PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab Allah yang menjadi pegangan dan rujukan
seluruh kaum muslimin. Pada masa awal islam, mushaf Al-Qur‟an tidak bertitik
dan berharkat. Ini memungkinkan Al-Qur‟an dibaca dengan bacaan berbeda-beda.
Pada satu mushaf suatu kalimat dibaca dengan bacaan tertentu dan pada mushaf
lain kalimat tersebut dibaca dengan bacaan lain. Agar dapat menjadi pegangan
(menghindari perbedaan), hanyalah orang-orang yang benar-benar tsiqat (kuat
hafalannya) dan meriwayatkan sampai pada Nabi SAW yang dipercayai atau
menjadi pegangan menyampaikan Al Qur‟an.1
Pada masa hidup Nabi Muhammad SAW, perhatian umat terhadap kitab
Al-Qur‟an ialah memperoleh ayat-ayat Al-Qur‟an itu, dengan mendengarkan,
membaca, dan menghafalkannya secara lisan dari mulut kemulut. Dari Nabi
kepada para sahabat, dari sahabat yang satu kepada sahabat yang lain, dan dari
seorang imam ahli bacaan yang satu kepada imam yang lain.2
Qira‟at atau macam-macam bacaan itu sudah ada sejak zaman Rosulullah
SAW, dan beliau mengajarkan kepada para sahabat sebagaimana beliau menerima
bacaan itu dari malaikat jibril. Dan begitu turun ayat-ayat Al-Qur‟an, maka
dengan segera Nabi membacakan kepada para sahabat, dan mereka menulisnya,
menyimpan dan membacanya ketika sholat atau ibadah-ibadah yang lainnya
sevara berulang-ulang siang dan malam.3
Qira‟at merupakan salah satu cabang ilmu Al-Qur‟an, tetapi tidak
banyak orang yang tertarik kepadanya, kecuali orang orang tertentu saja, biasanya
kalangan akademik. Banyak factor yang menyebabkan hal itu, di antarnya adalah
ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia
sehari-hari, tidak seperti ilmu fiqih, hadist dan tafsir misalnya yang dapat
dikatakan berhubungan langsung dengan kehiduopan manusia. Hal ini karena
1
Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, Keistimewaan-Keistimewaan AlQur‟an,( Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2011), 119.
2
Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur‟an,( Surabaya: CV Dunia Ilmu, 2013), 342.
3
Mawardi Abdullah,Ulumul Qur‟an,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011), 107.
ilmu qira‟at tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung
dengan halal atau haram atau hukum-hukum tertentu dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ilmu ini juga cukup rumit untuk untuk dipelajari karena
banyak hal yang harus dikuasai, antara lain penguasaan bahasa arab secara
mendalam, penguasaan ilmu ini sangat berjasa dalam menggali, menjaga dan
mengajarkan berbagai “cara membaca” Al-Qur‟an yang benar benar sesuai
dengan yang telah diajarkan Rosulullah SAW.
Para ahli qira‟at telah mencurahkan segala kemampuannya demi
mengembangkan ilmu ini. Ketelitian dan kehati-hatian mereka telah menjadikan
Al-Qur‟an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan masuknya
unsur- unsur asing yang dapat merusak kemurnian Al-Qur‟an.4
Dalam hal ini pemakalah akan memaparkan tentang pengetian qira‟at,
macam-macam qira‟at, dan latar belakang timbulnya perbedaan serta manfa‟at
keragaman qira‟at.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qira‟at?
2. Apa saja macam-macam Qira‟at?
3. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan?
4. Bagaimana manfa‟at keragaman Qira‟at?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahuai apa itu pengertian Qira‟at.
2. Untuk mengetahuai macam-macam Qira‟at.
3. Untuk mengetahuai latar belakang timbulnya perbedaan.
4. Untuk mengetahuai manfa‟at keragaman Qira‟at.
4
Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2013), 133.
BAB II
PEMBAHASA
N
A. Pengertian Qira’at
5
Syekh Muhammad Ali As Shabuni, At Tibyan Fii Ulumil Qur‟an (Jakarta:Daarul Kitab Al
Islamiyah, 2003), 229.
6
Manna‟ AL Qattan, Mabahist Fii „Ulumil Qur‟an (Surbaya:Al Hidayah, 1973), 170.
7
Djalal H.A, Ulumul Qur‟an, 339.
8
„Abdul „Adzim Az Zarqaani, Manaahilul „Irfaan (Beirut:Daarul Kitab Al Amaliyah,2010),229
9
Dr. Nuruddin „Atir, „Ulumul Qur‟anil Karim,t.t, 146
B. Macam-Macam Qira’at
Macam-macam Qira‟at itu bisa ditinjau dari segi Bilangan Qira‟at
(„I‟dadul Qira‟at) dan dari segi sanadnya.
1. Bilangan Qira‟at („I‟dadul Qira‟at)
Qira‟ah yang masyhur di tinjau dari segi bilangan ada tiga yaitu,
Qira‟ah Sab‟ah, Qira‟ah „Asyra, Qira‟ah Arba‟a Asyra.10
a. Qira‟at Sab‟ah, adalah Qira‟at atau bacaan yang mengikuti tujuh Imam
qira‟at, tujuh imam tersebut yaitu:11
1) Ibnu „Amir
2) Ibnu Katsir
3) Ashim Al Kuti
4) Abu Amr
5) Hamzah Al-Kufi
6) Imam Nafi‟
7) Al Kasai
b. Qira‟at „Asyra adalah qira‟at yang didasarkan kepada sepuluh imam
qira‟at,yaitu tujuh imam yang sudah tersebut diatas ditambah tiga imam
lagi, adapun tiga imam itu:
1) Abu Ja‟far yazid bin Qo‟qo‟ Al Qari
2) Abu Muhammad Ya‟qub bin Ishaq Al Hadramy
3) Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsu‟lab
c. Qira‟at Arba‟a Asyra adalah qira‟at yang bacaannya disandarkan pada
empat belas imam qira‟at, empat belas imam qira‟at tersebut yaitu dari
sepuluh imam qira‟at „asyra dan ditambah empat imam lagi, adapun
empat imam tersebut yaitu:12
1) Hasan Al Bashry
2) Ibnu Muhaisi
3) Yahya Ibnul Bubarak Al Yazidi
4) Abul Faraj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy.
10
Az Zarqaani, Manaahilul „Irfaan, 229.
11
As Shabuni, At Tibyan Fii Ulumil Qur‟an, 234.
12
Djalal H.A, Ulumul Qur‟an, 348.
2. Segi Sanad
Imam Asshuyuti menukil dari ibnu Al Jazari bahwa qira‟at itu dibagi
menjadi enam bagian:13
a. Mutawatir
Qira‟at Mutawatir adalah qira‟at yang diriwayatkan satu golongan
dari golongan yang lain yang tidak dimungkinkan adanya kesepakatan
untuk berdusta dan semislanya, qira‟at ini merupakan qira‟at yang sering
dipakai pada umumnya.
b. Masyhur
Qira‟at masyhur adalah qira‟at yang memiliki sanad yang shohih,
dengan perawi yang adil, dhabit (kuat hafalannya) dan yang dengan
demikian Qira‟at masyhur ini juga sesuai dengan kaiddah arab, dan
Mushaf Ustmani. Seperti qira‟at yang disampaikan oleh imam tujuh atau
sepuluh atau juga oleh imam lainnya dari beberapa imam yang maqbul.
Qira‟ah ini masyhur dikalangan para qurra‟ dan tidak ditemukan
didalanya suatu qira‟ah yang keliru dan menyimpang, namun qira‟ah
masyhur ini tidak sampai pada derajat mutawatir.
Seperti qira‟ah dari tujuh imam yang disampaikan dengan cara
yang berbeda beda, sebagai perawi meriwayatkan dari imam yang tujuh,
sedangkan sebagian yang lainnya tidak.
c. Ahad
Qira‟at Ahad adalah qira‟at yang memiliki sanad yang shohih,
namun qira‟at ini menyalahi rasm ustmani dan kaidah arab. Qira‟at ini
tidak memiliki ke masyhuran dan tidak di baca sebagiamana ketentuan
yang telah ditetapkan. seperti qira'‟t yang dikeluarkan oleh Al Hakim
melalui Imam „ashim Al Jahdani dari Abi Bakrah, bahwa sanya Nabi
f. Qira‟at Mudraj
Qira‟at mudraj adalah qira‟at yang menyerupai hadist. Qira‟at ini
ditambahkan dalam beberapa qira‟at sebagai penafsiran, seperti qira‟at
dan qira‟at
dengan
14
As Shabuni, At Tibyan Fii Ulumil Qur‟an, 232.
Ulama‟ qira‟at bersepakat bahwa qira‟ah yang bisa diterima ialah yang
sesuai dengan ketentuan: bahwa “setiap qira‟at yang sesuai dengan kaidah arab
walupun hanya dari satu sisi saja, dan sesuai dengan penulisan salah satu mushaf
walaupun masih ihtimal (tidak pasti), serta memilik sanad yang shoheh”. Qira‟at
tersebut bisa diterima jika memenuhi tiga syarat berikut yaitu:15
1. Sesuai dengan kaidah arab walau hanya dari satu sisi
Yang dimaksud dengan syarat ini adalah qira‟ah tersebut harus sesuai
dengan salah satu kaidah dari beberapa kaidah bahasa arab, jika terdapat
perbedaan didalamnya maka, tidak sah memperlihatkan qira‟at tersebut.
2. Sesuai dengan penulisan salah satu mushaf walaupun masih ihtimal.
Dalam syarat ini pengucapan kalimat harus sesuai dengan rasm
mushaf secara hakiki, apabila ucapan tersebut sesuai dengan yang ditulis
3. Memiliki sanad yang shohih.
Yaitu qira‟at yang diriwayatkann oleh imam yang adil, dabith (kuat
hafalannya), dan semisalnya hingga sampai pada Rosulullah tanpa adanya
keraguan.16
15
Ibid,. 232.
16
„Atir, „Ulumul Qur‟anil Karim, 148.
17
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al Qur‟an,(Bandung:CV Pustaka Setia,2010),142-149
Hisyam Tidak benar dan bertentangan dengan apa yang di ajarkan Nabi
kepadanya. Namun, Hisyam menegaskan pula bahwa bacaannyapun
berasal dari Nabi. Seusai Sholat, Hisyam diajak menghadap Nabi seraya
melaporkan peristiwa diatas. Nabi menyruh Hisyam mengulangi
bacaannya sewaktu sholat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, Nabi
bersabda:
73 ……… ….……
Artinya:“…yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain
berbuat kikir…” (Q.S. An-Nisa‟ [4]:37)
Kata Al-bakhl yang berarti kikir disini dapat dibaca fathah pada huruf ba‟-
nya sehingga dibaca “bi Al-bakhli”, dapat juga dibaca dhamah pada ba‟-
nya sehingga dibaca “bi Al-bukhli”.
2. Perbedaan pada I‟rab dan harkat (baris) kalimat sehingga mengubah
maknanya, misalnya pada firman Allah:
91
sebab
b. memang begitulah orang Hudzail mengucapkan dan menggunakannya.
c. Ketika orang Asadi membaca dihadapan Rasul tiswaddu wujuh (
18
Ibid., 148.
D. Manfa’at Keragaman Qira’at
Dan diantara keragaman Qira‟at itu memiliki beberapa manfa‟at
sebagaimana berikut:19
1. Menunjukkan terjaga dan terpelihara kitabullah dari perubahan dan
penyimpangan ,walaupun mempunyai aneka ragam bacaan yang berbeda-beda.
2. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur‟an
3. Bukti kemu‟jizatan al-Qur‟an dari segi kepadatan maknanya, karena setiap
Qir‟at menunjukkan sesuatu hukum syara‟ tertentu tanpa perlu pengulangan
lafadz, seperti bacaan:
Pada lafadz ارجلكمada dua bacaan, yaitu ada yang membaca dengan „jar‟
dan ada yang membaca „nashab‟, tentu saja dengan perbedaan I‟rab maka
berbeda pula hukumnya. Sehingga dengan demikian kita dapat menyimpulkan
dua hukum dengan lafadz yang sama. Inilah sebagian makna kemukjizatan Al
Qur‟an dari segi kepadatan makna.
4. Penjelasan terhadap sesuatu yang masih global dalam Qira‟at lain, misalnya :
qir‟at Ibnu Mas‟ud (Q.S Al Maidah:38)
19
AL Qattan, Mabahist Fii „Ulumil Qur‟an,176.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qira‟ah adalah suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam yang
berbeda dengan imam yang lainnya dalam segi pelaflan Al-Qur‟an dan sanadnya
bersambung langsung kepada Rasulullah SAW
Macam macam qira‟at itu bisa ditinjau dari dua segi, segi hitungan dan
segi sanad. Adapun qira‟at dari segi bilangan ada tiga, yaitu:qira‟at sab‟ah,
qira‟at „asyra, qira‟at arba‟a asyra. Sedangkan qira‟at ditinjau dari segi sanad
ada enam macam, yaitu: mutawatir, masyhur, ahad, syadz, maudhu‟, mudraj.
Latar belakang timbulnya perbedaan itu ada secara historis dan ada
secara pengucapan. Adapun secara penyampaian:a). Perbedaan dalam I‟rab atau
Harkat kalimat tanpa perunbahan makna dan bentuk kalimat. b) Perbedaan pada
I‟rab dan harkat (baris) kalimat sehingga mengubah maknanya. c) Perbedaan pada
perubahan huruf antara perubahan I‟rab dan bentuk tulisannya, sementara
maknaya berubah. d) Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk
tulisannya, tetapi maknyan tidak berubah. e) Perbedan pada kalimat dimana
bentuk dan maknanya berubah pula. Misalnya pada ungkapan thl‟in mandhud
menjadi thalhin mandhud. f) Perdaan pada mendahulukan dan mengakhirkannya.
g) Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf.
Dan diantara keragaman Qira‟at itu memiliki beberapa manfa‟at
diantaranya, yaitu:
1. Menunjukkan terjaga dan terpelihara kitabullah dari perubahan dan
penyimpangan
2. Meringankan umat islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur‟an
3. Bukti kemu‟jizatan al-Qur‟an dari segi kepadatan maknanya
4. Penjelasan terhadap sesuatu yang masih global dalam Qira‟at lain.
DAFTAR PUSTAKA
As Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At Tibyan Fii Ulumil Qur‟an. Jakarta: Daarul
Kitab Al Islamiyah
Rosdakarya