Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................................................ i
Daftar Isi........................................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Demokrasi.......................................................................................................................................... 2
1. Pengertian Demokrasi.................................................................................................................. 2
2. Gagasan Pendidikan Demokrasi.................................................................................................. 2
3. Tujuan Pendidikan Demokrasi..................................................................................................... 3
4. Macam-Macam Demokrasi.......................................................................................................... 3
5. Perkembangan Demokrasi di Indonesia................................................................................... 3-4
6. Demokrasi Sebagai Implementasi Sila Keempat..................................................................... 4-5
7. Islam dan Demokrasi................................................................................................................... 5
8. Pelaksanaan Demokrasi Yang Ideal............................................................................................ 5
B. Musyawarah....................................................................................................................................... 6
1. Pemberdayaan Masyarakat....................................................................................................... 7-9
2. Pemberdayaan Badan Legislatif.................................................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................................... 10
Daftar Pustaka.............................................................................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
2. Untuk memberikan pemahaman mengenai makna demokrasi dan perkembangannya
3. Untuk memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap demokrasi
4. Untuk mengetahui peran badan legislatif dan masyarakat dalam pelaksanaan musyawarah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata, yaitu demos, yang berarti
rakyat, dan cratein, yang berarti pemerintah. Maka dilihat dari arti katanya, istilah demokrasi mengandung
arti pemerintahan rakyat, yang kemudian lebih dikenal dengan pengertian pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat (government from the people, by the people, and for people).
Batasan demokrasi menurut pengertian secara harafiah diatas menimbulkan kontradiksi dalam
pemahamannya, karena dalam pengertian demikian berarti yang berjumlah lebih banyak memerintah yang
jumlahnya lebih sedikit, sedangkan dalam kenyataannya adalah sebaliknya, yaitu yang berjumlah lebih
sedikit memerintah, yang berjumlah lebih banyak diperintah. Mengenai pengertian demokrasi ini Jean
Jacques Rousseau mengemukakan: “Kalau dipegang arti kata seperti diartikan umum, maka demokrasi
yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan tidak ada. Adalah berlawanan dengan kodrat alam, bahwa
yang berjumlah terbesar memerintah, sedangkan yang paling sedikit harus diperintah”.
Berhubungan dengan hal itu, maka demokrasi dapat diberikan pengertian sebagi suatu sistem
pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat. Dari hal tersebut sesungguhnya pengertian demokrasi itu
mengalami perkembangan sejalan dengan paham dan asas yang dianut oleh suatu Negara dalam
kehidupan bernegara.
Negara-negara yang ada didunia kini mendasarkan diri atas paham dan asas demokrasi, meskipun
paham dan asas yang dianutnya tersebut didalam pelaksanaannya tidak sama atau berbeda, sehingga kita
mengenal adanya berbagai sebutan yang dikaitkan dengan paham demokrasi, seperti: social democracy,
liberal democracy, people democracy, guided democracy, dan sebagainya.
Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama antara Negara yang satu dengan lainnya dapat dilihat
dalam berbagai konstitusi Negara, dimana dikenal adanya macam-macam bentuk dan sistem
ketatanegaraan seperti: Negara kesatuan dan Negara federal, Negara republik dan Negara kerajaan,
dengan sistem yang dianutnya sepert: sistem satu kamar dan dua kamar, sistem pemerintahan parlementer
dan pemerintahan presidensil, sistem diktatorial dan sistem campuran, dan sebagainya.
Norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:
1) Pentingnya kesadaran akan pluralisme
2) Musyawarah
3) Pertimbangan moral
4) Pemufakatan yang jujur dan sehat
5) Pemenuhan segi-segi ekonomi
6) Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7) Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
2. Gagasan Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi menurut beberapa ahli sebagaimana berikut:
a. Dalam kamus New book of Knowledge volum 4 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan
demokrasi adalah demokrasi yang memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua orang,
tanpa membedakan suku, kepercayaan, warna dan status social.
b. Vebrianto
Pendidikan demokrasi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang lama kepada setiap anak
(pesert didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan
kemampuannya.
c. Sugarda Purbakatwaja
Pendidikan demokrasi adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan
pengajaran dan pendidikan secara adil.
d. M. Muchyidin Dimjati dan M. Roqib
Pendidikan demokrasi adalah pendidikan yang berprinsip dasar rasa cinta dan kasih sayang terhadap
semua.
e. Fuad Ichsan
Pendidikan demokrasi secara luas mengandung tiga hal, yaitu:
1. Rasa hormat terhadap harkat sesame manusia
2. Setiap manusia memililiki perubahan ke arah pikiran yang sehat
3. Rela berbakti pada kepentingan/ kesejahteraan Bersama
2
3. Tujuan Pendidikan Demokrasi
Tujuan pendidikan demokrasi adalah untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
berpikir demokratis, selain itu agar warga negara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggung jawab
sebagai warga negara yang demokratis. Demikian, pendidikan demokrasi demokrasi bukan hanya sekedar
memberikan pengetahuan dan praktek demokrasi, tetapi juga menghasilkan masyarakat dan warga negara
yang berpendirian teguh, mandiri, memiliki sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh kedepan.
4. Macam-Macam Demokrasi
Secara umum demokrasi yang dipakai dalam suatu negara sangat banyak macamnya. Jadi saya
akan menyampaikan berdasarkan kategori tertentu dalam pembagian demokrasi ini.
a. Berdasarkan penyaluran kehendak rakyat :
1) Demokrasi Langsung (Direct Democracy)
adalah demokrasi yang secara langsung melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan
suatu negara. Pada demokrasi langsung, rakyat berpartisipasi dalam pemilihan umum dan
menyampaikan kehendaknya secara langsung.
2) Demokrasi Tidak Langsung (Indirect Democracy)
adalah demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat dalam pengambilan suatu keputusan
negara secara tidak langsung, artinya rakyat mengirimkan wakil yang telah dipercaya untuk
menyampaikan kehendak mereka. Jadi disini wakil rakyat yang terlibat secara langsung
menjadi perantara seluruh rakyat.
1) Demokrasi Formal adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang politik tanpa
mengurangi kesenjangan ekonomi.
2) Demokrasi Material adalah demokrasi yang fokus perhatiannya pada bidang ekonomi tanpa
mengurangi kesenjangan politik.
3) Demokrasi Gabungan adalah demokrasi yang fokus perhatiannya sama besar terhadap
bidang politik dan ekonomi, indonesia menganut sistem demokrasi gabungan ini.
1) Demokrasi Liberal, yaitu demokrasi yang didasarkan atas hak individu suatu warga negara,
artinya individu memiliki dominasi dalam demokrasi ini. Pemerintah tidak banyak ikut
campur dalam kehidupan bermasyarakat, yang artinya kekuasaan pemerintah terbatas.
Demokrasi Liberal disebut juga demokrasi konstitusi yang kekuasaanya hanya dibatasi oleh
konstitusi.
2) Demokrasi Komunis, yaitu demokrasi yang didasarkan atas hak pemerintah dalam suatu
negara, artinya pemerintah memiliki dominasi dalam demokrasi ini. Demokrasi komunis
dapat dikatakan kebalikan dari demokrasi liberal. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh
penguasa tertinggi, kekuasaan pemerintah tidak terbatas. Kekuasaan pemerintah tidak
dibatasi dan bersifat totaliter, sehingga hak individu tidak berpengaruh terhadap kehendak
pemerintah.
3) Demokrasi Pancasila, demokrasi inilah yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasar
kepada pancasila.
5
B. Musyawarah
Kata musyawarah terambil dari kata ( ) شورsyawara yang pada mulanya bermakna “mengeluarkan
madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat
diambil / di keluarkan dari yang lain ( termasuk pendapat). Orang yang bermusyawarah bagaikan orang
yang minum madu. (Quraish Shihab : 2001)
Dari makna dasarnya ini diketahui bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri dari peserta dan
pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta musyawarah adalah
bagaikan lebah yang bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama dan hanya makan dari hal- hal yang
baik saja ( disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan gangguan apalagi merusak dimanapun
ia hinggap dengan catatan ia tidak diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan isi
atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu bukan hanya manis tapi
juga menjadi obat dan karenanya menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah hakekat dan semangat
sebenarnya dari musyawarah. Karenanya kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk hal- hal yang baik-
baik saja.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan maksudnya : urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi,
kemasyarakatan dan lain-lainnya.kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal-lah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (Q.S. Ali Imran :
159)
Perintah bermusyawarah pada ayat diatas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang uhud.
Ketika itu menjelang pertempuran, Nabi mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk memusyawarahkan
bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah. Nabi
cenderung bertahan di kota Madinah, dan tidak keluar menghadapi musuh yang datang dari mekah.
Sahabat-sahabat beliau, terutama kamu muda yang penuh semangat mendesak agar kaum muslim,
dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW keluar menghadapi musuh.
Pendapat mereka itu mendapat dukungan mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya. Tetapi,
peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh puluh orang.
Konteks turunnya ayat ini, serta kondisi psikologis yang dialami Nabi dan sahabat beliau amat perlu
digaris bawahi untuk melihat bagaimana pandangan Al-Quran tentang musyawarah.
Ayat ini seakan-akan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap dipertahankan dan
dilanjutkan. Walaupun terbukti pendapat yang mereka putuskan keliru. Kesalahan mayoritas lebih dapat
ditoleransi dan dapat menjadi tanggung jawab bersama, dibandingkan dengan kesalahan seseorang
meskipun diakui kejituan pendapatnya sekalipun.
Dari ayat tersebut dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah:
1. Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi pemimpin harus
menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
2. Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab
tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
3. Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan
permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah sebabnya yang harus mengiringi musyawarah adalah
permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi.
4. Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, bertawakkal.
Kita sering mendengar mengenai Syura jika berbicara tentang musyawarah. Syura, sebenarnya
adalah suatu forum, dimana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembuk,
tukar pikiran, membentuk pendapat, dan memcahkan suatu persoalan bersama.
Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan bersama dengan
maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Bermusyawarah artinya berunding atau
berembug. Sedangkan permusyawaratan berarti berunding. Sehingga jelaslah bahwa permusyawaratan
dalam sila keempat Pancasila merupakan perundingan dalam rangka pembahasan bersama dengan
maksud untuk mencapai keputusan terhadap suatu masalah yang menyangkut orang banyak.
Orang –orang yang bisa dan layak bermusyawarah sebagaimana yang terisrat dalam Q.S Asy –
Syura : 38, bahwa setiap persoalan yang dipecahkan secara kolektif kolegial akan memberikan manfaat
dan kemashlahatan yang luas. Bahkan Islam sebagai rahmatan lil alamin tidak membatasi keterlibatan
non Islam dalam menyumbangkan sarannya untuk memcahkan masalah. Karena musyawarah dalam
Islam bersifat inklusif.
Dengan demikian, esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada anggota
masyarakat yang memiliki kemamapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
6
1. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan mempunyai
rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian, hal tersebut
dikarenakan belum ada definisi yang tegas mengenai konsep pemberdayaan. Oleh karena itu,
agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan maka perlu
mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan
masyarakat.
Pertama akan kita pahami pengertian tentang pemberdayaan. Menurut Sulistiyani
(2004 : 77) secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti
kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat
dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya
(kekuatan/kemampuan) kepada pihak yang belum berdaya. Kedua pengertian tentang
masyarakat, menurut Soetomo (2011 : 25) masyarakat adalah sekumpulan orang yang saling
berinteraksi secara kontinyu, sehingga terdapat relasi sosial yang terpola, terorganisasi.
Dari kedua definisi tersebut bila digabungkan dapat dipahami makna pemberdayaan
masyarakat. Namun sebelum kita tarik kesimpulan, terlebih dahulu kita pahami makna
pemberdayaan masyarakat menurut para ahli. Menurut Moh. Ali Aziz, dkk (2005 : 136) :
“Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat, khususnya mereka
yang kurang memiliki akses ke sumber daya pembangunan, didorong untuk meningkatkan
kemandiriannya di dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pemberdayaan masyarakat
juga merupakan proses siklus terus-menerus, proses partisipatif di mana anggota masyarakat
bekerja sama dalam kelompok formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan
pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi, pemberdayaan masyarakat lebih
merupakan suatu proses”.
Selanjutnya pemaknaan pemberdayaan masyarakat menurut Madekhan Ali (2007 : 86)
yang mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai berikut ini: “Pemberdayaan
masyarakat sebagai sebuah bentuk partisipasi untuk membebaskan diri mereka sendiri dari
ketergantungan mental maupun fisik. Partisipasi masyarakat menjadi satu elemen pokok dalam
strategi pemberdayaan dan pembangunan masyarakat, dengan alasan; pertama, partisipasi
masyarakat merupakan satu perangkat ampuh untuk memobilisasi sumber daya lokal,
mengorganisir serta membuka tenaga, kearifan, dan kreativitas masyarakat.Kedua, partisipasi
masyarakat juga membantu upaya identifikasi dini terhadap kebutuhan masyarakat”.
Mengacu pada pengertian dan teori para ahli di atas, dalam penelitian ini
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga masyarakat dapat mencapai
kemandirian. Kemudian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya
untuk meningkatkan daya atau kekuatan pada masyarakat dengan cara memberi dorongan,
peluang, kesempatan, dan perlindungan dengan tidak mengatur dan mengendalikan kegiatan
masyarakat yang diberdayakan untuk mengembangkan potensinya sehingga masyarakat
tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan mengaktualisasikan diri atau berpartisipasi
melalui berbagai aktivitas.
b.Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani (2004 :
80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut
meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan
tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses
belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu
ke waktu.
Berikut tujuan pemberdayaan menurut Tjokowinoto dalam Christie S (2005: 16) yang
dirumuskan dalam 3 (tiga) bidang yaitu ekonomi, politik, dan sosial budaya; “Kegiatan
pemberdayaan harus dilaksanakan secara menyeluruh mencakup segala aspek kehidupan
masyarakat untuk membebaskan kelompok masyarakat dari dominasi kekuasan yang meliputi
bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Konsep pemberdayaan dibidang ekonomi adalah
usaha menjadikan ekonomi yang kuat, besar, mandiri, dan berdaya saing tinggi dalam
mekanisme pasar yang besar dimana terdapat proses penguatan golongan ekonomi lemah.
Sedang pemberdayaan dibidang politik merupakan upaya penguatan rakyat kecil dalam proses
pengambilan keputuan yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya atau
7
kehidupan mereka sendiri. Konsep pemberdayaan masyarakat di bidang sosial budaya
merupakan upaya penguatan rakyat kecil melalui peningkatan, penguatan, dan penegakan nilai-
nilai, gagasan, dan norma-norma, serta mendorong terwujudnya organisasi sosial yang mampu
memberi kontrol terhadap perlakuan-perlakuan politik dan ekonomi yang jauh dari moralitas”.
Dari paparan tersebut dapat kita simpulkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan,
kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan
kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan,
pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya
produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, kesempatan pengambilan
keputusan yang terbatas.
Kemudian ketidakberdayaan adalah melemahnya kapital sosial yang ada di masyarakat
(gotong royong, kepedulian, musyawarah, dan kswadayaan) yang pada gilirannya dapat
mendorong pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian,
kebersamaan, dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.
c. Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Berdasar pendapat Sunyoto Usman (2003 : 40-47 ) ada beberapa strategi yang dapat
menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan
masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. Dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu; pertama, menciptakan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik
tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang
dapat dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering), upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat
kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, lapangan
kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Berbicara tentang pendekatan, bila dilihat dari proses dan mekanisme perumusan
program pembangunan masyarakat, pendekatan pemberdayaan cenderung mengutamakan alur
dari bawah ke atas atau lebih dikenal pendekatan bottom-up. Pendekatan ini merupakan upaya
melibatkan semua pihak sejak awal, sehingga setiap keputusan yang diambil dalam
perencanaan adalah keputusan mereka bersama, dan mendorong keterlibatan dan komitmen
sepenuhnya untuk melaksanakannya.
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka perencanaan dan penentuan
kebijakan, atau dalam pengambilan keputusan. Model pendekatan dari bawah mencoba
melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan. Pendekatan yang dilakukan tidak
berangkat dari luar melainkan dari dalam. Seperangkat masalah dan kebutuhan dirumuskan
bersama, sejumlah nilai dan sistem dipahami bersama. Model bottom memulai dengan situasi
dan kondisi serta potensi lokal. Dengan kata lain model kedua ini menampatkan manusia
sebagai subyek. Pendekatan “bottom up” lebih memungkinkan penggalian dana masyarakat
untuk pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih merasa
“memiliki”, dan merasa turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan, yang
nota bene memang untuk kepentingan mereka sendiri. Betapa pun pendekatan bottom-up
memberikan kesan lebih manusiawi dan memberikan harapan yang lebih baik, namun tidak
lepas dari kekurangannya, model ini membutuhkan waktu yang lama dan belum menemukan
bentuknya yang mapan.
d.Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan
menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, sebagai berikut:
1) Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan
serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta
kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
2) Pendamping sebagai Fasilitator
Masyarakat sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya
pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau
guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan
menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan
8
masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.
Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara
bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada
warga masyarakat itu sendiri.
3) Saling Belajar
Saling Berbagi Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk
pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan
tradisional masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan
harus dibiarkan tidak berubah.
2. Pemberdayaan Badan Legislatif
Sistem perwakilan akan lebih sulit dibandingkan dengan sistem langsung, selama
badan legislatif berkualitas. Badan legislatif menduduki posisi sentral, karena anggota badan
legislatif merupakan politisi yang mendapat mandat dari rakyat pemilih untuk mewakili
kepentingan mereka, bukan sekedar sebagai pengesah dan pendukung kebijakan pemerintah.
Persoaalan lain yang menyangkut pemberdayaan legislatif adalah peningkatan
profesionalisme anggota legislatif. Rekruitmen anggota legislatif sering tidak memperhatikan latar
belakang pendidikan dan pengalaman professional anggota, sehingga siapapun yang diusulkan
partai dapat menjadi anggota DPR tanpa melalui tahapan evaluasi terhadap calon secara maksimal.
Kondisi inilah yang sering membuat anggota DPR kurang tanggap terhadap tuntutan dan harapan
masyarakat banyak. Hanya segelintir anggota DPR yang memiliki kemampuan dan keberanian
untuk menyuarakan penderitaan rakyat. Selebihnya, mereka kurang berusaha menyentuh aspirasi
yang selalu tumbuh dari masyarakat.
Pemberdayaan badan legislatif dapat dilakukan dengan menjadikan lembaga legislatif
yang kritis terhadap implementasi kebijakan pemerintah. Di samping itu, badan legislatif juga
perlu mempertimbangkan upaya untuk terus meningkatkan profesionalisasi anggota badan
legislatif dengan mempertimbangkan pendidikan, latar belakang prifesional, serta usia calon
anggota legislatif dalam proses pencalonan (recruitment) anggota legislatif. Di Jerman, misalnya,
rekruitmen anggota legislatif sejak dekade akhir abad ke-20 mulai meningkatkan persyaratan: usia
diatas 40 tahun, berpendidikan tinggi dengan latar belakang profesional yang jelas, dan memiliki
pengalaman dan keahlian yang berhubngan dengan politik. (Chamim, 2003:134-135)
Menurut Dahlan, (2000:1058-1059) bahwa ada tiga syarat mutlak yang harus dimiliki
oleh setiap wakil rakyat, yakni: (1) sifat adil terhadap siapa saja dan senantiasa memelihara
wibawaan nama baik; (2) pengetahuan yang memadahi tentang seluk-beluk Negara
(ketatanegaran) sehingga mampu menentukan pilihan dengan membedakan siapa yang paling
berhak untuk diangkat menjadi imam (kepala Negara) dengan berbagai ketentuan; dan (3)
wawasan luas dan kebijaksanaan sehingga mampu menilai berbagai alternatif serta memilih yang
terbaik untuk umat sesuai dengan kemaslahatannya dan menjauhkan yang dapat
membahayakannya. Di samping itu, ia juga harus senantiasa memperhatikan tradisi yang sudah
mapan di masyarakat.
Ketika Undang-Undang Guru dan Dosen sudah diundangkan dan diberlakukan, bahwa
guru Sekolah Dasar, bahkan guru Taman Kanak-Kanak saja minimal harus berpendidikan S1
(yang sesuai), maka tidak mustahil dan sudah saatnya apabila anggota legislatif yang merupakan
dewan terhormat, ini masih cukup berpendidikan SMP atau yang sederajat. Dan yang lebih
menyakitkan lagi ijazahnya hanya SMP yang disinyalir ada yang aspal. Memang, kualitas tidak
identik dengan jenjang pendidikan.
Karakter seorang anggota legislatif hendaknya memiliki empat dasar sifat utama, yakni
(1) tabligh, artinya menyampaikan; (2) siddiq, artinya benar apa yang diucapkan, tidak berbohong
apalagi membohongi; (3) amanah, menyampaikan apa yang harus disampaikan, tidak korup, dll;
(4) fathonah, artinya cerdas, baik cerdas dalam intelektual, spiritual, emosional maupun sosial.
Apabila badan legislatif beranggotakan individu-individu yang berkualitas, kami yakin
apa yang ditakutkan terjadinya politik uang dalam pemilihan presiden maupun pilgub dan pilbup
tidak akan terjadi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demi mewujudnya demokrasi yang sesuai dengan cita-cita bangsa dalam Pancasila, maka kita harus
menjalani norma-norma yang menjadi pandangan hidup demokrasi:
1) Pentingnya kesadaran akan pluralisme
2) Musyawarah
3) Pertimbangan moral
4) Pemufakatan yang jujur dan sehat
5) Pemenuhan segi-segi ekonomi
6) Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai itikad baik masing-masing
7) Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
Pada akhirnya demokrasi yang sesungguhnya, dalam pelaksanaannya haruslah merujuk pada
permusyawratan (musyawarah). Dimana esensi musyawarah adalah pemberian kesempatan kepada
anggota masyarakat yang memiliki kemmapuan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
yang mengikat, baik dalam bentuk aturan-aturan hukum atau kebijaksanaan politik.
Dengan hal tersebut, maka perwujudan dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia dapat menuju cita-
cita bangsa yang sesungguhnya. Dan idealisme terhadap demokrasi diharapkan dapat dijiwai oleh setiap
warga Negara sehingga tidak lagi memunculkan praktik-praktik demokrasi jual beli yang masih terus
berlanjut hingga saat ini.
10
DAFTAR PUSTAKA
Saepuloh, Aep dan Tarsono, Modul Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Islam, Bandung,
Batik Press, 2012.
Al Marsudi, Subandi, Pancasila dan UUD 45: Dalam Paradigma Reformasi , Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012.
Sulaiman, Asep, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung: Asman Press, 2012.
Abdul Qaadir Haamid, Tijani. 2001. Pemikiran Politik dalam Islam; Terjemahan oleh Abdul Hayyie al-
Kattani dkk dari Ushulul Fikris-Siyaasi fil-Qur’aanil-Makki. Jakarta: Gema Insani Pers
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://klinikmahathir.blogspot.com/2007/05/demokrasi-gaya-malaysia-lebih-diyakini.html
http://lkii.icminorthamerica.org/bahan/LKII/Musyawarah.pdf
Muhammad Al-Maqdisiy, Abu. 2008. Demokrasi Sejalan dengan Islam?. Jakarta: Ar Rahmah Media.
11
MAKALAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
“ISLAM, MUSYAWARAH, DAN DEMOKRASI”
Dosen Pengampu: Elan Karlana, Ir.,Mp
Oleh: Kelompok 7
Nurul Aeni (1177040055)
Sandi Sandrian (1177040069)
Sofi Luthfiah Al Hazna (1177040074)
Zhafarina Adzra (1177040091)
Kelas: Kimia-IB
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017