Cikal bakal berdirinya Dinasti Safawiyah berawal dari gerakan tarekat yang
diberi nama Safawiyah. Gerakan ini muncul di Persia, tepatnya di Ardabil, sebuah
kota di Azerbaijan. Wilayah ini banyak ditinggali oleh suku Kurdi dan
Armen. Nama Safawiyah dinisbahkan kepada nama salah seorang guru Sufi di
Ardabil bernama Syekh Ishak Safiuddin atau Shafi Ad-Din. Menurut riwayat, ia
adalah keturunan dari Musa al-Khadim, imam ketujuh Syi’ah Itsna
‘Asyariyah. Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih
sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidi
(1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan
prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Shafi Ad-Din diambil
menantu oleh gurunya tersebut.
Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan
sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini
sangatlah teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf
Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi
golongan yang mereka sebut “Ahli Bid’ah”. Tarekat yang dipimpin Shafi Ad-Din
ini semakin penting terutama setelah mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian
tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia. Di negeri-negeri di luar Ardabi, Shafi
Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil
tersebut diberi gelar khalifah dan nantinya akan menjadi komandan perang.
Kemudian murid-murid tarekat mendukung tarekat Safawiyah untuk
menghimpun kekuatan dengan menjadi tentara dan sangat fanatik kepada
keyakinannya. Bahkan, mereka juga menentang orang-orang yang tidak sepaham
dengan mereka. Tarekat Safawiyah banyak diterima oleh masyarakat sehingga
tarekat ini mengubah model gerakan spiritual keagamaan menjadi gerakan politik.
Hal ini mulai tampak ketika gerakan tarekat dipimpin oleh Junaid 1447-1460 M.
Junaid memperluas kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan
ini mendapatkan hambatan-hambatan. Salah satunya dari penguasa Qara Qayunlu
dan Aq- Qayunlu yang merupakan dua suku terkuat Turki. Sehingga terjadi
konflik antara Junaid dengan penguasa Turki.
Keterlibatan tarekat Safawiyah dalam perpolitikan yang semakin besar
mengantarkan tarekat Safawiyah berhadapan dengan kekuatan besar yang
berkuasa saat itu yaitu Turki Utsmani. Pada saat Junaid memiliki konflik dengan
Qara Qayunlu, ia mengalami kekalahan dan diasingkan ke suatu tempat. Di
tempat itu Junaid mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr yang juga
bangsa Turki. Junaid tinggal di istana Uzun Hasan yang pada saat itu menguasai
sebagian Persia. Selama dalam pengasingan, Junaid tidak tinggal diam. Ia
mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahun 1459
M, Junaid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Lalu pada tahun 1460 M Junaid
mencoba merebut kota Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh
tentara Sirwan. Junaid pun pada akhirnya terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Tampuk kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya diberikan kepada putera
Junaid, Haidar, tetapi Haidar masih sangat kecil pada waktu itu. Setelah
menunggu beberapa tahun, Haidar sudah cukup dewasa dan mempersunting salah
satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan tersebut lahirlah Ismail yang di
kemudian hari menjadi pendiri dinasti Safawi di Persia.
Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Safawiyah
Pada saat Ismail I berkuasa selama kurang lebih 23 tahun (1501-1524 M) ia berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya, ia juga dapat menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Aq-
qayunlu di Hamadan 1503 M, menguasai provinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd
pada tahun 1504 M, Diyar Bakr 1505-1507, Baghdad dan daerah barat daya persia pada
tahun 1508 M, Sirwan 1509 M dan Khurasan pada tahun 1510 M. Ismail I hanya
memerlukan waktu selama sepuluh tahun untuk menguasai seluruh Persia.[11]
Ambisi politik mendorong Ismail I adalah untuk memperluas daerah kekuasaannya ke Turki
Utsmani, namun karena Turki Utsmani merupakan dinasti yang sangat kuat pada masa itu
akhirnya Ismail I mengalami kekalahan. Kekalahan itu meruntuhkan kebanggaan dan
kepercayaan diri Ismail. Akibatnya, kehidupannya menjadi berubah. Ismail I lebih suka
berfoya-foya dan keadaan tersebut menimbulkan dampak negatif bagi Dinasti Safawiyah,
yaitu timbulnya perebutan kekuasaan diantara pimpinan-pimpinan suku-suku Turki, pejabat-
pejabat Persia, dan Qizilbash.
Sepeninggal Ismail I, kekuasaan Dinasti Safawiyah dilanjutkan oleh Tahmasp I
(1524-1576 M), lalu setelah itu dilanjutkan oleh Ismail II (1576-1577 M) dan
Muhammad Khubanda (1577-1587 M). Namun, pada pemerintahan ketiga sultan
tersebut Dinasti Safawiyah mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut terus
berlangsung sampai pada akhirnya Abbas I naik tahta. Pada masa Abbas I, Dinasti
Safawiyah perlahan-lahan mengalami kemajuan.
Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam
memajukan dinasti Safawiyah diantaranya adalah :
Bidang Ekonomi
Setelah Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan
Gumrun menjadi pelabuhan Abbas, maka jalur dagang yang biasa diperebutkan oleh
Belanda, Inggris dan Perancis sepenuhnya berhasil dikuasai oleh dinasti ini.
Bidang Pendidikan
Pada Dinasti Safawiyah muncul banyak sekali ilmuwan-ilmuwan terkenal diantaranya Baha’ al-
Dîn al-‘Amili (generalis ilmu pengetahuan), Sadr al-Dîn al-Syîrâzî (filsuf) dan Muhammad Baqir
ibn Muhammad Damad (filsuf, ahli sejarah, teolog, yang pernah mengadakan observasi atas
kehidupan lebah).
Bidang Pembangunan Fisik Tata Kota dan Seni
Para penguasa dinasti ini mengubah Isfahan, yang merupakan ibu kota dinasti ini menjadi kota
yang sangat indah. Isfahan merupakan kota yang sangat penting bagi tujuan politik dan ekonomi.
Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan megah seperti masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah,
jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Satun. Kota Isfahan semakin indah dengan
dibuatnya taman-taman wisata. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48
akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
Pada bidang seni, terlihat dari arsitektur bangunan-bangunannya yaitu seperti yang terlihat pada
masjid Shah dan masjid Syaikh Lutf Allah. Unsur seni lainnya juga terlihat pada hasil kerajinan
tangan, keramik, permadani, karpet, pakaian, tembikar dan lain-lain. Seni lukis juga sudah mulai
muncul pada masa ini tepatnya pada saat sultan Tahmaps I berkuasa.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawiyah
Kerajaan Safawiyah mengalami kemunduran pasca pemerintahan Abbas I. Enam sultan setelahnya tidak
mampu untuk mempertahankan kemajuan yang sudah diraih oleh pendahulunya. Para Sultan juga lemah
dalam memimpin dan memiliki sifat buruk yang juga mempengaruhi jalannya pemerintahan. Sehingga
kerajaan Safawiyah banyak mengalami kemunduran dan tidak mengalami perkembangan.
Sepeninggal Abbas 1 digantikan oleh :
1. Safi Mirza (1628-1642), sultan yang lemah dan kejam terhadap para pembesar-pembesar kerajaan
2. Abbas II (1642-1667), sultan yang suka minum-minuman keras, suka menaruh curiga terhadap para
pembesar dan memperlakukannya dengan kejam.
3. Husein ( 1694-1722). Ia memberikan kebebasan kepada para ulama Syiah untuk memaksakan paham
Syiah dan pendapatnya terhadap penganut Sunni. Hal ini memicu kemarahan dari golongan Sunni di
Afghanistan, sehingga mereka melakukan pemberontakan.
4. Tahmasp II (1722-1732), melakukan kerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk menaklukan
bangsa Afghan yang berada di Isfahan pada tahun 1726 M dan berhasil.
5. Nadir Khan (1733-1736), Dinasti Safawiyah berhasil ditaklukan oleh Dinasti Qazar.
Sekian dan Terima kasih