Anda di halaman 1dari 22

BAHAN AJAR

Peta Konsep

Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

Sumatera

Kerajaan- Kerajaan Kerajaan


Kerajaan Kerajaan
Kerajaan Islam di Islam di
Aceh Islam di
Islam di Sumatera Sumatera
Darussalam Jambi
Riau Selatan Barat

Sumber Sejarah

Politik Sosial Ekonomi Budaya

Kemunduran

PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM


Tujuan Pembelajaran
1. Mengidentifikasi muncul dan berkembangnya perkembangan Kerajaan Aceh, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat dalam segi politik, ekonomi, sosial dan budaya
2. Menelaah sebab dan akibat runtuhnya Kerajaan Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan
Sumatera Barat

Pokok Bahasan
Zaman Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Topik Kajian
Kerajaan Islam di Sumatera seperti Kerajaan Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan
Sumatera Barat
A. Kerajaan Aceh Darussalam
1. Letak dan Sumber
a. Letak
Kesultanan Aceh
Darussalam terletak di
Pulau Sumatera tepatnya
Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam (NAD).
Kesultanan merupakan
sebuah kerajaan
Islamdengan Sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah pada 8
September 1507 atau 1 Jumadil awal 913 H.
b. Sumber
Sejarah kerajaan Aceh Darussalam dapat diketahui oleh batu-batu Nisan
seperti Batu Nisan Sultan Firman Syah yang merupakan salah seorang Sultan
yang memerintah Kesultanan Aceh. Selain itu juga ditemukan makam Sultan
Ali Mughayat Syah sebagai pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Selain itu
juga ditemukan makam Raja Ibrahim yang kemudian diketahui bahwa adik dari
Sultan Mughayat Syah.

Makam Sultan Ali Mughayat Syah Peninggalan Kesultanan Aceh


Sumber lainnya juga berasal dari sumber bahasa melayu seperti Bustan
us Salatin, Hikayat Aceh. Selain itu juga terdapat sumber dari Eropa yang
melakukan perjalanan ke wilayah Aceh Darussalam dan sumber dari China
berupa catatan pada masa Dinasti Ming tentang Ya-Qi (Aceh).
2. Perkembangan Kerajaan Aceh Darussalam
a. Puncak Kejayaan
Kesultanan Aceh Darussalam mengalami puncak kejayaannya pada
masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masa kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda, Kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap portugis
untuk menguasai wilayah Malaka. Bidang militer dan pertahanan kesultanan
Aceh didukung oleh Angkatan Bersenjata darat dan laut. Sultan Iskandar Muda
juga pernah menaklukan Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah dan Nias sejak
tahun 1612-1625. Bidang ekonomi kerajaan, Sultan sangat memperhatikan
tatanan dan peraturan seperti bandar transito Kutaraja (Banda Aceh) serta
menerapkan baitulmal dan juga menaikkan cukai eksport untuk memperbaiki
nasib rakyatnya. Pada masa Sultan Iskandar Muda juga pernah membangun
saluran air dari sungai menuju laut untuk pengairan sawah-sawah sebagai
pasokan air bag kehidupan masyarakat. Bidang komunikasi Sultan Iskandar
Muda memiliki hubungan baik
dengan bangsa di Eropa dan
Timur Tengah hal itu seiring
dengan munculnya ulama besar
seperti Syiah Kuala dan Syeikh
Hamzah Fansuri dan Syeikh
Syamuddin as-Sumatrani.
b. Politik
Sultan Aceh merupakan
penguasa atau raja dari Kesultanan Aceh yang menetap di wilayah Bandar Aceh
Darussalam. Terdapat pejabat tinggi Kesultanan Aceh antara lain Syahbandar
(Penanggung Jawab perdagangan di pelabuhan), Teuku Kadhi Malikul Adil
(Hakim Tinggi), Wazir Seri Maharaja Mangkubumi (Menteri Dalam Negeri),
Wazir Seri Maharaja Gurah (Menteri Kehutanan), Teuku Keurukon Katibul
Muluk (Sekretaris Negara). Politik Kesultanan Aceh Darussalam melakukan
kontak dagang dengan Turki dan menaklukan kerajaan-kerajaan di sekitar
Kesultanan Aceh utamanya selat Malaka.
c. Sosial
Masyarakat Kesultanan Aceh Darussalam sudah melakukan hubungan
dagang dengan Bangsa China, Bangsa Jawa, Bangsa Siam, bangsa India,
Bangsa Turki, Bangsa Peranggi (Inggris, Prancis dan Belanda). Perkembangan
kesusastraan kesultanan Aceh mengalami perkembangan ketika terjadi kontak
denga budaya luar, seperti Hamzah Fansuri. Struktur sosial masyarakat Aceh
terdiri atas golongan yaitu Teuku (kaum bangsawan yang memegang kekuasaan
pemerintah sipil) dan Tengku (kaum yang memegang peranan dalam hal
keagamaan), serta Hulubalang/Ulebalang (prajurit kesultanan) dan rakyat.
d. Budaya
Sistem kebudayaan Aceh Darussalam mengalami kemajuan pesat
berdampak pada kemajuan budaya lokal yang berakulturasi dengan budaya luar
seperti bangunan-bangunan sejarah peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam.
Budaya pada masa Iskandar Muda yaitu tersusunnya hukum adat yang dilandasi
ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Hukum Adat Makuta
Alam, Sultan harus semufakat hukum dengan adat sehingga ketika Sultan di
nobatkan ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang Al-Quran berdiri di
kanan sedangkan perdana menteri yang memegang pedang beridiri di sebelah
kiri. Kemudian bidang sastra juga merupakan hasil dari kebudayaan masyarakat
tokoh-tokoh ulama Aceh Darussalam.
e. Ekonomi
Hubungan dagang dengan bangsa luar meliputi penjualan Kuda dan
Gajah juga belerang untuk Ekspor. Selain itu juga Kapur dan Menyan dari
Barus, Emas di pantai Barat dan Sutera di Banda Aceh. Namun yang menjadi
komoditi utama Kesultanan Aceh adalah Lada. Sedangkan Impor Kesultanan
Aceh meliputi beras, mentega, gula,
anggur, kurma, timah dan besi.
Penguasaan bidang ekonomi
masyarakat Aceh yaitu dalam
bidang pelayaran dan perdagangan.
Faktor yang mendukung
perkenomian Kesultanan Aceh
Darussalam yaitu letak ibukota
Aceh yang strategis, Pelabujan
Aceh (Olele) sebagai pelabuhan
dagang sehingga produksi Lada
Aceh Darussalam tinggi.
3. Kemunduran Kerajaan Aceh
a. Kemunduran
Kemunduran kerajaan Aceh disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
menguatnya Pemerintah Hindia Belanda di Aceh ditandai dengan jatuhnya
wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing, Deli, Barus serta
Bengkulu. Selain itu juga perebutan kekuasaan merupakan faktor kesultanan
Aceh Darussalam menlemah dan tepat pada Januari 1903, Sultan Muhammad
Daud Syah akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah anak dan ibunya
ditangkap terlebih dahulu. Panglima Polem Muhammad Daud, Tuanku Raja
Keumala, Tuanku Mahmud menyusul pada tahun yang sama pada bulan
September. Setelah itu perjuangan dilanjutkan oleh Teungku Cik di Tiro (1836-
1891) dan keluarganya, namun Teungku Cik Di Tiro diundang ke Tui
Seilemeung kemudian makanannya di beri racun oleh Belanda. Kemudian
beliau jatuh sakit dan wafat di Aneuk Galong 25 Januari 1891.
b. Peninggalan

Keping Koin Kesultanan Aceh Masjid Baiturrahman

Taman Sari Gonongan Rumoh Aceh


B. Kerajaan-Kerajaan Islam di Riau
1. Letak dan Sumber
a. Letak
Letak kerajaan Islam di Riau dan Kepulauan Riau menurut betita Tome
Pires (1512-1515) antara lain Siak, Kampar dan Indragiri pada abad ke 15
Masehi. Kerajaan Siak merupakan salah satu kerajaan Islam yang terletak di
Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Sedangkan Kerajaan Indragiri muncul sejak
1298 M terletak di Kabupaten Indragilir Hilir dan Kabupaten Hulu, Provinsi
Riau. Kesultanan Kampar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Pekantua setelah
pemerintah Sultan Mansur Syah dari Kerajaan Malaka menaklukkan Kerajaan
Pekantua. Sebelumnya Kerajaan Kampar memiliki nama Pekantua Kampar,
Tanjung Negeri dan terakhir Pelalawan sebelum menjadi Kerajaan Kampar.
b. Sumber
Sumber tertulis untuk mengkaji kerajaan-kerajaan Islam di Riau dari
sumber tertulis dan Benda. Sumber tertulis salah satunya dari catatan Tome
Pires, selain itu juga terdapat hikayat serta naskah-
naskah kuno dari Kerajaan-kerajaan Islam di Riau
seperti Tuhfat al-Nafis karya Raja Al-Haji Riau.
Sumber benda berupa bangunan yaitu bangunan
peninggalan kerajaan Siak, Kampar dan Indragiri
seperti masjid dan istana serta makam-makam raja
atau sultan.
2. Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Riau
a. Puncak Kejayaan
Pada tahun 1720-1726, Sultan Abdul Jalil atau Raja Kecil melakukan
perluasan wilayah dimulai dengan memasukan Rokan ke dalam wilayah
Kesultanan Siak dan kemudian membangun pertahanan armada laut di Bintan
pada 1740-1745. Raja Kecil juga melakukan perlawanan terhadap kekuasaan
VOC dengan melakukan pelayaran armada di selat Malaka. Raja Kecil didaulat
menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis sekaligus
melepaskan Siak dari pengaruh Johor. Sultan Abdul Jalil merupakan putra dari
Sultan Mahmud yang terbunuh oleh VOC ketika menjadi Sultan Johor sehingga
ia menuntut balas dan berhasil menguasai Kesultanan Johor. Selain itu juga Raja
Kecil pernah menjadi saksi perdamaian atas perselisihan Raja Minangkabau dan
Raja Jambi. Sultan Abdul Jalil Syah mangkat pada tahun 1746 dan dimakamkan
di Buantan sehingga diganti oleh putranya yang bernama Sultan Mahmud.
Perluasan kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura mencapai puncak ketika
diperintah oleh Tengku Said Ali bergelar Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil
Baaawi (1784-1810). Pada masa itu Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil
Baalawi memperluas wilayahnya mencakup 12 jajahan yaitu Kotapinang
Pagarawan, Batubara Begdagai, Kualuh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang, Deli,
Langkat, dan Temiang yang berbatasan dengan Aceh selain daerah kekuasaan
Riau yang meliputi Bangka, Kubu, Tanah Putih dan Pelalawan.
b. Politik
Politik kerajaan-kerajaan Islam di Riau memiliki ciri sifat yang
umumnya sama dengan kesultanan Samudera Pasai dan Malaka. Pembagian
kekuasaan dan sistem pemerintahan kerajaan Islam di Indonesia dapat yaitu
terdapat kaum bangsawan yang disebut golongan Teuku dan kaum ulama yang
disebut golongan Tengku. Sultan merupakan pemimpin tertinggi dalam sebuah
Kerajaan dan Kesultanan. Sultan tidak mampu berbuat atau menentukan
keputusan dan kebijakan tanpa musyawarah dengan para wakil masyarakat.
Seorang Sultan di Siak dibantu oleh Dewan Kesultanan yang berfungsi sebagai
pelaksana dan penasehat sultan yang terdiri Datuk Tanah Datar (Sri Panduka
Raja), Datuk Lima Puluh (Sri Bejuangsa), Datuk Pesisir (Sri Wdewa Raja) dan
Datuk Kampar (Maharaja Sri Wangsa). Sultan Assyaidis Syarif Hasim Abdul
Jalil Syarifuddin (1889-1908) menetapkan landasan
sistem pemerintahan Monarki Konstitusional dengan
penyusunan dan pemberlakuakn Al Qawa’id atau
Babul Qawa’id (Konstitusi tertulis Kesultanan Siak
Sri Indrapura). Selain itu juga Sultan dibantu oleh
para pejabat kesultanan yang memimpin lembaga,
baik pusat maupun di daerah yang terdiri dari Sultan,
Dewan Menteri, Hakim Kerapatan Tinggi, Hakim
Polisi, Hakim Syariah dan Hakim Kepala
Suku/Hinduk.
c. Sosial
Pengaruh Kerajaan Islam di Riau pengaruhnya berasal dari Kerajaan
Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka. Terdapat Syahbandar yang merupakan
penanggungjawab pada pelabuhan-pelabuhan dagang. Sistem sosial juga
mengikuti syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem dari Monarki
ke Monarki Konstitusional ditandai dengan penyusunan dan pemberlakuan
Konstitusi tertulis Kesultanan Siak Sri Indrapura. Kitab undang-undang ini
memiliki tebal 90 halaman untuk menguaraikan tentang hukum yang dikenakan
kepada orang Melayu maupun bangsa lain yang berhubungan dengan orang
Melayu. Pengadilan atas kasus ini akan melibatkan pejabat Kesultanan Siak Sri
Indrapura dan pejabat Pemerintah Hindia Belanda.
d. Budaya
Kebudayaan yang berkembang di Kerajaan-Kerajaan Islam Riau yaitu
Istana sebagai bentuk fisik peninggalan Kesultanan Siak. Budaya yang
berkembang lainnya yaitu tenun khas Siak yang dimulai sejak Sultan Assyaidis
Syarif Ali Abdul Jalil Baalawi. Pada masa Sultan Kasim II kesenian menjadi
hal penting untuk ditampilkan terutama di Istana seperti tarian menerima tamu
kerajaan dan pada saat upacara persembahan untuk Sultan. Tarian rakyat seperti
Zapin, Olang-Olang, Lukah dan Joget ditampilkan serta terdapat Teater Tronil
yang dimainkan oleh orang-orang Istana sedangkan teater rakyat Makyong
dimainkan oleh sanggar teater Masyarakat.

Tari Olang-Olang Tari Zapin


e. Ekonomi
Kesultanan Islam di Riau memberikan upeti kepada Kearajaan Malaka.
Selain itu Kesultanan Siak menghasilkan padi, madu, lilin, rotan, bahan-bahan
apotek dan emas. Sedangkan Kesultanan Kampar menghasilkan emas, lilin,
madu, biji-bijian dan kayu gaharu. Pada masa Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah
membuat pekan (pasar) untuk perdagangan, temat tersebut dikenal saat ini
dengan sebutan Pekanbaru. Hal ini disebabkan karena Kesultanan Siak pernah
menjadi pusat dagang di Senapelan. Bahan yang diperdagangkan yaitu lada,
gambir, rotan, damar, kayu dan lain-lain.
3. Kemunduran Kerajaan-Kerajaan Islam di Riau
a. Kemunduran
Penguasaan Inggris atas selat Malaka mendorong Sultan Siak tahun
1840 menerima tawaran perjanjian baru menggantikan perjanjian yang mereka
buat tahun 1819. Hal ini berdampak pada semakin mengecilnya wilayah
kekuasaan Kerajaan Siak serta menjadikannya salah satu bagian pemerintahan
Hindia Belanda. Sultan Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858
dan Sultan Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya serta membatasai Sultan
untuk melakukan perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan Belanda.
b. Peninggalan

Istana Siak Indrapura Masjid Raya Riau Penyengat

Lambang Kerajaan Siak Peta Wilayah Kerajaan Islam di Riau


C. Kerajaan Islam di Jambi
1. Letak dan Sumber
a. Letak
Kerajaan Islam Jambi berkedudukan di Provinsi Jambi, berbatasan
dengan Kerajaan Indragiri dan kerajaan Minangkabau. Di sebelah selatan
berbatasan dengan Kesultanan Palembang. Ibukota kesultanan Jambi terletak di
Kota Jambi di Daerah Aliran Sungai Batanghari.
Peta Sungai Batanghari
b. Sumber
Sumber mengenai Kesultanan Jambi yaitu dari berita China, kitab Pei-
Hu-lu yang menyebutkan nama Chan Pei yang didatangi oleh pedagang Po’Se
(Persi) mengumpulkan barang dagangan berupa buah-buahan seperti Pinang
yang dalam bahasa Sunda disebut Jambe. Selain itu juga terdapat catatan
perjalanan dari bangsa eropa dan hikayat atau naskah Kesultanan.
2. Perkembangan
a. Puncak Kejayaan
Kejayaan Jambi mengalami kebangkitan karena letak wilayah
Kesultanan Jambi memiliki nilai strategis terutama dalam hal pelabuhan dagang
setelah Aceh. Pada 1670 Kerajaan Jambi sebanding dengan Kerajaan Johor dan
Palembang. Islamisasi besar terjadi sejak awal abad ke 16 ditandai dengan
Orang Kayo Hitan, anak paduka Berhala. Menurut Undang-Undang Jambi,
Datuk Paduak Berhala adalah keturunan Turki yang menikah dengan Putri
Salaro Pinang Masak yang merupakan keturunan raja Pagaruyung.
Pernikahan mereka melahirkan Orang Kayo Hitam, Sultan jambi yang
terkenal dengan kebijakan dan kekuasaannya. Orang Kayo Hitam menikah
dengan putri Mayang Mangurai (Putri Rambut Panjang) Tumenggung Merah
Mato. Mereka menyusuri Sungai Batang Hari kemudian menidirikan kerajaan
Baru yang disebut Tanah Pilih. Tanah Pilih dijadikan sebagai pusat pemerintah
kerajaan, ketika ditentukan Tanah Pilih banyak tumbuh pohon pinang di
sepanjang aliran Sungai Batang Hari.
Sejarah awal Kesultanan Jambi mulai sedikit terbuka ketika diperintah
oleh Sultan Mohildin yang memerintah sejak tahun1811. Salah satu bagian
pentingnya yaitu Kesultanan Jambi dilakukan kontak awal dengan Pemerintah
Hindia Belanda. Pada 1818, seorang utusan dari pemerintah Hindia Belanda
mendatangi Sultan Jambi berkenaan dengan konflik di Palembang dan Rawas.
Selain itu juga terjadi konflik internal (perang saudara). Sultan Mohammad
Fahruddin naik tahta menggantikan Sultan Mohildin dan tetap melanjutkna
kebijakan ayahnya bersikap kooperatif
dengan pemerintah Hindia Belanda.
Residen Palembang, Praetorius
mengirimkan seorang utusan untuk
menghadap Sultan Mohammad Fahruddin
untuk memerangi perompak dan melacak
kapal Belanda yang telah dirompak pada
Mei 1829.
b. Poiltik
Menurut sila-sila Keturunan Raja Jambi, pernikahan antara Datuk
Paduka Berhala dengan Putri Pinang Masak melahirkan empat orang anak yaitu
Orang Kayo Pingai, Orang Pedataran/Kedataran, Orang Kayo Gemuk (putri)
dan Orang Kayo Hitam. Silsilah sultan Kerajaan Jambi yaitu Datuk Paduka
Berhala (1460 M), Orang Kayo Pingai (1480 M), Orang Kayo Pedataran (1490
M), Orang Kayo Hitam (1500-1540 M), Panembahan Rengas Pandak (1540 M),
Panembahan Bawah Sawah (1565 M), Panembahan Kota Baru (1590 M),
Pangeran Keda (1615 M) dan Sultan Sri Ingalogo (1665- 1690 M).
Raja atau Sultan dilekati dengan kekuatan Mistik dan bertanggungjawab
untuk menjaga keseimbangan kosmis antara langit dan bumi. Sultan dan
pangeran Ratu dipilih oleh perwakilan empat keluarga bangsawan Jambi atau
suku : Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Sultan berkuasa bukan
atas populasi homogen Melayu dengan asal usul Melayu yang sama tetapi atas
banak kelompok etnis yang berbeda-beda. Kesultanan Jambi juga meliputi
sembilan buah lurah yang dialiri oleh anak-anak sungai Batang Hari yaitu
Batang Asai, Batang Merangin, Batang Masurai, Batang Tabir, Batang
Senamat, Batang Jujuan, Batang Bungi, Batang Tebo dan Batag Tembesi.
Setelah menetapkan ibukota dan lurah, ditetapkan Undang Nan Delapan yaitu
hukum tata syariat Islam.
c. Sosial
Struktur pemerintahan Kesultanan Jambi yaitu Kuasa Sultan, Kuasa
Patih Dalam, Kuasa Patih Luar, Kuasa Batin (Jenang), Kuasa Tengganai, Kuasa
Dusun (Penghulu). Kesultanan Jambi dipimpin oleh Raja yang bergelar Sultan
dan dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku) yaitu suku
Kraton, suku Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Sifat hubungan hulu dan
hilir atau gerak horisontal barat ke timur sangat mendominasi pertumbuhan dan
perkembangan berbagai aspek kehidupan dalam politik, ekonomi ataupun
kebudayaan di wilayah Jambi. Hal ini dapat dilihat dari erat dan dinamisnya
hubungan antara kota-kota hulu misalnya Padang Roco, Muaro Tebo, Muara
Bungo, Muaro Tembesi, Muaro Bulian Bulian, Jambi, Muaro Jambi, Simpang
Muaro Zabak, Kualo Tungkal, perairan Riau, Selat Malaka, Jawa, Asia timur,
dan Asia Selatan khususnya India.

Susunan pemerintahan Kesultanan Jambi


d. Budaya
Budaya yang sangat kental pada Kesultanan Jambi adalah adat, mulai
dari adat istiadat, adat yang teradat, adat yang diadatkan dan adat tentang
perilaku kesehaian masyarakat Melayu Jambi. Masyarakat Melayu Jambi
menilai adat merupakan elemen perekat sendi masyarakat yang berkembang
dalam suasana kekeluargaan yang harmonis dan dinamis. Perkembangan seni
budaya di wilayah Kesultanan Jambi pada umumnya merupakan kelanjutan dari
masa sebelumnya namun untuk beberapa hal dapat kreasi baru. Sedangkan jenis
budaya di Kesultanan Jambi yaitu seni ukir dalam bentuk ukiran bunga tampuk
manggis, ukiran akar china dan ukiran tawang. Seni tari dan lagu antara lain
yaitu tari tauh-tauh atau lebih dikenal betauh dan tari nan belambai serta seni
kriya yaitu anyam-anyaman yang terbuat dari bambu, rotan dan pandan untuk
kebutuhan rumah tangga sendiri.
e. Ekonomi
Sistem perekonomian Kesultanan Jambi yaitu lada dan ketika VOC
melakukan monopoli dagang, Kesultanan Jambi dipaksa untuk menjual kain
dan opium. Perekonomian kesultanan Jambi dipengaruhi oleh bandar pelabuhan
perdagangan yang berada di daerah aliran sungai Batanghari. Selain itu karena
posisi Jambi berada di jalur pelayaran yang ramai menjadi persinggahan ketika
angin muson dari Laut Cina Selatan dan mendorong layar kapal ke arah pantai-
pantai Jambi. Pelayaran tempo dulu sangat bergantung pada angin muson yang
bergerak berlainan arah setiap tahunnya, menjadikan kawasan pantai timur
sebagai tempat peristirahatan menanti angin untuk melanjutkan pelayaran.
Tempat-tempat ini berperan sebagai penghubung antara India, Persia dan Arab
dengan Jawa dan pulau-pulau sebelah timur seperti Muangthai, Vietnam serta
Asia Timur di sebelah utara. Mata pencaharian penduduk di wilayah Kesultanan
Jambi adalah bertani, di dataran rendah padi di tanam dengan cara membabat
dan membakar hutan namun di dataran yang lebih subur, padi di tanam di sawah
yang tidak jarang sampai surplus produksi dan di kirim ke dataran rendah.
3. Kemunduran Kerajaan Islam di Jambi
a. Kemunduran
Pada masa Sultan Sri Ingalaga (1665-
1690 M) meletuslah pertempuran antara
Kerajaan Jambi melawan Kerajaan Johor.
Kesultanan Jambi dibantu oeh Kompeni dan
akhirnya menang. VOC juga melakukan
timbal balik dengan menyodorkan perjanjian
berturut-turut pada 12 Juli 1681, 20 Agustus
1681, 11 Agustus 1683 dan 20 Agustus 1683
yang memiliki tujuan utama memonopoli
lada. Namun pihak Jambi menolak perjanjian-
perjanjian tersebut sehingga perang
berkecamuk antara Jambi dan VOC.
Kantor dagang VOC diserang dan Kepala dagang VOC di Jambi
terbunuh sehingga pihak VOC menduh Sultan Ingalaga terlibat peristiwa
pembunuhan Sybrandt Swart (Kepada dagang VOC di Jambi). Sultan Ingalogo
ditangkap dan diasingkan ke Batavia dan akhirnya ke Pulau Banda. Sejak saat
itu VOC selalu ikut campur dalam masalah pemerintahan kerajaan, dampaknya
rakyat melakuakn pemberontakan dan perlawanan. Setelah itu diganti Pangeran
Dipati Cakraningrat namun disingkirkan sehingga dengan pasukannya pindah
ke Muaratebo dengan membawa keris pusaka Siginjei (lambang Raja atas Hak
Kerajaan). Sultan Taha Saifudin merupakan raja terakhir yang gugur pada 1
April 1904 akibat konflik pemberontakan dan perlawanan di daerah Batanghari
dan jasadnya dimakamkan di Muaratebo.
b. Peninggalan

Moeara Boengo Jambi Keris Siginjai

Makam Rajo-Rajo Kompleks Makam Sultan Taha

D. Kerajaan Islam Sumatera Selatan


1. Letak dan Sumber
a. Letak
Kesultanan Islam Sumatera Selatan terletak di daerah Sumatera Selatan
yaitu Palembang. Palembang disebut sebagai pusat penguasa muslim sejak 1550
M, nama tokoh yang tercatat menjadi Sultan pertama adalah Susuhunan Sultan
Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayidil Iman/Pangeran Kusumo
Abdurrahim/Kyai Mas Endi. Sejak tahun 1659-1706, Palembang diperintah
oleh 11 Sultan yan yang terakhir adalah Pangeran Kromojoyo/Radeen Abdul
Azim Purbolinggo (1823-1825 M).
b. Sumber
Islamisasi di Sumatera Selatan dilakukan secara bertahap ketika
Sriwijaya mengalami keruntuhan, hal itu dilakukan oleh pedagang muslim dari
Arab, Persi (Iran) dan negeri-negeri di Timur Tengah yang berperan aktif dalam
perdagangan internasional. Dari berita I-Thing seorang agama Buddhis China
dalam perjalanannya ke India menceritakan tentang kehadiran kapal-kapal para
pedagang China muslim dari Arab. Selain itu juga terdapat berita-berita dari
Arab dan dua buah surat dari Maharaja Sriwijaya kepada dua Khalifah di Timur
Tengah yaitu Muawiyah (661 M) dan Umar bin Abdul Aziz (717 M).
2. Perkembangan
a. Puncak Kejayaan
Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (Badaruddin I) merupakan
sosok pemimpin berwawasan luas dan memiliki pengalaman memadai.
Memiliki padangan pentingnya pengetahuan dan teknologi tanpa meninggalkan
tradisi lama. Syiar dan dakwah keagamaan Islam mulai berkembang pesat
dengan pembangunan Masjid Agung. Selain itu terdapat Sultan Muhammad
Badaruddin yang menolak berdagang dengan VOC
karena sudah mampu menguasai teknik berdagang
dengan baik.
Sultan Mahmud Baaruddin II adalah pemimpin yang
berani melawan kolonialisme Inggris dan Belanda salah
satunya yaitu Perang Menteng (Mutinghe). Tahun 1821
Belanda ketika itu resmi berkuasa atas Palembang
menangkap serta mengasingkan Sultan serta keluarganya
ke Ternate sampai akhir hayatnya pada tanggal 26
September 1852.
b. Politik
Pemerintahan Kesultanan Palembang didasarkan pada prinsip tradisonal
yaitu adanya hubungan makroosmos dan mikrokosmos. Sultan adalah orang
yang berkharisma dan berlegitimasi memiliki kekuatan diri sebagai gusti dan
kawula karena mendapat wakyu dari Tuhan. Stuktur pemerintahannya bersifat
feodalisme yaitu Sultan sebagai pemimpin, priyayi pembantu perantara
kekuasaan dan juga sebagai rakyat dan abdi kesultanan.
Pemerintah tersusun dengan adanya pembagian menurut wilayah dan
hukum yaitu ibukota kesultanan yang berupa keraton dan mancanegara yang
berupa lingkungan di luar wilayah ibukota kesultanan. pembagian Mancanegara
didasarkan atas pertimbangan faktor kegunaan atau anfaat wilayah.
c. Sosial
Wewenang pemerintah sepenuhnya dipegang oleh Sultan sebagai kepala
eksekutif sekaligus kepala keagamaan yang bertanggungjawab kepada Tuhan.
Sultan dibantu olehtiga eksekutif yaitu Pangeran Penghulu Nataagama (urusan
keagamaan dan syariat islam), Pangeran Natadirajo (urusan kebijaksanaan,
hukum dan ekonomi di ibukota dan mancanegara) serta Syahbandar (urusan
masalah perdagangan dan urusan luar negeri). Tatanan Sosial Kesultanan
Palembang juga dibagi atas golongan Priyayi (turunan raja dan juga persetujuan
raja menjadi keluarganya) dan Rakyat (kelompok Miji dan Senan).
d. Budaya
Jejak kebudayaan Islam di Palembang terlihat dari peninggalan pusat
kerajaan dari Kuto Gawang, Kuto Tengkuruk hingga ke Kuto Besak. Dari hal
itu terdapat sisa peninggalan fisik budaya
Kesultanan Palembang. Pendidikan masa
Kesultanan Palembang diberikan di langgar dan
masjid kepada kelompok murid dengan usia yang
berbeda. Mengaji Al-Quran merupakan bagian
utama dalam mengembangkan budaya Islam di tanah
Palembang setelah itu dilanjutkan dengan
memperdalam naskah. Adat istiadat sejak zaman
Kesultanan Palembang hingga juga masih digunakan
seperti dalam upacara perkawinan.
e. Ekonomi
Perekonomian Kesultanan Palembang dipengaruhi perdagangan luar
negeri dan dalam negeri. Berbagai kapal dari luar negeri singah di pelabuhan-
pelabuhan Kesultanan Palembang. Sungai juga menjadi pendukung kemajuan
perdagangan menuju kota Kesultanan. Hasil-hasil Kesultanan Palembang yang
diekspor adalah rotan, damar, kapur barus, kemenyan, kayu lako, lilin, gading
dan pasir emas selain itu juga hasil pertambangan timah.
3. Kemunduran Kerajaan Islam di Sumatera Selatan
a. Kemunduran
Pada tahun 1819, Sultan Mahmud
Badaruddin II mendapat serangan dari pasukan
Hindia yang antara lain dikenal sebagai Perang
Menteng. Pada tahun 1821 dengan kekuatan pasukan
lebih dari 4000 tentara, Belanda kembali menyerang
Sultan yang kemudian diasingkan ke Ternate. Belanda mulai menjadikan
kesultanan Palembang berada di pengawasannya pada tahun 1823, puncaknya
pada 1824 kembali pecah perang namun dapat dengan mudah dipatahkan oleh
Belanda dan pada tahun 1825 Sultan Ahmad Najamuddin III menyerah dan
diasingkan ke Banda.
b. Peninggalan

Benteng Kuto Besak Masjid Lawang Kidul

Makam Kesultanan Palembang (Kawah Tekurep)

E. Kerajaan Islam di Sumatera Barat


1. Letak dan Sumber
a. Letak
Kerajaan Islam di Sumatera Barat terdapat di Pagaruyung, pengaruh
Islam di Pagaruyung berkembang pada abad ke16 melalui para musafir dan guru
agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid
Tengku Syiah Kuala atau Abdurrauf Singkil yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan
adalah yang pertama dianggap menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada
abad ke 17 Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi Kesultanan Islam.
b. Sumber
Sumber Kesultanan Pagaruyung berasal dari
Dinasti Tang (Berita China) pada abad ke 7 M
terdapat kelompok orang Arab (Tashih) berada di
pesisir barat Sumatera. Terdapat naskah Kuno dari
Kerinci tentang Siak Lengih Malin Sabiyatullah asal
Minangkabau yang mengenalkan Islam di Keinci,
semasa dengan Putri Unduk Pinang Masak, Dayang
Barani, Parpatih Nan Sabatang. Catatan perjalanan
Tome Pires juga mencatat keberadaan tempat-
tempat seperti Pariaman, Tiku bahkan hingga ke
Barus pada 1512-1515 M.
2. Perkembangan Kerajaan di Sumatera Barat
a. Puncak Kejayaan
Syeikh Burhanuddin merupakan tokoh yang memperkenalkan tentang
adat hidup bermasyarakat Minangkabau di seluruh negeri kekuasaan
Pagaruyung yang kekuasaannya tidak hanya di Sumatera Barat namun Riau,
Jambi dan bahkan negeri Sembilan Malaysia. Setelah syariat Islam disahkan
sebagai agama resmi Kerajaan maka dibentuklah susunan kabinet kerajaan yang
baru di Pagaruyung. Wakil ulama memiliki satu kursi pemerintahan dari tiga
kursi yang disediakan yang dinamakan rajo tigo selo seperti raja pemerintahan
pusat, rajo ibadat adalah wakil raja dalam bidang masalah agama dan rajo adat
yang menangani masalah adat istiadat Minangkabau. Selain itu juga terdapat
Ulama besar seperti Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang mendalami ilmu-
ilmu agama yang memberi pengaruh besar kepada perkembangan Islam di
Sumatera Barat. Sedangkan tokoh lainnya yaitu Haji Piobang, Haji Sumanik dan
Haji Miskin yang yang membawa
gerakan untuk menegakkan syariat
Islam di tanah Minangkabau.
b. Politik
Pengaruh Islam membawa
unsur pemerintahan Kerajaan
Pagaruyung dengan ditambah Tuan
Kadi dan beberapa istilah lain.
Penamaan negeri Sumpur Kudus
menganing kata kudus yang berasal dari kata Qudus atau suci. Perangkat adat
juga muncul Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mualim) yang
merupakan pengganti istilah pada masa Hindu Buddha misalnya Pandito
(Pendeta). Setelah Islam masuk dan berkembang, Raja Alam yang
berkedudukan di Pagaruyung melaksanakan tugas pemerintahannya dengan dua
orang pembantu yaitu Raja adat yang berkedudukan di Buo dan Raja Ibadat
yang berkedudukan di Sumpur Kudus yang disebut Rajo Tigo Selo. Raja Tigo
Selo memiliki pengertian raja yang bersila atau bertahta.
c. Sosial
Kerajaan Pagaruyug juga melakukan hubungan luar negeri seperti China
yang terjadi dalam tahun 1357, 1375 dan 1377. Menurut berita dari Dinasti
Ming, Raja Seng Kia Tie Ya Lam mengirimkan utusan tahun tersebut. Pengaruh
Wahabiah memunculkan dua golongan antara lain Golongan Adat dan Agama.
Raja di Pagaruyung merupakan raja yang menjadi lambang negara namun
kekuasaan tetap dimiliki para penghulu atau dewan penghulu. Pembentukan
suatu nagari sejak dahulu telah dikenal dalam istilah pepatah masyarakat adat
Minang yaitu dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto
manjadi Nagari, Nagari manjadi Panghulu. Sehingga sistem adminstrasi
pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan
Taratak kemudian menjadi Dusun lalu Kota dan berkembang menjadi Nagari.
d. Budaya
Hukum adat dan Syariat Islam merupakan budaya yang terjaga sejak
masa Kesultanan Pagaruyung antara kaum adat dan kaum agama yaitu Adat
basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah. Kebudayaan Islam di Sumatera
Barat juga dipengaruhi oleh Kesultanan Aceh dan Ulama-Ulama yang belajar
Agama Islam hingga Timur Tengah. Perkembanan agama Islam di
Minangkabau juga dipengaruhi Sufi diantarannya adalah Syatariyah dan
Naqsabandiyah.
e. Ekonomi
Perdagangan merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan
kemajuan kesultanan Pagaruyung, terutama ketika pedagang-pedagang asing
datang untuk berlabuh di pesisir
Sumatera Barat. Kesultanan Pagaruyung
dititkberatkan pada produksi lada dan
emas, karena daerah sekitar Kampr kiri-
kanan dan sungai Batanghari merupakan
daerah bandar perdagangan lada yang
ramai didatangi oleh para pedagang dari
mancanegara.

3. Kemunduran Kerajaan di Sumatera Selatan


a. Kemunduran
Kekuasaan raja Pagaruyung mulai lemah ketika menjelang perang Padri,
walaupun raja masih tetap dihormati. Pada awal abad ke 19 pecah konflik antara
Kaum Padri dan Kaum Adat. Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga
kerajaan pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda dan Inggris sewaktu
Raffles mengunjungi Pagaruyung. Setelah menyelesaikan Perang Diponegoro
di Jawa, Belanda kemudian berusaha menaklukan Kaum Padri dengan kiriman
tentara dari Jawa, Madura, Bugis dan Ambon. Namun Kaum Padri dan Kaum
adat bersatu untuk mengusir Belanda.
Golongan Padri terkenal akan Harimau
Nan Salapan yaitu Tuanku Nan Renceh, Tuanku
Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aer,
Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang
Luar,Tuanku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu
Senang. Perlawanan Padri diakhiri dengan
tertangkapnya pemimpin-pemimpin Padri
terutama Tuanku Imam Bonjol dalam pertempuran
Benteng Bonjo pada 25 Oktober 1837.
Penyebab Kaum Padri dengan Kaum Adat berselisih yaitu karena
pengaruh Hindia Belanda, selain itu juga Kaum Padri ingin memurnikan ajaran
Islam karena pada masa itu banyak masyarakat yang berjudi, nyambung ayam,
minum mandat dan minuman keras. Tuanku Imam Bonjol diasingkan ke
Cianjur lalu Ambon pada 19 Januari 1839 hingga ke Manado pada 6 November
1864.
b. Peninggalan

Masjid Syaikh Burhanuddin Ustano Rajo Alam

Makam Syeikh Burhanuddin Masyarakat Pagaruyung


Daftar Pustaka
Sumber Buku
Asnan, Gusti. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Jogjakarta: Penerbit Ombak
Dahlan, Ahmad. 2015. Sejarah Melayu. 2014: Kepustakaan Populer Gramedia
Joened Poesponegoro, Marwati, dkk. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai
Pustaka.
Lombard, Dennys. 2007. Kerajaan Aceh : Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:
Kepustakaan Polpuler Gramedia
Pusat Kurikuum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta:
Kementerian dan Kebudayaan Republik Indonesia
Riccklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta

Sumber Internet :
http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-islam/sejarah-masa-keemasan-kesultanan-
aceh-darussalam-1496%E2%80%931903-10036.htm
http://www.wacana.co/2016/09/kesultanan-jambi/
https://sultansinindonesieblog.wordpress.com/sumatera/kerajaan-jambi/
http://moslem001.blogspot.co.id/2014/11/sejarah-kerajaan-islam-kerajaan-
melayu.html
http://www.kompasiana.com/fahman_habibi/bangkitnya-kerajaan-
jambi_552a2e1ff17e61a467d623e5
http://indonesiaindonesia.com/f/4078-kerajaan-melayu-jambi/
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/2015/04/29/peninggalan-peninggalan-
cagar-budaya-di-kota-jambi/
http://www.mikirbae.com/2015/10/kerajaan-kerajaan-islam-di-riau.html
https://www.merdeka.com/pendidikan/kerajaan-siak-kampar-dan-indragiri-tiga-
kerajaan-islam-di-riau.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/2014/06/08/kuntu-darussalam-
kerajaan-islam-pertama-di-riau/
http://rantaukamparkiriculturecenter.blogspot.co.id/2012/03/kerajaan-islam-pertama-
di-riau.html
http://minangkab.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-awal-datangnya-islam-di.html
http://www.kuttabku.com/2016/12/sejarah-kerajaan-islam-di-sumatera-barat-serta-
sebab-terjadinya-perang-padri-dan-perjuangan-tuanku-imam-bonjol.html
http://www.wattabamba.cf/2014/11/sejarah-panjang-perkembangan-islam-di.html
http://klikpagaruyung.blogspot.co.id/2012/05/runtuhnya-kerajaan-pagaruyung.html
http://sitihusniati.blogspot.co.id/
http://kota-islam.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-masuk-islam-di-kesultanan-
palembang.html

Anda mungkin juga menyukai