Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zaman era modern ini, tampaknya masyarakat islam tertinggal jauh dengan
masyarakta non muslim di Negara barat. Hal ini disebabkan masyarakat islam
tampaknya kurang semangat didalam mencari suatu pengetahuan baru. Hal ini
bukti nya dengan adanya kemandekan dalam dunia ijtihad. Masyarakat sekarang
dienakkan dengan produk-produk teknologi dari Barat dan malas dalam mencari
suatu pengetahuan. Keadaan seperti ini haruslah diubah salah satunya adalah
dengan mengetahui sejarah tokoh-tokoh islam seperti mengetahui tokoh dalam
filsafat islam yang dapat contoh bagaimana para tokoh tersebut menggunakan
pemikirannya demi mencari suatu pengetahuan yang belum ada sebelumnya.

Kemudian dengan mengetahui salah satu tokoh filsafat islam juga


diharapkan dapat memperkuat keimanan dengan jalan mempelajari hakikat
ketuhanan, manusia, dan alam semesta sehingga dengan rasa iman yang kuat
tidak mengalami goyah keimanan dalam hati umat islam seperti juga yang terjadi
pada era sekarang umat islam rela untuk keluar dari agamanya karena hal-hal
yang sepele. Salah satu tokoh filsafat yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
tentang filsafat Muhammad Iqbal mengenai biografinya, pemikiran-pemikiran
beliau dan kontribusi nya .

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Sir Muhammad Iqbal itu?

2. Bagaimana pemikiran-pemikiran Sir Muhammad Iqbal?

3. Apa saja kontribusi Sir Muhamad Iqbal?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui biografi Sir Muhammad Iqbal.

2. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran Sir Muhammad Iqbal.

3. Untuk mengetahui kontribusi Sir Muhammad Iqbal.

BAB II

PEMBAHASAN

BIOGRAFI, PEMIKIRAN DAN KONTRIBUSI SIR MUHAMMAD IQBAL


A. Biografi
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 22 Februari 1873-
meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun, lahir dari keluarga yang
nenek moyanngnya berasal dari lembah Khasmir. Beliau memulai pendidikanya
pada ayahnya yang bernama Nur Muhammad, seseorang yang dikenal sebaagai
ulama. Kemudian setelah mmenamatkan pendidikan sekolah dasar di kampung
kelahiranya pada tahun 1895 segera melanjutkan pelajaranya di Lahore. Di kota
ini ia mendapat binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh
Maulana Amir Hasan, seorang ulama’ yang merupakan teman ayahnya. Dan
ulama ini memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari
jiwa Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwa,
menggelora dalam hati, serta menentukan gerak, langkah, tujuan dan arah.
Sehingga keberhasilan ulama tersebut dalam membinanya membawa kesan yang
mendalam di dalam hati, beliau dikenal juga sebagai Allama Iqbal adalah seoang
penyair, politis, pendidikan dan pengacara yang dijabatnya sejak 1908 sampai
1937 dan filsuf besar abad ke-20.1
Ia dianggap sebagai salah satu tokoh paling penting dalam sastra Urdu,
dengan karya sastra yang ditulis baik dalam bahasa Urdu maupun Persia. Iqbal

1 A.Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal. 330.

2
dikagumi sebagai penyair klasik menonjol oleh sarjana-sarjana sastra dari
Pakistan, India, maupun secara internasional. Meskipun Iqbal dikenal sebagai
penyair yang menonjol, ia juga dianggap sebagai “pemikir filosofis Muslim pada
masa modern”. Buku puisi pertamany, Asar-e-Khudi, juga buku puisi lainya
termasuk Rumuz-i-Bekhudi, Payam-i-mashriq dan Zabur-i—Ajam;; dicetak dalam
bahasa Persia pada 1915. Di antara karya-karyanya, Bang-i-Dara, Bal-i-Jibril,
Zarb-i Kalim dan bagian dari Armughan-e-Hijaz merupakan karya Urdu-nya
yang paling dikenal. Bersama puisi Urdu dan Persia-nya, berbagai kuliah dan
surat dalam bahasa Urdu dann Bahasa Inggris-nya telah meberikan pengaruh
yang sangat besar pada perselisihan budaya, sosial, religius dan politik selama
bertahun-tahun. Pada 1992, ia diberi gelar bangsawan oleh Raja George V, dan
memberi titel “Sir”.
Ketika mempelajari hukum dan filsafat di Inggris, Iqbal menjadi anggota
“All India Muslim Leauge” cabang London. Kemudian dalam salah satu
ceramahnya yang paling terkenal, Iqbal mendorong pembentukan negara Muslim
di Barat Daya India. Ceramah ini diutarakan pada ceramah kepresidenannya di
Liga pada sesi Desember 1930. Saat itu ia memiliki hubungan yang sangat dekat
dengan Quid-i-Azam Mohammad Ali Jinnah.
Iqbal dikenal sebagai Shair-e-Mushriq yang berarti “Penyair dari Timur “.
Ia juga disebut sebagai Mufakkir-e-Pakistan (The Inceptor of Pakistan) dan
Hakeem-ul-Ummat (“The Sage of the Ummah”). Di Iran dan Afganistan ia
terkenal sebagai Iqbal-e-Lahori (Iqbal dari Lahore), dan sangat di hargai atas
karya-kaarya berbahasa Persia-nya. Pemerintah Pakistan menghargainya sebagai
“penyair nasional”, hingga hari ulang tahunya merupakan hari libur di Pakistan.2

A. Pemikiran
Pemikiran Iqbal tampak dalam hal-hal seperti berikut ini. Pertama, dia
menggabungkan ilmu kalam, tasawuf, falsafah, ilmu sosial dan sastra dalam
pemikirannya sebagai rangka untuk memahami ajaran Islam. Dengan demikian ia
menggunakan perspektif secara luas, yang membedakannya dari pemikir Muslim
lain kebanyakan parsial dan hanya menekankan pada segi tertentu.

2 Ibid, hal. 335.

3
Kedua, dalam memahami kondisi umat Islam dan perkembangan
pemikirannya, ia tidak memisahkan falsafah dan teologi dari persoalan sosial
budaya yang dihadapi umat Islam. Ini membuatnya menjadi seorang filosof dan
budayawan yang berwawasan luas.
Ketiga, pikiran-pikirannya yang paling cemerlang sebagian besar
diungkapkan dalam puisi yang indah dan menggugah, sehingga menempatkan diri
sebagai penyair-filosof Asia yang besar pada abad ke-20. Pembaca yang tidak
memperhatikan puisi-puisinya, tidak akan menangkap keagungan pemikirannya.
Keempat, dia berpendapat bahwa penyelamatan spiritual dan pembebasan kaum
Muslim secara politik hanya dapat terwujud dengan cara memperbaiki nasib umat
Islam dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan.
Pandangannya senantiasa bertolak dari ayat-ayat al-Qur‟an dan Hadis. Bagi
Iqbal, dengan melihat sejarah masyarakat Asia, agama memainkan peranan
penting dalam kehidupan umat manusia, termasuk perkembangan peradaban dan
kebudayaan. Mengeritik penyimpangan dan pengaburan ajaran agama oleh para
sultan, ulama, cendekiawan dan pemimpin Islam yang menjadikan agama sebagai
kendaraan untuk meraih keuntungan politik dan ekonomi. Semua itu bagi Iqbal
merupakan sumber degradasi moral umat. Dia sangat kritis terhadap peradaban
dan kebudayaan Barat, sebagaimana terhadap Islam. Menurut Iqbal, peradaban
dan kebudayaan Islam hanya bisa dimajukan dengan melakukan dua hal secara
serentak, yaitu idealisasi Islam dan pembaruan pikiran agama. Untuk bisa bangkit
dari kejatuhan, kaum Muslimin harus memiliki akses pada kebenaran ajaran
agama dan sejarah panjang peradabannnya.3
Sosok Muhammad Iqbal memang sangatlah fenomenal. Lebih dari
siapapun, Iqbal telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat
menjadi bekal individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban Barat
yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka
konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi kemanusiaan dan
sosial yang luas.
Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan
dan pemikiran kembali tentang Islam. Ia berpendapat bahwa kemunduran ummat
3 Darmawan tia Indrajaya, Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam Pembaharuan Hukum
Islam, Hukum Islam, vol. XIII no.(1 juni 2013), hal:4-5.

4
Islam selama lima ratus tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan dalam
pemikiran. konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup. Iqbal ingin berjuang
untuk martabat bangsa dan umatnya. Saat itu, bangsa Muslim berada dalam
kemunduran dan penjajahan Barat. Iqbal merasa terpanggil untuk memperbaiki
nasib bangsa dan umatnya itu, salah satunya dengan pembaharuan pemikiran
Islam agar kontekstual dengan jiwa zaman saat itu.4 Dalam makalah ini,
pemakalah mengangkat seorang pemikir, pujangga, pembaharu Islam Iqbal yang
bukan saja berpengaruh di negerinya Pakistan tapi juga di Indonesia sendiri.
Disini pemakalah menitik beratkan pada pemikirannya di bidang-bidang berikut:
1. Metafisika
Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan
kekuasaan Tuhan, selain itu beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan
landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh
cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Ia senantiasa bergerak
dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada ego
mutlak, Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam keegoannya adalah
perjuangan terus menerus untuk menaklukkan rintangan dan halangan demi
tergapainya Ego Tertinggi. Dalam hal ini, karena rintangan yang terbesar adalah
benda atau alam, maka manusia harus menumbuhkan instrumen-instrumen
tertentu dalam dirinya, seperti daya indera, daya nalar dan daya-daya lainnya agar
dapat mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Selain itu, manusia juga harus
terus menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq),
keberanian dan kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni
dan keindahan tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta
ego dalam mencapai Ego Tertinggi tersebut.
Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun
Iqbal tidak menjadikannya membunuh ego kreasi yang bersemayam di kedalaman
diri. Ia selalu membuka katup cakrawala pemikirannya atas dunia di luar Islam
(terutama Barat). Ketika Iqbal meramu postulat, “Saya berbuat, karena itu saya

4 Amran Suriadi, Muhammad Iqbal, Filsafat Dan Pendidikan Islam, Tsarwah (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam), Vol. 1 No. 2 (Juli-Desember) 2016, hal. 53-54.

5
ada (I act, therefore I exist)”, membedakannya dengan pemikir Muslim terdahulu
yang banyak terjebak kenikmatan “asketisme di sana “.
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis.
Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya
sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah
yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai
salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi
ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi
tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah
sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan
melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Jadi, konsep wahdah al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah
pengidentifikasian keinginan pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara
penyempurnaan diri, bukan penafian diri. Kehendak manusia pada posisi
demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam koridor bimbingan Ilahi. Iqbal tidak
serta merta mengakui kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum,
karena eksistensi manusia tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir
untuk mengeksiskan diri. Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas
tidak akan eksis tanpa ada aktivisme yang berdimensi praktis.5
2. Estetika
Berdasarkan konsep kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang
berpusat pada ego inilah, Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam
seni, sehingga seluruh isi seni -sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-
ideal- harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan
intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir
berdasarkan dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia
(penanggap). Seni yang tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam.
Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni
harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan
buatan manusia dalam citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal

5 Ibid, hal. 47-49.

6
tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas
karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan
menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa
melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya
bermakna. Karena itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya
perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk
dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.
Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai
estetika vitalisme, yakni bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam
kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di
balik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau
memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu
memberikan “hal baru” bagi kehidupan. Dengan menawan sifat-sifat Tuhan dalam
penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus mampu menjadi “saingan” Tuhan.
Di sinilah hakekat pribadi yang hidup dalam diri manusia dan menjadi
kebanggaannya dihadapan Tuhan. Mari lihat syairnya. Kedua, berkaitan dengan
pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat sesuatu tetapi harus benar-
benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga karyanya bukan merupakan
tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun dari alam
semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu bukan
mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang seharusnya’
dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang ada’
(Azzam, 1985, 141). Dalam salah satu puisinya, Iqbal mengecam dan menyebut
sebagai kematian terhadap seni Timur yang meniru seni Barat.
Konsep-konsep seni dan keindahan Iqbal tersebut hampir sama dengan teori
seni Benedetto Croce (1866-1952 M), seorang pemikir Italia yang sezaman
dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah kegiatan kreatif yang tidak mempunyai
tujuan dan juga tidak mengejar tujuan tertentu kecuali keindahan itu sendiri,
sehingga tidak berlaku kriteria kegunaan, etika dan logika. Kegiatan seni hanya
merupakan penumpahan perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam
bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil

7
karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni
tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang
dimiliki oleh sang seniman.
Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti Syarif, teori Croce berarti terdiri
atas empat hal, bahwa seni adalah kegiatan yang sepenuhnya mandiri dan bebas
dari segala macam pertimbangan etis, bahwa kegiatan seni berbeda dengan
kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi diri atas pengalaman individu
(intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung dalam bentuk individualitas
kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan analitis dan menghasilkan
pengetahuan reflektif.·
Mempertimbangkan bahwa kegiatan seni ditentukan oleh perkembangan
kepribadian seniman, bahwa apresiasi adalah penghidupan kembali
pengalamanpengalaman seniman didalam diri penanggap. Pandangan seni Iqbal
tidak berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali pada bagian pertama. Iqbal
menolak keras kebebasan seni dan keterlepasaannya dari etika. Iqbal justru
menempatkan seni dibawah kendali moral, sehingga tidak ada yang bisa disebut
seni betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman kecuali jika mampu
menimbulkan nilainilai yang cemerlang, menciptakan harapan-harapan baru,
kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan
masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya ekspresional tetapi
sekaligus juga fungsional.6
3. Etika
Dalam filsafat tentang etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat
Islam), untuk kembali kepada ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban
Barat (Eropa) yang merusak. Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran
umat Islam adalah kecendrungan yang membabibuta terhadap kebudayaan Barat
yang telah membunuh karakter mereka dengan terus mengadopsi budaya-budaya
Barat tanpa proses filterisasi.
Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa,
namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu

6 Ibid, hal. 49-51.

8
pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih
dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah
rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi
ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri
mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada
undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya
berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan
sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah
memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan
makna kemanusiaan yang mulia.
Selanjutnya kata Iqbal, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan
rasionalisasi yang berlangsung dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa
bahaya bagi bangsa mereka sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era
modern telah membawa kerusakan ini merasuki negeri-negeri Islam, yang
merusak kejiwaan dan spritual umat Islam. Bagaimanapun, apa yang
dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan kelumpuhan di kalangan
umat Islam itu sendiri.
Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek
ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat
tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering
mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat
kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat
teori dan bukannya praktek.
Dalam pengulasan lebih lanjut, Iqbal secara berani mengeluarkan
pernyataan: “Perkembangan Eropa itu sebenarnya tidak pernah memasuki
kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang amali dan hidup. Apa yang mereka
slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah pembahasan ilmiah, tetapi apa
yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan golongan hartawan di atas air mata
golongan fakir miskin”.
Justru bagi Iqbal, hanya Islam yang mampu menyelesaikan semua
permasalahan manusia. Ini karena kaum Muslimin memiliki pemikiran dan akidah

9
yang kukuh dan sempurna – diasaskan atas petunjuk wahyu (al-Quran; S 3 : 110).
Pemikiran dan pegangan yang kukuh ini dapat menjadi solusi pada berbagai
problem kehidupan karena mempunyai kekuatan sama ada dari segi rohani
maupun jasmani.
Di sisi lain, Islam mengandung kekuatan yang mampu menangani semua
permasalahan hidup manusia disebabkan sistem hidupnya yang bersandarkan
kepada keimanan dan keagamaan. Dalam waktu yang sama Islam juga
mendukung prinsip kebebasan, keadilan sesama manusia dalam kelompok
sosialnya (al-Quran; S 4 : 36). Oleh karena itu ia mendorong manusia untuk
melaksanakan ajaran Islam demi tercapainya tujuan tersebut.
Adapun peraturan ciptaan manusia telah gagal mengemukakan gagasan
penyelesaian dan mengangkat derajat kemanusian kerana ia bersifat lemah
(sementara). Dunia yang selama ini ditafsirkan dari pendekatan materialism
adalah dunia yang buta dan kosong. Apa yang bergerak selama ini adalah gerakan
tanpa nilai dan tanpa memiliki apa-apa tujuan. Berbeda sekali dengan pendekatan
Al-Quran terhadap kejadian alam, di mana dunia dan alam menurut ajaran Islam
adalah berasaskan kepada kebenaran dan keadilan (Al-Quran; S 4 : 135, S 6 : 153
dan S 16 : 90).
Sesungguhnya, gagasan pemikiran yang diberikan oleh Iqbal telah
memberikan harapan yang baik kepada Islam di masa depan . Bagaimanapun, apa
yang diragukan hanyalah, sejauh manakah perlaksanaan Islam dalam kehidupan
masyarakatnya pada waktu ini?. Adakah Islam yang hakiki terwujud dikalangan
umatnya atau hanya sekadar dari aspek syiar semata-mata?.7
1. Pemikiran tentang Al-Qur’an
Sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang
prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa al-Qur’an adalah benar firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat
Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dengan pernyataannya “The
Qur’an Is a book which emphazhise deed rather than idea” (al-Qur’an
adalah yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita).

7 Ibid, hal. 51-53.

10
Namun dia berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia
berpendapat bahwa penafsiran al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan
perubahan jaman, dan pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan utama al-
Qur’an adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam
hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, jika al-Qur’an tidak
memuatnya secara detail maka manusialah yang dituntut untuk
mengembangkannya. Dalam istilah fiqh hal ini disebut ijtihad. Ijtihad dalam
pandangan Iqbal adalah sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam.8
2. Pemikiran tentang Hadith
Sejak dulu hadith memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk
dikaji. Baik umat Islam maupun kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan
titik berangkat dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam didasarkan
pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap ajaran Islam.
Sedangkan orientalis mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah. Bahkan
terkadang hanya untuk mencari kelemahan ajaran Islam lewat ajaran Islam
itu sendiri.
Iqbal memandang bahwa ummat Islam perlu melakukan studi
mendalam terhadap literatur hadith dengan berpedoman langsung kepada
Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan
wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai
hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al-
Qur’an.
Iqbal sepakat dengan pendapat Syaikh Waliyullah tentang hadith, yaitu
cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan memperhatikan
kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu
juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat.
Dalam penyampaiannya, Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar
kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terkait oleh ruang dan
waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi

8 Hendri K, Pemikiran Muhammad Iqbal dan Pengaruhnya Terhadap Pembaruan Hukum Islam”,
(Al-‘Adalah: Juni, 2015) Vol. XII, No. 3, hal. 616.

11
Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip
kemaslahatan.
Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah
lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadits yang masih
meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadith-hadith pada jamannya
belum dikumpulkan, karena Abu Malik dan Az-Zuhri telah membuat koleksi
hadits tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu
Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadith daripada
tekstual belaka.
Iqbal juga melakukan pembedaan antara Hadis hukum dan non hukum,
juga Hadis yang mengandung kebiasaan pra-Islam. Beliau melakukan
pemilahan posisi Nabi Muhammad sebagai Rasul dan manusia biasa. Dalam
artian tidak semua Hadis merupakan Hadis hukum yang wajib ditaati, ada
Hadis yang hanya merupakan kebiasaan yang menurut Iqbal tidak wajib
diikuti. Iqbal memahami Hadis secara kontekstual, sesuai dengan kondisi
sosial yang berkembang bukan sebagai koleksi peraturan tingkah laku
Muslim yang kaku, mengabaikan atau tidak realistis terhadap dinamika
masyarakat.9
3. Pemikiran tentang Ijtihad
Munculnya persoalan-persoalan baru dalam kehidupan sosial akan
menimbulkan problem-problem baru dalam bidang hukum. Dalam menggali
pesan teks keagamaan yang universal, tentu dibutuhkan upaya maksimal
yang sering disebut dengan ijtihad. merasa bahwa ijtihad merupakan
kebutuhan urgen dalam mengembangkan hukum Islam yang mengacu
kepada kepentingan umat dan kemajuan umum. Maka perlu segera
mengalihkan kekuasaan ijtihad individual kepada ijtihad kolektif atau ijma’.
Menurutnya peralihan ijtihad individual yang mewakil mazhab tertentu
kepada lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk yang paling
tepat bagi ijma’.
Muhammad Iqbal sangat menyerukan sekali akan pentingnya ijtihad.
Baginya, ijtihad tidak terbatas kepada persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan nas saja. Ijtihad memiliki fungsi yang sangat luas,
9 Hendri K, Op.Cit, hal. 617-618.

12
sebagai upaya dalam menjawab persoalan yang terjadi di tengah-tengah
umat. Iqbal meyakini bahwa Islam sebagai kekuatan yang hidup untuk
membebaskan pikiran manusia dari batas-batas kedaerahan dan percaya
bahwa agama adalah suatu kekuatan yang paling penting dalam kehidupan
individu dan Negara.10
4. Pemikiran Politik
Pemikiran Politik M. Iqbal terlihat Sepulangnya dari Eropa Iqbal terjun
ke dunia politik, bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim
India. Ia terpilih menjadi anggota legislatif Punjab dan pada tahun 1930
terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan
namanya pun semakin harum ketika dirinya diberi gelar “Sir” oleh
pemerintah Kerajaan Inggris di London atas usulan seorang wartawan
Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di bidang intelektual dan
politiknya.
Gelar ini menunjukan pengakuan dari Kerajaan Inggris atas
kemampuan intelektualitasnya dan memperkuat bargaining position politik
perjuangan ummat Islam India pada saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai
Bapak Pakistan yang pada setiap tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan
dengan sebutan Iqbal Day.
Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia
tunjukkan sejak terpilih menjadi Presiden Liga Muslimin tahun 1930. Ia
memandang bahwa tidaklah mungkin ummat Islam dapat bersatu dengan
penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan berbeda.
Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus membentuk Negara
sendiri. Ide ini ia lontarkan ke berbagai pihak melalui Liga Muslim dan
mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat
berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan
Negara Pakistan adalah dari Iqbal) , bahkan didukung pula oleh mayoritas
Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front
melawan Inggris. Bagi Iqbal, dunia Islam seluruhnya merupakan satu

10 Ibid, hal. 618-619.

13
keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan
dibentuk menurutnya adalah salah satu republik itu.
Sebagai seorang negarawan yang matang, tentu pandangan-
pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya
Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan jauh dari
norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya
Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia
adalah jati dirinya. Dengan pemahamannya yang dilandasi di atas ajaran
Islam itulah maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap
ummat Islam dan identitas keislamannya.
Ummat Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi budaya Barat.
Dengan cara itu kaum muslimin dapat melepaskan diri dari belenggu
imperialis. Sejalan dengan hal itu, Muhammad Asad mengingatkan bahwa
imitasi yang dilakukan ummat Islam kepada Barat baik secara personal
maupun sosial dikarenakan hilangnya kepercayaan diri, maka pasti akan
menghambat dan menghancurkan peradaban Islam.
Diantara paham Iqbal yang mampu „membangunkan‟ kaum muslimin
dari „tidurnya‟ adalah “dinamisme Islam”, yaitu dorongannya terhadap
ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah
gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeru
kepada ummat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu
tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-olah orang
kafir yang aktif kreatif „lebih baik‟ dari pada muslim yang „suka tidur‟.
Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas, yaitu gigih
menentang nasionalisme yang mengedepankan sentimen etnis dan kesukuan
(ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan tumbuh dewasa dan matang di
lingkungan yang bebas dan jauh dari sentimen nasionalisme.
Demikian tegasnya prinsip Iqbal, maka ia berpandangan bahwa dalam
Islam politik dan agama tidaklah dapat dipisahkan, bahwa negara dan agama
adalah dua keseluruhan yang tidak terpisah. Dengan gerakan
membangkitkan Khudi (pribadi; kepercayaan diri) inilah Iqbal dapat
mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari keterpurukan yang
dialami dewasa ini. Ia kembalikan semangat yang dulu dapat dirasakan

14
kejayaannya oleh ummat Islam. Ujung dari konsep kepercayaan diri inilah
yang pada akhirnya membawa Pakistan merdeka dan ia disebut sebagai
Bapak Pakistan.
Muhammad Iqbal memiliki gambaran untuk negara Islam modern yang
dia cita-citakan. Dalam karyanya “Political Thought in Islam”, Muhammad
Iqbal mengungkapkan bahwa ”Cita-cita politik Islam adalah terbentuknya
suatu bangsa yang lahir dari peleburan dari semua ras”. Terpadunya ikatan
batin masyarakat ini timbul tidak dari kesatuan etnis atau geografis, tapi dari
kesatuan cita-cita politik dan agamanya. Keanggotaan atau
kewarganegaraannya didasarkan atas suatu “pernyataan kesatuan pendapat”,
yang berakhir bila kondisi ini tidak berlaku lagi. Secara kewilayahan,
pemerintahan Islam adalah transnasional, yang meliputi seluruh dunia.
Walaupun upaya orang Arab untuk menegakkan suatu tatanan Pan
Islam yang demikian gagal melalui penaklukan pembentukannya, akan
tetapi merupakan cita-cita yang akan dapat dilaksanakan. Sesungguhnya
negara Islam yang ideal memang masih dalam benih.
Iqbal juga telah memberikan jawaban atas keberatan-keberatan mereka
yang khawatir akan kehilangan kedaulatan negara masing-masing
seharusnya tidak perlu terjadi, karena struktur negara Islam akan ditetapkan
tidak dengan kekutan fisik, tapi daya kekuatan spiritual dari suatu cita-cita
bersama.
Kendati Iqbal telah telah mengungkapkan suatu semangat Pan Islam, ia
menyadari bahwa zamannya masih masih mengharuskannya untuk
penyesuaian dan kesabaran. Guna menciptakan suatu kesatuan Islam yang
benar-benar efektif, semua negeri Islam pertama kali harus merdeka, dan
kemudian secara keseluruhan mereka harus menyusun diri di bawah
Khalifah.
kedua, Untuk itu, masyarakat Muslim perlu menyusun strategi:
pertama, memperoleh kemerdekaan, mengurus dan membereskan urusannya
sendiri sehingga masing-masing mempunyai kekuatan untuk mencapai
tujuan; kedua, bersatu dengan ikatan spiritual Islam.

15
B. Peta pemikiran Sir Muhammad Iqbal dalam mengislamisasikan pendidikan Islam

PETA PEMIKIRAN SIR M. IQBAL DALAM MENGISLAMISASIKAN PENDIDIKAN ISLAM

World-view Islam  I
Barat (Modern) ndera
 R
asio

Co. Tuhan/mitra Tuhan Tujuan


Ijtihad
pendidikan
Timur (Terbelakang) Kreatif/ Cipta
Islam

Para cendekiawan Muslim dari berbagai disiplin ilmu

Ego/ kekuatan Insanul


Pendidikan
Kamil

16
C. Kontribusi Sir Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal banyak sekali mengekspresikan pemikirannya baik dalam
bentuk prosa, puisi dan juga bebagai surat jawaban terhadap orang lain yang
mengkritik berbagai konsep pemikirannya. Bahasa yang digunakan oleh Iqbal pun
cukup beragam, yaitu Bahasa Urdu, Bahasa Persia, Bahasa Arab serta Bahasa
Inggris. Adapun karya-karya Iqbal antara lain:11
1. The Roconstruction of religion Thught in Islam (Rekonstruksi
Pemikiran Keagamaan dalam Islam), Karya ini merupakan karya terbesar
dalam sistem pemikiran filsafatnya. Karya ini pertama kali diterbitkan di
London pada tahun 1934. Dalam karya ini mencakup tujuh bagian
pembahasan, yaitu: 1) Pengalaman dan Pengetahuan Keagamaan. 2)
Pembuktian secara Danusiri, Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 11-14 filosofis mengenai
pengalaman keagamaan. 3) Konsepsi tentan Tuhan dan Sholat. 4)
Tentang Ego-Insani, kemerdekaan dan keabadiannya. 5) Jiwa
Kebudayaan Islam. 6) Prinsip gerakan dalam struktur Islam. 7)
Penjelasan bahwa agama itu bukan sekedar mungkin, tetapi ada sebuah
kritik terhadap Hegel yang merupakan seorang filsuf asal Jerman yang
beraliran Idealisme.
2. The Development of Metaphysic in Persia (Perkembangan
Metafisika di Persia), merupakan karya disertasi doktoralnya yang terbit
di London pada tahun 1908. Disertasi ini berisi deskripsi mengenai
sejarah pemikiran keagamaan di Persia sejak Zoroaster hingga Sufisme
Mulla Hadi dan Sabwazar yang hidup pada abad 18. Pemikiran
keagamaan sejak paling kuno di Persia hingga yang terakhir merupakan
kesinambungan pemikiran Islami. Bagian kedua menjelaskan munculnya
Islam hingga peran Turki dalam peperangan dan kemenangan Turki
dalam perang kemerdekaan.

11 A. Mustofa, Op.Cit, hal. 336.

17
3. Asrar-I-Khudi. Karya ini diterbitkan pada tahun 1915 dan karya ini
adalah ekspresi puisi yang menggunakan bahasa Persia dan menjelaskan
bagaimana seorang manusia bisa mendapatkan predikat Insan Kamil.
4. Rumuz I Bikhudi. Karya ini diterbitkan pada tahun 1918 di Lahore.
Karya ini merupakan kelanjutan dari pemikiran Insan Kamil di mana
Insan Kamil harus bekerja sama dengan pribadi-pribadi lain untuk
mewujudkan kerajaan Tuhan di bumi. Jika Insan Kamil hidup
menyendiri, tenaganya suatu waktu akan sirna.
5. Payam-I-Masyriq (Pesan dari Timur) merupakan sebuah karya
yang terbit pada tahun 1923 di Lahore. Karya ini menjelaskan cara
berfikir timur dalam hal ini Islam dan cara berfikir barat yang dianggap
keliru.
6. Bang In Dara (Genta Lonceng) merupakan karya Iqbal yang terbit
pada tahun 1924 di Lahore. Karya ini dibagi menjadi tiga bagian.
7. Javid Nama diterbitkan pada tahun 1923 di Lahore. Karya ini
menjelaskan tentang petualangan rohani ke berbagai planet, pengarang
buku ini mengadakan dialog dengan para sufi, filsuf, politikus maupun
pahlawan.
8. Musafir (Orang yang dalam Perjalanan). Karya ini terbit pada
tahun 1936 di Lahore, inspirasi dalam karangan ini didapatkannya ketika
beliau mengadakan perjalanan ke Turki dan Afghanistan. Dalam karya ini
menggambarkan pengalamannya ketika mengunjungi makam Sultan
Mahmud al-Gaznawi Yamin ad-Dawlat putra Subutikin, dan Ahmad Syah
Baba yang bergelar Durani. Buku ini mengandung pesan kepada suku
bangsa Afghanistan mengenai bagaimana baiknya menjalani hidup
berbangsa dan beragama.
9. Bal I Jibril (Sayap Jibril), terbit pada tahun 1938 di Lahore. Tema-
tema buku ini antara lain: Doa di Masjid Cardova, Mu‟taid Ibn „Ibad
dalam penjara, pohon kurma yang pertama ditanam oleh Abd al-Rahman
al-Dakhil di Andalusia Spanyol. Doa Thariq bin Ziyad, ucapan selamat
malaikat kepada Adam ketika orang ini keluar dari surga, dan di makam
Napoleon Bonaparte maupun Musolini
BAB III

18
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iqbal merupakan salah satu tokoh dari pemikiran dalam islam yang
kejeniusanya tumbuh dan dikagumi di kalangan cendekiawan dan penyair besar,
beliau juga seorang intelektualis asal pakistan telah melahirkan pemikiran dan
peradaban besar bagi generasi setelahnya. Iqbal merupakan sosok pemikir multi
disiplin. Beliau adalah seorang sastrawan, negarawa, ahli hukum, filosof, pendidik
dan kritikus seni, menilai kepiawaiannya yang multi disiplin itu, tentulah sukar
untuk melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian iqbal. Jiwanya yang piawai tidak
saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui.
Dalam tataran praktek, iqbal secara konkrit , yang diketahui dan difahami
oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literature-literature yang beredar luas,
justru dia adalah sebagai sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena
memang gerakan-gerakan dan karya-karnya mencerminkan hal itu. Dan jika
dikaji, pemikiran-pemikirnya yang fundamental, itulah yang menggerakkan
dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan di belahan dunia timur
ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai
agamawan. Karena itulah disebut sebagai tokoh Multidimensional. Muhammad
Iqbal memaparkan gagasan-gagasanya dalam bidang politik dan landasan Islam
Kontribusi Iqbal kepada dunia Muslim sebagai salah satu pemikir terbesar
Islam tetap tak tertandingi. Dalam tulisanya, ia berbicara dan mendesak orang,
khususnya kaum muda, untuk berdiri dan berani menghadapi tantangan hidup.
Tema sentral dan sumber utama pesanya adalah Al-Qur’an. Muhammad Iqbal
banyak sekali mengekspresikan pemikirannya baik dalam bentuk prosa, puisi dan
juga bebagai surat jawaban terhadap orang lain yang mengkritik berbagai konsep
pemikirannya.
B. SARAN
Dari pemaparan saya di atas mungkin banyak kekeliruan atau kesalahan
dalam penulisan, oleh karna itu kami mohon kritik dan sarannya agar saya bisa
belajar dan memperbaiki kesalahan saya. Atas kekurangannya saya mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA

19
Ahmad, Mustofa.1997. Filsafat Islam, CV Pustaka Setia Bandung.
Hendri K, 2015. Pemikiran Muhammad Iqbal Dan Pengaruhnya Terhadap
Pembaruan Hukum Islam, AL-‘Adalah Vol. XII.
Suriadi, Amran 2016. Muhammad Iqbal, Filsafat Dan Pendidikan Islam,
TSARWAH (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam), Volume 1.
Tia Indrajaya, Darmawan. 2013. Konstribusi Pemikiran Muhammad Iqbal Dalam
Pembaharuan Hukum Islam, Hukum Islam, vol. xiii.

20

Anda mungkin juga menyukai