
Hikayat ini sangat popular di dataran Melayu. Hikayat ini
menceritakan tentangn kesetiaan Hang Tuah pada Sri Sultan. Selain
hikayat Hang Tuah, ada juga hikayat Amir Hamzah, hikayat Raja
Raja Pasai, hikayat Bayan Budiman dan masih banyak lagi.

2. Babad
Babad merupakan kitab sastra dalam bentuk prosa yang
isinya menceritakan riwayat raja raja, kisah raja raja dan lain lain.
Babad tergolong dalam historiografi tradisional. Contoh dari babad
antara lain ada babad Tanah Jawa, babad Blambangan, babad
Pamekasan, dan masih banyak lagi. 8
3. Serat
Serat adalah suatu karya sastra yang berisi tentang ajaran
luhur dengan tujuan mencapai kebaikan.Contoh dari serat ada
banyak yaitu serat calonarang, serat yusuf, serat wedhatama dan
4. Manaqib
Menurut bahasa kata manaqib itu berasal dari bahasa Arab.
Manaqib adalah bentuk jamak dari mufrod manqobah, yang di
antara artinya adalah cerita kebaikan amal dan akhlak perangai
terpuji seseorang. Manaqib yaitu biografi atau riwayat hidupnya.9

7
Ibid., 233-234.
8
Ibid., 230.
9
Ibid., 236

7
5. Bibliografi
Daftar pustaka yang mencakup isi dan deskripsi sebuah buku,
hal tersebut meliputi judul, pengarang, edisi, cetakan, kota penerbit,
nama penerbit, tahun terbit, dan jumlah halaman.
6. Ratib
Ratib yaitu kumpulan dzikir, sholawat, dan doa yang disusun
oleh seseorang tokoh ulama’ dan dijadikan amalan dengan
membacanya. Ada juga yang mengatakan bahwa Ratib adalah
kumpulan dzikir yang lebih ringkas daripada wirid.
Diantara contoh Ratib yang popular di Asia Tenggara ialah:
a. Ratib Al Hadad oleh Al-Imam Abdullah Al Hadad
b. Ratib Al Attas oleh Al –Imam Umar bin Abd Ar-Rahman Al-
Attas.

K. Historiografi Timur Tengah


Di dataran timur tengah, banyak juga berbagai sumber sumber
literatur masa lalu. sumber sumber itu sering disebut dengan nama Tarikh.
Menurut As Sakhawi, kata Tarikh sendiri secara etimologis berarti al-
‘ilam wa tahqiq bi al waqf yang artinya informasi tentang waktu. 10
Menurut Rosenthal, kata Tarikh sendiri yang secara perlahan lahan baru
mulai digunakan pada masa sesudah Nabi Muhammad Saw. wafat, baru
mencapai makna “sejarah” sekitar abad ketiga Hijriyah.
Ibnu Khaldun juga mendefinisikan Tarikh adalah ilmu yang
objeknya materiil (fi zahirihi) adalah masa lalu, tentang peradaban,
kemajuan, dan kemunduran peradaban. Sedangkan menurut formilnya (fii
bathinihii) adalah ilmu mencoba menelaah secara mendalam struktur dan
pola pola peristiwa sosial (ta’lil wa tahqiq li al-ka’inat... wa ‘ilm bi
kaifiyaat al-waqa’i).
Hakikat sejarah adalah informasi tentang masyarakat, tentang
peradaban manusia dan faktor faktor kebiadaban dan keberadaban
hegemoni tentang golongan satu atas golongan lain; tentang kerajaan dan

10
Mahmud al-Khuwayri, Manhaj Al-Bahts fi al-Thariq (Kairo: Al Maktab al-Misri, 2001), 8.

8
wilayah: tentang pekerjaan manusia dan tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi mereka.11
Tujuan penulisan sejarah dapat berbeda beda sesuai dengan
kepentingan penulisnya masing masing. Bila merujuk literatur
historiografi islam, tujuan penulisan sejarah sesungguhnya dapat dilihat
dari tema tema yang diangkat dalam literatur tarikh. Sebab, menurut
peneliti, tema tema itu secara tidak langsung membawa pesan bagi
sejarawan yang menuliskannya. Menurut Fred Donner, ada empat tema
utama dalam literatur tarikh islam awal. Empat tema itu adalah phrophecy
(kenabian atau nubuwwah), community (umat atau ummah), hegemony
(dominasi atau kekuasaan) dan leadership (kepemimpinan).12
Timur tengah menjadi salah satu peradaban yang memiliki
peradaban sejarah yang panjang juga memliki ciri khas tersendiri dalam
kepenulisan sejarah. Banyak buku terkenal dari penulis dan ilmuwan
muslim yang berusaha membedah sejarah dan kepenulisan peradaban
islam. Salah satu contoh karya yang terkenal adalah karya Ibn Khalikan
yang berjudul Wafayat Al-‘Ayat. Buku ini berisi tentang manusrip
manuskrip yang menjadi salah satu sumber penting bagi berbagai
ilmuwan dan penulis untuk menulis sejarah peradaban islam. Selain
beliau, banyak juga penulis sejarah peradaban islam dan timur tengah baik
di kalangan orientalis maupun dari umat muslim sendiri. Antara lain ada
Jurji Zaidan yang menulis Tarikh Tamaddun al-islami, Bernard Luis dan
P.M.Holt yang menulis “Historians of The Middle East”, Nizar Ahmad
Faruqi menulis “Early Muslim Histography”, dan Franz Rosenthal
menulis “A History of Muslim Historiography”.

11
Ibn Khaldun , The Muqaddimah: An Introduce to History, Terjemahan Franz Rsenthal,
(Princeton : Princeton University Press, 1989), 38.
12
Fred M. Donner, Narrative of Islamic Origins: The Beginnings of Islamic Historical Writing ,
(Princetton,NJ: The Darwin PressInc, 1998), 147-202.

9
BAB II
Memahami Hakikat, Dimensi dan Prinsip Epistemologi Ilmu
Pengetahuan

A. Hakikat Ilmu Pengetahuan


Pengetahuan disusun dan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip,
sumber, dan teori-teori yang sistematis, lazim dinamakan dengan dimensi
pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan ilimiah berobjek
fenomena alam dan semua isinya. Namun ia tidak mempertayakan di
mana dan bagaimana tuhan dan kaitan manusia, alam dan perbuatan tuhan.
Sebab pertanyaan logis-filosofis ini bukan semestinya ditanyakan pada
pengetahuan ilmiah kealaman. Karena itu, harus da pengetahuan lain guna
menampung pertanyaan filosofis semacam itu dan mampu menjawabnya
secara tuntas dan benar, hal ini, memerlukan suatu wadah dan struktur
pengetahuan tersendiri untuk menjelaskan secara tuntas, inilah
pengetahuan ilmiah kewahyuan.
Wacana dalam pengetahuan memungkinkan pengetahuan secara
otomatis terbagi ke dalam lima dimensi cakupan bahasa, yaitu (1)
pengetahuan tentang misteri-misteri metafisis (mistik); (2) pengetahuan
ilmiah kealaman (sains dan teknologi); (3) pengetahuan ilmiah filsafat; (4)
pengetahuan biasa (awam); (5) pengetahuan ilmiah kewahyuan (langsung
bersumber dari Tuhan dan kitab suci Tuhan, seperti pengetahuan religius
dan ke-tuhanan). Pengetahuan mistik, bersifat rasa khayali dan tidak
rasional. Pengetahuan mistik bersifat budaya dan bersumber pada
perilaku empirik kehidupan sosial manusia sebagai makhluk mistis.
Pengetahuan ini, tidak terpahami oleh pengetahuan ilmiah kealaman yang
rasional, namun terpahami oleh pengetahuan ilmiah kewahyuan. 13
Pengetahuan ilmiah kealaman, sejak semula hingga sekarang telah
banyak menjelaskan, dan telah mencapai puncak-puncak dalam perannya
membentuk peradaban modern sekarang. Pengetahuan ini dinamakan
juga dengan pengetahuan sains, dan dibagi menjadi tiga kelompok: yaitu
(1) ilmu-ilmu kealaman (natural siences); (2) ilmu-ilmu kemasyarakatan
(social saince); dan (3) ilmu-ilmu kemanusiaan (human science).

13
Fajriudin, Historiografi Islam: Konsepsi dan Asas Epistimologi Islam Sejarah dalam Islam,
(Jakarta: Paramedia Group, 2018), 19.

10
Pengetahuan ilmiah kewahyuan atau pengetahuan agama adalah
pengetahuan yang langsung bersumber dari informasi Tuhan melalui
wahyu-Nya mengenai keseluruhan objek-objek pengetahuan.
Pengetahuan ini, berusaha menangkap dan mengikuti kaidah-kaidah
prinsipel apa dan bagaimana cara Tuhan menjelaskan keseluruhan objek-
objek pengetahuan itu. Pengetahuan ini, mempertanyakan fenomena alam,
manusia, dan semuanya dalam batas pandang dimensi ke-tuhanan.
Karenanya, ia sarat dengan substansi nilai, seperti kewajiban manusia, di
mana-bagaimana-kewajiban Tuhan, kehidupan yang baik, kehidupan
surga, siksa dunia, siksa neraka, alam akhirat, dan di mana-bagaimana
makhluk-makhluk ciptaan Tuhan selain manusia. Pengetahuan ilmiah
kewahyuan menyediakan prinsip-prinsip dan teori-teori (dalil) untuk
mengatasi semua pertanyaan nalar ilmiah di luar objek kealaman. Dengan
begitu, pengetahuan ilmiah kewahyuan, menganggap pengetahuan ilmiah
kealaman-akar peradaban modern-sebagai pengetahuan yang sekuler,
yang menjauhkan dimensi nilai dalam berbagai bentuknya. 14
Menurut Mullah Sadra, hakikat pengetahuan adalah Pengetahuan
bukanlah pengurangan, seperti abstraksi dari materi, juga bukan
hubungan, tapi suatu “wujud”. Ia bukan sembarang wujud, tetapi wujud
aktual, bukan potensial. Bahkan ia bukan hanya sekedar wujud aktual,
tapi wujud murni yang tidak tercampur dengan nonwujud. Semakin
meningkat kebebasannya dari nonwujud, intensitasnya sebagai
pengetahuan pun semakin meningkat (wujud murni ini adalah jiwa
absolut sebagai intelek intuitif atau jiwa, dan Sadra menganalogikan
ketunggalan Tuhan dan wujud tunggal adalah segala sesuatu, dan darinya,
muncul segala sesuatu). Materi pertama, yang merupakan
ketakterhinggan dan potensi murni, bergerak semakin sangat jauh dari
memiliki status pengetahuan. Ia menjadi terbatas dengan menerima
bentuk badan. Badan itu sendiri tidak dapat menjadi pengetahuan. Karena
ia bukan wujud murni, anggota-anggota badan (nalar indra-indrawi) yang
semakin menjadi eksklusif, tidak pernah hadir satu sama lain dan, karena
itu, badan tidak pernah mencapai satu kesatuan kebenaran yang
sebenarnya yang manjadi prasyarat bagi wujud dan pengetahuan yang
benar (khayali, nisbi). Tak satu pun anggota badan yang diimajinasikan
sebagai abadi dapat dipredikatkan pada anggota-anggota tersebut, dan

14 Ibid., 20.

11
badan sebagai suatu keseluruhan, tidak dapat mencapai wujudnya melalui
keabadian (kontinuitas) bagian-bagian ini, dan kesempurnaannya terletak
pada peningkatannya dalam keabadian. Bagaimana, yang
kesempurnaannya (kamal) mengandung ketiadaan wujudnya (non-being,
zawal) dapat menjadi dirinya sendiri (yakni sebagai entitas yang berdiri
sendiri) dan sesuatu tidak akan dapat menjadi dirinya sendiri, tidak
mencapai, atau memiliki dirinya, dan jika sesuatu tidak dapat memiliki
dirinya sendiri, bagaimana ia dapat dimiliki oleh sesuatu yang lain.
“pencapaian dan pemilikan” (al-nays wa al-idrak), merupakan esensi
pengetahuan.
Jadi, pengetahuan adalah “wujud murni”, “bebas dari materi”.
Wujud semacam ini, adalah jiwa, ketika ia telah berkembang menjadi
intelek perolehan.15
Pengetahuan ilmiah kealaman dan kewahyuan merupakan dua
model dan corak konstruksi dan aksiomatika kesadaran tahu (paradigma
tahu), masing-masing memang menyediakan berbagai kerangka
epistemologi yang terintegrasi, semacam prosedur dan kaidah cara meraih
kebenaran-kebenaran pengetahuan. Kedua model paradigmatik ini, akan
menjadi ajang pembahasan panjang yang sangat prestisius.
Untuk itu, definisi pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan jadi
sangat penting untuk memandu setiap pembahasan. Definisi dan batasan
pengetahuan ilmiah paling tidak ada tiga, yaitu: Pertama, pengetahuan
adalah “...keseluruhan aktivitas manusia yang rasional dan kognitif
dengan berbagai metode (aneka prosedur dan tata langkah), sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis (mengenai objek
gejala-gejala alam, kemasyarakatan, dan perorangan) untuk tujuan
memperoleh pemahaman, mencapai kebenaran, memberikan penjelasan,
dan melakukan penetapan. Dan ilmu pengetahuan merupakan dimensi
pranata sosial, suatu kekuatan (Supremasi atau culture force), dan sebuah
permainan yang terencana (game).”16
Kedua, pengetahuan adalah “keseluruhan aktivitas manusia yang
bersifat rasional dan irasional, kognitif dan inspiratif, yang diperoleh
lewat cerapan indrawi dan mata hati, dengan diolah berbagai metode yang

15 Ibid., 21.
16
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1991), 130-131.

12
dapat menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis (mengenai
perbuatan Tuhan, gejala dn fenomena makhluk dan alam, hak dan
kewajiban manusia, kehidupan sosial dan perorangan) untuk tujuan
mencapai keterangan, memberikan penjelasan, meraih kebenaran sejati,
dan merealisasikan hasilnya sesuai dengan hukum-hukum perbuatan
tuhan dalam menciptakan alam dan manusia. Dan pengetahuan
merupakan kekuatan sosial yang bertujuan mengabdi pada supremasi
Tuhan untuk memanfaatkan,kemaslahatan, keseimbangan dan
kesempurnaan, dan ibadah” 17
Ketiga, sebenarnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia dapat disimpulkan
dari kemampuannya untuk berpikir (‘aql atau akal/al-idrakh al-basyari),
berkehendak (al-iradah wa al-ruh), dan merasa (intuisi/al-qalb). Manusia
sebagai subject matter ilmu pengetahuan, dengan akal-pikirannya
mendapatkan ilmu pengetahuan; dengan kehendaknya
membentuk/mengarahkan perangai dan perilakunya, dan dengan
perasaannya manusia dapat merasakan dan menghayati ketentraman dan
kesenangan sejati. Potensi-potensi ini dirumuskan oleh logika-logika
filosofis (al-insan hayawan al-natiq) sebagai instrumen tabiat yang
melengkapi kesempurnaannya. Jadi, logika adalah sarana potensial
analitik untuk mempertahankan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dalam berbagai bentuknya; sedangkan sarana-sarana untuk memelihara
serta meningkatkan pola perilaku dan mutu seninya, masing-masing
disebut dengan etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi secara
logika, maka manusia merupakan makhluk berpikir secara tepat dengan
berpedoman pada kebenaran epistemologi dan asas-asasnya. Karena itu,
pengetahuan adalah kesan-kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan daya indranya dan mata hatinya dengan cara-cara yang
dibenarkan oleh keduanya, yang berbeda dengan kepercayaan takhayul
(beliefs superstition), dan kumpulan penerangan keliru (mis-
informations).18
Pengetahuan menurut Abdi Hakim Nasoetion, dalam makna
aslinya sama dengan ilmu atau ilmu pengetahuan. Pendefinisian ini

17 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Terj. Ahmad Thaha, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2000), 521.
18
Fajriudin, op,cit., 22.

13
kelihatan berlebihan. Jika kamu dibatasi sebagai Maha Kumpulan
Pengetahuan yang dikuasai Tuhan, maka ilum pengetahuan dapat di pakai
untuk menunjukkan sebagaian dari lilmu itu yang diperoleh manusia
melalui akal dan adaya nalarnya. Beda ilmu ilmu pengetahuan dari limu
selain keterbatasannya ialah juga bahwa ilmu pengetahuan itu tlah
disusun dari butir-butir pengetahuan yang ditemukan secara sistem,
sedangkan ilmu Tuhan tidak perlu disusun bersistem karena Yang
Memilikinya Mahatahu dan dapat memancing setiap butir pengetahuan
dari Mahakhazanah Pengetahuan itu dalam sekejap saja (kun fayakun).
Tidak demikian halnya dengan kumpulan pengetahuan yang akhirnya
dikuasai oleh manusia. Tanpa usaha menata butir-butir pengetahuan itu,
menjadi suatu bentuk penjelasan yang bersistem-kemudian dinamakan
pula dengan sains-manusia tidak akan dapat menemukan butir
pengetahuan yang ingin digunakannya dalam kehidupannya yang singkat.
Dan manusia tidak akan dapat mengajarkan butir-butir pengetahuan itu
seluruhnya kepada angkatan berikutnya. Atas logika paradigma tersebut,
Andi Hakim Nasoetion mendefinisikan pengetahuan adalah kumpulan
hal-hal yang diketahui manusia melalui penggunaan akalnya, dan
kemudian disusun menjadi suatu bentuk yang berpola. Setelah berbagai
butir pengetahuan dikumpulkan dalam betuk yang teratur, kumpulan itu
disebut ilmu aqliah atau ilmu falsafiyyah, yaitu ilmu yang diperoleh
dengan meggunakan akal dan kecendikiawan. Ilmu inilah pula yang
dinamakan sains dan di sebut juga dengan ilmu pengetahuan. 19
Berdasarkan defininsi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
esensi pengetahuan ilmiah berpokok pada prinsip-prinsip berikut :
1. Hakikat Ilmu Pengetahuan adalah bukan hanya semata-mata
untuk mencari kebenaran secara ilmiah semata, melainkan untuk
mencari tanda-tanda, kebijakan, dan rahmah (kesempurnaan)
2. Semua kejadian dan peristiwa dalam alam semesta seisinya
merupakan amanah (yang memiliki makna relevan dengan iman
dan aman) serta tanggung jawab yang dibebankan kepada
manusia, oleh penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Mencipta.
Manusia berkewajiban, menjaga dan mengabdi kepada-Nya,

19
Ibid., 23.

14
memanfaatkan sesuai dengan prinsip-prinsip amanah ini, untuk
kesempurnaan dan kelestarian demi kelangsungannya.
3. Pengetahuan ilmiah harus digunakan, dan dalam penggunaan ini
di satu sisi pengetahuan (ilmiah kealaman) itu bebas nilai (value
free), namun disisi lain pengetahuan (ilmiah kewahyuan)
menekankan semua aktivitas manusia harus dikaitkan dengan
nilai / value yang berarti ibadah dalam berbagai seginya.
Dengan demikian, terdapat dua kerangka paradigma
difinitif pengetahuan manusia umumnya, yaitu: pertama, suatu
definisi pengetahuan ilmiah yang berasas dimensi paradigma
ketuhanan; dan kedua, suatu definisi pengetahuan yang berasas
dimensi paradigma kealaman semata. Kedua asas paradigmatik ini
akan memberikan implikasi dalam proses-proses konklusi
pemikiran dan ukuran-ukuran kebenarannya, baik dalam taraf
ontologi, epistemologi, maupun aksiologi. Sebab, masing-masing
memiliki prinsip-prinsip tersendiri, terutama dalam: (a) ukuran
kebenaran; (b) realitas kebenaran; (c) misi-visi; dan (d) orientasinya.
Inilah, serangkaian pokok konsepsi pembahasan dalam lembaran-
lembaran buku ini selanjutnya.

B. Dimensi Ilmu Pengetahuan

Manusia adalah makhluk yang sempurna, keseluruhan


nalarnya adalah “sistem perilaku yang dengannya manusia
memperoleh penguasaan terhadap cara-cara menggenalisasi setiap
identitas dan eksistensi fenomenon (ayat-ayat Allah), serta pola
berintegrasi dengan diri dan lingkungannya.” Dimensi Ilmu
Pengetahuan mengacu pada sejumlah persoalan ilmiah, menyangkut:
watak yang mendasari ilmu, fungsi ilmu, sifat atau ciri perluasan
yang dapat ditambahkan pada suatu bidang ilmu berdasarkan pada
perspektif dan pertimbangan ilmiah. Namun demikian, ilmu yang
sesungguhnya adalah sebagai aktivitas kreatif dan penelitian nalar-
nalar objektif manusia, dan merupakan rumusan-rumusan
metodologi dan metodis guna menafsirkan fenomena dan gejala
realitas objek pengetahuan. Pembahasan ilmu difokuskan pada

15
sudut pandang salah satu dimensinya, sebagai suatu analisis dari
sudut tinjauan khusus yang bercorak eksternal (suatu tinjauan
perspektif dalam satuan-satuan analisis).
Setidaknya dapat dikatakan bahwa pengetahuan disebut
pengetahuan ilmiah (ilmu pengetahuan), manakala diletakkan pada
dua dimensi, yaitu: dimensi struktural dan dimensi fenomenal.
Dalam dimensi struktural, ilmu pengetahuan menelaah objek
sasaran untuk diteliti dan selalu dipertanyakan tanpa kenal henti
dengan menggunakan suatu sistem dan cara mempertanyakan
berdasarkan asas-asas dan proses-proses pengenalan, pengamatan,
penelitian, dan sejenisnya.
Adapun dalam dimensi fenomenal, ilmu pengetahuan itu
dilakukan oleh subjek dan pelaku (ilmuwan) dengan mematuhi
kaidah-kaidah ilmiah: yaitu universalisme, komunalisme, skeptisme
yang terarah dan teratur sebagai suatu proses dinamis dan kreatif
yang terus-menerus, hingga menghasilkan produk pengetahuan
(susunan pengetahuan yang sistematis), dan proses ini pun bersifat
terbuka, tidak menganggap tata pikir yang dianut dan dihasilkan
paling benar dan paling bermanfaat dengan berefek positif lebih
besar dari efek negatif, dan tidak mengancam masa depan
manusia.20
The Liang Gie membagi dimensi ilmu, sebagai berikut:
1. Cabang Ilmu
a. Dimensi ekonomik
b. Dimensi linguistik
c. Dimensi matematik
d. Dimensi politik
e. Dimensi psikologis
f. Dimensi sosiologis
2. Pengetahuan reflektif-abstrak
a. Dimensi filsafat
b. Dimensi logis

20 Ibid., 24.

16
3. Aspek realitas
a. Dimensi kebudayaan
b. Dimensi sejarah
c. Dimensi kemanusiaan
d. Dimensi rekreasi
e. Dimensi sistem
f. Dimensi lainnya (kewahyuan)
Pengetahuan ilmiah dalam pandangan penulis, dapat
dikategorikan dalam dua dimensi, sebagai berikut:

Dua
dimensi
Aspek logis-
ilmu Aspek refleksi-
Cabang realitas
(pengetah abstraktif
pengetahuan
uan
ilmiah)
Ilmu Fenomena Filosofi Kebudayaan
pengetahua teologi (Kapitalisme, (seni wayang,
n (dimensi) Ekonomi Feodalisme, seni pop, rock,
kealaman Sosiologi Materialisme) jaipongan, lukis)
bersifat Linguistik Logika (biaya Sejarah
fenomena Politik produksi, laba-rugi, (pahlawan, dan
nyata-riil- Psikologis bahasa pragmatis, pemberontakan)
empiris Teknologi dll) Kemanusiaan
Teknologisasi Teori-teori (korupsi,
Sejarah dan (ekonomi pasar, asosial, dll)
kebudayaan kerakyatan, Rekreasi dan
HAM ekonomi pancasila, hiburan
Pariwisata psikologi hedonis Sistem perilaku
Industrialisasi dan ateistik) (kejiwaan)
Hukum-hukum Industrialisasi
sosial
(nasionalisme,
konflik, perang,

17
perdamaian,
teknologi tinggi dan
tepat guna, dll)
Ilmu Teologi Tauhid/Ushuluddin Siksa dunia-
pengetahua Ekonomi Kasab untuk akhirat
n (dimensi) Sosiologi sandang-pangan- Bunga-riba
kewahyuan Linguistik papan Perilaku baik-
bersifat Siyasah/politik Fikih ibadah, buruk
generialis- Psikologi wanita, niaga dan Sikap pada
inspiratif Kealaman (ayat- fikih siyasah betul-salah
dan ayat kauniah) Kalam dan Dalil-dalil kitab
informatif Sejarah dan perbuatan Tuhan suci tentang
sosial Perilaku sosial dan berbagai tema
Kemanusiaan kesejahteraan sosial masalah (rotasi
(jihad, ibadah, Dan lain-lain tata surya,
dan kejadian alam,
konsekuensinya kelestarian alam,
) dinamika
perubahan sosial
dan iklim
geografis)
Urgensi hati dan
mata hati (sabar,
tawakkal, iman,
dan kafir)
Urgensi amaliah
diri (sopan
santun, ucapan
baik, tingkah
laku dan
perangai)
Zakat dan
sedekah
Pengamalan dan
amaliah ibadah

18
(ukuran khusuk
dan waswas,
ikhlas, dan
ikhsan.

C. Prinsip Epistemologi
Principium berarti awal, permulaan, atau asal sumber,
darinya sesuatu dilahirkan, dihasilkan. Jika dipertentangan dengan
prinsip-prinsip eksistensi, ungkapan prinsip-prinsip pengetahuan
manusia (menurut Ariestoteles, apa yang pertama dalam tatanan
eksistensisering hanya di deduksikan dalam bidang pengetahuan
manusia). Maka, yang disebut prinsip-prinsip Pengetahuan adalah
isi-isi pengetahuan pertama (al-ashlu), langsung, aksioma-aksioma
dasar (postulat-postulat). Prinsip epistemologi, yang sangat pokok,
merupakan titik tolak penalaran induktif dan deduktif atas suatu
fenomena yang empiris maupun metafisis. Dalam arti lebih sempit,
prinsip-prinsip terbatas pada proposisi universal langsung atau
hampir langsung yang melahirkan aksioma-aksioma. Aksioma
adalah konsepsi dasar sementara yang mengafirmasi setiap
fenomena dan wacana, di mana kecenderungan sesuatu itu
diungkapkan oleh subjek individu menjadi pernyataan-pernyataan
hipotesis. Dan afirmasi itu bersifat relatif dan jauh dari kepastian
mutlak.
Prinsip pengetahuan juga berarti kaidah atau asas
pengetahuan. Kaidah pengetahuan adalah hukum panduan yang
memandu pengetahuan ilmiah, yaitu proposisi yang
mengungkapkan sifat-sifat fenomena dan keajekannya, atau
mengungkapkan ketertiban hubungan relasional yang berlaku untuk
berbagai fenomena yang sejenis. Ia merupakan suatu pernyataan
yang tepat tentang ubungan antara fakta-fakta yang berulang kali
telah dikuatkan melalui pemyelidikan ilmiah dan diterima sebagai
kebenaran relasional yang bersifat prediktif dan universal. Universal
di sini artinya bahwa hubungan yang dinyatakan itu dianggap selalu
terjadi secara relasional dalam kondisi-kondisi tertentu. Adapun

19
prediktif berarti bahwa jika konsisi-kondisi tertentu terdapat
hubungan (relasi), maka dapat diprediksikan kondisi itu akan
menimbulkan terjadinya suatu peristiwa tertentu selanjutnya. 21
Adapun asas pengetahuan atau prinsip pengetahuan adalah
sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan
fakta-fakta yang telah diamati; biasanya, dalam ilmu sosial diartikan
sebagai proposisi yang dapat secukupnya diterapkan pada
serangkaian peristiwa untuk menjadi suatu pedoman dalam
melakukan tindakan-tindakan. Asas ilmiah adalah seperti
pernyataan bahwa berdasarkan peredaran pengamatan astronomis
terhadap planet angkasa pengamatan, maka dinyatakan bahwa
semakin dekat suatu planet dengan matahari, makin pendek masa
putarannya.22
Aksioma-aksioma ilmu berkaitan dengan sumber keshahihan
prinsip-prinsip dasar perspektif pengetahuan. Artinya, aksioma
senantiasa mempertanyakan kesahihan tentang asal-usul
pengetahuan ilmiah. Empirisme mencoba memahami proposisi
universal sebagai generalisasi dari pengalaman partikular yang
dicapai secara induktif maupun deduktif sebagai bagian dari proses
nalar analitik. Tetapi keniscayaan dan universalitas induksi maupun
deduksi tak berasal dari proposisi-proposisi semacam itu dan tidak
dapat dipastikan kebenarannya dengan pasti (dhonni). Prinsip-
prinsip dasar aksiomatik hanya dihasilkan berdasarkan kesepakatan
antar-relasi analitik dari proses rekonstruksi keberadaan objek ynag
dimaknai yang dipastikan kurang shahih. Pandangan konvensional
ini merupakan pandangan dan pemahaman bahwa prinsip-prinsip
dasar aksiomatik, tanpa bantuan insight (pemahaman), merupakan
postulat-postulat asumsi belaka, dan isi hanya dapat diterima dalam
kadar hipotetik yang lemah dan keniscayaan praktis semata atau
dipertanyakan kesahihannya.
Dalam Muqaddimah disebutkan bahwa Epistemologi sebagai
dasar kaidah metodologi ilmu pengetahuan bermuara pada prinsip
dan konsepsi filosofik yang menegaskan kebradaan makna dalam

21
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1991), 144-145.
22
Ibid., 144.

20
setiap fakta yang dibangun atas logika dan orientasi yang
konsisten/istikamah pada asas “kejujuran, autentisitas, orisinalitas,
validasi, dan realitas”.

21
BAB III
Epistimologi Ilmu Sejarah, Prinsip Logika Kebenaran Ilmiah
Dan Historiografi Islam Dunia

A. Epistimologi Ilmu Sejarah


1) Pengamatan / Nadloriyah (nyata, real, empiris).
2) Penglihatan/ Observasi/ roa-yaro (auntentik, factual, actual,
objektif)
3) Perenungan/ kritik mendalam/ analisis mendalam/ fikr (jelas,
simplifikasi, teliti, logis, klasifikatif, generalis, haqqulyaqin,
dansistematik).
4) Asas kejujuran dan kemaslahatan (objektivitas, kearifan,
hikmah, danreabilitas).
5) Konsisten/ istiqamah/ komitmen tentang peristiwa
kemanusiaan (benar, baik, manfaat, urgendanrepresentatif).
6) Anti manipulasi sumber dan penyimpangan makna (kufr,
khayal, khona, dlonna, fasaddannifaq).23

Dalam berbagai literatur terdapat berbagai pendapat tentang


pengetahuan. Pengetahuan yang disusun dan dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip, sumber, danteori-teori yang sistematis, lazim
dinamakan dengan dimensi pengetahuan ilmiah atau ilmu
pengetahuan. Pengetahuan ilmiah berobjek fenomena alam dan
semua isinya. Namun ia tidak mempertanyakan dimana dan
bagaimana tuhan dan kaitan manusia, alam dan perbuatan tuhan.
Wacana dalam pengetahuan memungkinkan pengetahuan
secara otomatis terbagi kedalam lima dimensi cakupan bahasa,
yaitu:

(1) Pengetahuan tentang misteri-misteri metafisis (mistik)


(2) Pengetahuan ilmiah kealaman (sains dan teknologi)
(3) Pengetahuan ilmiah filsafat
(4) Pengetahuan biasa (awam)

23
Fajriudin, Historiografi Islam, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), 9.

22
(5) Pengetahuan ilmiah kewahyuan (langsung bersumber dari
tuhan dan kitab suci tuhan, seperti pengetahuan religious dan
ketuhanan). 24Pengetahuan mistik, bersifat rasa khayali dan
tidak rasional. Pengetahuan mistik bersifat budaya dan
bersumber pada perilaku empirik kehidupan sosial manusia
sebagai makhluk mistis. Pengetahuan ini, tidak terpahami
oleh pengetahuan ilmiah kealaman yang rasional, namun
terpahami oleh pengetahuan ilmiah kewahyuan (Ahmad
Tafsir, 1997; BetrandRussel, 1998).

Kita harus mendefinisikan kembali masalah yang senantiasa


berulang-ulang dan berperan penting dalam wacana filosofis dalam
berbagai bahasan tentang filsafat ilmu, termasuk ilmu sejarah. Sejak
permulaan, ilmu dikembangkan bukan hanya untuk mengatalogkan
dan mendeskripsikan dunia alam nyata yang kasat mata, melainkan
juga untuk memastikan cara kerja dan menemukan konsep dan teori
cara kerja alam dengan bantuan teori-teori yang padat dan
terorganisasi dalam ayat-ayat Allah SWT. Ilmuan harus
mempertimbangkan ulang, bukan hanya mempelajari tumpukan
fakta-fakta empiris yang menunggu ditemukan manusia; tetapi ia
pun juga harus mengkaji kembali cara-cara manusia menserap dan
menafsirkan fakta-fakta itu ketika memasukkannya kedalam teori
dan analisis, terutama menyangkut ide-ide kesahihan teoretis yang
digunakan dan generalisasi yang dihasilkan dan bagaimana
pemrosesan data empiris itu dan nilai-nilai religiositas dan
metafisis yang mendasarinya dalam mengeneralisasi kebenaran-
kebenaran atasnya.
Proses konseptualisasi ilmu pengetahuan menurut Jerome
Rovertz, berkaitan erat dengan beberapa hal. yaitu:

1) unsur-unsur usaha ilmiah, yang meliputi prosedur-prosedur


empiris atau tentang kenyataan (ontologi), penafsiran
teoretis, struktur-struktur formal, perkembangan dinamis

24
Ibid., 19.

23
konseptualisasi ilmu yang dinamis atau proses konfirmasi
kebenaran (epistimologi);
2) Gerakan-gerakan pemikiran dalam proses-proses ilmu;
penemuan, pengesahan, pembenaran, dan pemberlakuan dan
penggunaan (aksiologi) (Jerome R. Rovertz, 1982:127-
175).25

B. Pengertian Kebenaran Ilmiah

Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata: apakah kebenaran itu?


Lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley
menjawab: “kebenaran itu adalah kenyataan” tetapi bukanlah kenyataan
itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja
berbentuk ketidakbenaran atau keburukan.Jadi ada dua pengertian
kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak,
dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan atau
ketidakbenaran.Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa
persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut
kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang
diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.Dalam
kamus dijelakan ilmiah berasal dari kata ilmu artinya pengetahuan.
Namun,dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan dibedakan.
Pengetahuan bukan ilmu,tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan.
Sedangkan yang dimaksudilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan
atas terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut teori yang
menunjang dan sesuai dengan bukti.Jadi yang dimaksud dengan
kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh secara mendalam
berdasarkan penelitian dan penalaran logika ilmiah.

Teori-Teori Kebenaran
Teori-teori yang terkelompokkan mengenai kebenaran ilmiah :
1. Teori Kebenaran koresponden

25
Ibid., 29.

24
Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi
paling diterima secaraluas oleh kelompok realis. Menurut teori ini,
kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif (fidelity to
objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan
(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu,serta
berusaha untuk melukiskannya,karena Kebenaran mempunyai
hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaanyang kita lakukan
tentang sesuatu. (Titus,1987:237)
Teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi
(berhubungan)dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan
tersebut (susiasumantri,1990:57).Jadi secara sederhana, teori
kebenaran korespondensi adalah kesesuaianantara pernyataan dengan
kenyataan. Sesuatu pernyataan dikatakan benarapabila ada bukti
empiris yang mendukungnya.Contoh : Jakarta adalah ibukota negara
RI, Orang Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa.

2. Teori Kebenaran Koherensi

Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila


pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar
jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain
yang telah diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.Dapat
dikatakan juga teori ini adalah keruntutan pernyataan. Pernyataan-
pernyataan dikatakan benar apabila ada keruntutan didalamnya,
artinya pernyataan satu tidak bertentangan secara logika dengan
pernyataan yang lain.

3. Teori Kebenaran Pragmatis

Menurut teori ini sesuatu pernyataan atau pemikiran dikatakan


benar apabila dapat mendapatkan manfaat atau kegunaan pada banyak
orang. Jadi tidak cukup bila suatu pernyataan dilihat secara
korespondensi atau koherensi. Hal yang lebih penting adalah apakah
pernyataan itu dapat dilaksanakan, ditindaklanjuti dalam perbuatan

25
yang bermanfaat. Apabila sesuatu itu bermanfaat bagi manusia berarti
sesuatu itu benar. Apabila suatu ide yang brilian dapat dilaksanakan
secara operasional barulah ide tersebut benar.

4. Teori Kebenaran Sintaksis

Teori Kebenaran Sintaksis adalah suatu teori yang mengatakan


bahwasuatu pernyataan dikatakan benar atau memiliki nilai benar jika
sesuai dengan sintaksis atau susunan kaidah gramatika (tata bahasa)
yang baku. Teori ini berkembang di kalangan para filsuf analisa
bahasa yang salah satu tokohnyaa dalah Friederich Schleiermarcher
(1768-1834) yang menyatakan adanya duamomen yang saling
berkaitan dalam menyatakan adanya unsur kebenaran dalam suatu
pernyataan, yaitu momen tata bahasa/gramatika dan momen kejiwaan.

5. Teori Kebenaran Semantis

Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki


nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Jadi, memiliki arti
maksudnya menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga memiliki
arti yang bersifat definitif

6. Teori Kebenaran Non-Deskripsi

Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme.


Jadi,menurut teori ini suatu statemen atau pernyataan itu akan
mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung) peran dan fungsi
pernyataan itu (mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan
sehari-hari). Tim Dosen FilsafatUGM (200:143) menyatakan bahwa
pengetahuan dalam teori Kebenaran Non-deskripsi akan memiliki
nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis
dalam kehidupan sehari-hari.

26
7. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan

Tim Dosen Filsafat UGM (2003:143) menguraikan bahwa


teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical-Superfluity Theory
of Truth) ini dikembangkan oleh para penganut paham Filsafat
Positivistik yang diawal ioleh Ayer. Lebih Lanjut Tim Dosen Filsafat
UGM (2003:140) mengutip pendapat Gallagher (1984) yang
menyatakan bahwa pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa
problem kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal
ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa
“pernyataan” yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat
logic yang sama, yang masing-masing saling melingkupinya.Menurut
teori ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan
bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan,karena
pada dasarnya apa- pernyataan-yang hendak dibuktikan kebenarannya
memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya.

Proses-proses berpikir ilmiah

Sains dan Ilmu Sains dan Ilmu Pengetahuan


Pengetahuan Modern Bernuansa Tauhid

Ilmiah Kontemporer Ilmiah dalam Islam


1) Empiris-meta-empiris
1. Empiris
2) Rasional instutif
2. Rasional
3) Objektif partisipatif
3. Objektif imparsial
4) Absolutisme mengungkapkan
4. Relatifisme moral
kemampuan spiritual
berpijak pada
5) Eksplisitmengungapkan
referensi
kemampuan spiritual
5. Agnostik terhadap
6) Aksioma: diturunkan dari
hakikat spiritualitas
ajaran agama
6. Aksioma:
7) Pendekatan holistik integral
sembarang
dalam pendekatan hikmah
spekulatif
kemanusiaan seutuhnya untuk

27
7. Pendekatan parsial menjadi dasar asasi
menurut disiplin, pengembangan berbagai
baru kemudian disiplin ilmu
dihubungkan 8) Kesadaran mempunyai
menjadi satu komponen spiritual
8. Kesadaran sebagai 9) Kreativitas sebagai bimbingan
derivat semata-mata ilahiah melalui iman, takwa,
dari pengalaman dan tauhid yang memancar
empiris dalam bentuk cinta dan iman.

C. Historiografi islam dunia

Penulisan sejarah atau historiografi di dunia islam diklaim


merupakan salah satu peninggalan ilmu terpenting dalam islam.
Padaabadke 2H, historiografi islam pada hakikatnya historiografi arab
lalu berkembang dalam bahasa lainnya seperti Persia, urdu (turki), melayu.
Historiografi islam menelaah secara kritis dan objektif “sejarah
perkembangan penulisan” peristiwa yang terjadi pada umat islam. Sejarah
umat islam penuh dengan keagamaan dan pesan eskatologis (Aktivitas
penyerahan kepada Allah Swt) sejarah umat islam adalah sejarah yang
unik berkaitan dengan hal ihwal amal perbuatan manusia muslim dalam
mewujudkan kemuslimannya. Baik itu perbuatan individu atau personal
sebagai makhluk sosial, sikap prilaku dan akhlak, aktifitas kasab dan
ma’isyah, maupun bernuansa kebangsaan dan kekuasaan (ummatu
wahidah)
Perkembangan umat islam yang dinamis telah banyak
direkonstruksi oleh sejarawan dan ahli sejarah. Disatu sisi, sejarawan
merekonstruksi hal-hal yang berkaitan dengan dengan keunikan
historistas islam dalam peran religiositas atas eskatologisnya.
Rekonstruksi bersumber dari jejak fakta(atsar) autententiknya
(tasdiqallina bainahum) dengan menggunakan pola penelaahan
historiografis. Di sisi lainahli sejarah juga menelaah bibliografis atau
telaah kritis terhadap historiografis dalam rangka realisasi
rekostruksiyang dibuat oleh sejarawan. Perkembangan historiografi islam
yang didasarkan pada rekonstruksi tema kajian religiositas, biografis,

28
haigografis, regiomnalis, nasionalis, dan universalis, baik pada periode
permulaan, pertengahan hingga periode modern.
Historigografi dicontohkan oleh Nabi Muhammad terutama dalam
pencatatan dan penghafalan wahyu oleh para sahabat setianya, merupakan
landasan fakta-fakta kewahyuan yang dibangun diatas asa reabilitas,
validitas, dan autensitas. Sejarah awal islam menunjukkan bahwa riwayat
kesaksiann kewahyuan dan khobar(kabar), Kewahyuan (naskah risalah
kerasulan) dan riwayat aktivitas prilaku nabi muhammad (sunnah) adalah
berintikan “wahyu adalah risalah, prilaku, persetujuan, ucapan, harapan
dan perbuatan nabi muhammad yang disaksikan bersama sahabat
setianya.26

26 Ibid., 1-5.

29
BAB IV
Historiografi Islam Pada Masa Klasik

A. Historiografi Arab Pra Islam


Secara etimologi, kata histografi merupakan gabungan dari dua
kata yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti
deskripsi penulisan. History berasal dari kata benda Yunani “ istoria”
yang berarti ilmu. Akan tetapi dalam perkembangan zaman, kata Latin
yang sama artinya, “scientia” lebih seing digunakan untuk menyebutkan
pemaparan sisitematis non-kronologis mengenai gejala alam, sedangkan
kata “istoria” diperuntukkan bagi pemaparan megenai gejala-gejala,
terutama hal ihwal manusia, dan urutan kronologis. Sekarang “history”
menurut definisi yang paling umum berarti “masa lampau
manusia”.27 Bangsa Arab sebelum islam biasanya disebut Arab Jahiliah
bangsa yang belum berperadaban, bodoh, dan tidak mengenal aksara.
Namun, bukan berarti tidak seorang pun dari penduduk Jazirah Arab yang
mampu membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi
diketahui sudah mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk
Islam. Hanya saja baca tulis ketika itu belum menjadi tradisi, tidak dinilai
sebagai sesuatu yang penting, tidak pula menjadi ukuran kepandaian dan
kecendikiaan.
Akan tetapi, Bangsa Arab, terutama Arab bagian Utara, dikenal
sebagai orang-orang yeng memiliki kemampuan tinggi dalam menggubah
syair, dan syair-syair itu diperlombakan dan yang unggul diantaranya
ditulis untuk digantung di Ka’bah. Malalui tradisi sastera tersebut,
diketahui bahwa peristiwa-peristiwa besar dan penting secara faktual ikut
memberi pengaruh dan mengarahkan perjalanan sejarah mereka. Nilai-
nilai yang menyertai peristiwa-peristiwa penting itu mereka abadikan
dengan berbagai cara, seperti kisah, dongeng, nasab, nyanyian, syair, dan
sebagainya. 28 Orang Arab sebelum Islam dan pada awal kebangkitan
Islam, tidak atau belum menulis sejarah. Peristiwa-peristiwa sejarah

27
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1997), 1.
28
Hitti, K. Philip, History of The Arabs, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi,( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2005), 31.

30
disimpan dalam ingatan. Bukan hanya karena mereka buta aksara, tetapi
juga karena mereka beranggapan bahwa kemampuan mereka lebih
terhormat. Semu aperistiwa sejarah itu diingat dan diceritakan berulag-
ulang. Demikian pula dengan hadist-hadist Nabi.Dunia Arab pra Islam
merupakan kancah peperangan terus menerus. Akibat peperangan yang
terus menerus kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu bahan-
bahan sejarah Arab pra Islam sangat langka didapatkan di dunia Arab dan
dalam bahasa Arab. Pengetahuan tentang Arab pra Islam diperoleh
melalui syair-syair yang beredar di kalangan para perawi syair.29
Jadi, Bangsa Arab pra-Islam memepunyai tradisi tersendiri untuk
mengabadikan sejarah-sejarah yang ada pada zaman itu, mereka tidak
menggunakan tulisan untuk mengabadikan sejarah-sejarah tersebut,
melainkan dengan tradisi lisan.Untuk mengetahui secara mendalam
sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk Jazirah Arab pada masa
Jahiliyah itu, perhatian harus diarahkan kepada tradisi lisan itu. Orang-
orang Arab sebelum Islam memang telah mengenal tradisi yang
menyerupai bentuk sejarah lisan itu. Itulah yang disebut dengan al-
Ayyam (hari-hari penting) dan al-Ansab (silsilah).

B. Perkembangan Corak Penulisan Historiografi Islam Klasik


Jika diamati secara mendalam tentang perkembangan historiografi
di awal kebangkitan Islam, maka akan terlihat adanya tiga aliran dengan
jelas, yaitu aliran Yaman, aliran Madinah, dan aliran Irak. 30 Akan tetapi,
ada juga yang tidak memasukkan aliran Yaman sebagai aliran dalam
historiografi Islam di masa awal Islam. Hal di ini didasari adanya
anggapan bahwa karya-karya “sejarah” Yaman di awal masa kebangkitan
Islam ini bercampur antara informasi historis dengan dongeng atau
legenda, dan anggapan bahwa historiografi Yaman merupakan kelanjutan
dari historiografi Arab pra-Islam, sebagaimana al-ayyam dan al-ansab.
Karena inilah kemungkinan besar pengamat historiografi Islam
tidak memasukan aliran Yaman sebagai aliran historiografi Islam di masa
awal Islam. Kalau diperhatikan juga, Husein Nassar tidak menyebutkan

29
Ibit., 18.
30
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 45.

31
alasannya menempatkan “historiografi” Yaman ini sebagai salah satu
aliran historiografi yang berkembang di masa awal kebangkitan Islam.
Namun, Badri Yatim melihat ada pernyataan Husein Nassar yang
menunjukkan, bahwa antara “historiografi” Yaman dan “historiografi”
pra-Islam Arab Utara (al-ayyam dan al-ansab) terdapat perbedaan.
Kalau al-ayyam dan al-ansab tidak tertulis dan ditransmisikan secara
lisan, maka di Yaman meskipun bercampur dongeng, namun sejarahnya
tertulis, dan jauh lebih kompleks dari sekedar al-ayyam dan al-
ansab. Kemungkinan ini adalah dorongan bagi Husein Nassar untuk
memasukkannya sebagai aliran historiografi di masa awal kebangkitan
Islam itu.
Aliran Yaman. Yaman merupakan sebuah negeri yang terletak di
bagian selatan Jazirah Arab, karena itu sering juga disebut sebagai Arab
Selatan. Berbeda dengan Arab bagian Utara, negeri Yaman pernah
mengalami kemajuan peradaban. Kalau penduduk Arab utara di awal
kebangkitan Islam belum memperhatikan pentingnya tulis menulis, maka
penduduk Yaman sejak lama sudah menulis peristiwa-peristiwa yang
mereka alami. Mereka juga telah mengenal kalender sejak tahun 115 SM.
Tulisan-tulisan yang ditemukan di tempat-tempat peribadatan mereka
sebelum Islam, yang terpenting adalah berita tentang runtuhnya
bendungan Ma’arib, kerajaan Saba’ dan Ratu Bilqisnya, yang ada
kaitannya dengan Nabi Sulaiman, tentang kerajaan Himyar, tentang
penaklukan Habasyah (Ethiopia) atas Yaman, tentang serbuan Yaman
(atas nama Habasyah) ke Mekah dengan tentara gajah pada tahun 571 M,
dan tentang keberhasilan peperangan yang dipimpin oleh Sayf ibn Yaz al-
Himyari dalam rangka mengusir orang-orang Habasyah dari negeri
Yaman atas bantuan Persia.31
Aliran Madinah. Sebelumnya telah disebutkan, bahwa
perkembangan sejarah di kalangan umat Islam sejalan dengan
perkembangan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Perkembangan ilmu-ilmu
keagamaan Islam itu sendiri bermula di Madinah, sebab kota ini
merupakan ibukota negara Islam pertama, dan dipandang sebagai
“gudang” ilmu pengetahuan keagamaan Islam. Adapun ilmu pengetahuan

31
Mu’in Umar, Pengantar Historiografi Islam, 8-10.

32
keagamaan yang pertama kali berkembang adalah ilmu hadits, karena
melalui hadits inilah kaum muslimin pertama-tama mengetahui hukum-
hukum Islam, penafsiran al-Qur’an, sunnah Rasulullah dan para sahabat,
keteladanan Rasulullah, dan lain sebagainya. Adapun perkembangan ilmu
hadits ini berlangsung melalui periwayatan. 32
Melalui perkembangan ilmu hadits itu, dikatakan sebagai cikal
bakal dari penulisan sejarah. Dari penulisan hadits-hadits Nabi inilah,
para sejarawan segera memperluas cakupannya hingga membentuk satu
tema sejarah tersendiri, yaitu al-maghazi (Perang-perang yang dipimpin
oleh Rasulullah), dan al-Sirah al-Nabawiyah (Riwayat Hidup Nabi
Muhammad saw.)33 Dapat dikatakan bahwa ilmu hadits adalah emberio
bagi lahirnya historiografi Islam, sebab penulisan sejarah Islam yang
pertama tentang al-Maghazi maupun Sirah al-Nabawiyah menggunakan
prinsip yang ada dalam periwayatan hadits, yaitu isnad. Aliran Sejarah
yang muncul di Madinah ini kemudian disebut dengan aliran sejarah
ilmiah dan mendalam.
Aliran Irak. Aliran Irak adalah aliran yang terakhir kali lahir, yang
meliputi Kufah dan Bashrah. Aliran ini lebih luas dibandingkan dengan
dua aliran terdahulu, karena memperhatikan arus sejarah sebelum Islam
dan masa Islam sekaligus, dan sangat memperhatikan sejarah para
khalifah. Dalam karya-karya sejarawan aliran ini, pada umumnya sejarah
Irak diuraikan lebih terperinci dan panjang, sedangkan mengenai kota-
kota lain hanya sepintas saja.34 Jadi, ciri khusus yang membedakan aliran
Irak dengan kedua aliran sebelumnya adalah cerminan arus sejarah pra-
Islam dan masa Islam, sangat memperhatikan sejarah para khalifah, dan
penguraian sejarah Irak secara terperinci dan panjang.
Berdirinya kota Kufah dan Basrah merupakan keberhasilan dari
ekspansi umat Islam di masa khalifah Umar ibn al-Khaththab. Bangsa
Arab yang pindah ke Kufah dan Bashrah membawa adat istiadat Arab.
Sebagaimana di Jazirah Arab, mereka di dua kota ini kembali hidup
mengelompok berdasarkan kabilah dan klan. Di sini mereka
menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang ada pada zaman pra Islam,

32
Muin Umar, Historiografi Islam, 29.
33
Ibid., 12-15.
34
Badri Yatim, Historiografi, 69.

33
seperti mendirikan pasar-pasar pagelaran puisi, di mana mereka dapat
bersuka ria, berdiskusi, dan membangga-banggakan kabilah atau klan
mereka.
Dengan demikian, kelahiran aliran Irak ini erat kaitannya dengan
perkembangan budaya dan peradaban Arab. Perkembangan kebudayaan
bangsa Arab itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek politik,
sosial, dan budaya Islam yang tumbuh di Kufah dan Bashrah saat itu.
Adapun cerita, hikayat, atau tradisi kabilah, sebagaimana al-Ayyam di
masa pra Islam, diceritakan pada pertemuan suku, di majelis amir, bahkan
juga di masjid-masjid kota. Tema-tema pokok hikayat ini adalah
pemujaan terhadap perjalanan kemajuan suatu suku. Hikayat ini dihargai
sebagai warisan umum. Akan tetapi karena pengaruh keislaman mereka,
warisan lisan di dua kota ini diperkaya dengan peristiwa-peristiwa dan
nilai baru, seperti al-Futuhat (ekspansi), fanatisme politik kekabilahan
yang diakibatkan oleh persaingan antar kabilah dalam mencapai
kekuasaan, dan fanatisme kebangsaan yang muncul di daerah-daerah
taklukan, terutama bangsa Persia yang bermukim di Irak. 35 Inilah yang
membedakan citra penulisan sejarah aliran Irak, dibanding masa pra-
Islam, pada masa ini banyak unsur yang mewarnainya sebagaimana
tersebut.

1. Al-Biruni
Nama lengkap Al-Biruni
adalah Abu Rayhan Muhammad ibn
Ahmad Al-Biruni Al-Khawrizmi. Al-
Biruni dalam bahasa Khawarizm
berarti orang asing, ada juga yang
mengatakan jika nama Al-Biruni itu
dikarenakan beliau tinggal dan
menetap cukup lama di Biruni. Beliau
lahir di Khawarizm, Turkemenia pada
bulan Dzulhijjah 362 H/ September
973. Dan wafat pada bulan Rajab 448

35
Badri Yatim, Historiografi Islam, 70.

34
H/ Desember 1048 M di Ghazna. 36 Al-Biruni adalah orang yang
gemar membaca dan menulis. Sebagaian hidupnya digunakan untuk
mencari ilmu bahkan beliau sendiri tidak begitu memperhatikan
kehidupan material.
Semua orang sepakat jika Al-Biruni adalah penulis unggul
dalam ilmu-ilmu islam. Al-Biruni dikenal sebagai ilmuwan yang
cermat dalam bidang sejarah, biografi, astronomi, matematika,
geologi, filsafat, dan lain-lain.37 Al-Biruni dikenal sebagai seorang
seorang Muslim yang mengembangkan teori eksperimen.
Pengetahuan menurutnya tidak mungkin didapat melalui pemikiran
rasional, jadi dalam merumuskan teori beliau selalu melewati ujian
yang sangat ketat. Sehingga karya-karya dan penjelasan Al-Biruni
dikatakan lebih ilmiah dan objektif.
Secara umum kekhasan dalam metode sejarah Al-Biruni
adalah beliau melakukan penelitian sejarah, kemudian melakukan
wawancara dengan ahlu kitab, penganut sekte-sekte yang ditelitinya,
dan orang-orang yang dianggap memliki pengetahuan tentang
masalah yang beliau teliti sebagai dasar pertama untuk kemudian
dibandingkan denan sumber lain. Setelah itu dengan kekuatan rasio
neliau mengkritik data yang diperoleh sehingga diketahui mana
yang benar dan yang salah. Menurutnya dalam melakukan penelitian
informasi yang didapatkan haruslah benar, dan apabila tidak ada
bukti yang menguatkan penelitian tersebut maka dianggap salah. 38
Terkait dengan penggunaan sumber dalam penelitian
sejarah, Al-Biruni menganjurkan untuk menggunakan data-data
yang berasal dari atau sumber yang terdekat dari peristiwa dan
informasi yang terkenal. Sekalipun demikian informasi tersebut,
sejauh bisa diikritik berdasarkan rasio, masih perlu diperbaiki dan
direkonstruksi, tetapi jika tidak maka informasi tersebut diterima
sebgaimana adanya39

36
Setia Gumilar, Historiografi Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Bandung: Pustaka
Setia, 2017), 168.
37
Ibid, 169.
38
Badri Yatim, Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 137.
39
Badri Yatim, 138.

35
Karya-Karya Al-Biruni

Tulisan Al-Biruni sendiri dalam bebrbagai bidang ilmu


pengetahuan sangatlah banyak namunsayang tidak semua karyanya
bisa dirasakan hingga sekarang. Diantara karya terbaiknya adalah
Al-Atsar Al-Baqiyyah ‘an Al-Qurun Al-Khaliyah, didalamnya
memuat hadis-hadis tentang bangsa, agama, serta adat istiadat
berbagai bangsa berikut hari raya dan sejarah mereka. Tahqiq ma li
Al-Hind min Maqulah Maqbulah fi Al-Aql aw Mardzulah, berisi
tentang uraian mengenai kehidupandan intelektual orang India. Al-
Qanon Al-Mas’ud , Al-Syaidanah, berisi tentang ilmu astronomi
bangsa Arab.
Selain ketiga karya tersebut, karya Al-Biruni yang dapat
dijumpai hingga sekarang adalah As-Syaidanah, Al-Syaidalah, Al-
Jamahir Ma’rifat, Al-Jawahir, Al-Tafhim fi Al-Tanjim (memahami
astronomi) Kitab Al-Usthural, Al-Isti’ab li Al-Wujuh Al-Mumkinah
fi Shina’ahAl-Utshural, Al-Kusuf wa Al-Khusuf ‘ala Al-Khayal Al-
Hunud, Al-Hauy, Maqlid Ilm Al-Hayah dan Tahdid Nihayah Al-
Makin. Selain menulis Al-Biuni juga menerjemahkan berbagai
karya kedalam bahasa Arab.

2. At-Thabari
Nama lengkap At-Thabari adalah Muhammad bin Jabir bin
Khalid bin Katsir Abu Ja’far At-Thabari. Beliau lahir di Amul
Thabaristan pada tahun 225 H/839 M. Dan beliau meninggal di
Baghdad pada tahun 310 H/ 923 M. At-Thabari adalah seorang
ilmuwan besar yang ahli dalam bidang sejarah, tafsir, qiraat,
enslikopedi, hadis dan fiqh. Beliau mempelajari ilmu-ilmu dasar di
tanah kelahirannya. Karena berasal dari keluarga yang berada maka
beliau mendapat fasilitas yang cukup memadai dalam hal
pendidikan. Selain itu dari dirinya sendiri memang memiliki

36
kecerdasan yang cukup. Saat usia tuju tahun beliau sudah menghafal
al-Quran.
At-Thabari melanjutkan studi ke pusat-pusat dunia Islam.
Diantaranya adalah Ray,
disana beliau belajar
kepada Muhammad
Ibnu Hummayd Al-Razi
seorang sejarawan besar.
Kemudian pindah ke
Bagdad dengan tujuan
ingin belajar kepada
Ahmad bin Hambal.
Namun sebelum sampai
ke kota tersebut Hambal
sudah meninggal.
Sehingga beliau
memutuskan untuk ke
Bashrauntuk endengar
beberapa pelajaran.
Kemudian pergi ke
Kuffah dan belajar 100.000 hadis dari Syekh Abu Kurayb. Setelah
itu beliau kembali ke Baghdad dan menetap dengan jangka waktu
yang cukup lama.
Pada tahun 876 M, Beliau pergi ke Fustat, Mesir, tetapi
singgah di Syiria untuk menuntut ilmu hadis. Di Fustat (871-872 M),
beliau digolongkan oleh orang-orang di sana sebagai ulama. Di
Mesir beliau berjumpa dengan Abu Al-Hasan Al-Siraj Al-Mishir.
Setelh belajar fiqh Syai’i kepada Ar-Rabi’ Al-Muzni, dan putra-
putra Abdul Ahkam, dan belajar qira’at dari Yunus bin A’la Ash-
Shayrafi. 40 Dalam dunia Ilmu Pengetahuan, At-Thabari terkenal
tekun mendalami bidang-bidang ilmu yang dimilikinya serta gigih
dalam menimba ilmu pengetahuan. Sehinga banyak ilmu
pengetahuan yang dikuasainya.

40
Setia Gumliar, 172.

37
Karya-karya At-Thabari
Karya yang terkait dengan historiografi yang terkenal adalah
Tarikh Ar-Rusul wa Al-Muluk (sejarah para Rasul dan Raja), atau
yang lebih dikenal dengan tarikh at-Thabari. Kitab tersebut berisi
tentang sejarah dunia hingga tahun 915. Kelebihan karya ini adalah
keakuratan dalam penulisan tahun. Karya lainnya adalah Adab Al-
Manaasik, Tarikh Umam wa Al-Muluk, Jami’ al-Bayan ‘An Ta’wil
Al-Quran, Ikhtilaf Ulama’ Al-Ansar fi Ahkam Syara’i Al-Islam,
Tandzib Al-Ansar wa Tafsil Al-Sabit ‘an Rasulillah min Al-Akbar,
Al-Jami’ fi Al-Qira’at, Latif Al-Qaul fi Ahkam Al-Suar’i Al-Islam,
Al-Bashir fi Ulumu Al-Din, dan lain sebagainya.41

3. Ibn Al-Thir
Nama lengkap Ibnu
Al-Thir adalah Ali bin
Muhammad Shaibani
dengan gelar Abu Al-
Hasan dan Al-Din yang
lebih populer dengan nama
Ibn Al-Thir Al-Jazari.
Beliau merupakan ahli
sejarah Arab pada abad ke
12-13 M. Ayahanya adalah
seorang pentadbir di
Dewan Al-Madinah pada
masa pemerintahan Qutb
Al-Din Maudud bin Zanki.
Beliau mempunyai dua
saudara laki-laki yaitu Majd Al-Din dan Diya Al-Din. 42 Saat di
Damsyik beliau belajar dengan sepenuhnya dalam bidang ilmiah dan
penulisan. Selian itu beliau juga turut nenpelajari ilmu hadis dari

41
Ibid, 174.
42
Ibid, 175.

38
para ulama, fuqaha, dan fuqara di Baghdad, Damsyik, Palestina dan
Hijaz. Saat berusia 28 tahun Ibnu Al-Thir menyertai tentara
Shalahuddin yang menentang tentara Kristiani.

Karya-Karya Ibn Al-Thir


Ibnu Al-Thir menulis beberapa kitab diantaranya yaitu kitab
Al-Labab fi Tahzib Al-Ansab, kitab Usid Al-Ghabah fi Marifah As-
Sahabah, Tarikh Al-Daulah Al-Atabikiah, dan karyanya yang paling
terkenal adalah Al-Kamil fi At-Tarikh kitab ini merupakan salah satu
kitab sejarah terbesar yang menjelaskan tentang sejarah permuakaan
alam hingga sejarah yang berlaku pada tahun 623 H/ 1238 M.

4. Ibnu Ishaq
Nama lengkap Ibnu
Ishaq adalah Muhammad ibn
Ishaq bin Yasar bin Khiyar. Saat
berusia 30 tahun beliau tiba di
Alexandria dan belajar dengan
Yazid bin Abi Habib. Setelah
kembali ke Madinah, beliau
diperintahkan keluar Madinah
karena tuduhan menghubungkan
sebuah hadis palsu dari seorang
wanita. Akan tetapi banyak yang
membela beliau seperti Sufyan
ibn ‘Uyaynah, menyatakan
bahwaIbnu Ishaq mengatakan
kepada mereka bahwa beliau
betemu dengannya. Setelah terpaksa meninggalkan Madinah
beliaumelanjutkan perjalanan menuju Irak, berhenti di Kufah, Al-
Jazira, Ray dan akhirnya menteap di Baghdad.
Ibnu Ishaq pindah ke ibukota dan ditugaskan oleh khalifah
Al-Mansur untuk menulis buku yang mencakup segala sejarah,
mulai dari penciptaan Adam sampai sekarang.yang dikenal sebagai
Al-Mubtada wa Al-Ba’ath wa Al-Maghazi. Ibnu Ishaq dikenal

39
sebagai perawi yang handal. Dalam studi hadis Ibnu Ishaq ini
dianggap baik asumsi yang akurat dan dapat dipercaya. Beliau juga
memiliki reputasi sebagai saduq atau dapat dipercaya. 43

Karya-Karya
Ibnu Ishaq mengumpulkan tradisi lisan tentang kehidupan
Nabi Muhammad SAW. Yang sekarang dikenal sebagai Siratu
Rasuli I-Lah yaitu tentang kehidupan Rsulullah dan Al-Mubtada wa
Al-Ba’ath wa Al-Maghazi.44

43
Ibid, 168.
44
Ibid, 168.

40
BAB V
Historiografi Islam Pada Masa Abad Pertengahan

A. Perkembangan Historiografi Islam Pada Masa Kerajaan Besar


Abad pertengahan Islam berlangsung sejak runtuhnya Bani
Abbasiyah di tangan pasukan Mongol pada tahun 125 sampai masa
kolonialisme Barat pada tahun 1800. Pada masa ini didominasi oleh tiga
kerajaan besar di dunia Islam, yaitu: kerajaan Turki Utsmani Kerajaan
Syafawiyah Persia, dan Kerajaan Mughal India.

1. Kerajaan Turki Utsmani Masa 1300-1800


Kerajaan Turki Utsmani didirikan oleh suku bangsa
pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah yang termasuk
suku Kayi.45 Suku Kayi dipimpin oleh Sulaiman Syah. Ketika bangsa
Mongol menyerrang dunia Islam, ia dan pasukannya menghindari
serbuan bangsa Mongol dengan lari ke barat (Asia Kecil). Kemudian
mereka menetap di sana dan oindah ke Syam. Setelah serangan dari
bangsa Mongol mulai mereda, ia bersama pengikutnya mulai bergerak
menyebrangi sungai Eufrat. Akan tetapi, dalam perjalanan ia
meninggal dunia karena tenggelam.
Saat Mongol menyerang Sultan Alaludin II dari Dinasti Saljuk
Rum yang pusatnya di Anatolia Asia kecil, Erthugrul membantunya
dengan mengusir pasukan Mongol, dan akhirnya Sultan Alaludin II
mendapat kemenangan. Sebagai balas jasa atas kemenangan itu,
Sultan Alaludin II memberikan hadiah berupa tanah yang berbatasan
dengan Byzantium. Sejak saat itulah Erthugrul terus membina dan
membangun wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya
dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Erthugrul meninggal dunia dan meninggalkan
putranya yang bernama Utsman. Dan sejak kematiannya itulah
Utsman mendeklarasikan dirinya sebagai Sulltan dan berdirilah

45
Setia Gumilar, Historiografi Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2017), 181.

41
Dinasti Turki Utsmani. Utsman memindahkan ibu kota ke Yeniy.
Raja-raja Turki Utsmani bergelar sultan dan khalifah sekaligus.
Setelah Utsman meninggal pada tahun 1326 M, ia digantikan
oleh putranya yang bernama Orkhan I. Pada periode ini, tentara Islam
pertama kali masuk ke Eropa. Pada masa ini kerajaan Turki Utsmani
dapat menaklukka Azmir, Thawasyanli, Uskandar, Ankara, dan
Gallipoli, hingga kepemimpinan Murad I daerah ini dikuasai oleh
Turki Utsmani.
Turki Utsmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan
Muhammad II (1451-1484 M) atau Muhammad Al-Fattah. Ia berhasil
mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel pada
tahun 1453 M. Kemudian ia juga berhasil menaklukkan Venish, Italy,
Rhode, dan Cremona. Pada masa pemerintahan ini perekonomian
mengalami kemajuan. 46 Ia juga menetapkan undang-undang baru
dalam Islam yang disahkan dalam Qonin Namah yang disahkan oleh
Syaikh Al-Islam. Setelah ia meninggal, kekuasaan digantikan oleh
Bayazid II. Kemudian dilanjutkan oleh Salim I, yang terkenal sebagai
penguasa yang sangat kejam. Ia berhasil menaklukkan Asia kecil,
Persia, Kaldrin, dan Mesir, serta berhasil menaklukkan Sultan Mamluj
pada 1517 M. Ia juga yang memindahkan Khalifah Bani Abbas ke
Konstantinopel. Dengan pemindahan itu, nama kota tersebut berubah
menjadi Istanbul.
Sepeninggal Salim, ia digantikan oleh Sulaiman Agung (1520-
1566 M). Ia merupakan pemimpin yang paling terkenal di kalangan
Turki Utsmani. Ia berhasil menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa
Turki. Bahkan, jika terjadi pertentangan antara protestan dan Katolik
di Eropa, sebagian di antara mereka meminta suaka politik kepada
Khalifah Sulaiman. Setelah Sulaiman, kerajaan Turki Utsmani
mengalami kemunduran.47
Peran utama pemerintahan Turki Utsmani adalah
menentramkan negeri, melindungi pertanian, irigasi dan perdagangan
sehingga mengamankan arus perputaran pendapatan pajak.

46
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), 149.
47
Setia Gumilar, op.cit., 184.

42
Demikianlah perkembangan Kerajaan Turi Utsmani yang selalu
berganti penguasa dalam mempertahankan kerajaannya.48

2. Kerajaan Syafawiyah Persia


Daulah Safawiyah berasal dari sebuah gerakan tarekat yang
didirikan oleh Syekh Ishak Syaifiuddin yang berpusat di Ardabil.
Tarekat ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan Utsmani
di Turki. Pada awal berdirinya, tarekat ini berdiri banyak untuk
memerangi orang-orang ingkar atau ahli bid'ah, akan tetapi
perkembangan selanjutnya tidak bisa melepaskan urusan politik. 49
Selama periode Safawiyah di Persia, persaingan antara Turki
dan Persia semakin nyata untuk mendapatkan kekuasaan. Ismail
merasa bahwa pesaing terberat adalah Sultan Turki Utsmani yakni
Salim I. Ketegangan kedua penguasa ini berakhir pada peperangan
Chalddiran, Tibriz. Dan alhasil Ismail dapat mempertahankan Persia.
Pada 1524, Shakh Ismail wafat dan kedudukannya digantikan
oleh Shakh Tamasp. Ia menjadi penguasa paling lama di Safawiyah.
Setelah ia meninggal dunia, ia digantikan oleh Haedar Mirza. Namun,
Kijilbash merasa keberatan atas terpilihnya Haedar, sehingga Haedar
pun terbunuh. Kemudian, penggantinya ialah Ismail Mirza. Ia
merupakan pemimpin yang diktator. Setelah kematiannya, ia
digantikan oleh Muhammad Mirza, anak sulung dari Shakh Thamasp.
Pada saat kematiannya, rakyat merasa senang karena terbebas dari
kediktatorannya.
Setelah periode ini, kerajaan dipegang oleh Shakh Abbas yang
pada saat itu ia berusia 16 tahun. Ia sangat terkenal dan berhasil
menarik simpati rakyatnya dan berhasil menstabilkan kondisi
pemerintahan. Pada periode ini kemajuan ilmu politik dan ekonomi
sangat pesat. Puisi dan filsafat juga mendapat perhatian pada periode
ini. Banyak sekolah-sekolah dibangun. Namun setelah Abbas I wafat,
Safawiyah mengalami kehancuran. Sultan-sultan tidak mampu

48
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam II, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), 553.
49
Setia Gumilar, loc.cit., 184.

43
mempertahankan kemajuan Safawi. Dan kerajaan Syafawi pun
berakhir.50

3. Kerajaan Mughal India


Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad setelah berdirinya
kerajaan Safawi. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada
masa Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Ibn
Qasim.51 Berdirinya kerajaan Mughal berawal dari ekspansi wilayah
yang dilakukan oleh Zahirudin Muhammad (Babur), salah satu cucu
Timur Lenk. Ketika ayah Umar Sheikh Mirza meninggal dunia pada
1494 M, Babur saat itu berusia sebelah tahun langsung diangkat
menjadi penguasa Farhana.
Pada tahun 1496, Babur berusaha menaklukkan Samarkhan
dan berhasil menaklukkannya pada tahun 1497. Pada 21 April 1526
M, terjadilah peperangan dahsyat antara Babur dengan 25.000
pasukan dan Sultan Ibrahim Lodi dengan 100.000 tentara dan 1.000
kendaraan gajah. Akan tetapi, Babur mampu memenangkan
pertempuran dan berkesempatan untuk mendirikan kerajaan Mughal
di India. Setelah menikmati usahanya dalam membangun kerajaan
Mughal selama 5 tahun, ia wafat pada tahun 1530 M, dan
pemerintahan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Humayun.
Pada masa Humayun terjadilah beberapa kali penaklukan wilayah,
bahkan Delhi dapat ia rebut kembali. Tidak lama berselang, Humayun
wafat, tepatnya pada 24 Januari 1556 M.
Kemudian digantikan oleh putranya, yakni Sultan Akbar
Agung. Ia menjadi raja terbesar di antara raja-raja Mughal di India. Ia
melahirkan konsep Dien-e-Ilah yang mengandung berbagai anasir dari
berbagai unsur agama, yakni Hindu, Budha, Islam, Jaina, Parsi, dan
Kristen. Selain itu, ia juga mengajarkan ajaran yang disebut Sulh-e-
Kul, yang memiliki arti Perdamaian Universal.52 Setelah Sultan Akbar

50
Ibid., 185-187.
51
Syed Mahmudunnasir, islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
163.
52
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: RajaGafindo
Persada, 2004), 206.

44
wafat, putranya, Sultan Salim diangkat menjadi penggantinya, yang
diberi gelar Jehanggir. Ia menerapkan bahasa Urdu sebagai bahsa
resmi negara. Akan tetapi ajalnya berakhir di penjara, akibat dari
terjadinya suatu pemberontakan yang dilakukan putranya sendiri yang
bernama Khurram.
Setelah ia wafat, kerajaan diperebutkan oleh kedua putranya,
yaitu Shah Jahan dan Asaf Khan. Perselisihan itu dimenangkan oleh
Shah Jahan. Selama masa pemerintahannya ia berhasil menaklukkan
Galkon, Bidari, dan Baijapur. Ia juga meninggalkan hasil kebudayaan
yang mempunyai nilai artistik yang sangat tinggi,yaitu Taj Mahal.
Setelah itu terjadi pula perselisihan antara putra-putranya untuk
menggantikan kedudukannya. Dan akhirnya, Aurangzeb yang mampu
mengalahan saudara-saudaranya tersebut. Ia berhasil menjalankan
pemerintahan dengan baik, karena ia mampu memberi corak
keislaman di tengah-tengah masyrakat Hindu.
Aurangzeb mengajak rakyatnya untuk masuk Islam. Akan
tetapi terdapat pula kebijakan Aurangzeb yang banyak menuai kritik
bahkan menentang kebijakannya. Seperti memerintahkan untuk
menanan arcca-arca hindu di bawah jalan0jalan menuju masjid, agar
orang Islam menginjak arca-arca itu setiap hari. Tindakan sewenang-
wenang itulan yang akhirnya membawa kerajaan Mughal pada
kemunduran.
Setelah Aurangzeb wafat, raja-raja berikutnya mulai lemah.
Kerajaan Mughal dan rajanya hanya sebagai simbol dan lambang
belaka. Bahkan raja digaji oleh kolonial Inggris yang datang dan
tinggal di dalam Istana. Akhirnya, raja terakhir, Bahadur Shah
memimpin pemberontakan melawan Inggris. Tetapi usaha itu gagal
bahkan ia ditangkap dan disiksa secara keji, lalu dibuang ke Ragon
(Myanmar) pada tahun 1862. Dengan itu maka hancurlah Kerajaan
Mughal di India.53

53
Setia Gumilar, Historiografi Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2017), 189-191.

45
B. Metode Historiografi Islam Pada Masa Abad Pertengahan
Muhammad Amgazun menjelaskan bahwa dalam studi sejarah
terdapat dua metode yang dipakai yaitu:54
1. Metode Riwayat
Yaitu metode yang menghhubungkan suatu informasi sejarah
(riwayat) dengan sumber yang menurut masa sekarang dipandang
telah memenuhi syarat ideal dalam penelitian historis dan ketelitian
ilmiah. Dalam metode ini juga ada dua ilmu. Pertama, Ilmu sanad
atau Dirasatul Asnad adalah secara silsilah perawi yang
menyampaikan berita dari orang per prang sampai para riwayat atau
sumber asli. Metode ini digunakan agar mengetahui validitas suatu
informasi tersebut. Ulama hadis telah membuat literatur tentang
peneliti hadis untuk mengetahui keadaan seorang rawi apakah rawi
tersebut termasuk tsiqah, dhaif, gabungan keduanya, dan tentang jarh
wa ta’dilnya. Kedua, dirasatul matan adalah mempelajari matan atau
isi yang disampaikan dari sanad (berita atau perkataan). Objek
penelitian ini yaitu nash agar tidak menyelisihi syariat, kaidah dan urf,
dan bentuk hukum fiqh.

2. Metode Dirayat
Yaitu metode sejarah yang menaruh perhatian terhadap
pengetahuan secara langsung dari satu segi dan interpretasi rasional
dan segi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, studi sejarah merupakan
studi yang membahas keterkaitan antara peristiwa yang berbeda-beda
agar bisa diketahui faktor pendorong, titik tolak, dan nilai untuk
menemukan pelajaran atau hikmah dari peristiwa tersebut.
C. Bentuk Historiografi Islam Pada Masa Abad Pertengahan
1. Khabar
Khabar merupakan bentuk historiografi yang paling tua karena
berhubunga langsung dengan cerita perang dengan uraian yang baik
dan sempurna yang ditulis dalam beberapa halaman. Khabar memiliki
beberapa ciri yaitu tidak memiliki hubungan sebab-akibat antara dua

54
Ibid., 140-141.

46
atau lebih peristiwa, peristiwa selalu disajikan dalam bentuk dialog
antarpelaku, selain itu juga ada yang berbentuk syair serta puisi dan
tiap khabar tidak membutuhkan referensi pendudkung karena khabar
telah melengkapi dirinya sendiri.55
2. Tarikh atau sejarah Analitis
Tarikh merupakan bentuk khusus penulisan sejarah dengan
menggunakan kronologis, yaitu pencantuman peristiwa tiap tahun.
Penulisan secara ini dikembangkan oleh sejarawan karena
memudahkan sistematika penulisan sejarah, memudahkan pembaca
dalam memahami suatu peristiwa sejarah dan menjadi penguhubung
dari fakta-fakta sejarah.56 Penulis pertama yang menggunakan istilah
tarikh adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari, sejarawan Baghdad. Salah satu
karyanya yakni Tarikh Al-umam wa Adab AL-Manasik, Adab Al-
Nufus dan Tandzib Atsar.
3. Kronik
Kronik merupakan penulisan sejarah berdasarkan urutan
penguasa dan tahun-tahun peristiwa. Hampir seluruh catatan sejarah
dalam bentuk kronik adalah cerita tentang kekuasaan, kemenangan
perang, dan kepahlawanan sang pendiri dinasti serta anak cucunya.
Fungsi dari penulisan sejarah ini untuk mempermudah penyusunan
kronologi yang sudah tidak diragukan lagi untuk digunakan. 57
4. Biografi
Biografi mencakup sejarah hidup orang-orang besar, tokoh
terkemuka, dan orang penting yang telah meninggal dalam waktu
sezaman.hal ini untuk memenuhi kebutuhan ulama untuk menguji
keaslian dan kebenaran rangkaian orang-orang yang meriwayatkan. 58
Manfaat dalam karya penting ini adalah memperoleh gambaran yang
nayata tentang apa yang sebenarnya dicari atau diteliti.
5. Nasab
Nasab adalah catatan silsilah keluarga. Bagi orang Arab menjaga jalur
keturunan apalagi jika memiliki nenek moyang tokoh terhormat oleh

55
Ibid., 145-146.
56
A. Mu’in Umar, Pengantar Historiografi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), 32-34.
57
Setia Gumilar, Historiografi Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2017), 149.
58
Ibid., 150-151.

47
karena itu mereka harus menulisnya. Terkadang nasab disalahgunakan
dengan mencari keuntungan posisi dan status sosial ekonomi. Penulis
bernama ajuddin ibn Muhammad menjelaskan bahwa penyajian
tulisan nasab ada 2 yaitu bentuk pohon dan bentuk datar (mabsuth)59.

D. Tokoh-Tokoh Historiografi Islam Pada Masa Abad Pertengahan


Era Historiografer tahun 1300-140060
1. Ebn Al-Tiqtaqa (w. Setelah 1302)
2. Ibn Al-Fuwati (w. 1323)
3. Wassaf (w. 1325)
4. Abu’l Fida (w. 1331)
5. Al-Nuwayri (w. 1332)
6. Ziauddin Barani (w. 1357)
7. Ibn Battutah (w. 1369)
8. Ibn al-khatib (w. 1374)
9. Rashid Al-Din Hamadani (w. 1398)
10. Hakim Syed Zillur Rahman, sejarahwan medis Medieval India
Era Historiografer tahun 1400-1500 H61
1. Ibnu Furat (w. 1405)
2. Al-Maqrizi (w. 1442) Al-Suluk li ma’rat Duwwal Al-Muluk
(Mamluk sejarah Mesir)
3. Ibn As-Asqalani Hajr (w. 1449)
4. Al-Ayni (1451)
5. Ibn Taghribirdi (w. 1470)
6. Asikpasazade (w. 1481); Turki Utsmani
7. Tursun Beg (w. 1488); Turki Usmani
8. As-Sakhawi (w. 1497)
9. As-suyuthi (w. 1505) – sejarah para khalifah

Era Historiografer tahun 1500-160062

59
Ibid., 153.
60
Ibid., 192-193.
61
Ibid., 193
62
Ibid., 193-194.

48
1. Idris-i Bitlisi (w. 1520); Turki Usmani
2. Muhammad Khwandamir (w. 1534); Mughal India
3. Matrakchi Nasuh (w. 1564); Turki Usmani
4. Hoca Sadeddin Efendi (w. 1599); Turki Usmani
5. Mustafa Ali (w. 1600); Turki Usmani
6. Mustafa Selaniki (w. 1600) Turki Usmani
7. Ibnu Iyas (w. Setelah November1552); Arab
Era Historiografer 1600-170063
1. Abdul Qadir Bada’uni (w. 1615)
2. Nizamuddin Ahmad (w. 1620)
3. Iskandar Beg Munshi (w. 1632)
4. Ahmed Mohammed Al-Maqqari (w. 1632); Arab
5. Katip Celebi (w. 1647); Turki usmani
6. Mustafa Naima (1655-1716) – Tarikh Na’ima; Turki Usmani
7. Muhammad Saleh Kamboh (w. 1675)
8. Silahdar Findiklii Mehmed (w. 1723); Turki Usmani
Historiografer tahun 1700-180064
1. Mirza Mehdi Khan Astarabadi
2. Mohammed Al-Ifrani (w. 1747); Arab
3. Mohammed Al-qadiri (w. 1773); Arab
4. Ghulam Husain Tabatabai (w. Setelah 1781)
5. Ahmad Resmi Efendi (w. 1783); Turki Usmani
6. Khalil Al-Muradi (w. 1791); Arab

63
Ibid., 194.
64
Ibid.

49
E. Biografi Ibnu Khaldun

Gambar Ibnu Khaldun


Nama lengkapnya adalah Wali Ad-Din Abu Zaid ‘Abdurrahman
bin Muhammad Ibn Khaldun Al-Tunisi Al-Hadrami Al-Ishbilli Al-Maliki.
Yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. Nama kecil
beliau adalah Abdurrahman dan memiliki nama panggilan Abu Zaid
Beliau lahir pada tanggal 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M di Tunisia.
Ia dikenal sebagai sejarahwan dan bapak sosiologi Islam juga Sebagai ahli
politik Islam dan bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya
tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya
sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823)
mengemukakan teori-teori ekonominya. Ibn Khaldun menulis
autobiografinya sendiri dalam kitab At-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa Rihlati
Gharb wa Syarq yang berisi sejarah hidup dan pengalaman hidupnya
secara mendetail.65

65
Ali Abd Al-Wahid Wafi, Ibnu Khaldun: Riwayat dan Karyanya, (Jakarta: Grafiti Pers, 1985),
2-5.

50
Dimulai tahun 732 hingga
751 H. Masa tersebut dihabiskan
di Tunisia tempat kelahirannya.
Selama 15 tahun beliau menghafal
Alquran serta qiraat Al-sab’ah di
Masjid El-Quba, memperbaiki
bacaannya, berguru pada guru-
guru mengaji, dan mencari ilmu
pengetahuan. Abu Abdullah
Muhammad merupakan guru
pertama Ibnu Khaldun, ayahnya
merupakan intelektual yang
populer setelah meninggalkan
jabatan administrator dan perwira
militer. Ibnu khaldun juga memiliki banyak guru yang dicantumkan di
dalam At-Ta’rif dan kitab yang pernah dibaca semasa studinya.
Dimulai akhir tahun 751 H hingga tahun 776 H. Ibnu khaldun
mulai terjun ke dunia politik pada umur 20 tahun. Ini mengindikasikan
bahwa Ibnu Khaldun mulai mengalami politik praktis pada usia muda.
Menurut Wafi ada 2 faktor alasan yang membuat Ibnu Khaldun terjun di
dunia politik di usia yang cukup muda: Pertama meninggalnya orang tua
dan para gurunyakarena wabah penyakit pes; kedua eksodusnya
penduduk, termasuk para intelektual Muslim dari wilayah Tunisia ke
wilayah Maghrib jauh.66 Pada masa ini beliau sering berpindah-pindah di
beberapa negeri Maghrib pinggiran, tengah dan Maghrib jauh (negeri-
negeri Afrika sebelah utara dan Barat yang dikuasai Islam waktu itu)
hingga ke negeri Andalusia.
Sejak tahun 776 hingga 784 H. Empat tahun pertama dihabiskan
di benteng Ibn Salamah dan empat tahun terakhir di Tunisia. Beliau
menulis kitab Al-Their wa Diwan Al-Mubtada’ wa AL-Khabar fi Ayyami
Al-’Arab wa Al-’Ajam wa Al-Barbar wa man ‘Asarahum min Dzawi Al-
Sulthan Al-Akbar (kitab Contoh-Contoh Rekaman Tentang Asal-usul dan
Peristiwa Hari-hari Arab, Persia, Berber, dan Orang Sezaman dengan

66
Ibid., 15-18.

51
Mereka yang memiliki Kekuasaan Besar). Bagian pertama buku ini
dikenal dengan Muqaddimah Ibn Khaldun, yang aslinya merupakan jilid
pertama dari tujuh jilid kitab Al-’Ibar yang berisi teori-teori Ibnu Khaldun
tentang permasalahan-permasalahan sejarah dan dan masalah-masalah
dibidang ilmu sosiologi (ilmu kemasyarakatan). Menurut Wadi,
Muqaddimah diselesaikan dalam waktu 5 bulan. 67
Dimulai pada akhir tahun 784 hingga akhir tahun 808 H. Masa ini
dihabiskan di Mesir hampir selama 24 tahun. Pada tanggal 25 Muharram
786 H, beliau diminta oleh penguasa Mesir, Sultan Adz Zahir Burquq
menjadi guru di madrasah Al-Qamhiah. Beberapa bulan kemudian beliau
diangkat menjadi qadhi agung dari Mazhab Maliki, karena dinilai adil
maka oleh Sultan diberi gelar Wali al-Din. Karier di bidang pendidikan,
beliau diangkat menjadi Al-Ustadz (profesor) dalam bidang yurisprudensi
Islam mazhab Maliki di Jami’ah Zahiriyah Al-Burquqiyah Mesir. Pada
tanggal 26 Rabiul awal 791 beliau diangkat menjadi pimpinan Jami’ah
Baybars Mesir.
Dalam empat tahun terakhir, Ibnu Khaldun menduduki posisi
Qaadhi hingga empat kali pengangkatan yaitu:
1. Akhir Sya’ban tahun 803 H, dijabat selama 1 tahun
2. Bulan Dzulhijjah 804 hingga Raniul Awal 806 H
3. Sya’ban tahun 807 hingga Dzulqaidah tahun 807 H
4. Terakhir dilantik pada Maret 1406 M.
Pada pengangkatan terakhir. Beliau hanya menjabat selama
beberapa hari karena wafat pada tanggal 26 Ramadhan 808 / 17 Maret
1407. dimakamkan di pekuburan sufi diluar Bab Al-Nashr.68

67
Ibid., 3.
68
Setia Gumilar, Historiografi Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2017), 197-251.

52
F. Biografi Ibnu Battutah
Nama lengkapnya Abu
Abdullah Muhammad bin
Battutah atau dikenal Ibnu
Batutah, lahir di Tangier,
Maroko pada 24 Februari 1304
atau ada juga yang mengatakan
1307. Pada usia sekitar dua
puluh tahun, Ibnu Batutah
berangkat menunaikan ibadah
haji.
Setelah selesai, ia
melanjutkan perjalanannya
hingga melintasi 120.000
kilometer sepanjang dunia
muslim (sekitar 44 negara
modern). Atas dorongan sultan Maroko, Ibnu Batutah mendiktekan
beberapa perjalanan pentingnya kepada seorang sarjana bernama Ibnu
Juzay, yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia. Meskipun
mengandung beberapa kisah fiksi, Rihlah merupakan catatan perjalanan
dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14 M.69
Perjalanan Ibnu Batutah ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri
pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Pada titik ini ia masih berada
dalam wilayah Mamluk, yang relatif aman. Jalur yang umum digunakan
menuju Mekah ada tiga, dan Ibnu Batutah memilih jalur yang paling
jarang ditempuh, yaitu pengembaraan menuju Sungai Nil, dilanjutkan ke
arah timur melalui jalur darat menuju dermaga Laut Merah di Aydhad.
Akan tetapi, ketika mendekati kota tersebut, ia dipaksa untuk kembali
dengan alasan pertikaian lokal. Kembali ke Kairo, ia menggunakan jalur
kedua, ke Damaskus (yang selanjutnya dikuasai Mamluk), dengan alasan
keterangan atau anjuran seseorang yang ditemuinya di perjalanan pertama
bahwa ia hanya akan sampai di Mekah jika melalui Suriah. Keuntungan
lain ketika memakai jalur pinggiran adalah ditemuinya tempat-tempat

69
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Hamzah, 2018) Cet. I, 737.

53
suci sepanjang jalur
tersebut; Hebron,
Yerusalem, dan Betlehem
dan bahwa penguasa
Mamluk memberikan
perhatian khusus untuk
mengamankan para
peziarah.
Setelah menjalani
Ramadhan di Damaskus,
Ibnu Batutah bergabung
dengan suatu rombongan
yang menempuh jarak 800
mil dari Damaskus ke
Madinah, tempat
dimakamkannya Nabi
Muhammad SAW. Empat hari kemudian, ia melanjutkan perjalanannya
ke Mekah. Setelah melaksanakan rangkaian ritual haji, sebagai hasil
renungannya, ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan
pengembaraan. Tujuan selanjutnya adalah II-Khanate (sekarang Irak dan
Iran). Dengan cara bergabung dengan suatu rombongan, ia melintasi
perbatasan menuju Mesopotamia dan mengunjungi Najaf, tempat
dimakamkannya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib. Dari sana, ia
melanjutkan ke Bashrah, lalu Isfahan, yang hanya beberapa dekade
jaraknya dengan penghancuran oleh Timur. Kemudian, Shiraz dan
Baghdad (Baghdad belum lama diserang habis-habisan oleh Hulagu
Khan). Di sana ia bertemu Abu Sa’id, pemimpin terakhir II-Khanate. Ibnu
Batutah untuk sementara mengembara bersama rombongan penguasa,
kemudian berbelok ke utara menuju Tabriz di Jalur Sutra. Kota ini
merupakan gerbang menuju Mongol, yang merupakan pusat perdagangan
penting.
Setelah perjalanan ini, Ibnu Batutah kembali ke Mekah untuk haji
kedua, dan tinggal selama setahun; sebelum kemudian menjalani
pengembaraan kedua melalui Laut Merah dan pantai Afrika Timur.
Persinggahan pertamanya adalah Aden, dengan tujuan untuk berniaga

54
menuju Semenanjung Arab dari Samudra Indonesia. Akan tetapi, sebelum
itu, ia memutuskan untuk melakukan pertualangan terakhir dan
mempersiapkan suatu perjalanan sepanjang pantai Afrika. Menghabiskan
sekitar seminggu di setiap daerah tujuannya, Ibnu Batutah berkunjung ke
Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, Kilwa, dan beberapa daerah
lainnya. Mengikuti perubahan arah angin, ia bersama kapal yang
ditumpanginya kembali ke Arab Selatan. Setelah menyelesaikan
pertualangannya, sebelum menetap, ia berkunjung ke Oman dan Selat
Hormuz. Setelah selesai, ia berziarah ke Mekah lagi. Setelah setahun di
sana, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kesultanan Delhi. Untuk
keperluan bahasa, ia mencari penerjemah di Anatolia. Kemudian, di
bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan
menuju India. Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya,
di pantai selatan Turki sekarang. Dari sini ia berkelana ke Konya dan
Sinope di pantai Laut Hitam. Setelah menyeberangi Laut Hitam, ia tiba di
Kaffa, di Crimea, dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia
membeli kereta dan bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari
Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju Astrakhan di Sungai
Volga.70
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Batutah
sempat membuatnya terdampar di Samudra Pasai (kini Aceh). Tepatnya
di sebuah kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terletak di utara
pantai Aceh; antara abad ke-13 hingga 15 M dengan raja pertamanya
Sultan Malik Al-Saleh (w. 1297), yang sekaligus sebagai sultan
(pemimpin) pertama negeri itu. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada
tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di bumi Serambi Mekah selama
15 hari. Dalam catatan Ibnu Batutah, dalam perjalanan laut menuju Cina
menyebutkan, ia pernah mampir di wilayah Samudra Pasai. Dalam
catatan perjalanannya itu, Ibnu Batutah melukiskan Samudra Pasai
dengan begitu indah. “Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang
besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan
penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para
ulama dan pejabat Samudra Pasai.

70
Ibid., 739.

55
Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah,
Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani, dan beberapa
ahli fiqh atas peintah Sultan Mahmud Malik Al-Zahir (1326-1345 M).
Menurut pengamatan Ibnu Batutah, Sultan Mahmud merupakan penganut
mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian dan mudzakarah
tentang Islam. Penjelajah termasyhur asal Maghrib (sebutan Maroko
dalam bahasa Arab) itu sangat mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-
Zahir, penguasa Samudra Pasai saat itu. “Sultan Mahmud Malik Al-Zahir
adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam.
Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat
dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa
berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Batutah.
Setelah itu, ia juga melihat Samudra Pasai saat itu menjelma
sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Menurut Ibnu Batutah,
penguasa Samudra Pasai itu memiliki ghirah (semangat) belajar yang
tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Ia juga mencatat,
pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat
diskusi antara ulama dan elite kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi
dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitabnya yang
berjudul Tuhfat Al-Nazhar itu, Ibnu Batutah menuturkan telah bertemu
dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Ketujuh raja
yang dikagumi Ibnu Batutah itu, antara lain raja Irak yang dinilainya
berbudi bahasa, raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah, raja
Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia, raja Turki dikaguminya
karena gagah perkasa, raja Romawi yang sangat pemaaf, raja Melayu
Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam,
serta raja Turkistan.
Ibnu Batutah sempat mengunjungi pedalaman Sumatra yang kala
itu masih dihuni masyarakat nonmuslim. Di situ juga ia menyaksikan
beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, seperti bunuh diri massal
yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati. Setelah berkelana dan
mengembara di Samudra Pasai selama dua pekan, Ibnu Batutah akhirnya
melanjutkan perjalanannya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan
perjalanan Ibnu Batutah itu menggambarkan pada abad pertengahan,
peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara. Berkat

56
petualangan singkat Ibnu Batutah ini, kini bangsa Indonesia sangat
dikenal di mata masyarakat Maroko, sebagai bangsa yang ramah, santun,
toleran, dan cinta terhadap agama Islam yang moderat. Hal itu juga diakui
oleh para ulama Maroko; “Masyarakat muslim Indonesia sangat terpuji
akhlaknya, mereka memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap agama”,
pengakuan Idris Hanafi, dosen pakar hadis ketika menyampaikan kuliah
studi Islam di Universitas Imam Nafie’, Tangier Maroko.
Begitu juga tabiat masyarakat Maroko, yang terkenal dengan
sikapnya yang sangat ramah dalam menghormati tamu, mereka
menganggap tamu itu benar-benar seperti raja. Hal ini tentunya
merupakan ciri khas orang Maroko dan sebagai aplikasi dari sebuah hadis
Rosul SAW; “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah memuliakan tamunya, yaitu jaizahnya.” Para sahabat
bertanya: “Apakah Jaizahnya tamu itu, ya Rasulullah?” Beliau SAW
bersabda: “Yaitu pada siang hari dan malamnya. Menjamu tamu yang
disunnahkan secara muakkad atau sungguh-sungguh ialah selama tiga
hari. Apabila lebih dari waktu sekian lamanya itu maka hal itu adalah
sebagai sedekah padanya” (HR. Muttafaqun ‘Alaih).
Nama besar dan kehebatan Ibnu Batutah dalam menjelajahi dunia
di abad pertengahan itu, hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat
Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok
Ibnu Batutah. Tidak heran, karya-karyanya disimpan Barat. Sebagai
bentuk penghormatan atas dedikasinya, Internasional Astronomy Union
(IAU) Prancis mengabadikan Ibnu Batutah menjadi nama salah satu
kawah bulan. Kawah Ibnu Batutah itu terletak di Barat daya kawah
Lindenbergh dan timur laut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar
kawah Ibnu Batutah tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu
Batutah berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu
Batutah terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar
kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu
Batutah awalnya bernama Goclenius A. Akan tetapi, IAU kemudian
memberinya nama Ibnu Batutah.
Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Batutah juga
diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mall atau pusat
perbelanjaan bernama Ibnu Batutah Mall. Di sepanjang koridor mall itu

57
dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Batutah. Sementara di
kampung halamannya sendiri, Tangier-Maroko Ibnu Batutah sangat
terkenal. Di dekat Stadion Tangier terdapat bentuk globe kecil yang
menandai kediaman Ibnu Batutah yang kecil. Terdapat juga di Hotel Ibn
Battouta di Jalan (Rue) Magellan, di bagian bawah perbukitan ada burger
Ibn Battouta dan Cafe Ibn Battouta. Ferry yang menghubungkan Spanyol
dengan Maroko menyeberangi Selat Gilbraltar juga bernama M.V Ibn
Battouta. Begitu juga bandara Kota Tangier bernama Ibn Battouta. Meski
petualangan dan pengembaraannya telah berlalu sembilan abad silam,
namun keebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang dunia.

58
BAB VI
Perkembangan Historiografi Masa Pra Islam dan Modern

Pada akhir abad ke-18, mesir sudah memperlihatkan tanda-tanda


kebangkitan, setelah sekian lama mengalami kemunduran. Kebangkitan ini
dimulai dengan munculnya beberapa orang penulis mesir dalam berbagai
disiplin ilmu. Dalam bidang sejarah, Abd. Al-rahman al-jabarti dapat
dikatakan sebagai pelopor dan penulis kebangkitan kembali arab-islam di
mesir pada abad ke-19. Al-jabari yang bernama lengkap Abdur rahman ibn
hasan al-jabarti dilahirkan dikairo mesir (1167 H-/1754 M- 1240 H 1285
M). 71 ia adalah sejarawan mesir terkenal yang hidup dalam tiga periode
politik mesir, yaitu zaman pemerintahan turki usmani, zaman pendudukan
prancis, dan zaman pemerintahan Muhammad ‘ali pasya. Melalui bukunya
‘ajaib’ Al-Athar fil-tarajim wal-akhbar (jejak ajaib), lebih banyak
menumpukkan tulisannya pada penulisan sejarah mamluk dan jatuh
bangunnya kerajaan islam hingga masuknya penjajah prancis ke mesir.
Ayahnya, Hasan Al-jabarti (1179) adalah seorang ahli agama islam dan ilmu
pasti, terutama astronomi. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang mempunyai
hubungan baik dengan para pejabat pemerintah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan penulisan sejarah
di mesir pada abad ke-19 menurut muhin umar, yaitu: 72
1. Pengaruh utama dalam hal ini adalah gerakan pembaruan menjelang
akhir kekuasaan ismail pasha pada pertengahan abad ke-19.
2. Sejak awal abad ke-19, ahli-ahli eropa melakukan penelitian arkeologi
di mesir.
3. Keberhasilan rafa’ah al-thathawi menempatkan sejarah sebagai ilmu
yang berdiri sendiri yang mengakibatkan diajarkannya ilmu sejarah di
sekolah-sekolah sampai tingkat menengah.
4. Adanya percetakan yang ikut membantu perkembangan ilmu sejarah
di mesir pada abad ke-19.
5. Munculnya penerbitan harian dan berkala.
6. Berdirinya himpunan-himpunan ilmu pengetahuan yang
memengaruhi perkembangan penulisan sejarah.

71
Badri yatim, Historiografi islam,(Jakarta:1997), 217.
72
Setia gumilar, Historiografi islam,(Bandung:2017). 261.

59
7. Rifa’ah dan ali Mubarak melakukan penyuntingan naskah-naskah
kuno untuk kemudian diterbitkan.

A. Perkembangan Historiografi Barat Pra Islam

Dalam sebuah tatanan keilmuwan, semua aspek yang dikaji secara


ilmiah akan memiliki suatu model perkembangan kea rah yang lebih up
to date. Perkembangan ilmu sejalan dengan perkembangan zaman dan
tuntutan zaman. Karunia akal yang dimiliki oleh umat manusia telah
memberikan sebuah konsep terbaik untuk mendinamiskan kehidupan
dunia.
Historiografi sebagai salah satu aspek kajian dalam ilmu sejarah
(humaniora) telah mengalami beberapa perkembangan struktur dan
konsep. Secara geo-histori, Historiografi Barat mengalami periodisasi
perkembangannya sendiri, yakni:
a) Historiografi Yunani Kuno;
b) Historiografi Romawi;
c) Historiografi Abad Pertengahan;
d) Historiografi Zaman Renaissance; serta; dan
e) Historiografi Modern.

B. Historiografi Yunani

Periode Yunani dalam aspek historiografi berawal dari tatanan


pemerintahan yang ada pada saat itu. Para sejarawan Yunani pada
umumnya berasal dari lingkungan orang berada atau yang secara material
berasal dari kalangan masyarakat yang posisi ekonominya baik. Mereka
nampaknya telah menjalani masa kehidupan sebagai pengarang, atau
bahkan sebagai ilmuwan. Akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah
para politikus, pegawai negeri, militer, dokter (tabib) atau guru, dan pada
waktu yang sama atau sesudahnya juga masih tetap menjalankan
pekerjaan penulisan sejarah.
Dalam ruang lingkup zaman Yunani, penulisan sejarah hanya
sebatas pada cerita mitos dan legenda belaka. Unsur objektivitas dalam
sejarah sebagai sebuah peristiwa yang benar-benar nyata terjadi belum

60
mengalami internalisasi. Orientasi mythe lebih dominan ketimbang
logika realitas.
Dalam mengkisahkan sejarah masa lampau yang jauh ke belakang,
para sejarawan Yunani pada umumnya mendasarkan pada cerita
rakyat dan kisah-kisah yang disampaikan secara turun menurun atau atas
karya para penulis terdahulu, yang sesungguhnya juga berasal dari para
penulis-penulis yang mendahuluinya.[2] Namun demikian sejauh bisa
diketahui, tradisi penulisan sejarah yang paling awal pada jaman Yunani
kuno adalah apa yang disebut dengan istilah tradisi Homerus[3],
kemudian disusul dengan munculnya para Logograaf[4] , dan yang
terakhir zaman keemasan historiografi Yunani kuno.

C. Historiografi Romawi

Periode historiografi Romawi tidaklah jauh berbeda dengan


periode Yunani. Para sejarawan memiliki orientasi terhadap kesusastraan.
Lebih banyak yang menceritakan sejarahnya hanya sebatas pengalaman,
perasaan, mitos, legenda, ketimbang peristiwa sejarah sesungguhnya
yang lebih besar. Mungkin karena pada dua zaman ini para sejarawan
adalah sebagai pegawai pemerintahan, guru, pedagang, dlsb. Oleh karena
itu, mereka menceritakan sejarah (historiografi lisan) hanya sebatas ruang
lingkup retoris.
Ada kebisaaan para penulis sejarah zaman Romawi, bahwa
publikasi sejarah harus didahului atau diawali dengan pembacaan naskah
secara terbuka untuk umum. Demikian juga terjadi pada zaman
Herodotus, dan masih tetap terjadi 8 abad kemudian pada sejarawan
Ammianus Maecellinus.
Historiografi pada zaman Romawi adalah sejalan dengan kerajaan
Romawi itu sendiri. Oleh karena itu, histoiografi Romawi lebih banyak
menghasilkan karya-karya sejarah yang bersifat Rome-Oriented.
Berbeda dengan generasi pertama para sejarawan Yunani, yang
tertarik pada hal yang bersifat cosmopolitan atau kekota-kotaan,
sejarawan Romawi bisaanya hanya mengenal 1 kajian, yaitu Roma.
Namun harus diingat, jika dibandingkan dengan Yunani yang secara
politik terbagi menjadi wilayah-wilayah (polis) yang kecil, Romawi sejak
perang Punisia telah berkembang meluas dan relatif mendunia. Dalam

61
ikhtisar dari sejarah Romawi yang berawal dari “absolute” yaitu dengan
pendirian kota Roma, tetapi juga dengan perhatian yang besar untuk masa
Romawi yang terbaru, bisa ditemukan bentuk-bentuk annalistic yang luas,
sedangkan bentuk kronik relatif jarang ditemukan. Ikhtisar itu bisaanya
berakhir pada jamannya sendiri (si penulis). Sejarah umum yang universal
yang tidak hanya dalam kerangka sejarah Romawi hanya bisa ditemukan
pada karya Trogus. Untuk masa-masa yang terbaru Romawi, banyak
ditemukan studi monografi, misalnya memoires (tulisan peringatan)
dan historien (cerita yang lebih detail mengenai kejadian-kejadian masa
kini) atau kadang disebut dengan istilah annalen.

D. Sejarawan Muslim di Dunia Islam/Timur Tengah:


1. Ismail Al – Faruqi
Ismail Raji al – Faruqi atau lebih di kenal dengan nama al –
Faruqi di lahirkan di Jaffa Palestina pada 1 Januari 1921. Beliau
meninggal dunia pada 24 Mei 1986. Ayahnya adalah Abd. Al –
Huda al – Faruqi, seorang Hakim dan juga tokoh agama yang cukup
di kenal di kalangan islam. Keluarganya merupakan keluarga yang
terkenal di Palestina. semenjak ada kolonialisme Israel di negaranya,
sebagian besar kerabatnya pun pergi ke Libanon untuk mencari
perlindungan. Al – Faruqi mendapat perlindungan agama dari
ayahnya dan masjid setempat. Lalu al – Farui memulai sekilah di
Frence Dominicial College Des Freses Lebanon (St. Joseph) pada
1926 setelah lulus SLTA dari sekolah tersebut pada 1936. Kemudian
beliau mendapat gelar BA pada 1941 di American University Beirut.
Adapun gelar masternya diraih di India pada 1952, an memperoleh
gelar doktoral (Ph.D.). dari Universitas India Harvard. Meskipun dia
mendapatkan gelar doktor dalam filsafat barat, dikarenakan
langkanya kesempatan kerja dan juga dorongan batin. Dia kembali
ke akar dan cendekiawan islam akhirnya dia meninggalkan Amerika
menuju Kairo.
Al – Faruqi memulai karier profesionalnya sebagai guru
besar studi islam pada institut pusat riset islam di Karachi pada 1961
– 1963. Selama setahun sebelumnya setelah dia kembali ke Amerika
menjadi guru besar tamu dalam bidang sejarah agama di Universitas

62
Chicago. Pada 1964 al – Faruqi memperoleh gelar permanennya
sebagai guru besar luar biasanya fi jurusan agama di Universitas
Syracuse. Pada tahun 1968 dia pindah ke Universitas Temple untuk
menjadi guru besar studi islam dan sejarah agama. Ini merupakan
posisi yang di duduki sampai ia wafat pada 1986. Selain mengajar
al – Faruqi juga mendirikan Internasional Institute of Islamic
Thought (IIIT) pada tahun 1980 di Amerika serikat sebagai bentuk
nyata gagasan islamisasi ilmu pengetahuan. Lembaga tersebut
mempunyai banyak cabang di berbagai negara termasuk di
Indonesia dan Malaysia. Sebelumnya al – Faruqi sudah mendirikan
Association of Muslim Social Scientist. Kedua lembaga yang
didirikan tersebut telah menerbitkan banyak jurnal di Amerika
tentang ilmu – ilmu sosial Islam. Selama hidupnya ia banyak
menulis tilisan baik di majalah ilmiah maupun majalah populer dan
juga buku lebih dari dua puluh buah dalam berbagai bahasa dan tidak
kurang daei seratus artikel yang telah di publikasikan. Semuanya di
lakukan hanya untuk memperjuangkan proyek integrasi ilmu
pengetahuan.

Karya – karya Ismail Raji Al – Faruqi


Adapun karya yang di hasilkan oleh al – Faruqi dapat kita
jumpai dalam bentuk karya asli maupun dalam bentuk terjemahan.
Meskipun karyanya itu berbicara tentang dialektika islam modern
dan mencurahkan perhatiannya pada islamisasi sains, namun ide –
idenya selalu mengarah kepada ketauhidan. Adapun karya – karya
dari al – Faruqi sebagai berikut:
1. On Arabism, 4 jilid, Amsterdam, 1962.
2. Islam and Modernity: Diatribe or Dialogue Journal of
Ecumenical Studies, 1968.
3. Islam and Modernity: Problem and Prospective dalam the
Word in the Third Word, disunting oleh James P. Cotter, 1968.
4. Historical Atlas of the Religious of the Word, New York,
1974.
5. Islamizing the Social Science: Studies in Islam, 1979.
6. Islam and Culture, Kuala Lumpur, 1980.

63
7. “The Role of Islam in Global Interreligious Dependence”
dalam To wards a Global Congress of the World’s Religions.

2. Al – Jabarti
Memiliki nama lengkap Abd. Al – Rahman Ibn Hasan al –
Jabarti, beliau lahir di Kairo tahun 1163 H/ 1754 M, al – Jabarti
dinisbatkan pada Jabart, yaitu sebuah wilayah kecil di negeri
Habasyah (Etiopia), negeri asal nenek moyangnya. Nenek moyang
al – Jabarti pindah ke Kairo bersama – sama dengan beberapa
keluarga lain dari daerah Jabart. Perpindahan keluarga ini
kelihatannya tidak disebabkan oleh kesulitan hidup tetapi memenuhi
aspirasi keagamaan, tidak beberapa lama di kairo kake al – Jabarti
di tunjuk sebagai ketua pemukiman ( syekh ar - riwaq) di Azkar.
Kedudukan ini yang kemudian di wariskan turun – temurun dari
bapak sampai ke anak dan seterusnya.
Al – Jabarti berasal dari keluarga yang taat beragama dan
aktif berkecimpung di dunia ilmiah. Beberapa di antaranya adalah
ayahnya sebagai seorang ahli ilmu keagamaan islam dan ilmu pasti,
terutama astronomi dan geografi ayahnya juga mengajar di al –
Azhar. Al – Jabarti sendiri adalah seorang sejarawan Mesir terkenal
yang hidup di tiga periode politik Mesir.
1. Zaman pemerintahan Turki Ustmani di Mesir yang berahir
tahun 1798
2. Zaman pendudukan perancis (1798- 1801)
3. Zaman pemerintahan Muhammad Ali Pasya yang di mulai
tahun 1805 M

Pendidikan formal pertama yang di lalui oleh al – Jabarti


adalah Madrasah as – Samaniyah, Kairoh. Di samping menuntut
ilmu di Madrasah beliau juga belajar banyak ilmu agama dari
ayahnya dan ulama – ulama yang datang kerumahnya. Setelah itu al
-Jabarti melanjutkan pendidikannya di al – Azhar sambil terus
belajar ilmu astronomi, matematika, dan hikmah dari ayahnya.
Demikian pendidikan yang dilalui sampai ayahnya meninggal pada
1179 H, ketika ia masih berusia 21 tahun. Dalam lapangan ilmu, al
– Jabarti sebenarnya melanjutkan tradisi ilmiah yang sudah di

64
kembangkan oleh anggota keluarnya terdahulu. Sebagaimana
ayahnya al – Jabarti juga menjadi salah satu ulama besar di al –
Azhar, Kairo, Mesir. di samping itu al – Jabarti juga memberi
pengajaran di masjid – masjid dekat dengan rumahnya.

Karya – karya Al – Jabarti

1. Tarikh al – Jabarti
2. Mazhab at – Taqdis

3. Bediuzzaman Said Nursi


Dalam tahun 1877, al – Nursi dilahirkan di perkampungan
Nurs, dalam daerah Hizam di Timur Turki. Daerah ini terpencil dan
mundur dari sudut pembangunan material, meskipun begitu daerah
ini terkenal dengan keindahan alamnya dan kesederhanaan
kehidupan warga desanya. Al – Nursi adalah anak keempat bagi
pasangan Kurdi: Mirza dan Nuriyyah. Selain dari al – Nursi, anak –
anak yang lain bagi pasangan ini adalah Durrriyah, Khanim,
Abdullah, Muhammad, Abd al – Majid dan Marjan. Di percayai
bahwa nenek moyang dari al Nursi berasal dari Isparta, Barat Turki.
Dilahirkan dari keluarga petani yang sederhana, namun sangat
mementingkan soal keberkatan, dan ketakwaan, telah membentuk al
– Nursi dengan perwatakan dan kepintaran yang cukup luar biasa.
Al – Nursi mendapat asuhan serta didikan awal dari
keluarganya. Ketegasan ayahnya membentuk sifat disiplin dan
istiqomah, sedang sikap kelembutan dan keibuan yang ada pada
Nuriyyah menanamkan sifat kasih sayang terhadap diri Al – Nursi.
Al – Nursi sendiri mengakui bahwa berkat didikan dari keluarganya
banyak berpengaruh terhadap kehidupannya. Di samping itu beliau
juga termasuk anak yang kritis ketika masih kecil. Al – Nursi sendiri
sering menghadiri perbincangan dan perdebatan antar pelajar yang
diadakan di rumah maupun di madrasah – madrasah yang
berhampiran. Sejak kecil Nursi telah memperlihatkan minatnya
terhadap ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga seorang yang sangat
cerdas dan sangat kuat dalam menghafal terbukti dalam kurang dari

65
satu bulan ia hafal al – qur’an. Al – Nursi mulai merantau untuk
mencari ilmu semenjak berumur sembilan tahun dan semasa masih
berusia 16 tahun, beliau telah mengalahkan beberapa ulama
terkemuka yang telah menjemputnya ke beberapa majlis
pembahasan sehingga beliau di beri gelar Bediuzzaman atau
Keunggulan Zaman.
Era pertama karier nursi adalah menitik beratkan pada
persoalan ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan. Menurutnya perlu
adanya perubahan sistem pendidikan untuk itu ia menggunakan
pendekatan baru yaitu menggabungkan ilmu agama dengan ilmu
umum (modern). Usaha ini di lakukan untuk memantapkan
pemahaman dan keintelekan pelajar.

Karya – karya Said Nursi

a. Risalah al – Nur
Ilmu logika
b. Muhakemat ebuzzia matbaasi
c. Hutbei samiye
d. Isharatul I’jaz
e. Hutufvat i sitte
Ilmu mengenai bulan ramadhan dan bulan syawal
a. Suaat
Mengenai sirah nabi
b. Hakikat Cekirdekleri
c. Zaylul Zail
d. Hubbab

4. SAID RAMADHAN AL-BUTHI

Ilmuan yang bernama lengkap Muhammad Sa’id ibnu Mula


Ramadhan ibnu Umar al-Buthi ini lahir di Buthan (Turki) pada
tahun 1929 M/ 1347 H, dan syahid dalam sebuah aksi bom bunuh
diri di Masjid al-Iman Damaskus, Syiria pada tanggal 21 Maret 2013
M.

66
Mulanya, Al-Buthi belajar kepada ayahnya sendiri tentang
akidah, sejarah kenabian, kemudian dilanjut ilmu alat, hingga
mampu menghafal bait al-Fiah Ibnu Malik di usia 4 tahun. Setelah
itu, beliau belajar di Ma’had at-Taujih al-Islami, Damaskus di
bawah bimbingan al-‘allamah Syekh Hasan Habannakeh. Al-Buthi
menyelesaikan studinya di sana pada tahun 1953 M.
Pada persinggahan selanjutnya, al-Buthi mengunjungi
Kairo, Mesir. Pada tahun 1965 M. al-Buthi menyelesaikan gelar
doktoralnya di Al-Azhar, Kairo Mesir dengan predikat Mumtaz syaf
‘ula. Disertasinya yang berjudul Dhawabit al-Mashlahah fi asy-
Syari’at al-Islamiyyah mendapatkan rekomendasi dari Jami’ah al-
Azhar untuk dipublikasikan.
a. Metodologi Penulisan Sejarah73
Dalam karyanya Fiqhus-Sirah, Al-Buthi menjelaskan
bahwa dalam penulisan sejarah, secara umum, sejak abad 19
muncul berbagai macam nama aliran. Selain aliran obyektif
yang familiar dengan sebutan aliran ilmiah-menggunakan
metode riwayat, sanad, matan, dan lainnya sebagaimana kita
mempelajari studi hadis hari ini, ada aliran individualis yang
memperbolehkan masuknya tendensi pribadi, agama, suku dan
lainnya, menyebar luas hingga kini. Bahkan, aliran yang
didukung penuh oleh Freudlah (ilmuan Barat) ini mewajibkan
adanya interpretasi subjektif kepada sejarawan. Anehnya,
kecenderungan macam ini begitu diminati hingga saat ini.
Kenyataannya, aliran individualis inilah yang mengoyak-
ngoyak realitas sejarah yang selama ini terjaga dalam kesucian
data yang ada. Tokoh-tokoh suci seperti nabi Muhammad
kemudian ikut tercemari. Hal ini juga terjadi dunia Islam.
Pembentukan sejarawan macam ini dimulai dari
pendudukan Inggris terhadap Mesir. Sebagaimana Mekkah -
dengan Ka’bahnya- menjadi pusat peribadatan, Mesir -dengan

73
Diambil dari pemahaman pribadi penulis terhadap pendahuluan Al-Buthi secara penuh dalam
menulis Fiqhus-Sirah-nya. Cek: Said Ramadhan al-Buthi, Fiqhus-Sirah, Ter. Fuad Syaifudin
Nur, (Jakarta Barat: Mizan Publika, 2010), 10-13.

67
al-Azharnya- kala itu menjadi pusat intelektualitas-pemikiran
dunia Islam. Hal inilah yang kemudian membuat Inggris tak
tenang. Al-Azhar selalu ikut campur terhadap kepentingan
mereka dengan nuansa intelektualitasnya. Pilihannya hanya
dua, Inggris menyabotase Al-Azhar dari seluruh dunia Islam,
atau menyusup ke dalam untuk memengaruhi kebijakan dan
semua alur cerita keilmuan al-Azhar. Dalam hal ini, Inggris
mengambil jalan yang tepat: pilihan kedua.
Singkatnya, setelah Inggris berhasil menjalankan misi
ini, penulisan dan pemahaman terhadap sejarah berubah.
Dampak yang paling tampak dari misi ini adalah
diutamakannya interpretasi pribadi. Sedangkan metode dengan
mengandalkan riwayat, sanad, dan semacamnya hilang.
Mereka juga menghilangkan kisah-kisah khariq lil ‘adah (di
luar nalar) yang ada pada Nabi Muhammad, dan menggantinya
dengan penyebutan Nabi Muhammad sebagai manusia yang
luar biasa jenius, cerdas, dan lain-lain. Tanpa sadar, kita
bangga dengan gelar yang diberikan kepada nabi oleh musuh
Islam itu. Tanpa kita tahu, bahwa pembentukan pribadi yang
ada pada Nabi Muhammad adalah hasil dari mukjizat, wahyu,
dan interpretasi langsung dari Allah Swt.

5. BUYA HAMKA
Memiliki nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah,
tokoh yang masyhur dengan nama HAMKA ini lahir di Nagari
Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra
Barat, pada tanggal 17 Februari 1908 M. Ayah adalah seorang tokoh
pelopor pergerakan Islam “Kaum Muda” di Minangkabau, yang
memulai gerakannya pada tahun 1908 M. bernama Syekh Abdul
Karim Amrullah.74
Hamka adalah sosok yang sangat gemar mempelajari
berbagai macam bindang ilmu, seperti sastra, sejarah, pergerakan
dan lain sebagainya. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan

74
Rusydi. Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. HAMKA (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 1.

68
buku Sejarah Umat Islam jilid I, II, III, IV adalah sedikit bukti
bahwa Hamka juga sangat suka menuangkan pengetahuan dan
pikirannya dalam bentuk tulisan. Selain itu, politik juga termasuk
bahan “makanan” yang sangat digemari. Selain menampilkan sisi
sejarah, buku sejarah yang beliau karang itu juga memiliki
kecenderungan meneropong pergolakan politik yang terjadi di masa
lalu, juga sebagai bahan menjalani pergolakan politik yang terjadi
pada masa hidupnya. Hal ini tentu saja wajar karena Hamka adalah
sosok yang aktif dalam dalam pergerangan, bahkan ikut
membidangi berdirinya Muhammadiyah. Juga, sebagai ketua
Barisan Pertahanan Nasional sekaligus anggota Konstituante
Masyumi. 75 Hamka meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur
73 tahun.

a. Metodologi Penulisan Hamka76


Dalam pengantarnya, Hamka menjelaskan bahwa
dalam menulis buku Sejarah Umat Islam sempat membaca
ratusan buku sejarah, tanpa menyebut nama literatur dari
masing-masing buku bacaannya itu. Sesuatu yang kemudian
banyak disesalkan banyak orang, terutama bagi mereka yang
ingin mengkaji metode penulisan Hamka.
Lebih jelas, pengantar penerbit dari buku ini menulis
begini: “Dalam buku Sejarah Umat Islam Buya Hamka
memang tidak mencantumkan daftar pustaka yang menjadi
sumber rujukan resmi Buya Hamka dalam menulis buku ini.
Ketiadaan daftar pustaka menjadi kendala tersendiri bagi kita
untuk menelusuri ke benaran dari sejarah yang Buya Hamka
tulis. Penerbit tidak menampikkan bahwa terdapat beberapa
perbedaan penyajian fakta sejarah…”
Namun demikian, tetap ada hikmah yang bisa dipetik:
hal ini bisa memberikan ruang diskusi untuk generasi

75
Ditulis oleh Fabian Fadhly Jambak, mengutip Slamet Pramono, Pandangan HAMKA tentang
Konsep Jihad dalam Tafsir al-Azhar, Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol 13, No. 2
(2015), 111.
76
Dikutip dari buku versi pdf: Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, (Depok: Gema Insani,
2016), XXI-XXIII.

69
selanjutnya membahas sejarah yang ada pada buku Hamka ini.
Lihat ungkapan pengantar penerbit:
“Namun, hal ini memungkinkan kita untuk membuka
ruang dialog diskusi terkait keshahihan cerita yang Buya
Hamka tulis di sini, dan mengambil tarikh mana yang tepa dan
shahih untuk dijadikan referensi dan pilihan dari masing-
masing kita.”

70
BAB VII
Sejarah Sebagai Isi, Pendekatan, Model, Kebenaran Dan
Kausalitas Dalam Historiografi

A. Sejarah Sebagai Isi Dari Historiografi

Sebagai isi dari historiografi (tulisan sejarah), sejarah dapat


didefinisikan dalam beberapa kategori. Dalam pendekatan bahasa, istilah
sejarah bergantung pada istilah yang akan kita pakai. Misalnya, sejarah
dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang
benar-benar terjadi.
Sejarah mempunyai berbedaan makna dengan istilah yang sering
disamakan orang, seperti riwayat atau hikayat, kisah dan tarikh. Padahal,
istilah-istilah tersebut berbeda dengan pengertian sejarah sebenarnya.
Riwayat adalah cerita yang diambil dari kehidupan; kisah adalah cerita
tentang kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau; tarikh
adalah sebuah tradisi yang terjadi dalam sejarah Islam. Perbedaan antara
ketiga kata tersebut dengan sejarah adalah bahwa sejarah harus dibuktikan
kebenarannya dan menurut kelogisan dari sebuah peristiwa atau kejadian.

B. Kategori sejarah dalam historiografi.


1. Historiografi sebagai peristiwa dan kisah sejarah.
Sartono Kartodirdjo membagi sejarah menjadi dua, yaitu
sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah
dalam arti objektif adalah kejadian atau peristiwa sejarah yang tidak
dapat terulang lagi. Adapun sejarah dalam arti subjektif adalah
konstruksi yang disusun penulis sebagai uraian atau kisah sejarah
yang merupakan rangkaian dari fakta-fakta yang saling berkaitan.

2. Sejarah sebagai ilmu dan seni dalam tradisi historiografi


a. Penulisan sejarah sebagai ilmu.
Historiografi adalah ilmu dalam penulisan dan
pembelajaran sejarah manusia yang juga merupakan praktik dari
ilmu sejarah. Historiografi merupakan hasil dari rekonstruksi
manusia secara imajinasi dari keadaan yang terjadi pada masa
lampau yang mempunyai dasar-dasar dan bukti-bukti yang

71
pernah terekam pada masa lampau. Hal yang membedakan
antara sejarah sebagai peristiwa dan sejarah sebagai sebuah ilmu
terletak pada prasyaratan yang sudah baku dalam perspektif
filsafat ilmu pengetahuan.

b. Penulisan sejarah sebagai seni menulis


Sejarah sebagai seni dipahami bahwa dalam rangka
melakukan rekontruksi sejarah, seorang sejarawan
membutuhkan daya kreasi yang tinggi. Dalam Historiografi,
sejarah mempunyai banyak gaya bahasa yang dipengaruhi oleh
penulis historiografi. Sumber Historiografi dapat berupa puisi
dan cerita, pada masa awal historiografi masih dipengaruhi oleh
tradisi lisan yang turun temurun. 77

C. Penelitian sejarah sebagai pijakan historiografi.

Penulisan sejarah merupakan usaha rekonstruksi peristiwa yang


terjadi pada masa lampau. Penulisan baru dapat dikerjakan setelah
dilakukannya penelitian. Hal ini karena tanpa penelitian, penulisan
menjadi rekonstruksi tanpa pembuktian. Dalam penelitian dibutuhkan
kemampuan untuk mencari, menemukan, dan menguji sumber-sumber
yang benar. Adapun dalam penulisan dibutuhkan kemampuan menyusun
fakta-fakta yang bersifat pragmentaris dalam suatu uraian yang sistematis,
utuh, dan komunikatif. Keduanya membutuhkan kesadaran teoretis yang
tinggi serta imajinasi historis yang baik sehingga sejarah yang dihasilkan
tidak hanya dapat menjawab pertanyaan yang elementer.
Jawaban pertanyaan-pertanyaan yang bersifat elementer dan
mendasar tersebut adalah fakta sejarah yang merupakan unsur yang
memungkinkan adanya sejarah. Dengan demikian, penulisan ilmu sejarah
tidak hanya menuntut kemampuan teknis dan wawasan teri tetapi juga
menuntut integritas yang tinggi. Oleh karena itu, dalam melakukan studi
sejarah, sejarawan sering meninjau kecenderungan pribadinya. Hasil
penulisan sejarah atau tarikh inilah yang kemudian disebut dengan
historiografi. Penelitian dan penulisan sejarah berkaitan pula dengan latar

77
Setia Gumilar. 2017. Historiografi Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Bandung: CV.
Pustaka Setia.

72
belakang wawasan, latar belakang metodologis penulisan, dan latar
belakang sejarawan atau penulis sejarah. Kejadian-kejadian yang telah
terjadi pada masa lampau telah meninggalkan berbagai sumber dan
sejarawan dapat menggunakan sumber-sumber itu sebagai petunjuk untuk
penelitian lebih lanjut. Sejarawan dapat menggunakan sumber- sumber
itu untuk membuat rekonstruksi terhadap kejadian yang terjadi pada masa
lampau tersebut.

D. Konsep penting dalam penulisan sejarah

Dalam mempelajari dan memahami ilmu sejarah, ada beberapa hal


yang sangat penting yang harus diketahui dan dipahami oleh peminat dan
pengkaji sejarah. Konsep yang sangat penting adalah data, fakta, sumber
sejarah, dan metode sejarah.

1. Data
Data dapat didefinisikan sebagai informasi tentang peristiwa
sejarah yang dikemukakan oleh subjek sejarah, baik berupa orang
maupun dokumen. Oleh karena itu, data tersimpan dalam seseorang
atau sekelompok orang, tersimpan dalam bentuk dokumen berupa
arsip, dan termuat dalam bentuk benda, seperti benda arkeologis;
dalam bentuk visual, seperti foto-foto kejadian

2. Fakta
Fakta dalam ilmu sejarah berbeda dengan data, tetapi masih
banyak orang yang menyamakan kedua istilah ini, terutama dalam
mengkaji sebuah peristiwa sejarah. Kesalahan pemahaman tersebut
bisa dilihat dalam definisi berikut; fakta adalah sesuatu yang benar-
benar telah terjadi; fakta adalah bukti-bukti dari sesuatu yang telah
benar terjadi. Kedua pengertian tersebut adalah salah dan keliru.

3. Sumber Sejarah
Sumber sejarah adalah informasi yang diberikan secara
langsung ataupun tidak langsung kepada kita tentang sesuatu yang
berkaitan dengan masa lampau. Sebuah sumber sejarah bisa berisi
tentang aktivitas manusia masa lalu dalam sebuah kehidupan.

73
Keberadaan sumber sejarah bagi para peneliti sejarah sangat penting
karena di dalam sumber sejarah itulah, informasi dapat diperoleh.

4. Metode Sejarah
Metode sejarah merupakan prosedur yang harus dilakukan
oleh para pengkaji sejarah. Sebagai sebuah prosedur, metode sejarah
dihadapkan oleh berbagai aturan baku yang harus senantiasa
mendapat perhatian bagi para pengkaji dan peneliti sejarah. Hampir
dalam setiap ilmu pengetahuan, tidak terkecuali dengan sejarah,
metode merupakan hal yang wajib dipegang sebagai rambu-rambu
dalam melakukan penelitian atau penulisan karya sejarah. 78

E. Model-Model Historiografi
a. Penulisan Sejarah Sosioal
Sebuah karya penulisan sejarah sosial tidak lepas dari peran
masyarakat, sebuah tatanan atau stratifikasi masyarakat yang
memunculkan dinamika sosial menjadi salah satu faktor pemicu
timbulnya peristiwa yang menarik untuk diikaji.Pada dasarnya,
hubungan antara sejarah dan sosial sangat berkaitan. Keduanya
mempunyai pokok bahasan yang sama, yaitu manusia sebagai
subjek dan perbuatan manusia sebagai objeknya. Bagi sejarawan,
penulisan sejarah merupakan proses rekonstruksi peristiwa masa
lampau secara objektif untuk diambil hikmahnya dan guru yang
terbaik "historia megistra vitae" (Rustam E. Tamburaka, 1994: 42).

b. Penulisan Sejarah Politik


Sejarah sistem politik Indonesia dapat dilihat dari proses
politik yang terjadi di dalamnya. Akan tetapi, penguraiannya tidak
cukup sekadar melihat sejarah bangsa Indonesia karena diperlukan
analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik terdapat
interaksi fungsional, yaitu proses aliran yang berputar menjaga
eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem terbuka karena
sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan

78
Setia Gumilar. 2017. Historiografi Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Bandung: CV.
Pustaka Setia.

74
tekanan. Secara umum, sejarah politik berfokus pada peristiwa yang
berkaitan dengan negara dan proses politik formal.

c. Penulisan Sejarah Kebudayaan


Dalam historiografi Indonesia sangat jarang sejarawan yang
tertarik untuk menulis sejarah kebudayaan. Tampaknya, dimensi
budaya dilupakan karena tekanan yang besar dalam
penulisan.Dalam kaitan inilah, sejarah kebudayaan mempunyai
peranan penting karena hanya dengan melihat ke masa lalu, kita
dapat membangun masa depan dengan baik. Selebihnya, sejarah
juga menawarkan cara yang kritis mengenai masa lalu sehingga kita
tidak akan terjebak pada arkaisme dan makronisme, sekalipun
berpijak pada jati diri yang terbentuk pada masa lampau.

d. Penulisan sejarah ekonomi


Sejarah ekonomi merupakan daerah yang relatif asing bagi
sejarawan Indonesia, sekalipun sering diajarkan pada jurusan-
jurusan sejarah. Di negeri-negeri Barat, sejarah ekonomi merupakan
disiplin ilmu yang relatif baru. Sejarah ekonomi yang secara formal
berdiri sendiri, lepas dari subordinasi pada sejarah politik, ingin
mencari makna sendiri dalam mempelajari corak dan penjumlahan
dari hubungan manusia yang bersifat ekonomi, sosial, dan budaya.
79

F. Pendekatan Dalam Hostoriografi


1. Sejarah Kebudayaan Baru
Lynt Hunt (ed.) dalam karyanya The New Cultural History
membicarakan salah satu model dalam penulisan sejarah, yaitu
sejarah kebudayaan. Tekanan dalam sejarah budaya adalah
pengujian cermat (atas naskah, gambar, dan tindakan) dan pikiran
terbuka bagi sesuatu yang ditunjukkan oleh pengujian tersebut
daripada penjelasan naratif baru atau teori-teori sosial untuk
menggantikan penekanan materialis dalam Marxis dan aliran
Annales. Sejarawan yang bekerja dalam model budaya ini

79 Umar, Muin. 1988. Historiografi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

75
hendaknya tidak dihambat oleh keragaman teori karena kita hanya
memasuki tahap baru ketika ilmu-ilmu humaniora lainnya (termasuk
kajian sastra, antropologi, dan sosiologi) menemukan hal yang baru.
Penggunaan istilah historisisme baru dalam kajian sastra misalnya
menunjukkan tekanan pada penyajian kembali dalam sastra, sejarah
seni, antropologi, dan sosiologi yang semakin banyak menimbulkan
tanggapan terhadap jaringan sejarah yang mengikat objek kajiannya
(Lynt Hunt, 1989).

2. Pendekatan Strukturis
Dalam konteks sejarah sebagai perubahan terdapat persoalan
dalam menjelaskan perubahan di masyarakat. Artinya, tumpuan
harapan yang hanya menekankan pada aspek manusia belum cukup
untuk melakukan pemahaman terhadap pola perkembangan
masyarakat (kebudayaan), tanpa memahami struktur sosial yang
terjadi. Pemahaman struktur sosial ini akan melengkapi terhadap
ahli sejarah dalam memerankan dirinya sebagai pelaku perubahan
pada masyarakat.

3. Pendekatan Cultural Studies


Dalam pandangan Raymond Williams (dalam Ahmad
Sahal:2000), cultural studies lebih menekankan pada pembacaan
budaya (sejarah) sebagai tindakan kontra hegemoni, resistensi
terhadap Dalam pandangan Raymond Williams (dalam Ahmad
Sahal, kuasa "dari atas", dan pembelaan terhadap subkkultur.
Kebudayaan (sejarah) dilihat sebagai wacana pendisiplinan dan
normalisasi dengan upaya melakukan perayaan terhadap satuan
kecil, sebuah upaya membangkitkan pengetahuan yang tertekan
(insurrection of the subjugated knowledges).

4. Pendekatan Struktutalisme Dan Semiotik


Sesuai dengan namanya, strukturalisme berkaitan dengan
penyingkapan struktur berbagai aspek pemikiran dan tingkah laku.
Menurut Benny H. Hoed, strukturalisme tidak berusaha menyoroti
mekanisme sebab akibat dari suatu fenomena, tetapi tertarik pada
konsep bahwa satu totalitas yang kompleks dapat dipahami sebagai

76
rangkaian unsur yang saling berkaitan. Fokus utama strukturalisme
erletak pada analisis relasi antara berbagai unsur, bukan pada
hakikat unsur tersebut. Relasi tersebut disebut oleh Saussure sebagai
bentuk relasi sintagmatik.

5. Pandangan postomodernisme terhadap ilmu sejarah


Lahirnya Postmodernisme telah mempengaruhi dunia
keilmuan yang menjadikan tantangan dalam berkembangnya ilmu
pengetahuan. Postmodernisme telah melahirkan pemikiran-
pemikiran yang mengejutkan banyak orang di Dunia Ilmu
Pengetahuan. Betapa tidak, kita yang sudah terbiasa berfikir serba
sistematis dan teratur tiba-tiba diminta untuk menelaah esensi segala
sesuatu dan mengabaikan segala macam keteraturan dan kepastian
yang sudah ditetapkan oleh teori-teori tertentu.

G. Kebenaran Dan Kausalitas Dalam Historiografi


1. Kebenaran sejarah dalam historiografi
a. Realisme Sejarah
Martin Bunzl dalam karyanya Reflection on Historycal
Practice melakukan upaya sintetis terhadap perdebatan tentang
objektivitas di kalangan sejarawan dan argumen filosofis terbaru
tentang realisme Praktik sejarah dalam kaitannya dengan filsafat
sejarah terdiri atas dua dunia, yaitu filsafat dan sejarawan. Perdebatan
ini seputar penyebutan istilah yang berbeda pada kalangan filosofis
dan kalangan sejarawan Kalangan filosofis menyebutnya realisme,
sedangkan sejarawan menyebutnya objektivitas. Dua perbedaan ini
disintesiskan oleh Bunzl dengan merumuskan model filsafat sejarah,
yaitu objektivitas dan realisme dalam sinar baru.

b. Mendekontruksi sejarah
Alun Munslow (1997) dalam karyanya, Deconstructing
History mencoba menjawab keakuratan disiplin ilmu dalam
menemukan dan menyajikan peristiwa masa lalu dalam bentuk naratif.
la juga berpendapat bahwa sejarah harus dinilai kembali pada tingkat
paling dasar. Tidak hanya cukup mengkritik metode sejarahnya, tetapi

77
lebih baik bertanya, "bisakah sejarawan profesional dipercaya untuk
merekonstruksi dan menjelaskan masa lalu secara objektif dengan
mengambil fakta dari bukti, dan siapa setelah bekerja keras meneliti,
yang akan menuliskan kesimpulannya, tanpa menimbulkan masalah
bagi siapa pun yang membacanya?

Meskipun sejarah tidak pernah menjadi proses penelitian


positivisme atau usaha penulisan seperti yang ditunjukkan oleh
deskriptif, kaum empiris dan rekonstruksionis menegaskan sejarawan
sebagai pengamat netral yang menyampaikan fakta sebagai suatu
paradigma.

2. Teori Kausalitas dalam Sejarah


a. Pengertian kausalitas.
Kausalitas merupakan prinsip sebab-akibat yang dharuri
dan berhubungan erat dengan segala kejadian, peristiwa yang
terjadi, dan bahwa setiap peristiwa merangkaikan berbagai fakta
serta kekhususan di dalam eksistensinya pada masa lalu atau
berbagai hal lain yang mendahuluinya. Hal ini dapat diterima
tanpa keraguan dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan
keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu sosial yang
tidak diliputi keraguan apa pun.

b. Kausalitas dan historiografi.


Kausalitas merupakan konsep filosofis yang banyak
dibahas dalam epistemologi, metafisika, dan filsafat sains. Sulit
untuk memberikan definisi netral terhadap konsep ini. Konsep
"kausalitas dalam sejarah filsafat dan sains terkait dengan konsep
lain, seperti necessity, universalitas, determinisme, manipulasi,
dan probabilitas Konsep necessily atau necessary connection
antara sebab dan akibat, misalnya, selalu menjadi bahan
perdebatan mulai dari Aristoteles, filsuf Muslim sampai filsafat
kontemporer.

Perdebatan ini tidak lepas dari pandangan dunia


(Weltanschaung) yang mengelilinginya dan seluruh bentuk

78
kebudayaan yang ada. Dalam sejarah filsafat Islam, misalnya,
terjadi perdebatan yang sengit antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd
mengenai konsep kausalitas yang tidak lepas dari posisi teologis
dan kultural dari keduanya.80

80
Fajriudin, 2018. Historiografi Islam Konsepsi dan Asas Epistomologi Ilmu Sejarah Dalam
Islam. Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.

79
BAB IX
Aliran-aliram Historiografi Islam Masa Awal

Menurut Husein Nasser, perkembangan penulisan sejarah awal masa


kebangkitan Islam memperlihatkan tiga aliran yang jelas yaitu aliran Yaman,
aliran Madinah, dan aliran Irak. Akan tetapi, banyak pengamat historiografi
Islam tidak memasukan aliran Yaman sebagai aliran penulisan sejarah masa
awal Islam. Mereka hanya menyebutkan dua aliran (aliran Madinah dan
aliran Irak) karena menurut mereka aliran Yaman telah bercampur antara
informasi historis dengan dongeng atau legenda, dan bahwa historiografi
Yaman merupakan kelanjutan dari historiografi Arab pra-Islam sehingga
aliran Yaman tidak dimasukkan dalam aliran historiografi masa awal Islam.
Akan tetapi, para pengamat sepakat bahwa ketiga aliran itu dalam
perkembanganya akan melebur menjadi satu, meskipun dengan corak dan
tema yang semakin beragam. 81

A. Aliran Yaman
Pada masa awal kebangkitan islam Yaman dapat dikatakan lebih
memiliki peradaban daripada penduduk Arab Utara. Dikarenkan waktu
itu penduduk Yaman sejak lama sudah mengenal tulis menulis peristiwa
yang mereka alami, mereka juga sudah mengenal sistem kalender sejak
tahun 115 SM. Dkarenakan mereka menganggap penting tulis-menulis.
Seperti berita yang tertulis yang ada didalam tulisan-tulisan yang
ditemukan di tempat-tempat peribadatan mereka sebelum Islam
diantaranya yakni berita tentang runtuhnya bendungan maarib sehingga
mengakibatkan penduduknya untuk hijrah ke berbagai tempat, tentang
kerajaan Saba dan Ratu Bilqis, tentang kerajaan himyar, penkalukan
habasyah atas habasyah.
Adapun ciri-ciri tentang aliran yaman yakni bersifat dongeng,
kesuskuan dan khayalan. Menurit perkiraan Muhammad Ahmad Tarhini
munculnya legenda dan dongeng dikarenakan fanatisme kedaerahan
orang-oramg Yaman pada abad pertama dan kedua hijriyah. Riwayat –

81
Setia Gumilar,Historiografi Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,(Bandung: Cv Pustaka
Setia, 2007), 156.

80
riwayat tentang yaman kebanyakan dalam bentuk hikayat yang bersisi
tentant hayalan dan dongeng kesukuan. 82
Diantara tokoh-tokoh yang hikayatnya dikutip oleh orang-orang
muslim yakni
1. ka’b al ahbar
Nama lengkapnya adalah abu ishaq ka’b al-ahbar, beliau
berasal dari suku Dzu’ Ru’ain dan melewati masa mudanya
sebagai pemeluk Yahudi dan masu islam pada masa kholifah Umar
bn Khottob, ada yang meriwayatkan pada masa Abu bakar.
Riwayat-riwayat hadits darinya terdapat dalam sunan Abu
Dawud, Sunan Tirmidzi, dan sunan nasa’i. Kisah-kisah nabi
banyak bersumber darinya, akan tetapi dia dinilai banyak
memasuka keterangan mitologi dalam karyanya. Oleh karena itu
para sejarawan sangat berhati- hati jika mengutip cerita darinya.
Seperti Ibn Qutaiybah Al-dinawari tidak memasukan karya-karya
darinya, namun Al-thabari dalam karyanya terdapat sedikit
riwayat dari ka’ab al ahbar.
2. Wahb ibn munabbib
Beliau lahir pada 34 H dia seorang narator tentang asal usul
Yaman dan jabatanya setingkat Qadhi. Tulisanya sangat dalam
melangkah ke floklor Yaman yang legendaris yang di
trasmisikanya untuk keperluan ahli tafsur dalam penulisan Al –
quran.
Adapun jasanya dalam sejarah adalah meriwayakan sejarah
bangsa Arab pra Islam, meriwayatkan bangsa-bangsa bukan Arab
terutama bersumber dari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani,
menciptakan kerangka sejarah para nabi, mulai dari nabi Adam
sampai nabi Muhammad dan memasukan unsur kisah ke dalam
sejarah.
Dia meninggalkan beberapa karya yakni Ahadist al-anbiya
wa al-ibad wa alhadist, Al mubtada, Qashash al-anbiya, Mubtada
al khalq, Al –mabda dan Al- mubtada.

82
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Pt Logos Wacana Ilmu 1997), 48.

81
3. Abid ibn syariyyah al –jurhumi
Dia seseorang yang berumur panjang, ada yang
mengatakan samapi umur 300 tahun ada pula yang mengatakan
selama 220 tahun yang jelas dia hidup pada masa pra islam dan
masa islam. Pada masa mu’awiyah abid snagat dihormati sebagai
pakar sejrah dan menyuruh wakil-wakilnya untuk menulis tentang
abid sedangkan pada masa yazid ia dihormati sebagai seorang
informan.
Sebagian kritikus menyatakan bahwa karyanya lebih dekat
dnegan hikayat daripada sejarah, adapun karya-karyanya yakni
kitab al-amstal dan kitab al muluk. Menurut al nadim diam pernah
melihat kitab sal-amtsal memiliki tebal 50 halaman.83

B. Aliran madinah
Pekembanagn sejarah serta keagamaan pertama kaum muslimin
berada di kota madinah, karena madinah semdiri merupakan ibu kota
pertama kaum muslim sebelum akhirnya di pindah ke Damaskus pada
masa dinasti Umayyah.
Ilmu pengetahuan Islam pertama yakni ilmu hadist karena dengan
hadist kaum muslimin mengetahui hukum-hukum islam,penafsiran al-
qur’an, sunnah Rasullulah,keteladanan rasul, dan sebagainya yang
berkembangan melalui periwayatan.
Adapun ciri dari aliaran madinah adalah :
1. aliran sejarah ilmiah yang mendalam bukan seperi aliran yaman
yang lebih kepada cerita rakyat dan mitos,
2. banyak memperhatikan al-maghazi (perang-perang yang dipimpin
langsung oleh Rasullulah saw) dan biografi nabi
3. berjalan diatas pola ilmu hadits yaitu memperhatikan sanad
4. Dilatar belakangi oleh perkembangan ilmu hadist

Menurut abd al-aziz akl-duri perkembanagn dan orientasi aliran


madinah sangat ditentukan oleh usaha-usaha dari dua ulama ulama bidang
fikih dna hadist yaitu urwah ibn al-zubayr dan muridnya yakni zuhri

83
Ibid., 49.

82
dianganay aliran madinah berkembang pesat dan murid-murid ri az zuhri
seperti musa ibn uqbah dan ibn ishaq melnjutkan langkahnya.
Adapun para sejarwan dalam aliran madinah yakni abdullah ibn al-
abbas, sa’id ibn al-musayyab,aban ibn ustman ibn affan, syurahbil ibn
sa’ad, urwah ibn zubair ibn awam, ashim ibn umaribn qatadal,muhammad
ibn muslim ibn ubaidillah ibn syihab al zuhri dan musa ibn uqbah.

Tokoh-tokoh aliran Madinah diantaranya adalah :

1. Abuddullah Ibn Al Abbas (W.78 H)


Beliau dikenal sebagai ahli Hadits, Fikih, Tafsir, dia juga
dikenal memiliki pengetahuan tentang sejarah, ayyam, al-arab,
nasab, syair, dan bahasa. Al-Thabari meriwayatkan daripadanya
peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan bangsa Arab. Dia tidak
meniggalkan karya tulis, tetapi ucapan-ucapannya banyak dicatat
oleh murid-muridnya. Oleh karena itulah, penulisan riwayat-riwayat
Ibn Abbas ini dapat dikatakan sebagai awal penulisan sejarah
dikalangan bangsa Arab.
2. Said Ibn Musayyab (13-94 H)
Seorang ahli fikih yang mempunyai banyak pengetahuan
tentang sejarah. Pengetahuan luas tentang sejarah diakui oleh Al-
Zuhri. Konon dia telah menulis beberapa cerita tentang kehidupan
Nabi Muhammad Saw dan tentang ekspansi Islam. Hal itu diketahui
melalui kutipan-kutipan Al-Thabari di dalam karya sejarahnya yang
terkenal.

3. Syurahbil Ibn Sa’ad (W.123 H)


Dikenal sebagai perawi hadits juga dikenal sebagai
sejarawan muslim generalis pertama, yang banyak memiliki
pengetahuan tentang sirah dan al maghazi.

4. Urwah Ibn Zubayr Al-Awwam


salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah, yaitu sebutan untuk
sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi'in yang merupakan para
tokoh utama ilmu fiqih di kota Madinah setelah wafatnya generasi

83
Sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad. Urwah bin
az-Zubair adalah periwayat atas sebagian besar hadits yang berasal
Aisyah, selain dari para Sahabat lainnya seperti Ali, Umar, Ibnu
Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, dan lain-lain.[4] Selain itu, ia juga
mendapat pengajaran dari Said bin al-Musayyib, yang lebih tua
tujuh atau delapan tahun darinya.

C. Aliran Irak
Aliran terkahir yang muncul yakni aliran irak. Aliran ini lebih luas
daripada aliran sbelumnya. Kelahiran aliran ini tidak dapat dipisahkan
dari kebuayaan arab yang telah memasuki wilayah irak pada masa umar
ibn khattab hingga kemudian umat islam membangun wilatah ini hingga
mencapai kemajuan
Pada mulanya aliran irak dalam meriwayatkan kisah-kisah sejarah
lebih kepada lisan yaitu pemnyampaian cerita oleh narrator dalam
pertemuan suku di malam hari atau oleh amir dipasr-pasar atau bahkan
mesjid-mesjid kota. Baru pada masa ali bin abi thalib aliran 9ni di tulis
oleh sejarawan yang dilakukakn oleh sekertaris ali bin abi tholib yakni
ubaidillah ibn abi rafi’ dalam bukunya yakni qadhaya amir al-mu’minin
alayh al-salam dan tasmiyah man syahad ma’a amir al –mu’minin fi
hurub al-jamal wa shiffin wa al-nahrawan min al-shahabah radhia Allah
anhu. 84
Adapun ciri-ciri aliran ini yakni
1. Lebih luas cakupanya dari 2 aliran sebelumnya
2. Memperhatikan arus sejarah pra islam dan masa islam
3. Memperhatikan sejarah kholifah
4. Melepaskan diri dari cerita mitos seperti aliran yaman
5. Melepaskan diri dari pengruh ilmu hadist
6. Dalam penulisanya aliran ini lebih condong membahs
kekholifahan, pemerintahan, politik dan nasab dengan cenderung
menggunakan sususan satra atau syair.

84
Ibid., 69.

84
Adapun tokoh penulisnya yang disebut oleh badri yatim yakni
awabah ibn al-hakam, sayt ibn umar al-asadi al-tamimi, abu mikhnaf,
nashr ibn muzahin, Dan Muhammad ibn al sa’id al-kalibi.85
Sebagian tokoh aliran Irak diantaranya adalah:
1. Awanah ibn Al-hakam
Awanah ibn Al-Hakam (764 AD - 147 A.H) yang hidup kufah,
ibukota iraq. dia tertarik pada genealogi, sejarah, dan
mengembangkan puisi selera. dia menulis dua buku: sirat muawiyah
w bani umayyah dan kitab al-tarikh. dianggap bahwa yang pertama
adalah sejarah umayyah di mana catatan dinasti dicatat dalam urutan
kronologis.

2. Abu Mikhnaf
Abu Mikhnaf adalah penulis prosa Arab tertua, seorang
Akhbari (penyebar berita atau tradisi), sumber penting dari tradisi
sejarah awal Irak, dan sumber utama sejarah al-Tabari. Abu Mikhnaf
adalah sumber yang hampir eksklusif untuk peristiwa di Irak selama
gubernur panjang al-Hajjaj bin Yusuf (694-714), konflik Zubayrid dan
Umayyah dengan pemberontak Azariqa di Persia (684-698) dan
ekspedisi Ibn al -Ash 'ath melawan Sistan (699–700).
Dia telah menyajikan narasinya dalam banyak detail dan
keuletan, dalam cara yang sangat jujur dan menarik, dalam bentuk
dialog dan pementasan, yang telah dia kumpulkan melalui
penyelidikan independen, pengumpulan fakta dan mencari informasi
tangan pertama, tetapi dia tidak mengabaikan tradisi lain.

85
Ibid., 70.

85
BAB X
Pendekatan Dan Metodologi Historiografi Islam

A. Pendekatan dalam Sebuah Penelitian


Sudut pandang yang digunakan dalam meninjau serta mengupas
suatu permasalahan. Dari segi mana peneliti memandangnya, dimensi
mana yang diperhatikan, unsur-unsur apa mana yang diungkapkan. Di
dalam penelitian sejarah yang sangat kompleks sifatnya diperlukan
pendekatan multidimensional (approach multidimensi artinya
pendekatan yang bersegi banyak). Analisis berdasarkan interpretasi satu
faktor, Eksplanasi itu diperoleh melalui analisis.
Untuk memperjelas analisis, dalam proses penulisan sejarah,
aplikasi metode dan teori sejarah perlu ditunjang oleh teori atau konsep
ilmu-ilmu sosial yang relevan. Dengan kata lain, perlu dilakukan
penulisan sejarah yang dituntut memberikan eksplanasi mengenai
masalah yang terbatas, perlu dilakukan secara interdisipliner dengan
menggunakan pendekatan multidimensional (multidimensional
approach). Gambaran mengenai suatu peristiwa sejarah akan lebih baik
jika dibantu dengan penjelasan yang menggunakan pendekatan tertentu
terutama ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, politik, ekonomi
dan geografi.86
Pendekatan dalam historiografi dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Pendekatan Strukturis
Dalam konteks sejarah sebagai perubahan di masyarakat.
Artinya, tumpuan harapan yang hanya menekankan pada aspek
manusia belum cukup untuk melakukan pemahaman terhadap pola
perkembangan masyarakat (kebudayaan), tanpa memahami
struktur sosial yang terjadi. Pemahaman struktur sosial ini akan
melengkapi terhadap ahli sejarah dalm memerankan dirinya
sebagai pelaku perubahan pada masyarakat.
2. Pendekatan Cultural Srudies

86
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999).

86
Dalam pandangan Raymond Williams (dalam Ahmad Sahal,
2000), Cultural Studies lebih menekankan pada pembaca budaya
(sejarah) sebagai tindakan kontra hegemoni, resistensi terhadap
kuasa “dari atas”, dan pembelaan terhdap subkultur. Kebudayaan
(sejarah) dilihat sebagai wacana pendisiplinan dan normalisasi
dengan upaya melakukan perayaan terhadap satuan kecil, sebuah
upaya membangkitkan pengetahuan yang tertekan ( inssurection of
the subjugated knowledges).
Didasarkan pada dua pemahaman tersebut, Ahmad Sahal
(2000) membuat tiga pandangan terhadap Cultural Studies.
a. Penolakan terhada kebudayaan yang bersifat Essensialisme.
Budaya tidak terbentuk secara aklamiah, Given, dan menyatu
dengan komunitas tertentu, tetapi melalui proses kontruksi
sosial.
b. Menekankan pada penghagaan terhadap kebudayaan sehari-
hari, terutama budaya pop dan media.
c. Penelanjangan teradap hubungan hubungan kuasa yang
timpang dalam kebudayaan, melalui pembacaan terhadap
sebagai dokumen sosial.
Untuk memahami sejarah dalam pandangan Cultural Studies
ini, banyak pendekatan yang dapat dipakai sebagai sebuah metode
untuk memahami sejarah. Salah satunya adalah pendekatan teks.
Sejarah dipahami sebagai teks. Menurut Melani Budianta,
memahami sejarah sebagai sebuah teks tidak terlepas dari
pemahaman yang mengitari sebuah teks tersebut dihasilkan, yaitu
kenyataan, author, dan audience. Teks yang merupakan sebuah
kontruksi yang dapat dipahami sebagai tiruan (mimetik) dari sebuah
kenyataan, dapat pula merupakan representasi dari kenyataan. Hal
ini bergantung pada proses pemaknaan yang dilakukan oleh manusia,
baik sebagai author maupun audience. Proses pemaknaan terhadap
teks ini dapat melalui pengaturan tertentu tanda-tanda dan
penerapan kode kultrual. Analisis ini menaruh perhatian pada
ideologi atau mitos-mitos dari teks.
Pemahaman lain tentang teks ini, yang dapat dilihat dari
kajian resepsi atau konsumsi, mengatakan bahwa pemakaan teks

87
yang dilakukan oleh pihak author belum tentu sama dengan
pemahaman teks oleh pihak audience. Maksudnya, pembaca
merupakan pencipta makna yang aktif dalam hubungannya dengan
teks.

3. Pendekatan Strukturalisme dan Semotik


Pendekatan struktrualisme sering dihubungkan dengan
Ferdinand de Saussure yang berpengaruh dalam jangka waktu antara
tahun 1950-1960. Sesuai dengan namanya, strukturalisme berkaitan
dengan penyingkapan struktur berbagai aspek pemikiran dan
tingkah laku. Menurut Benny H. Hoed, strukturalisme tidak
berusaha menyoroti mekanisme sebab akibat dari suatu fenomena,
tetapi tertarik pada konsep bahwa satu totalitas yang kompleks dapat
dipahami sebagai rangkaian unsur yang sling berkaitan. Berbeda
dengan strukturalisme, semiotika menurut Saussure adalah ilmu
yang mengkaji fenomena tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.
dari definisi tersebut, kajian semiotika bergantung pada aturan-
aturan yang berlaku pada masyarakat manusia. Dengan demikian
semiotika membimbing seorang pada pemahajman terhadap sebuah
tanda dengan berdasarkan kensensus masyarakat manusia.
Dalam meahami sejarah, Semiotika dapat mengungkapkan
berbagai jenis tanda yang digunakan untuk mengirimkan pesan,
yang oleh Danesi dan Perron (1999) disebut the signifying orders.
Menurutnya, kajian semiotika tidak hanya membahas persoalan
bahasa, tetapi juga aspek lain, seperti warna, body language, dan
lain-lain. Dalam melakukan penelitian sejarah menggunakan
pendekatan semiotika, Danesi dan Perron (1999) membagi tiga
dimensi yang dihubungkan dengan aksis kepertamaan, kekeduaan,
dan keketigaan, yaitu temporal meliputi unsur waktu sinkronik,
diakronik, dan dinamik: notational meliputi denotatif, konotatif, dan
annotatif; struktural meliputi pradigmatik, sintagmatik, dan
analogi.87

87
Setia Gumilar, Histroiografi Islam, (Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, 2017)

88
B. Interdisipliner dalam Historiografi Islam
Interdisipliner (Interdiciplinary) adalah interaksi intensif antar
satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun tidak,
melalui program-program penelitian dengan tujuan melakukan integrasi
konsep, metode, dan analisis.
Pendekatan Interdisipliner (Interdiciplinary) adalah pendekatan
dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tujuan berbagai
sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Yang
dimaksud ilmu serumpun adalah ulmu-ilmu yang berada dalam rumpun
ilmu tertentu, yaitu Rumpun Ilmu Kealaman (IIK), Rumpun Ilmu-ilmu
Sosial (IIS), dan Rumpun Ilmu-ilmu Budaya (IIB) sebagai altrnatif. Ilmu
yang relevan maksudnya ilmu-ilmu yang cocok digunakan dalam
pemecahan suatu masalah. Adapun istilah terpadu, yang dimaksud
terpadu adalah ilmu-ilmu yang digunakan dalam pemecahan suatu
masalah melalui pendekatan ini terjalin satu sama lain secara tersirat
(Implicit) merupakan suatu kebulatan atau kesatuan pembahasan atau
uraian termasuk dalam setiap sub-sub uraiannya. Ciri pokok pendekatan
Interdisipliner ini adalah Inter ( terpadu antar ilmu dalam rumpun ilmu
yang sama). Intrdisipliner tidak membatasi sebuah ilmu untuk berkerja
sendiri, tetapi dikaitkan satu sama lain, sehingga dapat disebut dengan
cabang. Interdisipliner seringkali digunakan dalam hal pemecah masalah
dan sebagai analisis yang kuat sehingga dapat diketahui cabang-cabang
kasus yang berbeda. 88

1. Metodologi dalam Penulisan Sejarah Islam


Metodologi dalam sebuah penelitian merupakan prinsip
dasar tentang metode riset yng diterapkan dalam proses peneltuan.
Disini Metodologi berbeda dengan Metode. Kedua istilah tersebut
memang seringkali digunakan secara bergantian arena memiliki
arti yang mirip. Ilmuwan Sosial Andrew Abbott (2001)
membedakan definisi dari Metodologi dan Metode yaitu

88 www.mainotes.com/2016/11/definisi-interdisipliner-apa-itu.html?m=1

89
Metodologi merupakan prinsip dasar, sedangkan Metode adalah
teknik penerapan dari Metodologi.89
Terdapat 4 langkah dalam penulisan sejarah Islam, yaitu
heuristik, kritik sumber/verifikasi, interpretasi, dan yang terakhir
adalah historiografi. Berikut akan dibahas satu persatu. 90
1. Heuristik adalah tahapan dalam mengumpulkan sumber
sejarah yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji.
Heuristik didapatkan dari sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber sejarah merupakan yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi atau data sebanyak-banyaknya
yang nantinya kan digunakan sebagai instrumen dalam
pengolahan data dan merekontruksi sejarah. Sumber primer
yaitu kesaksian dari seorang saksi yang melihat secara
langsung dengan mata kepalanya sendiri dan mengalami
sendiri peristiwa tersebut. Sedagkan sumber yang kedua
dalam penulisan sejarah yaitu sumber sekunder yang
merupakan kesaksian dari saksi orang lain. Sumber primer
maupun sekunder yang digunakan berupa buku-buku,
dokumen dimana buku tersebut ditulis oleh orang yang
menyaksikan peristiwa tersebut kemudian dituangkan dalam
bentuk tulisan.
2. Kritik sumber yaitu usaha untuk menguji, menilai serta
menyeleksi sumber yang telah dikumpulkan untuk
mendapatkan sumber yang autentik (asli). Ada dua macam
kritik sumber yang pertama yaitu kritik sumber intern (kritik
yang digunakan dalam meneliti kebenaran isi dokumen atau
tulisan) dan kritik sumber ekstern (kritik yang digunakan
untuk mengetahui keaslian sumber yang digunakan dalam
penulisan).
3. Interpretasi merupakan proses dalam menafsirkan fakta-fakta
sejarah yang telah ditemukan melalui proses kritik sumber

89
https://www.google.com/amp/sosiologis.com/metodologi-penelitian/amp
90
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,2007).

90
sehingga akan terkumpul bagian-bagian yang akan menjadi
fakta serumpun atau tiak berserakan. Ada dua macam dalam
interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis
(menyatukan).
4. Historiogarafi (penulisan sejarah) merupakan tahap akhir
dalam metode penulisan sejaah, pada tahap ini adalah
penyajian atas berbagai fakta yang telah terkumpul. Disini
Fakta-fakta sejarah diinterpretasikan kemudian penulis
menyampaikan sintesis yang diperoleh dari penelitian yang
telah dilakukan lalu disampaikan dalam bentuk karya ilmiah
atau bentuk tulisan. Para sejarawan harus menggunakan
pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada akhirnya ia
harus menghasilkan suatu sintesis dari hasil atau
penemuannya dalam sebuah penulisan yang utuh yang
disebut dengan historiografi.

91
BAB XI
Pandangan Sejarawan Barat (Orientalisme)
Terhadap Dunia Islam
A. Pengertian Orientalisme
Secara etimologi, orientalisme berasal dari kata “orient” dan
“isme”. Orient artinya Timur dan isme artinya paham. Menurut Kamus
Webster, orientalisme adalah “study of Eastern culture”, sedangkan orang
yang concern dengan studi ketimuran dinamakan dengan orientalis (a
study of Eastern culture). Dalam pengertian terminologis, secara apik dan
elaborative dikemukakan oleh Salih sebagai kajian yang dilakukan oleh
orang Barat terhadap Timur, Islam, yang berkaitan dengan bahasa,
kesusasteraan, sejarah, kepercayaan, perundang-undagan, serta
peradabannya dalam bentuk yang sangat umum. Penjelasan senada juga
dikemukakan oleh Abidin Ja’far yang mendefinisikan orientalisme
sebagai suatu ajaran atau paham yang mempelajari dan mengumpulkan
segala pengetahuan yang berkenaan dengan bahasa, agama, kebudayaan,
sejarah, ilmu bumi, ethonografi, ethnologi, kesusteraan, dan kesenian
yang berasal dari dunia Timur yang mencakup Afrika Utara (Timur Dekat,
Timur Tengah, dan Timur Jauh).91
Tentang dunia Timur yang mencakup Afrika Utara yaitu Timur
Dekat, Timur Tengah, dan Timur Jauh yang memiliki penjabaran. Timur
Dekat, yaitu istilah yang sering digunakan oleh arkeolog dan sejarawan
untuk merujuk kepada kawasan Levant atau Syam (sekarang Palestina,
Jalur Gaza, Lebanon, Suriah, Tepi Barat danYordania), Anatolia
(sekarang Turki), Mesopotamia (Irak dan Suriah Timur), dan Plato Iran
(Iran). Kemudian Timur Tengah, sebuah wilayah yang secara politis dan
budaya merupakan bagian dari benua Asia, atau Afrika-Eurasia. Pusat
dari wilayah ini adalah daratan di antara Laut Mediterania dan Teluk
Persia serta wilayah yang memanjang dari Anatolia, Jazirah Arab dan
Semenanjung Sinai. Terakhir Timur Jauh, istilah yang digunakan untuk
menunjuk wilayah Asia Timur, Rusia Jauh, dan Asia Tenggara.

91
AbidinJa’far, orientalismedanstuditentangBasaha Arab (Jakarta: BinaUsaga, 1987)., 7.

92
Asumsi teoritis yang lebih representative, dikemukakan oleh Said,
orientalisme menyangkut tiga fenomena yang saling terkait. Pertama,
seorang orientalis adalah orang yang mengajar, menulis atau meneliti
tentang Timur, terlepas apakah dia seorang antropolog, sosoialog,
sejarawan, dan filolog. Dengan kata lain, mereka adalah orang yang
mengklaim dirinya memiliki pengetahuan atau pemahaman tentang
kebudayaan Timur. Kedua, orientalisme merupakan mode pemikiran
yang didasarkan pada perbedaan ontologis dan epistemologis antara
Timur dan Barat. Ketiga, dan yang paling signifikan menurut Said bahwa
orientalisme dapat didiskusikan dan dianalisis sebagai institusi yang
berbadan hokum untuk menghadapi Timur, yang berpentingan membuat
pernyataan tentang Timur, membenarkan pandangan-pandangan tentang
Timur, mendeskripsikan dengan mengajarkan, memposisikan dan
kemudian menguasainya.92

B. Perkembangan penulisan Sejarah Islam di mata Sejarawan Barat


(Orientalisme)
Kata “Orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada
studi/penelitian yang dilakukan oleh selain orang Timur terhadap
berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan
permasalahan-permasalahan sosio kultural bangsa Timur. Barat menuduh
Islam disebarluaskan dengan pedang, ekspansi perluasan wilayah Islam
adalah penjajahan Islam terhadap bangsa-bangsa lain. Dalam hal ini,
alangkah baiknya merenungkan firman Allah SWT yang menegaskan
bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha terhadap umat
Islam sehingga umat Islam mengikuti mereka ajaran mereka. Dengan
demikian, melalui anggapan tersebut mereka mencoba menuliskan
sejarah Islam. Hal ini jelas akan memperbesar peluang subjektivas yang
ditulis oleh para orientalisme tentang sejarah Islam. Mereka tidak paham
konteks islam dalam melakukan suatu kebijakan atau perbuatan yang
bersejarah.
Selain itu, motif lain kenapa Barat ingin mempelajari sejarah Islam
pun harus kita telaah. Dr. Hamid Fahmy Zarkasy menyoroti bahwa Barat

92
Edward W. Said, Orientalisme: Western Conception of the Orient (London: Penguin, 1991),
2-3.

93
mengkaji Timur dan Islam karena motivasi keagamaan dan politik.
Terutama jika lihat bahwa dalam masa kegelapan bangsa Barat, mereka
melihat bahwa Islam sedang dalam masa kejayaannya. Sehingga mereka
berbondong-bondong utuk mempelajari peradaban Islam tersebut.
Semua kajian yang mereka pelajari semata-mata untuk
meningkatkan peradaban mereka. Setelah bangsa Barat bangkit dari abad
kegelapan, dan membalikkan keadaan menjadi imperialisme di negara-
negara Islam, tidak lantas mereka berhenti mempelajari Islam. Justru
mereka tetap mempelajari Islam dan berbagai aspek termasuk
sejarahnya.93

1. Pandangan Philip K. Hitti :


Syiar Islam hanya semata-mata demi kepentingan
ekonomi.“Para Ahli sejarah Arab, yang kebanyakan adalah “ulama”,
memberikan penjelasan sederhana bahwa perluasan wilayah Arab
tidak begitu penting secara Internasional menimbulkan kehancuran di
Timur dan memberikan kekuatan yang paling kekuatan yang paling
besar di Barat. Hal itu memang sudah ditakdirkan Tuhan, sama
sebagaimana penjelasan gereja tentang penyebaran agama Kristen dan
penjelasan Yahudi tentang penaklukan wilayah Kanaan. Kita
mendapat penjelasan bahwa motivasi perluasan wilayah itu bersifat
keagamaan, untuk menyiarkan agama Islam. Tetapi kenyataannya,
motivasi yang paling utama bersifat ekonomi”94

2. Pandangan Snouck Hurgronje:


Lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relative jauh
dari pengaruh Islam. “Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk
membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak
dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu
perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk
mengharapkannya ”Islam tidak ada artinya kecuali dengan ajaran-
ajaran kristen dan Yahudi“…sebenarnya seruan Muhammad itu atas
kerasulannya didorong oleh perasaan tidak puas semasa remajanya

93
Fajriudin, Historiografi Islam. (Jakarta : Kencana, 2018), 113.
94
Ibid., 114.

94
ditambah dengan kepercayaan pada diri sendiri yang kuat serta
dorongan spiritual yang tinggi terhadap lingkungannya. Motivasi
sesugguhnya dari seruan itu adalah pengaruh ajaran agama Yahudidan
Kristen terhadap dirinya..”

C. Tokoh-tokoh Orientalisme
Hasrat untuk mengenali hal-hal yang berkaitan dengan dunia
ketimuran tentu tidak serta merta langsung terjadi, ada beberapa faktor
yang mendorong para Orientalisme dalam mengkaji dunia ketimuran
antara lain:
1. Faktor Agama, sebagaimana kita ketahui pendetalah yang
memulai, dan hal ini masih berlangsung sampai sekarang. Seperti
yang kita saksikan bersama, ternyata mereka mempunyai
kepentingan untuk mencoreng Islam dan menjauhkannya dari
kebajikannya. Mereka juga menyelewengkan ajaran Islam merasa
berat dan ragu terhadap akibat dan warisan kebudayaan Islam serta
peninggalan lain yang masih berkaitan dengan Islam.
2. Faktor Imperialisme, berakhirnya Perang Salib dengan
kehancuran di pihak orang Salib, maka orang barat tidak berani
lagi untuk menduduki negara-negara Arab, apalagi terhadap
negara Islam. Karena itu orang Barat tidak hentinya berusaha
menghidupkan ideologi Finiq suatu kepercayaan batu Syiria, dan
ideologi Fir’aun di Mesir, Libanon dan Palestina, serta ideologi
as-Syuriah di Irak. Ini dimaksudkan agar mereka mudah untuk
mencerai-beraikan kesatuan kita sebagai umat yang bersatu serta
untuk melemahkan usaha pertahanan kita yang mandiri dalam
bidang militer, kemerdekaan dan kedaulatan diatas bumu sendiri.
3. Faktor Perdagangan, salah satu faktor yang mendorong kegiatan
orientalisme adlah semangat orang Barat bergaul dengan kita
untuk memperlancar penjualan dagangan mereka. Sekaligus
membeli bahan pokok dengan harga yang sangat rendah serta
mematikan industri domestik kita sendiri yang sebenarnya
mempunyai pabrik-pabrik megah diberbagai negara Arab dan
negeri Muslim.

95
a. Faktor Politik, di masa modern ini setiap kedutaan negara
Barat yang berada di Negara Arab mempunyai seorang
sekretaris bidang kebudayaan yang pandai berbahasa Arab
agar memungkinkan mereka untuk melakukan hubungan
dengan para tokoh pemikir, sampai mereka mengetahui
pemikiran tokoh-tokoh tersebut. Setelah mengetahui kondisi
psikis sebagian besar tokoh penting negara tersebut (muslim)
dan keadaan negara, maka mereka akan melakukan strategi-
strategi mereka untuk memecah belah umat Muslim.
b. Faktor Ilmiah, diantara orang orientalisme ada sekelompok
kecil yang datang ke Timur karena dorongan cinta untuk
meneliti terhadap kebudayaan, agama, peradaban dan
bahasa orang Timur. Kelompok ini relatif kecil
kekhilafannya dalam memahami Islam dan peninggalannya,
dibandingkan dengan kelompok lain, karena maksud atau
tujuan mereka tidak untuk mengotori dan membelokkan.
Oleh karena itu kajian mereka lebih menekankan kebenaran
dan metode ilmiah murni dibandingkan dengan mayoritas
orientalis. Lebih dari itu mereka ada yang mendapat
petunjuk untuk masuk Islam dan mengimani ajarannya.

Berikut Tokoh-tokoh Orientalisme:

a. Ignaz Goldziher
Merupakan salah satu tokoh orientalisme yang berasal dari
Hongariah. Ia juga disebut sebagai bapak orientalis lahir pada tanggal
22 Juni 1850 M dikota Szekesfehervar (sebuah kota di Hongaria) dan
meninggal dunia pada tanggal 13 November 1921 di Budapest diusia
71 tahun. 95 Berasal dari keluarga Yahudi terpandang dan memiliki
tradisi keluarga yang mengapresiasi ilmu pengetahuan. Ignez
Goldziher mengkaji tentang tradisi keilmuan Islam, khususnya ilmu
al-Qur’an, Tafsir, dan Hadist Nabi. Pandangannya terhadap Islam,
dipengaruhi oleh pendekatan Historical Criticism yang dilakukannya
dalam mengkaji Islam. Sehingga ajaran agama selalu dilihat hubungan

95
Idri, HADIS DAN ORIENTALIS, (Depok: KENCANA, 2017), 145.

96
historis, yang menyebabkan adanya kemiripan dalam ajaran agama
Islam dengan ritual agama-agama selain Islam.96
Karyanya, Mohammedanische studien, berisi tentang
pemikirannya hadist yang terbit tahun 1880 dalam bahasa Jerman dan
di terjemahkan oleh C. R. Barber dan S. M. Stern kedalam bahasa
Inggris yaitu Muslim Studies (London: Goerge Allien dan Unwin,
1971). Dalam karya terbesar itu seluruh pandangannya tentang hadits
tertuang secara sempurna.97

b. Christian Snouck Hurgronje


Lahir pada tanggal 8 Februari 857 di Tholen, Oosterhout,
Belanda. Berasal dari keluarga pendeta Protestan Tradisional. Ia
merupakan anak ke-4 dari Pendeta J. J. Snouck Hurgronje dan Ana
Maria, putrid pendeta D. Christian de Visser. Meninggal pada tanggal
26 Juni 1936 di Leiden di usia 79 tahun. Pada tahun 1884 Snouck
Hurgronje belajar di Mekkah karena keramahannya, para Syekh tidak
segan untuk membimbingnya dan sempat merubah namanya menjadi
Abdul Ghaffar. Ia seorang orientalis yang memiliki kebangsaan
Belanda, ahli Bahasa Arab, ahli agama Islam, ahli Bahasa dan
Kebudayaan Indonesia, dan Penasihat pemerintah Hindia Belanda
dalam masalah keislaman.
Pandangan Snouck Hurgronje pada saat itu, lebih terfokus pada
peredaman gerakan dari Rakyat Aceh. Sehingga ia melakukan
pengamatan terhadap perlawanan tersebut, ia berpendapat bahwa
“musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan
Islam sebagai Doktrin Politik”. Karya-karyanya: “Aceh: Rakyat
danAdatIstiadatnya”, “The Revolt in Arabia”, “Aceh di Mata
Kolonialisme”, Mohammedanism: Lectures on Its Origin, Its
Relligious and Political Growth, and Its Presen State” dll. 98

96
Siti Ana Mariyam, Studi Pemikiran Ignaz Goldziher tentang Perkembangan Tafsir bi Al-
Ma’tsur, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2016), 41.
97
Wahyudin Damalaksmana, Hadis di Mata Orientalis, (Bandung: Benang Merah Press, 2004),
87.
98
Abdurrahman Badawi, Mawsu’ah al-Mustasyriqin.Terj. Ensiklopedi Tokoh Orientalis
olehAmroeni Drajat, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta), 183

97
c. Endrew Rippin
Endrew Rippin berasal dari Inggris, Lahir 16 Mei 1950 di
London, Britania Raya. Ia dikenal sebagai ilmuwan Kanada setelah
menempuh Ph.D di kota itu. Selama satu dekade (2000-2010), ia
menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Humaniora di Victoria
University dan menjadi dosen besar berbagai bidang di universitas
tersebut, yaitu dalam bidang Studi Agama, bidang Sejarah, dan sejak
tahun ini di bidang Sejarah Islam. Ia wafat pada usia 66 tahun, tanggal
29 November 2016, Victoria, Kanada.99 Endrew Rippin tertarik pada
sejarah Tafsir Al-Qur’an. Menurutnya proses penafsiran yang
dilakukan ilmuwan dahulu dan kontemporer memiliki tujuan yang
sama untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi terbaik untuk
permasalahan-permasalahan yang terjadi. Namun keduanya memiliki
perbedaan secara metodologi dan sumber referensinya.
Karyanya Muslims Their Religious Beliefs and Practices, The
Qur’an; Formativ Interpretation, The Qur’an and Its Interpretative
Tradition, Qur’anic Studies: Source ad Methods of Scriptual
Interpretation, Approaches to the History of the Interpretation of the
Qur’an, The Qur’an: Style and Contents, The Islamic World; Muslim,
Their Religious Belief, and Practices, dan Blackwell Companion to
the Qu Adams.

d. Charles J Adams
Charles Joseph Adams lahir pada tanggal 24 April 1924 di
Houston, Texas dan meninggal pada 23 Maret 2011 di Mesa, Arizona.
Pendidikan dasarnya diperoleh melalui system sekolah umum. Adams
memperoleh gelar Sarjana dan pada tahun yang sama memasuki
Graduate School di Universitas Chicago bersama dengan Joachim
Wach. Karir akademisi Adams adalah professor dalam bidang Islamic
Studies dan pada tahun 1963 diangkat menjadi director Institute of
Islamic Studies McGill University.

99
Masyithah Mardhatillah, “Berkenalan dengan Andrew Rippin, Spesialis Kajian Sejarah Tafsir
Al-Qur’an”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 17, No. 2, Juli 2016, 210-212.

98
Charles J. Adams memiliki posisi penting dalam
pengembangan pemikiran kajian agama dan Islam. Salah satu
pengertian Charles tentang agama yaitu mengatakan “No statement
about a religion is valid unless it can be acknowledge by that
religion’s believers”. Sedangkan konsep agama menurut Charles
mencakup dua aspek yaitu pengalaman dalam dan perilaku luar
manusia (man’s inward experience and of his outward behavior).
Karyanya Adams telah menulis banyak tentang Islam, salah
satu karya terbesarnya yang dijadikan teks penting bagi dosen dan
mahasiswa agama adalah A Reader’s Guide to the Great Religions
(1977). Adams juga menjadi contributor arti keluntuk The
Encyclopedia Britannica, dan the World Book Encyclopedia, dan
Encyclopedia Americana. Beberapa karya lainnya adalah The
Encyclopedia of Religion (1987), “The Authority of the Prophetic
Hadith in the Eye of Some Modern Muslims, in Essays on Islamic
civilization presented to Niyazi Berkes (1976), the Ideology of
Maulana Maududi, in South Asian Politics and Religion, Ed. Donald
E. Smith (1966), dan Islamic Religious Tradition, dalam Leonard
Binder, The Study of the Middle East, Ed. (1976).100

e. Thomas Stamford Raffles


Terlahir dengan nama Thomas Raffles, sosok yang sangat
dihormati di Ingrris dan Singapura ini tidak lahir di lingkungan istana.
Ia lahir di pantai Jamaika pada 6 Juli 1781 dari orang tua yang hanya
berprofesi sebagai juru masak disebuah kapal. Namun sebutan Sir
(sebutan bagi bangsawan Inggris) selalu dilekatkan padanya karena
jasa-jasanya yang besar bagi pemerintah Inggris. Tidak seperti
Orientalis lainnya Raffles hanya menyelesaikan sekolah biasa di
Inggris. Karena keuletan dan kemauan belajar yang sangat tinggi
Raffles diterima bekerja sebagai juru tulis di East Indian Company
(EIC) pada tahun 1795.
Pada tahun 1811 ia dikirim pemerintah Inggris pada suatu
ekspedisi ke Tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur. Karena

100
Luluk Fikri Zuhriyah, “METODE DAN PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM”, 2007,
ISLAMICA, Vol. 2

99
kemampuannya, Pemerintah Inggris mempercayai Raffles menjadi
Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, pada tahun yang sama setelah
wilayah kepulauan Indonesia resmi jatuh ke tangan Inggris dari
Perancis. Raffles pun menggantikan Gubernur Jendral William Daen
dels (1808-1811) utusan Prancis. Walaupun datang sebagai pejabat,
Raffles ternyata sangat senang dengan dunia ilmu pengetahuan,
hingga membuat namanya digunakan nama ilmiah bunga rafflesia
arnoldi (Bunga Bangkai).
Karyanya yang terkenal yaitu “The History of Java”
sekalipun terlihat sebagai laporan atas apa yang ia temukan selama
bertugas di Jawa, namun karya ini dianggap sebagai tonggak penting
kajian-kajian sejarah dan kebudayaan Jawa dan Indonesia yang
dilakukan oleh orientalis-orientalis sesudahnya. Bagi Raffles, Islam
yang disebarkanluaskan Walisongo dianggap sebagai ajaran asing.
Sekalipun ia mengakui bahwa saat ia bertugas di kepulauan Melayu
dan Jawa, Islam merupakan agama yang dianut mayoritas rakyat di
kawasan ini, namun Raffles tidak melihatnya sebagai fenomena
kultural yang harus digali. Penggambarannya ini mengukuhkan kesan
tidak berpengaruhnya ajaran-ajaran Islam yang ia sebut sebagai
Mohamedanism ini kepada perilaku kultural masyarakat dan
penguasa-penguasa Muslim.101

101
Tiar Anwar Bahtiar, Tokoh-tokoh Orientalis di Indonesia, 2009.

100
BAB XII
Historiografi Islam Nusantara

A. Pengertian Islam Nusantara dalam Perspektif Sejarah


Menurut Azyumardi Azra: “Islam Nusantara adalah Islam
distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, dan
vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya, dan
agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy’ari, fiqh
madzhab Syafi’I, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter
wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya akan
warisan Islam (Islamic Legacy) menjadi harapan renaisans peradaban
Islam global.”
Menurut KH. Agus Sunyoto: “Islam Nusantara adalah salah satu
sebutan dari realita sosial amaliah agama Islam yang diwarisi dari
ajaran Walisongo dahulu. Dalam sejarah, Walisongo yang kita anggap
paling berhasil, karena sejak munculnya Walisongo, Islam meluas,
disebarkan ke pelosok-pelosok dan dianut oleh masyarakat.”
Jadi, Islam Nusantara perwujudannya adalah Islam yang faktual
yang bisa dilihat secara sosiologis maupun antropologis. Islam Nusantara
merupakan keberagaman umat muslim yang terbangun atas dasar kondisi
sosial-budaya-sejarah Nusantara yang panjang. Terbentuknya tidak
terlepas dari para penyebar Islam di Nusantara.

B. Historiografi Islam Nusantara


Dalam melacak historiografi Islam awal di Nusantara, Resenthal
melihat bahwa bentuk dasar historiografi Islam di Indonesia adalah karya
sastra klasik yang isinya banyak menyebutkan istilah-istilah kepada
narasi tertentu seperti haba, hikayat, kisah, tombo, dan lainnya yang
berasal dari bahasa Arab.102
Menurut Mukti Ali, terdapat 2 corak pendekatan dalam penulisan
sejarah Islam di Indonesia. Pertama, pendekatan sejarah Islam Indonesia
sebagai bagian dari sejarah umat Islam. Kedua, pendekatan sejarah Islam

102
Franz Rosenthal, A History of Muslim Historiography, (Leiden:E.J Brill, 1968), 8.

101
Indonesia sebagai bagian dari sejarah Nasional Indonesia. 103 Berikut
adalah bentuk dari pendekatan yang pertama:
Setidaknya ada 3 teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke
Timur Jauh termasuk ke Nusantara:
1. Teori Gujarat : Mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-
wilayah di anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar.
Teori ini dikemukakan oleh tokoh-tokoh Barat, seperti Pijnapel,
G.W.J Drewes, dan dikembangkan oleh Snouk Hurgronje.
2. Teori Persia : Tanah Persia disebut-sebut sebagai awal Islam datang
di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki
oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia.
Seperti peringatan 10 Muharram yang diperingati sebagai hari
peringatan Hasan dan Husein cucu Rasulullah. Teori ini didukung
oleh Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat.
3. Teori Mekkah : Mengatakan Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh
para pedagang Arab, khususnya kaum Allawiyin dari Hadramaut.
Teori ini didukung oleh Buya Hamka, Badri Yatim, Van Leur, TW
Arnold, Crawfurd, Niemann, dan de Hollander.

Sementara itu, pendekatan yang kedua, yakni pendekatan Sejarah


Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah Nasional Indonesia
diperkenalkan oleh Uka Tjandrasasmita, seorang arkeolog yang
keahliannya khusus mengenai peninggalan-peninggalan Islam di
Indonesia. Dalam penulisan sejarah Islam Indonesia ia lebih menekankan
pada sejarah sebagai proses dalam masyarakat yang terjadi karena
pergeseran elemen-elemen yang terdapat dalam masyarakat itu dan
kurang memberikan peranan tokoh. 104
Pendekatan sejarah Islam Indonesia sebagai bagian dari sejarah
Nasional Indonesia diidentikkan oleh Sartono Kartodirjo sebagai
kumpulan sejarah-sejarah lokal, secara implisit menggambarakan
penulisan baru sejarah Islam Indonesia. Pendekatan semacam itu lebih
menekankan pada sejarah sebagai proses dalam masyarakat yang terjadi
karena pergeseran elemen-elemen yang terdapat dalam masyarakat itu.

103
HAMKA, Sejarah Umat Islam IV, (Jakarta: Bulan Bintang,1981), 29.
104 M.Yakub, Perkembangan Islam Indonesia, vol.7 no.1, Juni 2013,140.

102
Perkembangan historiografi Islam di Indonesia mengalami
perkembangan bersamaan dengan perkembangan historiografi Indonesia
itu sendiri. Historiografi Indonesia dimulai dengan munculnya corak
historiografi tradisional yang mempunyai unsur-unsur yang tidak lepas
dari karya mitologi, seperti Empu Prapanca yang menulis kitab
Negarakertagama. Lalu pada masa kolonial penulisan sejarah didominasi
oleh orang-orang Eropa yang datang ke Indonesia dan bersifat Eropa-
sentris. Setelah Indonesia merdeka mulailah penulisan sejarah yang
didominasi oleh para penulis Indonesia yang memperkenalkan
historiografi dengan pendekatan Indonesia-sentris.
Perkembangan historiografi Indonesia berdampak pada
perkembangan historiografi Islam Indonesia. Dalam kurun waktu akhir-
akhir ini, sejarah Islam di Indonesia tidak hanya dilihat dari perspektif
lokal, tetapi dalam perspektif global dan total, yang melihat sejarah Islam
di Indonesia dalam kaitan dengan perkembangan historis Islam di
kawasan-kawasan lain.105
Salah satu karya terpenting sejarah Islam yang menempatkan
sejarah pada kerangka total atau global adalah karya Azyumardi Azra
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII. Dalam karyanya ini Azra melakukan penelitian terhadap ulama
Nusantara, khususnya pada abad 17 dan 18 dalam kaitan dengan wacana
intelektual keagamaan ulama Mekkah dan Madinah dan sekaligus tentang
hubungan dinamika Islam di Nusantara dengan perkembangan Islam
dikawasan dunia muslim lainnya.
Karya penting Azra lainnya adalah Islam Nusantara: Jaringan
Global dan Lokal. Buku ini merupakan historical account tentang Islam
di Nusantara dengan menggunakan pendekatan multidisipliner. Azra
melihat bahwa dinamika Islam di Nusantara tidak pernah lepas dari
dinamika dan perkembangan di kawasan lain, wilayah yang kini disebut
bagai Timur Tengah. Kerangka, koneksi, dan dinamika global itu
dipastikan membentuk dinamika dan tradisi lokal di Nusantara.
Karya sejarah lainnya yang sama dengan corak penulisan sejarah
Azra adalah kajian yang dilakukan oleh Abaza tentang mahasiswa

105
Ibid., 144.

103
Indonesia di Kairo. Kajian Abaza dapat disebut sebagai ‘sejarah
kontemporer’ mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Kairo dan
peranan mereka setelah kembali ke Indonesia.
Karya lainnya adalah kajian yang dilakukan oleh von der Mehden
tentang interaksi dan hubungan antara Islam di Asia Tenggara dan Islam
di Timur Tengah. Karya ini berusaha mengungkapkan dinamika interaksi
di antara kedua wilayah ini dalam berbagai aspek kehidupan.

C. Islam di Jawa Barat : Contoh Historiografi


1. Babad Tanah Sunda Babad Cirebon

Babad ini disusun oleh P.S Sulendraningrat. Merupakan


transliterasi dari tulisan asli yang beraksara Arab Pegon berbahasa
Cirebon madya. Diterbitkan pada tahun 1984. terdiri dari 47 cerita +
prakata.
Secara keseluruhan, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon
mengisahkan tentang berdirinya Kasultanan Cirebon dan
penyebaran Agama Islam oleh Syarif Hidayatullah (putra dari Raden
Rara Santang, keponakan Walasungsang atau pangeran Cakrabuana
atau Haji Abdullah Iman) yang dibantu oleh pamannya
(Walangsungsang) dan anaknya (Hasanudin).
Cerita ini merupakan suatu bentuk historiografi tradisional,
yang diidentifikasi dari beberapa unsur :

1. Sastra. Gaya bahasa yang hiperbola. Contoh

104
“Hai adik Syarifah Mudaim, ikhlaskanlah, yang
percaya kepada Allah, mudah-mudahan putra anda karena
inilah lantarannya menjadi punjul, baik anda berdoalah
anda karena dahulu anda ingin mempunyai putra Waliyullah
yang punjul sebuana.” Punjul Sebuana merupakan gaya
bahasa hiperbola, yang berarti ‘unggul sedunia’. Hal itu
memperlihatkan kata yang berlebihan.
2. Sejarah.
Tokoh : yang dimaksud adalah Maulana Insankamil,
yang memiliki nama lahir Syarif Hidayatullah yang
kemudian dikenal sebagai salah satu wali dari Walisongo
Peristiwa : kerajaan Sunda melakukan hubungan
dengan Portugis sejak tahun 1522 M. Usaha-usaha Pajajaran
dipatahkan oleh Fatahillah yang berasal dari kerajaan
Samudera Pasai. Ia mendapat perintah dari Sultan Demak
dan Syarif Hidayatullah untuk merebut Sunda Kalapa dan
pada tahun 1527 Sunda Kalapa berhasil dikuasai. Sejak tahun
1526/1527 M pelabuhan-pelabuhan Pajajaran telah ada di
bawah kekuasaan muslim.
3. Mitos
Dalam penggalah transliterasi Babad Tanah Sunda
Babad Cirebon banyak sekali mitos yang ditunjukkan,
antaranya pada cerita ketiga yang berjudul Gunung Ciangkup.

D. Historiografi Islam Asia Tenggara


Historiografi tradisional Asia Tenggara sebelum abad XX masih
dipengaruhi oleh agama. 106 Hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara
mendapat pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India.
Namun dalam perkembangannya, wilayah Indonesia, Malaysia dan
Filipina bagian selatan mendapat pengaruh dari agama Islam, yg
membuat agama Hindu dan Buddha kehilangan landasannya di tiga
daerah tersebut. Dalam awal penulisan sejarah tradisional di Indonesia
agama Hindu dan Buddha memegang peranan yang cukup penting.

106
Fajriuddin, Historiografi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 157.

105
Orang Jawa dan melayu memiliki kesadaran kontinuitas,
keinginan untuk meneruskan kkuasaan yang sah dan kedaulatan tokoh di
masa lampau dengan asal usul sejarah mereka yang dipertahankan hingga
berabad-abad. Hal tersebut bukan tidak adanya ketepatan kronologis.
Tulisan-tulisan dalam bahasa Melayu lebih berkembang sebagai sejarah,
misalnya saja Kitab Sejarah Melayu Yang berisi tentang Kerajaan Johor
dan Riau Lingga. Selain itu juga, kronik bersajak, seperti Syair Perang
Mekasar.
Tulisan-tulisan dalam bahasa Melayu ini merupakan uraian
mengenai tempat hidup. Namun belum terdapat kronologis, walaupun
demikian lukisan mengenai hubungan antara tokoh lebih tepat. Tidak
banyak tulisan yang berbau mitos dan lebih banyak terkandung unsur
nilai-nilai tentang kepatuhan dan kejujuran. Selain digunakan untuk
mendidik juga digunakan untuk menghibur, contoh yang menonjol dalam
sejarah Melayu adalah tentang sejarah sosial Misa Melayu, Hikayat
Abdullah, dan Tuhfal-ul Nafis (abad ke-18-19).

E. Pembabakan Waktu Historiografi Nusantara


1. Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah karya tulis sejarah yang dibuat
oleh para pujangga dari suatu kerajaan yang bernapaskan
Hindu/Buddha maupun kerajaan/kesultanan yang bernapaskan Islam
tempo dahulu yang pernah berdiri berdiri di Nusantara Indonesia. 107
Di Nusantara Indonesia, pada awal bangsa Indonesia memasuki
zaman sejarah diiringi dengan berdirinya kerajaan-kerajaan terutama
yang dominan dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Buddha,
contohnya di Kalimantan berdiri Kerajaan Hindu Kutai, di Jawa Barat
berdiri Kerajaan Tarumanegara, Galuh Medang Kamulyan,
Aditiawarman, dan lain lain. Di Jawa Tengah ada Kerajaan Airlangga
Mataram Hindu, dan di Jawa Timur ada Kerajaan Singosari,
Blambangan dan lain-lain Memasuki abad ke 7, di Nusantara
Indonesia, berdiri pula kerajaan-kerajaan yang lebih besar wilayah
kekuasaannya seperti Kerajaan Pajajaran. Galuh, Sunda, Sriwijaya,
Majapahit, dan Mataram Hindu. Pada dasarnya di kerajaan kerajaan

107
Fajriuddin, Historiografi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 158.

106
tersebut ada khusus orang orang yang ditugaskan oleh raja untuk
menulis sejarah yaitu dengan gelar pujangga (sejarawan keraton).
Karya-karya sejarah yang ditulis oleh para pujangga dari
lingkungan keraton ini hasil karyanya biasa disebut "historiografi
tradisional" contoh karya sejarah yang berbentuk historiografi
tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton kerajaan
Hindu/Buddha, antara lain: Babad Tanah Pasundan, Babad
Parahiangan, Babad Tanah Jawa Pararaton, Negarakertagama, Babad
Galuh, dan Babad Sriwijaya. Adapun karya historiografi tradisional
yang ditulis para pujangga dari kerajaan Islam adalah Babad Cirebon
yaitu karya dari Kerajaan Islam Cirebon, Babad Banten yaitu karya
dari kerajaan Islam Banten, Babad Diponegoro yang mengisahkan
kehidupan Pangeran Diponegoro, Babad Demak yaitu karya tulis dari
Kerajaan Islam Demak, dan Babad Aceh.
Adapun karakteristik dari historiografi tradisional sebagai
berikut:
1) Historiografi tradisional ditulis bersifat istana/keraton sentris
2) Historiografi tradisional ditulis bersifat religio-magis,
3) Historiografi tradisional ditulis bersifat regio-sentrisme,
4) Historiografi tradisional ditulis bersifat etnosentrisme,
5) Historiografi tradisional bersifat psiko politis sentrisme,

2. Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial adalah karya sejarah (tulisan sejarah)
yang ditulis pada masa Pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara
Indonesia, yaitu sejak zaman VOC (1600) sampai masa pemerintahan
Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang
datang di Indonesia (1942).108
Pemerintahan Hindia Belanda yang dikendalikan oleh para
Gubernur Jenderal (GB) melalui para ahli begitu aktif menulis karya
sejarah Atau dengan kata lain, historiografi kolonial adalah karya tulis
sejarah yang ditulis oleh para sejarawan kolonial ketika pemerintahan
kolonial berkuasa di Nusantara Indonesia Contoh karya historiografi

108 Ibid., 160.

107
kolonial yang paling populer adalah sebuah buku yang ditulis oleh
Raffles dengan judul History of Java. Karya lainnya yaitu karya-karya
yang ditulis HJ de Graaf dengan judul Geschiedenis van Indonesie
(Sejarah Indonesia): Karya B.H.M. Vleke dengan judul Geschiedenis
van den Indischen Archipel (Sejarah Nusantara); Karya G. Gonggrijp
dengan judul : Schets ener aconomische Geschridenis van
Nederlands-Indie (Sejarah Ekonomi Hindia Belanda).
Adapun karakteristik historiografi kolonial, sebagai berikut:
1. Belanda Sentrisme atau Neerlando Sentrisme
2. Eropasentrisme
3. Mitologisasi
4. Ahistoris

3. Historiografi Nasional
Historiografi nasional adalah karya tulis sejarah yang ditulis
oleh sejarawan-sejarawan Indonesia yang di dalamnya (kandungan isi
ceritanya/kisahnya) banyak mengungkapkan sisi-sisi kehidupan
rakyat Indonesia sepanjang masa yang diungkapkan dari sudut
kepentingan pembangunan bangsa Indonesia itu sendiri, contoh
historiografi nasional yang paling monumental adalah buku babon
Sejarah Nasional Indonesia yang terdiri dari tuuh jilid. 109
Historiografi nasional karakteristiknya bersifat Indonesia
Sentris artinya bahwa Sejarah Nasional Indonesia (SNI) harus ditulis
sudut kepentingan rakyat Indonesia itu sendiri. Tugas dari
historiografi nasional adalah "membongkar dan merevisi"
historiografi kolonial yang gaya penulisannya diselewengkan oleh
para sejarawan kolonialsangat merugikan proses pembangunan,
khususnya pembangunan mental bangsa (terutama generasi muda)
Indonesia dewasa ini. Sebetulnya model pendekatan seperti tersebut
di atas sudah mulai ditempuh di Perancis yang terutama dipelopori
oleh mereka parasejarahwan dari aliran analles.

109
Ibid., 163.

108
4. Historiografi Konvensional
Munculnya ilmu sejarah modern ada korelasinya dengan
munculnya ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Oleh
karena itu, ilmu sejarah tersendiri yang berbeda dengan disiplin ilmu-
ilmu lain. Dalam perjalanan sejarah modern dikenal sebagai sejarah
konvensional karena objek kajiannya fokus pada sejarah politik yang
mementingkan orang besar atau great man in history. Sejarah
konvensional adalah tulisan sejarah yang menekankan pada proses
terjadinya suatu peristiwa 5W + 1H (who, what, when, where, why,
dan how). Sejarah konvensional bersifat deskriptif-naratif. Penulisan
sejarah konvensional sangat identic dengan sejarah politik. Karena,
peristiwa sejarah tidak hanya berkaitan dengan kisah para raja,
peperangan atau kemunduran dan bangkitnya suatu pemerintahan
(dinasti atau kerajaan), seperti dalam sejarah konvensional. Sejarah
merupakan rekonstruksi masa lalu yang berhubungan dengan totalitas
pengalaman manusia. Dalam historiografi Barat, sejarah konvensional
dan sejarah politik memiliki kedudukan yang dominan. Akibatnya
muncul tradisi yang kokoh bahwa sejarah konvensional adalah sejarah
politik.
Karakteristik utama dalam penulisan sejarah konvensional,
yaitu 1.) bersifat deskriptif-naratif, terutama sejarah makro yang
mencakup proses pengalaman kolektif ditingkat nasional maupun unit
politik besar lainnya. Proses politik dituangkan melalui satu dimensi
politik belaka. Penggambaran undimensional ini dipaparkan secara
datar dan tidak ada relif-relif yang menggambarkan kompleksitas
pengalaman manusia yang holistik. Hal ini menjadikan sejarah politik
gaya lama yang pernah Berjaya berabad-abad lamanya. 2.) biasanya
mengutamakan diplomasi dan peranan tokoh-tokoh besar dan
pahlawan-pahlawan yang berpengaruh.
Historiografi konvensional disebut juga historoigrafi kolonial
yaitu sebagai Eropa sentris, yang berasal dari karya-karya yang ditulis
orang-orang Belanda. Kartodirdjo mengemukakan bahwa historigrafi
kolonial sudah mendasarkan pada tradisi studi sejarah kritis. Namun,

109
prespektif yang menonjol masih menunjukkan adanya
Neerlandsentrisme. Karya sejarawan Belanda terutama mengisahkan
perjalanan pelayar-pelayar Belanda serta perkembangan VOC,
dilanjutkan dengan pemerintah kolonial beserta penguasa-
penguasanya. Penulisan sejarah ini berdasarkan tradisi historiografi
konvensional yang berupa riwayat orang-orang berkuasa, antara lain:
gubernur jendral, raja-raja, dan panglima. Model sejarah historiografi
ini adalah karya W.F. Stapel, Geschidenis van Nerlands-Indie.
Historiografi kolonial Belanda diciptakan berbagai mitos
untuk menonjolkan superioritas bangsa Belanda terhadap bangsa
Indonesia. Dalam mitos Hindia Belanda dibuat fiksi bahwa seakan-
akan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia secara apriori sudah
mulai pada tahun 1595. Perang-perang kolonial pada abad ke-19
terhadap daerah-daerah yangg menentang untuk mempertahankan
kehidupan masyarakat dan kebudayaan dimitoskan dengan
“pasifikasi”.
Salah satu tokoh sejarawan Indonesia yang dalam
penulisannya menggunakan pendekatan historiografi konvensional
adalah C. Van Leur seorang penulis Eropa pada masa kolonial yang
tinggal di Indonesia dan menulis sejarah Indonesia. Pemikiran van
Leur banyak dipengaruhi oleh sosiologi Jerman, Max Weber,
sehingga karya-karyanya cenderung mengggunakan pendekatan
sosiologis. Contoh tulisannya adalah abad ke-18 sebagai Kategori
dalam Penulisan Sejarah Indonesia, bahwa penulisan sejarah
Indonesia harus berdasarkan prespektif bangsa Indonesia dengan
menggunakan sumber-sumber tradisional (hikayat, babad, puisi, cerita
rakyat, legenda, dan mitos-mitos). Selain itu ia menekankan pada
penelitian lapangan dalam penulisan sejarah. Keberadaan atau
peranan penduduk pribumi harus dihadirkan dalam menuliskan
sejarah Indonesia, tidak hanya sekadar objek penulisan. Periode yang
menjadi objek kajian utama sejarawan kolonial adalah periode
kolonial, dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia.
Menurut van Leur karya-karya pada abad ke-18 banyak menjelaskan
tentang perdagangan, peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada
tanpa melihat kondisi bangsa Indonesia secara langsung.

110
Adapun ciri-ciri historiografi kolonial Belanda, sebagai berikut:
1. Umumnya karya yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial ditulis
di negeri Belanda dan penulisannya tidak pernah berkunjung ke
Indonesia atau dalam istilah Van Leur, sejarah yang ditulis dari
atas geladak kapal atau gudang-gudang loji, meskipun ditulis di
Indonesia, data-datanya hanya berdasarkan informasi dari
pejabat-pejabat pribumi dan pejabat kolonial.
2. Lebih menonjolkan peran orang-orang Belanda di Indonesia.
Kebanyakan membahas pemerintahan kolonial dan pejabat-
pejabatnya, terutama aktivitas pemerintahan kolonial dalam
bidang politik, ekonomi, dan institusional.
3. Menggunakan perspektif eropasentris, aktivitas penduduk
pribumi tidak mendapat perhatian. Sehingga bangsa pribumi
hanya diletakkan sebagai objek.
4. Pengunaan sumber-sumber pribumi seperti syair, hikayat, dan
babad cenderung diabaikan. Sumber-sumber pribumi dianggap
memiliki kualitas rendah dan tidak rasional. 110

5. Historiografi Multidimensional
Dalam penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensional,
disiplin ilmu sejarah merupakan disiplin pokok. Dalam historiografi
multidimensional rakyat Indonesia menjadi objek, berupa suatu
gerakan perlawanan terhadap kebijakan kolonial yang memberatkan
masyarakat Indonesia. Corak penulisan ini muncul pada abad ke-20
seiring adanya kesadaran bersamaan dan persatuan atau timbulnya
semangat nasionalis dalam diri masyarakat.
Penggunaan pendekatan multidimensional harus
menggunakan pendekatan Indonesiasentris dan jangan sampai
terpesona dengan aneka ragam kisah raja-raja atau orang besar. Sebab
rakyat, petani, dan wong cilik juga punya peran sangat bermakna yang
ikut membentuk sejarah.
Adapun aspek-aspek multidimensional menurut Sartono
Kartodirdjo, sebagai berikut:

110
Ibid., 165-168.

111
1. Aspek ekonomi
Aspek ekonomi merupakan faktor utama pemicu adanya
pergerakan nasional karena adanya diskriminasi dalam bidang
ekonomi seperti pembatasan-pembatasan dan penarikan pajak
istimewa atas penghasilan rakyat memperbesar pertentangan
ekonomi dan menyebabkan ekonomi di antara kaum nasionalis
menjadi lebih besar.
2. Aspek sosial
Ketegangan-ketegangan sosial mengakibatkan
terbentuknya kelompok-kelompok menurut stratifikasi sistem
produksi dan teknologi modern serta sistem pendidikan dan
organisasi pemerintah yang bersifat semi feodal mengalami
modernisasi dengan semua perubahan sosial yang menyertainya.
Hal ini menyebabkan kekuasaan kaum feodal menjadi lemah dan
kekuasaan-kekuasaan ini pindah ke kaum intelektual baru.
Pembentukan organisasi-organisasi nasionalis didorong oleh
pertentangan kepentingan sosial dengan kaum penjajah, karena
perbedaan rasial pertentangan ini menjadi lebih serius.
3. Aspek kebudayaan
Aspek kebudayaan memperkuat kesadaran nasional dan
merupakan tambahan bagi pergerakan ekonomi yang mencita-
citakan kehidupan ekonomi yang bebas bagi rakyat. Pergerakan
nasional ingin membangun kebudayaan baru sebagai basis
kehidupan baru dengan mengambil alih unsur-unsur Barat.
Pembaharuan ini dianggap sebagai alat untuk mewujudkan cita-
cita politik. Dalam menghadapi kebudayaan Barat, kaum
nasionalis menolak ide asimilasi dalam rangka Negeri Belanda
Raya.
4. Aspek politik
Di tanah jajahan kepentingan ekonomi dan politik terjalin
erat antara satu dan lainnya; dominasi politik melindungi
monopoli ekonomi modal kolonial yang menggunakan
pemerintahan kolonial sebagai alat kekuasaan. Suatu negeri yang
diperintah oleh penguasa-penguasa ekonomi melahirkan

112
undang-undang resmi yang melindunginya, dan setiap aspirasi
nasional selalu dicegah. Sistem kolonial itu berlaewanan dengan
unsur-unsur demokrasi, dan pemerintah kolonial tidak boleh
tidak lebih memberi prioritas pada kepentingan modal kolonial
daripada kepada kepentingan rakyat. Tiap-tiap pergerakan sosial
dianggap sebagai tindakan kejahatan, karena membahayakan
ketertiban sosial dalam pergaulan kehidupan kolonial.
Ketika diselenggarakan Seminar Sejarah Nasional di
Yogyakarta pada tahun 1957, perkembangan historiografi
sejarah Indonesia secara umum dipengaruhi oleh dua konsep
besar, yaitu: “Indonesiasentris” dan “Pendekatan
multidimensional”. Bertujuan untuk mencari jalan menulis
kembali sejarah Indonesia untuk kepentingan sekolah dasar
sampai sekolah menengah umum sehingga bisa menggantikan
buku-buku sejarah kolonial.
Adapun pengggunaan pendekatan multidimensional
dalam perkembangan historiografi Indonesia, ditandai dengan:
1. Mulai muncul gerakan Indonesianisasi dalam berbagai
bidang sehingga istilah-istilah asing khususnya istilah
Belanda mulai di Indonesiakan. Kemudian buku-buku
berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia.
2. Memuali penulisan sejarah Indonesia yang berdasarkan
pada kepentingan dan kebutuhan bangsa dan negara
Indonesia dengan sudut pandan nasional.
3. Orang-orang dan bangsa Indonesialah yang menjadi subjek
atau pembuat sejarah, mereka tidak lagi hanya sebagai
objek seperti pada historiografi kolonial.
4. Penulisan buku sejarah Indonesia yang baru mulanya hanya
sekadar menukar posisi antara tokoh Belanda dan tokoh
Indonesia.

Sesudah bangsa Indonesia merdeka pada tahun 1945,


maka ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia
Sentris. Artinya, bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi

113
fokus perhatian sasaran yang diungkap sesuai dengan kondisi
yang ada, sebab sejarah Indonesia merupakan sejarah yang
mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam
segala aktivitas baik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
Sehingga muncul historiografi nasional yang memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya kebutuhan character and nation building.
2. Indonesiasentris.
3. Menggunakan pendekatan multidimensional.
4. Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
5. Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia
sendiri mereka yang memahami dan menjiwai, dengan
tidak meninggalkan syarat-syarat ilmiah.
6. Para pelaku beragam dari segala lapisan masyarakat
(vertikal ataupun horizontal; top down atau botton up).
7. Ruang cakupan luas; segala aspek pengalaman dan
kehidupan manusia masa lampau.
8. Tema luas dan beragam, sejarah politik baru, sejarah
ekonomi baru, sejarah sosial sejarah agrarian (sejarah
petani, sejarah perdesaan) sejarah kebudayaan, sejarah
pendidikan, sejarah intelektual, sejarah mentalitas, sejarah
psikologi, ejarah lokal, dan sejarah etnis.
9. Pemaparan analitis-kritis.
10. Menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu sosial
(ekonomi, sosiologi, antropologi geografi, demografi,
psikologi).

Salah satu tokoh sejarawan Indonesia yang dalam


penulisannya menggunakan dua pendekatan yaitu
Indonesiasentris dan multidimensional adalah Prof. Dr. Sartono
Kartodirdjo. Ia merupakan pelopor dalam penulisan sejarah
dengan pendekatan multidimensi, juga seorang Guru Besar Ilmu
Sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia juga
penulis buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru, kelahiran
Wonogiri, Jawa Tengah, 15 Februari 1921. Ia juga dapat

114
disejajarkan dengan tokoh-tokoh ilmuwan Indonesianis
internasional lainnya, seperti J.D. Legge, Herbert Feith, G. McT.
Kahin, H.J. Benda dan W.F. Wertheim (keduanya adalah
gurunya) serta B.RO’G. Anderson dan M.C. Ricklefs. Sartono
Kartodirdjo merupakan tokoh pembaharu dalam peletak dasar
bagi perkembangan kajian sejarah kritis atau modern.
Contoh karyanya antara lain:
1. Indonesia Historiography, 200.
2. Elite dalam Prespektif Sejarah, 1981.
3. Perkembangan Peradaban Priyai.
4. Sejak Indische sampai Indonesia.
5. Modern Indonesia: Tradition and Transformation, 1984.
6. Ratu Adil, 1984.111

111
Ibid., 169-174.

115
DAFTAR PUSTAKA

Al-Buthi, Ramadhan Said 2010. Fiqhus-Sirah. Ter. Fuad Syaifudin Nur.


Jakarta Barat: Mizan Publika.

Al-Khuwayri, Mahmud. 2001. Manhaj Al-Bahts fi al-Thariq, Kairo: Al


Maktab al-Misri.
Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta: PT SUN.

Badawi, Abdurrahman. Mawsu’ah al-Mustasyriqin.Terj. Ensiklopedi Tokoh


Orientalis oleh Amroeni Drajat. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Bahtiar, Tiar Anwar. 2009. Tokoh-tokoh Orientalis di Indonesia.
Damalaksmana, Wahyudin. 2004. Hadis di Mata Orientalis. Bandung:
Benang Merah Press.
Donner, Fred M. 1998. Narrative of Islamic Origins: The Beginnings of
Islamic Historical Writing. Princetton,NJ: The Darwin PressInc.

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana


Ilmu, 1999).

Fabian Fadhly. 2013. “Mengutip Slamet Pramono, Pandangan HAMKA


tentang Konsep Jihad dalam Tafsir al-Azhar”. Dialogia Jurnal Studi
Islam dan Sosial. Vol 13. No. 2.

Fajriudin. 2018. Historiografi Islam. Jakarta: Prenamedia Group.

Gie, The Liang. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Gumilar, Setia. 2007. Historiografi Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern.
Bandung: Cv Pustaka Setia.

Hamka, Sejarah Umat Islam, (Depok: Gema Insani, 2016)

Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam IV. Jakarta: Bulan Bintang.

Idri. 2017. HADIS DAN ORIENTALIS. Depok: KENCANA.


Ja’far, Abidin. 1987. Orientalisme dan Studi Tentang Basaha Arab. Jakarta:
Bina Usaga.

116
Khaldun, Ibn. 1989. The Muqaddimah: An Introduce to History. Terjemahan
Franz Rsenthal. Princeton : Princeton University Press.

___________. 2000. Muqaddimah. Terj. Ahmadi Thaha. Jakarta: Pustaka al-


Husna.

Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam II. Jakarta: Rajawali Pers.
Mahmudunnasir, Syed. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mariyam, Siti Ana. 2016. Studi Pemikiran Ignaz Goldziher tentang
Perkembangan Tafsir bi Al-Ma’tsur. Jakarta: Fakultas Ushuluddin,
UIN Syarif Hidayatullah.
Pulungan, Suyuthi. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Hamzah.

Rosenthal, Franz. 1968. A History of Muslim Historiography. Leiden: E.J


Brill.

Rusydi. 1983. Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. HAMKA. Jakarta:
Pustaka Panjimas.

Said, Edward W. 1991. Orientalisme: Western Conception of the Orient.


London: Penguin.
Sjamsuddin dan Ismaun. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: B3PTKSM.

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia


Islam. Jakarta: RajaGafindo Persada.
Umar, A. Muin. 1977. Pengantar Historiografi Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Wafi, Ali Abd Al-Wahid. 1985. Ibn Khaldun: Riwayat dan Karyanya.
Jakarta: Grafii Pers.
Yakub, M. 2013. Perkembangan Islam Indonesia. 7(1).

Yatim, Badri. 1997. Historiografi Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

Zubaidah,Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing.


Zuhriyah, Luluk Fikri. 2007. “METODE DAN PENDEKATAN DALAM
STUDI ISLAM”. ISLAMICA. Vol. 2

117
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Urwah_bin_az-Zubair diakses pada tanggal 1
Desember 2019.

https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2012/05/02/historiografi-islam-
antara-riwayat-dan-dirayat/ diakses pada 1 Desember 2019.

www.mainotes.com/2016/11/definisi-interdisipliner-apa-itu.html?m=1
https://www.google.com/amp/sosiologis.com/metodologi-penelitian/amp

118
119

Anda mungkin juga menyukai