Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TAFSIR ATH THABARI

Dosen pengampu : Faridah, S.Pd.I, M.Ag

Disusun oleh :

1. Shuri Witra Alnas


2. Novia Fahimatul ‘Ulumy

STIQ ISY KARIMA


Jl. Solo - Tawangmangu KM. 34 Pakel, Gerdu, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah
Kode Pos : 57791

1
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
Latar belakang ................................................................................................................. 3
Rumusan masalah ........................................................................................................... 4
Tujuan pembahasan........................................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
Biografi Pengarang Tafsir Ath Thabari ............................................................................ 5
Latar Belakang dan Sejarah Penulisan ............................................................................ 8
Bentuk, metode dan Corak Penafsiran ......................................................................... 13
BAB III ................................................................................................................................ 17
PENUTUP ........................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA 18

2
BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang

Al-Qur’an dalam posisinya sebagai Huda lil an-Naas (sebagai kitab


petunjuk) diyakini tidak akan pernah lekang dan lapuk dimakan zaman. Kajian
al-Quran selalu mengalami perkembangan yang dianamis seiring dengan
akselerasi perkembangan kondisi sosial-budaya dan peradaban umat manusia.
Hal ini terbukti dengan munculnya karya-karya tafsir, mulai dari yang klasik
hingga kontemporer dengan berbagai corak, metode dan pendekatan yang
digunakan. Keinginan umat islam untuk selalu mendialogkan al-Qur’an
sebagai teks yang terbatas dengan problem sosial kemanusiaan yang tak
terbatas merupakan spirit tersendiri bagi dinamika kajian tafsir al-Qur’an.

Semenjak abad kedua Hijriyah para ulama berusaha memenuhi kebutuhan


akan adanya tafsir bi al-ma’tsur dengan menulis karya-karya sambung
menyambung dalam bidang tafsir. Namun usaha-usaha besar pada fase awal ini
tidak ada yang tersisa dan sampai pada kita. Semua kebutuhan itu dapat
terpenuhi dengan adanya sebuah karya agung, yang disatu sisi
merepresentasikan kekayaan tafsir bi al-ma’tsur yang merupakan titik
permulaan dan peletakkan batu pertama dalam literatur tafsir al-Qur’an. Yang
diantara sisi-sisinya memuat benih - benih orientasi yang mendorong
munculnya penafsiran, lebih dari sekedar hanya mencatat dan mengumpulkan.
Penulis kitab ini adalah Ibnu Jarir Ath Thabari. Ia adalah satu diantara
ulama tafsir yang turut memperkaya turats Islam (839-923 M/224-310 H) yang
dipandang sebagai tokoh pewaris terpenting dalam tradisi keilmuan Islam
klasik, seperti ilmu hadis, fiqh, lugah, tarikh termasuk tafsir al-Qur’an. Salah
satu karya besarnya yaitu Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an menjadi rujukan
utama (prominent reference), sehingga berhasil mendongkrak popularitasnya

3
ke panggung dunia di tengah-tengah “masyarakat membaca”, ia merupakan
sebuah ensiklopedi komentar dan pendapat tafsir yang pernah ada sampai masa
hidupnya hingga beberapa generasi telah menyambut baik dan antusias
terhadapnya.
Dengan corak tafsir bi al-ma’sur yang dikembangkan oleh Ath Thabari telah
mengilhami dan menyemangati para mufassir generasi berikutnya, seperti Ibn
Kasir yang telah melakukan elaborasi dan kolaborasi terhadap tafsir Ath
Thabari. Mengetahui adanya karya yang sangat masyhur ini, penulis ingin
mengajak pembaca untuk menyelami biografi sang ulama penulis Kitab Jami’
al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an , latar belakang dalam penulisan kitab, sejarah
penulisan, serta bentuk dan metode penafsiran kitab tersebut.

Rumusan masalah
1. Siapa pengarang Kitab Tafsir Ath Thabari
2. Apa yang melatarbelakangi penulisan kitab tafsir dan bagaimana
sejarah penulisannya?
3. Apa bentuk, metode, dan corak penafsirannya?

Tujuan pembahasan
1. Mengetahui biografi pengarang Kitab Tafsir Ath Thabari
2. Mengetahui latarbelakang penulisan kitab tafsir dan sejarah
penulisannya
3. Mengetahui bentuk, metode, dan corak penafsirannya

4
BAB II

PEMBAHASAN

Biografi Pengarang Tafsir Ath Thabari


Nama lengkap dari Ath Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir
ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib Ath Thabari al-Amuli, beliau dilahirkan di
kota Amulyang terletak di pantai selatan Thabaristan (Laut Qazwayn), Iran,
pada tahun 224 H/839 M.
Sifat fisik Imam Ath Thabari adalah berkulit sawo matang, bermata lebar,
berbadan kurus dan tinggi, berbicara fasih, rambut dan jenggotnya berwarna
hitam sampai meninggal. Biarpun pada rambutnya nampak ada sebagian
uban, tetapi uban itu bukan karena semir atau pewarna lain.
Al-dzahabi (20041:148) menjelaskan bahwa pada waktu kecil Ath
Thabari sudah hafal Al quran pada umur tujuh tahun dan mendapatkan
kepercayaan untuk menjadi imam sholat pada masa itu. Beliau juga menulis
hadist pada umur sembilan tahun.
Al-Khathib al-Baghdadi berkata, “Imam Ath Thabari adalah salah satu
imam para imam yang kata-katanya sering dijadikan sandaran hukum,
pendapat dan pengetahuan serta keutamaannya sering dijadikan rujukan.
Selain itu, ia menguasai banyak ilmu yang tidak ada seorang pun ulama di
masanya seperti dirinya. Dia mampu menghafal al-Qur’an berikut qira’atnya
(cara membacanya) serta mengetahui makna beserta hukum-hukum yang
dikandungnya. Dia juga menguasai hadis-hadis berikut jalur
periwayatannya, sehingga dia dapat memilih mana yang termasuk hadis
shahih dan mana yang tidak shahih serta dia juga memahami atsar sahabat
dan sejarah peradaban manusia.
Al-Qifthi berkata, “Abu Ja’far Ath Thabari adalah sosok insan berilmu
sempurna. Dia ahli fikih yang menguasai qira’at al-Qur’an, ahli nahwu dan
bahasa, serta berkedudukan sebagai hafizh dalam bidang hadis dan ahli
sejarah.

5
Ibnu Khalkan berkata, “Abu Ja’far Ath Thabari adalah seorang ulama
besar yang telah mengeluarkan karya dalam bidang tafsir dan sejarah. Dia
merupakan imam dalam berbagai disiplin ilmu yang ilmunya dituangkan
dalam bentuk karya. Al-Dzahabi (20041:148) menyatakan bahwa Ath
Thabari mengetahui berbagai macam cara baca Alquran, memahami makna
yang terkandung di dalamnya serta memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang hukum-hukum di dalam Alquran.
Beliau tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang
memberikan cukup perhatian terhadap pendidikan, terutama bidang
keagamaan. Beliau sangat bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Hal itu
tampak pada saat beliau mencari ilmu keliling pada tiap kota untuk
memperkaya pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.
Menurut al-Dzahabi (20041:148), Ath Thabari dikirim oleh ayahnya ke
Rayy, Basrah, Kufah, Mesir, Syiria. di Rayy beliau belajar pada Ibn
Humayd, Abu Abdillah Muhammad ibn Humayyad al-Razi, beliau juga
pernah pergi ke Baghdad untuk menimba ilmu kepada Ahmad ibn Hanbal,
tetapi sesampainya di sana Ahmad ibn Hanbal telah wafat. Di Kufah, ia
berguru kepada Syaikh Abu Kurayb dengan menimba 100.000 hadis
darinya. Setelah dari sana, ia ke Baghadad dan menetap agak lama di sana.
Pada tahun 261 H/876 M, ia pergi ke Fustat, Mesir dan tidak lupa singgah di
Syria untuk menuntut ilmu hadis. Setelah tiba di Mesir, ia berguruke al-
Rabi, al-Muzni dan putra-putra al-Hakam dalam mempelajari fiqih Imam
Syafi’I kemudian belajar qira’ah kepadaYunus ibn Abd al-A’la al-Shayrafi.
Imam Ath Thabari dalam mengisi kehidupannya, ia banyak
mengumpulkan riwayat-riwayat Arab dan Islam dari satu tempat ke tempat
lain. Setelah itu, ia banyak menghabiskan waktunya untuk mengajar dan
menulis.
Dalam kepribadian Imam Ath Thabari ia terkenal dengan sifatnya yang
zuhud, wara’ dan akhlaknya yang mulia. Ketika ia tidak memiliki harta
benda dan kesempatan untuk mendapatkan harta sangat mudah, ia memilih
hidup sederhana.

6
Ia pernah berkata, dalam menggambarkan dirinya “Temanku biar
kondisiku terjepit, tahukah aku bahagia karena aku tidak pernahmenjerit.
Perasaan maluku memenuhi muka, dengan lembut semua aku adukan
kepada-Nya. Kalau rela mengemis dan meminta, bagiku kemuliaan dunia
jalan terbuka. Selain itu dalam syairnya, “ Dua akhlak yang aku tidak suka,
kaya sombong dan miskin mengiba. Jika anda kaya sombong janganlah ada,
jika miskin tunggulah masa.”
Menurut al-Dzahabi (20041:148), Ath Thabari menghabiskan waktunya
untuk mempelajari ilmu ke-Islaman dan tradisi-tradisi Arab. Selain ahli
fiqih beliau juga ahli sejarah, tafsir, sastra, tata bahasa, logika, matematika
dan kedokteran. Beliau merupakan salah satu tokoh terkemuka yang
menguasai benar berbagai disiplin ilmu.
Beliau telah melahirkan banyak karya yang tidak sebanding dengan
umurnya. Salah satu muridnya Ath Thabari, Abu Muhammad ‘Abdullah bin
Ahmad al-Fargani, berkata: “Dari semua karangan beliau, jika dibagi dari
sejak beliau balig sampai meninggal, maka setiap harinya beliau menulis 14
lembar.”
Pada mulanya Ath Thabari adalah pengikut Syafi’i, namun pada
perjalanan berikutnya, beliau melakukan ijtihad sendiri, yang pada akhirnya
beliau beliau muncul sebagai mujtahid mustaqil (tidak bergantung pada
mazhab tertentu). Bahkan, beliau sempat mendirikan mazhab tersendiri,
yang dikenal dengan mazhab Jaririyah. Hanya saja mazhab ini tidak
berkembang.
Pada akhirnya Ath Thabari bisa dikatakan sebagai Syaikh al-Mufassirin,
karena beliaulah yang pertama kali menghimpun dua pendekatan dalam
penafsiran al-Qur’an yaitu tafsir bi al-riwayah dan bi al-dirayah, yang
belum pernah ada sebelumnya.
Di samping sebagai mufasir, beliau juga pakar sejarah yang mana dalam
penafsirannya yang berkenaan dengan historis beliau jelaskan panjang lebar
dengan dukungan cerita-cerita israiliyat (al-Dzahabi, 20041:147)
Akhirnya pada bulan Syawwal tahun 310 H. Ath Thabari meninggal
dunia dan jenazahnya dishalatkan oleh banyak orang termasuk ulama-ulama

7
besar saat itu, dan dimakamkan didalam rumahnya sendiri. . Ahmad Kamil
berkata, “ Ibnu Jarir Ath Thabari meninggal pada waktu sore, hari Ahad
dua hari sisa bulan Syawal tahun 310 H. Dia di makamkan di rumahnya, di
mihrab Ya’qub, di Baghdad.
Banyak sekali orang yang mengiringi jenazahnya. Shalat jenazah di
kuburannya terjadi sampai berbulan-bulan, baik di waktu siang maupun di
waktu malam. Para pujangga dan ahli agama banyak yang menangisi
kepergiannya.” Sebelum wafat, ia berwasiat kepada para ulama yang
meminta wasiatnya. Isi wasiatnya adalah, “Wasiatku kepada kalian adalah
kerjakanlah apa-apa yang kutulis dalam kitab-kitab karyaku dan jangan
menyalahinya. Perbanyak mengerjakan shalat dan berdzikir”.
Beliau meninggalkan warisan cukup besar yang mendapatkan sambutan
besar di setiap masa dan generasi yaitu karya beliau yang masyhur Jami’ al-
Bayan fi tafsir al-Qur’an. Karya tafsirnya tersebut merupakan rujukan
utama bagi para mufasir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bi al-
ma’tsur. Nama lengkap tafsir ini adalah Jami’ al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an.
Al-Dzahabi (20041:149) berpendapat bahwa kitab tafsir tersebut ditulis
pada Tahun 306 Hijriah dan terdiri dari dua belas jilid. Mulanya tafsir ini
hilang tetapi kemudian terdapat satu manuskrip yang di simpan oleh Amir
Mahmud ibn Abd al-Rasyid seorang pengusaha Naj, dari manuskrip ini
kemudian diterbitkan dan beredar luas serta menjadi sebuah ensiklopedi
tafsir bi al-Ma’tsur.
Al-dzahabi (20041:148) beranggapan bahwa Ibn Jarir Ath Thabari
dipandang sebagai tokoh terpenting dalam tradisi keilmuan Islam klasik,
yaitu dalam ilmu fiqih, hadis, bahasa, sejarah dan termasuk dalam bidang
tafsir Alquran, seperti pada dua buah karya besarnya yaitu tarikh al- Umam
wa al-Mulk, yang berbicara tentang sejarah dan al-bayan Fi tafsir Alquran,
sehingga berhasil mengangkat popularitas beliau pada saat itu dan sampai
saat ini pun karya beliau masih dikenal oleh banyak kalangan.

Latar Belakang dan Sejarah Penulisan

8
1.Latar belakang penulisan kitab tafsir
Beberapa keterangan menyebutkan latar belakang penulisan Jâmi’ al-Bayân fî
Tafsîr Al-Qur’ân adalah karena keprihatinan Ath Thabari terhadap umat Islam
dalam memahami Al-Qur’an. Mereka sekadar bisa membaca Al-Qur’an tanpa tahu
makna sesungguhnya. Karena itulah, Ath Thabari menunjukkan berbagai
kelebihan Al-Qur’an dengan mengungkap berbagai makna hingga kelebihan
susunan bahasanya seperi nahwu, balaghah, dan lain sebagainya. Bahkan jika
ditilik dari namanya, kitab ini merupakan kumpulan keterangan (jâmi’ al-bayân)
pengetahuan yang cukup luas meliputi berbagai disiplin keilmuan seperti qira’at,
fiqh, dan aqidah.
Ath Thabari ketika menulis kitab ini mengatakan: “Ketika aku berusaha
menjelaskan Tafsir al-Qur’an dan menerangkan makna-makna yang Insya-Allah
menjadi kitab yang mencakupi setiap perkara yang perlu diketahui oleh manusia
melebihi kitab-kitab lain yang ada sebelumnya. Aku berusaha menyebutkan dalil-
dalil yang disepakati oleh seluruh ummat dan yang diperselisihkannya,
menjelaskan alasan setiap mazhab yang ada dan menerangkan alasan yang benar
berdasarkan pendapatku dalam setiap permasalahan yang berkaitan secara
ringkas.

1. Sejarah penulisan
Semasa hidup Ath Thabari, akhir abad 9 hingga pertengahan abad 10 M,
kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu pengetahuan,
pemikiran keagamaan, dan heterogenitas kebudayaan dan peradaban. Secara
langsung maupun tidak langsung, telah terjadi interaksi kultural dengan
ragam muatannya, perubahan dan dinamika masyarakat terus bergulir, tentu
saja hal ini mewamai cara pandang dan cara pikir kaum muslimin, sebagai
sebuah konsekuensi logis yang tak terhindarkan.
Di bidang keilmuan, tafsir telah menjadi disiplin ilmu keislaman
tersendiri, setelah beberapa saat merupakan bagian inheren studi al-hadis, di
samping bidang-bidang keilmuan yang lain. Tafsir telah mengalami

9
perkembangan secara metodologis dan substansial. kemunculan aliran tafsir
bil ma’sur dan bir ra’yi turut memberikan warna bagi pemikiran muslim.
Di sisi yang lain, ada persoalan yang cukup serius di tubuh tafsir bi al-
ma’tsur, yaitu dengan munculnya varian riwayat, dari riwayat yang
sahih/akurat dan valid hingga riwayat yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan menurut parameter-sanad dan rijal al-hadis- dalam
disiplin `Ulumul Hadis. Itulah sebabnya, pada waktu yang bersamaan tafsir
bi al-ma’sur sedang menghadapi masalah serius, karena telah terjadi
pembauran berbagai riwayat.
Disamping itu, orientasi kajian tafsir yang tidak mono material, tetapi
telah berinteraksi dengan disiplin ilmu yang lain seperti fiqh, kalam,
balagah, sejarah dan filsafat. Pengaruh unsur-unsur di luar Islam turut
mewarnai corak penafsiran, termasuk Israiliyat.
Ath Thabari ada pada saat hilangnya salah satu aliran, rasional
keagamaan Mu’tazilah setelah era al-Mutawakkil, dan munculnya aliran
tradisional Asy’ariyah yang belakangan disebut Sunni, belum lagi sekte-
sekte yang lain turut menyemarakkan bursa pemikiran di panggung sejarah
umat Islam.
Kompleksitas yang dilihat dan dialami Ath Thabari di negeri sendiri,
menggugah sensitivitas keilmu-annya khususnya bidang pemikiran Islam
dengan jalan melakukan respons dan dialog ilmiah lewat karya tulis. Tentu
saja pergulatan mazhab yang dialami Ath Thabari, menyisakan dampak bagi
dirinya. Popularitasnya di negeri sendiri dan kota-kota sekitarnya tidak
terbantahkan, sampai-sampai pada hal mazhab yang diikutinya.
Pada akhir pergulatan pemikirannya, ia lebih dikenal luas sebagai
seorang Sunni ketimbang seorang Rafidi ektremis Ali yang pernah hangat
diributkan oleh para ulama sezamannya ketika memuncaknya aliran-aliran
teologi. Bukti bahwa dia seorang sunni terlihat dalam karya-karyanya di
bidang sejarah dan tafsir. Kitab tafsir ini ditulis oleh Ath Thabari pada paruh
abad III H, dan sempat disosialisasikan di depan para murid-muridnya
selama kurang lebih 8 tahun, sekitar 282 hingga 290 H.

10
Kitab tafsir karya Ath Thabari, memiliki nama ganda yang dapat
dijumpai di berbagai perpustakaan; pertama, Jami’ aI-Bayan An Ta’wil Ay
al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1995 dan 1998), dan kedua bernama Jami’
al-Bayan f i Tafsir al- Qur’an (Beirut: Dar al¬Kutub al-`Ilmiyyah, 1992),
terdiri dari 30 juz/jilid besar. Ath Thabari mencoba mengelaborasi terma
takwil dan tafsir menjadi sebuah konstruksi pemahaman yang utuh dan
holistik. Baginya kedua istilah itu adalah mutaradif (sinonim).
Keduanya merupakan piranti intelektual untuk memahami kitab suci al-
Qur’an yang pada umumnya tidak cukup hanya dianalisis melalui
kosakatanya, tetapi memerlukan peran aktif logika dan aspek-aspek penting
lainnya, seperti munasabah ayat dan atau surat, tema (ma’udu), asbab an-
nuzul dan sebagainya.
Pada awalnya kitab ini pernah menghilang, tidak jelas keberadaannya;
ternyata tafsir ini dapat muncul kembali berupa manuskrip yang tersimpan
di maktabah (koleksi pustaka pribadi) seorang Amir (pejabat) Najed,
Hammad ibn `Amir `Abd a1 Rasyid. Goldziher berpandangan bahwa naskah
tersebut diketemukan lantaran terjadi kebangkitan kembali percetakan pada
awal abad 20-an.
Menurut al-Subki, bentuk tafsir yang sekarang ini adalah khulasah
(resume) dari kitab orisinalnya.Penyusun mengatakan ketika menulis kitab
ini, “Ketika aku berusaha menjelaskan Tafsir al-Qur’an dan menerangkan
makna-makna yang Insya-Allah menjadi kitab yang mencakupi setiap
perkara yang perlu diketahui oleh manusia melebihi kitab-kitab lain yang
ada sebelumnya. Aku berusaha menyebutkan dalil-dalil yang disepakati oleh
seluruh ummat dan yang diperselisihkannya, menjelaskan alasan setiap
mazhab yang ada dan menerangkan alasan yang benar berdasarkan
pendapatku dalam setiap permasalahan yang berkaitan secara ringkas.”
Di antara unsur-unsur istimewa dan terpenting dalam methodologi Tafsir
Ath Thabari ini adalah ketika meneliti setiap tema perbahasannya yang
bertumpu kepada pendapat-pendapat (atau methode tafsiran) yang dikuatkan
dengan sanad-sanad dari ayat, hadis dan atsar-atsar para salaf pada setiap

11
ayat al-Qur’an, sehingga buku ini mencakupi seluruh pendapat yang ada
dari kalangan salaf yakni para Sahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut tabi'in.
Sekaligus menjadi penjelas bahwa Tafsir dia inia dalah Tafsir bil ma’tsur
yang mengemukakan methode tafsiran ayat berdasarkan hadis-hadis Nabi
dan kefahaman para salaf dari kalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'uttabi'in.
Tafsir Ath Thabari juga dipandang sebagai kitab tafsir bi al-ma’tsur yang
terbesar. Sebab sebelumnya, para ulama tafsir hanya menyebutkan riwayat-
riwayat saja. Sementara Ath Thabari telah melangkah lebih maju, bukan
sekedar menyantumkan riwayat semata, tetapi beliau juga memberi
komentar, kritik, bahkan menarjih beberapa riwayat yang ada. Beliau juga
menjelaskan i’rab serta melakukan istinbath (penetapan) hukum, serta
menggunakan syair-syair Arab untuk memperkuat sisi kebahasaannya.
Dalam muqadimah kitabnya telas dijelaskan bahwa beliau memohon
kepada Allah agar menunjukkan pendapat yang benar dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an; mengenai ayat yang muhkam dan mutasdyabih, perkara
halal dan haram dan khusus, global dan terperinci, nasikh dan mansukh,
jelas dan samar serta mengenai ayat yang hanya menerima penakwilan atau
penafsiran.
Ath Thabari sangat bersungguh-sungguh dalam menjelaskan semua
perkaraitu, hal ini terlihat dalam setiap bagian kitabnya, dimana ia meneliti
denga sangat sabar setiap hadits dan atsar yang menyangkut setiap
penafsiran ayat al-Qur’an, serta selalu mengungkapkan asbab nuzul-nya,
hukum-hukum, qira’at, dan beberapa kalimat yang maknanya perlu
dijelaskan lebih detail.
Semua itu dilakukan nya dalam rangka mewujudkan sebuah kitab tafsir
yang lebih lengkap dari yang pernah ada sebelumnya, hingga memenuhi
kebutuhan seluruh manusia.
Keinginannya untuk menambahkan ilmu baru menjadikan kitab tafsirnya
makin kuat dan kaya. Dimana seorang pembaca akan menemukan ilmu-ilmu
baru dalam penafsiran al-Qur’an. Hal ini tampak jelas pada gaya tulisan Ath
Thabari yang selalu melakukan perbandingan-perbandingan, dengan
ungkapannya yang sangat masyhur seperti: “pendapat yang benar dalam hal

12
ini menurutku adalah…” atau “menurut kami”. Atau mengatakan, “pendapat
yang paling benar diantara dua pendapat ini” atau “diantara pendapat-
pendapat yang ada adalah…” atau mengatakan “dan qira’at yang aku pilih
adalah…” dan seterusnya.

Bentuk, metode dan Corak Penafsiran

Adapun metodologi tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari dalam menafsirkan al-
Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Melandaskan Penafsiran bil Ma’tsur


Penafsiran bil ma’tsur adalah salah satu model tafsir yang paling utama
dan tertinggi kedudukannya bila dibandingkan dengan model tafsir
yang lain, karena dengan menafsirkan al-Qur’an menggunakan kalam
Allah sendiri, perkataan Rasulullah, dan periwayatan para sahabat.
Allah lebih mengetahui akan maksud dan ucapan-Nya, perkataan
Rasulullah adalah penjelasnya dan para sahabat adalah orang-orang
yang menyaksikan turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Riwayat-riwayat dari
ayat, hadits, dan atsar yang ada di dalam kitab tafsir ini bertumpu pada
pendapat-pendapat yang dikuatkan dengan sanad-sanadnya, yang mana
riwayat haditsnya melebihi riwayat hadits yang ada dalam kitab-kitab
tafsir bil ma’tsur yang ada pada masanya. Kemudian –lebih dari itu- di
dalam terdapat teori ilmiah yang dibangun atas dasar perbandingan dan
penyaringan antar pendapat. Itu semua dilakukan dengan mengkaji
‘illah, sebab-sebab, dan qarinah (sisi indikasi dalil). Hal itu tampak
pada Ath Thabari sebelum menjadi ciri utama, yang kemudian dikenal
dengan istilah tafsir bir-ra’yi (tafsir dengan nalar).
Dengan cara ini Ath Thabari telah menempuh langkah metodologis
yang sangat penting, yang tafsir bukan hanya berisi penjelasan tentang
riwayat-riwayat dan atsar (tafsir bil ma’tsur), melainkan -dengan
karya Ath Thabari ini- tafsir telah bercampur dengan kajian analisis
yang tidak keluar dari jalur kebenaran. Model tafsir yang dihasilkan

13
Ath Thabari ini dinilai oleh sebagian ulama spesialis sebagai karya
yang baru. Mereka mengatakan bahwa Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari
telah menjadi tafsir ilmiah yang cenderung mengedepankan sisi
analisis dari sisi atsar, maka dapat kita katakan bahwa karya ini
merupakan titik langkah perubahan dalam metode pembuatan tafsir
yang memiliki dampak sanagat jauh, yang memutus taliyang
sebelumnya senantiasa mengaitkannya dengan ilmu hadits.

2. Corak Penafsiran Ath Thabari

Tafsir Ath Thabari merupakan tafsir hukmi karena Ibnu Jarir Ath
Thabari menguasai berbagai disiplin ilmu termasuk didalamnya fiqh,
maka tidak diherankan jika dalam menafsirkan ayat-ayat hukum beliau
selalu mengungkap pendapat ulama yang punya keterkaitan dengan
masaalah yang dimaksud, lalu mengemukakan pendapatnya.
Ibnu Jarir Ath Thabari dalam menyelesaikan persoalan fiqh, maka
beliau menjelaskan semua pendapat ulama tentang hal itu, kemudian
dikemukakan pendapatnya mengenai masalah tersebut. Seperti ketika
ia menafsirkan QS. al-Nahl (16):8:

ُ ُ‫ﯿﺮ ﻟِﺘ َْﺮ َﻛﺒُﻮھَﺎ َو ِزﯾﻨَﺔً َوﯾَ ْﺨﻠ‬


3. َ‫ﻖ َﻣﺎ َﻻ ﺗَ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن‬ َ ‫َوا ْﻟ َﺨ ْﯿ َﻞ َوا ْﻟﺒِ َﻐﺎ َل َوا ْﻟ َﺤ ِﻤ‬

“dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
Ibnu Jarir Ath Thabari ketika menafsirkan maksud ayat di atas, beliau
terlebih dahulu menyebutkan pendapat semua ulama tentang hukum
makan kuda, kemudian mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa
ayat tersebut tidak menunjukkan kepada pengharaman

3. Metode Penafsiran Ath Thabari

14
Metode penulisan yang digunakan Ath Thabari adalah metode tahlili
di mana beliau menafsirkan ayat Al-Qur’an secara keseluruhan
berdasarkan susunan mushaf, ia menjelaskan ayat demi ayat, dengan
menjelaskan makna mufradat-nya serta beberapa kandungan lainnya.

Metode Tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan


kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya Segala segi
yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlili diuraikan, bermula
dari arti kosakata, asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan teks atau kandungan ayat.

Di samping itu, Ath Thabari adalah orang yang memiliki metode


sistematis, dia menggunakan metode ilmiah yang memiliki unsur-
unsur yang jelas dan terperinci. Dia menggabungkan antara riwayat,
dirayat dan ashlahah (keotentikan). Sisi riwayat dia peroleh dari
studinya terhadap sejarah, sirah nabawiyah, bahasa, syair, qira’at, dan
ucapan orang-orang terdahulu. Semua itu menjadi bekal utama
baginya untuk menyusun tema-tema dan mengetahui perinciannya.
Adapun sisi dirayat dia peroleh dari perbandingannya terhadap
pendapat-pendapat para fuqaha setelah dia ketahui dalil dari masing-
masing mereka, dan cara pentarjihannya. Kemudian dari
pengetahuannya terhadap ilmu hadits yang mencakup studi sanad,
kondsi perawi, dan kedudukan hadits. Satu hal yang mempertajam sisi
dirayat-nya adalah karena dia pandai dalam ilmu jadal (perdebatan),
yaitu ilmu yang menjadi sarana untuk mengadu dalil dan
argumentasi., Ath Thabari adalah pakarnya. Ilmu ini sangat
berpengaruh dalam mengolah pikiran, mengetahui ttitik kelemahan
dan kekuatan, serta memunculkan kepiawaian dalam menyampaikan
permasalahan, mengungkap dalil, serta memmberikan argumentasi.

Dalam menafsirkan, Ath Thabari menempuh langkah-langkah sebagai


berikut:

15
1. Mengawali penafsiran ayat dengan mengatakan: “Pendapat tentang
takwil firman Allah, begini. Kemudian menafsirkan ayat dan
menguatkan pendapatnya dengan apa yang diriwayatkannya dengan
sanadnya sendiri dari para sahabat atau tabi’in.
2. Menyimpulkan pendapat umum dari nash al-Qur’an dengan bantuan
atsar-atsar yang diriwayatkannya.
3. Menyebutkan atsar-atsar yang berasal dari Rasulullah saw., sahabat
dan tabi’in dengan menuturkan sanad-sanadnya, dimulai dari sanad
yang paling kuat dan paling shahih.
4. Menguatkan pendapat yang menurutnya kuat dengan menyebutkan
alasan-alasannya
5. Melanjutkannya dengan menjelaskan pendapat ahli bahasa, seperti
bentuk kata dan maknanya, baik tunggal maupun gabungan serta
menjelaskan makna yang dimaksud dalam nash yang bersangkutan.
Seperti ketika beliau menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 58
6. Menuturkan I’rab dan pendapat para ahli nahwu untuk menjelaskan
makna sebagai akibat dari perbedaan I’rab.
7. Melanjutkannya dengan menjelaskan qira’at-qira’atnya yang
mengungkapkan maksud ayat al-Qur’an yang ditafsirkan. Beliau juga
melakukan tarjih terhadap qira’at-qira’at yang ia kutip beserta dengan
penjelasannya. Seperti ketika menafsirkan QS. Al-Baqarah [2]: 36.
8. Menyertakan banyak syair Arab Klasik untuk menjelaskan dan
mengukuhkan makna nash. Seperti QS. Al-Baqarah [2]: 58.
9. Memaparkan pendapat-pendapat Fiqih ketika menjelaskan ayat-ayat
hukum, mendiskusikannya dan menguatkan pendapat yang
menurutnya benar.
10. Menukil riwayat dari Ahli Kitab atau dari kitab mereka, yang mana
tidak bisa dibuktikan kebenarannya dengan dalil syari’at yang kuat,
sebagaimana seringkali Ath Thabari menekankannya dalam kitab.
Misalnya sejumlah riwayat penciptaan makhluk dan kisah-kisah para
nabi dari israiliyat. (contoh israiliyat : -penafsiran Ath Thabari ayat
50 surat Al-Baqarah- riwayat yang menyebutkan jumlah tentara

16
Fir’aun yang sangat banyak dan jumlah pengikut Musa dan Harun dari
Bani Israil)

BAB III

PENUTUP

Nama lengkap dari pengarang kitab Tafsir AthThabari adalah Abu Ja’far
Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib Ath Thabari al-Amuli,
beliau dilahirkan di kota Amul yang terletak di pantai selatan Thabaristan (Laut
Qazwayn), Iran, pada tahun 224 H/839 M. Kitab tafsir karya Ath Thabari,
memiliki nama ganda yang dapat dijumpai di berbagai perpustakaan; pertama,
Jami’ aI-Bayan An Ta’wil Ay al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1995 dan 1998),
dan kedua bernama Jami’ al-Bayan f i Tafsir al- Qur’an (Beirut: Dar al¬Kutub
al-`Ilmiyyah, 1992), terdiri dari 30 juz/jilid besar. Ath Thabari mencoba
mengelaborasi terma takwil dan tafsir menjadi sebuah konstruksi pemahaman
yang utuh dan holistik. Hal yang melatarbelakangi Ath Thabari menulis kitab
tafsir ini karena Keprihatinannya terhadap umat Islam dalam memahami Al-
Qur’an, maka dengan segenap usaha telah dilakukannya untuk menyajikan
kitab tafsir yang mengandung banyak pengetahuan tentang Al-Qur’an. Metode
penafsiran yang digunakan adalah metode tahlili. Ibnu Jarir Ath Thabari juga
menguasai berbagai disiplin ilmu termasuk didalamnya fiqh, maka tidak
diherankan jika dalam menafsirkan ayat-ayat hukum beliau selalu mengungkap
pendapat ulama yang punya keterkaitan dengan masaalah yang dimaksud, lalu
mengemukakan pendapatnya. Dan dengan menggabungkan penafsiran bil

17
ma’tsur dan bir ra’yi telah melahirkan sebuah Kitab Tafsir yang sangat
bermanfaat bagi seluruh umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA

al-Qathan, Manna Khalil. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Diterjemahkan oleh H.


Aunur Rafiq El-Mazni.2017. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Pustaka Al-
Kautsar.

Ath Thabari, Abu ja’far ibn Muhammad Jarir. 2011. Jami’ al-bayan an Takwil Ayi
Alquran. Jilid I . Jakarta : Pustaka Azzam.

https://orienputra.wordpress.com/2017/11/15/mengenal-imam-Ath Thabari-dan-
kitab-tafsirnya/

http://syeevaulfa.blogspot.com/2015/02/tafsir-Ath Thabari.html

http://hasnanadip.blogspot.com/2015/01/tafsir-Ath Thabari.html

18

Anda mungkin juga menyukai