Disusun Oleh:
Kelas 7D
Makalah ini penulis susun dengan mencari data dari buku yang
berhubungan dengan judul makalah yaitu Sejarah Islam Asia Tenggara di
Thailand. Semoga dengan diberikannya tugas ini penulis mendapatkan
wawasan yang lebih luas lagi, karena menyadari bahwa wawasan dan
pengetahuan yang penulis miliki saat ini masih minim.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................................... i
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3
2.1 Thailand......................................................................................................................................... 3
2.2 Sejarah Singkat Islam Pattani ........................................................................................................ 3
2.3 Minoritas Muslim di Thailand ....................................................................................................... 5
2.4 Pendidikan Islam di Thailand ........................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................143
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thailand (Muangthai) adalah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan
termasuk anggota Association South East Asian Nations (ASEAN). Pemerintahnya
berbentuk kerajaan yang terdiri 76 provinsi dengan jumalah penduduk 57 juta jiwa.
Wilayah Thailand bagian selatan banyak dihuni oleh umat Islam. Jumlah mereka
adalah 2,3 juta atau sekitar 4% dari seluruh penduduk Thailand. Wilayah yang
banyak dihuni umat Islam ini meliputi Patani, Yala, Narathiwat, dan Satun. Mereka
mempunyai budaya sendiri jika dibandingkan dengan penduduk Thailand di wilayah
lain yang mayoritas beragam Budha.1
1
Faculty of Law, Thailand and the Islam World (Bangkok: Chulalongkorn University, tt.). hlm. 7.
2
Ahmad Omar Capakiya, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di Selatan Thailand 1992-2002,
(Kuala Lumpur: UKM, 2002),hlm. 35.
1
b. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam di Thailand.
c. Bagaimana perkembangan Melayu di Thailand.
1.3 Tujuan
a. Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Islam di Thailand.
b. Mengetahui perkembangan pendidikan Islam yang ada di Thailand.
c. Mengetahui Tamadun Melayu di Thailnad.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Thailand
Kerajaan Thai atau yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris,
atau dalam bahasa aslinya Mueang Thai adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang
berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan,
dan Myanmar dan Laut Andaman di Barat. Kerajaan Thai dahuku dikenal sebagai
Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata “Thai” berarti “kebebasan” dalam bahasa
Thai, namun juga dapat merujuk suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam
masih digunakan di kalangan warga Thai terutama kaum minoritas Tionghoa.
Populasi Kerajaan Thai didominasi etnis Thai dan etnis Lao, yang berjumlah 3/4 dari
seluruh penduduk. Selain itu juga terdapat komunitas besar etnis Tionghoa yang secara
sejarah memegang peranan yang besar dalam bidang ekonomi. Etnis lainnya termasuk etnis
Melayu di selatan, Mon, Khmer dan berbagai suku orang bukit. Sekitar 95% penduduk
Kerajaan Thai adalah pemeluk agama Buddha aliran Theravada, namun ada minoritas kecil
pemeluk agama Islam, Kristen dan Hindu. Bahasa Thai merupakan bahasa nasional Kerajaan
Thai, yang ditulis menggunakan aksaranya sendiri, tetapi ada banyak juga bahasa daerah
lainnya. Bahasa Inggris juga diajarkan secara luas di sekolah.
Asep Ahmad Hidayat yang dikutip Jaih Mubarok menjelaskan bahwa sebelum
tahun 1801, wilayah Thailand merupakan wilayah kesultanan Patani Darussalam
(patani raya) yang meliputi patani (Thailand selatan), Trengganu, Kelantan
3
(Malaysia). Pada tahun 1901, wilayah tersebut dikuasai oleh kerajaan Thailand.
Berdasarkan perjanjian 1902, wilayah kesultanan patani Darussalam dipecah menjadi
dua, yaitu patani dimasukkan kedalam wilayah Thailand, sedangkan Trengganu dan
Kelantan dimasukkan kedalam wilayah koloni inggris. Sekarang trengganu dan
Kelantan merupakan negara bagian dari Malaysia.
4
bersama dua temannya, Wan Usman Ahmad dan Encik Ishak Yusuf, ditangkan dan
dibunuh oleh poilsi rahasia Thailand pada hari Juat tanggal 15 Agustus 1954.
3
Dedi Supriadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm. 211-212
4
Thanet Aphornsuvan, History and Politics of the Muslim… hlm, 5.
5
Islam”. Karena identitas melayu akan memberikan kekuatan menumbuhkan semangat
nasionalisme dan memicu upaya untuk berpisah dari pemerintah Thailand5.
5
Patrick Jory, “Religious Labeling: From Pattani Malayu to Thai Muslim [Pelabelan Agama: Dari
Melayu Pattani ke Islam Thai”, dalam Asia Research Institute Working Paper Vol. 18, No. 84, 2007.
6
Menurut Thanet Aphornsuvan, assimilated group adalah golongan yang terasimilasi atau berbaur
dengan kaum mayoritas yaitu masyarakat Thai Budha pada segala bidang tatanan kehidupan kecuali
masalah keagamaan. Sedangkan unassimilated group adalah golongan yang tidak berbaur dengan Thai
Budha, melainkan menyendiri di Thailand selatan dimana mereka masih menjaga kultur Melayu Islam
pada nama, bahasa dan adat.
7
Bayu Mitra Adhyatma Kusuma, Dialectics of Islam, Politics and Government: A Comparison of
Indonesia and Thailand[Dialektika Islam, Politik dan Pemerintahan: Perbandingan Indonesia dan
Thailand], dipresentasikan di 6th Joint International Conference and Graduate Workshop on Islamic
Studies Revisited: New Trends in the Study of Islam and Muslim Societies kerjasama Sekolah
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan Fakultas Filsafat Georg August Universitat Gottingen Jerman
(Yogyakarta, 27-30 Oktober, 2015), hlm. 11.
8
Wawancara dengan Muhammad Hanif, Mahasiswa Jurusan MD UIN Sunan Kalijaga asal Pattani dan
Anggota Persatuan Mahasiswa Islam Pattani di Indonesia, (7 Oktober 2015).
6
Kebijakan Phibul Songkhram tersebut didukung oleh sistem politik di Thailand yang
absolut dan tak tersentuh. Sistem tersebut dalam pemerintahan Thailand disebut
dengan “politik birokrasi” dimana pemerintah mengontrol kehidupan Melayu Muslim
secara ketat. Kebijakan tersebut pada dasarnya adalah untuk menghilangkan identitas
Muslim Thailand khususnya mencegah perlawanan di wilayah selatan9.
9
Wawancara dengan Theresia Octastefani, Dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM dan Alumni
Burapha University Thailand,(6 November 2015).
10
Wawancara dengan Abdullah Dahamae, Anggota Muslim Club Burapha University Thailand yang
berasal dari Provinsi Pattani, (16 November 2015).
11
Wawancara dengan Maropee Kaseng, Presiden Muslim Club Burapha University Thailand, (16
November 2013)
7
Apa yang terjadi terhadap Melayu Muslim di Thailand dapat dikatakan sebagai
kekerasan kultural. Kekerasan kultural yang dimaksud adalah aspek budaya, ranah
simbolik eksistensi kita ditunjukkan oleh agama dan ideologi, bahasa dan seni, ilmu
pengetahuan yang bersifat empirik dan ilmu pengetahuan yang bersifat formal yang
dapat digunakan untuk menjustifikasi atau melegitimasi kekerasan langsung atau
struktural12. Sampai saat ini minoritas Melayu Muslim di Thailand masih jauh dari
kelapangan dalam menjalani hidup. Karena mereka tetap menjadi minoritas yang
terus mendapatkan tekanan dan diskriminasi yang tiada henti. Kondisi tersebut
apabila terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan efek traumatic akut pada
seorang manusia. Dalam psikologi psikoanalisis disebutkan bahwa konsepsi psikologi
tentang manusia dipengaruhi oleh perkembangan kepribadian, sosialisasi, identifikasi,
agresi, kebudayaan, dan perilaku.10
Disini masyarakat Melayu Muslim terus menerima tekanan untuk mengganti
identitas mereka secara paksa. Namun masyarakat Melayu Muslim melakukan
perlawanan yang kemudian memicu konflik berkepanjangan. Muslim Thailand
merasa bahwa harga diri kelompoknya diinjak-injak oleh kesewenang-wenangan
pemerintah Thailand. Lebih buruk lagi, kebijakan asimilasi budaya juga membuat
orang Thai kerap menaruh perasaan curiga terhadap Melayu Muslim. Dengan melihat
fenomena di atas, dapat dikatakan bahwa kondisi Melayu Muslim hingga saat ini
sebagian besar masih dalam kondisi psikologis yang buruk. Buruknya kondisi
psikologis tersebut dapat memiu konflik yang lebih besar dan rumit, seperti
munculnya kelompok-kelompok yang ingin membawa Pattani menjadi negara seperti
Barisan Revolusi Nasional (BRN) dan Pattani United Liberation Organization
(PULO).
12
Johan Galtung, Studi Perdamaian: Perdamaian dan Konflik, Pembangunan dan Peradaban,
(Surabaya: Pustaka Eureka, 2003), hlm. 429.
8
2.4 Pendidikan Islam di Thailand
Sistem Pendidikan Tradisional Melayu adalah sistem yang muncul di Patani,
sejak abad ke-17 dengan institusi seperti madrasah dan masjid. Masjid bukan hanya
sebagai tempat beribadah, tetapi juga pusat pengajian dan penyebaran agama Islam.
Perkembangan pendidikan Islam di Patani terlaksana melalui sistem pondok. Pondok
berasal dari bahasa Arab “Funduq”artinya “bangunan untuk pengembara.” Menurut
Awang Had Salleh, “pondok”ialah “sebuah institusi pendidikan kampung yang
mengendalikan pengajian agama Islam.” Guru yang mengajarnya dikenalkan sebagai
Tuan Guru, dan diakui keahliannya oleh penduduk kampung, untuk mengajar mereka
yang ingin melanjutkan pengajian agama Islam13.
Pelajar-pelajar yang tinggal di pondok disebut “Tuk Pake” (Santri). Istilah ini
berasal dari bahasa Arab yang berarti orang yang sangat berhajat kepada ilmu
pengetahuan dan bimbingan keagamaan14. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan
suatu bangsa bertumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perjalanan bangsa
tersebut. Seperti hal itu juga yang dialami oleh umat Islam Patani, sepanjang masa ini
harus menghadapi berbagai gejolakan dan permasalahan sehingga mengharuskan
umat Islam Patani mencari jalan yang terbaik dan bertindak selayaknya sesuai dengan
perkembangan keadaan di masa itu.
Patani di bawah rezim pemerintahan tujuh buah negeri bagian mengalami
perkembangan yang berbeda antara satu sama lain. Karena tergantung pada
kemampuan administrasi pemerintahan Raja masing-masing. Tuan Solong yang
memerintah bagian Patani. Ketika itu di Krisik menjadi tempat tumpuan bagi
perkembangan pendidikan (pondok). Menjelang tahun 1921, pemerintah Siam telah
mengeluarkan akta pendidikan rendah, yang mewajibkan anak-anak usia sekolah
belajar di sekolah pemerintah yang menggunakan bahasa Siam sebagai bahasa
13
M. Zamberi A. Malek, Patani dalam Tamadun Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1994), hal. 92
14
M. Zamberi A. Malek, Patani dalam Tamadun Melayu... hal. 97
9
pengantar. Orang Patani menganggap peraturan ini sebagai sebagian dari program
siamisasi, menghapus kebudayaan mereka. “Selanjutnya pada tahun 1932, terjadi
peristiwa bersejarah di negara Siam, yaitu ada pergantian sistem pemerintah negara
dari sistem Monarki Absolut kepada sistem Monarki Konstitusi. Di bawah sistem ini
umat Islam Patani berharap mereka akan memperoleh konsesi dari kerajaan pusat
untuk mengenalkan otonomi berhubunagan dengan agama, budaya dan bahasa
mereka. Namun mereka dikecewakan juga”15. Walaupun demikian, semangat dan
harapan masyarakat Patani tetap ada. Sehubungan dengan itu, “di Patani telah muncul
seorang figur pemimpin yang penuh kharismatik, yaitu H. Solong Tuan Mina,
seorang ulama sekaligus politikus, sebelumnya beliau tinggal di kota Mekah. Pada
tahun 1927 beliau pulang ke Patani. Di Patani beliau menyaksikan berbagai masalah
yang dihadapi oleh rakyat Patani, khususnya dalam bidang pendidikan agama”16.
15
Farid Mat Zain, Minoritas Muslim di Thailand, (Selangor: L, Minda Bandar Baru Bangi, 1998), hal
12
16
Ismail, Che Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu (1), (Malaysia: Majlis Ulama Islam
dan Adat Istiadat Melayu Kelantan, 1998), hal. 89.
17
Nik Anwari Nik Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Pattani 1785-1954. (Selangor: UK M Bangi,
1999), hal. 24.
10
pelajaran dan bersistem kelas, tetapi juga menjadi istimewa karena adanya latihan
baris berbaris. Mengenai mata pelajaran menulis tidak dapat menjelaskan secara rinci
karena keterbatasan sumber. Mungkin saja tidak terlalu jauh dari buku-buku agama
yang dipelajari oleh masyarakat umum Patani. Namun beliau sendiri sangat
menguasai bidang ilmu Tasawuf, Tafsir.
“Sekalipun sekolah ini disambut baik oleh masyarakat Patani dan memberi
harapan bagi anak didik bangsa Patani, akan tetapi sangat disayangkan setelah
berdirinya tiga tahun kemudian ditutup oleh pemerintah Thai. Lantaran diduga setelah
berdirnya bermotif lain, apalagi terdapat kalimat Wathaniah (kebangsaan)”18.
Bagaimana pun hal ini merupakan peristiwa bersejarah bagi dunia pendidikan Islam
Patani. Situasi di Patani bertambah memburuk, pada tahun 1938 seorang tentara
bernama Phibul Songkram telah mengambil alih teraju pemerintah Siam. Beliau
dikenal seorang nasionalisme yang ingin melihat Siam muncul sebagai sebuah negara
maju. Maka beliau memperkenalkan suatu program dasar “Thai Ratananiyom” (dasar
adat rezim Thai). “Dengan program ini beliau percaya bahwa, kesadaran dapat
dicapai melalui rancangan sosial-budaya yang berasas konsep nasionalisme. Sejalan
dengan itu, Phibul menggantikan nama negara Siam kepada nama Thailand”19.
18
Sahanah Saema, “Dampak Trsnsformasi Islam Pondok Tradisional ke Pondok Modern di Thailand
Selatan” (Skripsi S1 Tarbiyah Institusi Ilmu Al-Quran,(Jakarta: Perpustakaan IIQ Jakarta, 2005), hal.
42.
19
Nik Anwari Nik Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954…hal.
11
kurangnya mutu pendidikan agama. Sehingga menimbulkan reaksi dari kalangan
rakyat Patani.
Kebijaksanaan serta langkah yang strategis pemerintah dapat mencapai
hasilnya dengan sebagian pondok bersedia mengubah statusnya dan sebagian lagi
berprinsip keras tidak ingin diubah apapun resikonya. Maka dengan demikian sampai
sekarang di Patani terdapat dua corak lembaga pendidikan Islam, yaitu lembaga
pendidikan Pondok Tradisional dan Pondok Modern (Sekolah Swasta Pendidikan
Islam).
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Krisis Thailand Selatanadalah konflik sengit yang terjadi di tiga provinsi
Selatan, Konflik ini terjadi antara pemerintahan Thailand melawan organisasi-
organisasi separatis bersenjata di Thailand Selatan. Organisasi-organisasi separatis
yang paling dominan dan popular dalam konflik ini adalah BNPP, BRN, PULO,
kelompok yang bercita-cita mendirikan negara merdeka “Patani Darussalam”
diwilayah Thailand Selatan.
Gerakan separatis Selatan Thailand gagal menggunakan legitimasi sejarah
Pattani yang berubah dari “Malay Heartland”menjadi bagian wilayah dalam negara
Thai Buddha. Bagi orang-orang Pattani, wilayah Selatan Thailand yang
merangkumibekas kerajan Pattani adalah tanah yang diperjuangkan, sedangkanbagi
kerajaan Thai, wilayah- wilayah tersebut merupakan wilayah-wilayah yang telah
ditawandan dikuasai. Legitimasi sejarah yang tidak diterjemahkan dalam konteks
legitimasi
politik ini merupakan satu faktor kelemahan dankegagalan gerakan separatisSelatan
Thai jika dibandingkandengan gerakan separatislain di rantau ini seperti perjuangan
Bangsamoro di Selatan Philipina, gerakan Aceh Merdekadan Timor Leste.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Skripsi, Nuereng Ilham, “Dinamika Bernegara Masyarakat Muslim Thailand
selatan dalam Perspektif Sosiologi Politik Islam”, 2016 Siyasah Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Skripsi, Kaling Mayoosan, “Sistem Pendidikan Islam di Pattani Thailand”
,2015 Fakultas Agama Islam Universita Muhammadiyah Surakarta.
3. Jurnal, Paulus Rudolf Yuniarto, “Minoritas Muslim Thailand”, (Volume 7
No. 1) 2005.
4. Jurnal, Ali Sodiqin, “Budaya Muslim Pattani (Integritasi, Konflik, dan
Dinamikanya)”, (Vol. 14 No.1) 2016.
5. Jurnal, Malik Ibrahim, “Seputar Gerakan Islam di Thailand”, (vol. 10 No. 1)
2012.
6. Jurnal,Yasril Yazid, “Konflik Minoritas Melayu dan Militer Thailand
Analisis Terhadap Krisis Politik di Thailand Selatan”, Dosen Fak. Dakwah
Uin Suska Riau.
14
15