Anda di halaman 1dari 10

NAMA : AULIYA ULFAH

NIM : 180101105
SEMESTER/KELAS : 7 PAI C
PEMIMPIN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF
1. Pengertian kepemimpinan pendidikan yang efektif
Kepemimpinan efektif dapat didefinisikan sebagai kegiatan: Menghargai usaha
bawahan, Memperlakukan bawahan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan,
Memberikan dorongan kuntuk berkembang, dan Mengarahkan bawahan ke arah
tercapainya tujuan lembaga pendidikan.
2. Tinjauan ahli tentang kepemimpinan efektif
Agar tujuan organisasi atau perusahaan dapat tercapai dengan baik, maka
dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif menurut Made Pidarta
(1988: 173) dalam Suwatno (2011: 155) ialah pemimpin yang tinggi dalam kedua dimensi
kepemimpinan. Begitu pula pemimpin yang memiliki performa tinggi dalam perencanaan
dan fungsi–fungsi manajemen adalah tinggi pula dalam kedua dimensi kepemimpinan.
Dua dimensi kepemimpinan tersebut adalah:
a. Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas adalah kepemimpinan
yang hanya menekankan penyelesaian tugas–tugas kepada para anggotanya dengan
tidak memedulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi
dan kesejahteraan anggotanya. Para personalia akan bekerja secara rutin, rajin, taat
dan tunduk dalam penampilannya. Pemimpin ini tidak mengikuti perkembangan dan
kemajuan lingkungan sehingga organisasi menjadi using dan ketinggalan jaman.
b. Kepemimpinan yang berorientasi kepada antara hubungan manusia.
Kepemimpinan ini hanya menekankan perkembangan para personalianya, kepuasan
mereka, motivasi, kerjasama, pergaulan dan kesejahteraan mereka. Pemimpin ini
berasumsi bila para personalia diperlakukan dengan baik, maka tujuan organisasi
kependidikan akan tercapai. Tetapi pada kenyataannya manusia tidak selalu beritikad
baik, walaupun ia diperlakukan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan kemunduran
suatu organisasi. Oleh sebab itu kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang
mengintegrasikan orientasi antar hubungan manusia.
Dengan mengintegrasikan dan meningkatkan keduanya kepemimpinan akan
menjadi efektif, yaitu mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya. Sebab
kepemimpinan yang efektif dapat melaksanakan fungsi–fungsi manajemen dengan baik
termasuk melaksanakan perencanaan dengan baik pula. Kepemimpinan yang efektif
selalu memanfaatkan kerja sama dengan anggotanya untuk mencapai cita–cita organisasi.
Dengan cara seperti ini pemimpin akan banyak mendapat bantuan pikiran, semangat, dan
tenaga dari anggota yang akan menimbulkan semangat bersama dan rasa persatuan,
sehingga akan memudahkan proses pendelegasian dan pemecahan masalah yang
semuanya memajukan organisasi atau perusahaan.
3. Cara bekerja/perilaku kepemimpinan efektif
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerja sama dengan bawahan
untuk mencapai cita-cita oraganisasi. Dengan cara seperti itu pemimpin akan banyak
mendapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari bawahan yang akan menimbulkan
semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga akan memudahkan proses pendelegasian
dan pemecahan masalah yang semuanya memajukan perencanaan pendidikan.
4. Karakteristik kepala sekolah yang efektif
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerja sama dengan bawahan
untuk mencapai cita-cita oraganisasi. Dengan cara seperti itu pemimpin akan banyak
mendapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari bawahan yang akan menimbulkan
semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga akan memudahkan proses pendelegasian
dan pemecahan masalah yang semuanya memajukan perencanaan pendidikan.
Penelitian Tiong (Usman, 2011: 290) mengungkapkan karakteristik kepala sekolah
yang efektif.
a. Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan.
b. Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru.
c. Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf.
d. Kepala sekolah yang memahami perasaan guru.
e. Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
f. Kepala sekolah yang terampil dan tertib.
g. Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien.
h. Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin.
i. Kepala sekolah yang tulus.
j. Kepala sekolah yang percaya diri.
Karakteristik Kepala Sekolah yang Efektif Davis dan Thomas (Usman, 2011: 290)
a. Sifat dan keterampilan kepemimpinan
b. Kemampuan pemecahan masalah
c. Kecakapan sosial
d. Pengetahuan dan kompetensi profesional.
Ciri-ciri kepemimpinan efektif kepala sekolah di abad ke-21 menurut Reinhartz &
Beach (Usman, 2011: 291).
a. Jujur, membela kebenaran, dan memiliki nilai-nilai utama.
b. Mau dan mampu mendengarkan suara guru, tenaga kependidikan, siswa, orang tua,
dan anggota komite sekolah.
c. Menciptakan visi yang realistis sebagai milik bersama.
d. Percaya berdasarkan data yang dapat dipercaya.
e. Senantiasa instropeksi dan refleksi terhadap diri sendiri terlebih dahulu.
f. Memberdayakan dirinya dan stafnya serta mau berbagi informasi.
g. Melibatkan semua sumber daya manusia di sekolah, mengatasi hambatan-hambatan
untuk berubah baik secara personal maupun organisasional
5. Konsep sekolah yang efektif
Banyak sekali definisi sekolah efektif yang disampaikan oleh para ahli, diantaranya
adalah yang disampaikan oleh Lawrenze W. Lezotte (1991). Beliau mengatakan bahwa
sekolah efektif adalah “sekolah yang mampu memiliki dampak pembelajaran untuk
mencapai semua misi, menunjukkan adanya kesamaan dalam mutu/kualitas.” Joni (2008)
mengatakan, “sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya sebagai tempat
belajar yang paling baik dengan menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi
siswa siswinya.” Dan dalam kontek manajemen, sekolah efektif adalah sekolah yang
mampu mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Meskipun pertimbangan
utama dalam menetapkan sekolah efektif adalah pencapaian akademik siswa, partisipasi
masyarakat dan kepuasan guru juga menjadi kriteria sekolah efektif (Scheerens, 2013).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah efektif merupakan
sekolah yang mampu memberikan layanan pembelajaran yang bermutu yang didukung
oleh proses penyelenggaraan yang bermutu dan mampu menghasilkan lulusan yang
bermutu. Lulusan bermutu ini diantaranya ditandai oleh seberapa banyak siswa yang
berprestasi sebagaimana dilihat dalam perolehan angka atau nilai yang tinggi, juga
ditunjukkan oleh seberapa baik kepemilikan kualitas pribadi para siswanya, seperti
tampak dalam kepercayaan diri, kemandirian, disiplin, kerja keras dan ulet, terampil,
berbudi-pekerti, beriman dan bertaqwa, tanggung jawab sosial dan kebangsaan, apresiasi,
dan lain sebagainya. Analisis di atas memberikan pemahaman yang jelas bahwa konsep
sekolah efektif berkaitan langsung dengan mutu kinerja sekolah.
6. Nilai-nilai Islam dalam kepemimpinan yang efektif
Di dalam Islam, nilai-nilai (prinsip) sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap muslim.
Sebab tanpa nilai-nilai (prinsip) tersebut, umat Islam tidak bisa menjadi wakil tuhan
(khalifah) untuk mengelola alam jagad ini secara baik, sekaligus tidak dapat menjadi
hamba (a’bid) yang muttaqin. Kedua predikat itu (khalifah dan a’bid) tidak dapat diraih
oleh seorang muslim kecuali mereka yang memiliki nilai-nilai (prinsip) tersebut. Di
dalam Islam Nilai/prinsip itu dapat kita temukan, baik secara tersurat maupun secara
tersirat termaktub dalam ayat-ayat Alquran dan hadis. Nilai/prinsip yang termaktub dalam
ayat-ayat dan hadis itu antara lain, (Triyo Suprianto Marno, 2008) sebagai berikut:
a. Cerdas
Cerdas atau mampu merupakan suatu prinsip/nilai yang dalam Islam menempati
posisi yang sangat penting sekaligus mendapat apresiasi yang sangat tinggi. Prinsip
ini demikian penting dan tinggi karena urgensinya secara fundamental meliputi semua
ranah kehidupan manusia. Manusia tidak akan sukses meraih apa yang ia inginkan
manakala ia tidak cerdas dan mampu mengelolanya secara baik.
Dalam Alquran ayat yang mengisyaratkan nilai/prinsip itu, antara lain sebagai
berikut:

Artinya :“Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan”(QS. Al-Rahman (55): 33).

Ayat diatas mengingatkan manusia bahwa apa saja yang dipikirkan dan
dibayangkan dalam bentuk visi dan misi semuanya bisa menjadi kenyataan, asalkan
manusia memiliki sulthan (kekuatan/kemampuan). Kemampuan merupakan kriteria
dasar bagi setiap pemimpin dalam mengelola serta mengembangkan
organisasi/institusi.
Oleh karena itu, kemampuan intelektual, kemampuan emosional, dan
kemampuan spiritual secara simultan harus dimiliki seorang pemimpin, karena ketiga
bentuk kemampuan/kecerdasan ini saling mendukung dan melengkapi dalam proses
keberhasilan dan kesuksesan seseorang membawa organisasi mencapai tujuan.
c. Visioner
Visi merupakan konsep imajinasi seseorang atau beberapa orang pemimpin
tentang masa depan dari suatu organisas/lembaga yang dipimpin. Akan seperti apakah
lembaga yang dipimpinnya dimasa yang akan datang. Karena itu, kewajiban utama
seorang pemimpin/manajer adalah bagaimana memperjuangkan serta
mempertahankan visinya agar bisa tercapai.
Kemampuan mempertahankan serta memperjuangkan visi ini sama seperti
dalam Islam, seseorang yang telah berikrar beriman hanya kepada Allah tidak kepada
selain-Nya (laa ilaha illallah), tanpa mengenal ruang dan waktu. Dimana dan kapan
saja iman ini harus tetap menjadi landasan semua aktivitas. Iman merupakan visi yang
senantiasa harus dipertahankan dan diperjuangkan. Iman yang benar dan kokoh akan
menjadi dasar untuk menggapai kebahagiaan (keberhasilan). Seseorang yang beriman
hanya kepada Allah tidak akan mudah terpengaruh pada kepentingan-kepentingan
sesaat (vested interest) yang menggiurkan namun berdemensi pendek. Seperti dilansir
pada QS. An-Nisaa’(4): 137, yang berbunyi:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman Kemudian kafir, Kemudian beriman


(pula), kamudian kafir lagi, Kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali
Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki
mereka kepada jalan yang lurus.”

Komitmen seperti ini merupakan awal dari sebuah kehancuran. Dalam Alquran
dikatakan:

Sesungguhnya orang-orang yang berkata (berprinsip/mempunyai visi) bahwa


tuhan pemelihara kami adalah Allah, kemudian istiqamah (committed) dengan prinsip
(visi) itu akan turun kepada mereka malaikat dengan berkata) janganlah takut, jangan
bersedih, berbahagialah kalian dengan syurga yang dijanjikan” (QS. Fushshilat (41):
30).

Pemimpin yang baik harus memiliki visi yang baik dan menunjukkan
komitmennya (visioner) sebagaimana Islam menuntut agar umatnya harus beriman
kepada Allah dengan iman yang benar “mukhlishina lahuddin al-hunafa’a” (QS.
Bayyinah (98): 5). Karena dengan demikian ia akan sampai kepada apa yang dicita-
citakan.
d. Inisiatif
Inisiatif merupakan salah satu prinsip penting yang harus dimiliki oleh
pemimpin/manajer. Pemimpin yang tidak memiliki inisiatif akan membuat organisasi
menjadi mandek serta tidak berkembang apalagi ingin ada perubahan, harapan agar
organisasi bertumbuh sesuai dengan perkembangan tidak akan tercapai, sekalipun
lingkungan (stakeholder) menghendaki.
Prinsip ini bermula dari pemimpin/manajer tidak mempunyai gagasan terkait
dengan tuntutan serta perkembangan situasi dalam mengantisipasi perubahan dan laju
perkembangan lingkungan . Dalam Alquran Allah mengatakan:
Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) Telah


selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu Telah selesai
mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang
mengatakan: apabila Telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.
Ayat ini mengisyaratkan prinsip inisiatif, bahwa seorang pemimpin tidak boleh
hanya terjebak dalam satu tugas rutinitas saja yang menyita hampir semua
waktu/masa tugasnya. Pemimpin/manajer yang efektif harus mampu memunculkan
inisiatifnya dalam mendorong dan mengembangkan organisasi yang dipimpinnya
sehingga dapat bersaing dan berkompetisi dengan organisasi sejenis dalam lingkungan
kompetetifnya. Dengan memiliki kemampuan demikian, lembaga/organisasi yang
dipimpinnya tidak akan tertinggal dalam merespons tuntutan perkembangan.
e. Rela Berkorban
Manajer/pemimpin yang baik/efektif senantiasa harus mengedepankan sikaf rela
berkorban. Pemimpin yang memiliki prinsip ini selalu memberi harapan bagi
lingkungannya bahwa ia dan organisasinya akan tetap menjalankan kewajiban-
kewajibannya serta memenuhi hak-hak, baik itu hak-hak bawahan/karyawan, hak
mereka yang dilayani (pelanggan) maupun hak-hak sosial sebagai bentuk komitmen
menyeluruh atas keberpihakannya terhadap lingkungan organisasi. Tipe
kepemimpinan seperti ini oleh Andy Kirana disebut kepemimpinan etis.
Prinsip ini banyak menghiasi hidup keseharian Rasulullah saw. serta para
sahabatnya. Mereka selalu rela mengorbankan apa yang ada pada diri mereka,
sekalipun apa yang diberikan itu sesuatu yang sangat mereka senangi.
Manajer/pemimpin demikian selalu memandang bahwa hidup ini adalah perjuangan
dan pengabdian. Dalam Alquran Allah berfirman:

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui” (QS At-Taubah (9) :41).
f.Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab merupakan prinsip yang melekat pada diri seorang
manajer/pimpinan setelah ia memangku suatu jabatan. Pimpinan yang tidak
bertanggung jawab berarti ia tidak menjalankan satu syarat penting sebagai
manajer/pimpinan, yaitu melaksanakan proses pelimpahan wewenang dari atasan
/pimpinan yang lebih tinggi. Pelimpahan wewenang (delegasi) terdiri dari tiga unsur
yaitu; kewenangan (authority), tugas/tanggung jawab (responsibility), dan
pertanggung jawaban (accountability).
Dalam sebuah hadis yang disampaikan oleh Ibnu Umar, Rasulullah bersabda
yang artinya ssebagai berikut: ”setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin
akan bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya” ( Riwayat Bukhari dan
Muslim). Jadi seorang manajer/pemimpin harus menjalankan prinsip ini untuk
memberikan pertanggung jawabannya, baik itu bertanggung jawab (memberi laporan)
kepada atasannya maupun bertanggung jawab terhadap bawahan, masyarakat,
pemerintah (stakeholder), lebih-lebih kepada Allah-tuhan pencipta alam semesta.
g. Percaya Diri
Percaya diri merupakan prinsip yang harus dimiliki pemimpin setelah memiliki
inisiatif. Bila pemimpin tidak percaya diri maka inisiatifnya tidak bakal terlaksana. Ia
tidak yakin akan kemampuan dirinya, sekalipun kapasitasnya sebagai pemimpin.
Visi/ide-idenya akan tenggelam dalam bayang-bayang ketidakpercayaan dirinya.
Prinsip percaya diri sangat terkait dengan sejauh mana seorang pemimpin
merasa pahit getirnya. Atau dengan kata lain seberapa besar pengalaman yang
dimiliki dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan/manajerial dan
kemasyarakatan. Dengan mengalami serta menjalankan tugas-tugasnya secara
langsung, ia akan melakukan proses trial and error. Karena itu seorang
manajer/pemimpin selain harus memiliki segudang pengalaman juga harus
menimbulkan rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi dalam merealisasikan
visi/misi (ide-ide) yang dimiliki.
Dalam Islam, percaya diri sangat berhubungan dengan kadar iman seseorang.
Bila imannya kepada Allah tinggi, maka rasa percaya diri menjadi besar. Namun bila
kadar imannya rendah, maka percaya dirinyapun menjadi rendah pula. Dalam Alquran
dikatakan:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap
mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
“(QS.al- Imran (3): 159).
h. Responsif
Pemimpin yang memiliki prinsip ini selalu merasa bahwa semua orang pasti
mempunyai kebutuhan. Kebutuhan yang diharapkan manusia itu ada yang sama dan
ada pula yang tidak sama. Pemimpin/manajer yang baik pasti selalu berusaha untuk
mengetahui kebutuhan orang lain, baik itu kebutuhan bawahan maupun kebutuhan
orang yang dilayani (pelanggan) dan berusaha sedapat mungkin agar dapat
merealisasikannya. Proses dimana seorang manajer/ pemimpin berusaha mengetahui
dan merealisasikan kebutuhan bawahan maupun kebutuhan pelanggan itulah biasanya
disebut responsif (tanggapa).
Dalam Islam, perasaan tanggap ini muncul akibat seseorang selalu menganggap
bahwa semua manusia sama dihadapan Allah. Tidak ada perbedaan antara satu
dengan yang lain secara prinsip baik dari segi ras, etnik, kelamin, ataupun bahasa,
kecuali takwanya kepada Allah. (QS. Al-Hujurat (49): 13), yang berbunyi sebagai
berikut:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
i. Empati
Empati sebenarnya merupakan gerbang (entry point) bagi lahirnya sikap
responsif di atas. Empati merupakan sikaf serta kemampuan seseorang
manajer/pemimpin memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Prinsip
empati hanya dimiliki oleh para pemimpin yang tanggap terhadap lingkungannya.
Pemimpin yang memiliki prinsip ini akan selalu dekat dengan masyarakat, baik itu
bawahan maupun orang yang dilayani. Ia akan bahagia jikalau bawahan atau
pelanggannya (orang yang dilayani) menjadi bahagia, dan ia akan resah bila mereka
mengalami kesulitan. Sikap seperti ini disinyalir dalam Alquran, sebagai berikut:
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikaf keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. (QS. Al-
Imran (3) : 159).

Empati adalah anugerah dari Allah berupa bisikan hati dan pikiran yang
menyejukkan dikala berhadapan dengan setiap orang. Manajer/pemimpin yang empati
selalu dekat dengan bawahan, merasakan setiap denyut nadi karyawannya, lapang
dalam bertindak, dan keputusannya selalu populis dan tidak tergesa-gesa (bijaksana).
j. Inovatif
Inovatif atau inovasi selalu beriringan dengan kreatifitas. Prinsip ini
meniscayakankan bagi pemimpin membuat pembaruan-pembaruan atau penemuan-
penemuan hal baru baik berupa produk, jasa, metode, kebijakan, tehnik dan
seterusnya yang bisa ditawarkan kapada pengguna (User).
Untuk sampai pada taraf ini, seorang pemimpin harus cerdas terutama dari sisi
intelektual. Karena seseorang yang secara intelek mampu, ia dapat menciptakan
sesuatu yang baru atau mampu mendisain sesuatu yang lama (merekayasa) dengan
kemasan dan tampilan baru.
Dalam Islam, umatnya dianjurkan untuk berperilaku sesuai dengan perilaku
(akhlak) tuhan (takhallaqu bi akhlaqillah). Diantara perilaku (akhlak) tuhan itu seperti
yang disebutkan dalam Alquran yakni Maha Mengetahui, Maha Pemurah, Maha
Penyayang, Raja, Maha Suci, Maha Sejahtera dan seterusnya sampai pada Maha
Pencipta, Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (QS. Al-Hasyr (59): 22-24), yang
berbunyi:

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.. Dialah Allah yang
tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang
Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha
Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk
Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan
bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
k. Toleran
Sikaf toleransi bagi seorang manajer/pemimpin dalam mengelola suatu
organisasi juga tidak kalah penting bila dibandingkan dengan prinsip-prinsip lain.
Prinsip ini memungkinkan pemimpin melakukan tugas-tugas koordinasi secara baik
dan berkesinambungan, terutama pada setiap level manajemen yang sama. Sikaf
toleran dalam banyak hal dapat memuluskan jalan diantara dua pendapat yang
berbeda. Sering pimpinan bagian/divisi/unit secara superior hanya mengandalkan
bagian, divisi, atau unitnya yang terbaik, dan menganggap bagian, divisi, atau unit
lain imperior dan tidak baik. Didalam Alquran konstatasinya demikian yang berbunyi
sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman Janganlah suatu kaum memperolok-olok kaum
yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang diperolok-olok lebih baik dari yang
memperolok–olok” (QS. Al- Hujurat (49) : 11).

Bila sikaf atau prinsip ini tumbuh, maka dampaknya akan dapat memperburuk
hubungan-hubungan kerja. Hubungan diantara sesama dalam organisasi dapat terbina
dengan baik, manakala semua pihak bisa bersikaf toleran, saling mendukung, serta
dapat mengabaikan kelemahan-kelemahan sesama. Organisasi bisa langgeng dan
berkinerja secara maksimal, bilamana diantara sesama karyawan, karyawan dan
pemimpin, maupun sebaliknya bisa saling menjaga, memelihara, dan bertenggang
rasa. Bahkan lebih dari itu saling memberi pertolongan diantara sesama.
l. Sederhana
Prinsip kesederhanaan merupakan suatu unsur penting yang harus dimiliki oleh
setiap pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menempatkan
posisinya ditengah-tengah orang yang ia pimpin. Maksudnya seorang pemimpin tidak
sewajarnya hanya dekat dengan orang-orang yang berada pada level atas saja, tapi
juga bisa mendengar dan melihat dari dekat problema-problema yang terjadi pada
orang-orang yang ada pada level bawah. Dengan menempatkan diri secara tepat,
berarti seorang pemimpin telah menunjukkan sikaf kesederhanaan.
Dalam Islam, umatnya dianjurkan untuk selalu bersikaf sederhana dalam setiap
kali bertindak, karena hanya dengan kesederhanaan kita dapat menjadi penengah yang
netral, yang tidak merugikan orang lain dikala mengambil suatu keputusan. Dalam
Alquran dikatakan:

Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat
yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata)
siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan
kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. Al- Baqarah (2) : 143).

m. Efektif dan Efisien


Dalam manajemen, efektifisien (efektif dan efisien) merupakan parameter bagi
keberhasilan atau kegagalan dari suatu pekerjaan. Suatu kegiatan dikatakan produktif
jika telah terjadi efisiensi pengelolaan masukan (input) dan efektif dalam setiap
pencapaian sasaran. Efektifisien yang tinggi akan menghasilkan produktifitas yang
tinggi.
Dalam suatu lembaga, faktor ini sangat erat kaitannya dengan proses
pemanfaatan sumber daya yang dimiliki dalam usaha mencapai tujuan dari
lembaga/organisasi. Sumber daya dimaksud antara lain seperti; biaya, tenaga kerja,
energi, material, waktu, dan teknologi. Bila semua sumber daya ini di-manage secara
baik sesuai takaran kebutuhan dari masing-masing program/kegiatan, maka tidak akan
terjadi pemborosan yang memungkinkan produknya menjadi mahal (high cost)
sehingga susah dijangkau oleh kalangan ekonomi lemah. Dalam Alquran nilai/prinsip
ini disinyalir sebagai berikut:

“ Dan janganlah kamu jadikan kedua tanganmu terbelenggu pada lehermu(kikir)


dan jangan pula terlalu mengulurkannya(boros), karena itu kamu akan menjadi tercela
dan menyesal”(QS. Al-Isra’(17): 29).
n. Keteladanan
Hampir disetiap organisasi terutama dinegara kita, pemimpin/manajer selalu
dijadikan contoh (panutan). Sikaf ini tidaklah berlebihan, sebab corak budaya kita
bersifat pathernalistik selain itu pemimpin/manajer dianggap sebagai orang yang
memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan mereka (bawahan). Karena itu
dalam beberapa lembaga/organisasi, para pemimpin/manajer biasanya melakukan
beberapa peranan strategis sehingga mereka selalu diapresiasi secara baik. Peranan-
peranan dimaksud antara lain seperti; bertindak sebagai tokoh (figurhead), pemimpin
(leader), penghubung (liason), juru bicara ( the spokes person), pihak yang
menyelesaikan gangguan (turbulance handler), perunding (negotiator), dan lain-lain.
Peranan-peranan itu menghendaki para bawahan senantiasa menghormati dan
menghargai setiap langkah dan kebijakan yang diambil setiap pemimpin, dengan tetap
mengedepankan azas-azas kebersamaan, kejujuran, dan keadilan, serta tidak bersikaf
like and dis like teristimewa dalam menilai dan mendistribusikan tugas dan tanggung
jawab.
Di dalam Islam, Nabi Muhammad saw. sebagai rasul dan pemimpin umat oleh
Alquran dipandang sebagai pribadi yang patut dicontoh. Sebab beliau dianggap telah
sukses dalam menjalankan tugas-tugasnya secara baik dengan mengedepankan sikaf-
sikaf terpuji yang semestinya ditiru. Dalam Alquran dikatakan:

Artinya: “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik
bagimu”(QS. Al-Ahzab (33): 21).
o. Terbuka
Keterbukaan (transparan) sesungguhnya merupakan suatu sikap yang dalam
manajemen modern sangat dianjurkan keberadaannya dalam suatu
lembaga/organisasi. Masyarakat dewasa ini terutama mereka yang pendidikannya
relatif baik, terkadang hanya percaya pada organisasi yang terbuka melaporkan
seluruh kegiatannya secara berkala kepada masyarakat (stakeholder) sebagai mitra
kerjanya. Organisasi akan berkinerja dan berkembang dengan baik manakala para
stakeholder merespons semua kegiatan organisasi secara baik pula. Karena itu agar
suatu organisasi eksis dimasyarakat dan bisa berkompetisi secara sehat, maka seluruh
pihak yang terlibat didalamnya khususnya pada level pimpinan (manajemen) harus
dapat bersikap transparan dalam mengelola organisasi, sehingga kredibilitas lembaga
tetap terjaga.
Di dalam Islam, sikaf transparan atau membuka (membeberkan dan
memberitahukan) apa yang diketahui tentang organisasi yang dipimpinnya kepada
masyarakat merupakan suatu sikap yang terpuji. Dalam Alquran disebutkan:

”Terhadap nikmat tuhanmu, maka hendaknya kamu sebut-sebutkan


(informasikan)” (QS. Adh-Dhuhaa (93): 11).

Anda mungkin juga menyukai