Anda di halaman 1dari 18

DALIL NAQLI TAUHID DAN PEMBAGIAN TAUHID

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Dosen : Dr. H. Buchori Muslim, M.Ag

Kelompok : 4

Ahmad Saepul Fikri : 1177040007


Atik Atikah : 1177040015
Aulia Rahma : 1177040016

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya bagi semua
penciptaan-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi
besar kita Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.

Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah


yang berjudul “Dalil Naqli Tauhid dan Pembagian Tauhid” yang bertujuan untuk
memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Ilmu Tauhid. Pemilihan judul tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman penulis terhadap teori yang
disesuaikan dengan materi kuliah tersebut. Ucapan terima kasih juga ditunjukkan
Dr. H. Buchori Muslim, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tauhid.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yag bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
perhatiannya dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi selaku pembaca sebagai
civitas akademika.

Bandung, September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
1. Dalil Naqli Tauhid .................................................................................................. 3
2. Pembagian Tauhid .................................................................................................. 8
a. Tauhid Rububiyah ............................................................................................... 8
b. Tauhid Uluhiyah ............................................................................................... 10
c. Tauhid Asma wa Shifat ..................................................................................... 11
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling penting dalam


agama islam, dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk
pribadi-pribadi yang tangguh, selain sebagai inti atau akar dari aqidah
islamiyah. Keimanan itu merupakan aqidah pokok yang di atasnya berdiri
syariat islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
Tauhid adalah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat
kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu dan tidak ada yang lain. tidak ada
sekutu baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya. Manusia
berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui Allah itu maha Esa. Seorang
muslim wajib mengimani akan keesaan Allah dan bahwasannya tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah.
Ada tiga macam tauhid dalam islam, yakni tauhid rububiyah, uluhiyah,
dan sifatiyah. Ketiga tauhid itu harus dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Sebagai umat muslim kita tidak boleh hanya memiliki satu dari ketiga tauhid
tersebut, karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Apabila kita hanya mempercayainya salah satu saja, maka tingkat
keimanan kita kepada Allah sangatlah kurang.
Sebagai seorang muslim, kita harus benar-benar berpegang pada ajaran
tauhid dan mempercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah tuhan yang
maha esa, dan mempercayai bahwa Allah itu melihat kita dalam keadaan
lapang maupun sempit. Seorang muslim yang baik tidak akan pernah
mendustai Allah dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik. Kita dapat
mengetahui tentang keesaan dan sifat-sifat Allah dari dalil-dalil naqli dan
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah maupun dari Al Quran. Kita
harus berpegang teguh pada Al Quran dan hadits sebagai satu acuan yang akan
lebih mendekatkan diri kita kepada Allah jika kita benar-benar mengetahui
makna yang terdapat di dalamnya. Setiap manusia pasti mempunyai cara
masing-masing dalam meyakini dan beribadah kepada Allah, tetapi kita harus

1
yakin bahwa tempatkan selalu Allah di hati kita baik dalam keadaan kita yang
sedang jatuh atau dalam keadaan kita menjadi manusia yang mempunyai
kelebihan disandingkan orang lain. banyak orang yang beriman tetapi tidak
didasari dengan pengetahuan yang memadai, mereka beribadah namun masih
menyimpang dari ajaran ketauhidannya. Dengan mempelajari tentang dalil
naqli ilmu tauhid dan pembagiannya, diharapkan kita mampu menjadi muslim
yang baik dan ketauhidannya dapat terjaga dalam beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, kami akan menjelaskan tentang apa saja
dalil-dalil naqli ilmu tauhid yang dapat menjadi dasar ketauhidan kita kepada
Allah dan apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah, Tauhid Ubudiyah
dan Tauhid Asma atau Sifatiyah.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang dalil naqli
ilmu tauhid dan apa yang dimaksud dengan tauhid rububiyah, tauhid ubudiyah
dan tauhid sifatiyah.

2
BAB II PEMBAHASAN

1. Dalil Naqli Tauhid

Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia
dengan tuhannya yang terikat dan diyakini dengan hati dan lisan. Ilmu tauhid
tidak datang semata-mata dan dibuat-buat oleh nabi-nabi dan rasul terdahulu
melainkan sumbernya langsung berasal dari Allah dan disampaikan kepada nabi
dan rasul untuk menuntun umat manusia menuju jalan Allah SWT. Dalil naqli
adalah bukti hukum atau ketentuan syariat islam kebenarannya berasal dari Al
Quran dan Hadits.dalam penentuan sebuah hukum, sebuah syariat islam sangat
diperlukan dalil naqli atau dalil yang bersumber dari Al Quran dan Hadits untuk
memperkuat dan i’jaz (mematahkan argumen-argumen yag berlawanan dengan Al
Quran maupun Hadits). Di dalam Al Quran terdapat dalil-dalil naqli tentang
tauhid. Jumhur ulama ahli sunah wal jamaah yang berpegang dengan manhaj salaf
as-shaleh senantiasa membawakan dalil-dalil syara apabila memperkatakan
persoalan yang menyentuh akidah atau yang berkaitan dengan tauhid. Di dalam Al
Quran, Allah memberitakan temntang keberadaan, pengaturan, nama, dan sifat-
sifatnya serta tentang keesaan Allah. Firman Allah SWT:

“Dan kami jadikan hati mereka tertutup dan telinga mereka tersumbat, agar
mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila engkau menyebut Tuhanmu saja
dalam Al Quran, mereka berpaling ke belakang melarikan diri (Karena benci).”
(Al Isra : 46)

3
“Dan apabila yang disebut hanya nama Allah, kesal sekali hati orang-orang yang
tidak beriman kepada akhirat. Namun apabila nama-nama sembahan selain Allah
disebut, tiba-tiba mereka menjadi bergembira.” (Az-Zumar : 45)

“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan
kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan sekarang ini adalah
pada Allah yang maha tinggi lagi maha besar.”

Dalam ketiga dalil di atas tentang penunjuk tauhid yaitu diungkapkan ada kalimat
bahwa “Allah maha esa”, “Apabila Allah saja disembah” dan “Allah maha tinggi
lagi maha besar”.

“Itulah sebab hikmah yang diwahyukan tuhanmu kepadamu. Dan janganlah kamu
menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, sehingga kamu nantinya

4
dicampakkan ke dalam neraka jahannam dalam keadaan tercela, dijauhkan (dari
rahmat Allah).” (QS. Al Isra: 39)1

“Dan janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, agar
kamu tidak menjadi tehina dan tercela.”

Telah dijelaskan secara gamblang dalam QS Al Isra ayat 39 dan 22, bahwa kita
tidak boleh menyekutukan Allah dengan hal apapun, hal ini menunjukkan suatu
ketauhidan yang menjelaskan bahwa Allah itu esa, dan tidak boleh disamakan
dengan yang lainnya.

1
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (Jakarta: Islamhouse 2007), hlm 19

5
“Orang-orang yang beriman dan tidak menodai keimanan mereka dengan
kedzaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat ketentraman dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al An’Am: 82)

“Di antara sebagian manusia ada yang menjadikan tuhan-tuhan tandingan selain
Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-
orang yang beriman lebih besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165)2

“Dan dialah Allah (yang disembah), baikdi langit maupun di bumi, dia
mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan
mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (QS. Al An’Am : 3) 3

2
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (Jakarta: Islamhouse 2007), hlm 19

6
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Itban bahwa rasulullah
bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan


dengan ikhlas dan hanya mengharapkan pahal melihat wajah
Allah.” (HR. Bukhori & Muslim)4

Dalam riwayat Imam Bukhori dikatakan:

“Allah meletakan semua langit di atas satu jari, air serta tanah di atas satu jari, dan
seluruh makhluk di atas satu jari”. (HR. Bukhori dan Muslim)5

Di dalam ayat Al Quran maupun hadits yang telah dibahas dalam makalah
ini, semuanya adalah semata-mata membahas tentang keesaan Allah dan kita
harus beribadah kepada Allah sebagai bentuk taat kita kepada Tuhan yang telah
menciptakan alam semesta ini. Di dalam beberapa hadits, dibahas tentang
kekuasaan Allah terhadap semua makhluknya. Kita dapat mengetahui bahwa
Allah lah yang paling berkuasa dan tidak ada satupun yang dapat menandinginya.
Apabila ada seseorang yang menyekutukan Allah dan berusaha menandinginya,
maka ia termasuk orang yang musyrik dan dosanya tidak akan diampuni.

4
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (Jakarta: Islamhouse 2007), hlm 23.
5
Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (Jakarta: Islamhouse 2007), hlm 265

7
2. Pembagian Tauhid

Berdasarkan beberapa pemaparan, kita tahu bahwa tauhid itu dibagi menjadi
dua, yaitu Taudid Ma’rifat dan Itsbat, yaitu yang berkaitan dengan dzat Allah azza
wa jalla, nama-nama, dan sifat serta perbuatan-Nya. Dan jenis tauhid ini dibagi ke
dalam 3 bagian yaitu:

a. Tauhid Rububiyah

Dan ulama menjelaskan definisi dari jenis tauhid ini dengan berbagai
ungkapan, semisal apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan
Tauhid Rububiyah itu ialah meyakini tidak ada pencipta selain Allah swt. Karena
tidak mungkin ada suatu apapun yang lepas dari-Nya, dalam hal penciptaan suatu
benda atau urusan, bahkan bila Dia menghendaki pasti terjadi, dan bila tidak
menghendaki maka tidak mungkin terjadi.6

Imam Ibnu Qayim menjelaskan, “Nama Rabb terhimpun padanya makna


yang mencakup bagi seluruh makhluk yaitu yang menguasai segala sesuatu dan
menciptakan serta maha mampu untuk melakukan hal tersebut. Dan itu semua
tidak mungkin bisa luput sedikitpun dari rububiyah-Nya, dan setiap apa yang ada
di langit serta muka bumi adalah hamba yang genggamannya di bawah
kekuasaan-Nya.7

Seorang ulama yang bernama Safarini menyebutkan, “Tauhid Rububiyah


yakni bahwa tidak ada pencipta, tidak ada pemberi rizki, tidak ada yang
menghidupkan, tidak ada yang mematikan, tidak ada yang mengadakan sesuatu
yang tadinya tidak ada melainkan hanya Allah. Dan berkata Syaikh Sulaiman bin
Abdillah bin Muhammad bin Abdil Wahab, di dalam penjelasan tentang makna
tauhid rububiyah tersebut, “yaitu menetapkan bahwa Allah taala adalah rabb
segala sesuatu, dan yang menguasainya, menciptakan serta memberinya rizki.

6
Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah 10/331.14/380
7
Madarijus Salikin 1/34

8
Bahwasannya Allah swt saja yang menghidupkan dan mematikan, memberi
manfaat dan mara bahaya, yang tunggal dan mengabulkan doa tatkala terkena
musibah, yang bagi-Nya segala urusan diserahkan di tangan-Nya segala kebaikan
berada, yang maha mampu atas segala sesuatu dan tidak ada satupun sekutu bagi-
Nya, dan masuk dalam hal itu keimanan terhadap takdir.8
Dari sini maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa tauhid rububiyah ialah
menetapkan serta mengakui bahwa Allah taala semata yang tidak ada sekutu bagi-
Nya, yang menciptakan seluruh makhluk yang ada di atas maupun yang ada di
bawah, yang bisa disaksikan maupun tidak. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu
Qayim, yakni mengesakan Allah dalam penciptaan dan menghukumi,
sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Maka apakah kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka
dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru”. (QS. Qaaf: 15)
Demikian pula mencakup hukumnya secara Syar’i, yaitu yang Allah swt takdirkan
dalam bentuk syariat. Maka seluruh hukum-hukum Allah swt secara syar’i
terhadap ciptaan-Nya adalah termasuk dari kandungan rububiyah-Nya, yang
memiliki hak mutlak dalam memutuskan, Allah swt menyebutkan di dalam
firman-Nya:

8
Taisirul Azizil Hamid fii Syark Kitabut Tauhid hal : 17

9
“Katakanlah: “ Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran)
dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang
kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah
hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang
paling baik.” (QS Al An’Am : 57)
“Sesungguhnya Allah swt adalah pemutus hukum dan hanya kembali kepada-Nya
kembali hukum tersebut.”9
Kesimpulannya, tauhid rububiyah ialah menetapkan bahwa Allah azza wa jalla
adalah rabb segala sesuatu, pencipta dan pemberi rizki, yang mematikan dan yang
menghidupkan, memberi manfaat dan mara bahaya, yang maha mampu atas
perbuatan yang diinginkan kapanpun waktunya, dan tidak ada sekutu yang
sepadan dan pembantu bagi Allah swt dalam masalah itu semua.

b. Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah,


maka tidak boleh seorang hamba mendirikan shalat, berdoa, berkorban, kecuali
hanya untuk Allah, dan tidak pual thawaf kecuali di rumah-Nya, dan tidak pula
beristighatsah kepada orang yang telah meninggal dan kepada sesuatu yang ghaib,
dan tidak pula bertawakal kecuali hanya kepada sang pemilik segala urusan dan
ciptaan, zat yang mempunyai sifat uluhiyah, yaitu sifat yang merupakan bagian
dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang tidak dimiliki oleh selain Allah.
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang hamba meyerahkan apapun dari
jenis ibadahnya kepada selain Allah. Hanya Allah yang berhak memiliki, adapun
selain-Nya maka tidak berhak sedikitpun. Dan tauhid merupakan salah satu misi
dakwah rasulullah. Allah swt berfirman dalam QS An-nahl : 36 yang berbunyi:

9
HR. Abu Dawud no: 4955. Nasa’i 8/226. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam al-Irwa no : 2615

10
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk
menyerukan : “Sembahlah Allah saja dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara
umat itu ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-
orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi
dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-
rasul).
Seluruh rasul yang Allah utus ke muka bumi ini, memulai dakwah terhadap
kaum mereka dengan perintah untuk mengesakan Allah dalam segala ibadah,
yaitu sebagaimana perkataan nabi Nuh, Hud dan Shaleh. Oleh karena itu para
rasul menjadikan bagian tauhid ini sebagai misi dakwah mereka karena bagian
tauhid ini adalah bagian paling atas yang akan dibangun di atasnya seluruh bagian
dari amal ibadah, maka tanpa menguatkan dan memperkokoh asas tersebut tidak
akan sah seluruh amalan yang dikerjakan seorang hamba. Oleh karena itu jika
tauhid ini belum terwujud maka akan muncul lawan dari tauhid tersebut yaitu
syirik.

c. Tauhid Asma wa Shifat

Tauhid ini juga biasanya disebut dengan tauhid sifatiyah. Yakni meyakini
keesaan Allah dengan kesempurnaan mutlak dari semua sisi dengan memberikan
sifat-sifat keagungan, kemuliaan dan kesempurnaan.10 Dan hal itu dengan cara
pengakuan dan menetapkan secara pasti dengan segala yang datang dalam Al
Quranataupun sunah rasulullah yang menjelaskan tentang nama-nama Allah swt
yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Dan metode salaful Umah dalam

10
Al-Kasyaaful Jaliyah Abdul Aziz Salma hal: 417

11
perkara ini ialah menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt untuk
dirinya dan menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh rasul-Nya. Begitu pula
menafikan seperti apa yang telah dinafikan oleh-Nya terhadap dirinya sendiri dan
terhadap rasul-Nya tanpa melakukan tahrif (merubah), tidak pula ta’thil
(menghilangkan maknanya), tanpa membagaimanakan tidak pula memisalkan.
Mereka meyakini bahwa tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya tidak
pula ada yang semisal dengan-Nya dari kalangan makhluknya, tidak dalam dzat,
tidak pula dalam perkara sifat-sifat yang dimilikinya, serta perbuatannya. Maka
metode mereka adalah menetapkan tanpa menyerupakan, dan mensucikan tanpa
menta’thil, senantiasa berada di atas qaidah firman Allah:

“Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang maha mendengar
dan melihat.” (QS. As-Syuraa : 11).
Dan yang dimaksud dengan Tahrif dalam tinjauan bahasa ialah merubah dan
mengganti, merubah harokat dan menggantinya.11adapun dalam terminologinya
ialah berpaling dari ucapan yang sesuai dan benar-benar kepada ucapan yang lain.
dan bila diterapkan dalam perkara asma dan sifat ialah merubah lafad nash yang
berkaitan dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah swt atau merubah makna yang
terkandung dari apa yang diinginkan oleh Allah azza wa jalla, semisal tahrif i’rab
dalam firman Allah ta’ala:

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (QS. An-nisa: 164)
Dan jenis tauhid ini merupakan perkara prioritas yang diemban oleh tugas-
tgas kerasulan yang harus disampaikan pada umatnya, dan dengan sebab ini pula
terjadilah perdebatan, dan disyariatkan jihad, dengan sebab ini manusia dan jin
diciptakan, diturunkan kitab, diutusnya para rasul, dan dengan sebab tauhid ini

11
Lisanul Arab 3/128

12
pula manusia terkelompok menjadi golongan yang celaka dan golongan yang
berbahagia, serta diciptakannya surga dan neraka.12
Dengan ini menjadi jelas akan batilnya persangkaan sebagian ahli kalam
yang menyatakan bahwa puncak ketauhidan adalah ketika menyatakan bahwa
Allah swt adalah esa di dalam dzatnya yang tidak ada sesuatupun yang
menyerupai-Nya, esa dalam perbuatan-Nya yang tidak ada sekutu baginya. Sebab
tauhid yang dengannya, Allah swt menurunkan kitab dan dengan mengutus para
utusan bukanlah yang dimaksud dalam ketiga hal di atas, walaupun ketiga hal di
atas merupakan tauhid yang dibawa oleh para rasul, sehingga barangsiapa yang
beribadah kepada-Nya semata tanpa menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya
maka dirinya telah bertauhid, dan barangsiapa yang beribadah kepada selain
Allah, maka dinamakan musyrik.
Ilmu tauhid memang tidak pernah lepas membahas tentang keesaan Allah
dan bagaimana sikap kita dalam mengimani dan meyakini Allah sebagai satu-
satunya tuhan yang wajib kita sembah dan tidak menyekutukannya dengan
apapun, karena tidak ada satu makhluk pun yang dapat disamakan dengan Dia,
dan tidak ada yang dapat menandinginya.
Sebagai makhluk kita hanya perlu percaya dan yakin dalam hati bahwa
Allah adalah dzat yang menciptakan, yang memberi, menghidupkan dan
mematikan, tanpa harus adanya keraguan dalam diri. Karena apabila dalam diri
kita telah ada sifat keraguan maka hal itu akan mendekatkan diri kita pada
kemusyrikan, sedangkan kemusyrikan adalah dosa yang tidak akan pernah
diampuni oleh Allah.

12
Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Macam-Macam Tauhid (Jakarta: Islam House 2014-
1435) hlm 21.

13
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tentang dalil naqli ilmu tauhid da pembagian
tauhid dapat disimpilkan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari
tentang cara mengesakan Allah dan mempercayai bahwa Allah adalah tuhan
semesta alam yang menciptaka, menghidupkan dan mematikan makhluknya
tanpa ada seorang makhluk pun yang dapat menandinginya dan
menyerupainya. Tauhid terbagi atas tauhid rububiyah, yaitu tauhid yang
meyakini atas keesaan Allah, tauhid uluhiyah adalah tauhid yang mengesakan
Allah dalam segala bentuk ibadah dan tauhid asma wa shifat atau tauhid
sifatiyah adalah mengesakan Allah berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki Allah.

B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi para civitas akademika yang membaca makalah ini, dan ilmu
yang terdapat di dalam makalah ini dapat menjadi suatu ilmu yang dapat selalu
diingat dan dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan kita kepada Allah
swt.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hajuri, S. Y. (2008). Mengenal Prinsip-prinsip Dasar Tauhid, Fiqh dan Aqidah.


Jakarta: Raudhatul Muhibbin.

Hidayatullah, F. S. (2011). Kuliah Akhlak. Bogor: IPB Press.

Ismail, R. (2008). Menuju Hidup Islam. Yogyakarta: Pustaka Insani Madani.

M, H. (2003). Pengantar Teologi Islam . jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru.

Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria . (2014). Macam-macam Tauhid. Jakarta:


Islam House.

Wahab, S. M. (2007). Kitab Tauhid. Jakarta: Islam House.

Zainu, S. M. (2014). Meniti Jalan Menuju Tauhid. Jakarta: Riyadh.

Zakaria, A. (2008). Pokok-Pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN AZKA Press.

15

Anda mungkin juga menyukai