Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

OLEH KELOMPOK 5 :

1. AYU UTARI

2. HAFIFAH

3. ISYA ANJANI

4. MILA ARISA

5. MUBALLIGUL AHKAMI

6. NANDA KHOTIBATUL ULYA

KELAS XI MIA 3

MAN 1 MATARAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing
terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan
perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari
kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Sejarah berjalan dari masa lalu, ke masa kini, dan melanjutkan perjalanannya ke masa depan.
Dalam perjalanan sesuatu unit sejarah selalu mengalami pasang naik dan pasang surut dalam
interval yang berbeda-beda. Di samping itu, mempelajari sejarah yang sudah berjalan cukup
panjang akan mengalami kesulitan jika tidak dibagi ke dalam beberapa babakan di mana setiap
babakan merupakan satu komponen yang mempunyai ciri-ciri khusus dan merupakan satu
kebulatan untuk satu jangka waktu.

Perkembangan islam periode klasik yang terbentang dari tahun 650-1250 M merupakan masa
perluasan, integrasi dan keemasan Islam. Perode ini sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW
sampai dihanguskannya Baghdad oleh Hulagu Khan.

Adapun yang menjadi ciri pada periode ini, dengan mengabaikan adanya dinasti-dinasti yang
tumbuh dan tenggelam di masa Dinasti Abbasiyah, kepala negara (khalifah) tetap dijabat oleh
seorang dan dianggap sebagai pimpinan tertinggi negara walaupun hanya sekedar simbol. 
Dinasti Umayyah barat walaupun tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Abbasiyah, namun
mereka tidak pernah mengklaim diri sebagai khalifah.

1.2  Rumusan Masalah


1.      Bagaimana sejarah berdirinya bani Abbasiyah?
2. Bagaimana pusat-pusat peradaban pada masa bani Abbasiyah?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah
2. Untuk mengetahui apa saja pusat-pusat peradaban bani Abbasiyah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Daulah bani Abbas adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan daulat bani
Umayyah.  Dinamakan daulat Bani Abbas karena para pendiri dan penguasa dinasti ini
adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah
Abdullah al Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al Abbas.  Kekuasaan
berlangsung dalam waktu rantang yang panjang, dari tahun 132 – 656 H/ 750-1258 M.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya
membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1. Periode pertama ( 132 H/750 M – 232 H/847 M ), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
2. Periode kedua ( 232 H/847 M – 334 H/945 M ), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode ketiga ( 334 H/945 M- 447 H- 1055 M ), masa kekuasaa dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4. Periode keempat ( 447 H/1055 M- 590 H/1194 M ), masa kekuasaan dinasti Bani
Seljuk dalam pemerintahan khalifah abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua.
5. Periode kelima ( 590 H/1194 M- 656 H/1258 M ), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.

Pada periode pertama, pemerintahan bani abbas mencapai masa keemasannya.


Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat  dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
imu pengetahuan dalam Islam.Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan bani
Abbas mulai menurun dalan bidang politik, meskipn filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang.

Masa pemerintahan Abu Al Abbas, pendiri dinasti ini, sangat singkat, yaitu dari
tahun 750-754 M. Karena itu pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu
Ja’far Al Mansur ( 754-775 M). Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh
khalifah sesudahnya, yaitu Al Mahdi ( 775-785 M), Al Hadi ( 775- 786 M), Harun Al
rasyid ( 786-809 M ), Al Ma’mun ( 813- 833 M), Al Mu’tashim ( 833-842 M ),  Al Wasiq
( 842-847 M ), dan Al Mutawakkil ( 847-861 M ).

Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau
lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara
tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki
singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.

Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Mansur,
Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai kholifah
sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai Kholifah Al-Watsiq
Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132 – 232 H / 749 – 879 M). Dan pada masa
kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim, Islam mengalami masa kemunduran dan
keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H /
1258 M.

2. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Bani
Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara
kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah

a. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya
berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti ini.

b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh
dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah,
meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan
Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-
Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga
India.

3. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai
bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam
telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya
penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh
para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan
menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.

Setelah tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada
anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk
bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah pada zaman itu sekelompok
penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh
agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.

B. Pusat-pusat Peradaban Bani Abbasiyah


Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra.
Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-
Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang
beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,
yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi
contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.

1. Baghdad

Baghdad merupakan pusat pemerintahan dan peradaban pada masa Bani Abbasiyah. Ibu kota
Negara pada awalnya adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun, pada masa khalifah al-
Mansyur ibu kota Negara dipindahkan ke kota yang baru didirikannya yaitu kota Baghdad yang
terletak di dekat ibu kota Persia, Ctesipon, pada tahun 762 M.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Sebagai pusat intelektual, di Baghdad terdapat beberapa pusat
aktivitas pengembangan ilmu. Di antaranya adalah Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu
pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian berbagai ilmu. Selain itu Baghdad juga sebagai
pusat penterjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu ke dalam bahasa Arab.

Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, kehancuran Baghdad tentu memberikan
dampak yang besar terhadap sejarah umat Islam. Jatuhnya kota Baghdad bukan saja mengakhiri
khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari kemunduran umat Islam. Ketika Baghdad
hancur berbagai khazanah ilmu pengetahuan yang ada di sana juga ikut lenyap. Dikisahkan
bahwa buku-buku yang ada dalam baitul hikmah dibakar dan di buang ke sungai Tigris sehingga
airnya berubah yang asal mulanya jernih menjadi hitam karena tinta dari buku-buku tersebut.

Kota Baghdad adalah ibu kota Negara pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Pada masa
kejayaannya, kota Baghdad menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada masa khalifah ketiga, al-Mahdi, hingga
khalifah kesembilan, al-Watsiq. Namun lebih khusus lagi pada masa Harun al-Rasyid dan al-
Makmun anaknya.

Khalifah al-Makmun membangun perpustakaan yang dipenuhi dengan ribuan buku ilmu
pengetahuan. Perpustakaan tersebut dinamakan dengan Bait al-Hikmah. Selain itu, banyak
berdiri akademi, sekolah tinggi, dan sekolah biasa. Dua di antaranya yang paling penting adalah
perguruan Nizhamiyah dan Muntashiriyah.

Kota Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktifitas pengembangan ilmu
antara lain Baitul Hikmah. Sebagai ibu kota Bagdad mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-
Rasyid walaupun kota tersebut belum 50 tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmurn
tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang berbentuk bundar
dengan di lengkapi beberapa banguna sayap dan ruang audiensi yang di penuhi berbagai
perlengkapan yang terindah, dengan demikian, dinasti Abbassiyyah dengan pusatnya di Bagdad
sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan
dalam berbagai bidang kehidupan dapat di sebutka beberapa berikut:
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun ketika
mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar
yang di beri nama Baitul Hikmah dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
a)    Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid
dijadikan centre of edication. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan
keilmuan dan teknologi. Lembaga ini kita kenal dua tingkatan yaitu :
1.    Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
2.    Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah
atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.
b)    Corak Gerakan Keilmuan.
Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian keilmuan yang
kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, disamping kajian yang
bersifat pada Al-Qur’an dan Al-Hadis; sedang astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan
dengan penerjemahan dari Yunani.
c)    Kemajuan dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang terutama dua metode
penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi. Dalam bidang hadis, pada zamannya
hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman
ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara
ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis Shahih, Dhaif, dan Maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang
meriwayatkan  hadis tersebut.
1)    Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal, seperti Imam
Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafei (767-820 M) dan Imam Ahmad
Ibnu Hambal (780-855 M).
2)    Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin
dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah
nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh dan insya. Sebagai kelanjutan dari masa Amawiyah I
di Damaskus.
d)    Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa oleh ilmu Muslim. Kemajuan
tersebut adalah sebsgai berikut.
1)    Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian diterjemahkan oleh Muhammad
Ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah astronom Muslim pertama yang membuat astrolabe,
yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Di samping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan
Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam dan
Al-Tusi.
2)    Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah ibnu Rabban Al-Tabari.
Pada tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah Al-Razi, Al-
Farabi, dan Ibnu Sina.
3)    Ilmu kimia. Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M). Sebenarnya
banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tuqrai yang hidup pada abad ke-12
M.
4)    Sejarah dan geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke-3 H adalah Ahmad
bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Kemudian, ahli ilmu bumi
yang masyhur adalah ibnu Khurdazabah.
e)    Perkembangan Politik dan Administrasi
Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam benar-benar berada di
puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini
merupakan golden age dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, terutama pada masa Khalifah
Al-Makmun.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan
antara lain:
1)    Memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Bagdad
2)    Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
3)    Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi
peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum mawali.
4)    Menumpas pemberontakan-pemberontakan
5)    Menghapus politik kasta.
f)    Bidang Ekonomi
1)    Perdagangan dan industri
Segala usaha di tempuh untuk memajukan perdagangan dengan memudahkan jalan-jalanya,
seperti di bangun sumur dan tempat peristirahatan di jalan-jalan yang dilewati oleh kafilah
dagang, dibangun armada-armada dagang, dan di bangun armada-armada untuk melindungi
pantai negara dari serangan bajak laut. Serta membetuk suatu badan khusus yang bertugas
mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasaran (mengatur
politik dagang) agar tidak terjadi penyelewengan.

2)    Pertanian dan perkebunan


Kota-kota administratif seperti Basrah, Khufah, Mosul, dan al-Wasit menjadi pusat usaha-usaha
pengembangn pertanian dan rawa-rawa di sekitar Kuffah di keringkan dan di kembangkan
menjadi kawasan pertanian  yang subur. Untuk menggarap daerah-daerah pertanian tersebut di
datangkanlah buruh tani dalam jumlah yang besar dari Afrika Timur guna menciptakan ekonomi
pertanian dan perkebunan yang intensif. Di samping itu usaha untuk mendorong kaum tani agar
lebih intensif di lahkukan beberapa kebijakan antara lain:
·    Memperlakuhkan ahli zimmah dan nawaly dengan perlakuan yang baik dan adil, serta
menjamin hak milik dan jiwa mereka.
·    Mengambil tindakan yang keras terhadap pejabat yang berlaku kejam terhadap petani.
·    Memperluas daerah pertanian dan membangun kanal-kanal dan bendungan baik besar
maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak ada irigasi.
3)    Pendapatan Negara
Selain dari sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga
berasal dari pajak. Pada masa Harun al-Rasyid, pemasukan pada sektor ini mencapai 272 juta
dirham dan 4,5 juta dinar. Sementara pada masa al-Mu’tashim, pajak yang berhasil terkumpul
meningkat sebesar 314.271.350 dirham dan 5.102.00 dinar. Pendapatan juga berasal dari jizyah,
zakat, ‘asyur al tijarah, dan kharaj.
4)    Sistem Moneter
Sebagai alat tukar, para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar (pedanag barat) dan
dirham (pedagang timur). Penggunann dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua
konsekuensi. Pertama, mata uang dinar harus di perkenalkan di wilayah-wilayah yang selama ini
hanya mengenal mata unag dirham. Kedua, dengan mengeluarkan banyak mata uang emas,
mengurangi penyimpanan emas batangan  atau perhiasan sekaligus menjamin peredaran uang
dengan kebutuhan pasar. Kebijakan di sektor ini adalah di ciptaknya sistem pembayaran dengan
sistem cek agar memepermudah para kafilah-kailah dagang bertransaksi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam rentangan sejarah panjang peradaban Islam, daulah Abbasiyah sebagai pemegang
kekhalifahan menggantikan Daulah Umayyah (132 H/750 M), ternyata membawa corak baru dalam
budaya Islam, terutama dalam bidang pendidikan. Dengan dipindahkannya ibu kota dari Damaskus ke
Baghdad merupakan awal dari perubahan yang terjadi pada masa dinasti Abbasiyah. Baghdad sebagai
pusat ibu kota pemerintahan saat itu yang didalamnya berdiri istana dan bangunan yang megah dan seni
bangunan Arab Persia masa itu. Pada saat itu Islam berada pada zama keemasan hal ini terbukti dengan
banyaknya bangunan-banguna, pengembangan ilmu pengetahuan dan Pembangunan perpustakaan
seperti Baitul Hikmah.
DAFTAR PUSTAKA

http/www. Fatkhatul Aliyah: Baitul Hikmah.

Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2010),

http/www. Kekhalifahan Abbasiyah - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm

Albert Hourani, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, Bandung: Mizan Pustaka, 2004.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas Rahmat-Nya jualah
sehingga penulisan makalah ilmiah ini dapat diselesaikan.
Makalah ilmiah yang berjudul “Pusat-pusat Peradaban Bani Abbasiyah” ini tersusun dalam rangka
memenuhi tugas dari guru bidang studi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Tersusunnya makalah
ilmiah ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari pihak yang sangat erat kaitannya dengan makalah
ilmiah.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya atas segala amal baik Bapak
dan Ibu serta teman sekalian.
Akhirnya, semoga tulisan ilmiah ini dapat bermanfaat sesuai dengan yang diharapkan. Amin Amin
Ya Robbal’ Alamin.

Mataram, 22 Januari 2016


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1. Latar Belakang 2
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
1. Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah……………………………………….3
2. Pusat Peradaban Bani Abbasiyah…………………………………………5
BAB III PENUTUP. 8
1. Kesimpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9

Anda mungkin juga menyukai