Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha Esa karena atas ridho dan
limpahan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Iman Kepada
Qadha’ dan Qadar” ini dengan tepat waktu, terlepas dari segala ketidaksempurnaan yang
terkandung dalam makalah ini.
Untuk itu sangat penting bagi penulis untuk berterima kasih atas pihak-pihak yang telah
memberikan perannya dalam pembuatan makalah ini. Terutama dosen pembimbing mata kuliah
Aqidah Ilmu Kalam, yaitu Prof. Dr. Ali Mas’ud, M.Ag, M.Pd dan Muhammad Fahmi, S.Pd,
M.Hum, M.Pd yang banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam penulisan makalah
ini sehingga tersusun dengan sistematis dan komperhensif. Oleh karena itu besar harapan penulis
tentang makalah ini, semoga dapat bermanfaat dan memberikan pengaruh yang baik bagi
pembaca.
Terlepas dari itu semua penulis sangat menyadari adanya kekurangan dalam penulisan
makalah ini sehingga penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan kritikan yang
membangun atas makalah ini.

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah........................................................................... 3
C. Tujuan Makalah.............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman Kepada Qadha’ dan Qadar Allah........................ 4
B. Ayat – Ayat Al-Quran Yang Berkaitan Tentang Qada Dan Qadar........ 5
C. Tanda – Tanda Keimanan Kepada Qada Dan Qadar..................................... 6
D. Hikmah Beriman Kepada Qadha’ dan Qadar................................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 10
B. Saran............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 11

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Aqidah Ilmu Kalam membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu
agama. Aqidah Ilmu Kalam ini mempelajari akidah/teologi yang akan memberi seseorang
keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-
ambingkan oleh peredaran zaman.
Secara khusus ilmu kalam juga membahas tentang rukun-rukun iman yang mencakup
materi dari iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat Allah, Iman Kepada Kitab-kitab Allah,
Iman Kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari kiamat, dan Iman kepada Qadha’ dan Qadar
Allah.
Dalam sehari hari kita harus menerapkan ilmu aqidah dengan baik, agar ilmu yang kita
dapatkan bisa bermanfaat dan juga bisa menjadikan keuntungan bagi diri kita maupun diri orang
lain, disini kami akan menjelaskan Aqidah Ilmu Kalam yang membahas tentang iman kepada
qada’ dan Qodarnya Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian iman kepada qadha’ dan qadar Allah ?
2. Bagaimana kebebasan kehendak manusia terhadap qada’ dan qadar Allah ?
3. Bagaimana hubungan kebebasan manusia dan Allah ?
4. Bagaiaman hikmah iman kepada qada’ dan Qadar Allah ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian iman kepada qadha’ dan qadar Allah.
2. Untuk mengetahui kebebasan kehendak manusia terhadap qada’ dan qadar Allah.
3. Untuk mengetahui hubungan kebebasan manusia dan Allah.
4. Untuk mengetahui hikmah iman kepada qada’ dan Qadar Allah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Qadha’ dan Qadar Allah


Qadha’ menurut ilmu tauhid memiliki pengertian yaitu sesuatu yang sudah terjadi atau
telah terjadi pada seseorang, artinya yaitu kejadian tersebut telah berlalu atau telah dilakukan.[1]
Sedangkan Qadar menurut ilmu tauhid, memiliki pengertian takdir dimana apabila
diperluas pengertiannya yaitu sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah SWT. kepada hamba-
hamba-Nya baik bersifat perseorangan maupun golongan, baik tentang nasib (perjalanan hidup)
ataupun tentang peraturan-peraturan yang ditetapkan. Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
semua makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. memiliki ukuran, kekuatan, watak, kegunaan
dan kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT..
Namun demikian, khususnya manusia diberikan keistimewaan tersendiri oleh Allah SWT. untuk
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk melalui pertimbangan akal dan hatinya. Oleh
karena itu, mempercayai Qadar merupakan salah satu rukun iman.[2]
Adapula pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadha’ dan qadar
adalah kehendak Allah yang azali untuk menciptakan sesuatu dalam bentuk tertentu (qadha)
kemudian mewujudkannya atau merealisasikannya dalam kehidupan nyata yang kongkrit seusuai
dengan kehendak yang azali itu (qadar). Namun sebagian ulama mengatakan sebaliknya, mereka
meberpendapat bahwa qadar ialah rencana atau ketentuan Allah dalam azali dan qadha adalah
pelaksanaannya dalam kehidupan nyata.[3]
Ahlussunnah wal Jama’ah yakin bahwa segala kebaikan dan keburukan itu berdasarkan
qadha’ dan qadar Allah, dan Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada sesuatu
yang keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya. Allah maha mengetahui sesuatu hal yang akan
terjadi dan yang belum terjadi di masa azali. Allah lah yang menentukan dan mengendaki segala
sesuatunya terjadi. Dan dibalik hal yang telah ditentukannya itu pasti ada hikmahnya. Dia
mengetahui takdir seluruh hamba-Nya, mengetahui tentang rizki, ajal, amal dan yang lainnya.
Dapat disimpulkan, qadar adalah perkara yang telah diketahui dan telah dituliskan oleh Allah
dari hal-hal yang akan terjadi hingga akhir zaman nanti.[4]
Ahlussunnah Wal Jamaah juga berkeyakinan bahwa qadar itu adalah rahasia Allah dalam
penciptaan-Nya, tidak ada yang mengetahui sekalipun malaikat yang dekat dengan Allah dan
nabi yang diutus oleh Allah. Mendalami dan mengkaji mengenai hal itu adalah kesesatan, karena
Allah SWT. menutup ilmu tentang qadar dari makluknya, dan melarang mereka untuk
membahasnya.[5]
Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa qadha’ dan qadar adalah satu kesatuan
dimana qadha’ merupakan realisasi atau pelaksanaan dari rencana Allah yang telah disusun, dan

4
qadar merupakan rencana atau ketentuan yang Allah susun untuk direalisasikan kepada
kehidupan nyata ini.
Qadar dan qadha’ adalah ilmu Allah yang azali terhadap segala sesuatu yang hendak
diwujudkan berupa alam, makhluk, perkara baru dan segala sesuatu.[6]

B. Ayat – Ayat Al-Quran Yang Berkaitan Tentang Qada Dan Qadar


Dalam kitab Aqidatul Mukmin menjelaskan bahwa apapun yang ada dialam semesta ini
adalah rencana Allah dan apa-apa yang telah kami perhatikan berupa keajaiban penciptaan dan
pengaturan, itu terdapat di semua alam maujud, baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
maupun benda keras.
Dari penjelasan diatas qadha dan qadar Allah ilmu Allah yang azali terhadap segala
sesuatu yang hendak diwujudkan berupa alam, makhluk, perkara baru, dan segala sesuatu.
Dengan adanya penciptaan tentang kadarnya, tatacaranya, sifatnya, masanya, tempatnya,
sebabnya, pendahuluannya dan kesimpulannya tak satupun yang tertinggal dari ketentuan
waktunya, mendahului batasan-batasan masanya, menambah dan mengurangi kadar takdir, dan
berubah dalam tatacara dan sifatnya.
Allah Swt. Menciptakan manusia berikut perbuatannya, dan Dia memberi kehendak,
kemampuan, ikhtiar dan ma’isyah yang diberikan Allah untuknya, sehingga perbuatan-
perbuatannya berasal dari-Nya secara hakiki bukan majazi. Kemudian Dia memberikan akal
untuknya agar bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Dia tidak menghisabnya
kecuali terhadap perbuatan-perbuatannya yang dilakukan dengan kehendak dan ikhtiarnya.
Manusia tidak dipaksa, akan tetapi manusia memiliki kehendak dan keikhtiaran, sehingga ia bisa
memilih dan perbuatan-perbuatan dan keyakinannya. Hanya saja kehendak itu mengikuti
kehendak Allah. Semua yang dikendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah
tidak akan terjadi.sebab Allah-lah pencipta alam dan seluruh isinya.[7]
Menurut Ahlus sunnah wal jama’ah Qadar Allah adalah rahasia Allah pada penciptaan-
Nya. Mendalami dan mengkaji mengenai itu adalah kesesatan dan muncul persoalan yang timbul
mengenai kehendak dan kebebasan dalam berbuat. Maksudnya adalah apakah manusia
mempunyai kebebasan yang mutlak atau kehendaknya yang bebas dalam melakukan sesuatu
yang dikehendaki atau dia tidak mempunyai kebebasan apa-apa dalam perbuatannya itu. Segala
apa yang dilakukannya adalah mengikuti sepenuhnya akan ketentuan yang telah digariskan Allah
kepadanya sejak zaman azali.
Dalam Al-Qur’an terdapat dua kelompok ayat-ayat yang menyentuh masalah ini yang pada
lahirnya saling berlawanan, sehingga diperlukan penafsiran untuk menjelaskan pengertian
kandungan ayat-ayat tersebut.

5
Pertama: Firman Allah dalam Surah Az Zumar :39:62
َ ‫علَى ُك ِل‬
)26( ‫ش ْيء َو ِكيْل‬ َ ‫اَللُ َخا ِلق ُك ِل‬
َ ‫ش ْيء َو ُه َو‬
Artinya: Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu. (QS. Az-Zumar,
39:62)
Kedua: Firman Allah dalam Surah Al-Qamar :54:49
)94(‫ش ْيء َخلَ ْقنَا هُ بِقَدَر‬
َ ‫اِنا ُكل‬
Artinya : Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS. Al-Qamar,
54:49)
Ketiga: Firman Allah dalam Surah Al-Furqan :25:2
‫ض َولَ ْم َيت ِخ ْذ َولَدًا َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ش َِريْك في ِ ْال ُم ْل ِك‬ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬ ِ ‫ِي لَهُ ُم ْلكُ الس َم َاوا‬
ْ ‫اَلذ‬
)2(‫ش ْيء فَقَد َرهُ ت َ ْق ِدي َْرا‬
َ ‫َو َخلَقَ ُكل‬
Artinya : Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan-Nya, dan dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053]. (QS. Al-Furqan :25:2)

C. Tanda – Tanda Keimanan Kepada Qada Dan Qadar

Manusia dalam melakukan sesuatu seolah-oleh mereka memiliki kebebasan di dalam


setiap tindakannya, namun ternyata di dalam kebebasan manusia bertindak ada campur
tangannya dengan kehendak Allah SWT.. Dan kedua hal ini sangat berkaitan sekali.
Takdir tentang penciptaan dan pencatatannya itu sudah terdapat di dalam Al-Lauhul
Mahfuzh (papan yang terjaga) sebagaimana ketentuan dalam menetapkan adanya penciptaan
tentang kadarnya, tatacaranya, sifatnya, masanya, tempatnya, sebabnya, pendahuluannya dan
kesimpulannya. Tak ada satupun yang melenceng dari ketentuan-Nya tersebut. Hal ini terjadi
karena luasnya ilmu yang dimiliki Allah SWT. Dia mengetahui segala hal baik yang akan terjadi,
yang sedang terjadi, maupun yang sudah terjadi. Allah juga mengetahui bagaimana sesuatu itu
akan terjadi, bagaimana prosesnya, dan bagimana akhirnya. Kemahakuasaan Allah sangat luas
dan Agung, tak ada yang mempu membatasi maupun yang melemahkannya. Sesuatu yang sudah
dikehendaki Allah itu pasti ada dan sesuatu yang tidak dikehendakinya itu pasti tidak ada.[8]
Selain itu, karena melekatnya Allah dengan benda yang maujud dengan aturan
sunnatullah. Beliau yang menetapkan segala bagian alam baik yang ada di atas maupun yang ada
di bawah dengan seimbang. Keduanya itu, adalah qadha’ dan qadar. Qadha’ dan qadar ini tidak
boleh diingkari kecuali oleh orang-orang yang sombong dan menentang atau orang bodoh yang
membangkang.

6
Dalam hal ini, manusia memiliki kebebasan dalam usahanya, do’a, dan ikhtiarnya,
namun pada nantinya di hasil akhir nanti Allah lah yang menentukan. Di setiap hal yang dialami
oleh manusia terdapat takdir Allah yang merupakan ketentuan terbaik darinya yang telah
disusun-Nya.
Dalam membahas tentang takdir ini banyak sekali aliran yang berbeda pendapat
mengenai hal ini, diantara aliran yang paling menonjol dalam membahas takdir yaitu aliran
Jabariyah dan Qadariyah.
Di dalam aliran jabariyah dijelaskan bahwa manusia tidak menciptakan perbuatannya
dan apa yang mereka lakukan itu tidak pantas dikaitkan kepadanya kecuali dengan majaz, yaitu
kaitan perbuatan, bukan kaitan usaha alternatif dan kaitan kehendak. Karena menurut mereka
perbuatan itu adalah perbuatan Allah yang dilaksanakan melalui tangan hamba-hamba-Nya tanpa
adanya kehendak dari hamba. Mereka memiliki ketetapan aqidah bahwa hamba tidak disiksa dan
perbuatannya tidak dicela meskipun dalam tataran kejelekan maupun hal yang tercela. Aliran
Jabariyah ini sangat bertentangan sekali dengan prinsip yang dimiliki oleh aliran qadariyah yang
berpendapat bahwa hamba selalu berdiri sendiri dengan bebas menciptakan perbuatannya. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa hamba itu menjadi Tuhan yang meciptakan perbuatan
yang Dia kehendaki. Dengan demikian menjadikan tauhid yang merupakan pokok agama
menjadi batal.[9]
Dan ada pula golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, dimana tokoh-tokoh dari aliran ini
mengambil jalan tengah dengan memadukan dua aliran yang bertentangan tersebut. Menurut
aliran ini, manusia itu merupakan makhluk Allah yang paling sempurna dengan diberikannya
akal kepada mereka. Kehendak dan kuasa yang ada pada dirinya dalam melakukan amal
perbuatannya dalam batas kemungkinan, tidak dalam hal yang mustahil. Akan tetapi, usaha dan
tindakan yang dilakukan manusia ini tidak berkesan dan kesannya hanya sebagai kerja sebab dan
akibat, buak kesan yang haqiqi, karena penbuat kesan yang haqiqi adalah qurah Allah SWT..
Jadi, inti dari aliran ahlussunnah wal jamaah ini adalah orang boleh berusaha dan membuat
rencana, tetapi hanya Allah yang akan menentukan hasil akhirnya kelak.[10]
Manusia dapat mengerjakan perbuatan sebagaimana semua makhluk dengan beban
perbuatan yang diberikan Allah. Perbedaan antara manusia dan semua makhluk adalah manusia
diberi kesempatan untuk bisa berusaha dan berikhtiyar karena adanya illat taklif (beban) dan
pembalasan. Manusia itu juga sangat berbeda dengan makhluk lain. Makhluk lain tidak
mendapatkan balasan atas apa yang mereka kerjakan dan perbuat, karena mereka tidak diberi
kehendak bebas dan berikhtiyar. Denga demikian, jika ia ingin berbuat, maka ia berbuat. Dan
bila mereka ingin meninggalkan, maka ia meninggalkan. Manusia akan sampai pada tujuannya
dengan sesuatu yang telah mereka kehendaki berupa amal dan dia mengikhtiyarinya untuk
dirinya dengan murni (absolutasi) kehendak dan ikhtiyarnya. Oleh karena itu, seandainya hamba

7
dipaksa untuk beramal, maka dia tidak dihisab dan tidak mendapat balasan berupa pahala dan
celaan, karena mereka tidak berkehendak secara bebas dan tidak berikhtiyar secara sempurna.
Dengan demikian, bagi orang yang memperoleh taufik dapat bekerjasama antara eksistensi
aktivasi hamba yang telah ditentuakn oleh Allah secara azali kepada hamba yang berbuat dan
antara eksistensi hamba yang berkehendak dan berikhtiyar untuk perbuatannya, mereka akan
disiksa karena kejahatannya, dan akan diberi pahala karena amal kebaikannya.[11]

Qada dan qadar selalu melingkupi kehidupan kita sepanjang waktu. Allah dan rasul-Nya
menempatkan iman kepada qada dan qadar sebagai salah satu rukun iman, yaitu rukun iman ke-
enam. Sebagai seorang muslim kita harus dapat menyikapi qada dan qadar ini dengan iman yang
teguh. Keimanan yang teguh pada qada dan qadar memiliki berbagai tanda yang khas. Tanda-tanda
iman tersebut berakar pada keyakinan tulus kepada A llah SWT. Beberapa tanda keimanan kepada
qada dan qadar sebagai berikut.

1. Yakin pada Sunatullah

Orang yang beriman pada qada dan qadar akan memahami bahwa segala sesuatu tercipta dan terjadi
dengan ketentuan Allah SWT. Alam semesta berikut isinya tercipta dengan ilmu Allah SWT. Dengan
ilmu-Nya, Allah mengatur tata kerja, ukuran, serta sifat segala sesuatu. Dengan kekuasaan dan
kehendak Allah SWT. alam semesta ini terbentuk dalam keteraturan yang pasti.

Keteraturan yang ada di alam semesta dipelajari oleh manusia dan ditemukan sebagai berbagai
hukum alam. Hukum-hukum itu kita pelajari dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti
biologi, fisika, dan ilmu astronomi. Saat mempelajari ilmu-ilmu tersebut, kita sering merasa bahwa
kita sedang belajar ilmu alam semata. Padahal, sebenarnya kita sedang mengamati hukum-hukum
Allah SWT atau sunatullah.

Selain terkait dengan keteraturan di alam, sunatullah juga berlaku dalam hukum sebab akibat. Hukum
sebab akibat merupakan aturan dasar perjalanan kehidupan makhluk di dunia ini, terutama manusia.
Hukum ini yang bisa menjadi penentu takdir manusia. Hukum sebab akibat menyatakan bahwa
sesuatu yang terjadi pasti disebabkan oleh sesuatu yang mendahuluinya.

Jika dahulu kita rajin belajar, besar kemungkinan takdir kita besok menjadi pandai. Sebaliknya, jika
kita malas belajar, penguasan ilmu kita akan tertinggal dari orang lain yang lebih rajin. Demikian
pula kesehatan kita saat ini merupakan hasil dari cara hidup yang kita biasakan pada masa lalu.
Meskipun kadang kita tidak menyadarinya, suatu peristiwa saat ini pasti ada sebab-sebab tertentu
sebelumnya.

2. Senantiasa Berikhtiar yang Terbaik

Orang yang beriman mengerti bahwa Allah SWT menggelar kehidupan di alam semesta ini bukan
tanpa tujuan dan hukum yang pasti. Keyakinan tentang sunatullah menyebabkan orang yang beriman
memberikan usaha terbaiknya untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Usaha tersebut
senantiasa dilakukannya dalam kerangka keimanan kepada takdir Allah dan optimis akan bantuan
dan pertolongan-Nya. Salah satu pesan Allah SWT. yang menjadi pegangan orang yang beriman
adalah Surah ar-Ra’d ayat 11 yang menyatakan bahwa Allah SWT tidak akan mengubah keadaan

8
suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang berusaha mengubah keadaan mereka.

3. Menyempurnakan Ikhtiar dengan Tawakal

Tawakal artinya menyerahkan segala keputusan atas apa pun yang akan terjadi kepada Allah semata.
Seorang yang beriman kepada takdir akan memahami kekuasaan Allah SWT atas segala peristiwa
yang terjadi di dunia ini. Oleh karena itu, sikap tawakal merupakan sikap yang melekat pada orang
yang beriman kepada takdir-Nya. Bertawakal bukan berarti menyerah tanpa berusaha dan melakukan
evaluasi atas usaha yang telah dilakukan melainkan sebagai bentuk keyakinan terhadap Allah SWT
yang mengetahui hal terbaik baginya dan masa depannya. Kegagalan tidak akan dipandang sebagai
kehancuran, tetapi sebagai pelajaran untuk maju pada masa depan. Keberhasilan juga tidak akan
menyebabkan sombong karena yakin bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah anugerah Allah
SWT kepadanya. Jika kita salah dalam menilai keberhasilan, tidak jarang justru menyebabkan
terjerumus dalam kesombongan.

Perintah bertawakal sesuai dengan pesan Allah dalam Surah Ali ‘Imran ayat 159 artinya sebagai
berikut.

Artinya : . . . kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

D. Hikmah Kepada Qada’ Dan Qadar


1. Mendorong orang muslim bekerja keras dan berjuang untuk meningkatkan harkat dan
martabatnya di bumi dan dapat dijadikan suatu daya ruhani yang dapat memperteguh
hubungannya dengan Allah pencipta alam dan semestanya.
2. Menanam keberanian dalam dirinya untuk untuk membela kebenaran dan melaksanakan
kewajibannya.
3. Membuat manusia sadar bahwa segala apa yang ada di alam semesta ini berjalan mengikuti
ketentuan Allah Yang Maha Bijaksana.
4. Takdir menuntut orang beriman untuk berusaha dan bekerja, lalu bertawakal dan akhirnya
bersyukur karena Allah atas karunia-Nya dan bersabar atas cobaan dan ujian yang menimpanya.
5. Memperoleh hasil yang mengalir dan buah yang baik.
6. Memperoleh kekuatan watak dan keteguhan hati.
7. Memperoleh ketenangan hati.
8. Akan terlepas dari kebingunagan dan kegelisahan pada dirinya, yang terwujud hanya keberanian
yang kuat untuk mngedepankan urusan tanpa ada ketakutan, kecemasan, dan keragu-raguan.
9. Menjadi manusia yng bersih jiwanya.
10. Di samping itu, dia menjadi manusia yang sangat mulia ucapan dan jiwanya.[12]

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qadha’ adalah merupakan realisasi atau pelaksanaan dari rencana Allah yang telah
disusun, dan qadar merupakan rencana atau ketentuan yang Allah susun untuk direalisasikan
kepada kehidupan nyata ini. Oleh karena itu, banyak sekali perbedaan pendapat mengenai
kebebasan manusia. Manusia memiliiki kebebasan dalam bertindak, namun dalam setiap
tindakannya Allah memberikan aturan tersendiri, yang memberikan batasan disetiap tindakan
yang dilakukan oleh manusia. Manusia memiliki kewajiban untuk berusaha (ikhtiar), do’a, dan
kemudian akhirnya mereka bertawakkal kepada Allah SWt., dan hasilnya ini merupakan takdir
dari allah SWT.. Dengan kita mempercayai atau beriman kepada Qadha’ dan Qadar maka kita
akan memiliki ketenangan dalam menjalani hidup ini dan mengurangi sifat kufur atas nikmat
Allah SWT.
B. Saran
Sebaiknya dalam menyikapi takdir Allah dengan penuh ikhlas tanpa mengeluh karena
apa yang telah ditakdirkan Allah untuk itu adalah yang terbaik. Akan tetapi, takdir itu dapat
berubah selama kita mau berusaha dan selalu berikhtiar kepada Allah SWT. serta tidak lupa
untuk senantiasa berdo’a hanya kepada Allah bukan kepada selain-Nya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Atsari, A. b. (2005). Panduan Akidah Lengkap. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.


Al-Jazairi, A. B. (2001). Aqidatul Mukmin. Jakarta: Pustaka Aman.
Baiquni, A. (1995). Kamus Istilah Agama Islam. Surabaya: Arkola.
Daudy, A. (1997). Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hidayat, N. (2015). Akidah Akhlak dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

11

Anda mungkin juga menyukai