Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PAHAM DAN ALIRAN DALAM AKIDAH ISLAM

(JABARIYAH DAN QADARIYAH)


Dosen Pengampu : Dr. Sitti Jamilah Amin, M.Ag.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

NUR PADILAH KHAERANI : 19.3100.007

ANNISA NUR RAMADHANI : 19.3100.055

WAHYUDDIN JULPIAN SAPUTRA : 19.3100.066

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE


[lFAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
2019
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt. Karena berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “paham dan aliran dalam akidah
islam (Jabariah dan Qadariyah)” ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang telah
diberikan kepada kami oleh dosen pengampuh mata kuliah atas nama Dr. Sitti Jamilah Amin,
M.Ag.

Didalam makalah ini kami menjabarkan berbagai pemahaman tentang ”pengertian


paham aliran jabariyah dan qadariyah, tokoh, ciri-ciri serta latar belakang munculya paham
aliran jabariyah dan qadariyah dan. dalam pembuatan makalah ini kami mengambil referensi
dari sejumlah buku dan bersumber dari internet.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi kita semua
terutama bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.

Parepare, 19 september 2019

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................................5
C. Tujuan penulisan.............................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
1. Pengertian paham aliran Jabariyah dan qadariyah..........................................................................6
2. Tokoh-tokoh aliran jabariyah dan qadariyah...................................................................................8
3. Ciri-ciri paham aliran jabariyah dan qadariyah................................................................................9
4. Doktrin paham aliran jabariyah dan qadariyah................................................................................9
5. Lahirnya paham jabariyah dan qadariyah :....................................................................................11
BAB III........................................................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................15
B. Daftar pustaka...................................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam sejarah agama Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan
umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk
diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan. Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang
tidak bisa dirubah lagi, dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab
agama, terutama dalam kitab-kitab ushuluddin.

Barang siapa yang membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai didalamnya


perkataan-perkataan: Syiah, Khawarij, Qodariah, Jabariah, Sunny (Ahlussunnah Wal Jamaaah),
Asy-Ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak
heran melihat membaca hal ini karena Nabi Muhammad SAW sudah juga mengabarkan pada
masa hidup beliau.

Pada  Islam zaman klasik terjadi peperangan antara kaum Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah, yang mana peperangan ini dilatar belakangi oleh pemilihan khilafah dan difitnahnya
sahabat Ali telah membunuh sahabat Usman bin Affan

          Peperangan terjadi begitu sengit, hingga akhirnya Ali bin Abi Thalib dan kaumnya hampir
memenangkan peperangan. Akan tetapi ditengah-tengah peperangan salah satu dari kaum
Muawiyah mengangkat Al-Qur’an, mengajak Ali bin Abi Thalib menyelesaikan peperangan
dengan cara tahkim, dan Alipun menerimnya.

Dari sinilah awal mula muncul aliran-aliran dalam Islam yang mana pada awal kemunculannya
mereka membahas tentang politik, hingga akhirnya mereka membahas tentang siapa yang kafir
dan siapa yang mukmin.

            Dari kejadian diatas muncul beberapa aliran dalam Islam dan setiap aliran memiliki
pemikiran-pemikirannya sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat tentang
perbedaan pemikiran aliran-aliran dalam islam tentang pelaku dosa besar.

4
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paham aliran jabariyah dan qadariyah?
2. Bagaimana sejarah lahirnya paham aliran jabariyah dan qadariyah?
3. Ciri ciri paham aliran jabariyah dan qadariyah!
4. Tokoh tokoh paham aliran jabariyah dan qadariyah

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian dari paham aliran jabaruyah dan qadariyah
2. Mengetahui sejarah awal mula munculnya paham aliran jabariyah dan qadariyah
3. Mengetahui ciri-ciri paham aliran jabariyah dan qadariyah
4. Mengetahui siapakah tokoh-tokoh paham aliran jabariyah dan qadariyah

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian paham aliran Jabariyah dan qadariyah

 Pengertian aliran jabariyah


Nama jabariyah berasal dari kata arab jabara yang berarti memaksa. Paham jabariyah
yaitu sebuah paham yang mengharuskan manusia pasrah dengan kuasa tuhan artinya bahwa
manusia tidak punya andil sama sekali atas dirinya sendiri. Paham ini membuat manusia tidak
bebas untuk berbuat apapun karena semuanya telah ditentukan oleh tuhan dan semuanya
sudah berdasarkan qadha’ dan qadar tuhan atau disebut juga dengan fatalisme. Paham ini
sangat berlawanan dengan paham qadariyah yang menyebutkan bahwa manusia yang
menentukan nasibnya sendiri tanpa ada campur tangan dari tuhan.

Paham jabariyah ini berpendapat bahwa Qada dan Qadar Tuhan yang berlaku bagi
segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang adanya kebebasan manusia
untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya . Oleh karena itu menurut mereka,
seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah.

Jabariyah terbagi atas dua kelompok utama, yaitu:


1. Jabariyah murni atau ekstrim,yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān paham fatalisme ini
beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tanpa ada
kaitan sedikit pun dengan manusia, tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Manusia sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa, dan tidak memiliki daya untuk
berbuat. Manusia bagaikan selembar bulu yang diterbangkan angin, mengikuti takdir yang
membawanya

Manusia dipaksa, sama dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati.
Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti
majāzī atau kiasan. Seperti halnya “perbuatan” yang berasal dari benda-benda mati. Misalnya
dikatakan: pohon berbuah, air mengalir,batu bergerak, matahari terbit dan terbenam, langit
mendung dan menurunkan hujan, bumi bergerak dan menghasilkan tumbuh-tumbuhan, dan
sebagainya. Selain itu, menurut mereka pahala dan dosa ditentukan sebagaimana halnya

6
dengan semua perbuatan. Jika demikian, maka pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
juga merupakan suatu paksaan. Kalau seseorang mencuri atau minum khamr misalnya, maka
perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan
qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Dengan kata lain bahwa ia mencuri dan meminum
khamr bukanlah atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya untuk berbuat demikian.

2. Jabariyah moderat, yang dibawa oleh al-Husain bin Muhammad al-Najjār. Dia
mengatakan bahwa Allah berkehendak artinya bahwa Dia tidak terpaksa atau dipaksa. Allah
adalah pencipta dari semua perbuatan manusia, yang baik dan yang buruk, yang benar dan
yang salah, tetapi manusia mempunyai andil dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatannnya. Dan inilah yang disebut dengan kasb. Paham ini juga dibawakan oleh Dhirār bin
‘Amru. Ketika dia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakikatnya
diciptakan oleh Allah, dan manusia juga pada hakikatnya memiliki bahagian untuk mewujudkan
berbuatannya. Dengan demikian, menurutnya bisa saja sebuah tindakan dilakukan oleh dua
pelaku. Paham moderat ini mengakui adanya intervensi manusia dalam perbuatannya. Karena
manusia telah memiliki bahagian yang efektif dalam mewujudkan perbuatannya. Sehingga
manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan dalang. Menurut paham ini, Tuhan dan
manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.

 Pengertian paham aliran Qadariyah


Kata Qadariyah berasal dari bahasa arab dari kata, qadara yang artinya “kemapuan” dan
“kekuatan”. Qadariyah adalah suatu paham bahwa manusia mempunyai kebebasan
berkehendak dan punya kemampuan untuk berbuat. Kelompok yang menganut aliran ini
berkeyakinan bahwa semua perbuatan manusia terwujud karena kehendaknya dan
kemampuan manusia itu sendiri. Manusia dapat melakukan sendiri semua perbuatan sesuai
kemampuan yang dimilikinya.

Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.
Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya. Berdasarkan pengertian
tersebut , qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan
dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya.

Penganut paham aliran Qadariyah ini adalah fiqrah yang mengingkari ilmu Allah
terhadap perbuatan yang belum terjadi, dan Allah belum membuat ketentuan apa-apa. Mereka
katakan bahwa takdir itu tidak ada, semua perkaranya adalah kejadian yang baru ada pada saat

7
terjadi. Dan sebelum perkara terjadi Allah tidak menentukan dan tidak mengetahuinya, serta
hanya tahu setelah terjadi. Mereka juga menyatakan bahwa Allah tidak menentukan apa-apa
dan bukan pencipta perbuatan manusia.

Dalam teologi modern, paham qadariyah ini dikenal dengan nama free will, freedom of
willingness atau freedom of action, yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk
berbuat. Sebenanrnya paham Qadariyah lebih tepat ditujukan pada kelompok yang
menyatakan bahwa qadar Allah SWT telah menentukan segala tingkah laku manusia, baik
perilaku yang baik maupun yang jahat.

Paham ini muncul sekitar tahun 70 H/689 M di bawah pimpinan ma’bad Al-juhni Al-bisri
dan Ghoelan Ad-Dimasyiqi pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan(685-
705). Ma’bad mengembangkannya di Irak dan Ghoelan di daeha syam. Sementara itu, Ahmad
Amin menambahkan seorang tokoh bernama Ja’ad bin Dirham. Mereka bertiga disebut-sebut
sebagai pelopor Qadariyah yang pertama.

Latar belakang munculnya paham ini adalah setelah kaum muslim menguasai daerah
yang luas sehingga terjadi asimilasi dan penetrasi kebudayaan dengan orang non-Arab. Pada
waktu yang sama banyak bangsa non-Arab masuk islam, diantara mereka masih banyak
terpengaruh agama dan kebudayaan nenek moyangnya. Oleh sebab itu, tidak dapat dihindari
timbulnya asumsi bahwa paham Qadariyah dipengaruhi oleh teologi dan kebudayaan dari luar
islam.

2. Tokoh-tokoh aliran jabariyah dan qadariyah

 Aliran Jabariyah
a. Al-Ja’d bin Dirham
Pendapat-pendapatnya :
 Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an
surat An-Nisa ayat 164.
 Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari
surat An-Nisa.
b.      Jahm Ibnu Shafwan
c.       Husain bin Muhammad An-Najjar
d.      Adh-Dhirar

 Aliran qadariyah

a. Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham

8
b. Abi Syamr dan Ibnu Syahib
c. Galiani al-Damasqi
d. Saleh Qubbah
e. Ibnu Sauda' Abdullah bin Saba' Al-Yahudi
f. Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)
g. Al-jahm bin Shafwan

3. Ciri-ciri paham aliran jabariyah dan qadariyah

 Ciri ciri paham aliran jabariyah


1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun,setiap perbuatannya
baik yang jahat, buruk atau baik semata allah yang menentukannya.
2. Bahwa allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi
3. Ilmu allah bersifat huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan
5. Bahwa allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaannya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah allah semata
7. Bahwa allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga
8. Bahwa alqur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah

 Ciri ciri paham aliran qadariyah


1. Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan
dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada
campur tangan alah swt.
2. Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak memengaruhi
iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
3. Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa gesa menjalankan ibadah dan amal-amal
kebajikan.

4. Doktrin paham aliran jabariyah dan qadariyah

 Doktrin paham aliran jabariyah


1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa, tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2. Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal, kecuali tuhan.

9
3. Iman adalah makrifat kepada Allah SWT. Atau membenarkan dalam hati.
4. Kalam tuhan adalah makhluk Allah SWT. Dari segala sifat dan keserupaaan
dengan manusia, seperti berbicara, mendengar dan melihat demikian pula,
Tuhan tidak dapat dilihat dengan indra mata di akhirat kelak.

 Dokrin Qadariyah

Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebutkan pokok-pokok ajaran
Qadariyah sebagai berikut :

1) Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukan mukmin, tapi fasik dan orang
fasik itu masuk neraka secara kekal.

2) Allah Swt. tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia yang
menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik atas segala
amal baiknya, dan menerima balasan buruk atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa
karena itu pula, maka Allah Swt berhak disebut adil.

3) Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah Swt itu Maha Esa atau satu dalam arti
bahwa Allah Swt tidak memiliki sifat-sifat azali, seperti al-ilm, al-hayat, mendengar dan melihat
yang bukan dengan dzat-Nya sendiri. Menurut mereka Allah Swt., itu mengetahui, berkuasa,
hidup, mendengar, dan melihat dengan dzat-Nya sendiri. 4) Kaum Qadariyah berpendapat
bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun
Allah Swt tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang
menyebabkan baik atau buruk.

Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
hal baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah
memilliki takdir yang tidak dapat diubah manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat
lain, kecuali mengikuti hukum alam.

Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang
mampu berenang di lautanlepas. Akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang
kreatig. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil, manusia
dapat meniru apa yang dimiliki ikan sehingga dia dapat juga berenang di laut lepas. Disinilah
terlihat semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar
tidak sanggup diketahui adal ah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia? Siapa dapat
membatasi daya imajinasi manusia? Dan dimana batas akhir kreatifitas manusia?

10
Dengan pemahaman semacam ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada Tuhan.

5. Lahirnya paham jabariyah dan qadariyah :

Kaum muslimin pada tahun terakhir abad pertama hijriyah, menggeluti problematika
jabar dan ikhtiar. Hal ini tentang dua sikap yakni menerima dan menolak, kanan dan kiri, di
Damaskus, Madinah, dan Basrah, ahli hadis, para da’i dan para penguasa ambil bagian dalam
masalah ini. Misal diantaranya lebih condong memegangi pendapat tentang adanya kebebasan
kehendak disebut aliran Qadariah karena mereka menetapkan bahwa manusia memiliki
kemampuan atas perbuatan-perbuatannya.

Pemberian nama aliran Qadariah ini tidak terlepas dari adanya kekaburan dan
kontradiksi, boleh jadi penamaan tersebut dimaksud untuk menyindir dan menegur, tokoh
aliran ini yaitu Ma’bad al-Juhani dan Gailan al-Dimasyqi. Namun, kelompok lain berpendapat
bahwa manusia terpaksa, tidak bebas memilih. Karena manusia tidak mempunyai kehendak
dan kemampuan, tidak bisa apa-apa kecuali yang kehendaki oleh Allah, tidak mempunyai
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu, tetapi semua perbuatannya diciptakan oleh Allah
SWT. Mereka disebut aliran Jabariah. Sebagai pemimpinnya adalah al-Jahm bin Safwan.

Pada awalnya ada tiga kelompok yang mengobarkan problematika ini, dua diantaranya
adalah Qadariah dan satu Jabariyah. Mereka dikenal berani mengkritik para khalifah Bani
Umayyah dan menolak banyak upaya para khalifah tersebut. Mereka diberi lisan yang cakap
untuk berbicara dan argumentasi yang kuat. Mereka berjuang, dalam rangka mempertahankan
pendapat, sampai menyerahkan nyawa mereka sebagai saksi-saksi kebenaran dan prinsip.
Mereka tidak menemukan pendapat yang diulang dan dilestarikan atas nama mereka. Kami
akan memfokuskan diri untuk menapak tilas agar kami dapat menjelaskan sebagaimana mereka
menggambarkan problematika Jabariyah dan Ikhtiahriah dan bagaimana mereka menuliskan
titik permulaannya.

1. Ma’bad al-Juhani ( 80 H – 699 M ) adalah seorang tabi’i dan ahli hadist,di samping
sebagai orang pertama yang menyerukan pendapat tentang kebebasan kehendak. Ia
lahir di Basrah, berpindah-pindah domisili antar kota-kota besar Islam, kemudian ia
mengunjungi Damaskus dan Madinah. Di dua kota ini, ia mempunyai banyak pengikut

11
dan murid. Ia mengikuti kejadian-kejadian politik pada masanya, menentang kedzaliman
dan kejahatan yang dilakukan oleh sebagian khalifah Bani Umayyah; bersama Ibnu al-
Asy’s, ia memberontak mereka, ia dibunuh oleh al-hajjaj ( 95 H – 714 M ). Diantara
pendapatnya yang sampai kepada kita tidak ada yang patut disebutkan, kecuali karena
ia membicarakan tentang kekuasaan dan kemampuan, seakan-akan ia mengingkari
pemikiran Qada yang dipergunakan oleh para penguasa sebagai alasan agar segala
kekuasaan mereka dapat diterima, sebab atas nama idea Qada itulah orang-orang yang
telah ditakdirkan ( al-Mahkumun) melakukan maksiat dan dosa. Ia menolak adanya
penetapan hukum taklif, bahkan mengingkari takdir yang bisa menegasikan kebebasan.

2. Gailan al-Dimasyqi ( 105 H – 722 M ) adalah seorang orator yang fasih, juru debat yang
mahir, bertaqwa dan wira’i. Ayah nya pernah menjadi budak Usman bin Affan, yang
karenanya ia mempunyai hubungan dengan pendahulu Bani Umayyah. Ia hidup di
Damaskus dengan Bani Umayyah, tetapi hal ini tidak menghalanginya untuk menentang
pemerintah mereka, tetapi ia mengumandangkan bahwa Umar bin Abd al-Aziz ( 101 H –
720 M ) adalah khalifah yang paling adil dikalangan mereka. Ia bergabung dengan al-
Hasan, al-Basri mengikuti pengajiannya. ia pernah berdialog dengan rabi’ah al-ra’yi dan
dengan Umar bin Abd al-Aziz melarang agar ia tidak usah memperdalaminya. Untuk
menentukan posisi, ia berdiam diri beberapa waktu, lalu berkseimpulan bahwa ia harus
memberontak hisyam bin Abd al-Malik ( 125 H – 743 M ). Kemudian ia disiksa
berdasarkan fatwa konon dari al-Auza’i imam untuk syam, dimana anggapan paling kuat
mengatakan bahwa ia terbunuh merupakan masalah lain yang tidak terlepas dai
statement-statement politik.

Sikapnya terhadap takdir adalah jelas, karena ia adalah orang kedua yang
membicarakan masalah ini setelah ma’bat. Kepadanyalah kelompok gailan dikaitkan. Ia
dianggap sebagai salah seorang periode keempat dari golongan mu’tazilah. Sesuai dengan apa
yang banggakan itulah Ahl al-Sunnah menyerangnya. Ia berpendapat bahwa kebaikan dan yang
terbaik itu datangnya riwayat : ‘ Wahai Umar apakah anda menemukan seorang hakim yang
mencelah apa yang ia lakukan atau ia harus disiksa karena keputusannya, atau ia memutuskan
hal-hal yang menyebabkan ia dihukum? Atau apakah anda menemukan seorang pembimbing
yang mengajak kepada kebenaran kemudian ia menyesatkan atau apakah anda menemukan zat
yang penuh belas kasih yang membebani para hamba diluar kemampuannya, atau menyiksa
mereka karena taat? Atau apakah anda menemukan keadilan yang membawa manusia kepada
kedzaliman dan penyaniayaan? Apakah anda menemukan seseorang yang jujur mengajak
manusia untuk berdusta dan saling berdusta diantara mereka? ‘ dengan demikian ia
menetapkan prinsip kebebasan kehendak; Allah itu tidak berbuat kecuali yang terbaik, sehingga
Allah SWT tidak menetapkan perbuatan-perbuatan maksiat, tetapi hal itu dilakukan manusia
dengan kehendaknya sendiri, karena bagaimana Allah SWT akan memberikan siksaan terhadap

12
hasil perbuatan-nya sendiri, sedangkan dia adalah zat yang Maha Adil dan tidak akan berbuat
zalim, zat yang Maha Rahim yang tidak akan memberikan beban terdapat sesuatu yang tidak
mampu dilakukan dan zat yang Maha bijaksana yang tidak akan mengerjakan hal-hal yang
tercela? Pada masa selanjutnya kita akan melihat bagaimana mu’tazilah memperluas masalah
ini dan daripadanya menyusun teori-teori yang berkaitan.

Dikatakan bahwa Gailan menganut paham al-Irja. Ia beranggapan bahwa iman tidak bisa
bertambah atau berkurang dan manusia tidak perlu saling berlomba untuk meraihnya. Dalam
hal ini ada prinsip yang bertentangan dengan prinsip kebebasan, bahwa manusia bertanggung
jawab atas perbuatannya dan bahwa manusia bisa mengusakan kebahagiaan atau kecelakaan
bagi dirinya. Al-Irja pada dasarnya adalah suatu kecenderungan yang diarahkan kepada suatu
penyerahan dan hukum akan menjauh dari kerja-kerja yang sukar dihukum. Lebih-lebih jika
berkaitan dengan orang-orang yang memiliki kemampuan seperti Usman dan Ali, padahal
kecenderungan ini tidak hanya terbatas pada suatu golongan atau individu tertentu, karena
masih ada orang murji’ah dari kalangan ahli hadist, Qadariah, Jabariah dari kawarij. Sebagian
sejarawan ada ayang beranggapan bahwa abu hanifah adalah murji’ah. Kecenderungan ini
menjadi kuat pada pertengahan kedua abad pertama hijriyah dan pada permulaan abad ke-2,
setelah itu menurun dan melemah.

3. Al-Jahm bin safyan ( 127 H – 745 M ), adalah orang yang menonjol dan paling dalam
pengaruhnya dibandingkan kedua temannya diatas. Bahkan ia menjadi masyhur seperti
kedua temannya melalui kekuatan argumen dan kefasihan lisannya yang jika
mendakwahi seseorang, maka kefasihannya bisa menarik mereka. Ia menganut paham
Jabariah. Ia telah dikenal bahkan ia mendirikan kelompok jahmiah yang hidup beberapa
waktu sesudah ia meninggal. Memang kami telah mengetengahkan tentang Jahm bin
sadyan dan pandangan-pandangannya mengenai problematika Ketuhanan, tetapi disini
kami akan memfokuskan diri pada pendapatnya tentang problematika kebebasan
kehendak.

Al-syahrastani menggambarkan kebebasan kehendak ini dengan berpendapat bahwa


“Manusia tidak mampu melakukan sesuatu dan memang tidak bisa disebut mampu. Sebaliknya,
didalam segala aktivitasnya, ia terpaksa karena ia tidak mempunyai kemampuan, kehendak dan
kebebasan”. Pahala, siksa dan kewajiban merupakan keterpaksaan seperti semua perbuatan.
Al-asy’ ari menggambarkan hal itu dalam suatu pola yang berbeda dari sebagian gambaran ini
mengenai sebagian hal, karena bisa dilihat bahwa hal ini ia menyendiri dengan mengatakan :

Pada hakikatnya hanya Allah SWT semata yang punya aksi. Dia subyek yang
sebenarnya, sementara perbuatan manusia dikaitkan kepada mereka hanya
secara allegoris saja, seperti dikatakan : “ pohon bergerak, falak berputar dan
matahari tergelincir”. Sesungguhnya yang melakukan hal itu terhadap

13
pohon,falak dan matahari tersebut adalah allah swt. Hanya saja Allah
menciptakan kemampuan pada diri manusia yang bisa dipergunakannya untuk
melakukan sesuatu perbuatan, padanya Allah menciptakan suatu kehendak
untuk berbuat dan menciptakan suatu kebebasan untuknya guna mengambil
sikap tersendiri”.

Berdasarkan pendapat ini al-Jahm tidak mengingkari kekuasaan, kehendak dan


kebebasan individu, hanya saja ia mengembalikan semua ini kepada Allah. Dan riwayat yang
populer tentang al-Jahm adalah apa yang di kemukakan oleh al-Syahrastani. Dengan demikian,
dia dianggap sebagai pendukung Jabariyah murni, yang dalam hal ini sependapat dengan
kelompok pengikut al-Azariqah, tetapi ditentang oleh Jabariyah moderat, yaitu aliran yang
menetapkan bahwa manusia mempunyai kemampuan, yang tidak berpengaruh, dimana
pendapat ini dipegang oleh al-Najariyah, al-darariah dan orang-orang asy’ariah, dengan ada
perbedaan dengan sebagian rincian.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.Paham Qadariyah adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang
memberikan penekanan terhadap kebebsan dan kekuatan manusia dalam
menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Tokoh pemikirnya adalah Ma'bad al-
Jauhani.

Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang


amat menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai
mempunyi kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak
melaksankan kehendaknya itu.

2. Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat


dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Tokoh pemikirnya
adalah al-Ja'ad ibn Dirhamaliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu
dalam keadaan terpaksa.

B. Daftar pustaka
1. Prof.Dr.H.Rosihon Anwar,M.Ag. /Saehudin,S.Th.I.,Mu.Ud. 2016. AKIDAH AKHLAK. CV PUSTAKA
SETIA
2. http://caricaritauyangbermanfaat.blogspot.com/2015/10/sejarah-dan-doktrin-aliran-
jabariyah.html
3. https://www.facebook.com/notes/abdul-qodir-jaelani/faham-qadariyah-latar-belakang-dan-
pemahamannya/549530568478220/
4. http://alainaalfi.blogspot.com/2015/10/jabariyah-qadariyah-tokohdoktrin-dan.html
5. http://taufiqaliromdloni.blogspot.com/2016/04/aliran-aliran-dalam-islam-syiah.html
6. https://www.bacaanmadani.com/2018/02/pengertian-qadariyah-tokoh-aliran.html

15

Anda mungkin juga menyukai