Anda di halaman 1dari 27

1

PROPOSAL PENELITIAN
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK SEKOLAH DASAR /
MADRASAH IBTIDAIYAH MENURUT IBNU MISKAWAIH DALAM
KITAB TAHDZIB AL-AKHLAK.
Oleh :
NENG DEWI WASILAH
NPM.12.07.0386

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada
dasarnya adalah usaha untuk untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik
sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta
memiliki nilai nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya.
Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai Usaha sadar yang
bertujuan dan usaha mendewasakan anak (Sudjana, 1991: 2).
Dalam UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 yang dikutip dalam
Jumali (2008: 91) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan,

pengendalian

diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang


diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tujuan pendidikan menurut Omar Muhammad At-Taumy AsSyaibani yang dikutip dalam Bukhari Umar (2010: 51) adalah
perubahan yang diinginkan melalui proses pendidikan, baik tingkah
laku

individu

pada

kehidupan

pribadinya,

apda

kehidupan

masyarakat dan alam sekitar maupun pada proses pendidikan dan


pengajaran itu sendiri sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai
proporsi diantara profesi asasi dalam masyarakat.
Sebagaimana konsep pendidikan Barat, pendidikan Islam
adalah pendidikan yang sadar akan tujuan bahkan pendidikan Islam
mempunyai ciri tujuan yang paling menonjol, yakni sifatnya yang
bercorak agama dan akhlak. Sifat keseluruhan yang mencakup
segala aspek pribadi pelajar dan semua aspek perkembangan
dalam

masyrakat.Tujuannya

pertentangan

antara

jelas

dan

unsurunsurnya

berimbang,
dengan

tidak

ada

caracara

pelaksanaannya (Al-Syaibany, 1979: 436).


Sebagai salah satu ciri pendidikan Islam yang paling
menonjol, akhlak tidak saja berperan sebagai salah satu penentu
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan Islam tetapi juga dapat
membawa manusia menuju kebahagiaan abadi atau sebaliknya
akan membawa manusia ke arah siksaan abadi. Karena itulah
manusia harus berupaya merengguk kebahagiaan abadi. Dengan
cara mensucikan dirinya dari segala noda keburukan akhlak. Untuk

kemudian menghiasi dirinya dengan kebajikan.


Dengan demikian masalah akhlak merupakan masalah yang
tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia baik secara
pribadi maupun kelompok masyarakat sehingga wajar apabila
persoalan akhlak telah dan selalu mendapatkan perhatian yang
serius dikalangan ahli pikir sejak berabad-abad yang silam.
Pembinaan

akhlak

sangat

terkait

kepada

dua

unsure

substansialdalam diri manusia yaitu jiwa dan jasmani dengan budi


pekerti yang baik,berarti

juga

mengisi

perilaku

dan

tindakan

mulia yang dapatdimanifestasikan oleh jasmani. Atau dengan kata


lain, budi pekerti yangterdapat di dalam jiwa turut mempengaruhi
keutamaan

pribadi

scseorang.Oleh

karena

itu,

akhlak

harus

dijadikan sebagai orientasi hidup di setiapmasa dan waktu.


Di era modern seperti sekarang ini, Suseno (1987: 15)
mengemukakan

sedikitnya

terdapat

kehidupan manusia. Pertama.ia

tiga

fungsiakhlak

dalam

dapat dijadikan sebagaipanduan

dalam memilih apa yang boleh diubah, dan apa pula yang harus
dipertahankan. Kedua, dapat dijadikan sebagai obat penawar dalam
menghadapi berbagai ideology kontemporer (seperti materialism,
nihilism, hedonism, radikalisme, marxisme, skulerisme dan lainlain).Ketiga,
menghadapi

dapat
prilaku

pula

dijadikan

menyimpang

sebagai
akibat

benteng
pengaruh

dalam
negatif

globalisasi.
Pembinaaan akhlak dan budi pekerti, bukanlah masalah yang
baru muncul saat ini. Dalam sejarah perkembangan pemikiran
Islam, ditemukan beberapa tokoh yang menyibukan diri dalam
bidang ini kepada Al-Kindi, Al-Farabi, Ikhwan al-Safa, Ibn Sina, AlGhazali, Ibn Miskawaih dan lain-lain. Dan dari sekian banyak tokoh
tersebut, ibn Miskawaih adalah tokoh yang betul-betul berjasa
dalam

mengembangkan

wacana

etika

islami

(akhlakal-

karimah).Keberhasilannya tersebut dapat dilihat dari beberapa


karyanyayang

khas

mengenai

topik

ini.

Untuk

memberikan

deskripsikan singkat mengenai pokok-pokok pikiran Ibn Miskawaih,


Ibnu Miskawaih pada dasarnya adalah ahli sejarah dan
moralis.Ia juga seorang penyair. Kesederhanaannya dalam melayani
hawa nafsu, ketegaran dalam menundukan diri yang serakah dan
kebijakan dalam mengatur dorongan-dorongan yang tak rasional
merupakan pokok-pokok petunjuk ini. Beliau sendiri berbicara
tentang perubahan moral dalam bukunya Tahdzid al-Akhlak, yang
menunjukan bahwa beliau melaksanakan dengan baik apa yang
telah ditulisnya tentang etika.
Kontribusi Ibnu Miskawaih yang terbesar dalam kajian filsafat
Islam adalah tentang filsafat moral atau akhlak. Keberhasilan Ibnu
Miskawaih dalam menyusun filsafat moral, mengantarkan Ibnu

Miskawaih pada jajaran filosof muslim ternama, dengan mendapat


gelar

sebagai

Bapak

Etika

Islam.

Pemikiran-pemikiran

Ibnu

Miskawaih ihwal akhlak atau etika secara gamlang ditulis dalam


sebuah karya monumental yaitu kitab Tahdzibul Al-Akhlak wa
Tathhir Al-Araq (pendidikan budi dan pembersihan watak).
Dari uraian diatas penulis menganggap perlu adanya suatu
pembahasan tentang pemikiran Ibnu Miskawaih tentang pendidikan
akhlak pada anak. Maka dari itu penulis mengambil judul: Konsep
pendidikan Akhlak pada anak Sekolah Dasar / Madrasah
Ibtidaiyah menurut Ibnu Miskawaih dalam Kitab Tahdzib alAkhlak.
B. Perumusan Masalah
Sugiyono (2009: 35) mengemukakan bahwa perumusan
masalah merupakan penentuan penentuan pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Lebih lanjut,
Suryabrata (2004: 17) mengemukakan bahwa perumusan masalah
merupakan hal yang sangat penting, sebab hasilnya akan menjadi
penuntun bagi langka-langkah selanjutnya dalam penelitian.
Dari

latar

belakang

di

atas

penulis

mengemukakan

perumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:


1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak pada anak Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah?
2. C

3. Bagaimanakah konsep pendidikan akhlak pada anak Sekolah


Dasar/Madrasah Ibtidaiyah menurut Ibnu Miskawaih dalam
kitab Tahdzib al-Akhlak?
C. Tujuan Penelitian
Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPP) IAID Ciamis
(2001: 8) mengemukakan bahwa tujuan penelitian merupakan
pernyataan

tentang

ruang

lingkup

dan

kegiatan

yang

akan

dilakukan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Oleh karena


itu, tujuan penelitian harus memiliki kaitan dengan rumusan
masalah.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak pada anak
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
2. Untuk mengetahui
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah konsep pendidikan
akhlak pada anak Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
menurut Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzib al-Akhlak.
D. Kegunaan Penelitian
Suharsimi Arikunto (2006: 32) mengemukakan bahwa syarat
terpenting dalam penelitian adalah penelitian itu memberikan hasil
yang nerguna.Penelitian adalah pekerjaan yang tidak mudah,
membutuhkan tenaga, waktu, dan biaya.Adalah suatu hal yang siasia jika seseorang melakukan penelitian yang hasilnya tidak
memiliki kegunaan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka kegunaan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan secara Ilmiah


Kegunaan secara ilmiah dari penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan
islam, khususnya tentang konsep pendidikan akhlak.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan
islam, khusunya mengenai kitab Tadzibul akhlak karya Ibnu
Miskawaih.
2. Kegunaan secara Praktis
Kegunaan secara praktis dari penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman
praktis bagi orang tua sebagai pendidik dalam rangka
melakukan

pendidikan

akhlak

untuk

anak

Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman
praktis bagi pendidik muslim dalam mengaplikasikan
pendidikan akhlak dalam kitab Tahzibul Akhlak karya Ibnu
Miskawaih.
E. Langkah-langkah Penelitian
Suryabrata (2004: 11-12) mengemukakan bahwa penelitian
adalah suatu proses, yakni suatu rangkaian langkah-langkah yang
dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan
pemecahan

masalah

atau

mendapatkan

jawaban

terhadap

petanyaan-pertanyaan tertentu.Langkah-langkah yang dilakukan itu


harus serasi dan saling mendukung agar penelitian yang dilakukan
itu mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan

kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.


Berkaitan dengan lagkah-langkah penelitian,
Penelitian

dan

Pengembangan

(LPP)

Institut

Lembaga

Agama

Islam

Darussalam (IAID) (2001: 13) menentukan bahwa langkah-langkah


penelitian kualitatif sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut : 1)
waktu penelitian; 2) metode penelitian; 3) teknik pengumpulan
data; dan 4) teknik analisis data.
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan selesai dalam jangka waktu
tiga bulan, terhitung sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2016.
Dalam jangka waktu tiga bulan tersebut dilakukan kegiatan
penelitian mulai dari penyusunan proposal penelitian, pengajuan
proposal ke Tim Pemeriksa Proposal Skripsi (TPPS), pengajuan Surat
Keputusan (SK) pembimbing, pengumpulan data, pengelohan data,
dan penulisan laporan penelitian.
Waktu dan kegiatan penelitian sebagai dikemukakan di atas,
dapat

digambarkan

sebagaimana

tampak

pada

table

jadwal

penelitian berikut.
Table 1.1
Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

Penyusunan
proposal penelitian
Pengajuan proposal
penelitian ke TPPS

Maret 2016
1 2 3 4
x

x
x

Waktu
April 2016
1 2 3 4

Mei 2016
1 2 3 4

3
4
5
6

Pengajuan SK
pembimbing
Pengumpulan data
Pengolahan data
Penulisan

x
x

x
x

x
x

x
x

x
x

2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi atau analisis
dokumen,

karena

penelitian

ini

berupaya

mempelajari

kitab

Tahdzibul Akhlak karya Ibnu Miskawaih berkenaan pendidikan


akhlak pada anak Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.Analisis isi
sebagaimana dikemukakan oleh Ulfatin, (2013: 219) adalah upaya
peneliti secara sistematis untuk mempelajari isi atau bahan
dokumen, dan menemukan karakteristik pesan serta menarik suatu
kesimpulan.Sebelum dilakukan analisis sebagai data penelitian,
maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah dokumen itu otentik
atau akurat.
Lebih lanjut Ulfain (2013: 220) menjelaskan bahwa hal yang
sangat penting harus diperhatikan dalam analisis adalah bahwa
dokumen

harus

diambil

sekunder.Sumber

primer

dari
yang

sumber
paling

primer
baik

dan
adalah

sumber
yang

mencerminkan adanya catatan waktu dan tempat terjadinya


peristiwa yang diambil secara langsung dari orang yang berkualitas
(bukan perantara).Jika sudah dapat dipastikan bahwa dokumen itu
otentik, maka analisis dapat dimulai dengan mengembangkan dan
mengadopsi sistem kode dan katalog.

10

Esensi dari analisis isi sebagaimana dikemukakan oleh Ulfain


(2013:

220)

adalah

prosedur

yang

sistematis

untuk

menggambarkan isi yang dikomunikasikan melalui dokumen.Guba


dan Lincoln sebagaimana dikemukakan oleh Ulfain (2013: 220)
menyarankan agar peneliti yang menggunakan analisis isi dilakukan
dengan

prosedur

aturan-data-aturan-data,

dan

seterusnya.Memang tradisi penelitian belum ada cra yang dapat


dipedomani dalam melakukan analisis isi. Untuk itu beberapa
peneliti

mencoba

mengelompokkan

melakukan
frekuensi

analisis

dan

isi

macam-macam

dengan

cara

pesan

serta

mengkonfirmasi hipotesis peneliti sering juga mencoba dengan


menggunakan

panduan

dan

membuat

unit

analisis

untuk

menghitung frekuensi dan macam-macam pesan.


3. Teknik Pengumpulan Data
Wiratha (2006: 245) menyatakan bahwa ada beberapa teknik
pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian.Masingmasing mempunyai fungsi yang berbeda dan sebaiknya digunakan
sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis data yang ingin diperoleh
serta keadaan subjek penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan. Sukardi (2007: 33-34) menjelaskan
bahwa studi kepustakaan adalah sebuah kegiatan yang diharuskan
dalam penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji berbagai

11

buku atau literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,


dengan buku Menuju Kesempurnaan Akhlak terjemahan kitab
Tahdzibul Akhlak karya Ibnu Miskawaih sebagai sumber primer, dan
buku pendidikan akhlak serta buku-buku lain yang relevan dengan
masalah penelitian sebagai sumber sekunder.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan prosedur sebagaimana dikemukakan oleh
Moleong (2008: 247) berikut : Analisis data dimuali dengan
menalaah seluruh data yang diperoleh dan berhasil dikumpulkan
dalam proses pengumpulan data. Data
direduksi

yang

dilakukan

dengan

jalan

yang ada kemudian


melakukan

abstraksi.

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses


dan pernyataan-pernyataan perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya.Langkah selanjutnya adalah menyusun data satuansatuan.Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah
berikutnya.Kategori-kategori

itu

dibuat

sambil

melakukan

koding.Tahap akhir dari analisa ini adalah mengadakan pemeriksaan


keabsahan data.
5. Tinjauan Pustaka
a. Konsep Pendidikan
1. Definisi Pendidikan
Ramayulis mengemukakan bahwa pendidikan adalah

12

segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta


didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan
ruhaninya kearah kesempurnaan. (Ramayulis: 2008: 13). Dalam
definisi ini, Ramayulis menekankan bahwa pendidikan itu harus
dilakukan secara utuh terhadap seluruh unsure yang menyusun
individu, yakni jasmani dan ruhani. Selain itu, dalam definisi ini
juga Ramayulis menyatakan bahwa jasmani dan ruhani manusia
belum memiliki kesempurnaan jika seluruh potensi jasmani dan
ruhani tersebut belum dikembangkan melalui proses pendidikan.
Untuk itulah, maka manusia yang jasmani dan ruhaninya telah
berkembang secara optimal melalui pendidikan disebut manusia
yang utuh (insan kamil).
Faturrahman dan kawan-kawan mengemukakan bahwa
pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan

yang

diberikan

kepada

anak

tertuju

kepada

pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar


cukup

cakap

melaksanakan

tugas

hidupnya

sendiri.

(Faturrahman et al., 20012: 1). Definisi ini menunjukkan bahwa:


1) pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan
sengaja; dan 2) pendidikan dapat berupa pemberian pengaruh,
perlindungan, dan bantuan, sehingga pendidikan adalah orang
yang

sengaja

memberikan

pengaruh,

perlindungan,

dan

13

bantuan kepada peserta didik menuju kearah kematangan fisik


dan mentalnya.
Ashraf
sebuah

mengemukakan

aktivitas

diarahkan

untuk

yang

bahwa

memiliki

pendidikan

maksud

mengembangkan

adalah

tertentu,

individu

yang

sepenuhnya.

(Ashraf, 1989: 1).Definisi ini menunjukkan bahwa pendidikan itu


bertujuan untuk mengembangkan individu sepenuhnya.
Berdasarkan tiga definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan disengaja yang
dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan seluruh potensi
peserta didiknya secara menyeluruh sehingga peserta didik
tersebut

dapat

menyesuaikan

diri

dengan

baik

dengan

lingkungannya.
2. Pendidikan Islam
Di dalam al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama
ajaran Islam dapat ditemukan kata-kata atau istilah yang
pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba, allama
dan addaba misalnya:

Dan

rendahkanlah

dirimu

terhadap

mereka

berdua

14

dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,


kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil" (Q.S Al-Isra, 17: 24).

Dia

mengajar

kepada

manusia

apa

yang

tidak

diketahuinya (Q.S Al-Alaq, 96: 5).

,







:















.






Didiklah

anak-anakmu

atas

tiga

perkara:

mecintai

nabimu, mencintai ahli keluarganya, dan membaca al-Quran


(H.R. Ad-Dailamy).
Dalam
addaba

bahasa

tersebut

arab,

diatas

kata-kata

mengandung

rabba,

allama

pengertian

dan

sebagai

berikut:
a) Kata kerja rabba
beberapa

arti,

yang masdarnya tarbiyyatan


antara

lain

mengasuh,

memerintah. Disamping kata rabba

memiliki

mendidik

dan

da kata-kata yang

serumpun dengannya yaitu rabba, yang berarti memiliki,


memimpin, memperbaiki, menambah. Rabba juga berarti
tumbuh dan berkembang.
b) Kata kerja allama yang masdarnya taliman berarti mengajar
yang lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian,

15

pengetahuan,

dan

keterampilan.

Kata

kerja

addaba

masdarnya tadiban dapat diartikan mendidik yang secara


sempit

mendidik

budi

pekerti

dan

secara

lebih

luas

meningkatkan peradaban. Muhammad Naquib Al-Attas dalam


bukunya,

konsep

mempertahankan

pendidikan
penggunaan

islam,
tadib

dengan
untuk

gigih
konsep

pendidikan islam, bukan tarbiyyah, dengan alas an bahwa


dalam istilah tadib , mencakup wawasan ilmu dan amal yang
merupakan esensi pendidikan Islam (Achmadi, 2005: 24).
Secara terminology Al-Abrasyi yang dikutip dalam
Ramayulis (2004: 3) memberikan pengertian bahwa pendidikan
Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan
sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tetap jasmaninya,
sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus
perasaanya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya
baik dengan lisan atau tulisan. Marimba yang dikutip dalam
Ramayulis (2004: 3) juga memberikan pengertian bahwa
pendidikan
berdasarkan

Islam

adalah

hokum-hukum

bimbingan
agama

jasmani

Islam

dan

menuju

rohani
kepada

terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.


Dari kedua definisi di atas maka pendidikan Islam berarti suatu
proses educatif
atau kepribadian.

yang mengarah kepada pembentukan akhlak

16

3. Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan adalah arah, sasaran, maksud yang hendak
dicapai melalui upaya atau aktifitas.Menurut Zakiah Daradjat
yang dikutip Dalam Ramayulis (2004: 65) tujuan adalah sesuatu
yang diharapkan tercapainya setelah suatu usaha atau kegiatan
selesai.Sedangkan Tujuan pendidikan Islam menurut Taha (1996:
102) adalah menciptakan pemimpin-pemimpin yang selalu amar
maruf nahi munkar.Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
surat al-baqarah ayat 30.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa
bertasbih
dengan
memuji
Engkau
dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (Q.S. Al-Baqarah,
2: 30).
Dalam pendidikan Islam memiliki tahap-tahp tujuan
pendidikan, Abu Ahmadi yang dikutip dalam Ramayulis (2004:
66-71) mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan Islam

17

meliputi:
1) Tujuan tertinggi / Terakhir
Dalam tujuan pendidikan Islam, tujuan tertinggi dan
terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia,
dan peranannyasebagai makhluk ciptaan Allah swt.
a) Menjadi hamba Allah yang bertakwa. Tujuan ini sejalan dengan tujuan
hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada
Allah. Dengan pengertian ibadah yang demikian itu maka implikasinya
dalam pendidikan terbagi atas dua macam yaitu: a). Pendidikan
memungkinkan manusia mengerti tuhannya secara benar, sehingga semua
perbuatan terbingkai ibadah yang penuh dengan penghayatan kepada ke
Esaan-Nya. b). Pendidikan harus menggerakkan seluruh potensi manusia
(sumber daya manusia), untuk memahami sunnah Allah diatas bumi.
b) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan
diatas bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam
sekitarnya).
c) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat.

2) Tujuan Umum
Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi atau
sumber daya insan berarti mampu merealisasikan diri (self

18

realization), menampilkan pribadi yang utuh (pribadi muslim).


Proses pencapaian realisasi diri tersebut dalam istilah psikologi
disebut

becoming,

yakni

proses

menjadikan

diri

dengan

keutuhan pribadinya. Sedngkan untuk sampai pada keutuhan


pribadi diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap yang
disebut proses development.
Tercapainya self realization yang utuh merupakan tujuan
umum pendidikan islam yang proses pencapaiannya melalui
berbagai lingkungan atau lembaga pendidikan, baik pendidikan
keluarga, sekolah atau masyarakat secara formal, non formal
maupun informal.
3) Tujuan Khusus
Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi
tujuan

tertinggi/terakhir

dan

tujuan

umum

(pendidikan

Islam).Tujuan khusus bersifat relative sehingga dimungkinkan


untuk

diadakan

kebutuhan,

perubahan

selama

tetap

sesuai
berpijak

dengan
pada

tuntunan

kerangka

dan

tujuan

tertinggi/terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan tersebut


dapat didasarkan pada: a) kultur dan cita-cita suatu Bangsa; b)
minat, bakat, dan kesanggupan subjek didik; dan c) tuntunan
situasi, kondisi, dan kurun waktu tertentu.
4) Tujuan Sementara
Menurut Zakiah Daradjat,

tujuan

sementara

itu

19

merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi


sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum. Lebih lanjut dapat dikatakan tujuan sementara
dengan sifat yang sedikit berbeda.
Dalam tujuan sementara bentuk insane kamil dengan
pola taqwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana,
sekurang-kurangnya beberapa cirri pokok sudah terlihat pada
pribadi anak didik.
4. Fungsi Pendidikan Islam
Hasan Langulang yang dikutip dalam Sudiyono (2009: 8)
mengemukakan bahwa pendidikan Islam ialah pendidikan yang
memiliki 4 macam fungsi yaitu:
a. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan
tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan dating.
Peranan ini berkaitan ert dengan kelanjutan hidup (survival)
masyarakat sendiri.
b. Memindahkan ilmu

pengetahuan

yang

bersangkutan

dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada


generasi muda.
c. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara
keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat
mutlak bagi kelanjutan hidup (survival) suatu masyarakat
dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilai-nilai keutuhan
(integrity) dan kesatuan ( integration) suatu masyarakat

20

tidak akan terpelihara, yang akhirnya akan berkesudahan


dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.
Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang
diambil dari 5 sumber yaitu: al-Quran, sunnah Nabi, qiyas,
kemaslahatan umum dan kesepakatan atau ijma ulamaulama serta nilai-nilai piker Islam yang dianggap sesuai
dengan sumber dasar yaitu al-Quran dan sunnah Nabi.
d. Mendidik anak agar dapat beramal di dunia ini untuk
memetik hasilnya di akhirat.
b. Konsep Akhlak
1. Definisi Akhlak
Mustaqim (2007: 1) mengemukakan secara etimologi,
kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk
jamak dari kata khuluq.Dalam kamus-kamus bahasa Arab,
khuluq berarti thabiah, tabiat, budi pekerti, tingkah laku,
perangai

dan

watak,

yang

dalam

bahasa

inggris

sering

diterjemahkan character.Dalam al-Quran, kata khuluq yang


merujuk pada pengerian perangai disebut dua kali, yaitu:



(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan
orang dahulu. (Q.S. Asy-Syuara, 26 : 137).

21

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti


yang agung. (Q.S. Al-Alaq, 96: 4).
Secara terminologi, pengertian akhlak telah banyak
dikemukakan oleh para ulama, diantaranya menurut Ibnu
Miskawaih (320/421 H/ 932-1030 M) akhlak adalah the state of
the soul which causes it to perform its action without thought
and deliberation.Artinya suatu kondisi jiwa yang menyebabkan
ia bertindak tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
yang mendalam. (Mustaqim,2007: 2).
Sementara Imam Ghazali dalam Mujieb et al, (2009: 38)
mengemukakan bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatanperbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran,
pertimbangan atau penelitian.
Dari dua definisi diatas , maka jelaslah bahwa akhlak
sebenarnya berasal dari kondiai mental yang telah tertanam
kuat

dalam

jiwa

seseorang,

disebabkan

ia

telah

membiasakannya, sehingga ketika akan melakukannya tidak


perlu memikirkannya, seolah perbuatan tersebut telah menjadi
gerak refleks.
2. Akhlak sebagai Konsep Moral dalam Islam
Pengertian akhlak dan moral sebenarnya

secara

substansial tidak terlalu berbeda.Sebab keduanya mengacu

22

pada masalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karenanya,


sebagian ahli menyebutkan bahwa akhlak sebagai konsep moral
dalam islam. Jadi, objek formal dalam kajian akhlak adalah
tentang perilaku baik dan buruk. (Mustaqim,2007: 4).
Ajaran akhlak dan ajaran moral biasanya mengacu
kepada ajaran-ajaran, wejangan, khutbah-khutbah, patokanpatokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik yang tertulis
atau tidak.
Ajaran-ajaran moral dalam islam bersumber dari alQuran dan sunnah, sebagaiman tercantum dalam al-Quran dan
dalam

hal

ini

keteladanan

Rasulullah

kepada

telah

umatnya

memberikan
untuk

petuah

berakhlak

dan

mulia.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih, Nabi Muhammad di


utus keduia ini untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu


uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat

dan

dia

banyak

menyebut

Allah.

(Q.S. Al-Ahzaab, 33: 21)


Saya diutus untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Bukhari, Abu Dawud,
dan Hakim).

23

c. Konsep

Pendidikan

Akhlak

pada

Anak

Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
1. Prinsip Pendidikan Akhlak di Sekolah/Madrasah
Pembentukan karakter adalah bagian integral dari orientasi pendidikan
Islam.Tujuannya adalah membentuk kepribadian seseorang agar berperilaku
jujur, baik, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain, adil
tidak diskriminatif, pekerja keras, dan karakter-karakter unggul lainnya.
Abdul majid dan Dian Andayani (2011: 95-98)
mengemukakan bahwa Agama Islam, mempunyai dua istilah
yang

menunjukkan

penekanan

mendasar

pada

aspek

pembentukan karakter dalam pendidikan: yakni tadib dan


tarbiyyah. Tadib berarti usaha untuk menciptakan situasi yang
mendukung dan mendorong anak didik untuk berperilaku baik
dan sopan sesuai yang diharapkan.Sementara tarbiyyah berarti
merawat potensi-potensi baik yang ada pada diri manusia agar
tumbuh dan berkembang.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern,
yang memadukan antara pendidikan pesantren dan sekolah, yang materinya
mengintegrasikan agama dan pengetahuan umum. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem lama dan sistem baru dengan
jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan dapat dipertahankan
dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi, dan ekonomi yang
bermanfaat bagi kehidupan umat Islam, sedangkan isi kurikulum madrasah pada
umumnya sama dengan pendidikan di pesantren ditambah dengan ilmu-ilmu

24

umum (Nashir, 2013: 27).


Berangkat dari pentingnya nilai pendidikan karakter bagi bangsa ini,
maka perlu pedoman untuk mengimplementasikannya agar mendapatkan hasil
yang maksimal. Pedoman yang dimaksud adalah prinsip-prinsip pendidikan
karakter yang akan menjadi sebuah formulasi kolektif yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi satu kesatuan yang
terintegrasi secara utuh. Secara sederhana, prinsip adalah suatu pernyataan
fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh
seseorang

atau

bertindak.Syarbini

kelompok
(2012:

sebagai
35-38)

pedoman
menyatakan

untuk

berpikir

atau

bahwa

untuk

dapat

mengimplementasikan program pendidikan karakter yang efektif, seyogianya


memenuhi beberapa prinsip berikut ini:
a. Komunitas sekolah/madrasah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai
inti etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
b. Sekolah/Madrasah berusaha mendefinisikan karakter secara komprehensif,
didalamnya mencakup berpikir, merasa, dan melakukan.
c. Sekolah/Madrasah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif,
dan proaktif dalam pengembangan karakter.
d. Sekolah/Madrasah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian
yang tinggi.
e. Sekolah/Madrasah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswa untuk
melakukan berbagai tindakan moral.
f. Sekolah/Madrasah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan
menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik,
mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk
meraih berbagai kesuksesan.

25

g.
h.

Sekolah/Madrasah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat.


Staf sekolah/Madrasah adalah komunitas belajar etis yang senantiasa berbagi

i.

tanggung jawab.
Sekolah/Madrasah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan

j.

dukungan penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka panjang.


Sekolah/Madrasah melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam

k.

upaya pembangunan karakter.


Secara teratur, sekolah/Madrasah melakukan assessment terhadap budaya dan
iklim sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah,

l.

dan sejauh.
Mana siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam kehidupan seharihari.
2. Metode Pendidikan Karakter Islami di Sekolah/Madrasah
Wiyani (2012: 187-188) mengemukakan bahwa Pendidikan Akhlak agar

dapat mencapai pertumbuhan integral, perlulah dipertimbangkan berbagai


macam prinsip penggunaan metode pendidikan yang idealnya memuat nilai-nilai
spiritual yaitu sebagai berikut:
a. Niat dan orientasi dalam pendidikan, yaitu untuk mendekatkan hubungan
antara manusia dengan Allah dan sesama makhluk.
b. Keterpaduan antara domain kognitif (pikir), afektif (dzikir), dan psikomotorik
(amal) guna mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
c. Bertumpu pada kebenaran, dalam arti materi yang disampaikan itu harus
benar, disampaikan dengan cara yang benar, dan dengan dasar niat yang
benar.
d. Berdasar pada nilai. Artinya, pendekatan dan metode pendidikan tetap
berdasarkan pada nila-nilai etika-moral (Akhlaqul Karimah).

26

e. Sesuai dengan kebutuhan peserta didik.


f. Memberikan kemudahan.
g. Berkesinambungan. Setelah menggunakan metode tertentu, seorang guru
perlu memerhatikan letak kekurangan dan kelemahan metode yang
digunakan.
h. Fleksibel dan

dinamis.

Dengan

kelunturan

dan kedinamisan metode

tersebut, pemakaian metode tidak hanya monoton dengan satu macam


metode.

d. Strategi Pendidikan Karakter di Sekolah/Madrasah


Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah/ madrasah dapat
dilakukan dengan 4 cara, yaitu:
1. Mengintegrasikan ke setiap mata pelajaran
Mengintegrasikan

ke

setiap

mata

pelajaran.Bertujuan

untuk

memperkenalkan nilai-nilai pendidikan karakter di setiap mata pelajaran,


sehingga menyadari akan pentingnya nilai-nilai tersebut dan penginternalisasian
nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun diluar kelas.
Dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik
menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk
menjadikan peserta didik mengenal, menyadari, dan menginternalisasi nilai-nilai
dan menjadikannya perilaku (Syarbani, 2012: 59).
2. Pengembangan budaya sekolah
Sekolah bertanggung jawab menanamkan pengetahuan-pengetahuan
baru yang reformatif dan transformatif dalam membangun bangsa yang maju dan
berkualitas.Sekolah juga bertanggungjawab mentransformasikan nilai-nilai luhur
kepada siswa.Dengan demikian, peran sekolah sangat besar dalam menentukan

27

arah dan orientasi bangsa kedepan.


Budaya sekolah menjadi salah satu aspek yang berpengaruh terhadap
perkembangan peserta didik. Suasana sekolah yang penuh kedisiplinan,
kejujuran, kasih sayang akan menghasilkan karakter yang baik. Sama halnya
dengan para pendidik, mereka akan mengajar dengan suasana damai, sehingga
mendorong peningkatan mutu pembelajaran.(Wiyani, 2013: 97-99).
3. Melalui kegiatan ekstrakulikuler
Syarbani (2012: 61) megemukakan bahwa Kegiatan ekstrakulikuler
merupakan kegiatan-kegiatan diluar jam pelajaran dalam rangka menyalurkan
minat, bakat, dan hobi siswa, juga menunjang pelaksanaan pendidikan karakter.
Kegiatan ekstrakulikuler dapat dilakukan di dalam dan/atau diluar lingkungan
sekolah untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, dan
menginternalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial.
6. Kerangka Pemikiran
Pendidikan akhlak diartikan sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam
berfikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam
interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, masyarakat dan lingkungannya (Koesoema,
2010: 194).
Berkaitan dengan hal iti Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak,
memberikan sebuah ringkasan dan penjelasan tentang konsep pendidikan akhlak yang
terangkum sebagai berikut:
a.

Anda mungkin juga menyukai