Anda di halaman 1dari 11

Studi Kitab Tafsir al-Bahr al-Muhith Karya Abu Hayyan

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Matakuliah : Studi Kitab Tafsir

Dosen Pengampu : Shofaussamawati S.Ag, M.S.I

Disusun Oleh :

Kelompok 8 - IQT C5
1. Aufi Isni Naila (2030110079)
2. Abu Hasan (2030110080)

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama dan memiliki banyak sekali implikasi
yang dihasilkan. Dalam kegiatan pemahaman teks-teks yang ada di dalam al-Qur’an
membutuhkan suatu proses, proses menemukan makna ataupun ibrah dari teks al-Qur’an
sendiri disebut tafsir, yaitu sebagai alat yang dijadikan suatu metode.
Menentukan arah serta rel yang dilalui oleh seorang mufassir dalam memberikan
interpretasi masing-masing memiliki metodologi yang mereka konsisten terhadapnya.
Tanpa metodologi tersebut niscaya akan menimbulkan kerancuan sikap serta cara dalam
menafsirkan al-Qur'an.
Berkembangnya intelektul muslim yang banyak muncul tafsir-tafsir yang tidak
hanya mengkaji pada satu bidang saja salah satunya yaitu tafsir al-Bahr al-Muhith karya
Abu Hayyan yang di dalamnya mengkaji meliputi banyak hal. Demikian makalah ini
akan membahas biografi, karakteristik, sistematika serta corak dan contoh penafsiran
dalam studi tafsir al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Abu Hayyan Al-Andalusi ?
2. Bagaimana karakteristik kitab tafsir al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan Al-
Andalusi?
3. Bagaimana contoh penafsiran Abu Hayyan Al-Andalusi dalam kitab tafsir al-
Bahr al-Muhith ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Abu Hayyan Al-Andalusi


Abu Hayyan bernama lengkap Atsiruddin Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf
bin Hayyan al-Andalusi an-Nafzi. Namanya dinisbatkan pada Nafzah yang merupakan
salah satu qabilah dari suku barbar. Dan Nastiruddin merupakan julukannya. Abu Hayyan
lahir pada akhir bulan syawwal tahun 654 H atau 1256 M di Gharnathah, 1 salah satu
daerah yang terletak di Andalusia. Ia berkiprah di Mesir dan Andalusia sebagai dua
tempat yang melambungkan namanya.
Lahir dan besar dalam lingkungan agamis membuatnya tekun menuntut ilmu agama
dan ia memilih sebagai seorang dhahiri. Mazhab fiqihnya ia halukan pada Imam Syafii
setelah ia masuk ke Mesir, dan ia juga menggunakan pendapat-pendapat Imam Malik
sebagai madzhab yang banyak diikuti di Maghrib. Mazhab kebahasaannya di antara dua
mainstream mazhab besar yakni Bashrah dan Kuffah, ia lebih condong pada Basrah.
Meski banyak kaidah nahwiyah dan sharaf yang di tulis oleh Abu Hayyan yang kedua
ilmu itu berkembang pesat di Kuffah.2 Dalam kecintaannya terhadap ilmu membawanya
untuk berguru keberbagai ulama. la menguraikan, bahwa terdapat 450 orang guru yang
pernah ia timba ilmunya. Beberapa kota yang pernah disinggahi oleh Abu Hayyan adalah
Gharnathah. Malaqah, Tunis, Iskandariyah, Kairo, Dimyat, Thuhurmus, Disyna, Qina,
Bilbis, Sudan, Makkah, dan Jiddah.3
Abu Hayyan wafat di Mesir pada 28 Shaffar tahun 745 H atau 1345 M. tepatnya
pada hari sabtu ba'da asar." Meski pendapat ini merupakan pendapat yang umum
dipegang oleh ahli sejarah, namun terdapat keterangan tahun lainnya seperti 743 H.
beliau dikuburkan di luar bab an-Nasr di Kairo tepatnya di pekuburan as-Sufiyyah.4
Guru-guru Abu Hayyan diprediksikan terdapat 450 orang guru yang pernah ia
timba ilmunya.5 Di antara guru-guru beliau adalah: 1) Ibn Zubair, 2) Ibn Abi al-Ahwash.

1
Husain adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirum (Kairo; Daar el-Hadist, 2005), hlm. 271.
2
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fi al-Bahr al-Muhith (Ardan:Daar Ammar, 2006),
hlm. 13.
3
Husain adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Daar el-Hadist, 2005), him. 271.
4
Ahmad Khalid Syukri. Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajuhu Fral-Bahr al-Muhith (Ardan: Daar Ammar, 2006),
hlm. 17.
5
Husain adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Daar el-Hadist, 2005), him. 271.

3
3) Ali bin Ahmad bin Abdul Wahid, 4) Muhammad bin Sulaiman bin Hasan bin Husain,
5) Muhammad bin Yahya bin Abdur Rahman bin Abu Rabi', 6) Ahmad bin Sa'd bin Ali
bin Muhammad al-Ansari, 7) Ibn Thaba, 8) Khalil bin Utsman al-Maraghi, 9) Ahmad bin
Abd an-Nur dan lain-lain.6
Abu Hayyan merupakan seorang yang ahli dalam banyak disiplin keilmuan
sekaligus. Ia telah menulis beberapakarya di bidang lughah, qiraah, hukum atau fiqih,
sastra, dan tafsir.7 di antara karya-karya tersebut yaitu : 1) al-Bahr al-Muhith, 2) Nahrul
Mad, 3) Aqdu al-Lali fi Qiro'at as-Sab'I al-Awali, 4) Al Khalil Khaliah fi Isnad Qiraat al-
Aliah, 5) Taqrib al- Na'l fi Qiraat al-Kisa'i. 6) Al-Wahaj fi Ikhtisar al-Minhaj, 7) Al-
Anwar al-Ajali fi Ikhtisar al-Mahla, 8) Masail al-Rasyid fi Tajrid Masail Nihayah Ibn
Rasd, 9) Al-I'lam bi Arkan Islam, 10) Itihaf al-Arib bima fi al-Quran, 11) Irtidha' fil
Farqu baina Dhad wa zho', 12) Al-Idra' al-Lisan, 13) Al Tazkirah, 14) al-Syazan fi
Masailah Kaza, 15) Al-Syazarah 16) Ghoyah al-Ihsan fi Ilmu Lisan. 17) Diwan asy-Syi'ri,
18. Mabda' fi Tashrif, 19. Al-Maznu al-Hamir fi Qiraah Ibn Amir. 20. Fadhl an-Nahw,
21. Fadl al-Qur'an, al-Hidayah fi an-Nahw, dan lain sebagainya.
B. Karakteristik Kitab Tafsir Al-Bahr Al-Muhith Karya Abu Hayyan Al-Andalusi
Al-Bahr al-Muhith adalah karya tafsir yang terbesar bagi Abu Hayyan. Abu
Hayyan sendiri menamainya dengan al-Kitab al-Kabir. Kitab tafsir ini merupakan kitab
bi al-ra’yi yang termasyhur. Beliau memulai menyusun tafsir ini pada akhir tahun 710 H.
Tiga hal yang melatar belakangi Abu Hayyan menyusun kitab tafsir ini, yang pertama
untuk tilawah Alquran, kedua memperbanyak amal kebajikan dan yang ketiga adalah
untuk menyucikan jiwa (al-nafs al-‘afifah).8 Metode pendekatan atau corak penafsiran
yang digunakan oleh Abu Hayyan dalam tafsirnya kebanyakan memuat masalah
kebahasaan khususnya nahwu, masalah qiraat, dan masalah fiqh.
Secara kuantitas, banyaknya juz/jilid pada tafsir ini tergantung pada terbitan dan
cetakannya. Ada yang terdiri dari 8 juz, sampulnya warna biru tua, diterbitkan oleh Dar
al-Fikr pada tahun 1978 M/1398 H, tanpa tempat terbit dan merupakan cetakan yang

6
Ahmad Khalid Syukri, Abu Hayyan al-Andalusi wa Manhajun Fi al-Bahr al-Mishith (Ardan Daar Anumar, 2006),
hlm. 47-56.
7
Audah Abu Halib, "I'tiradhat Abu Hayyan Ala al-Farra", makalah Fakultas Adab Jami'ah Islamiyyah, Gaza, 2011
hlm. 12.
8
Miatul Qudsia, ‘Khazanah Keintelektualan Abu Hayyan Dalam Samudera Ilmu Yang Luas (Al-Bah{R Al-Muhit)’,
2014.

4
kedua. Adapun yang terdiri dari 9 juz, warna sampulnya biru tua, penerbitnya Dar al-
Kutub al- Ilmiyyah, Beirut pada tahun 1993 M/1413 H, merupakan cetakan pertama.
Sedangkan yang terdiri dari 10 juz, sampulnya berwarna hitam, juga diterbitkan oleh dar
al-Fikr, Beirut pada tahun 1992 M/1412 H, tanpa keterangan cetakan.9
Sistematika dari kitab Al-Bahr Al-Muhith yang diterbitkan pada tahun 1992
M/1412 H yaitu : Juz I, surah al-Fatihah dan surat al-Baqarah sampai ayat 141. Juz II,
surat al-Baqarah dari ayat 142 sampai akhir surat. Juz III, surat Ali-Imran dan surat al-
Nisa sampai ayat 86. Juz IV, surat al-Nisa ayat 87 hingga surat al-An’am. Juz V, surat al-
A‟raf sampai surat al-taubah. Juz VI, surat Yunus sampai surat al-Nahl. Juz VII, surat al-
Isra‟ sampai surat al-Mu‟min. Juz VIII, surat al-Nur sampai surat Saba. Juz IX, surat
Fathir sampai surat al-Thur. Juz X, surat al-Najm hingga surat al-Nas.
Dalam menggunakan pendekatan bahasa beliau banyak menukil penafsiran al
Syamakhzariy dan Ibnu Atiyyah. Kedua mufassir tersebut banyak menyingkap keindahan
bahasa al Quran dan ketinggian unsur kebalagahannya melalui pendekatan ilmu al
Ma'ani, ilmu al Bayan, Nahwu dan Sharaf. Dalam menggunakan pendekatan fikh Abu
Hayyan. menyebutkan pendapat sahabat dan tabi'in. Begitupula beliau menukil pendapat
dari imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmadi. Akan tetapi
karena pada saat itu di Andalusia banyak penganut mazhab Maliki sehingga dalam
mengistimbatkan hukum banyak berpedoman pada mazhab Maliki. Namun setelah
beliau meninggalkan Andalusia ia berpindah ke mazhab al Zahiriy.10
Abu Hayyan dalam kitab Al-Bahr Al-Muhith menafsirkan ayat-ayat al-Quran
menggunakan metode tahlili yakni menafsirkan ayat secara runtut dan analisis sesuai
urutan surat dan ayat dalam Al-Quran, dari segi sumber rujukan lebih banyak
menggunakan al-ra’yi. Namun tetap tidak meninggalkan cara ma’tsur sekalipun tanpa
menyebut sanad pada sebagian surah dan ayat. 11 Langkah-langkah sistimatis yang
dilakukannya dalam menafsirkan surah atau ayat adalah sebagai berikut:12

9
M Rusydi Khalid, ‘Al Bahr Al-Muhîth: Tafsir Bercorak Nahwu Karya Abu Hayyân Al-Andalusî’, Jurnal
Adabiyah, 15.2 (2015), 181–92.
10
Muhammad Hasdin Has, ‘Karakteristik Tafsir Al-Bahru Al Muhith ( Telaah Metodologi Penafsiran Abu Hayyan
Al-Andalusy )’, Shautut Tarbiyah, 18 (2012), 45.
11
Rusydi Khalid, ‘Al Bahr Al-Muhîth: Tafsir Bercorak Nahwu Karya Abu Hayyân Al-Andalusî’, Jurnal Adabiyah,
15.2 (2015). hlm 6
12
Rusydi Khalid, ‘Al Bahr Al-Muhîth: Tafsir Bercorak Nahwu Karya Abu Hayyân Al-Andalusî’, Jurnal Adabiyah,
15.2 (2015). hlm 6

5
1. Mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan secara keseluruhan.
2. Memilah-milah ayat menjadi beberapa bagian.
3. Menjelaskan mufradat (kosa kata) ayat satu persatu dari segi bahasa, ilmu ma’ani,
dan hukum-hukum nahwu atau i’rabnya.
4. Menjelaskan secara rinci pendapat-pendapat para ahli nahwu dan perbedaan
mereka dalam i’rab kalimat al-Quran.
5. Menyebut ragam qiraat yang terdapat dalam ayat dan mengarahkannya secara
nahwu, dan menyebut baik qira’at syadz dan qira’at musta’mal.
6. Memberi perhatian khusus pada aspek balaghah yang meliputi bayan dan badi’.
7. Menafsirkan ayat dengan menyebutkan asbab an-nuzul, nasikh- mansukh,
munasabah, keterkaitan antara ayat dengan sebelum dan sesudahnya.
8. Membicarakan hukum-hukum fikh bila ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-
ayat hukum dengan menyebut pandangan imam madzhab.
9. Menyebutkan perkataan ulama mutaqaddimin (dahulu) baik salaf maupun khalaf
dalam masalah-masalah akidah.
10. Membuat kesimpulan kandungan ayat-ayat yang ditafsirkan sesuai makna yang
dipilih.
Al-Bahr al-Muhith sebagai kitab tafsir yang disusun oleh seorang sunni,
memiliki kelebihan dibanding kitab-kitab tafsir lainnya sehingga dapat menjadi rujukan
bagi maslah-masalah i’rab, bahasa, i’jaz dan balagah al-Quran serta ragam-ragam qiraat.
Tafsir ini juga bersikap kritis terhadap kisah-kisah Israiliyat yang berisi kebatilan dan
bertentangan dengan akal sehat, termasuk bersikap keras terhadap pandangan kaum sufi
ekstrim, dan kaum Batiniyyah yang merekayasa kedustaan terhadap Allah, Ali bin Abi
Thalib dan keturunannya.

Abu Hayyan dalam kitabnya juga bersikap obyektif terhadap sumber rujukannya
seperti al-Zamakhsyari, Ibnu ‘Athiyyah, Ibn Jarir al-Thabari dan al-Razi. Khusus pada al-
Zamakhsyari, sekalipun ia banyak membantah dan menyerang pandangan Mu’tazilahnya
dalam al-Kasysyaf, namun ia tetap menghargai dan merujuk pemikiran-pemikirannya
yang hebat dalam kemu’jizatan, dan balagah al- Quran, namun pada umumnya kritikan
yang ditujukan pada al-Bahr al-Muhith adalah banyaknya pembahasan nahwu, perbedaan
pendapat di kalangan para ahli nahwu, Bashrah dan Kufah, dalam kitab itu sehingga ada

6
yang berpendapat al-Bahr al-Muhith lebih dekat sebagai salah satu buku nahwu, tata
bahasa ketimbang kitab tafsir

C. Contoh Penafsiran Abu Hayyan Al-Andalusi Dalam Kitab Tafsir Al-Bahr Al-
Muhith
1. Corak Kebahasaan
Q.s. Al-Fatihah / 1 : 13

Abu Hayyan dalam menafsirkan surah al-Fatihah ayat 1 tersebut di atas,


memilah ayatnya menjadi 3 bagian, yaitu: (al-hamd), (lillahi), (Rabbi l-‘Alamin).
Beliau menafsirkan kata “alhamd” dengan pujian atas segala yang indah berupa
nikmat dan selainnya melalui lisan semata. Lawan dari al-hamd, adalah al-dzam,
celaan. Fi’l dari al-hamd, hamida bukan fiil yang terbalik (metatesis) dari madaha.14

Menurut Ibn al-Anbari, hamida dan madaha, tasrifnya sama. Dalam


penggunaannya, madaha dapat dipakai untuk benda mati, seperti namdahu al-
jawharah, kita memuji permata itu, tapi tidak bisa dikatakan nahmadu al-jawharah.
Al-hamd searti dengan al-syukr, atau al-hamd lebih umum maknanya. Al-syukr,
pujian pada Allah atas perbuatan-perbuatannya, sedang al-hamd, pujian pada Nya
atas semua sifat-sifatnya. Yang lebih benar adalah al-hamd maknanya lebih umum.

13
Muhammad bin Yusuf Al-Syahid bi Abi Hayyan Al-Andalusi, Tafsir Al-Bahr Al-Muhith (Beirut : Dar Al-Kutub
Al- Ilmiyyah, 1993)
14
Qudsia. hlm 9

7
Al-hamid (si pemuji), ada dua macam, sebagai syakir (yang mensyukuri), dan sebagai
orang yang menyanjung sifat-sifatnya.

Kata “lillahi”, ia menjelaskan huruf jarr “li” menurut ilmu nahwu yaitu al-lam
pada kata “lillah” mengandung sejumlah arti, li al-milk wa syibhih (kepemilikan atau
yang serupa dengannya), li al-Istihqaaq (hak milik), al- sabab, ta`lil, ta’ajjub,
tabyin, shayrurat (berubah menjadi), al-zharfiyyah dalam arti “fi” dan “’inda”, al-
intiha (terakhir) dan al-isti’la.

Dan adapun kata “rabb” artinya tuan, raja, yang tetap, yang disembah, yang
memperbaiki dan pemilik dan pencipta. Sedangkan, kata “al-‘alamin” tidak ada
mufradnya sama dengan kata “al- anâm, al-‘alamin berasal dari “al-‘ilm” dan
al-‘alamat. Makna semantiknya ada sejumlah pendapat. Semua yang bernyawa,
menurut pendapat Ibn Abbas. Menurut Al- Bujaliy yaitu manusia. Manusia, jin dan
syetan, pendapat Abu Ubaidhah dan al-Farra. Jin dan manusia, menurut Ibn
‘Athiyah. Anak cucu Adam, menurut Abu Ma’ad. Penduduk surga dan neraka,
menurut al- Shadiq. Para penerima rezki, menurut Abdurrahman bin Zaid.

2. Corak Qiraat
Q.s Al- Jumu’ah/ 9 :
‫اس; َع ْوا اِ ٰلى ِذ ْك; ِر هّٰللا ِ َو َذ ُروا ا ْلبَ ْي; ۗ َع ٰذلِ ُك ْم َخ ْي; ٌر لَّ ُك ْم اِنْ ُك ْنتُ ْم‬
ْ َ‫لص; ٰلو ِة ِمنْ يَّ ْو ِم ا ْل ُج ُم َع; ِة ف‬
َّ ِ‫ي ل‬ ْٓ ;ُ‫ٰيٓاَيُّ َه;;ا الَّ ِذيْنَ ٰا َمن‬
ْ ;ُ‫;وا اِ َذا ن‬
َ ‫;و ِد‬
َ‫تَ ْعلَ ُم ْون‬
Artinya : “ Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
jum’at, maka bersegeralah kamu mengingat kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Kata ‫ الجمعة‬pada ayat tersebut di atas, , menurut Abu Hayyan dalam tafsirnya ada
dua macam qiraatnya, oleh al-Jumhur (mayoritas) , Ibn al-Zubair, Aba Hayah, dan
Ibn Abi ‘Ablah membacanya dengan men- dhammah mim, jadi dibaca al-jumu’ah.
Sedang riwayat yang bersumber dari Abi’ Amr, Zaid bin’ Ali, dan al-A’masy dibaca
dengan mensukun huruf mim, jadi dibaca al-jum’ah.
Q.s Al-Kautsar/ 1:
‫اِنَّٓا اَ ْعطَ ْي ٰن َك ا ْل َك ْوثَ ۗ َر‬

Artinya : “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.”

8
Susunan ‫ أعطیناك‬oleh al-Jumhur membacanya dengan “a’thaynaka”, sedang al-
Hasan, Thalhah, ibn Muhaishin, dan al-Za’farani membacanya dengan “anthaynak”
dengan “n” (nun).15

3. Corak Fiqh
Dalam penafsiran ayat diatas Abu Hayyan mengutip 4 madzab seperti imam
syafi’i abu Hanifah. Dalam hal ini Syafi’i memahami akan wajibnya shalat apabila
waktu shalat telah tiba sekalipun dalam keadaan perang dan shalat tersebut wajib
diqadha, (diganti) apabila keadaan telah aman. Berbeda dengan Abu Hanifah, ia
mengatakan apabila dalam keadaan perang maka di maafkan untuk meninggalkan
sholat sampai keadaan aman. Mengenai contoh dari penafsiran secara Rayi maka
dapat di lihat dari Penafsiran Abu Hayyan yang mengutip sebagian dari pemahaman
Imam Madzab . Ketika menafsirkan Q.S al-Nisa’. 16
Sedangkan penafsiran secara bi al-ma’tsur, dapat dilihat pada penafsiran kata al-
shalat yang pertama yang terdapat dalam Q.S al-Nisa’ ayat 103 tersebut. Bahwa, kata
al-shalat ditafsirkan oleh Ibnu Abbas sebagai shalat khauf, pendapat ini pun juga
diikuti oleh Jumhur. Dalam penafsiran, Abu Hayyan menjelaskan wajib
melaksanakan sholat dengan berdiri bagi orang sehat, dan duduk bagi yang tak
sanggup berdiri dan berbaring bagi yang terluka, sakit dan tak sanggup duduk. Bila
perang telah usai, keadaan aman maka shalat dilakukan seperti sholat safar tidak
seperti sholat al-khawf, dan bila sudah kembali ke kampung halaman, maka salat
dilakukan secara sempurna, yaitu 4 rakaat.

BAB III
PENUTUP
Simpulan

15
Rusydi Khalid, ‘Al Bahr Al-Muhîth: Tafsir Bercorak Nahwu Karya Abu Hayyân Al-Andalusî’, Jurnal Adabiyah,
15.2 (2015). hlm 182
16
Hasdin Has. hlm 11

9
Nama lengkap Abu Hayyan penyusun Kitab Tafsir al-Bahr al-Muhith adalah Atsiruddin
Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan al-Andalusi an-Nafzi. Kitab tafsir ini
merupakan kitab bi al-ra’yi yang termasyhur. Tiga hal yang melatar belakangi Abu Hayyan
menyusun kitab tafsir ini, yang pertama untuk tilawah Alquran, kedua memperbanyak amal
kebajikan dan yang ketiga adalah untuk menyucikan jiwa (al-nafs al-‘afifah). Metode
pendekatan atau corak penafsiran yang digunakan oleh Abu Hayyan dalam tafsirnya memuat
masalah kebahasaan khususnya nahwu, masalah qiraat, dan masalah fiqh. Abu Hayyan dalam
kitab Al-Bahr Al-Muhith menafsirkan ayat-ayat al-Quran menggunakan metode tahlili dari segi
sumber rujukan lebih banyak menggunakan al-ra’yi.
Sistematika Tafsir al-Bahr al- Muhith yaitu menjelaskan mufradat (kosa kata) ayat satu
persatu dari segi bahasa, ilmu ma’ani dan hukum-hukum nahwu atau i’rabnya. Menjelaskan
secara rinci pendapat-pendapat para ahli nahwu dan perbedaan mereka dalam i’rab kalimat Al-
Quran. Menyebut ragam qiraat yang terdapat dalam ayat dan mengarahkannya secara nahwu, dan
menyebut baik qiraat syadz (yang janggal) dan qiraat musta’mal (yang berlaku). Memberi
perhatian khusus pada aspek (balaghah yang meliputi bayan dan badi’. Menafsirkan ayat dengan
menyebutkan asbab an-nuzul bagi yang ada asbab nuzulnya, nasikh- mansukh, munasabah,
keterkaitan antara ayat dengan sebelum dan sesudahnya. Membicarakan hukum-hukum fikhi bila
ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat-ayat hukum dengan menyebut pandangan imam-imam
yang empat dan selain mereka. Menyebutkan perkataan ulama mutaqaddimin (dahulu) baik salaf
maupun khalaf dalam masalah-masalah akidah. Membuat kesimpulan kandungan ayat-ayat yang
ditafsirkan sesuai makna yang dipilih.

DAFTAR PUSTAKA

Hasdin Has, Muhammad, ‘Karakteristik Tafsir Al-Bahru Al Muhith ( Telaah Metodologi


Penafsiran Abu Hayyan Al-Andalusy )’, Shautut Tarbiyah, 18 (2012), 45

10
Khalid, M Rusydi, ‘Al Bahr Al-Muhîth: Tafsir Bercorak Nahwu Karya Abu Hayyân Al-
Andalusî’, Jurnal Adabiyah, 15.2 (2015), 181–92

Qudsia, Miatul, ‘Khazanah Keintelektualan Abu Hayyan Dalam Samudera Ilmu Yang Luas (Al-
Bah{R Al-Muhit)’, 2014

Al-Andalusi, Muhammad bin Yusuf al-Syahid bi Abi Hayyan. 1993. Tafsir al-Bahr al-Muhit.

(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)

Al-Dzahabi, Muhammad Husain. Tt. al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah

11

Anda mungkin juga menyukai