Anda di halaman 1dari 7

Tugas KE-NW-AN

Maulana syaikh sebagai tokoh sentral NWDI, NBDI, dan NW


Dosen pengampu: Drs. H. Ali Fikri M.A.

Oleh: kelompok V;

1. Syamsul Haeri
2. Baiq Nita Apriliana

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) IC


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW PANCOR

2019/2020
Maulana syaikh sebagai tokoh sentral NW

1. Kelahiran maulana syaikh


maulana syaikh Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1316 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 Agustus
1898 M, beliau juga wafat ditempat yang sama, di pancor, selong, Lombok timur,
pada malam rabu, 20 jumadil akhir 1418 H/21 oktober 1997. Beliau berusia 104 tahun
dalam hitungan tahun hijriah. Beliau lahir dari perkawinan Tuan Guru Haji Abdul
Madjid (beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Mu'minah atau Guru
Minah) dengan seorang wanita shalihah bernama Hajjah Halimah al-Sa'diyyah. Beliau
memiliki nama singkatan, yaitu HAMZANWADI (Hajji Muhammad Zainuddin
Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah).
Nama kecil beliau adalah Muhammad Saggaf, nama ini dilatarbelakangi oleh
suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum beliau
dilahirkan, ayahandanya, TGH. Abdul Madjid, didatangi dua waliyullah, masing-
masing dari Hadhramaut dan Maghrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan
mempunyai nama yang sama, yakni "Saqqaf". Beliau berdua berpesan kepada TGH.
Abdul Madjīd supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama "Saqqaf", yang artinya
"Atapnya para Wali pada zamannya". Kata "Saqqaf" di Indonesiakan menjadi
"Saggaf" dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi "Segep". Itulah sebabnya beliau
sering dipanggil dengan "Gep" oleh ibu beliau, Hajjah Halimah al-Sa'diyyah.
Setelah menunaikan ibadah haji nama kecil beliau tersebut diganti dengan Haji
Muhammad Zainuddin. Nama inipun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang diambil
dari nama seorang ulama’ besar yang mengajar di Masjid al-Haram. Akhlaq dan
kepribadian ulama’ besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama ulama' besar itu
adalah Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak, dari Serawak, Malaysia.
Maulana syaik juga memiliki pertalian atau “tetesan darah biru” dari raja-raja
kerajaan islam selaparang, sebuah kerajaan islam yang pernah berkuasa dan berjaya di
Lombok, Nusa
Tenggara Barat (NTB). Dan beliau di sebut sebagai keturunan Kerajaan Selaparang
ke-17.
Dari pernikahannya, Maulana Syaikh hanya dikaruniakan dua orang putri,
yaitu Ummi Hj. Siti Rauhun dan Ummi Hj. Siti Raihanun. Untuk putri pertamanya,
lahir dari ALApernikahannya dengan Ummi Rahmatullah. Karena memiliki dua
putrid, maka beliau di kenal dengan kunyah; Abu Rauhun wa Raihanun.

2. Pengembaraan intelektual maulana syaikh Dalam Menuntut Ilmu


Dalam pengembaraannya menuntut ilmu pengetahuan, Maulana Syaikh
mendapatkan pendidikan berawal dari pendidikan formal yang di tempuh di sekolah
Rakyat Negara (Sekolah Gubernemen) yang di tempuh selama 4 tahun di selong
Lombok Timur pada tahun 1919. Untuk pendidikan agamanya di peroleh dari
ayahnya sendiri Tuan Guru Haji Abdul Majid sejak usia lima tahun. Kemudian,
ayahnya menyerahkannya untuk belajar memperluas ilmu agamanya ke beberapa
Tuan Guru atau Kiyai local lainnya di tanah pulau seribu Masjid ini.
Ketika berusia 15 tahun, pada tahun 1923, Maulana Syaikh berangkat
menuntut ilmu ke tanah suci Makkah al-Mukarramah selama 12 tahun. Di tanah suci
Makkah, awalnya belajar pada beberapa ulama terkemuka di Masjidil Haram, seperti
syaikh Marzuki dan lain-lainnya. Pada tahun 1928, masuk belajar di madrasah Al-
Shaulatiyah,sebuah madrasah legendaris di Makkah yang didirikan oleh seorang
ulama besar imigran India, yaitu Syaikh Rahmatullah Ibnu Khalil al-Dahlawi. Ketika
beliau masuk, madrasah ini sedang di pimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah pendiri
madrasah tersebut.
Prestasi akademik yang gemilang diukir oleh maulana syaikh selama belajar di
madrasah Shaulatiah. Ini membuatnya diperhatikan secara khusus oleh sahabat dan
guru-gurunya. Beliau lulus dengan predikat “ Summa Cumlaude”(istilah sekarang
untuk prestasi tertinggi), sehingga mengundang berbagai pujian, pengakuan dan
komentar dari guru-guru, teman-temanbelajar, bahkan santri-santri al-Shaulatiah
dibelakang hari. Beberapa dari pengakuan, pujian, dan komentar tersebut antara lain
dimuat dalam kitab; “ al-jawahir al-saminah fi ‘Adillati ‘Alimil Madinah” sebuah
kitab yang disusun oleh guru besar maulana syaikh, al-allamah Abu Sulaiman Faqih
Hasan Muhammad Al-Masyasyat dan ditahqiqkan oleh Dr. Abdul Wahab bin Ibrahim
(pengajar di Universitas Ummul Qura’ ) Kemudia ada yang sangat menarik juga,
yaitu bait-bait pujian diawali dengan huruf summpah yang dilontarkan oleh gurunya
yang bernama Syaikh al-sayyid Muhammad Amin al-Kutbi, ketika memberikan
tulisan pengantar dalam kitab “ Mi’rajus Shibyan Ila Sama’i Ilmi al-bayan”, sebuah
kitab tentang ilmu balagah Maulan Syaikh sendiri.
Ijazah beliau ditulis tangan langsung oleh seorang ahli khat terkenal di
makkah saat itu, yaitu al-Khathath syaikh Dawud al-Rumani atas usul direktur
madrasah al-Shaulatiyah saat itu, Syaikh Salim Rahmatullah. Ijazahnya ditangani oleh
beberapa orang gurunya dan diserah terimakan kepada Maulana Syaikh pada tanggal
22 Dzulhijjah 1353 H.
Setelah tamat di Madrasah al-shaulatiyah, Maulana Syaikh tidak langsung
pulang ke Indonesia, tapi masih bermukim lagi di makkah selama 2 tahun, sambil
menunggu adiknya Haji Muhammad Faisal yang masih belajar menyelesaikan
studinya. Waktu dua tahun inipun rupanya tidak disia-siakan oleh Maulana Syaikh,
tapi beliau manfaatkan untuk belajar dan menambah ilmu kepada beberapa ulama’
terkemuka lainnya, seperti Syaikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani dan lain-lain.
Maulana syaikh mengurangi waktu belajar ditanah suci makkah selama 13 kali
musim haji atau kurang lebih 12 tahun, sehingga tercatat, selama beliau manuntut
ilmu di tanah suci sampai pulang ke kampung halaman sempat mengerjakan ibadah
haji sebanyak 13 kali.

3. Kiprah maulana syaikh


Sebagsai tahapan awal berkiprah menapaki perjuangannya untuk
membebaskan bangsa dan rakyat indonesia dari cengkeraman penjajahan Belanda dan
Jepang, maka pada tahun 1934 beliau mendirikan sebuah pesantren yang di beri nama
“pesantren al-Mujahidin”, di kampung halamannya Bermi pancor, Lombok Timur,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Pesantren inilah yang kini berkembang menjadi ribuan
cabang pesantren di seluruh pelosok tanah air. Dari tempat ini pula beliau
menggerakkan mesin pendidkan, dawah, dan sosial yang bernaung di bawah bendera
organisasi Nadhatul Wathan sehingga beliau di gelari sebagai Abu al-Madaris waal-
Masajid, karena banyak mempelopori untuk membangun madrasah dan membangun
masjid.
a. Lahirnya NWDI
Sebagai tindak lanjutnya, maka pada tahun 1936, Maulana Syaikh mendirikan
sebuah madrasah yang di beri nama Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
di singkat NWDI.Madrasah ini di resmikan berdirinya pada tanggal 15 jumadil Akhir
1356 H (22 Agustus 1937) dan mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintahan
Hindia Belanda dengan Surat Izin yang di terbitkan oleh kontoliur Oost lombok pada
tanggal 17 Agustus 1936. Hari lahirnya NWDI ini, ternyata kemudian menjadi hari
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sebagai hari yang sangat bersejarah
bagi bangsa indonesia.
Keberadaan madrasah NWDI ini saat itu merupakan sebuah institusi
pendidikan modern yang di peruntukkan khusus untuk laki-laki yang dalam
perjalanannya menggunakan sistim klasikal. Pada masa itu, di madrasah NWDI ini,
sejumlah santri dari berbagai pelosok lombok datang berduyun-duyun menimba ilmu,
baik ilmu agama ataupun ilmu umum lainnya.
Prof. H. Mahmud Yunus menyebut terhadap perubahan sistem klasikal di
madrasah NWDI dan NBDI ini, sebagai awal pembaharuan pendidikan islam di
lombok atau NTB pada umumny.
Dengan menerapkan sistim klasikal, maka santri atau siswa di Madrasah
NWDI ini, debagi dalam tiga jenjang atau tingkatan, yaitu Ilzamiyah, Tahdhiriyah,
dan Ibtidaiyah. Tingkat Ilzamiyah diperuntukkan untuk siswa yang belum mengenal
huruf arab ataupun huruf latin. Lalu tingkatan Tahdhiriyah diperuntukkan untuk siswa
atau santri yang telah lulus pada tingkatan Ilzamiyah. Sementara lagi untuk tingkatan
Ibtidaiyah adalah sebagai tingkatan pendidikan terakhir atau jenjang pendidikan
paling tinggi dengan menggunakan dan mengacu pada kurikulum yang diterapkan di
Madrasah al-Shaulatiyah Makkah.
b. Lahirnya NBDI
Daalam perkembangan selanjutnya, demi mengangkat harkat martabat kaum
wanita yang masih termarjinikal, maka pada tahun 1943, Maulana Syaikh terinspirasi
untuk mendirikan sebuah madrasah khusus yang diperuntukkan untuk kaum wanita.
Madrasah ini kemudian diberi nama Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah
disingkat NBDI. Madrasah ini beliau resmikan berdirinya tepat pada tanggal 15
Rabi’ul Akhir 1362 H, bertepatan dengan 21 April 1943. Aneh bin ajaib, hari lahirnya
madrasah NBDI ini, ternyata kemudian menjadi hari bersejarah juga dengan bangsa
indonesia, yaitu ditetapkannya sebagai Hari Kartini.
c. Lahirnya organisan NW
Melihat fenomena perkembangan yang signifikan ini, maka Maulana Syaikh
terinspirasi dan termotifasi lagi untuk memayungi atau mengkoordinir jalannya
madrasah-madrasah terssebut. Sebagai tindak lanjutnya beliau mendirikan sebuah
organisai kemasyarakatan Islam yang di beri nama organisasi Nahdlatul Wathan
(NW) yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan Dakwah
Islamiyah.Organisasi ini dengan resmi didiriksn oleh Maulana Syaikh Tuan Guru
Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372
H, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.
Sebagai sebuah organisasi formal, eksistensi Nahdlatul Wathan (NW)
mendapatkan legalitas yuridis formal berdasarkan akte Nomer 48 tahun 1957 yang
dibuat dan disahkan oleh Notaris Pembantu Hendrix Alexander Malada di Mataram.
Akte ini hanya bersifat sementara, karena yurisdiksinya hanya berada di pulau
lombok, sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan sayap perjuangannya
keseluruh wilayah nusantara. Sebagai solusi, maka dibuatkanlah akte Nomer; 50,
tanggal 25 juli 1960, di hadapan Notaris Sie IK Tiong di Jakarta. Kemudian muncul
pengakuan dan penetapan yang diberikan oleh menteri kehakiman republic indonesi
Nomer 90, tanggal 8 November 1960.
Dengan adanya legalitas formal dalam akte yang kedua ini, maka organisasi
Nahdatul Wathan, terhitung sejak tahun 1957, telah aktif melebarkan sayap
perjuangannya untuk berperan serta membangun agama dan bangsa dalam bidang
pendidikan, social, dan dakwa keseluruh wilayah Indonesia. Saat ini telah berdiri
ratusan, bahkan ribuan madrasah atau sekolah nahdlatul wathan dari TK sampai
perguruan tinggi di seantero pulau Lombok dan NTB khususnya di berbagai belahan
wilayah Indonesia, seperti NTT, BALI, Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan,
Sulawesi, Batam, Riau, Sumatra Barat, dan ber bagaai tempat lainnya.
Daftar pustaka
 Muslihan Habib dan Thaharuddin, Nilai-nilai Monumental dalam
Semboyan NW, Jakarta timur; pondok pesantren Nahdlatul wathan
Jakarta, 2013.

Anda mungkin juga menyukai