PRODI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.. Tidak lupa pula penyusun ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas, petunjuk, dan bimbingan kepada penyusun sehingga penyusun termotivasi untuk menyelesaikan tugas ini dan juga kepada teman-teman dan semua pihak yang telah berperan dalam penyelesaian dan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, mungkin ada kekurangan sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembaca ataupun pihak yang membutuhkan dan dapat bermanfaat bagi penyusun, pembaca dan pihak yang membutuhkan. Amin.
Samata, Mei 2014
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Asal Usul Terbentuknya Kerajaan Syafawi........................................ 3 B. Perkembangan Kerajaan Syafawi ...................................................... 4 C. Masa Kejayaan dan Kemajuan dalam Kerajaan Syafawi .................. 8 D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawi ............................. 14 BAB III KESIMPULAN ....................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah khalifah Abbasiyah di Bagdad runtuh akibat serangan tentara Mongol,1[1] kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai disitu. Timur Lenk, pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain. Keadaan politik umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Dimasa tiga kerjaan besar ini kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Masjid-masjid yang didirikan kerajaan ini masih dapat diihat di Istambul, Tibriz dan Isfaham serta kota-kota lain di Iran dan Delhi. Kemajuan umat islam di zaman ini lebih banyak merupakan warisan kemajuan pada masa priode klasik. Perhatian di ilmu pengetahuan masih kurang. Tentu saja bila dibandingkan kemjuan yang dicapai pada masa dinasti Abbsyiah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Namun, menarik untuk dikaji, karena kemajuan
1[1] Serangan Mongol tersebut telah menghancurkan kota-kota dengan bangunan yang indah, tempat-tempat belajar, perpustakaan yang mengoleksi banyak buku, dll milik umat Islam, semua hancur, musnah dibakar, bahkan umat Islampun dibunuh, pembunuhan terjadi tidak hanya pada petinggi/pembesar kerajaan, seperti terjadi pada masa kepemimpinan Hulagu, manusia tidak berdosapun juga ikut dibunuh oleh tentara Mongol, seperti dilakukan oleh Argun, Khan ke empat pada Dinasti II Khaniyah. (baca: Dedi supriyadi, Sejarah peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 185. 2
pada masa ini terwujud setelah dunia islam mengalami kemunduran beberapa abad lamanya.2[2] Ada dua aspek menarik dari pengkajian sejarah kerajaan Safawi pada 1501-1722 M. Pertama lahir kembali dinasti Safawi adalah kebangkitan kembali kejayaan Islam, sebelumnya pernah mengalami masa kecemerlangan. Kedua, dinasti Safawi telah memberikan Iran semacam Negara Nasional dengan identitas baru yaitu aliran Syiah yang menurut G.H. Jansen merupakan landasan bagi perkembangan Nasionalisme Iran modern.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana asal-usul terbentuknya Kerajaan Syafawi di Persia ? 2. Bagaimana perkembangan Kerajaan Syafawi di Persia ? 3. Bagaimana masa kejayaan dan kemajuan-kemajuan yang dialami Kerajaan Syafawi di Persia ? 4. Bagaimana fase kemunduran dan sebab-sebab kehancuran kerajaan syafawi di Persia ?
2[2] Harun Nasution, Perkembangan dalam Islam : Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992) hal 14. 3
BAB II PEMBAHASAN A. Asal-Usul Terbentuknya Kerajaan Syafawi Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila, sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah,3[3] yang diambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.4[4] Menurut Harun Nasution, di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan.5[5] Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekat dengan tugas dakwah agar umat Islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya.6[6] Safi al Din Al Ardabily
3[3] Tarekat Safawiyah ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani di Turki. 4[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000,hlm. 138 5[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Bebagai Aspek, Jakarta: UI-Press, 1985, hlm. 84 6[6] www.kodeka.blogspot 4
adalah keturunan dari Imam Syiah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah. Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth dan menjadikan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad. (Thohir, 2004: 167) Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi : 1. Isma'il I (1501-1524 M) 2. Tahmas I (1524-1576 M) 3. Isma'il II (1576-1577 M) 4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 5. Abbas I (1587-1628 M) 6. Safi Mirza (1628-1642 M) 7. Abbas II (1642-1667 M) 8. Sulaiman (1667-1694 M) 9. Husein I (1694-1722 M) 10. Tahmas II (1722-1732 M) 11. Abbas III (1732-1736 M)
B. Perkembangan Kerajaan Syafawi Sejak Safi Al Din mulai memimpin tarekat safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan safawi pada tahun 1501, tarekat safawi mengalami dua fase dalam perjuangannya : 5
1. Pada masa 1301-1447 M (700-850 H), gerakan safawi masih murni gerakan keagamaan (kultural) dengan tarekat safawiyah sebagai sarana. Pengikutnya menyebar dari Persia, Syiria dan Anatolia. 2. Pada masa 1447-1501 M, tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat local menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia. Dalam perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syiah). Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah. Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan- kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, AKKoyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia (Holt, 1970:396). Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut (Brockelman, 1974:494). Penggantinya diserahkan 6
kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syiahlah yang resmi dijadikan mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran (Yatim, 2003:139-140). Gerakan Militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar di pandang sebagai rival politik oleh AK Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Safawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh (Holt, 1970:396). Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Koyunlu. Akan tetapi Yakub pemimpin AK Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota AK Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M) (Holt,1970:397). 3. Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK 7
Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I (Brockelmann, 1974:398). Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) . Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya (Hassan, 1989:337). Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan sukusuku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash (Yatim, 2003:142). Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan 8
besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaanSafawi sendiri. (Thohir, 2004: 172-173)
C. Masa Kejayaan dan Kemajuan dalam Kerajaan Syafawi Pada masa pemerintahan Ismail, Safawi berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke daerah Nazandaran, Gurgan, Yazd, Diyar Bakr, Baghdad, Sirwan dan Khurasan hingga meliputi ke daerah bulan sabit subur (fortile crescent). Kemudian ia beruasaha mengembangkan wilayahnya sampai ke Turki Usmani tetapi mengadap kekuatan besar dari Kerajaan Turki Usmani tetapi menghadapi kekuaatan besar dari kerajaan Turki Usmani yang sangat membenci golongan Syiah. Dalam perebutan wilayah ini Safawi mengalami kekalahan yang menyebabkan Ismail mengalami depresi yang meruntuhkan kebanggaan dan rasa percaya dirinya sehingga ia menempuh kehidupan dengan cara menyepi dan hidup hura-hura. Hal ini berpengaruh pada stabilitas politik dalam kerajaan Safawi. Contohnya adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.7[18] Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
7[18] www.resotika.Blogspot. 9
1. Menghilang dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia. 2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya8[19].
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas9[20]. Pada masa Abbas I inilah kerajaan Safawi mengalami masa kejayaan yang gemilang. Diantara bentuk kejayaannya adalah : 1. Bidang Politik dan Pemerintahan Pengertian kemajuan dibidang politik disini adalah terwujudnya integritas wilayah Negara yang luas yang dikawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh dan diatur oleh suatu pemerintahan yang kuat, serta mampu memainkan peranan dalam percaturan politik internasional.
8[19] P.M.Holt, dkk, (ed), The Cambridge History Of Islam.Vol.IA,(London : Cambridge University Press, 1970), hal.417 9[20] Badri Yatim, op.clt., hal.143. 10
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu Negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, Syah Abbas I juga telah melakukan langkah politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata dinasti Safawi yang kuat, besar dan modern. Tentara Qizilbash yang pernah menjadi tulang punggung Dinasti Safawi pada awalnya dipandang Syah Abbas tidak diharapkan lagi, sehingga ia membangun suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini ia ambil dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristern di Georia dan di Chircassia. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan persenjataan yang modern. Sebagai pimpinannya ia mengangkat Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam.10[21] Berkat kegigihannya Syah Abbas mampu mengatasi kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa sebelumnya.
2. Bidang Ekonomi Kerajaan Safawi pada masa Syah Abbas mengalami kemajuan dibidang ekonomi, terutama industri dan perdagangan. Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antar Timur dan Barat. Yang biasa diperebut oleh Belanda, Inggris, dan
10[21] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo) hal. 175 11
Perancis, sesungguhnya menjadi milik Kerajaan Safawi.11[22] Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (fortile crescent).
3. Bidang Keagamaan Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khafilah-khafilah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syiah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau Abbas tanamkam paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syiah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan (Hamka, 1981:70).
4. Bidang Ilmu Pengetahuan, Filsafat dan Sains Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang peradaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa Kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
11[22] Carl Broekelmaun, Tarikh Al-Syuub Al-Islamiyah, Beirut: Dar Al-Ilm, 1974, hlm. 504 12
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi (generalis iptek), Sadar Al-Din Al-Syaerazi (filosof), dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (teolog, filosof, observatory kehidupan lebah-lebah).12[23] Dalam bidang ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan Turki Usmani.13[24] Pada masa Safawi Filsafat dan Sains bangkit kembali di dunia Islam, khususnya dikalangan orang-orang persia yang berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan baru ini erat kaitannya dengan aliran Syiah yang ditetapkan Dinasti Safawi sebagai agama resmi Negara. Dalam Syiah Dua Belas ada dua golongan, yakni Akhbari dan Ushui. Mereka berbeda didalam memahami ajaran agama. Yang pertama cenderung berpegang kepada hasil ijtihad para mujtahid Syiah yang sudah mapan. Sedang kedua mengambil dari sumber ajaran Islam, Al- Quran dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujthadi. Golongan Ushuli inilah yang palling berperan pada masa Safawi. Menurut Hodhson, ada dua aliran filsafat yang berkembang pada masa Safawi tersebut. Pertama, aliran filsafat Perifatetik sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles dan Al-Farabi. Kedua filsafat Isyraqi yang dibawa oleh Syaharawadi pada abad ke XII. Kedua aliran ini banyak dikembangkan di perguruan Isfahan dan Syiraj. Di bidang filosof
ini muncul beberapa orang filosof diantaranya Muhammad Baqir Damad (W. 1631 M) yang dianggap guru ketiga sesudah Aristoteles dan Al- Farabi, tokoh lainnya misalnya Mulla Shadra yang menurut sejartah ia adalah seorang dialektikus yang paling cakap di zamannya14[25].
5. Bidang Perkembangan Fisik dan Seni Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi kota Kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah seperti masjid, rumah sakit, jembatan raksasa di atas Zende Rud dan Istana Chilil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secra apik. Ketika Abbas I wafat di Isfahan terdapat 162 Masjid, 48 Akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum.15[26] Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannyaseperti terlihat pada mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula adanya peninggalan berbentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Raja Tahmasp I.16[27]
14[25] Ibid. 15[26] Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Vol. III, Chicago: The University of Chicago Press, 1981, hlm. 40. 16[27] Ibid, 14
Demikianlah puncak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Safawi, kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Kerajaan ini telah memberikan kontribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.
D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawi Masa Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi dimulai sejak Raja Abbas I telah tiada, sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642- 1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran, karena Kerajaannya ketika itu diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah sebagai berikut:
No
Nama Raja
Masa Berkuasa Indikasi Kemunduran & Kehancuran 1 Safi Mirza 1628-1642 - Jiwa lidershipnya lemah. - Sangat kejam terhadap para pembesar Kerajaan. - Memiliki sifat cemburu terhadap petinggi kerajaan. 15
- Kota Qandahar lepas dan diduduki Kerajaan Mughal (Sultan Syah Jehan). - Dan Bagdad direbut oleh Kerajaan Turki Usmani. 2 Abbas II 1642-1667 M - Sifat dan Moralnya jelek. - Pemabuk/suka minum minuman keras. 3 Sulaiman 1667-1694 - Kejam terhadap para pembesar Kerajaan, terutama terhadap orang-orang yang dicurigainya - Karena sifat & moralnya yang buruk itu rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintahannya 4 Husen 1694-1722 M - Memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syiah. - Ulama Syiah sering slah guna kewenangan/kekuasaan yang diberikan raja. - Ulama Syiah sering memaksakan pendapat terhadap penganut aliran Sunni sehingga membuat golongan Sunni marah. - Konflik yang terjadi antara golongan Syiah dengan Sunni berimplikasi pada sistem pemerintahan menjadi tidak stabil secara berkelanjutan. - Pernah terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang di pimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir mahmud ini, kota Qandahar lepas dari safawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 oktober 1722 M Shah Husein menyerah. 16
5 Tahmasp II 1722-1732 M Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Madhir Khan untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Safawi kembali berdiri. Kemudian Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan pada 1732 M. 6 Abbas III 1732-1736 M - Tidak berpengalaman. - Diangkat menjadi Raja pada saat masih kecil.17[28] - Pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian kerajaan Safawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan begitu, maka berakhirlah kerajaan Safawi.
Hanya satu abad setelah ditinggal Abbas I, kerajaan ini mengalami kehancuran. Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Safawi : 1. Konflik panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antar kedua kerajaan. Bagi Kerajaan Usmani, berdirinya Kerajaan Safawi yang beraliaran Syiah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara kedua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun konflik itu pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian antara keduanya pada masa Raja Shah Abbas I, namun tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan
17[28] Hamka, Sejarah Umat Islam, III, (Jakarta : Bulan Bintang, 1981). hal 71-73. 17
setelah itu dapat dikatakan tida ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.18[29] 2. Adanya dekadensi moral yang melanda sebagaian para pemimpin Kerajaan Safawi. 3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qilzibash (baret merah) hal ini dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani. Seperti yang di alami oleh pasukan Qilzibash, sementara anggota pasukan Qilzibash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yag sam,a dengan anggota Qilzibash sebelumnya. 4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana19[30].
Dengan demikian bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan safawiyah yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad tujuh belas dan awal abad ke delapan belas.
18[29] M. Holt, dkk (ed). The Cambridge History of Islam, Vol. 1 A, London: Cambrige University Press, 1970, hlm 426. 19[30] Badri Yatim,op.ctl.,hal 141-143 18
BAB III KESIMPULAN
Uraian diatas dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut: 1. Kebesaran imperium Islam abad ke-17 tertumpu pada tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Syafawi di Persia, Mughal di India, dan Turki Utsmani di Turki. 2. Kerajaan Safawi terbentuk berawal dari gerakan tarekat safawiyah yang ingin terjun ke dunia politik sampai pada akhirnya terwujud ketika Syah Ismail berhasil menaklukkan kota Tabriz, dengan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. 3. Kemajuan ilmu pengetahuan mengalami kemunduran dibanding pada masa Dinasti Abbasyiah, yang dipicu oleh berkembangnya berbagai aliran tarekat dan terpaku pada satu madzab. 4. Kemajuan yang dicapai terutama dalam bidang politik terutama dalam perluasan wilayah, ekonomi maupun seni 5. Kemajuan tersebut disebabkan karena faktor kekuatan militer serta pasukannya yang sangat setia terhadap pemimpinnya, jiwa dan tenaga yang tangguh. 6. Tetapi kemajuan yang dicapai ternyata tidak berlangsung lama yang disebabkan regenerasi raja-raja yang tidak setangguh pendahulunya, sering terjadi perebutan kekuasaan dikalangan istana, serta kehidupan duniawi yang berlebihan para raja dan intervensi negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Austria dan Perancis
19
DAFTAR PUSTAKA
Engneer, Asghar Ali, Asal-Usul dan Perkembangan Islam, Yogyakarta: Insist Bekerja Sama dengan Pustaka Pelajar, 1999.
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989.
Harun, Maidir dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN IB Press, 2001.
---------, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Padang: IAIN IB Press, 2000.
Maryam, Siti, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta: Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2007.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam :Sejarah, Pemikiran dan Gerakan, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka setia, 2008.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta : Pustaka Al- Husna, 1983.
Thohir, Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Ajid.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.